YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
Page 1: Yahya Kholid Fkik

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN RINITIS ALERGI PADA USIA 13-14 TAHUN

DI CIPUTAT TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN KUESIONER INTERNATIONAL STUDY OF ASTHMA

AND ALLERGY IN CHILDHOOD (ISAAC) TAHUN 2013

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat mendapat gelar SARJANA KEDOKTERAN

DISUSUN OLEH YAHYA KHOLID

NIM : 1110103000043

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA1434 H/ 2013 M

Page 2: Yahya Kholid Fkik

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN RINITIS ALERGI PADA HSIA 13-14 TAHUN

DI CIPUTAT TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN KUESIONER INTERNA TIONAL STUDY OF ASTIMA AND ALLERGY IH CHILDHOOD

(ISAAC) TAHUN 2013

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat mendapat gelar SARJANA KEDOKTERAN

DISUSUN OLEH YAHYA KHOLID

NIM : 1110103000043

Pembimbing I

dr. Ibnu Harris Fadillah. SpTHT-KL

Pembimbing II

Ratna Pelawati, M.Bicmed

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAï'i

UNIYERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA1434 D/ 2013 IvI

Page 3: Yahya Kholid Fkik

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan

untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber daya yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatuilah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat Timur, 09 September 2013

Yahya Kholid

Page 4: Yahya Kholid Fkik

Penguji I

dr. Fiìcri MirzaitrantoTHT-KL

Prof. Drhc . ‹ir. MK.Tadiudin And

dr. i Ardini. M.Gizi

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Laporan penelitian ini beijudul PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN RINITIS ALERGI PADA USIA 13-14 TAHUN DI CIPUTAT TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN KUESIONER INTERNA TIONAL STUD F OF ASTHMA AND ALLARGA IN CHILDHOOD (ISAAC) TAHUN2013 yang diajukan oleh Yahya Kholid (1110103000043), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 09 September 2013.Laporan ini telah di tcrima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Saijana Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.

Jakarta, 09 September 2013

DEWAN PENGUJI

Ketua Sifiang

dr. Ibnu Harris Fadillah, SpTLiT-KL

Pembimbing I Peinbimbing II

dr. lbnu Harris Fadillah, SpTHT-KL Ratna Pelawati, M.Biomed

Penguji II

dr. Niakhtar Ikhsan, SpP (K),

MARS PIMPINMN FAKULT# S

Dekan FKIK UIN Jakarta Kaprodi PSPD UIN Jakarta

Page 5: Yahya Kholid Fkik

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan atas segala nikmat dari Allah SWT baik berupa

nikmat sehat, ilmu, kesempatan dan waktu dan nikmat iman yang telah allah

berikan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan laporan penelitian ini.

Sholawat berserta salam tak lupa senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhmamad

SAW yang selalu senantiasa di nantikan syafaatnya di yaumul qiyamah, Amiin

Terimakasih peneliti ucapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu

dalam penyelesaian laporan penelitian ini:

1. Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr (hc) dr. MK

Tadjudin, SpAnd.

2. Ketua Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK

3. Pembimbing 1 dan 2, dr. Ibnu Harris Fadillah, SpTHT-KL dan Ratna

Pelawati, M.Biomed yang selalu menyempatkan waktu dan tenaganya

guna membantu serta membimbing peneliti dalam menyelesaikan laporan

penelitian ini.

4. Kementrian Agama RI yang telah memberikan beasiswa kepada peneliti

sehingga peneliti mendapatkan kesempatan belajar di Program Studi

Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D sebagai penannggung jawab riset

Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Ibunda Siti Maslahah (alm) yang semasa hidupnya selalu, mendukung dan

mendoakan peneliti baik dalam hal akademik temasuk laporan penelitian

ini maupun hal lainnya serta kepada abah Abd. Wahid yang selalu

memotivasi dan mengingatkan peneliti untuk terus berjuang demi masa

depan.

7. Keluarga peneliti Farida Rahmawati, S.Pd.I, A. Riduan, S.Pd.I, Erma

Shofia, A.M Habibi dan keluarga lain yang selalu mendukung dan

mendoakan peneliti dalam segala hal termasuk dalam penyelesaian laporan

penelitian.

8. KH. Drs. M Nurulllah Qomaruddin AS, MH Selaku pengasuh Pondok

Pesantren Walisongo tempat peneliti belajar yang selalu mendukung dan

v

Page 6: Yahya Kholid Fkik

mendoakan peneliti, serta tak lupa kepada seluruh dewan asatidz yang

telah memberikan bekal ilmu terutama agama kepada peneliti dan seluruh

santrinya.

9. Philippa Ellwood general coordinator ISAAC for Allergic Rhinitis dan

Prof. Dr. dr. Karnen Garna Baratawijaya, SpPD, K-AI, FAAAI yang juga

turut serta membantu, memberikan jawaban atas segala pertanyaan

peneliti.

10. Prasetya Yulian Nugraha, S.Ked yang juga mambantu dan bersedia untuk

direpotkan oleh peneliti.

11. Izkar Ramadhan, Dhea Rachmawati, Nadia Entus NT, Latansa Dina teman

seperjuangan yang telah membantu dalam hal penyelesaian proposal,

pengambilan data dan pengolahan data serta telah mendukung peneliti

dalam hal penyelesaian laporan penelitian ini.

12. Abdulllah Sidqul Azmi, Ilham Ibrahim Marpid, Khoirul A Putra, Siti

Yayah Urfiah, Nilam Fajarwati, M. Dadan K, sejawat PSPD 2010 UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Mayli Faroh Nabila serta teman-teman

lainnya yang peneliti tak dapat sebutkan satu persatu.

Laporan penelitian berupa skripsi ini peneliti buat sebagai salah satu

persyaratan untuk mendapat gelar sarjana kedokteran yang juga sebagai langkah

awal untuk menuju tingkat pembelajaran yang lebih lanjut, yaitu di klinik.

Peneliti mengakui terdapat banyak kekurangan dalam laporan penelitian ini,

karena sebagaimana manusia biasa pasti tiada yang sempurna. Namun peneliti

telah berusaha sebaik-baiknya untuk mendapatkan hasil yang semaksimal

mungkin. Demikianlah laporan penelitian ini dibuat, apabila terdapat kesalahan,

peneliti mohon maaf, karena mungkin sampai sinilah kemampuan peneliti untuk

saat ini. Semoga penelitian ini dapat bemanfaat bagi orang banyak yang dapat

dicatat sebagai amal jariyah oleh Allah SWT, Amiin.

Ciputat Timur, 9 September 2013

Peneliti

vi

Page 7: Yahya Kholid Fkik

ABSTRAK

Yahya Kholid. Program Studi Pendidikan Dokter. Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Rinitis Alergi Pada Usia 13-14 Tahun di Daerah Ciputat Timur dengan Menggunakan Kuesioner International Study Of Asthma And Allergy In Childhood (ISAAC) Tahun 2013

Beberapa organisasi dunia seperti State of World Allergy dan ISAAC telah melakukan studi epidemiologi untuk mengetahui prevalensi rinitis alergi. studi ISAAC di Jakarta mendapatkan hasil prevalensi rinitis alergi pada usia 13-14 tahun adalah 26,70%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besar prevalensi rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun di Ciputat Timur dengan menggunakan kuesioner ISAAC dan sebagai tujuan khusus untuk mencari faktor risiko yang mempengaruhinya. Metode yang digunakan berupa deskriptif kategorik dengan desain potong lintang. Hasil penelitian mendapatkan prevalensi rinitis alergi pada usia 13-14 tahun di Ciputat Timur tahun 2013 adalah 25,20%,. Faktor risiko yang memiliki hubungan terhadap rinitis alergi adalah memelihara kucing dalam 12 bulan terakhir, sedangkan faktor risiko lain tidak berhubungan.

Kata Kunci : Rinitis Alergi, Faktor Risiko, 13-14 Tahun, ISAAC

ABSTRACT

Yahya Kholid. Medical Programme. Prevalence and Risk Factors of Allergic Rhinitis in 13-14 Years Old in East Ciputat with International Study of Asthma and Allergy in Childhood (ISAAC) Questionnaire 2013.

Many of international organization studied about prevalence of allergic rhinitis such as State of World Allergy and ISAAC. In Indonesia, ISAAC (2001 at Jakarta) found prevalence of allergic rhinitis about 26,71%. Purpose of this study is to find number of prevalence of allergic rhinitis in East Ciputat in children 13-14 years old with ISAAC questionnaire at 2013 and to know about risk factors of allergic rhinitis. This study use categorical descriptive and with cross sectional design study. And as result is prevalence of allergic rhinitis in 13-14 years old school children at East Ciputat in 2013 are 25,20%. By having cat have correlation with allergic rhinitis but other risk factors have no correlation with it.Key Words : Allergic Rhinitis, Risk Factors, 13-14 years old, ISAAC

vii

Page 8: Yahya Kholid Fkik

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL …………………………………………………..............

LEMBAR PERNYATAAN ………………………………………………...

LEMBAR PERSETUJUAN ………………………………………………..

LEMBAR PENGESAHAN

………………………………………………… KATA PENGANTAR

……………………………………………………… ABSTRAK

…………………………………………………………………... DAFTAR

ISI ………………………………………………………………... DAFTAR

TABEL …………………………………………………………... DAFTAR

GAMBAR ……………………………………………………….. DAFTAR

LAMPIRAN …………………………………………………….. BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG ………………………………………………..

1.2 PERUMUSAN MASALAH ……………………………………….....

1.3 PERTANYAAN PENELITIAN ……………………………………...

1.4 TUJUAN PENELITIAN ……………………………………………..

1.4.1 Tujuan Umum ……………………………………………….....

1.4.2 Tujuan Khusus …………………………………………………

1.5 MANFAAT PENELITIAN …………………………………………..

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI SALURAN PERNAPASAN ………..

2.1.1 Hidung dan Saluran Pernapasan Bagian Atas ……………….....

2.1.2 Saluran Pernapasan Bagian Bawah ………………………….....

2.1.3 Konsep United Airway Disease ………………………………..

2.2 ALERGI DAN REAKSI HIPERSENSITIFITAS ……………………

2.2.1 Hipersensitifitas Tipe I atau Reaksi Alergi ………………….....

2.2.2 Hipersensitifitas Tipe II ………………………………………..

2.2.3 Hipersensitifitas Tipe III …………………………………….....

2.2.4 Hipersensitifitas Tipe IV

……………………………………..... 2.3 RINITIS ALERGI

2

.3

.1

P

e

n

d

a

h

u

l

u

a

n

Page 9: Yahya Kholid Fkik

…………………………………………………… i ii

iii

iv

v

vii

viii

xi

xii

xiii

1

2

3

3

3

3

4

5

5

6

7

8

8

9

10

11

12

12

viii

Page 10: Yahya Kholid Fkik

2.3.2 Patofisiologi Rinitis Alergi..............................................................12

2.3.3 Manifestasi Gejala Rinitis Alergi....................................................14

2.3.4 Klasifikasi Rinitis Alergi.................................................................15

2.3.5 Faktor Risiko Rinitis Alergi............................................................16

2.3.6 Diagnosis Rinitis Alergi..................................................................19

2.3.7 Tatalaksana Rinitis Alergi...............................................................22

2.3.8 Komplikasi Rinitis Alergi................................................................23

2.4 INSTRUMEN PENELITIAN...................................................................23

2.4.1 Kuesioner ISAAC............................................................................24

2.4.2 Kuesioner SFAR..............................................................................25

2.5 KERANGKA TEORI...............................................................................26

2.6 KERANGKA KONSEP............................................................................27

2.7 DEFINISI OPERASIONAL.....................................................................28

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 DESAIN PENELITIAN............................................................................29

3.2 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN.................................................29

3.3 POPULASI DAN SAMPEL.....................................................................29

3.3.1 Populasi Penelitian........................................................................29

3.3.2 Sampel Penelitian..........................................................................29

3.3.3 Cara Pengambilan Sampel............................................................29

3.3.4 Rumus Besar Sampel....................................................................29

3.3.5 Kriteria Sampel Penelitian............................................................30

3.4 ALUR PENELITIAN...............................................................................31

3.5 MANAJEMEN DATA.............................................................................32

3.5.1 Pengumpulan Data........................................................................32

3.5.2 Pengolahan Data............................................................................32

3.5.3 Analisis Data.................................................................................32

3.5.4 Penyajian Data..............................................................................32

3.6 ETIKA PENELITIAN..............................................................................32

3.7 ORGANISASI PENELITIAN..................................................................33

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL PENELITIAN...............................................................................34

Page 11: Yahya Kholid Fkik

ix

4.1.1 Pola Distribusi Responden (Statistik Deskriptif)..........................34

4.1.2 Hubungan Faktor Risiko terhadap Kejadian Rinitis Alergi

pada Anak Usia 13-14 Tahun di Ciputat Timur Tahun 2013

(Statistik Analitik) ......................................................................... 37

4.2 PEMBAHASAN.......................................................................................41

4.3 KETERBATASAN PENELITIAN...........................................................44

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

5.1 SIMPULAN..............................................................................................45

5.2 SARAN.....................................................................................................45

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................46

LAMPIRAN........................................................................................................50

Page 12: Yahya Kholid Fkik

x

Page 13: Yahya Kholid Fkik

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan berat gejala menurut WHO-

ARIA ................................................................................................. 16

Tabel 2.2 Klasifikasi obesitas............................................................................19

Tabel 2.3 Interpretasi hasil kuesioner ISAAC....................................................25

Tabel 2.4 Definisi Operasional...........................................................................28

Tabel 4.1 Pola Distribusi Reponden...................................................................35

Tabel 4.2 Prevalensi rinitis alergi pada usia 13-14 tahun di Ciputat Timur

tahun 2013...........................................................................................36

Tabel 4.3 Distribusi rinitis alergi berdasarkan beratnya gejala...........................36

Tabel 4.4 Distribusi data kejadian rinitis alergi berdasarkan jenis kelamin .. 37

Tabel 4.5 Distribusi data kejadian rinitis alergi berdasarkan riwayat pernah

mengalami asma..................................................................................37

Tabel 4.6 Distribusi data kejadian rinitis alergi berdasarkan riwayat pernah

mengalami eksim ............................................................................... 38

Tabel 4.7 Distribusi data kejadian rinitis alergi berdasarkan riwayat pernah

terpapar asap rokok ........................................................................... 38

Tabel 4.8 Distribusi data kejadian rinitis alergi berdasarkan riwayat pernah

terpapar asap kendaraan bermotor (bus atau truk) ............................ 39

Tabel 4.9 Distribusi data kejadian rinitis alergi berdasarkan riwayat pernah

terpapar asap dapur yang berasal dari gas ......................................... 39

Tabel 4.10 Distribusi data kejadian rinitis alergi berdasarkan riwayat pernah

memiliki anjing atau kucing dalam 12 bulan terakhir ....................... 40

Tabel 4.11 Distribusi data kejadian rinitis alergi berdasarkan riwayat pernah

mengkonsumsi parasetamol .............................................................. 40

xi

Page 14: Yahya Kholid Fkik

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Potongan anterolateral eksternal nasal...........................................5

Gambar 2.2 Potongan sagital kepala bagian kiri menunjukkan saluran

respirasi bagian atas.........................................................................6

Gambar 2.3 Penampang paru dari depan.............................................................7

Gambar 2.4 Proses pembentukan autoantibodi dan perusakan jaringan

akibat komlek Ag+Ab disirkulasi....................................................11

Gambar 2.5 Mekanisme kerusakan jaringan akibat hipersensitifitas tipe IV

(mediasi sel T CD4+ dan CD8+).....................................................12

Gambar.2.6 Alur diagnosis rinitis alergi.............................................................20

Gambar 2.7 Allergic salute (A), Allergic crease (B), Allergic shiner (C) …. 21

Gambar 2.8 Uji cukit kulit atau skin prick test, salah satu uji untuk

menentukan alergen penyebab rinitis alergi....................................22

xii

Page 15: Yahya Kholid Fkik

Lampiran 3 LEMBAR KUESIONER ISAAC BAHASA INDONESIA …..65Lampiran 4 DAFTAR RIWAYAT HIDUP70DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 HASIL UJI STATISTIK.................................................................50

Lampiran 2 LEMBAR INFORMED CONSENT................................................64

xiii

Page 16: Yahya Kholid Fkik

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Rinitis alergi merupakan kelainan simtomatik pada hidung akibat pajanan

alergen yang menyebabkan terjadinya proses inflamasi yang dimediasi oleh

IgE. Tanda-tanda kardinal dari rinitis alegi berupa bersin-bersin, hidung

tersumbat dan rinorea. Setiap orang dari berbagai usia dapat menderita rinitis

alergi, dan pasien yang menderita gejala kelainan ini dapat merasa frustasi,

kurang berkonsentrasi, dan lelah. Demikian juga dengan adanya faktor ko-

morbiditas berupa asma, otitis media dan sinusitis dapat mempengaruhi

kualitas hidup penderita rinitis alergi.1-4

Pada tahun 2008 State of World Allergy memperkirakan bahwa 400 juta

orang menderita rinitis alergi. Sedangkan di Amerika Serikat diperkirakan 30-

60 juta menderita kelainan ini dan prevalensi anak-anak lebih banyak dari

dewasa. Sedangkan di Filipina, Abong JM dkk menyatakan dalam

penelitiannya bahwa prevalensi keseluruhan dari 7.202 orang objek penelitian

yang pernah memiliki gejala rinitis alergi adalah 28,3% dan 20% mengalami

gejala rinitis tersebut dalam waktu 12 bulan terakhir dari waktu penelitian

dilakukan.2

European Community Respiratory Health Survey dan International Study

of Asthma and Allergies of Childhood (ISAAC) merupakan organisasi dunia

yang melakukan studi prevalensi rinitis alergi dan asma dengan menggunakan

keusioner yang telah di standarisasi. Menurut studi dari ISAAC Phase three

yang dilakukan di Asia kejadian rinitis alergi dan asma meningkat pada

1

Page 17: Yahya Kholid Fkik

2

beberapa negara dengan pendapatan rendah-menengah. Sedangkan studi yang

dilakukan oleh World Allergy pada tahun 2008 melaporkan kejadian rinitis

alergi dan asma di Asia Pasifik berjumlah antara 10%-30% pada anak dan

dewasa.2

Untuk wilayah Indonesia, ISAAC phase three telah melalukan penelitian

di beberapa daerah untuk mngetahui prevalensi rinitis alergi dengan

menggunakan kuesioner, diantaranya yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, dan

Bali. Dari hasil studi di Jakarta, didapatkan 26,71% anak usia 13-14 tahun

mengalami gejala rinitis alergi. Sedangkan di Bandung dan Semarang,

prevalensi rinitis alergi pada anak-anak usia 13-14 tahun berjumlah 19,1% dan

18,4%.5,6

Kuesioner ISAAC merupakan kuesioner yang akan mendiagnosis secara

kasar mengenai prevalensi dan faktor risiko dari rinitis alergi. Cakupan usia

pada kuesioner ISAAC ini adalah anak-anak usia 6-7 tahun dan 13-14 tahun.7,8

Penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan prevalensi rinitis alergi

pada anak yang berusia 13-14 tahun di daerah Ciputat Timur dengan

menggunakan kuesioner ISAAC.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah

prevalensi dan faktor risiko rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun di daerah

Ciputat Timur.

Page 18: Yahya Kholid Fkik

3

1.3 PERTANYAAN PENELITIAN

Berapa prevalensi rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun di daerah Ciputat

Timur pada tahun 2013?

1.4 TUJUAN PENELITIAN

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui seberapa besar prevalensi rinitis alergi di Ciputat Timur

pada anak usia 13-14 tahun.

1.4.2 Tujuan Khusus

Mengetahui hubungan jenis kelamin terhadap kejadian rinitis alergi

pada anak usia 13-14 tahun.

Mengetahui hubungan asma terhadap kejadian rinitis alergi pada anak

usia 13-14 tahun.

Mengetahui hubungan dermatitis atopi atau eksim terhadap kejadian

rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun.

Mengetahui hubungan polusi udara terhadap kejadian rinitis alergi

pada anak usia 13-14 tahun.

Mengetahui hubungan pajanan asap rokok terhadap kejadian rinitis

alergi pada anak usia 13-14 tahun.

Mengetahui hubungan pajanan asap dapur terhadap kejadian rinitis

alergi pada anak usia 13-14 tahun.

Mengetahui hubungan memelihara hewan berupa kucing atau anjing

dalam 12 bulan terakhir terhadap kejadian rinitis alergi pada anak usia

13-14 tahun.

Page 19: Yahya Kholid Fkik

4

Mengetahui hubungan konsumsi parasetamol dalam 12 bulan terakhir

terhadap kejadian rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun.

1.5 MANFAAT PENELITIAN

1.5.1 Bagi Peneliti

Mengetahui prevalensi rinitis alergi di Ciputat Timur.

Mengetahui faktor risiko rinitis alergi.

Menambah wawasan mengenai rinitis alergi.

Sebagai salah satu persyaratan mendapat gelar sarjana kedokteran.

Mengimplementasikan ilmu metodologi penelitian yang telah didapat

selama perkuliahan di PSPD FKIK UIN Jakarta.

1.5.2 Bagi Institusi dan Keilmuan

Implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi pada bidang penelitian.

Menambah referensi kepustakaan penelitian dan rujukan penelitian

selanjutnya.

1.5.3 Bagi Masyarakat

Mengetahui faktor risiko, khususnya yang berhubungan

dengan masyarakat yang dapat mempengaruhi rinitis alergi

Page 20: Yahya Kholid Fkik

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI SALURAN PERNAPASANSaluran pernapasan dibagi kedalam 2 bagian yaitu saluran napas bagian

atas dan bawah. Sistem pernapasan sendiri merupakan sebuah jalur respirasi

yang terbagi menjadi zona konduksi sebagai penghantar dan zona respiratorik

yang berfungsi sebagai tempat proses pertukaran udara berlangsung. Selain

itu saluran pernapasan juga memiliki fungsi sebagai alat komunikasi

(penghasil suara).9

2.1.1 Hidung dan Saluran Napas Bagian Atas

Saluran pernapasan bagian atas dimulai dari hidung hingga faring.

Hidung terbagi kedalam 2 bagian, yaitu bagian luar dan bagian dalam.

Hidung bagian luar terdiri atas tulang, kartilago hialin, otot, dan kulit yang

dilapisi oleh membran mukosa. Tulang yang memberi bentuk hidung

adalah os nasal, os maksila dan os frontal. Sedangkan kartilago yang

membentuk hidung adalah kartilago septum nasi yang terdiri atas lateral

dan alar.9 Secara jelas anatomi hidung dapat dilihat pada gambar 2.1

Tulang pembentuk hidung

Os frontal

Os nasal

Os maksilaKartilago pembentuk hidung

Kartilago nasi lateralis

Kartilago septum nasi

Jaringan ikat tebal dan Jaringan adiposa

Kartilago alar

Gambar 2.1 Potongan anterolateral eksternal nasal.9

Bagian dalam hidung memiliki 3 fungsi, yaitu:9

a) Menghangatkan, melembabkan dan memfiltrasi udara yang masuk

ke saluran pernapasan

5

Page 21: Yahya Kholid Fkik

6

Bagian depan rongga ini berbatasan dengan hidung bagian luar, sedangkanbagian belakang berbatasan dengan faring. Bagian belakang dalam hidung ini sebelum menuju faring memiliki 2 (dua) pembukaan yang disebut

choanae atau nares internus.9 Struktur saluran napas bagiandimulai dari rongga hidung ini dapat dilihat pada gambar 2.2

atas yang

Gambar 2.2 Potongan sagital kepala‘bagian kiri menunjukkan saluran respirasi bagian atas9

2.1.2Saluran Napas Bagian Bawah

b) Mendeteksi stimulus olfactorius (stimulus bau)

c) Memodifikasi getaran suara

Pada bagian dalam organ ini terdapat rongga nasal dan vestibulum.

Saluran napas bagian bawah dimulai dari laring hingga alveolus.

Secara jelas struktus penyusun dari sistem saluran pernapasan bagian

bawah dapat dilihat pada gambar 2.3. Saluran napas bagian bawah ini

selain memiliki fungsi sebagai zona konduksi juga sebagai zona

respiratorik dimana proses pertukaran gas berlangsung. Proses pertukaran

gas berlangsung dibagian terbawah dari sistem ini yaitu alveolus.9,10

Page 22: Yahya Kholid Fkik

7

Cabang-Cabang Pohon Bronkiolus (Bronchial Tree)

Laring

Trake

a

Trakea

Bronkus primer

Bronkus sekunder

Pleura viseralis

Pleura parietalis

Rongga pleura

Bronkus primer kanan

Bronkus sekunder kanan

Bronkus tersier kanan

Bronkiolus kanan

Bronkiolus terminal kanan

Karina

Gambar 2.3 Penampang paru dari depan9

Bronkus tersier

Bronkiolus

Bronkiolus terminal

Bronkus primer kiri

Bronkus sekunder kiri

Bronkus tersier kiri

Bronkiolus kiri

Bronkiolus terminal kiri

diafragma

2.1.3 Konsep United Airway Disease

Hubungan antara saluran napas bagian atas dan bawah sudah banyak

diketahui, namun konsep united airway disease baru diperkenalkan

beberapa tahun terakhir. Ide one airway disease ini merupakan konsep

yang dikeluarkan oleh ARIA dan sangat berhubungan dengan manajemen

terapi pada pasien. Dari segi anatomi dan histologi, sistem pernapasan

memiliki kesamaan, yaitu mukosa saluran pernapasan dilapisi oleh epitel

bertingkat bersilia. respon imunologi terhadap benda asing maupun

mikroorganisme juga memiliki kesamaan antara upper and lower

respiratory tracts. Kemiripan anatomi, histologi serta respon terhadap

benda asing yang dimiliki oleh saluran pernapasan atas dan bawah ini

menyebabkan konsep dalam penyakit kedua sistem ini akan berhubungan.

Reflek neurogenik (nasobronchial) diduga berpengaruh dalam konsep

united airway disease ini, dimana tachykinin akan berikatan dengan

reseptornya dan mengaktivasi nervus vagus untuk merangsang kontraksi

otot polos bronkus dan vasodilatasi pembuluh darah dihidung.9,10,11

Page 23: Yahya Kholid Fkik

8

Seperti pada beberapa studi yang mengemukakan bahwa pasien

dengan rinitis alergi akan memiliki respon bronkus yang hiperreaktif dan

dapat berlanjut menjadi asma, atau bergitu pula sebaliknya. Pasien dengan

rinitis alergi akan memiliki kadar eosinofil, leukotrien dan produk hasil

proses respon hipersensitivitas di dalam tubuh meningkat. Dengan

peningkatan kadar mediator alergi dalam tubuh akan menyebabkan

bronkus tersensitasi juga sehingga dapat menimbulkan hiperresponsive

bronkus yang berakhir kepada asma.10,11

2.2 ALERGI DAN REAKSI HIPERSENSITIVITASMasuknya benda asing ke dalam tubuh manusia dapat memicu sistem

pertahanan atau imun untuk melindungi tubuh. Respon tersebut akan

menguntungkan dan dapat berupa respon spesifik ataupun non spesifik.

Tetapi pada beberapa orang, respon imun tubuh yang berlebihan terhadap

benda asing tersebut tidak selalu menguntungkan, hal inilah yang disebut

reaksi hipersensitivitas. Hipersensitivitas adalah peningkatan sensitivitas

sistem pertahanan tubuh terhadap antigen yang pernah dikenal atau terpajan

sebelumnya. Reaksi hipersesitivitas menurut Gell dan Coombs dibagi

kedalam 4 klasifikasi, yaitu:12

Hipersensitivitas tipe I atau reaksi alergi

Hipersensitivitas tipe II atau reaksi sitotoksik/sitolitik

Hipersensitivitas tipe III atau reaksi komplek imun

Hipersensitivitas tipe IV atau reaksi seluler (lambat)

2.2.1 Hipersensitivitas Tipe I atau Reaksi Alergi

Reaksi hipersesitivitas tipe 1 memiliki beberapa tahapan sebelum

menimbulkan manifestasi. Adapun tahapan atau fase tersebut yaitu fase

sensitisasi, fase aktifasi dan fase efektor. 12

Fase sensitisasi merupakan fase awal dalam reaksi hpersensitivitas

tipe satu. Dalam fase ini alergen yang masuk baik berupa serbuk bunga,

tungau atau jenis alergen lainnya akan mensensitisasi sistem imun tubuh

Page 24: Yahya Kholid Fkik

9

host sehingga membentuk antibodi IgE. Ikatan silang akan terjadi antara

IgE, sel mast dan basofil.12

Setelah terjadi fase sensitisasi, jika host mengalami pajanan ulang

dengan antigen atau alergen spesifik maka akan terjadi fase aktifasi.

Maksud dari fase aktifasi adalah teraktifasinya sel mast dan basofil oleh

alergen spesifik tadi sehingga menimbulkan sebuah reaksi. Fase dimana

sel mast dan basofil mengeluarkan mediator-mediator yang terkandung

didalamnya disebut fase efektor.12

Mediator dalam reaksi alergi

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa pada fase efektor akan

terjadi pelepasan mediator yang berasal dari sel mast ataupun basofil yang

telah teraktifasi. Sel mast yang teraktifasi akan mengeluarkan mediator

berupa histamin, faktor kemotaktik netrofil (NCF) dan faktor kemotaktik

eosinofil-anafilaksis (ECF-A) yang akan mengumpulkan dan menahan

eosinofil ditempat radang melalui perantara IgE.13

Sedangkan mediator-mediator lain yang akan terbentuk kemudian

adalah produk hasil jalur siklooksigenasi (COX) dan jalur lipooksigenasi.

Produk hasil jalur siklooksigenasi adalah prostaglandin (PGD2, PGE2,

PGF2) dan tromboksan A2 (TxA2). Setiap sel memiliki produk spesifik,

seperti sel mast yang akan memproduksi prostaglandin PGD2 dan

tromboksan A2, dimana TxA2 akan menyebabkan agregrasi trombosit.

Untuk jalur lipooksigenasi, produk-produk yang dihasilkan adalah

leukotrien. Jenis-jenis leukotrien yang dihasilkan dari jalur ini adalah

leukotrien LTE4, LTD4 dan LTC4 yang merupakan zat pembentuk slow

reacting substance of anaphylaxis (SRS-A) serta leukotrien LTB4 yang

bersifat kemotaktik eosinofil dan netrofil.13

2.2.2 Hipersensitivitas tipe II

Reaksi hipersensitivitas tipe II sering disebut juga dengan istilah

reaksi sitotoksik. Reaksi ini melibatkan antibodi selain IgE, yaitu IgM

dan IgG serta komplemen. Penyakit yang disebabkan oleh keterlibatan

Page 25: Yahya Kholid Fkik

1

antibodi dalam reaksi hipersensitivitas ini merupakan bentuk umum dari

penyakit imun kronis. Antibodi terhadap sel atau jaringan yang terbentuk

akan mengendap pada jaringan yang sesuai dengan target antigen, jadi

penyakit yang timbul biasanya spesifik terhadap organ atau jaringan

tertentu. 12-14

Sebagai contoh dari hiperreaktif sistem imun yang diperantarai

antibodi (antibody mediated) adalah anemia hemolitik autoimun

(autoimmune Hemolytic Anemia/AIHA). Penyakit AIHA ini dikarenakan

terbentuknya antibodi terhadap protein membran eritrosit (Rh) yang

dianggap antigen oleh sistem imun tubuh sehingga terjadi proses

opsonisasi dan fagositosis eritrosit yang menyebabkan eritrosit lisis dan

menunjukkan gejala anemia. Adapun contoh-contoh lain adalah purpura

trombositopenia autoimun/idiopatik (PTI), myasthenia gravis, sindrom

goodpasture, penyakit grave dan lain-lain.12-15

2.2.3 Hipersensitivitas tipe III

Hipersensitivitas tipe III merupakan reaksi hiperreaktif sistem imun

yang dimediasi oleh komplek imun. Komplek imun yang terbentuk akan

mengendap di pembuluh darah yang memiliki turbulensi atau bertekanan

tinggi sehingga menyebabkan kerusakan jaringan. Kerusakan jaringan

yang terjadi biasanya bersifat sistemik yang bermanifestasi sebagai

vaskulitis, nefritis atau artritis. Reaksi yang terjadi akibat terjadinya

hipersensitivitas tipe III dibedakan menjadi reaksi Arthus dan Serum

Sickness.12-14

Lupus erimatosus sistemik, artritis reumatoid dan glomerulonefritis

akut paska infeksi streptococcus merupakan beberapa contoh penyakit

klinis yang disebabkan oleh hipersensitivitas tipe III. Secara skematis

perjalan patogenesis dan patofisiologi dari reaksi hipersensitivitas tipe III

yang dimediasi oleh komplek imun dapat dilihat pada gambar 2.4 yang

diadaptasi dari Medical Immunologi 6th ed. 13,14

Page 26: Yahya Kholid Fkik

Antigen

Respon imun

Antibodi

Ag : Antigen, Ab : AntibodiGambar 2.4 Proses pembentukan autoantibodi dan perusakan jaringan akibat komlek Ag+Ab disirkulasi14

2.2.4Hipersensitivitas tipe IVHipersensitivitas tipe IV atau tipe lambat merupakan reaksi yang dimediasi oleh sel T. Hampir semua penyakit yang diperantarai oleh sel T memiliki mekanisme autoimun. Reaksi autoimun memiliki kecenderungan terhadap antigen pada organ atau jaringan tertentu, sehingga hanyamengenai organ yang terbatas dan tak bersifat sistemik.12,13

Komplek Ag+Ab bersirkulasiPeningkatan permeabilitas vaskular

Deposisi Ekstravaskular

Aktifasi komplemen

Faktor Kemotaktik

Inflamasi

Infiltrasi neutrofil

Kerusakan jaringan

1

+

Mekanisme kerusakan yang ditimbulkan oleh reaksi hipersensitivitas

tipe lambat ini bermanifestasi pada penyakit yang diperantarai oleh sel T

CD4+ atau T Cell Mediated Cytolysis oleh CD8+.12,13

Page 27: Yahya Kholid Fkik

1

Inflamasi yang dimediasi oleh sitokin (Melalui CD4+)

APCatau Ag Jaringan

Sitokin Inflamasi kerusakan jaringan

Jaringan Normal

Sitotoksik yang dimediasi Sel T (CD8+)Sel dibunuh dan

kerusakan jaringan

Gambar 2.5 Mekanisme kerusakan jaringan akibat hipersensitivitas tipe IV16

2.3 RINITIS ALERGI2.3.1 Pendahuluan

Proses inflamasi yang terjadi di mukosa hidung disebut rinitis.

Manifestasi klinis yang sering terjadi pada pasien rinitis adalah gatal di

hidung, produksi mukus berlebih, hidung tersumbat, bersin-bersin, mata

berair serta gatal pada mata dan bersifat kronik. Rinitis dapat

diklasifikasikan menjadi rinitis alergi dan non alergi. Rinitis alergi

merupakan rinitis yang paling banyak dijumpai. Alergi hidung pada rinitis

alergi dapat bersifat musiman atau bisa menetap. 3,17,18

Penyebab tersering rinitis non alergi adalah infeksi virus. Penyebab

rinitis alergi atau alergen dapat masuk ketubuh melalui berbagai macam

cara, yaitu secara inhalasi, injeksi, tertelan atau kontak langsung dengan

permukaan kulit.3

2.3.2 Patofisiologi Rinitis Alergi

Tahapan inflamasi yang terjadi pada rinitis alergi adalah tahap

sensitisasi yang diikuti dengan tahap provokasi atau reaksi alergi. Reaksi

alergi yang terjadi terdiri dari 2 fase:3

Page 28: Yahya Kholid Fkik

1

Reaksi alergi fase cepat (RAFC) atau Immediate Phase Allergic

Reaction yang berlangsung sejak kontak dengan alergen hingga 1

jam.

Reaksi alergi fase lambat (RAFL) atau Late Phase Allergic

Reaction, berlangsung 2-4 jam dan dapat berlangsung hingga 24-48

jam paska kontak dengan alergen. Fase hiperaktif atau masa

puncaknya berlangsung pada 6-8 jam setelah kontak dengan

alergen.

Pada tahap sensitisasi alergen berupa tungau, cat or dog dander,

serbuk bunga dan lainnya akan masuk ke saluran pernapasan atas dan

melewati lapisan mukosa hidung. Alergen yang masuk akan ditangkap

oleh antigen precenting cells (APC). Fragmen peptide yang terbentuk dari

antigen akan membentuk komplek peptide MHC kelas II setelah

bergabung dengan molekul HLA kelas II. MHC kelas II ini dihantarkan ke

sel T limfosit. Sel penyaji atau APC akan melepaskan sitokin IL1 yang

akan mengaktifkan Th0 menjadi Th1 dan Th2. Sel T limfosit 2 (Th2) yang

teraktifasi akan menghasilkan sitokin IL3, IL4, IL5 dan IL13. Sitokin IL-4

dan IL-13 yang dihasilkan ini akan berikatan dengan reseptor di

permukaan sel limfosit B sehingga sel limfosit B teraktifasi. Sel limfosit B

yang diaktifkan akan memproduksi immunoglobulin E (IgE).

Immunoglobulin E (IgE) yang berada di sirkulasi akan ditangkap oleh

reseptornya di permukaan basofil atau sel mastosit sehingga kedua sel ini

akan menjadi aktif.3,19

Jika saat mukosa hidung yang sudah tersensitisasi terkena alergen

yang sama, maka alergen tersebut akan diikat oleh kedua rantai IgE

sehingga terjadi degranulasi mastosit dan basofil yang mengakibatkan

terlepasnya mediator kimia yang telah terbentuk, yaitu histamin. Selain

histamin, ada beberapa mediator kimia lain yang dikeluarkan, yaitu

prostaglandin D2 (PGD2), leukotrien D4 (LTD4), leukotrien C4 (LTC4),

bradikinin, platelet activating factor (PAF) dan sitokin-sitokin lainnya.

Fase inilah yang disebut dengan fase reaksi alergi cepat.3,19

Page 29: Yahya Kholid Fkik

1

Histamin yang dikeluarkan akibat reaksi pada fase cepat akan

berikatan dengan reseptor H1 di ujung saraf vidianus sehingga

menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Kelenjar mukosa

dan sel goblet akan terangsang juga oleh histamin sehingga terjadi

hipersekresi mukus dan permeabilitas kapiler meningkat. Proses akibat

hipersekresi mukus dan peningkatan permeabilitas kapiler akan

menyebabkan salah satu keluhan pada pasien rinitis yaitu rinorea. Efek

lain dari histamin yang berikatan dengan reseptornya di pembuluh darah

adalah vasodilatasi. Vasodilatasi sinusoid akibat histamin akan

menyebabkan terjadinya penyumbatan rongga hidung. Inter Cellular

Adhesion Molecule (ICAM 1) juga akan dikeluarkan oleh mukosa hidung

akibat rangsangan histamin.3

Pada fase cepat, kemotaktik juga akan dikeluarkan oleh sel mastosit.

Keadaan ini akan menyebabkan akumulasi sel netrofil dan eosinofil di

jaringan target. Respon ini dapat berlangsung hingga 6-8 jam setelah

pemaparan. Fase lambat atau RAFL ditandai dengan peningkatan jumlah

sel-sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di

mukosa hidung. Sitokin-sitokin seperti IL3, IL4, IL5, Granulocyte

Macrophage Colony Stimulating Factor (GMCSF) dan ICAM1 juga akan

meningkat jumlahnya di sekret hidung. Gejala hiperaktif yang terjadi

akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti

Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosinophilic Derived Protein

(EDP), Major Basic Protein (MBP) dan Eosinophilic Peroxidase (EPO).

Selain karena faktor antigen atau alergen, iritasi mukosa hidung dapat

diperberat oleh faktor lingkungan, yaitu asap rokok, bau yang merangsang,

perubahan cuaca dan kelembaban udara.3,19

2.3.3 Manifestasi gejala rinitis alergi

Anak usia 4-5 tahun biasanya baru akan muncul manifestasi klinis

rinitis alergik dan insidensnya akan meningkat hingga 10-15% pada usia

dewasa. Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

International Study of Asthma and Allergy in Childhood atau ISAAC

Page 30: Yahya Kholid Fkik

1

phase III di Jakarta pada tahun 2001 dari 1385 anak yang berusia 13-14

tahun didapatkan 370 (26,71%) anak yang mengalami gejala rinitis alergi.

Sesuai dengan patogenesis dan patofisiologi penyakit ini, yaitu

hipersensitivitas tipe 1, gejala rinitis alergi dapat berupa sekresi mukus

hidung berlebihan, hidung tersumbat, bersin, rasa gatal di hidung dan mata

dan bernapas melalui mulut. Gejala hidung tersumbat dan bernapas

melalui mulut sering terjadi pada malam hari, yaitu saat tidur. Gejala

bernapas melalui mulut saat tidur ini dapat menyebabkan gejala

tenggorokan kering, mengorok, gangguan tidur serta kelelahan pada siang

hari. Gejala kombinasi bersin, hidung tersumbat, dan rinorea merupakan

gejala yang menjengkelkan dan dapat mengganggu kualitas hidup.6,13

2.3.4 Klasifikasi Rinitis Alergi

Menurut waktu timbulnya gejala, rinitis alergi dapat dibagi menjadi

rinitis alergi intermiten (seasonal-acute-occasional allergic rhinitis) dan

rinits alergi persisten (perennial-chronic-long duration rhinitis)3

a. Rinitis alergi intermiten

Kelompok yang memiliki gejala rinitis alergi intermiten mengalami

gejala yang hilang timbul, berlangsung selama kurang dari 4 hari

dalam seminggu atau kurang dari 4 minggu. Di negara yang memiliki

4 musim, seperti negara-negara Amerika dan Eropa dapat dijumpai

gejala rinitis alergi yang disebabkan oleh serbuk bunga sehingga

disebut sebagai rinitis alergi musiman atau hay fever.1,3

b. Rinitis alergi persisten

Gejala alergi persisten timbul selama 4 hari dalam seminggu atau

gejala yang menetap lebih dari 4 minggu bahkan bisa terjadi

sepanjang tahun. Alergi terhadap tungau debu rumah adalah

penyebab terpenting, sedangkan pada pasien rinitis dengan asma lebih

sering alergen berupa jamur dan kadang bulu binatang. Gejala

mencolok dari rinitis alergi persisten berupa hidung tersumbat.1,3,17

Page 31: Yahya Kholid Fkik

1

Tabel 2.1 Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan berat gejala menurut WHO-ARIA1

Ringan (mild) Sedang-berat (Moderate-Severe)

1. Tidur tidak terganggu

2. Aktifitas normal, tidak

terganggu

3. Tidak mengganggu kegiatan

kerja dan sekolah

4. Ada gejala, namun tidak

menyusahkan

1. Tidur terganggu

2. Aktifitas sehari-hari terganggu

3. Mengganggu kegiatan kerja

dan sekolah

4. Gejala menyusahkan

2.3.5 Faktor Risiko Rinitis Alergi

a. Penyakit atopi lain (asma dan eksim)

Riwayat atopi yang diderita oleh seseorang akan meningkatkan

risiko terjadinya penyakit alergi lain, termasuk rinitis alergi.

Penyakit ini sangat berhubungan dengan riwayat atopi, baik di

keluarga maupun dalam dirinya sendiri, seperti riwayat penyakit

asma dan eksim. Sekitar 40% pasien yang mengalami rinitis akan

mengalami asma, begitu pula pada kurang lebih 70% pasien yang

mengalami asma memiliki penyakit rinitis alergi. 20

Riwayat asma dan kejadian rinitis alergi dihubungkan dengan

kejadian alergi kronik pada sistem pernapasan, dimana asma

merupakan alergi kronik pada sistem pernapasan bagian bawah dan

rinitis alergi merupakan bagian dari kelainan alergi sistem

pernapasan bagian atas. 21

b. Riwayat atopi dalam keluarga

Riwayat keluarga merupakan salah satu faktor risiko yang

memberikan dampak terhadap kejadian rinitis alergi. Perkembangan

sistem imun sudah dimulai sejak dalam kandungan, tidak berbeda

halnya dengan kepekaan sistem imun menghadapi benda yang

dianggap alergen oleh sistem imun orang tua. Hal ini dihubungkan

dengan kromosom 5q. Dalam beberapa referensi disebutkan bahwa

jika salah satu orang tua mengalami alergi maka anaknya memiliki

Page 32: Yahya Kholid Fkik

1

kecenderungan 25-40% akan mengalami alergi pula. Namun jika

kedua orang tuanya mengalami alergi maka makin meningkat pula

risiko anaknya akan mengalami alergi pula, yaitu 50%-70%. 22,23

c. Polusi udara (pajanan asap kendaraan)

Iritan sistem pernapasan seperti Sulfur dioksida (SO2), nitrogen

oksida (NOX) dan partikel dari sisa pembakaran diesel

menyebabkan meningkatnya kadar IgE dengan berbagai macam

mekanisme inflamasi lokal pada saluran pernapasan, sehingga

meningkatkan kontak jaringan terhadap alergen dan dapat

menimbulan reaksi alergi. 24,25

d. Pajanan asap rokok

Asap rokok dapat meningkatkan risiko seseorang menderita

penyakit alergi, tidak terkecuali rinitis alergi. Pajanan berupa asap

rokok juga dapat menyebabkan bangkitan status asmatikus seseorang

yang menderita asma. 24,26

Pada penelitian yang dilakukan menggunakan tikus, asap rokok

yang dipajankan kepada tikus tersebut menyebabkan peningkatan

permeabilitas vaskular yang terdapat dalam saluran pernapasan

sehingga menyebabkan gejala yang sama, sedangkan efek tidak

langsung dapat mempengaruhi respon inflamasi yang diperantarai

leh IgE. 25

e. Pajanan asap dapur

Kerkhof dkk melaporkan dalam penelitiannya yang dikutip dari

laporan penelitian Widodo bahwa asap dapur yang berasal dari

kompor yang menggunakan bahan bakar minyak tanah dan gas untuk

memasak dapat meingkatkan respon bronkus dan peningkatan kadar

IgE total dalam darah. Bagi orang-orang yang telah memiliki atopi

respon ini dapat menjadi lebih berat. 24,25

Page 33: Yahya Kholid Fkik

1

f. Memelihara kucing atau anjing

Seseorang yang memiliki hewan peliharaan berupa kucing atau

anjing memiliki keterkaitan dengan kejadian rinitis alergi atau

penyakit alergi lainnya. Alergen yang diperoleh dari hewan

peliharaan ini dapat berupa aeroalergen yaitu dari hewan tersebut.25

g. Kondisi sosial-ekonomi

Pada kota-kota metropolitan di negara maju dijumpai kejadian

rinitis alergi lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah yang

kondisi sosial-ekonominya rendah. Hal ini dikarenakan pada kota-

kota metropolitan di negara maju dijumpai banyak kejadian obesitas,

inaktifitas fisik, banyaknya konsumsi minuman berkarbonasi atau

diet tak sehat. Selain dilihat dari gaya hidup yang tidak sehat yang

telah disebutkan di atas, kerentanan terhadap stress dan kesehatan

yang berhubungan dengan kejiwaan seperti ADHD dan gangguan

kejiwaan lainnya sangat mempengaruhi peningkatan kejadian rinitis

alergi pada anak-anak. Namun ada penelitian yang mengatakan

bahwa negara dengan pendapatan rendah-menengah memiliki

jumlah penderita lebih besar.2,27

h. Indeks masa tubuh

Indeks massa tubuh diketahui dengan rumus:

Klasifikasi Indeks massa tubuh untuk masyarakat Asia menurut

The Steering Committee of Regional office for Western Pacific

Region of WHO dan International Association for the Study of

Obesity serta The International Obesity Task Force adalah seperti

pada tabel 2.2.28

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh American Academy

of Pediatrics pada tahun 2010, mereka mengemukakan bahwa

keadaan overweight atau berat badan berlebih memiliki risiko

terhadap penyakit alergi, baik asma atau rinitis alergi. Namun dalam

IMT : BB (kg) / TB2 (m)

Page 34: Yahya Kholid Fkik

1

penelitian tersebut mengatakan bahwa rentang usia yang memiliki

keterkaitan dengan peningkatan kejadian rinitis pada anak dengan

indeks masa tubuh berlebih hanya pada anak yang berusia lebih dari

7 tahun. Hal ini masih dikarenakan banyak faktor, namun faktor

yang dikatakan berperan penting dalam patogenesis perjalanan rinitis

alergi pada anak dengan indeks masa tubuh berlebih adalah

peningkatan kadar leptin. Dengan meningkatnya kadar leptin serum

dapat meningkatkan respon inflamasi dalam tubuh.29

Table. 2.2 Klasifikasi obesitas

IMT Keterangan

< 18,5 kg/m2 Underweight

18-22,9 kg/m2 Normal

> 23 kg/m2 Overweight-Obess

i. Konsumsi parasetamol atau aspirin

Sebuah postulat mengatakan bahwa hubungan penggunaan

parasetamol terhadap kejadian rinitis alergi adalah dengan

menurunkan kadar enzim glutation pada saluran napas sehingga

menyebabkan proteksi antioksidan pada saluran napas akan

inadekuat. Hal ini juga dapat meningkatkan respon T helper sebagai

respon terhadap inflamasi. Selain itu, aspirin dapat meningkatkan

respon bronkus terhadap allergen melalui beberapa

mekanisme.24,30,31

2.3.6 Diagnosis rinitis alergi

Penegakan diagnosis rinitis alergi melalui anamnesis, pemeriksaan

fisik serta dapat ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium.3 Gambar 2.6

menjelaskan mengenai cara penegakan diagnosis klinis rinitis alergi.

Page 35: Yahya Kholid Fkik

2

Hidung bagian depan berair (rinorea) dan bersin

Mungkin alergi Ya Tidak

+

Bukan alergi

+

Mungkin alergi

Mungkin Alergi

Obstruksi hidung

+

Gejala muncul pada saat yang sama setiap

tahun

+ Gejala mata dua sisi:-pruritus+ berair+ kemerahan

Post nasal drip

+

Sekret berwarna dan atau nyeri

pada wajah

Curiga rinosinusitis kronik

Konfirmasi diagnosis rinitis alergi dengan tes cukil kulit atau IgE spesifik

Konfirmasi diagnosis Rinosinusitis dengan Pemeriksaan fisik THT – CT-Scan

Gambar.2.6 Alur diagnosis rinitis alergi1

a. Anamnesis

Hampir 50% diagnosis rinitis alergi dapat ditegakkan dengan

anamnesis. Bersin yang berulang merupakan gejala khas dari rinitis

alergi, namun kadang-kadang keluhan hidung tersumbat

merupakan keluhan utama atau gejala satu-satunya yang diutarakan

oleh pasien.3

b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik THT, yaitu rinoskopi anterior dapat

menunjukkan edema mukosa, pucat atau livid, basah dan disertai

sekret yang encer. Mukosa inferior dapat tampak hipertrofi bila

pada keadaan yang persisten.3

Gejala spesifik lain yang dapat dilihat pada saat melakukan

pemeriksaan fisik khususnya pada anak ialah pada bagian bawah

mata terdapat bayangan gelap atau allergic shiner serta tanda-tanda

Page 36: Yahya Kholid Fkik

2

lain yang dapaet terlihat adalah allergic salute, allergic crease,

facies adenoid, cablestone appearance dan geographic tongue.3

A B

CGambar 2.7 Allergic salute, (A) ,Allergic crease (B) Allergic shinner (C)32

c. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium sederhana pada hitung jenis leukosit

menunjukkan peningkatan kadar eosinofil (eosinofilia), namun

dapat juga normal. Begitu pula dengan hitung kadar IgE total

dalam darah (prist-paper radio immunosorbent test) dapat

menunjukkan kadar normal, kecuali pada seseorang yang memiliki

lebih dari satu macam penyakit alergi. Pemeriksaan ini dapat

digunakan untuk memprediksi kemungkinan alergi pada seorang

bayi atau anak dari keluarga yang memiliki riwayat atopi tinggi.

Pemeriksaan lain yang juga dapat membantu adalah sitologi

hidung, namun pemeriksaan ini hanya sebagai pelengkap bukan

untuk memastikan diagnosis.3

Uji cukit kulit dapat menentukan agen penyebab reaksi alergi.

Skin End-point Titration (SET) dapat dilakukan pada orang yang

dicurigai memiliki alergi terhadap inhalan. Uji kulit yang akhir-

akhir ini banyak digunakan adalah Intracutaneus Provocative

Page 37: Yahya Kholid Fkik

2

Dilutional Food Test (IPDFT) untuk alergen berupa makanan.

Namun Challenge test sebagai baku emas bisa tetap dilakukan

dengan cara diet eliminasi dan provokasi.3

Gambar 2.8 uji cukit kulit atau skin prick test, salah satu uji untuk menentukan

alergen penyebab rinitis alergi33

2.3.7 Tatalaksana rinitis alergi

Pilihan terapi dalam penatalaksanaan rinitis alergi ada banyak

macamnya. Terapi yang paling ideal adalah penghindaran kontak dengan

alergen penyebab reaksi alergi dan eliminasi. Untuk terapi farmakologi

pun ada banyak jenis pilihan yang dapat digunakan dalam menatalaksana

pasien dengan rinitis alergi.1,3

Antihistamin H1

Antihistamin H1 merupakan obat yang dapat mencegah histamin yang

telah dikeluarkan oleh sel mast dan basofil untuk berikatan dengan

reseptornya yang ada di kulit dan mukosa khususnya dalam hal ini di

hidung. Sediaan antihistamin H1 ada yang berupa oral dan topikal. Sediaan

oral dibagi kedalam 2 generasi. Generasi pertama ialah klorfeniramin

maleat, difenhidramin dan clemastin yang memiliki efek sedasi. Adapun

generasi kedua dari golongan ini diantaranya adalah loratadin dan setirizin

yang tidak memiliki efek sedasi. Astemisol merupakan generasi kedua dari

golongan ini, namun memiliki efek kardiotoksik. Sediaan topikal dapat

berupa intranasal dan intraokular, contoh dari bentuk topikal ini adalah

olapatadin dan azelastin.1,3

Page 38: Yahya Kholid Fkik

2

Glukokortikoid

Golongan glukokortikoid yang digunakan sebagai terapi rinitis alergi

adalah glukokortikoid topikal intranasal. Cara kerja glukokortikoid dalam

mengatasi gejala rinitis alergi adalah dengan cara menurunkan reaksi yang

ditimbulkan oleh hiperreaktif mukosa hidung dan sebagai anti inflamasi

lokal. Preparat yang tersedia antara lain beklometasone dipropionate.1,3

Dekongestan oral

Dekongestan merupakan preparat yang sering digunakan untuk

meredakan gejala pilek yaitu hidung tersumbat, seperti gejala yang

ditimbulkan oleh rinitis alergi. Dekongestan bekerja sebagai

vasokontriktor sehingga edema yang terjadi di konka dapat teratasi dan

gejala hidung tersumbatpun hilang. Preparat yang tersedia antara lain

efedrin, Pseudoefedrin, fenileprin dan fenil propanolamin.1,3

2.3.8 Komplikasi Rinitis Alergi

Beberapa komplikasi atau penyulit rinitis alergi dapat berupa otitis

media efusi, rinosinusitis, penyakit alergi lain (asma dan eksim) serta dapat

mengganggu kualitas hidup penderita yang dapat mempengaruhi

kehidupan bersosial dan bermasyarakat.1,3,34

2.4 INSTRUMEN DALAM EVALUASI RINITIS ALERGIDalam evaluasi dan diagnosis untuk mengetahui prevalensi rinitis alergi

dapat digunakan beberapa instrumen, diantaranya adalah kuesioner

International Study of Asthma and Allergy in Childhood (ISAAC) dan Score

for Allergic Rhintis (SFAR).

Sebagai kuesioner, instrumen tersebut tidak menjadikannya sebagai

diagnostik definitif atau baku emas untuk mendiagnosis rintis alergi, hanya

saja beberapa ahli berusaha untuk mendeterminasi kemungkinan seseorang

mengalami rinitis alergi investigasi lebih lanjut, dapat berupa pemeriksaan tes

tusuk kulit, kadar IgE serum dan pemeriksaan kerokan mukosa hidung dapat

dilakukan untuk mendapatkan diagnosis definitif. 1,8

Page 39: Yahya Kholid Fkik

2

2.4.1 Kuesioner ISAAC

International Study of Asthma and Allergy in Childhood (ISAAC)

merupakan organisasi dunia yang berkonsentrasi dalam bidang penyakit

asma dan alergi, khususnya pada anak-anak. Sebelumnya, ISAAC hanya

berkonsentrasi terhadap penyakit asma, namun seiring berjalannya waktu

ikut berkembang pula penelitian epidemiologi yang dilakukan ISAAC

mengenai penyakit alergi lain, yaitu rinitis alergi dan eksim.35,36

Dalam pelaksanaannya, organisasi ISAAC melakukan 3 tahap.

Penelitian tahap satu dititik beratkan untuk mencari prevalensi dan tingkat

keparahan penyakit asma, dermatitis atopi serta rinitis alergi. Untuk tahap

dua ISAAC lebih dalam lagi untuk menyelidiki etiologi, terutama yang

telah ditemui dalam tahap satu, sedangkan tahap tiga adalah pengulangan

yang telah dilakukan pada tahap satu.35

Validitas kuesioner ISAAC sebagai salah satu instrumen untuk

mendiagnosis prevalensi rinitis alergi dengan pembanding test tusuk kulit

sebagai baku emas telah diuji terhadap 307 anak dan memiliki sensitivitas

sebesar 76%.25

Kelebihan dan Kekurangan Instrumen ISAAC

Kelebihan

Cepat dan tidak invasif

Dapat digunakan juga untuk menilai faktor risiko lainnya,

termasuk riwayat alergi berupa asma atau eksim

Di Kongo, sensitivitas (73%) dan spesifisitas (98%)22

Untuk kuesioner asma, nilai sensitivitas 90%, spesifisitas

83,58%, nilai positif prediksi 68,12%, dan nilai negatif prediksi

95,73%37

Sudah ada terjemahan atau versi Indonesia

Kekurangan

Bukan merupakan baku emas dan sebagai diagnosis definitif

Memiliki nilai prediksi negatif

Page 40: Yahya Kholid Fkik

2.4.2Kuesioner SFARScore for Allergic Rhinitis atau yang disingkat SFAR merupakan salah satu bentuk kuesioner yang digunakan untuk mendiagnosis prevalensi

2

Table. 2.3 Interpretasi hasil kuesioner ISAAC34

Pertanyaan kuesioner Interpretasi

Pernah mengalami gejala Pernah mengalami rinitis

Alergi

Sedang mengalami rinitis

alergi

Pernah mengalami Asma

Sedang mengalami asma

Pernah mengalami Eksim

Sedang mengalami eksim

berbangkis-bangkis (bersin),

ingusan, atau hidung mampet

meskipun sedang tidak flu

Pernah mengalami gejala

berbangkis-bangkis (bersin),

ingusan, atau hidung mampet

meskipun sedang tidak flu dalam

12 bulan terakhir

Pernah mengalami mengi atau

napas berbunyi “ngik”

Pernah mengalami mengi atau

napas berbunyi “ngik” dalam 12

bulan terakhir

Pernah mengalami kemerahan yang

gatal dikulit, hilng timbul dalam

jangka waktu 6 bulan

Pernah mengalami kemerahan yang

gatal dikulit, hilng timbul dalam

jangka waktu 6 bulan, dalam 12

bulan terakhir

rintis alergi dalam sebuah komunitas. Namun penggunaan kuesioner ini

masih terbatas.38

Page 41: Yahya Kholid Fkik

Peningkatan leptin

Asap dapur

Kendaraan bermotor

Asap rokok

Parasetamol

Respon selT meningkat

Inflamasi

Hipersekresimukus

Peningkatanpemeabilitas vascular

Riwayat atopi dalam keluargaKucing atau anjing

Seseorang dengan faktor genetikAlergen

Aktifitas fisik kurangIMTBerlebihPenurunan kadar glutation

Hipersensitivitas tipe 1Peningkatan IgE SO2 dan NOX

Riwayat atopi lain (asma atau eksim)

Hidung Gatal Hidung tersumbat Bersin-bersin

Rinitis Alergi

2

2.5 KERANGKA TEORIkerangka teori yang mendasari penelitian ini adalah seperti pada gambar

berikut ini:

Page 42: Yahya Kholid Fkik

Faktor Risiko : Jenis kelaminRiwayat atopi (Asma dan Eksim) Polusi udara dari kendaraan Pajanan asap rokok

Pajanan asap dapur Memelihara kucing atau anjingObat-obatan tertentu (parasetamol)

Alergen Rinitis Alergi

2

2.1 KERANGKA KONSEP

Kerangka konsep yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

Page 43: Yahya Kholid Fkik

2

2.2 DEFINISI OPERASIONAL

Tabel 2.4 Definisi operasional

No Variabel

Dependen

Definisi Pengukur Alat ukur Skala

pengukuran

1 Rinitis

Alergi

Kelainan hidung dengan gejala bersin-besin, rinorea, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar allergen yang

diperantarai IgE.1 (dalam 12 bulan terakhir)

Peneliti Kuesioner

ISAAC

Kategorik

2 Riwayat Asma atau eksim

Riwayat pernah atau sedang mengalami gangguan berupa atopi yaitu asma dan dermatitis atopi/eksim

Peneliti Kuesioner ISAAC

Kategorik

3 Polusi udara

Responden dikelompokkan

dalam kategori memiliki riwayat

terpapar asap kendaraan

bermotor jika responden

menjawab sering pada jam

tertentu atau hampir setiap saat

ada bus atau truk melintas dekat

rumahnya pada hari kerja.

Peneliti Kuesioner

ISAAC

Kategorik

4 Pajanan asap rokok

Responden dikelompokkan

dalam kategori memiliki

riwayat terpapar asap rokok jika

ada salah satu atau lebih

anggota keluarga, teman atau

dirinya merokok

Peneliti Kuesioner

ISAAC

Kategorik

5 Pajanan asap dapur

Responden dikelompokkan

dalam kategori memiliki

riwayat terpapar asap dapur

jika responden menjawab

bahan baker yang digunakan

dirumahnya untuk memasak

adalah bahan baker gas.

Peneliti Kuesioner

ISAAC

Kategorik

6 Memelihara kucing atau anjing

Memelihara kucing atau anjing

dalam 12 bulan terakhir

Peneliti Kuesioner

ISAAC

Kategorik

7 Konsumsi parasetamol

Riwayat mengkonsumsi obat

parasetamol dalam 12 bulan

terakhir

Peneliti Kuesioner

ISAAC

Kategorik

Page 44: Yahya Kholid Fkik

2

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kategorik dengan desain

potong lintang (cross sectional)

3.2. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2013 di Sekolah

Menengah Pertama atau sederajat di daerah Ciputat Timur.

3.3. POPULASI DAN SAMPEL

3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi target dalam penelitian ini adalah siswa-siswa Sekolah

Menengah Pertama atau sederajat di daerah Ciputat Timur yang

berjumlah 14 sekolah dan berusia 13-14 tahun. Populasi terjangkau

dalam penelitian ini adalah siswa-siswi di Sekolah Menengah

Pertama Islam Ruhama Ciputat Timur yang berusia 13-14 tahun.

3.3.2. Sampel Penelitian

Seluruh populasi yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah

sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3.3.3. Cara Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa-siswi

sekolah tingkat SMP atau sederajat yang berusia 13-14 tahun di

daerah Ciputat Timur dengan metode pemilihan sampel cluster

random sampling dengan cara memiliih secara acak nama-nama

sekolah yang ada di Ciputat Timur.

3.3.4. Rumus Besar Sampel

29

Page 45: Yahya Kholid Fkik

3

P= proporsi totalQ= 1-Pd= presisi

Penghitungan besar sampel

Kriteria Sampel PenelitianKriteria inklusiSiswa-siswi Sekolah Menengah Pertama atau sederajat di daerah Ciputat Timur yang telah di random secara cluster.Usia 13-14 tahun

Kriteria ekslusiSiswa-siswi yang tidak bersedia mengikuti penelitianSiswa-siswi yang tidak mengisi kuesioner ISAAC

Keterangan

N = jumlah sampel

Zα = deviat baku alfa (1,96)

Page 46: Yahya Kholid Fkik

Perijinan Kampus dan Komite etik Universitas

Persiapan penelitian

Perijinan dan Persetujuan komite etik

Daftar nama Sekolah Menengah Pertama atau sederajat di Ciputat Timur

Melakukan random secara cluster

Meminta ijin ke Sekolah Menengah Pertama(SMP) Islam Ruhama Ciputat Timur

EksklusiInklusi

Siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) Islam Ruhama Ciputat Timur

Meminta siswa-siswi untuk mengisi kuesioner ISAAC

Mencatat hasil kuesioner

Pengolahan data

3

3.4. ALUR PENELITIAN

Penyajian data

Page 47: Yahya Kholid Fkik

3

3.5. MANAJEMEN DATA

3.6.1 Pengumpulan data

Data diambil dari kuesioner ISAAC yang telah diisi oleh siswa-

siswi Sekolah Menengah Pertama Islam Ruhama Ciputat Timur

yang berusia 13-14 tahun

3.6.2 Pengolahan data

Pengolahan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan

SPSS versi 16.00 for windows.

3.6.3 Analisis data

Untuk data dan latar belakang responden akan dianalisis secara

deskriptif (univariat), lalu data yang telah ada dianalisis hubungan

masing-masing faktor risiko dengan kejadian rinitis alergi secara

bivarat dengan uji chi square namun apabila didapatkan nilai

expected count yang <5 maka akan dilakukan uji fisher.40

3.6.4 Penyajian data

Hasil penelitian akan dilaporkan dalam bentuk teks, tabel atau

grafik. Data hasil penelitian juga akan dituangkan dalam bentuk

tulisan yang akan disajikan dalam sidang ilmiah skripsi dihadapan

penguji.

3.6. ETIKA PENELITIAN

Sebelum melakukan pengambilan data penelitian, peneliti meminta ijin

secara tertulis kepada institusi (Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta)

Setelah diberikan ijin oleh komite etik terkait, peneliti meminta ijin

kepada institusi, dalam hal ini Sekolah Menengah Pertama Islam

Ruhama, dan menjelaskan maksud serta tujuan dalam penelitian ini.

Peneliti akan menjelaskan kepada responden mengenai tujuan

penelitian ini dan juga meminta informed consent.

Page 48: Yahya Kholid Fkik

terkaitakan dijamin kerahasiaannya.Bila suatu saat responden menyatakan diri tidak dapat terlibat lebihlanjut di dalam penelitian ini, maka peneliti tidak akan menuntut atas hal apapun dari responden.

3.7. ORGANISASI PENELITIANPeneliti: Yahya KholidPembimbing 1: dr. Ibnu Harris Fadillah,SpTHT-KL Pembimbing II: Ratna Pelawati, M.Biomed

3

Responden penelitian memiliki hak autonomy untuk menerima atau

menolak diikutsertakan dalam penelitian ini.

Setiap data yang didapat dari responden maupun institusi yang

Page 49: Yahya Kholid Fkik

3

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Islam

Ruhama Cirendeu, Ciputat Timur pada 23 Juli 2013. Berdasarkan hasil

penghitungan rumus besar sampel, jumlah sampel minimal adalah 76

siswa/siswi, namun karena teknik pengambilan sampel yang dilakukan

peneliti adalah cluster random sampling maka seluruh siswa-siswi SMP

Islam Ruhama Ciputat Timur yang memenuhi kriteria sampel peneliti

diikutsertakan dalam penelitian sehingga didapatkan sampel berjumlah 111

orang.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya prevalensi dan sebagai

tujuan khusus faktor risiko kejadian rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun

di kecamatan Ciputat Timur dengan menggunakan kuesioner International

Study of Asthma and Allergy in Childhood (ISAAC) pada tahun 2013.

Adapun faktor risiko yang diteliti dalam penelitian ini adalah : jenis kelamin,

riwayat atopi (asma dan eksim), pajanan asap rokok, pajanan asap kendaraan

bermotor (bus atau truk), pajanan asap dapur (kompos gas), memelihara

kucing atau anjing dalam 12 bulan terakhir dan konsumsi obat parasetamol

dalam 12 bulan terakhir.

4.1.1 Pola Distribusi Responden (Statistik Deskriptif)

Dari hasil penelitian yang dilakukan, distribusi jenis kelamin,

riwayat pernah mengalami asma, dermatitis atopi, riwayat terpapar asap

rokok, asap kendaraan bermotor, asap dapur, memiliki hewan peliharaan

berupa anjing atau kucing dalam 12 bulan terakhir serta pernah

mengkonsumsi parasetamol dalam 12 bulan terakhir adalah seperti yang

terdapat dalam tabel 4.1

34

Page 50: Yahya Kholid Fkik

3

Riwayat terpapar asap rokokTidak YaRiwayat terpapar asap kendaraan bermotor TidakYaRiwayat terpapar asap dapur TidakYa

2388

20,0080,00

9417

84,7015,30

6105

5,4094,60

Riwayat memiliki hewan peliharaan dalam12 bulan terakhir (anjing atau kucing)Tidak9081,10Ya2118,90Riwayat mengonsumsi parasetamol dalam 12 bulan terakhirTidak pernah5751,40Ya5448,60

Tabel 4.1 Pola distribusi reponden

Variabel Frekuensi (n) Presentase (%)

Jenis kelamin

Laki-laki 59 53,20

Perempuan 52 46,80

Asma

Tidak pernah asma 94 84,70

Pernah asma 17 15,30

Eksim/Dermatitis atopi (DA)

Tidak Pernah Eksim 91 82,00

Pernah Eksim 20 18,00

Dari tabel di atas dapat disimpukan bahwa distribusi responden

berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki 59 orang (53,20%).

Sedangkan distribusi berdasarkan faktor risiko pernah mengalami asma

dan eksim masing-masing berjumlah 17 orang (15,30%) dan 20 orang

(18%). Untuk distribusi mengenai faktor risiko lingkungan, riwayat

terpapar asap rokok dan terpapar asap dapur merupakan faktor risiko

yang paling banyak dimiliki oleh siswa yaitu sebesar 88 orang (80%) dan

Page 51: Yahya Kholid Fkik

3

105 orang (94,60%). Untuk faktor risiko berupa riwayat terpapar asap

kendaraan bermotor berjumlah 17 orang (15,30%) dan riwayat

mengkonsumsi parasetamol dalam 12 bulan terakhir sebanyak 54 orang

(48,60%). Untuk faktor risiko riwayat memelihara anjing atau kucing

dalam 12 bulan terakhir diperoleh data bahwa tidak ada responden yang

mememlihara anjing, sedangkan yang memelihara kucing sebanyak 21

orang (18,90%).

Tabel 4.2 Prevalensi rinitis alergi pada usia 13-14 tahun di Ciputat Timur tahun 2013

Variabel Frekuensi (n) Presentase (%)

Sedang mengalami rinitis alergi 28

Tidak sedang mengalami rinitis alergi 83

25,20

74,80

Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan kuesioner ISAAC

didapatkan prevalensi kejadian rinitis alergi di Ciputat Timur pada anak usia

13-14 tahun pada tahun 2013 adalah sebesar 25,20%.

Responden yang mengalami rinitis alergi dikategorikan kedalam

kelompok derajat ringan jika mengaku bahwa gejala gangguan hidung

tersebut tidak atau sedikit berpengaruh terhadap aktifitas sehari-hari,

sedangkan responden yang mengalami rinitis alergi yang mengaku bahwa

gejala hidung akibat rinitis alergi tersebut sedang atau besar pengaruhnya

terhadap aktifitas sehari-hari dikategorikan dalam kelompok derajat sedang-

berat.

Tabel 4.3 Distribusi rinitis alergi berdasarkan beratnya gejala

Variabel Frekuensi (n) Presentase (%)

Ringan

Sedang –

Berat

25 89,29

3 10,71

Dari hasil tersebut didapatkan bahwa responden yang mengalami rinitis

alergi derajat ringan lebih banyak daripada derajat sedang-berat dengan

perbandingan 25:3.

Page 52: Yahya Kholid Fkik

3

4.1.2 Hubungan Faktor Risiko Terhadap Kejadian Rinitis Alergi pada

Anak Usia 13-14 Tahun di Ciputat Timur Tahun 2013 (Statistik

Analitik)

a. Berdasarkan jenis kelamin

Tabel 4.4 Distribusi data kejadian rinitis alergi berdasarkan jenis kelamin

Mengalami Rinitis alergi p-Value Jenis kelamin

0,071

Dari tabel di atas terlihat bahwa jenis kelamin laki-laki lebih

banyak menderita rinitis alergi daripada perempuan dengan

perbandingan 19 : 9. Namun setelah dilakukan uji statistik berupa

uji chi square ternyata tidak terdapat hubungan antara jenis

kelamin terhadap kejadian rinitis alergi pada anak usia 13-14

tahun (P>0,05).

b. Berdasarkan riwayat pernah mengalami asma

Tabel 4.5 Distribusi data kejadian rinitis alergi berdasarkan riwayat pernah

mengalami asma

Mengalami Rinitis alergi Asma p Value

Dari tabel di atas didapatkan anak yang mengalami

mengalami rintis alergi dan pernah mengalami asma hanya 7 orang

sedangkan sisanya sebanyak 21 orang hanya mengalami rinitis

alergi saja. Setelah dilakukan uji statistik chi square, terdapat 25%

sel yang memiliki nilai expected count sehingga dilakukan uji

alternatifnya yaitu uji fisher dan didapatkan hasil bahwa asma

tidak berpengaruh terhadap kejadian rinitis alergi pada anak usia

13-14 tahun (P>0,05).

N %

Laki-laki 19 67,85

Perempuan 9 32,15

Total 28 100

N %

Ya 7 25

Tidak 21 75 0,129

Total 28 100

Page 53: Yahya Kholid Fkik

3

c. Berdasarkan riwayat pernah mengalami eksim

Tabel 4.6 Distribusi data kejadian rinitis alergi berdasarkan riwayat pernah

mengalami eksim

Mengalami Rinitis alergiEksim P Value

Perbandingan antara anak yang mengalami rintis alergi yang

juga mengalami eksim dengan anak yang hanya mengalami rinitis

alergi saja tanpa disertai dengan eksim adalah 4:24. Hasil uji chi

square mununjukkan bahwa eksim tidak berpengaruh terhadap

kejadian rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun (P>0,05).

d. Berdasarkan riwayat terpapar asap rokok

Tabel 4.7 Distribusi data kejadian rinitis alergi berdasarkan riwayat pernah

terpapar asap rokok

Terpapar asap Mengalami Rinitis alergi P Value

mengalami rinitis alergi dan juga terpapar asap rokok berjumlah 21

orang sedangkan responden yang mengalami rinitis alergi dan tidak

terpapar asap rokok 7 orang. Setelah dilakukan uji statistik chi

square diketahui bahwa riwayat terpapar asap rokok tidak

berpengaruh terhadap kejadian rinitis alergi pada anak usia 13-14

tahun (P>0,05).

N %

Ya 4 14,28

Tidak 24 85,72 0,552

Total 28 100

rokok n %

Ya 21 75

Tidak 7 25 0,518

Total 28 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang

Page 54: Yahya Kholid Fkik

3

e. Berdasarkan riwayat terpapar asap kendaraan bermotor

(bus/truk)

Tabel 4.8 Distribusi data kejadian rinitis alergi berdasarkan riwayat pernah

terpapar asap kendaraan bermotor (bus atau truk)

Terpapar asap Mengalami Rinitis alergi P Value

Dari tabel di atas didapatkan anak yang mengalami rinitis

alergi dan memiliki riwayat terpapar asap kendaraan bermotor

sebanyak 6 orang sedangkan anak yang mengalami rinitis alergi

dan tidak terpapar asap kendaraan bermotor berjumlah 22 orang.

Setelah dilakukan uji statistik chi square, terdapat 25% sel yang

memiliki nilai expected count <5 sehingga dilakukan uji fisher dan

didapatkan bahwa riwayat terpapar asap kendaraan bermotor tidak

berpengaruh terhadap kejadian rinitis alergi pada anak usia 13-14

tahun (P>0,05).

f. Berdasarkan riwayat terpapar asap dapur

Tabel 4.9 Distribusi data kejadian rinitis alergi berdasarkan riwayat pernah

terpapar asap dapur

Terpapar asap

dapur

Mengalami Rinitis

alergi n %P Value

Ya

Tidak

26 92,86

2 7,14 0,641Total 28 100

Dari tabel di atas didapatkan anak yang mengalami rintis

alergi dan memiliki riwayat terpapar asap dapur 26 orang

sedangkan anak yang mengalami rinitis alergi dan tidak memiliki

riwayat terpapar asap dapur 2 orang. Setelah dilakukan uji statistik

chi square terdapat 50% sel yang memiliki nilai expected count <5

sehingga dilakukan uji fisher. Setelah dilakukan uji fisher

didapatkan bahwa riwayat terpapar asap kendaraan bermotor tidak

kendaraan n %

Ya 6 21,43

Tidak 22 78,57 0,363

Total 28 100

Page 55: Yahya Kholid Fkik

4

berpengaruh terhadap kejadian rinitis alergi pada anak usia 13-14

tahun (P>0,05).

g. Berdasarkan riwayat memiliki hewan peliharaan berupa

anjing atau kucing

Tabel 4.10 Distribusi data kejadian rinitis alergi berdasarkan riwayat pernah

memiliki anjing atau kucing dalam 12 bulan terakhir

Memiliki hewan Mengalami Rinitis alergi P Value

mengalami rintis alergi dan memiliki kucing selama 12 bulan

terakhir 9 orang, sedangkan anak yang mengalami rinitis alergi

dan tidak memiliki kucing selama 12 bulan terakhir 19 orang.

Setelah dilakukan uji statistik chi square diperoleh bahwa riwayat

memiliki kucing selama 12 bulan terakhir berpengaruh terhadap

kejadian rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun (P<0,05).

h. Berdasarkan riwayat mengkonsumsi parasetamol dalam 12

bulan terakhir

Tabel 4.11 Distribusi data kejadian rinitis alergin berdasarkan riwayat pernah

mengkonsumsi parasetamol dalam 12 bulan terakhir

Mengalami Rinitis alergiKonsumsi parasetamol P Value

Dari tabel di atas didapatkan anak yang mengalami

mengalami rintis alergi dan memiliki riwayat mengkonsumsi

parasetamol ada 13 orang, sedangkan anak yang mengalami rinitis

alergi dan tidak pernah mengkonsumsi parasetamol 15 orang.

Setelah dilakukan uji statistik chi square bahwa riwayat

perliharaan N %

Ya 9 32,14

Tidak 19 67,86 0,03

Total 28 100

Dari tabel di atas didapatkan anak yang mengalami

N %

Ya 13 46,43

Tidak 15 53,57 0,78

Total 28 100

Page 56: Yahya Kholid Fkik

4

mengkonsumsi parasetamol tidak berpengaruh terhadap kejadian

rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun (P>0,05)

4.2 PEMBAHASAN

Prevalensi kejadian rinitis alergi telah diteliti oleh banyak pihak, baik di

dunia ataupun di berbagai daerah di Indonesia. Di Dunia pada tahun 2008,

State of World Allergy memperkirakan bahwa 400 juta orang menderita rinitis

alergi. Sedangkan untuk wilayah asia pasifik World Allergy memperkirakan

10-30% pendudukan menderita rinitis alergi. Baratawijaya dkk melalui studi

ISAAC mendapatkan hasil 26,71% anak usia 13-14 tahun di Jakarta

menderita rinitis alergi. Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa prevalensi

kejadian rintis alergi untuk wilayah Ciputat Timur adalah 25,20%, hal ini

tidak jauh berbeda hasilnya dengan penelitian yang dilakukan oleh

Baratawijaya untuk wilayah Jakarta. Perbedaan yang tidak cukup jauh ini

mungkin disebabkan karena letak geografis antara Jakarta dan Ciputat Timur

yang berdekatan dan tidak jauh berbeda. Letak geografis yang tidak jauh

berbeda ini menyebabkan kemiripan iklim dan keadaan lingkungan antara

Jakarta dan Ciputat Timur. 2,6

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa perbandingan antara

derajat penderita rinitis alergi ringan dan sedang-berat adalah 25:3. Namun,

Szilasi dkk di Hungaria mengatakan dalam penelitiannya bahwa jumlah

penderita rinitis alergi sedang-berat lebih banyak dari pada rinitis alergi

ringan. Selain faktor demografi yang berbeda antara Indonesia, khususnya

Ciputat Timur dengan negara Eropa yang memiliki 4 musim, karakteristik

sampel penelitian juga mempengaruhi hasil.41

Jenis kelamin menjadi salah satu faktor risiko dalam berbagai macam

penyakit, salah satunya rinitis alergi. Pada penelitian ini didapatkan hasil

bahwa jenis kelamin tidak memiliki hubungan terhadap kejadian rinitis alergi.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Harsono dkk di departemen pediatri

alergi dan imunologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada tahun 1997-

2005, penderita rinitis alergi lebih banyak terjadi pada laki-laki. Namun yang

memberikan perbedaan yang signifikan hanya pada usia 6-12 tahun.7,42

Page 57: Yahya Kholid Fkik

4

Riwayat memiliki penyakit alergi atau atopi merupakan faktor risiko rinitis

alergi. Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa baik asma atau eksim tidak

memiliki hubungan terhadap kejadian rinitis alergi. Namun penelitian yang

dilakukan oleh Penaranda dkk pada tahun 2011 di Kolumbia mengatakan

bahwa riwayat mengalami asma dan eksim dalam 12 bulan terakhir memiliki

hubungan dengan kejadian rinitis alergi, hal senada juga dikemukakan oleh

Nugraha di Semarang. Hal ini mungkin karena perbedaan karakteristik

sampel yang diteliti, selain itu teknik pengambilan sampel yang dilakukan

oleh peneliti adalah cluster random sampling, dimana teknik sampling ini

memiliki kekurangan jika dibandingkan dengan simple random sampling.7,43

Asap rokok merupakan jenis indoor allergen dimana responden yang

terpapar asap rokok, khususnya pada mukosa hidung dapat menyebabkan

peningkatan respon inflamasi lokal daerah tersebut. Pada penelitian ini

didapatkan bahwa paparan rokok yang diperoleh dari orang tua, pengasuh,

teman, anggota keluarga lain atau indvidu yang merokok tidak memiliki

hubungan terhadap kejadian rinitis alergi. Widodo dalam penelitiannya juga

mengatakan bahwa asap rokok tidak memiliki hubungan terhadap kejadian

rinitis alergi. Hal ini mungkin disebabkan karena orang tua, pengasuh,

anggota keluarga tidak atau jarang merokok di dalam rumah sehingga

responden penelitian tidak atau jarang terpapar oleh asap rokok tersebut,

karena penelitian ini tidak menganalisis frekuensi terpapar asap rokok

terhadap kejadian rinitis alergi.7,25

Asap kendaraan bermotor yang memiliki kandungan sulfur dioksida,

nitrogen oksida dan partikel hasil pembakaran pada mesin diesel dapat

menyebabkan meningkatnya respon IgE lokal. Penelitian ini mendapatkan

hasil bahwa asap rokok tidak memiliki hubungan terhadap peningkatan risiko

terhadap rinitis alergi. Hasil yang sama juga didapatkan oleh Widodo dalam

penelitiannya yang mengatakan bahwa asap yang berasal dari bus atau truk

tidak memiliki hubungan terhadap kejadian rinitis alergi Namun berbeda

dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugraha yang menyebutkan bahwa

asap kendaraan bermotor memiliki pengaruh dalam meningkatkan kejadian

rinitis alergi. Hasil yang berbeda ini mungkin disebabkan oleh asap

Page 58: Yahya Kholid Fkik

4

kendaraan yang dihasilkan oleh truk atau bus yang melewati jalan di depan

rumah responden tidak sampai masuk kedalam rumah atau responden

penelitian tidak terpapar asap kendaraan tersebut dalam waktu yang cukup

lama. 7,24,25

Dalam era saat ini, memasak dengan menggunakan kompor gas sudah

banyak dilakukan oleh orang-orang. Widodo dalam penelitiannya

mengatakan bahwa paparan gas ini tidak berhubungan terhadap kejadian

rinitis alergi. Sama halnya yang didapatkan oleh peneliti, hal ini mungkin

disebabkan oleh karena responden tidak mendapatkan paparan asap yang

berasal dari gas ini cukup banyak dan dalam waktu yang tidak cukup lama

untuk menimbulkan manifestasi rinitis alergi.25

Faktor risiko berupa alergen dari hewan peliharaan baik kucing atau anjing

yang banyak dipelihara masyarakat Indonesia dapat menjadi faktor risiko

untuk meningkatkan kejadian rinitis alergi. Pada penelitian ini didapatkan

bahwa memelihara kucing atau anjing memiliki hubungan terhadap kejadian

rintis alergi. Hal serupa dikatakan dalam penelitian Novarro dkk di Meksiko

pada tahun 2007 yang mengatakan bahwa kontak terhadap kucing memiliki

hubungan terhadap kejadian rinitis alergi.7.21, 25

Dalam sebuah ushul fiqh dikatakan bahwa “Dar ul mafashid muqoddamun

‘ala jalbil mashoolih”. Maksud dari ushul fiqh tersebut adalah mencegah

sebuah kerusakan itu lebih baik dan diutamakan daripada mengambil sebuah

manfaat atau kemaslahatan. Sejalan dengan maksud ushul fiqh tersebut bagi

penderita rinitis alergi sebaiknya tidak memelihara kucing, karena dapat

meningkatkan risiko kekambuhan penyakit ini, walaupun memelihara kucing

dapat memberi manfaat bagi penderita.

Parasetamol merupakan obat penghilang rasa sakit (analgetik) serta obat

penurun panas yang dapat digunakan pada semua usia dan dijual bebas di

pasaran. Beasley dkk dalam penelitiannya menyebutkan bahwa penggunaan

parasetamol merupakan faktor risiko yang penting dalam perkembangan

penyakit alergi termasuk rinitis alergi. Namun penelitian ini mendapatkan

hasil bahwa penggunaan parasetamol dalam 12 bulan terakhir tidak memiliki

hubungan terhadap kejadian rintis alergi. Hal ini mungkin disebabkan

Page 59: Yahya Kholid Fkik

4

frekuensi penggunaan parasetamol yang jarang sehingga belum cukup untuk

meningkatkan risiko perkembangan rinitis alergi, karena penelitian ini tidak

menganalisis seberapa sering responden menggunakan parasetamol dalam 12

bulan terakhir.30

4.3 KETERBATASAN PENELITIAN

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:

Teknik pengambilan sampel yang berupa cluster random sampling

yang memiliki tingkat validitas yang kurang jika dibandingkan

dengan teknik simple random sampling.

Jenis penelitian cross sectional yang kurang menggambarkan

hubungan sebab akibat antara kejadian rinitis alergi dan faktor

risikonya.

Waktu yang singkat dalam pengumpulan data, sehingga kurang

maksimal.

Mengandalkan kemampuan siswa dalam mengingat riwayat yang

pernah dialaminya dalam 12 bulan terakhir, baik berupa keluhan

maupun pengisian kuesioner lingkungan dalam menganalisis faktor

risiko.

Jumlah sampel yang sedikit dan distribusi yang tidak merata

membuat banyak faktor risiko yang tidak bermakna.

Page 60: Yahya Kholid Fkik

45

BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 SIMPULAN

a. Prevalensi curiga rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun di Ciputat

Timur pada tahun 2013 adalah 25,20%.

b. Faktor risiko yang memiliki hubungan dengan kejadian rinitis alergi pada

usia 13-14 tahun di Ciputat Timur pada tahun 2013 adalah memelihara

kucing dalam 12 bulan terakhir (p=0,03). Sedangkan untuk faktor risiko

lainnya, yaitu jenis kelamin, riwayat asma, eksim, asap rokok, asap

kendaraan bermotor, asap dapur dan riwayat konsumsi parasetamol dalam

12 bulan terakhir tidak memliki hubungan terhadap kejadian rinitis alergi

pada anak usia 13-14 tahun di Ciputat Timur pada tahun 2013 (p>0,05).

5.2 SARAN

a. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai prevalensi rinitis alergi dalam

jumlah sampel yang lebih besar serta populasi yang berbeda.

b. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk menganlisis masing-masing

faktor risiko dengan jumlah sampel yang lebih besar dan populasi yang

berbeda.

c. Penghindaran terhadap alergen yang berasal dari kucing perlu dilakukan

bagi yang menderita rinitis alergi.

45

Page 61: Yahya Kholid Fkik

4

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization, GA2LEN, Allergen. ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact to Asthma) 2008 update. Diunduh dari http://www.whiar.org/docs/ARIA_PG_08_View_WM.pdf pada 16 Februari 2013.

2. Abong JM, Kwong SL, Alava HDA, Castor MAR, Leon JCD. Prevalence of Allergic Rhinitis in Filipino Adults Based on National Nutrition and Health Survey 2008. Asia Pac Allergy. 2012 Feb: p129-135.

3. Irawati N, Kasakeyan E, Rusmono N. Rinitis Alergi. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Ed 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. Hal 128-134

4. ISAAC Steering Committee. Manual International Study of Asthma and Allegies in Chilhood. ISAAC phase one. 1993: p 3-8.

5. ISAAC Steering Committee. ISAAC Phase Three Data. Diakses dari http://isaac.auckland.ac.nz/phases/phasethree/results/results.php pada 28 Februari 2013.

6. Baratawidjaja KG, Soebaryo RW, Kartasasmita C, Suprihati, Sundaru H, dkk. Allergy and Asthma: The Scenario in Indonesia. Dalam: Shaikh WA (ed). Principles and Practice of Tropical Allergy and Asthma. Mumbai: Vicas Medical Publishers. 2006; 707-736.

7. Nugraha PY. Skripsi: Prevalensi dan Faktor Risiko Rinitis Alergi pada Siswa Sekolah Umur 16-19 Tahun di Kodya Semarang. 2011. Diunduh dari http://eprints.undip.ac.id/37081/1/Prasetya_Yulian.pdf 15 Februari 2013.

8. ISAAC Steering Committee. Phase Three Manual International Study of Asthma and Allergies of Childhood. ISAAC phase three. 2000: p 15-37.

9. Tortora GJ, Derickson BH. The Respiratory System. In: Principle of Anatomy and Physiology.12th ed. USA: Jhon Wiley and Son. 2009. P877- 884

10. Ciprandi G, Caimmi D, Giudice MMd, Rosa ML, Salpietro C, Marseglia GL. Recent Developments in United Airways Disease. A review. Allergy Asthma Immunol Res. 2012 July; 4(4): p 171-177.

11. Rimmer J, Ruhmor JW. Rhinitis and Asthma: United Airway Disease. MJA Practice Essentials-Allergy. 2006 Nov; 185 (10): p 565-571.

Page 62: Yahya Kholid Fkik

4

12. Baratawidjaja KG, Rengganis, I. Reaksi Hipersensitivitas. Dalam: Imunologi Dasar ed 10. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2012. Hal 369-398.

13. Munasir Z, Suyoko EMD. Reaksi Hipersensitivitas. Dalam: Buku Ajar Alergi dan Imunologi Anak ed 2. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2010.

14. Virella G. Immune Complex Diseases. In: Medical Immunology 6th ed.. New York: CRC Press. 2007.

15. Burmester GR, Pezzutto A, Aicher A, Wirth J. Pathological Immune Mechanisms and Tolerance: Type of Hypersensitivity Reactions. In: Color Atlas of Immunology. New York: Thieme. 2002. p 66-67

16. Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. Hipersensitivity. In: Cellular and Mollecular Immunology 6th ed. USA: Saunders Elsevier. 2007. p 426

17. Highler PA. Penyakit Hidung. Dalam: BOIES Buku Ajar Penyakit THT. ed 6. Jakarta: EGC. 2012. Hal 210-217.

18. Quillen DM, Feller DB. Diagnosting Rhinitis: Allergic vs non Allergic. Am Fam Physician. 2006 May; 73(9): p 1583-1590.

19. Pawankar R, Mori S, Ozu C, Kimura S. Overview on Pathomechanisms of Allergic Rhinitis. Asia Pac Allergy. 2011 Sept; 1 (3): p 157-167

20. Fauci AS, Braundwald E, Kasper DL, Hauser Sl, Longo DL, Jameson JL, et al. Allergies, Anaphylaxis, and Systemic Mastocytosis: Introduction Allergic Rhinitis. In: Harrison’s Principle of Internal Medicine 18th ed. USA: McGraw-Hill Companies; 2012.

21. Navarro BEDR, Pech JAL, Berber A, Ortega BZ, Castanon LA, Chivardi JMDR, et al. Factors Associated With Allergic Rhinitis in Children From Northern Mexico City. J Investig Allergol Clin Immunol. 2007; 17(2): p 77-84.

22. Piau JP, Massot C, Moreau D, Khaled NA, Bouayad Z, Mohammad Y, et al. Assesing allaergic rhinitis in developing countries. Int J Tuberc Lung Dis. 2009 July; 14(4):506–512.

23. Nency YM. Skripsi: Prevalensi dan Faktor Risiko Rinitis Alergi pada anak Usia 6-7 Tahun di Semarang. Diunduh dari http://eprints.undip.ac.id/12552/1/2005PPDS3640.pdf pada September 2013.

24. ISAAC Steering Commmitte. Environmental Hypothesis ISAAC PhaseIII. (Diakses pada Juli 2013) tersedia di http://isaac.auckland.ac.nz/phases/phasethree/environmentalquestionnaire/i nstructions13_14.html.

Page 63: Yahya Kholid Fkik

4

25. Widodo P. Tesis: Hubungan antara rinitis alergi dan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi pada siswa SLTP kota Semarang usia 13-14 tahun dengan mempergunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergy in Childhood (ISAAC). 2004. Di unduh dari http://eprint.undip.ac.id pada Agustus 2013.

26. Wang DY. Risk Factor of Allergic Rhinits, Genetic or Environmental. Therapeutics and Clinical Risk Management. 2005; 1(2) p 115– 123.

27. Li F, Zhou Y, Li S, Jiang F, Jin X, Yan C, et al. Prevalence and risk factors of childhood allergic diseases in eight metropolitan cities in China: A multicenter study. BMC Public Health. 2011; 11 p 437-446

28. Annurd E, Shiwaku K, Nogi A, Kitajima K, Enkhmaa B, Shimono K, et al. The New BMI Criteria for Asian by the Regional Office for Western Pacific Region of WHO are Suitable for Screening of Overweight to Prevent Metabolic Syndrome in Elder Japanese Workers. J Occup Health. 2003 Aug; 45. P 335-343.

29. Magnuson JO, Kull I, Mai XM, Wickman M, Bergstorm A. Pediatric: Early Childhood Overweight and Asthma and Allergic Sensitization at 8 Years of age. Pediatrics. 2012; 129:70.

30. Beasley RW, Clayton TO, Crane J, Lai CKW, Monterfort SR, Mutius EV, et al. Acetaminophen Use and Risk of Asthma, Rhinoconjunctivitis, and Eczema in Adolescents. International Study of Asthma and Allergies in Childhood Phase Three. Am J Respir Crit Care Med. 2011 Aug; 183.p 171–178.

31. Szczeklik A, Nizankowska E, Sanak M, Swierczynska M. U.S. National Library of Medicine; Aspirin-induced rhinitis and asthma. 2001. Curr Opin Allergy Clin Immunol; 2001 Feb. Diakses dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11964666 pada September 2013.

32. Becker JM, Jyonouchi H, Windle ML, Georgitis JW, Pallares D, Jyonouchi H. Pediatric Allergic Rhinitis. Updated 2013 Apr 15; diakses pada Agustus 2013. Tersedia dari http://emedicine.medscape.com/article/889259-overview.

33. Onerci TM. Nose. In: Diagnosis in Otorhinolaryngology an Illustrated Guide. London : Springer. 2009. p

34. Munawaroh S, Munasir Z, Bramantyo B, Pudjiadi A. Insiden dan Karakteristik Otitis Media Efusi pada Rinitis Alergi Anak. Sari Pediatri. 2008 Okt; 10(3) hal 212-218.

35. Phathammavong O, Ali M, Phengsavanh, Xaysomphou D, Odajima H, Nishima S, et al. Prevalence and Potential Risk Factors of Rhinitis and

Page 64: Yahya Kholid Fkik

4

Atopic Eczema among Schoolchildren in Vientiane Capital, Lao PDR: ISAAC questionnaire. BioScience Trends. 2008; 2(5) p 193-199.

36. ISAAC Steering Committee. The ISAAC Toolbox. Diakses dari http://isaac.auckland.ac.nz/story/background/toolbox.php#eqQT pada 4 juni 2013.

37. Mustafa , Yunus F, Wiyono WH. Prevalensi Asma pada Kelompok Siswa 13-14 Tahun Menggunakan Kuesioner ISAAC dan Uji Provokasi Bronkus di Jakarta Pusat,. J Respir Indo. 2012 Jan; 32 (1) hal 8-16.

38. Demoly P, Jankowski R, Chassany O, Bessah Y, Allaert FA. Validation of a Self-questionnaire for Assessing the Control of Allergic Rhinitis. Diakses dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21518040 pada September 2013.

39. Dorland, Newman WA. Dorland's Illustrated Medical Dictionary 31st ed. Philadeplhia: Saunder Elsevier. 2007

40. Dahlan, MS. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika. 2004. Hal 29-140.

41. Szilasi M, Galffy G, Fonay K, Mark Z, Ronai Z, Szalai Z, et al. A Survey of the Burden of Allergic Rhinitis in Hungary from a Specialist’s Perspective. Multidisciplinary Respiratory Medicine. 2012; 7(1). P 49-54.

42. Harsono G, Munasir Z, Siregar SP, Suyoko DH, Kumiati M, Evalina R, dkk. Faktor yang Diduga Menjadi Risiko pada Anak dengan Rinitis Alergi di RSU dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Jurnal Kedokteran Brawijaya. 2007 Des; 23(3). Hal 116-120.

43. Penranda A, Aristizabal G, Garcia E, Vasquez, Martinez CER, Satizabal. Allergic Rhinitis and Associated Factors in Schoolchildren from Bogotá, Colombia. Rhinology. 2012 Des; 50. p122-128.

Page 65: Yahya Kholid Fkik

JenisKelamin

Mengalami Rinitis Alergi

5

LAMPIRAN 1

HASIL UJI STATISTIK

STATISTIK DESKRIPTIF (UNIVARIAT)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulativ

e Percent

Valid Laki-laki 59 53.2 53.2 53.2

Perempuan 52 46.8 46.8 100.0

Total 111 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulativ

e Percent

Valid Tidak Sedang RA 83 74.8 74.8 74.8

Sedang RA 28 25.2 25.2 100.0

Total 111 100.0 100.0

Page 66: Yahya Kholid Fkik

5

(Lanjutan)

DerajatRA

Frequency Percent Valid Percent

Cumulativ

e Percent

Valid Tidak sedang mengalami RA 38 34.2 58.5 58.5

Ringan 24 21.6 36.9 95.4

Sedang-berat 3 2.7 4.6 100.0

Total 65 58.6 100.0

Missing System 46 41.4

Total 111 100.0

Page 67: Yahya Kholid Fkik

RiwayatEksim

5

(Lanjutan)

RiwayatAsma

Frequency Percent Valid Percent

Cumulativ

e Percent

Valid Tidak Pernah Asma 94 84.7 84.7 84.7

Pernah Asma 17 15.3 15.3 100.0

Total 111 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulativ

e Percent

Valid Tidak Pernah Eksim 91 82.0 82.0 82.0

Pernah Eksim 20 18.0 18.0 100.0

Total 111 100.0 100.0

Page 68: Yahya Kholid Fkik

PajananRokok

5

(Lanjutan)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulativ

e Percent

Valid Tidak terpapar 23 20.7 20.7 20.7

Terpapar 88 79.3 79.3 100.0

Total 111 100.0 100.0

PajananAsapKendaraan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulativ

e Percent

Valid Tidak Terpapar 94 84.7 84.7 84.7

Terpapar 17 15.3 15.3 100.0

Total 111 100.0 100.0

Page 69: Yahya Kholid Fkik

5

(Lanjutan)

PajananAsapDapur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulativ

e Percent

Valid Bahan Bakar lain 6 5.4 5.4 5.4

Bahan bakar gas 105 94.6 94.6 100.0

Total 111 100.0 100.0

MemilikiHewanPeliharaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulativ

e Percent

Valid Tidak memiliki Anjing/Kucing 90 81.1 81.1 81.1

memiliki Anjing/Kucing 21 18.9 18.9 100.0

Total 111 100.0 100.0

Page 70: Yahya Kholid Fkik

5

(Lanjutan)

KonsumsiParasetamol

Frequency Percent Valid Percent

Cumulativ

e Percent

Valid Tidak Pernah 57 51.4 51.4 51.4

Ya 54 48.6 48.6 100.0

Total 111 100.0 100.0

Page 71: Yahya Kholid Fkik

JenisKelamin * Mengalami Rinitis Alergi Crosstabulation

Chi-Square Tests

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.12.

Computed only for a 2x2 table

5

(Lanjutan)

ANALISIS BIVARIAT (CHI SQUARE DAN FISHER)

Mengalami Rinitis Alergi

TotalTidak Sedang RA Sedang RA

JenisKelamin Laki-laki Count

Expected Count

40

44.1

19

14.9

59

59.0

Perempuan Count

Expected Count

43

38.9

9

13.1

52

52.0

Total Count

Expected Count

83

83.0

28

28.0

111

111.0

Value df

Asymp. Sig.

(2- sided)

Exact Sig.

(2- sided)

Exact Sig.

(1- sided)

Pearson Chi-Square 3.251a 1 .071

Continuity Correctionb 2.510 1 .113

Likelihood Ratio 3.318 1 .069

Fisher's Exact Test .083 .056

Linear-by-Linear Association 3.222 1 .073

N of Valid Casesb 111

Page 72: Yahya Kholid Fkik

Chi-Square Tests

1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.29.

Computed only for a 2x2 table

5

(Lanjutan)

RiwayatAsma * Mengalami Rinitis Alergi Crosstabulation

Mengalami Rinitis Alergi

TotalTidak Sedang RA Sedang RA

RiwayatAsma Tidak Pernah Count

AsmaExpected Count

73

70.3

21

23.7

94

94.0

Pernah Asma Count

Expected Count

10

12.7

7

4.3

17

17.0

Total Count

Expected Count

83

83.0

28

28.0

111

111.0

Value df

Asymp. Sig.

(2- sided)

Exact Sig.

(2- sided)

Exact Sig.

(1- sided)

Pearson Chi-Square 2.708a 1 .100

Continuity Correctionb 1.801 1 .180

Likelihood Ratio 2.488 1 .115

Fisher's Exact Test .129 .093

Linear-by-Linear Association 2.684 1 .101

N of Valid Casesb 111

Page 73: Yahya Kholid Fkik

Chi-Square Tests

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.05.

Computed only for a 2x2 table

5

(Lanjutan)

RiwayatEksim * Mengalami Rinitis Alergi Crosstabulation

Mengalami Rinitis Alergi

TotalTidak Sedang RA Sedang RA

RiwayatEksim Tidak Pernah Eksim Count

Expected Count

67

68.0

24

23.0

91

91.0

Pernah Eksim Count

Expected Count

16

15.0

4

5.0

20

20.0

Total Count

Expected Count

83

83.0

28

28.0

111

111.0

Value df

Asymp. Sig.

(2- sided) Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig.

(1- sided)

Pearson Chi-Square .353a 1 .552

Continuity Correctionb .096 1 .757

Likelihood Ratio .368 1 .544

Fisher's Exact Test .777 .390

Linear-by-Linear Association .350 1 .554

N of Valid Casesb 111

Page 74: Yahya Kholid Fkik

Chi-Square Tests

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.80.

Computed only for a 2x2 table

5

(Lanjutan)

PajananRokok * Mengalami Rinitis Alergi Crosstabulation

Mengalami Rinitis Alergi

TotalTidak Sedang RA Sedang RA

PajananRokok Tidak terpapar Count

Expected Count

16

17.2

7

5.8

23

23.0

Terpapar Count

Expected Count

67

65.8

21

22.2

88

88.0

Total Count

Expected Count

83

83.0

28

28.0

111

111.0

Value df

Asymp. Sig.

(2- sided)

Exact Sig.

(2- sided)

Exact Sig.

(1- sided)

Pearson Chi-Square .417a 1 .518

Continuity Correctionb .142 1 .707

Likelihood Ratio .405 1 .525

Fisher's Exact Test .591 .345

Linear-by-Linear Association .414 1 .520

N of Valid Casesb 111

Page 75: Yahya Kholid Fkik

Chi-Square Tests

1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.29.

Computed only for a 2x2 table

6

(Lanjutan)

PajananAsapKendaraan * Mengalami Rinitis Alergi Crosstabulation

Mengalami Rinitis Alergi

Total

Tidak

Sedang

RA

Sedang RA

PajananAsapKendaraan Tidak Terpapar Count

Expected Count

72

70.3

22

23.7

94

94.0

Terpapar Count

Expected Count

11

12.7

6

4.3

17

17.0

Total Count

Expected Count

83

83.0

28

28.0

111

111.0

Value df

Asymp. Sig.

(2- sided)

Exact Sig.

(2- sided)

Exact Sig.

(1- sided)

Pearson Chi-Square 1.079a 1 .299

Continuity Correctionb .541 1 .462

Likelihood Ratio 1.017 1 .313

Fisher's Exact Test .363 .226

Linear-by-Linear Association 1.069 1 .301

N of Valid Casesb 111

Page 76: Yahya Kholid Fkik

Chi-Square Tests

2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.51.

Computed only for a 2x2 table

6

(Lanjutan)

PajananAsapDapur * Mengalami Rinitis Alergi Crosstabulation

Mengalami Rinitis Alergi

TotalTidak Sedang RA Sedang RA

PajananAsapDapur Bahan Bakar lain Count

Expected Count

4

4.5

2

1.5

6

6.0

Bahan bakar gas Count

Expected Count

79

78.5

26

26.5

105

105.0

Total Count

Expected Count

83

83.0

28

28.0

111

111.0

Value df

Asymp. Sig.

(2- sided)

Exact Sig.

(2- sided)

Exact Sig.

(1- sided)

Pearson Chi-Square .221a 1 .638

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .209 1 .648

Fisher's Exact Test .641 .474

Linear-by-Linear Association .219 1 .640

N of Valid Casesb 111

Page 77: Yahya Kholid Fkik

Chi-Square Tests

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.30.

Computed only for a 2x2 table

6

(Lanjutan)

MemilikiHewanPeliharaan * Mengalami Rinitis Alergi Crosstabulation

Mengalami Rinitis Alergi

Total

Tidak

Sedang

RA

Sedang RA

MemilikiHewanPeliha

r aan

Tidak memiliki Count

Anjing/KucingExpected

Count

71

67.3

19

22.7

90

90.0

memiliki Count

Anjing/KucingExpected

Count

12

15.7

9

5.3

21

21.0

Total Count

Expected Count

83

83.0

28

28.0

111

111.0

Value df

Asymp. Sig.

(2- sided)

Exact Sig.

(2- sided)

Exact Sig.

(1- sided)

Pearson Chi-Square 4.269a 1 .039

Continuity Correctionb 3.194 1 .074

Likelihood Ratio 3.926 1 .048

Fisher's Exact Test .052 .041

Linear-by-Linear Association 4.230 1 .040

N of Valid Casesb 111

Page 78: Yahya Kholid Fkik

Chi-Square Tests

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.62.

Computed only for a 2x2 table

6

(Lanjutan)

KonsumsiParasetamol * Mengalami Rinitis Alergi Crosstabulation

Mengalami Rinitis Alergi

TotalTidak Sedang RA Sedang RA

KonsumsiParasetamol Tidak Pernah Count

Expected Count

42

42.6

15

14.4

57

57.0

Ya Count

Expected Count

41

40.4

13

13.6

54

54.0

Total Count

Expected Count

83

83.0

28

28.0

111

111.0

Value df

Asymp. Sig.

(2- sided)

Exact Sig.

(2- sided)

Exact

Sig. (1-

sided)Pearson Chi-Square .074a 1 .786

Continuity Correctionb .003 1 .958

Likelihood Ratio .074 1 .786

Fisher's Exact Test .830 .479

Linear-by-Linear Association .073 1 .787

N of Valid Casesb 111

Page 79: Yahya Kholid Fkik

6

LAMPIRAN 2

LEMBAR INFORMED CONSENT

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN RINITIS ALERGI

PADA USIA 13-14 TAHUN DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

DAERAH CIPUTAT TIMUR

DENGAN MENGGUNAKAN KUESIONER INTERNATIONAL STUDY OF ASTHMA AND ALLERGY IN CHILDHOOD (ISAAC) TAHUN 2013

Assalamu’alaikum wr.wb

Siswa-siswi yang terhormat

Saya Yahya Kholid, mahasiswa Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melakukan penelitian yang berjudul ”Prevalensi dan faktor risiko kejadian rinitis alergi pada usia 13-14 tahun di Sekolah Menengah Pertama daerah Ciputat Timur dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergy in Childhood (ISAAC) tahun 2013”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar prevalensi rinitis alergi di wilayah Ciputat Timur pada anak usia 13-14 tahun pada tahun 2013 serta faktor risiko yang mempengaruhinya.

Sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh pihak universitas, maka kami meminta anda untuk mengisui seluruh pertanyaan yang ada dalam kuesioner. Namun jika ada beberapa pertanyaan dalam kuesioner ini yang anda rasa belum jelas, maka anda berhak untuk menanyakan kepada peneliti. Anda juga memiliki kesempatan menolak ikut serta dalam pengisisan kuesioner ini. Oleh karena pentingnya penelitian ini, maka peneliti memohon anda dapat menjalani penelitian ini dengan jujur dan sebaik-baiknya.

Seilahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti kesedian anda menjadi responden atau peserta penelitian saya.

Atas partisipasinya, peneliti ucapkan terimakasih

Wassalamu’alaikum wr.wb

Peneliti

Yahya Kholid Cp: 085669935831

Peserta Penelitian

No.Hp

Page 80: Yahya Kholid Fkik

13

6

Kuesioner ISAAC Bahasa IndonesiaPENELITIAN PENYAKIT ALERGI

PADA ANAK SEKOLAH DI INDONESIALEMBAR PERTANYAAN KELOMPOK USIA 13-14 TAHUN

Lampiran 3

Petunjuk pengisian :

Beri tanda centang (√) pada kotak jawaban yang benar!

Bila salah silang jawaban yang salah (X) tersebut, lalu isi pilihan jawaban kamu pada kotak yang

benar dengan tanda (√)

Tanda (√) hanya boleh diisi dalam 1 kotak saja, kecuali ada petunjuk lain.

Contoh

Umur (misalnya 13 tahun) tahun

Jawaban tidak Ya

Tidak

Jawaban ya Ya

Tidak

Salah jawab Ya

Tidak

Kode Kode SekolahSerial KelasNama Sekolah Tanggal Wawancara

Nama UmurTanggal Lahir

Tgl Bulan Tahun

Tahun

Tgl Bulan TahunJenis Kelamin L P No Telp/Hp

Page 81: Yahya Kholid Fkik

6

Beri tanda √ pada kotak yang kamu anggap benar

1 Pernahkah kamu mengalami mengi atau napas berbunyi "Ngik"? YaTidak

Bila menjawab "TIDAK" Langsung ke nomor 6

Pernahkah kamu mengalami mengi atau napas berbunyi "Ngik" dalam 12 tahun2 terakhir?

Ya Tidak

Bila menjawab "TIDAK" langsung ke nomor 6

Dalam waktu 12 bulan terakhir berapa kalikah kamu mendapat serangan mengi3 tersebut?

Tidak Pernah 1 sampai 3 kali4 sampai 12 kali lebih dari 12 kali

Dalam waktu 12 bulan terakhir berapa kalikah rata-rata tidur malam kamu4 terganggu karena

mengi? Tidak PernahKurang dari 1 malam/minggu 1 atau lebih dalam 1 minggu

Dalam 12 bulan terakhir, apakah mengi kamu pernah demikian berat sehingga hanya5 dapat mengucapkan sepatah dua patah kata saja dalam satu helaan

napas? YaTidak

6 Apakah kamu pernah menderita asma? YaTidak

Dalam 12 bulan terakhir, pernahkah kamu menderita mengi setelah berolahraga7 atau kegiatan berat

lainnya? YaTidak

Dalam 12 bulan terakhir, pernahkah kamu menderita batuk kering pada malam hari8 yang "Bukan" karena flu atau penyakit infeksi saluran

napas? YaTidak

Page 82: Yahya Kholid Fkik

6

Pertanyaan Berikut adalah Mengenai Masalah Jika Kamu "TIDAK" sedang Mengalami Flu

Pernahkah kamu berbangkis-bangkis (Bersin-bersin) atau ingusan atau hidung1 mampet meskipun tidak sedang flu?

YaTidak

Bila menjawab "TIDAK" Langsung ke nomor 6

Pernahkah kamu berbangkis-bangkis (Bersin-bersin) atau ingusan atau hidung2 mampet meskipun tidak sedang flu dalam 12 bulan terakhir?

YaTidak

Bila menjawab "TIDAK" langsung ke nomor 6

Dalam waktu 12 bulan terakhir apakah gejala hidung tadi disertai dengan mata3 berair dan gatal?

YaTidak

Dalam waktu 12 bulan terakhir, pada bulan apakah gejala hidung kamu timbul?4 (Jawaban boleh lebih dari 1)

Dalam 12 Bulan terakhir berapa besar pengaruh gejala hidung kamu terhadap5 kegiatan kamu sehari-hari?

Tidak Berpengaruh SedikitSedangBesar Pengaruhnya

Apakah kamu pernah menderita bersin/hidung tersumbat/hidung berair pada6 musim tertentu tetapi bukan flu?

YaTidak

JanuariMei September

Februari Juni OktoberMaret Juli NovemberApril Agustus Desember

Page 83: Yahya Kholid Fkik

6

Pernahkah kamu menderita kemerahan yang gatal di kulit, hilang timbul dalam1 jangka waktu 6 bulan?

Ya Tidak

Bila Menjawab "Tidak" langsung ke nomor 6

Pernahkah kamu menderita kemerahan yang gatal di kulit,hilang timbul dalam2 jangka waktu 6 bulan,dalam 12 bulan

terakhir? YaTidak

Apakah kulit kemerahan dan gatal tersebut timbul pada salah satu atau beberapa3 tempat tersebut ini:

Lipatan siku, lipatan lutut, pergelangan kaki bagian dalam, bokong bagian bawah, sekitar leher, telinga atau mata

Ya Tidak

Apakah kemerahan dan gatal pada kulit tersebut pernah sembuh/hilang4 seluruhnya dalam 12 bulan

terakhir? YaTidak

Dalam 12 bulan terakhir berapa kalikah rata-rata kamu tidak dapat tidur malam5 karena gangguan gatal tersebut?

YaTidak

Pernahkah kamu menderita6 eksim?

YaTidak

Page 84: Yahya Kholid Fkik

6

Berilah tanda centang (√) dan Jawablah pertanyaan berikut1 Berapakah berat tubuh kamu ? Kg2 Berapakah tinggi kamu ? cm3 Bahan bakar apa yang dipakai untuk memasak di rumah

? ListrikElpiji (Gas)Kayu bakar / batu bara Minyak tanahLain-lain? (Jelaskan/Tuliskan)

Dalam 12 bulan terakhir ini berapa sering kamu minum obat demam atau panas4 (misalnya Panadol, Parasetamol, Bodrex,Paramex dsb)

Tidak pernahSetahun sekali Sebulan sekali

5 Berapa seringkah truk/bus melintas di depan rumah kamu pada hari kerja ? Tidak pernahJarangSering pada jam tertentu Hampir sepanjang hari

6 Pernahkah kamu memelihara kucing di dalam rumah selama 12 bulan terakhir ini?Ya Tidak

7 Pernahkah kamu memelihara anjing di dalam rumah selama 12 bulan terakhir ini?Ya Tidak

8 Apakah ibu atau pengasuh (wanita) kamu merokok ? YaTidak

9 Apakah ayah atau pengasuh (pria) kamu merokok ? YaTidak

10 Apakah kamu merokok? YaTidak

11 Berapakah orang yang merokok di rumah kamu ?Orang

12 Apakah teman-teman anda merokok? YaTidak

Terima kasih atas bantuan kamu mengisi pertanyaan-pertanyaan ini

Page 85: Yahya Kholid Fkik

170

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

LAMPIRAN 4

Nama : Yahya Kholid

Tempat Tanggal Lahir : Lampung, 25 April 1991

Alamat : Desa Negararatu, Kecamatan Sungkai Utara,

Kabupaten Lampung Utara

Email : [email protected]

No. Telpon : 085669935831

Riwayat Pendidikan :

(1997-2003)

(2003-2006)

(2006-2010)

(2010-sekarang)

Madrasah Ibtidaiyah Negeri Padangratu Sungkai

Utara

Madrasah Tsanawiyah Negeri Padangratu Sungkai

Utara

Pondok Pesantren Walisongo Lampung Utara

Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta