YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
Page 1: tugasmandirisk1 endokrin

LI. 2 MM. FAAL & BIOKIMIALO. 2.1 STRUKTUR KIMA INSULINInsulin merupakan polipeptida yang terdiri atas dua rantai, yaitu rantai A dan B, yang saling

dihubungkan oleh dua jembatan disulfida antar-rantai yang menghubungkan A7 ke B7 dan A20 ke B19. Jembatan disulfida intra-rantai yang ketiga menghubungkan residu 6 dan 11 pada rantai A. lokasi ketiga jembatan disulfida ini selalu tetap, dan rantai A serta B masing-masing mempunyai 21 dan 31 asam amino pada sebagian besar spesies.

LO. 2.2 SINTESIS INSULINInsulin Disintesis sebagai PreprohormonInsulin disintesis sebagai suatu preprohormon dan merupakan prototipe untuk peptida yang

diproses dari molekul prekusor yang lebih besar. Rangkaian pra atau rangkaian “pemandu” yang bersifat hidrofobik dengan 23 asam amino mengarahkan molekul tersebut ke dalam sisterna retikulum endoplasma dan kemudian dikeluarkan. Proses ini menghasilkan molekul proinsulin dengan berat molekul 9000 yang menyediakan bentuk yang diperlukan bagi pembentukan jembatan disulfida yang sempurna. Molekul proinsulin menjalani serangkaian pemecahan peptida yang tapakspesifik sehingga terbentuk insulin yang matur dan peptida C yang ekuimolar.

Sintesis Insulin

Page 2: tugasmandirisk1 endokrin

Proinsulin disintesis oleh ribosom pada retikulum endoplasma yang kasar, dan pengeluaran enzimatik peptida pemandu (pre) memotong ikatan disulfide serta pelipatan terjadi di dalam sisterna organel ini. Molekul proinsulin diangkut ke apparatus Golgi, di sini proteolisis serta pengemasan ke dalam granul sekretorik dimulai. Granul terus mematangka n diri ketika melintasi sitoplasma menuju membran plasma. Proinsulin dan insulin keduanya bergabung dengan seng untuk membentuk heksamer, tetapi karena sekitar 95% dari proinsulin tersebut diubah menjadi insulin, kristal hormon terakhir inilah yang memberikan keistimewaan morfologik kepada granul tersebut. Peptida C dengan jumlah ekuimolar terdapat di dalam granul ini, kendati molekul ini tidak membentuk struktur kristal. Dengan perangsangan yang tepat, granul yang matur akan menyatu dengan membran plasma dan melepaskan isinya ke dalam cairan ekstrasel lewat proses eksositosis. (Murray K. R, Granner D. K, Mayes P. A, Rodwell V. W. 2006. Biokimia harper.ed 27. Jakarta: EGC.)

LO. 2.3 METABOLISME INSULINReseptor InsulinReseptor insulin dijumpai di berbagai jenis sel dalam tubuh, termasuk sel yang tidak

meningkatkan ambilan glukosanya meskipun dengan adanya insulin. Reseptor tersebut, yang memiliki berat molekul sekitar 340.000, adalah suatu tetramer yang terdiri dari dua subunit glikoprotein. Kesemuanya disintesis pada suatu mRNA dan kemudian mengalami pemisahan secara proteolisis kemudian berikatan satu sama lain dengan ikatan disulfida. Gen untuk reseptor insulin memiliki 22 ekson dan terletak di kromosom 19. Subunit α mengikat insulin dan terletak ekstrasel, sementara subunit β melintasi membran. Ujung intrasel subunit β memiliki aktivitas tirosin kinase. Subunit αdan β mengalami glikosilasi, dengan residu gula meluas ke dalam cairan interstisium.

Pengikatan insulin mencetuskan aktivitas tirosin kinase subunit β, menyebabkan otofosforilasi subunit β pada residu tirosin. Otofosforilasi, yang penting bagi efek biologik insulin, memicu fosforilasi sebagian protein sitoplasma dan defosforilasi pada protein lainnya, umumnya pada residu serin dan treonin. Telah ditemukan empat protein substrat reseptor insulin (IRS) di sel : IRS-1, IRS-2, IRS-3, dan IRS-4. Masing-masing mungkin merupakan sebagian kecil faktor dalam kaitannya dengan kerja insulin. Sebagai, contoh, tikus yang gen reseptor insulinnya dirusak memperlihatkan retardasi pertumbuhan yang parah in-utero, mengalami kelainan SSP dan kulit, dan mati saat lahir akibat kegagalan pernafasan. Namun tikus yang mengalami perusakan IRS-1 hanya mengalami retardasi pertumbuhan tingkat sedang in-utero, dapat bertahan hidup dan resisten insulin tetapi selain itu tetap normal. Dengan demikian, jalur intrasel yang tidak melibatkan IRS-1 tampak ikut serta dalam kerja insulin.

Page 3: tugasmandirisk1 endokrin

Sewaktu berikatan dengan reseptornya, insulin menggumpal dalam bercakbercak dan dimasukkan ke dalam sel melalui proses endositosis yang diperantarai reseptor. Akhirnya kompleks insulin-reseptor masuk ke dalam lisosom, tempat reseptor diperkirakan terurai atau didaur ulang. Waktu paruh reseptor insulin adalah sekitar 7 jam. Jumlah atau afinitas reseptor insulin, atau keduanya, dipengaruhi oleh insulin dan hormon lain, olahraga, makanan, dan faktor lain. Pajanan ke insulin dalam jumlah yang meningkat akan menurunkan konsentrasi (down-regulation) reseptor, dan pajanan ke insulin dalam jumlah menurun akan meningkatkan afinitas reseptor. Jumlah reseptor per sel meningkat pada kelaparan dan menurun pada obesitas dan akromegali. Afinitas reseptor meningkat pada insufisiensi adrenal dan menurun oleh kelebihan glukokortikoid.

Efek Metabolisme dari InsulinGangguan, baik dari produksi maupun aksi insulin, menyebabkan gangguan pada metabolisme

glukosa, dengan berbagai dampak yang ditimbulkannya. Pada dasarnya ini bermula dari hambatan dalam utilisasi glukosa yang kemudian diikuti oleh peningkatan kadar glukosa darah. Secara klinis, gangguan tersebut dikenal sebagai gejala diabetes melitus. Pada diabetes melitus tipe 2 (DMT2), yakni jenis diabetes yang paling sering ditemukan, gangguan metabolisme glukosa disebabkan oleh dua faktor utama yakni tidak adekuatnya sekresi insulin (defisiensi insulin) dan kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin), disertai oleh faktor lingkungan ( environment ). Sedangkan pada diabetes tipe 1 (DMT1), gangguan tersebut murni disebabkan defisiensi insulin secara absolut.

Gangguan metabolisme glukosa yang terjadi, diawali oleh kelainan pada dinamika sekresi insulin berupa gangguan pada fase 1 sekresi insulin yang tidak sesuai kebutuhan (inadekuat). Defisiensi insulin ini secara langsung menimbulkan dampak buruk terhadap homeostasis glukosa darah. Yang pertama terjadi adalah hiperglikemia akut pascaprandial (HAP) yakni peningkatan kadar glukosa darah segera (10-30 menit) setelah beban glukosa (makan atau minum).

Kelainan berupa disfungsi sel beta dan resistensi insulin merupakan faktor etiologi yang bersifat bawaan (genetik). Secara klinis, perjalanan penyakit ini bersifat progressif dan cenderung melibatkan pula gangguan metabolisme lemak ataupun protein. Peningkatan kadar glukosa darah oleh karena utilisasi yang tidak berlangsung sempurna pada gilirannya secara klinis sering memunculkan abnormalitas dari kadar lipid darah. Untuk mendapatkan kadar glukosa yang normal dalam darah diperlukan obat-obatan yang dapat merangsang sel beta untuk peningkatan sekresi insulin ( insulin secretagogue ) atau bila diperlukan secara substitusi insulin, disamping obat-obatan yang berkhasiat menurunkan resistensi insulin ( insulin sensitizer ).

Tidak adekuatnya fase 1, yang kemudian diikuti peningkatan kinerja fase 2 sekresi insulin, pada tahap awal belum akan menimbulkan gangguan terhadap kadar glukosa darah. Secara klinis, barulah pada tahap dekompensasi, dapat terdeteksi keadaan yang dinamakan Toleransi Glukosa Terganggu yang disebut juga sebagai prediabetic state. Pada tahap ini mekanisme kompensasi sudah mulai tidak adekuat lagi, tubuh mengalami defisiensi yang mungkin secara relatif, terjadi peningkatan kadar glukosa darah postprandial. Pada toleransi glukosa terganggu (TGT) didapatkan kadar glukosa darah postprandial, atau setelah diberi beban larutan 75 g glukosa dengan Test Toleransi Glukosa Oral ( TTGO ), berkisar diantara 140-200 mg/dl. Juga dinamakan sebagai prediabetes, bila kadar glukosa darah puasa antara 100 – 126 mg/dl, yang disebut juga sebagai Glukosa Darah Puasa Terganggu ( GDPT ). Keadaan hiperglikemia yang terjadi, baik secara kronis pada tahap diabetes, atau hiperglikemia akut postprandial yang terjadi ber-ulangkali setiap hari sejak tahap TGT, memberi dampak buruk terhadap jaringan yang secara jangka panjang menimbulkan komplikasi kronis dari diabetes.Tingginya kadar glukosa darah (glucotoxicity) yang diikuti pula oleh

Page 4: tugasmandirisk1 endokrin

dislipidemia (lipotoxicity) bertanggung jawab terhadap kerusakan jaringan baik secara langsung melalui stres oksidatif, dan proses glikosilasi yang meluas.

Resistensi insulin mulai menonjol peranannya semenjak perubahan atau konversi fase TGT menjadi DMT2. Dikatakan bahwa pada saat tersebut faktor resistensi insulin mulai dominan sebagai penyebab hiperglikemia maupun berbagai kerusakan jaringan. Ini terlihat dari kenyataan bahwa pada tahap awal DMT2, meskipun dengan kadar insulin serum yang cukup tinggi, namun hiperglikemia masih dapat terjadi. Kerusakan jaringan yang terjadi, terutama mikrovaskular, meningkat secara tajam pada tahap diabetes, sedangkan gangguan makrovaskular telah muncul semenjak prediabetes. Semakin tingginya tingkat resistensi insulin dapat terlihat pula dari peningkatan kadar glukosa darah puasa maupun postprandial. Sejalan dengan itu, pada hepar semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, menyebabkan semakin tinggi pula tingkat produksi glukosa dari hepar. (Ganong, W.F., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.22. Jakarta: EGC)

LO. 2.4 PENGARUH INSULINPeranan insulin

Efek pada karbohidratInsulin memilik 4 efek yang menurunkan kadar glukosa darah dan menigkatkan penyimpanan

karbohidrat:o Insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalam sel. Beberapa jaringan yang tidak

bergantung pada insulin untuk meyerap glukosa yaitu otak,otot yang aktif dan hatio Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa baik di otot maupun

dihatio Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian glikogen menjadi glukosa. Dengan

menghambat penguraian glikogen, insulin meningkatkan penyimpanan karbohidrat dan menurunkan penguraian glukosa dalam hati

o Insulin menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati dengan menghambat glukoneogenesis, perubahan asam amino menjadi glukosa di hati.

Insulin menurunkan konsentrasi glukosa darah dengan meningkatkan penyerapan glukosa dari darah untuk digunakan dan disimpan oleh sel., secara simultan menghambat mekanisme yang digunakan oleh hati untuk mengeluarkan glukosa baru dalam darah. Insulin adalah satu satunya hormon yang menurunkan kadar glukosa darah.

Efek pada lemakInsulin efeknya menurunkan kadar asam lemak darah dan membentuk simpanan trigliserida:

o Insulin meningkatkan transportasi glukosa ke dalam sel jaringan adiposa. Glukosa berfungsi sebagai prekursor untuk pembentukan assm lemak dan gliserol, yaitu bahan mentah untuk membentuk trigliserida.

o Insulin meningkatkan enzim enzim yang mengkatalisasi pembentukan asam lemak dari turunan glukosa

o Insulin meningkatkan masuknya asam asam lemak dari daeah ke dalam se jaringan adiposa.

o Insulin menghambat lipolisis (penguraian lemak), sehingga terjadi penurunan pengeluaran asam lemak dari jaringan adiposa ke dalam darah.

Efek pada proteinInsulin menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis protein:

o Insulin mendorong transportasi aktif asam asam amino dari darah ke dalam otot dan jaringan lain. Efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah dan menghasilkan bahan pembangun untuk sintesis protein dalam sel.

o Insulin meningkatkan kecepatan penggabungan asam amino ke dalam protein dengan merangsang perangkat pembuat protein di dalam sel.

Page 5: tugasmandirisk1 endokrin

o Insulin menghambat penguraian protein. o Faktor yang mempengaruhi sekresi insulin

Peningkatan kadar glukosa darah, seperti setelah penyerapan makanan, secara langsung merangsang sintesis dan pengeluaran insulin oleh sel beta. Sebaliknya penurunan kadar glukosa darah di bawah normal, seperti pada puasa, secara langsung menghambat sekrresi insulin. Selain konsentrasi glukosa plasma, berbagai masukan berikut juga berperan dalam mengatur sekresi insulin:

Peningkatan kadar asam amino plasma, setelah memakan makanan tinggi protein, secara langsung merangsang sel beta untuk meningkatkan sekresi insulin. Melalui mekanisme umpan balik negatif, peningkatan insulin tersebut meningkatkan masuknya asam asam amino tersebut ke dalam sel, sehingga kadar asam amino dalam darah menurun sementara sintesis protein meningkat.

Hormon pencernaan utama yang disekresikan oleh saluran pencernaan sebagai respons terhadap adanya makanan, terutama gastric inhibitory peptide, merangsang sekresi insulin pankreas selain memiliki efek regulatorik langsung pada sistem pencernaan. Melalui kontrol ini, sekresi insulin meningkat secara feedforward atau antisipatorik bahkan sebelum terjadi penyerapan zat gizi yang meningkatkan kadar glukosa darah dan asam amino dalam darah.

Sistem saraf otonom secara langsung juga mempengaruhi sekresi insulin. Pulau pulau langerhans dipersyarafi oleh banyak serat saraf parasimpatis dan simpatis. Peningkatan aktivitas parasimpatis yang terjadi sebagai respons terhadap makanan dalam saluran pencernaan merangsang pengerluaran insulin. Sebaliknya, stimulasi simpatis dan peningkatan pengeluaran epinefrin akan menghambat sekresi insulin, penurunan insulin meningkatkan kadar glukosa darah, suatu respons yang sesuai untuk keadaan keadaan pada saat terjadi aktivitas sistem simpatis yaitu, stress dan olahraga.

LI. 3 MM. DIABETESLO. 3.1 DEFINISI & EPIDEMIOLOGIDEFINISIMenurut American Diabets Association (ADA) tahun 2010, Diabetes mellitus merupakan suatu

kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,atau keduanya.

Diabetes Melitus tipe 2 adalah diabetes yang tidak tergantung insulin, sekresi insulin mungkin normal atau bahkan meningkat, tetapi sel sasaran insulin kurang peka terhadap hormone ini dibandingkan dengan sel normal.

EPIDEMIOLOGIDiabetes Melitus tipe 1Di seluruh penjuru dunia jumlah penyandang Diabetes melitus (DM) terus mengalami

peningkatan. Demikian pula jumlah penyandang DM pada anak, yang dikenal dengan DM tipe 1 terus meningkat. Di Amerika Serikat pada tahun 2007 dilaporkan terdapat 186 300 anak usia kurang dari 20 tahun yang menyandang DM tipe 1 atau tipe 2. Angka tersebut sama dengan 0,2% penduduk Amerika pada kelompok umur tersebut. Di Finlandia, tidak sulit menemukan DM tipe 1 karena angka kejadiannya dilaporkan paling tinggi di dunia, sedangkan Jepang memiliki angka paling rendah.

Di Indonesia jumlah pasti penyandang DM tipe 1 belum diketahui meskipun angkanya dilaporkan meningkat cukup tajam akhir-akhir ini. Sebagai gambaran saja, jumlah anak DM tipe 1 dalam Ikatan Keluarga Penderita DM Anak dan Remaja (IKADAR) jumlahnya sudah mencapai 400-an orang. Karena belum banyaknya jumlah DM pada anak yang ditemukan di Indonesia, maka orang tua dan dokter sering tak waspada dengan penyakit tersebut. Banyak orang tua bahkan tidak percaya anaknya menyandang DM dan baru menyadari saat sakitnya sudah cukup berat. (UKK Endokrinologi Anak dan Remaja.2009. Konsensus Nasional Pengelolaan DMTipe 1. Jakarta; Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.)

Page 6: tugasmandirisk1 endokrin

Diabetes Melitus tipe 2Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka

insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030.

Laporan dari hasil penilitian di berbagai daerah di Indonesia yang dilakukan pada dekade 1980-anmenunjukkan sebaran prevalensi DM tipe 2 antara 0,8% di Tanah Toraja, sampai 6,1% yang didapatkan di Manado. Hasil penelitian pada rentang tahun1980-2000 menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Sebagai contoh, pada penelitian di Jakarta (daerah urban), prevalensi DM dari 1,7% pada tahun 1982 naik menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan meroket lagimenjadi 12,8% pada tahun 2001. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003,diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa. Dengan prevalensi DM sebesar 14,7% pada daerah urban dan 7,2%,pada daerah rural,maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat sejumlah 8,2 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. Selanjutnya, berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%) maka diperkirakan terdapat 12 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 oleh Departemen Kesehatan, menunjukkan bahwa prevalensi DM di daerah urban Indonesia untuk usia di atas 15 tahun sebesar 5,7%. Prevalensi terkecil terdapatdi Propinsi Papua sebesar 1,7%, dan terbesardi Propinsi Maluku Utara dan Kalimanatan Barat yang mencapai 11,1%. Sedangkan prevalensi toleransi glukosa terganggu (TGT), berkisar antara 4,0% di Propinsi Jambi sampai 21,8% di Propinsi Papua Barat.

Data-data di atas menunjukkan bahwa jumlah penyandang diabetesdi Indonesia sangat besar dan merupakan beban yang sangat berat untuk dapat ditangani sendiri oleh dokter spesialis/subspesialisataubahkan oleh semua tenaga kesehatan yang ada. Mengingat bahwa DM akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar, maka semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah, sudah seharusnya ikut serta dalam usaha penanggulangan DM, khususnya dalam upaya pencegahan.

Diabetes Melitus GestasionalPrediabetes dan diabetes melitus gestasional menjadi masalah global dilihat dari angka kejadian

dan dampak yang ditimbulkannya. Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus gestasional terjadi 7% pada kehamilan setiap tahunnya. Prevalensi diabetes gestasional bervariasi yaitu 1%-14%. Angka ini tergantung pada populasi yang diteliti dan kriteria penyaringan yang digunakan. Diabetes melitus gestasional terjadi sekitar 4% dari semua kehamilan di Amerika Serikat, dan 3-5% di Inggris (ADA, 2004). Prevalensi diabetes melitus gestasional di Eropa sebesar 2-6%.

Prevalensi prediabetes di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 10% sedangkan prevalensi diabetes melitus gestasional di Indonesia sebesar 1,9%-3,6% pada kehamilan umumnya (Soewardono dan Pramono, 2011). Pada ibu hamil dengan riwayat keluarga diabetes melitus, prevalensi diabetes gestasional sebesar 5,1%. Angka ini lebih rendah dari pada prevalensi di Negara Ingris dan Amerika

Page 7: tugasmandirisk1 endokrin

Serikat. Meskipun demikian, masalah diabetes gestasional di Indonesia masih membutuhkan penanganan yang serius melihat jumlah penderita yang cukup banyak serta dampak yang ditimbulkan pada ibu hamil dan janin.

LO. 3.2 ETIOLOGIDM TIPE 1Etiologi DM tipe 1 diakibatkan oleh kerusakan sel beta pankreas karena paparan agen infeksi atau

lingkungan, yaitu racun, virus (rubella kongenital, mumps, coxsackievirus dan cytomegalovirus) dan makanan (gula, kopi, kedelai, gandum dan susu sapi).

Beberapa teori ilmiah yang menjelaskan penyebab diabetes mellitus tipe 1 sebagai berikut:1. Hipotesis sinar matahari

Teori yang paling terakhir adalah "hipotesis sinar matahari," yang menyatakan bahwa waktu yang lama dihabiskan dalam ruangan, dimana akan mengurangi paparan sinar matahari kepada anak-anak, yang akan mengakibatkan berkurangnya kadar vitamin D. Bukti menyebutkan bahwa vitamin D memainkan peran integral dalam sensitivitas dan sekresi insulin. Berkurangnya kadar vitamin D, dan jarang terpapar dengan sinar matahari, dimana masing-masing telah dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes mellitus tipe 1.

2. Hipotesis higiene "Hipotesis kebersihan" Teori ini menyatakan bahwa kurangnya paparan dengan prevalensi patogen, dimana kita

menjaga anak-anak kita terlalu bersih, dapat menyebabkan hipersensitivitas autoimun, yaitu kehancuran sel beta yang memproduksi insulin di dalam tubuh oleh leukosit. Dalam penelitian lain, peneliti telah menemukan bahwa lebih banyak eksposur untuk mikroba dan virus kepada anak-anak, semakin kecil kemungkinan mereka menderita penyakit reaksi hipersensitif seperti alergi. Penelitian yang berkelanjutan menunjukkan bahwa "pelatihan" dari sistem kekebalan tubuh mungkin berlaku untuk pencegahan tipe 1 diabetes. Kukrija dan Maclaren menunjukkan bahwa pencegahan diabetes tipe 1 mungkin yang akan datang melalui penggunaan imunostimulasi, yakni memaparkankan anak-anak kepada bakteri dan virus yang ada di dunia, tetapi yang tidak menyebabkan efek samping imunosupresi.

3. Hipotesis Susu Sapi Teori ini menjelaskan bahwa eksposur terhadap susu sapi dalam susu formula pada 6 bulan

pertama pada bayi dapat menyebabkan kekacauan pada sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko untuk mengembangkan diabetes mellitus tipe 1 di kemudian hari. Dimana protein susu sapi hampir identik dengan protein pada permukaan sel beta pankreasyang memproduksi insulin, sehingga mereka yang rentan dan peka terhadap susu sapi maka akan dire spon oleh leukosit, dan selanjutnya akan menyerang sel sendiri yang menyebabkan kerusakan sel beta pankreas sehingga terjadi dibetes mellitus tipe 1. Peningkatan pemberian ASI di 1980 tidak menyebabkan penurunan terjadinya diabetes tipe 1, tetapi terjadi peningkatan dua kali lipat diabetes mellitus tipe 1. Namun, kejadian diabetes tipe 1 lebih rendah pada bayi yang diberi ASI selama 3 bulan.

4. Hipotesis POPHipotesis ini menjelaskan bahwa eksposur terhadap polutan organik yang persisten (POP)

meningkatkan risiko kedua jenis diabetes. Publikasi jurnal oleh Institut Nasional Ilmu Kesehatan Lingkungan menunjukkan peningkatan yang signifikan secara statistik dalam tingkat rawat inap untuk diabetes dari populasi yang berada di tempat Kode ZIP yang mengandung limbah beracun.

5. Hipotesis Akselerator Sebuah teori yang menunjukkan bahwa tipe 1 diabetes merupakan bagian sederhana dari

kontinum yang sama dari tipe 2, tetapi muncul lebih dulu. Hipotesis akselerator menyatakan bahwa

Page 8: tugasmandirisk1 endokrin

peningkatan berat dan tinggi anak-anak pada abad terakhir ini telah "dipercepat", sehingga kecenderungan mereka untuk mengembangkan tipe 1 dengan menyebabkan sel beta di pankreas di bawah tekanan untuk produksi insulin. Beberapa kelompok mendukung teori ini, tetapi hipotesis ini belum merata diterima oleh profesional diabetes.

Faktor yang mempengaruhi DM TIPE 1: Faktor genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri;

tetapimewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinyaDM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yangmemiliki tipe antigen HLA.

Faktor-faktor imunologiAdanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimanaantibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.

Faktor lingkunganVirus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yangmenimbulkan destruksi selbeta.

DM TIPE 2Faktor risiko diabetes tipe 2 terbagi atas:

Faktor risiko yang tidak dapat diubah seperti ras, etnik, riwayat keluarga dengan diabetes, usia > 45 tahun, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4 kg, riwayat pernah menderita DM Gestasional dan riwayat berat badan lahir rendah < 2,5 kg.

Faktor risiko yang dapat diperbaiki seperti berat badan lebih (indeks massa tubuh > 23kg/m2, kurang aktivitas fisik, hipertensi (>140/90 mmHg), dislipidemia (HDL <35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl dan diet tinggi gula rendah serat.

Faktor risiko lain yang terkait dengan risiko diabetes seperti penderita sindrom ovarium poli-kistik, atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resitensi insulin, sindrom metabolik, riwayat toleransi glukosa terganggu (IGT)/glukosa darah puasa terganggu (IFG) dan riwayat penyakit kardiovascular (stroke, penyempitan pembuluh darah koroner jantung, pembuluh darah arteri kaki).

o Genetik atau Faktor KeturunanDM cenderung diturunkan atau diwariskan, dan tidak ditularkan. Faktor genetis memberi peluang

besar bagi timbulnya penyakit DM. Anggota keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar menderita DM dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. Apabila ada orangtua atau saudara kandung yang menderita DM, maka seseorang tersebut memiliki resiko 40 % menderita DM. DM Tipe 1 lebih banyak dikaitkan dengan faktor keturunan dibandingkan dengan DM Tipe 2. Sekitar 50 % pasien DM Tipe 1 mempunyai orang tua yang juga menderita DM, dan lebih dari sepertiga pasien mempunyai saudara yang juga menderita DM. Pada penderita DM Tipe 2 hanya sekitar 3-5 % yang mempunyai orangtua menderita DM juga.

Pada DM tipe 1, seorang anak memiliki kemungkinan 1:7 untuk menderita DM bila salah satu orang tua anak tersebut menderita DM pada usia < 40 tahun dan 1:13 bila salah satu orang tua anak tersebut menderita DM pada usia ≥ 40 tahun. Namun bila kedua orang tuanya menderita DM tipe 1, maka kemungkinan menderita DM adalah 1:2.

o UsiaDM dapat terjadi pada semua kelompok umur, terutama ≥ 40 tahun karena resiko terkena DM

akan meningkat dengan bertambahnya usia dan manusia akan mengalami penurunan fisiologis yang akan berakibat menurunnya fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin. DM tipe 1 biasanya terjadi pada usia muda yaitu pada usia <40 tahun, sedangkan DM tipe 2 biasanya terjadi

Page 9: tugasmandirisk1 endokrin

pada usia ≥ 40 tahun. Di negara-negara barat ditemukan 1 dari 8 orang penderita DM berusia di atas 65 tahun, dan 1 dari penderita berusia di atas 85 tahun.

Menurut penelitian Handayani di RS Dr. Sardjito Yogyakarta (2005) penderita DM Tipe 1 mengalami peningkatan jumlah kasusnya pada umur < 40 tahun (2,7%), dan jumlah kasus yang paling banyak terjadi pada umur 61-70 tahun (48 %). Menurut hasil penelitian Renova di RS. Santa Elisabeth tahun 2007 terdapat 239 orang (96%) pasien DM berusia ≥ 40 tahun dan 10 orang (4%) yang berusia < 40 tahun.

o Jenis KelaminPerempuan memiliki resiko lebih besar untuk menderita Diabetes Mellitus, berhubungan dengan

paritas dan kehamilan, dimana keduanya adalah faktor resiko untuk terjadinya penyakit DM. Dalam penelitian Martono dengan desain cross sectional di Jawa Barat tahun 1999 ditemukan bahwa penderita DM lebih banyak pada perempuan (63%) dibandingkan laki-laki (37%). Demikian pula pada penelitian Media tahun 1998 di seluruh rumah sakit di Kota Bogor, proporsi pasien DM lebih tinggi pada perempuan (61,8%) dibandingkan pasien laki-laki (38,2%)

o Pola Makan dan Kegemukan (Obesitas)Perkembangan pola makan yang salah arah saat ini mempercepat peningkatan jumlah penderita

DM di Indonesia. Makin banyak penduduk yang kurang menyediakan makanan yang berserat di rumah. Makanan yang kaya kolesterol, lemak, dan natrium (antara lain dalam garam dan penyedap rasa) muncul sebagai tren menu harian, yang ditambah dengan meningkatnya konsumsi minuman yang kaya gula.

Kegemukan adalah faktor resiko yang paling penting untuk diperhatikan, sebab meningkatnya angka kejadian DM Tipe 2 berkaitan dengan obesitas. Delapan dari sepuluh penderita DM Tipe 2 adalah orang-orang yang memiliki kelebihan berat badan. Konsumsi kalori lebih dari yang dibutuhkan tubuh menyebabkan kalori ekstra akan disimpan dalam bentuk lemak. Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah. Seseorang dengan IMT (Indeks Massa Tubuh) 30 kg/m2 akan 30 kali lebih mudah terkena DM dari pada seseorang dengan IMT normal (22 Kg/m2). Bila IMT ≥ 35 kg/m2, kemungkinan mengidap DM menjadi 90 kali lipat. Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga secara teratur dapat membuang kelebihan kalori sehingga dapat mencegah terjadinya kegemukan dan kemungkinan untuk menderita DM. Pada saat tubuh melakukan aktivitas/gerakan, maka sejumlah gula akan dibakar untuk dijadikan tenaga gerak. Sehingga sejumlah gula dalam tubuh akan berkurang dan kebutuhan akan hormon insulin juga akan berkurang. Pada orang yang jarang berolah raga zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar, tetapi hanya akan ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Proses perubahan zat makanan dan lemak menjadi gula memerlukan hormon insulin. Namun jika hormon insulin kurang mencukupi, maka akan timbul gejala DM. (Tjokroprawiro, Askandar. 2003. Diabetes Mellitus - Klasifikasi, Diagnosis dan Dasar-dasar Terapi. Jakarta : PT Garamedia Pustaka Utama) (Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC)

LO. 3.3 PATOFISIOLOGIDIABETES MELLITUS TIPE 1Diabetes tipe ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya, diperkirakan kurang

dari 5-10% dari keseluruhan populasi penderita diabetes. Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan sel-sel β pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi otoimun. Namun ada pula yang disebabkan oleh bermacam-macam virus, diantaranya virus Cocksakie, Rubella, CMVirus, Herpes, dan lain sebagainya. Ada beberapa tipe otoantibodi yang dihubungkan

Page 10: tugasmandirisk1 endokrin

dengan DM Tipe 1, antara lain ICCA (Islet Cell Cytoplasmic Antibodies), ICSA (Islet cell surface antibodies), dan antibodi terhadap GAD (glutamic acid decarboxylase).

ICCA merupakan otoantibodi utama yang ditemukan pada penderita DM Tipe 1. Hampir 90% penderita DM Tipe 1 memiliki ICCA di dalam darahnya. Di dalam tubuh non-diabetik, frekuensi ICCA hanya 0,5-4%. Oleh sebab itu, keberadaan ICCA merupakan prediktor yang cukup akurat untuk DM Tipe 1. ICCA tidak spesifik untuk sel-sel β pulau Langerhans saja, tetapi juga dapat dikenali oleh sel-sel lain yang terdapat di pulau Langerhans.

Sebagaimana diketahui, pada pulau Langerhans kelenjar pancreas terdapat beberapa tipe sel, yaitu sel β, sel α dan sel δ. Sel-sel β memproduksi insulin, sel-sel α memproduksi glukagon, sedangkan sel-sel δ memproduksi hormon somatostatin. Namun demikian, nampaknya serangan otoimun secara selektif menghancurkan sel-sel β. Ada beberapa anggapan yang menyatakan bahwa tingginya titer ICCA di dalam tubuh penderita DM Tipe 1 justru merupakan respons terhadap kerusakan sel-sel β yang terjadi, jadi lebih merupakan akibat, bukan penyebab terjadinya kerusakan sel-sel β pulau Langerhans. Apakah merupakan penyebab atau akibat, namun titer ICCA makin lama makin menurun sejalan dengan perjalanan penyakit.

Otoantibodi terhadap antigen permukaan sel atau Islet Cell Surface Antibodies (ICSA) ditemukan pada sekitar 80% penderita DM Tipe 1. Sama seperti ICCA, titer ICSA juga makin menurun sejalan dengan lamanya waktu. Beberapa penderita DM Tipe 2 ditemukan positif ICSA.

Otoantibodi terhadap enzim glutamat dekarboksilase (GAD) ditemukan pada hampir 80% pasien yang baru didiagnosis sebagai positif menderita DM Tipe 1. Sebagaimana halnya ICCA dan ICSA, titer antibodi anti-GAD juga makin lama makin menurun sejalan dengan perjalanan penyakit. Keberadaan antibodi anti-GAD merupakan prediktor kuat untuk DM Tipe 1, terutama pada populasi risiko tinggi.

Disamping ketiga otoantibodi yang sudah dijelaskan di atas, ada beberapa otoantibodi lain yang sudah diidentifikasikan, antara lain IAA (Anti-Insulin Antibody). IAA ditemukan pada sekitar 40% anak-anak yang menderita DM Tipe 1. IAA bahkan sudah dapat dideteksi dalam darah pasien sebelum onset terapi insulin.

Destruksi otoimun dari sel-sel β pulau Langerhans kelenjar pancreas langsung mengakibatkan defisiensi sekresi insulin. Defisiensi insulin inilah yang menyebabkan gangguan metabolisme yang menyertai DM Tipe 1. Selain defisiensi insulin, fungsi sel-sel α kelenjar pankreas pada penderita DM Tipe 1 juga menjadi tidak normal. Pada penderita DM Tipe 1 ditemukan sekresi glukagon yang berlebihan oleh sel-sel α pulau Langerhans. Secara normal, hiperglikemia akan menurunkan sekresi glukagon, namun pada penderita DM Tipe 1 hal ini tidak terjadi, sekresi glukagon tetap tinggi walaupun dalam keadaan hiperglikemia. Hal ini memperparah kondisi hiperglikemia. Salah satu manifestasi dari keadaan ini adalah cepatnya penderita DM Tipe 1 mengalami ketoasidosis diabetik apabila tidak mendapat terapi insulin. Apabila diberikan terapi somatostatin untuk menekan sekresi glukagon, maka akan terjadi penekanan terhadap kenaikan kadar gula dan badan keton. Salah satu masalah jangka panjang pada penderita DM Tipe 1 adalah rusaknya kemampuan tubuh untuk mensekresi glukagon sebagai respon terhadap hipoglikemia. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya hipoglikemia yang dapat berakibat fatal pada penderita DM Tipe 1 yang sedang mendapat terapi insulin.

Walaupun defisiensi sekresi insulin merupakan masalah utama pada DM Tipe 1, namun pada penderita yang tidak dikontrol dengan baik, dapat terjadi penurunan kemampuan sel-sel sasaran untuk merespons terapi insulin yang diberikan. Ada beberapa mekanisme biokimia yang dapat menjelaskan hal ini, salah satu diantaranya adalah, defisiensi insulin menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas di dalam darah sebagai akibat dari lipolisis yang tak terkendali di jaringan adiposa. Asam lemak bebas di dalam darah akan menekan metabolisme glukosa di jaringan-jaringan perifer seperti misalnya di jaringan otot rangka, dengan perkataan lain akan menurunkan penggunaan glukosa oleh tubuh. Defisiensi insulin juga akan menurunkan ekskresi dari beberapa gen yang diperlukan sel-sel sasaran untuk merespons insulin secara normal, misalnya gen glukokinase di hati dan gen GLUT4 (protein transporter yang membantu transport glukosa di sebagian besar jaringan tubuh) di jaringan adiposa.

Page 11: tugasmandirisk1 endokrin

DIABETES MELLITUS TIPE 2Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya

dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2 mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia di atas 45 tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 di kalangan remaja dan anak-anak populasinya meningkat.

Etiologi DM Tipe 2 merupakan multifaktor yang belum sepenuhnya terungkap dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar dalam menyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang gerak badan.

Obesitas atau kegemukan merupakan salah satu faktor pradisposisi utama. Penelitian terhadap mencit dan tikus menunjukkan bahwa ada hubungan antara gen-gen yang bertanggung jawab terhadap obesitas dengan gen-gen yang merupakan faktor pradisposisi untuk DM Tipe 2.

Berbeda dengan DM Tipe 1, pada penderita DM Tipe 2, terutama yang berada pada tahap awal, umumnya dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup di dalam darahnya, disamping kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi, awal patofisiologis DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “Resistensi Insulin”. Resistensi insulin banyak terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, antara lain sebagai akibat dari obesitas, gaya hidup kurang gerak (sedentary), dan penuaan.

Disamping resistensi insulin, pada penderita DM Tipe 2 dapat juga timbul gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel β Langerhans secara otoimun sebagaimana yang terjadi pada DM Tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita DM Tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut. Oleh sebab itu dalam penanganannya umumnya tidak memerlukan terapi pemberian insulin.

Sel-sel β kelenjar pankreas mensekresi insulin dalam dua fase. Fase pertama sekresi insulin terjadi segera setelah stimulus atau rangsangan glukosa yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah, sedangkan sekresi fase kedua terjadi sekitar 20 menit sesudahnya. Pada awal perkembangan DM Tipe 2, sel-sel β menunjukkan gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan penyakit selanjutnya penderita DM Tipe 2 akan mengalami kerusakan sel-sel β pankreas yang terjadi secara progresif, yang seringkali akan mengakibatkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa pada penderita DM Tipe 2 umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin.

Berdasarkan uji toleransi glukosa oral, penderita DM Tipe 2 dapat dibagi menjadi 4 kelompok: Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya normal Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya abnormal, disebut juga Diabetes Kimia

(Chemical Diabetes) Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa minimal (kadar glukosa plasma puasa

< 140 mg/dl) Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa tinggi (kadar glukosa plasma puasa >

140 mg/dl).

Page 12: tugasmandirisk1 endokrin

DIABETES SEKUNDERDisebabkan karena penyakit atau pengobatan. Bergantung pada proses primernya (contoh:

destruksi sel beta pancreas atau terjadinya resistensi insulin peripheral), diabetes sekunder ini sifatnya seperti diabetes tipe 1 atau 2. Penyebab terbanyak adalah:

Penyakit pancreas yang merusak sel beta (hemochromatosis, pancreatitis, cystic fibrosis, pancreatic cancer)

Sindrom hormonal yang mengganggu sekresi insulin (pheochromocytoma) Sindrom hormonal yang menyebabkan resistensi insulin perifer (acromegaly, Cushing

syndrome, pheochromocytoma) Obat-obatan (phenytoin, glucocorticoids, estrogens)

DIABETES GESTATIONALTerjadi ketika hamil, sekresi insulin tidak dapat meningkat banyak untuk membantu adanya

penururan sensitivitas insulin.Diabetes Mellitus Gestasional (GDM=Gestational Diabetes Mellitus) adalah keadaan diabetes atau intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan, dan biasanya berlangsung hanya sementara atau temporer. Sekitar 4-5% wanita hamil diketahui menderita GDM, dan umumnya terdeteksi pada atau setelah trimester kedua.

Diabetes dalam masa kehamilan, walaupun umumnya kelak dapat pulih sendiri beberapa saat setelah melahirkan, namun dapat berakibat buruk terhadap bayi yang dikandung. Akibat buruk yang dapat terjadi antara lain malformasi kongenital, peningkatan berat badan bayi ketika lahir dan meningkatnya risiko mortalitas perinatal. Disamping itu, wanita yang pernah menderita GDM akan lebih besar risikonya untuk menderita lagi diabetes di masa depan. Kontrol metabolisme yang ketat dapat mengurangi risiko-risiko tersebut.

Page 13: tugasmandirisk1 endokrin

LO. 3.4 MANIFESTASI KLINIS

Diabetes mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh serta menimbulkan berbagai macam keluhan dan gejalanya sangat bervariasi. Diabetes mellitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga penderita tidak menyadari akan adanya perubahan.

Gejala awal (klasik): Poliuria (sering kencing), polidipsi (sering haus), polifagi (sering makan), berat badan menurun, badan sering terasa lemah dan mudah capai.

Gejala lanjutannya ditemukan: Luka yang tidak dirasakan, sering kesemutan, sering merasakan gatal tanpa sebab, kulit kering, mudah terkena infeksi, dan gairah sex menurun.

Gejala setelah terjadi komplikasi: Gangguan pembuluh darah otak (stroke), pembuluh darah mata (gangguan penglihatan), pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), pembuluh darah ginjal (gagal ginjal), serta pembuluh darah kaki (luka yang sukar sembuh/gangren).

LO. 3.5 DIAGNOSISRiwayat Penyakit

Gejala yang timbul Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu meliputi: glukosa darah, A1C, dan hasil

pemeriksaan khusus yang terkait DM Pola makan, status nutrisi, dan riwayat perubahan berat badan Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi gizi

medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM secara mandiri, serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi kesehatan

Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan makan dan program latihan jasmani

Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hyperosmolar hiperglikemia, dan hipoglikemia)

Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenitalis serta kaki

Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal, mata, saluran pencernaan, dll.)

Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan

riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain)

Page 14: tugasmandirisk1 endokrin

Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan kehamilan.

. Pemeriksaan penyaringPemeriksaan penyaring dilakukan pada mereka yang mempunyai risiko, namun tidak

menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT, maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakitkardiovaskular dikemudian hari.

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening) tidak dianjurkan mengingat biaya yang mahal, yang pada umumnya tidak diikuti dengan rencana tindak lanjut bagi mereka yang diketemukan adanya kelainan. Pemeriksaan penyaring dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain atau general check-up.

Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama meliputi: Riwayat Penyakit Gejala yang timbul, Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu meliputi: glukosa darah, A1C, dan hasil

pemeriksaan khusus yang terkait DM Pola makan, status nutrisi, dan riwayat perubahan berat badan Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi gizi

medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM secara mandiri, serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi kesehatan

Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan makan dan program latihan jasmani

Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar hiperglikemia, dan hipoglikemia)

Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenitalisserta kaki Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal, mata,

saluran pencernaan, dll.) Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah

Pemeriksaan Fisik Pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar pinggang Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi

berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik, serta ankle brachial index (ABI), untuk mencari kemungkinan penyakit pembuluh darah arteri tepi

Pemeriksaan funduskopi Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid

Page 15: tugasmandirisk1 endokrin

Pemeriksaan jantung Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan

pemeriksaan neurologis Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain

Evaluasi Laboratoris / penunjang lain Glukosa darah puasa dan 2 jam postprandial A1C Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida) Kreatinin serum Albuminuria Keton, sedimen,dan protein dalam urin Elektrokardiogram Foto sinar-x dada

Evaluasi medis secara berkala Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan, atau

pada waktu-waktu tertentu lainnya sesuai dengan kebutuhan Pemeriksaan A1C dilakukan setiap (3-6) bulan Secara berkaladilakukan pemeriksaan:

- Jasmani lengkap- Mikroalbuminuria- Kreatinin- Albumin / globulin dan ALT- Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserida- EKG- Foto sinar-X dada- Funduskopi

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL

sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa (tidak ada asupan kalori selama 8 jam) ≥ 126 mg/dL

dengan adanya keluhan klasik.3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L) TTGO yang dilakukan

dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

4. A1c ≥6,5% oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandardisasi dengan baik.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).

1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).

2. GDPT:Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL.

Page 16: tugasmandirisk1 endokrin

LO. 3.6 DIAGNOSIS BANDINGMEMBEDAKAN DM TIPE 1 DENGAN 2

Dengan mengukur kadar insulin. Pada DM tipe2, kadar insulin biasanya cenderung normal atau tinggi. Kadar insulin lebih dari 1 ng/dL pada pasien diabetes selama 1-2tahun mengindikasikan diabetes tipe 2. Tidak adanya insulin merupakan hasil dari kerusakan sel beta pancreas.

Latent autoimmune diabetes of adults (LADA) adalah DM tipe 1 onset lambat yang terjadi pada dewasa umur pertengahan. Dapat dibedakan dari DM tipe 2 dengan menemukan antobodi terhadap 65-kd isoform glutamic acid decarboxylated (GAD65), enzim yang ditemukan di sel beta pancreas. Islet-cell (IA2), anti GAD65, dan anti insulin autoantibodi dapat ditemukan di DM tipe 1. DIAGNOSIS BANDING

Cystic fibrosis Diabetes mellitus tipe I Ketoasidosis diabetic Drug-induced glucose intolerance Gestational diabetes Glucose intolerance Pancreatitis

LO. 3.7 PENATALAKSANAANTujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes.

Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman,dan mencapaitarget pengendalian glukosa darah.

Page 17: tugasmandirisk1 endokrin

Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati,dan neuropati.

Pilar penatalaksanaan DM Edukasi Terapi gizi medis Latihan jasmani Intervensi farmakologis

Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.

EdukasiDiabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk

dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Berbagai hal tentang edukasi dibahas lebih mendalam di bagian promosi perilaku sehat.

Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia sertacara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.

Terapi Nutrisi MedisTerapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total.

Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya).

Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi.

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

Latihan jasmaniKegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang

lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan.

Terapi farmakologis

Page 18: tugasmandirisk1 endokrin

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.

1. Obat hipoglikemik oralBerdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:

Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid- Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.

- GlinidGlinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatansekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.

Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindionTiazolidindionTiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak.Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.*golongan rosiglitazon sudah ditarik dari peredaran karena efek sampingnya.

Penghambat glukoneogenesis (metformin)MetforminObat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasienpasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi pada awal penggunaanakan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat tersebut.

Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.

DPP-IV inhibitorGlucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai

Page 19: tugasmandirisk1 endokrin

penghambat sekresi glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36) amide yang tidak aktif.Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan DM tipe 2. Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP-4 (penghambat DPP-4), atau memberikan hormon asli atau analognya (analog incretin=GLP-1 agonis).Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor, mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat penglepasan glukagon.Cara Pemberian OHO, terdiri dari:

o OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis optimal

o Sulfonilurea:15 –30 menit sebelum makano Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makano Metformin: sebelum / pada saat / sesudah makano Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapan pertamao Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.o DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan.2. Suntikan Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan:- Penurunan berat badan yang cepat- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis- Ketoasidosis diabetik- Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik- Hiperglikemia dengan asidosis laktat- Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)- Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan

perencanaan makan- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:- Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)- Insulin kerja pendek (short acting insulin)- Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)- Insulin kerja panjang (long acting insulin)- Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).

Efek samping terapi insulin- Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.- Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bab komplikasi akut DM.- Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat menimbulkan

alergi insulin atau resistensi insulin.Dasar pemikiran terapi insulin:

- Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis.

Page 20: tugasmandirisk1 endokrin

- Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan.

- Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi yang terjadi.

- Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan glukosa darah basal (puasa, sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan terapi oral maupun insulin. Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah basal adalah insulin basal (insulin kerja sedang atau panjang).

- Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai.

- Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai, sedangkan A1C belum mencapai target, maka dilakukan pengendalian glukosa darah prandial (meal-related). Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah prandial adalah insulin kerja cepat (rapid acting) atau insulin kerja pendek (short acting). Kombinasi insulin basal dengan insulin prandial dapat diberikan subkutan dalam bentuk 1 kali insulin basal + 1 kali insulin prandial (basal plus), atau 1 kali basal + 2 kali prandial (basal 2 plus), atau 1 kali basal + 3 kali prandial (basal bolus).

- Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan OHO untuk menurunkan glukosa darah prandial seperti golongan obat peningkat sekresi insulin kerja pendek (golongan glinid), atau penghambat penyerapan karbohidrat dari lumen usus (acarbose).

- Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan respons individu, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian.

Cara Penyuntikan Insulin- Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan), dengan arah alat

suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit.- Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip.- Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja pendek dan kerja

menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabila tidak terdapat sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut.

- Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara insulin harus dilakukan dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik.

- Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit insulin dan jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh penyandang diabetes yang sama.

- Harus diperhatikan kesesuaian konsentrasi insulin dalam kemasan (jumlah unit/mL) dengan semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit). Dianjurkan memakai konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia hanya U100 (artinya 100 unit/mL). Agonis GLP-1

Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat penglepasan glukagon yang diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah.

Terapi Kombinasi

Page 21: tugasmandirisk1 endokrin

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi (secara terpisah ataupun fixed-combination dalam bentuk tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO dapat menjadi pilihan. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan terapi kombinasi insulin.

LO. 3.8 PROGNOSISPrognosis Diabetes Melitus usia lanjut tergantung pada beberapa hal dan tidak selamanya buruk,

pasien usia lanjut dengan Diabetes Melitus tri II (Diabetes Melitus III) yang terawat baik prognosisnya baik pada pasien Diabetes Melitus usia lanjut yang jatuh dalam keadaan koma hipoklikemik atau hiperosmolas, prognosisnya kurang baik. Hipoklikemik pada pasien usia lanjut biasanya berlangsung lama dan serius dengan akibat kerusakan otak yang permanen. Karena hiporesmolas adalah komplikasi yang sering ditemukan pada usia lanjut dan angka kematiannya tinggi.

LO. 3.9 KOMPLIKASI Komplikasi Akut Diabetes Mellitus

Komplikasi yang akut akibat DM terjadi secara mendadak. Keluhan dan gejalanya terjadi dengan cepat dan biasanya berat. Komplikasi akut umumnya timbul akibat glukosa darah yang terlalu rendah (hipoglikemia) atau terlalu tinggi (hiperglikemia).

o HipoglikemiaKadar glukosa darah yang terlalu rendah sampai di bawah 60 mg/dl disebut hipoglikemia.

Hipoglikemia dapat terjadi pada penderita DM yang diobati dengan suntikan insulin ataupun minum tablet anti-diabetes, tetapi tidak makan dan olah raganya melebihi biasanya.37 Bisa juga terjadi pada alkoholik, adanya tumor yang mensekresi glukagon, malnutrisi, dan yang jarang terjadi pada sepsis. Hipoglikemia dapat juga terjadi tanpa gejala awal pada sebagian pasien DM yang juga menderita hipertensi, khususnya di malam hari atau saat menggunakan obat bloker beta (obat hipertensi).

Keluhan dan gejala hipoglikemia dapat bervariasi, tergantung pada sejauh mana glukosa turun. Keluhan hipoglikemia pada dasarnya dapat dibagi dalam dua kategori besar, yaitu :

- Keluhan akibat otak tidak mendapat cukup kalori sehingga menggangu fungsi intelektual, antara lain sakit kepala, kurang konsentrasi, mata kabur, capek, bingung, kejang, dan koma.

- Keluhan akibat efek samping hormon lain (adrenalin) yang berusaha menaikkan kadar glukosa darah, yaitu pucat, berkeringat, nadi berdenyut cepat, berdebar, cemas, serta rasa lapar.

Page 22: tugasmandirisk1 endokrin

Pada awalnya ketika glukosa darah berada pada tingkat 40-50 mg/dl, pasien DM mengalami gemetaran, keringat dingin, mata kabur, lemah, lapar, pusing, sakit kepala, tegang, mual, jantung berdebar, dan kulit dingin. Pada saat glukosa darah di bawah 40 mg/dl, pasien akan merasa mengantuk, sukar bicara seperti orang mabuk, dan bingung. Dan pada saat glukosa di bawah 20 mg/dl keluhan atau gejala yang terjadi adalah kejang, tidak sadarkan diri (koma hipoglikemia), dan bisa menyebabkan kematian.

o Diabetic Ketoacidosis (DKA)Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah gawat darurat akibat hiperglikemia dimana terbentuk banyak

asam dalam darah. Hal ini terjadi akibat sel otot tidak mampu lagi membentuk energi sehingga dalam keadaan darurat ini tubuh akan memecah lemak dan terbentuklah asam yang bersifat racun dalam peredaran darah yang disebut keton. Keadaan ini terjadi akibat suntikan insulin berhenti atau kurang, atau mungkin karena lupa menyuntik atau tidak menaikkan dosis padahal ada makanan ekstra yang menyebabkan glukosa darah naik.20,37 Biasanya paling sering ditemukan pada penderita DM Tipe 1, namun pada penderita DM Tipe 2 pada keadaan tertentu seperti stress, infeksi, kelainan vaskuler ataupun stress emosional juga beresiko mendapatkan KAD.

Keluhan dan gejala KAD timbul akibat adanya keton yang meningkat dalam darah. Keluhan dan gejala tersebut berupa nafas yang cepat dan dalam, nafas bau keton atau aseton, nafsu makan turun, mual, muntah, demam, nyeri perut, berat badan turun, capek, lemah, bingung, mengantuk, dan kesadaran menurun sampai koma.35 Hasil pengamatan di bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM tahun 1990, terdapat 152 pasien DM yang dirawat dengan CFR sebesar 24,9 % dari 15 kasus KAD. Hiperglikemik menuju glukosuria, berkurangnya volume cairan, dan tachycardia. Hipotensi dapat terjadi karena kekurangan volume cairan dengan kombinasi dengan peripheral vasodilatasi.

Pada keadaan lapar, asil-KoA dan glukagon akan menghambat Asetil-KoA Karboksilase yang berfungsi sebagai enzim dalam mengkatalis pembentukan Malonil-KoA dari Asetil-KoA. Dimana Malonil-KoA berfungsi sebagai penghambat suatu enzim di membran mitokondria yaitu Karnitin Palmitoil-Transferase I yang memiliki fungsi sebagai enzim yang membantu masuknya Asil-KoA masuk ke mitokondria untuk di ubah dalam proses ketogenesis menjadi badan keton dan CO2. Tapi pada orang DM, maka akan terus dihasilkan badan keton dan CO2 berlebih sehingga pH tubuh meningkat dan memicu jantung untuk terus bekerja bersama paru-paru dan ginjal untuk menyeimbangkan pH tubuh mengakibatkan tachycardia.

o Hiperosmolar Non-KetotikHiperosmolar Non-Ketotik adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa darah sangat tinggi

sehingga darah menjadi sangat “kental”, kadar glukosa darah DM bisa sampai di atas 600 mg/dl. Glukosa ini akan menarik air keluar sel dan selanjutnya keluar dari tubuh melalui kencing. Maka, timbullah kekurangan cairan tubuh atau dehidrasi.

Gejala Hiperosmolar Non-Ketotik mirip dengan ketoasidosis. Perbedaannya, pada Hiperosmolar Non-Ketotik tidak dijumpai nafas yang cepat dan dalam serta berbau keton. Gejala yang ditimbulkan adalah rasa sangat haus, banyak kencing, lemah, kaki dan tungkai kram, bingung, nadi berdenyut cepat, kejang dan koma.

Komplikasi Kronik Diabetes MellitusPembagian komplikasi kronik DM :Teori pertama bahwa peningkatan glukosa di intraselular menunju perubahan kenaikan produk

akhir glikosilasi (AGEs) melalui protein intra- dan ekstraselular glikosilasi non enzimatik. Dimana glikosilasi nonenzimatik menghasilkan interaksi glukosa dengan gugus amino protein. Dimana AGEs

Page 23: tugasmandirisk1 endokrin

telah menunjukkan cross-link protein, peningkatan atherosklerosis, disfungsi glomerulus, berkurangnya sintesis nitrit oxide, menginduksi disfungsi endotel, dan perubahan struktur ECM.

Teori kedua berdasarkan pengamatan bahwa hyperglikemi meningkatkan metabolisme glukosa melalui jalur sorbitol. Glukosa intraselular dimetabolisme oleh phosphorilasi dan subsequent glikolisis, tapi ketika meningkat, beberapa glukosa diubah menjadi sorbitol oleh enzim aldose reduktase. Peningkatan konsentrasi sorbitol merubah pontensial redox, meningkatkan osmolalitas selular, generate reactive oxygen species, dan menuju ke slular disfungsi.

Teori ketiga bahwa hiperglikemik meningkatkan pembentukan diacylglicerol menuju pengaktifan protein kinase C (PKC). Diantara rekasi lainnya, PKC merubah transkripsi gen untuk fibronektin, kolagen tipe IV, protein kontraktile, dan protein ECM di sel endotelial dan neuron.

Teori keempat bahwa hiperglikemik meningkatkkan perubahan pada jalur hexosamine, yang menghasilkan fruktosa 6-fosfat, suatu substrat untuk O-linked glycosylation dan proteoglycan production. Jalur hexosamine mungkin merubah fungsi oleh protein glikosilasi seperti sintesis endotelial nitrik okside atau oleh perubahan dalam ekspresi gen transforming growth factor β (TGF-β) atau plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1).

o Microvascular- Komplikasi ophthalmologi DM

DM dapat mengakibatkan kebutaan diantara umur 20-74 tahun. Kebutaan merupakan hasil progesive utama dari diabetes retinopathy dan macular edema. Tahap diabetes retinopathy sendiri ada 2, nonproliferative diabetic retinopathy dan proliferative diabetic retinopathy.

Nonproliferative diabetic retinopathy biasanya muncul pada akhir dekade awal atau awal dari dekade kedua dari penyakit DM itu sendiri dan ditandai dengan retinal vescular microaneurysms, blot hemorrhages, dan cotton wool spots. Nonproliferative diabetic retinopathy sedang dikarakteristikkan dengan perubahan venous vessel caliber, intraretinal microvascular abnormalities, dan beberapa microaneurysms dan hemorrhages. Patofisiologinya termasuk kehilangan retinal pericytes, peningkatan permeabilitas vaskular retina, perubahan aliran darah retina, dan keabnormalan microvascular retinal, semuanya menuju pada retinal iskemia. Keberadaan neovaskularisasi dalam respon pada retinal hypoxia adalah sebagai tanda proliferative diabetic retinopathy.

- Komplikasi ginjal DMNephropathy dikarakteristikkan oleh glomerular hyperperfusi dan renal hypertrophy terjadi pada

tahun pertama setelah serangan DM dan menyebabkan peningkatan GFR. Selama lima tahun pertama DM, penebalan basal membran glomerulus mengakibatkan glomerulus hypertrophy dan GFR kembali ke normal. Setelah 5-10 tahun kemudian, microalbumin mulai diekskresikan oleh ginjal sebagai tanda ketidakmampuan ginjal untuk menyeimbangkan kompensasinya kembali.

Patogenesis nephropathy berhubungan dengan kronik hiperglikemi sebagai efek perkembangan dari soluble faktor (GF, angiotensin II, endothelin, AGEs), perubahan hemodinamic pada sirkulasi ginjal, dan perubahan struktur dari dlomerulus.

- Neuropathy dan DMMungkin ditunjukkan dengan polyneuropathy, mononeuropathy, dan/atau autonomic

neuropathy. Berhubungan dengan menghilangnya serabut saraf bermielin atau tidak bermielin karena ischemic.

• PolyneuropathyAkibat dari hilangnya sensori distal bisa mengakibatkan hyperestesi, parestesi, dan disestesi.

Gejalanya berupa sensai mati rasa, kesemutan, panas, atau terbakar yang dimulai di daerah kaki dan

Page 24: tugasmandirisk1 endokrin

menyebar secara proksimal.• Mononeuropathy

Hadir dengan rasa sakit dan melemahnya motorik pada distribusi suatu saraf tunggal. Diperkirakan akibat suatu kelainan vaskularisasi, tapi masih belum pasti patogenesisnya. Biasa mempengaruhi kranial nerve terutama kranial nerve III, IV, VI, atau VII.

• Autonomic neuropathyTanda dari autonomic neuropathy adalah perkembangan cholinergic, noradrenergic, dan

peptidergic. Juga dapat merusak perkembangan banyak sistem di tubuh, seperti cardiovascular, gastrointestinal, genitourinary, sudomotor, dan sistem metabolik. Pada cardiovascular mengakibatkan tachycardia dan orthostatic hypotension. Pada gastrointestinal mengakibatkan gastroparesis dan kelainan pengosongan bladder serta usus. Sedangkan pada genitourinary mengakibatkan kegagalan mempertahankan BAK dan disfungsi seksual.

o MakrovaskularInsidensi penyakit cardiovascular meningkat pada seseorang dengan DM. pasien DM tipe 2 tanpa

MI memiliki resiko arteri koroner yang sama dengan seseorang nondiabetes yang memiliki MI. Meskipun telah dilakukan control terhadap semua faktor resiko cardiovaskular, DM tipe 2

meningkatkan angka kematian cardiovascular hingga 2 kali pada pria dan 4 kali pada wanita. Faktor resiko penyakit makro vascular pada seseorang yang mengidap diabetes, diantaranya dislipidemia, hipertensi, obesitas.

- Penyakit JantungDM merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan lemak di dinding yang

rusak dan menyempitkan pembuluh darah. Jika pembuluh darah koroner menyempit, otot jantung akan kekurangan oksigen dan makanan akibat suplai darah yang kurang. Selain menyebabkan suplai darah ke otot jantung, penyempitan pembuluh darah juga mengakibatkan tekanan darah meningkat, sehingga dapat mengakibatkan kematian mendadak.

- HipertensiPenderita DM cenderung terkena hipertensi dua kali lipat dibanding orang yang tidak menderita

DM. Hipertensi bisa merusak pembuluh darah. Hipertensi dapat memicu terjadinya serangan jantung, retinopati, kerusakan ginjal, atau stroke. Antara 35-75% komplikasi DM disebabkan oleh hipertensi. Faktor-faktor yang dapat mengakibatkan hipertensi pada penderita DM adalah nefropati, obesitas, dan pengapuran atau pengapuran atau penebalan dinding pembuluh darah

LO. 3.10 PENCEGAHANUsaha pencegahan pada penyakit DM terdiri dari: pencegahan primordial yaitu pencegahan

kepada orang-orang yang masih sehat agar tidak memilki faktor resiko untuk terjadinya DM, pencegahan primer yaitu pencegahan kepada mereka yang belum terkena DM namun memiliki faktor resiko yang tinggi dan berpotensi untuk terjadinya DM agar tidak timbul penyakit DM, pencegahan sekunder yaitu mencegah agar tidak terjadi komplikasi walaupun sudah terjadi penyakit, dan pencegahan tersier yaitu usaha mencegah agar tidak terjadi kecacatan lebih lanjut walaupun sudah terjadi komplikasi.

1. Pencegahan PrimordialPencegahan primordial dilakukan dalam mencegah munculnya faktor predisposisi/resiko

terhadap penyakit DM. Sasaran dari pencegahan primordial adalah orang-orang yang masih sehat dan belum memiliki resiko yang tinggi agar tidak memiliki faktor resiko yang tinggi untuk penyakit DM. Edukasi sangat penting peranannya dalam upaya pencegahan primordial. Tindakan yang perlu dilakukan seperti penyuluhan mengenai pengaturan gaya hidup, pentingnya kegiatan jasmani

Page 25: tugasmandirisk1 endokrin

teratur, pola makan sehat, menjaga badan agar tidak terlalu gemuk dan menghindari obat yang bersifat diabetagenik.

2. Pencegahan PrimerSasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk kelompok resiko tinggi, yakni

mereka yang belum terkena DM, tetapi berpotensi untuk mendapatkan penyakit DM. pada pencegahan primer ini harus mengenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya DM dan upaya untuk mengeliminasi faktor-faktor tersebut

Pada pengelolaan DM, penyuluhan menjadi sangat penting fungsinya untuk mencapai tujuan tersebut. Materi penyuluhan dapat berupa : apa itu DM, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya DM, usaha untuk mengurangi faktor-faktor tersebut, penatalaksanaan DM, obat-obat untuk mengontrol gula darah, perencanaan makan, mengurangi kegemukan, dan meningkatkan kegiatan jasmani.

• PenyuluhanEdukasi DM adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan mengenai DM. Disamping

kepada pasien DM, edukasi juga diberikan kepada anggota keluarganya, kelompok masyarakat beresiko tinggi dan pihak-pihak perencana kebijakan kesehatan. Berbagai materi yang perlu diberikan kepada pasien DM adalah definisi penyakit DM, faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya DM dan upaya-upaya menekan DM, pengelolaan DM secara umum, pencegahan dan pengenalan komplikasi DM, serta pemeliharaan kaki.

• Latihan JasmaniLatihan jasmani yang teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit) memegang peran

penting dalam pencegahan primer terutama pada DM Tipe 2. Orang yang tidak berolah raga memerlukan insulin 2 kali lebih banyak untuk menurunkan kadar glukosa dalam darahnya dibandingkan orang yang berolah raga. Manfaat latihan jasmani yang teratur pada penderita DM antara lain:

- Memperbaiki metabolisme yaitu menormalkan kadar glukosa darah dan lipid darah- Meningkatkan kerja insulin dan meningkatkan jumlah pengangkut glukosa- Membantu menurunkan berat badan- Meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa percaya diri- Mengurangi resiko penyakit kardiovaskular

Laihan jasmani yang dimaksud dapat berupa jalan, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.

• Perencanaan Pola MakanPerencanaan pola makan yang baik dan sehat merupakan kunci sukses manajemen DM. Seluruh

penderita harus melakukan diet dengan pembatasan kalori, terlebih untuk penderita dengan kondisi kegemukan. Menu dan jumlah kalori yang tepat umumnya dihitung berdasarkan kondisi individu pasien.

Perencanaan makan merupakan salah satu pilar pengelolaan DM, meski sampai saat ini tidak ada satupun perencanaan makan yang sesuai untuk semua pasien, namun ada standar yang dianjurkan yaitu makanan dengan komposisi yang seimbang dalam karbohidrat, protein, dan lemak sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:

Karbohidrat = 60-70 %, Protein = 10-15 %, dan Lemak = 20-25 %.Jumlah asupan kolesterol perhari disarankan < 300 mg/hari dan diusahakan lemak berasal dari

sumber asam lemak tidak jenuh dan membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak

Page 26: tugasmandirisk1 endokrin

jenuh. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, ada tidaknya stress akut dan kegiatan jasmani.

3. Pencegahan SekunderPencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat timbulnya komplikasi

dengan tindakan-tindakan seperti tes penyaringan yang ditujukan untuk pendeteksian dini DM serta penanganan segera dan efektif. Tujuan utama kegiatan-kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk mengidentifikasi orang-orang tanpa gejala yang telah sakit atau penderita yang beresiko tinggi untuk mengembangkan atau memperparah penyakit.

Memberikan pengobatan penyakit sejak awal sedapat mungkin dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi menahun. Edukasi dan pengelolaan DM memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien berobat.

• Diagnosis Dini Diabetes MellitusDalam menetapkan diagnosis DM bagi pasien biasanya dilakukan dengan pemeriksaan kadar

glukosa darahnya. Pemeriksaan kadar glukosa dalam darah pasien yang umum dilakukan adalah :- Pemeriksaan kadar glukosa darah setelah puasa.

Kadar glukosa darah normal setelah puasa berkisar antara 70-110 mg/dl. Seseorang didiagnosa DM bila kadar glukosa darah pada pemeriksaan darah arteri lebih dari 126 mg/dl dan lebih dari 140 mg/dl jika darah yang diperiksa diambil dari pembuluh vena.

- Pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu.Jika kadar glukosa darah berkisar antara 110-199 mg/dl, maka harus dilakukan test lanjut. Pasien

didiagnosis DM bila kadar glukosa darah pada pemeriksaan darah arteri ataupun vena lebih dari 200 mg/dl.16

- Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO).Test ini merupakan test yang lebih lanjut dalam pendiagnosaan DM. Pemeriksaan dilakukan

berturut-turut dengan nilai normalnya : 0,5 jam < 115 mg/dl, 1 jam < 200 mg/dl, dan 2 jam < 140 mg/dl.

Selain pemeriksaan kadar gula darah, dapat juga dilakukan pemeriksaan HbA1C atau glycosylated haemoglobin. Glycosylated haemoglobin adalah protein yang terbentuk dari perpaduan antara gula dan haemoglobin dalam sel darah merah.18 Nilai yang dianjurkan oleh PERKENI untuk HbA1C normal (terkontrol) 4 % - 5,9 %.17 Semakin tinggi kadar HbA1C maka semakin tinggi pula resiko timbulnya komplikasi. Oleh karena itu pada penderita DM kadar HbA1C ditargetkan kurang dari 7 %.

Ketika kadar glukosa dalam darah tidak terkontrol (kadar gula darah tinggi) maka gula darah akan berikatan dengan hemoglobin (terglikasi). Oleh karena itu, rata-rata kadar gula darah dapat ditentukan dengan cara mengukur kadar HbA1C. bila kadar gula darah tinggi dalam beberapa minggu maka kadar HbA1C akan tinggi juga. Ikatan HbA1C yang terbentuk bersifat stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai dengan umur eritrosit). Kadar HbA1C akan menggambarkan rata-rata kadar gula darah dalam jangka waktu 2-3 bulan sebelum pemeriksaan.19 Jadi walaupun pada saat pemeriksaan kadar gula darah pada saat puasa dan 2 jam sesudah makan baik, namun kadar HbA1C tinggi, berarti kadar glukosa darah tetap tidak terkontrol dengan baik.

• Pengobatan SegeraIntervensi fakmakologik ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan

pengaturan makanan dan latihan jasmani. Dalam pengobatan ada 2 macam obat yang diberikan yaitu pemberian secara oral atau disebut juga Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dan pemberian secara injeksi yaitu insulin. OHO dibagi menjadi 3 golongan yaitu : pemicu sekresi insulin (Sulfonilurea dan

Page 27: tugasmandirisk1 endokrin

Glinid), penambah sensitivitas terhadap insulin (Metformin dan Tiazolidindion), penambah absobsi glukosa (penghambat glukosidase alfa).

Selain 2 macam pengobatan tersebut, dapat juga dilakukan dengan terapi kombinasi yaitu dengan memberikan kombinasi dua atau tiga kelompok OHO jika dengan OHO tunggal sasaran kadar glukosa darah belum tercapai. Dapat juga menggunakan kombinasi kombinasi OHO dengan insulin apabila ada kegagalan pemakaian OHO baik tunggal maupun kombinasi.

4. Pencegahan TersierPencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat komplikasi. Kegiatan

yang dilakukan antara lain mencegah perubahan dari komplikasi menjadi kecatatan tubuh dan melakukan rehabilitasi sedini mungkin bagi penderita yang mengalami kecacatan. Sebagai contoh, acetosal dosis rendah (80-325 mg) dapat dianjurkan untuk diberikan secara rutin bagi pasien DM yang sudah mempunyai penyakit makroangiopati.

Dalam upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara pasien pasien dengan dokter mapupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait dengan komplikasinya. Penyuluhan juga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan penyakit DM. Dalam penyuluhan ini yang perlu disuluhkan mengenai:

- Maksud, tujuan, dan cara pengobatan komplikasi kronik diabetes- Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan- Kesabaran dan ketakwaan untuk dapat menerima dan memanfaatkan keadaan hidup

dengan komplikasi kronik.Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait juga sangat diperlukan,

terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama disiplin ilmu seperti konsultan penyakit jantung dan ginjal, maupun para ahli disiplin lain seperti dari bagian mata, bedah ortopedi, bedah vaskuler, radiologi, rehabilitasi, medis, gizi, pediatri dan sebagainya.

LI. 4 MM. MENENTUKAN KALORI PADA PENDERITA DMKomposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:Karbohidrat

• Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.• Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan• Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.• Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama

dengan makanan keluarga yang lain• Sukrosa tidak bolehlebih dari 5% total asupan energi.• Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas

aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)• Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari. Kalau

diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

Lemak• Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan

melebihi 30% total asupan energi.• Lemak jenuh <7 % kebutuhan kalori • Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.• Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh

dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole milk).• Anjuran konsumsi kolesterol < 200 mg/hari.

Page 28: tugasmandirisk1 endokrin

Protein• Dibutuhkan sebesar 10 –20% total asupan energi.• Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa lemak,

ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe.• Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/Kg BB

perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggiNatrium

• Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur.

• Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur.• Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet

seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.Serat

• Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.

• Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari.Pemanis alternatif

• Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori. Termasuk pemanis berkaloriadalah gula alkohol dan fruktosa.

• Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.• Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya

sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.• Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek samping

pada lemak darah.• Pemanis tak berkalori yang masih dapat digunakan antara lainaspartam, sakarin,

acesulfame potassium, sukralose, dan neotame.• Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily

Intake / ADI)Kebutuhan kaloriAda beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang diabetes.

Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal,ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor seperti: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.

Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sbb:Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm -100) x 1 kg.Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus dimodifikasi

menjadi :Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm -100) x 1 kg.

• BB Normal : BB ideal ± 10 %• Kurus : < BBI -10 %• Gemuk : > BBI + 10 %

Page 29: tugasmandirisk1 endokrin

Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT). Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/ TB(m2)

Klasifikasi IMT*• BB Kurang <18,5• BB Normal 18,5-22,9• BB Lebih ≥23,0• Dengan risiko 23,0-24,9• Obes I 25,0-29,9 • Obes II > 30

*WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective: Redefining Obesity and its Treatment.Faktor-faktor yang menentukankebutuhan kalori antara lain :

Jenis KelaminKebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB.

UmurUntuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5%untuk dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara60 dan69 tahun dan dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun.

Aktivitas Fisik atau Pekerjaano Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik. o Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat, 20%

pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat.

Berat BadanBila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada tingkat kegemukan

o Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB.o Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-

1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kkal perhari untuk pria.Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar

untuk makan pagi (20%), siang (30%),dan sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya.

Pilihan MakananPilihan makanan untuk penyandang diabetes dapat dijelaskan melalui piramida makanan

untuk penyandang diabetes.

I. Sumber karbohidrat dikonsumsi 3-7 porsi/penukar sehari (tergantung status gizi).

Page 30: tugasmandirisk1 endokrin

II. Sumber vitamin dan mineral: sayuran 2-3 porsi/penukar, buah 2-4 porsi/penukar sehari.III. Sumber protein: lauk hewani 3 porsi/penukar, lauk nabati 2-3 porsi/penukar sehari.IV. Batasi konsumsi gula, lemak / minyak dan garam.LI. 5 MM. MAKANAN HALAL & TOYIBANTidak berlebih-lebihan di dalam makan & minum. Karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam

bersabda: “Tiada tempat yg yg lbh buruk yg dipenuhi oleh seseorang daripada perutnya, cukuplah bagi seseorang beberapa suap saja utk menegakkan tulang punggungnya; jikapun terpaksa, maka sepertiga utk makanannya, sepertiga utk minumannya & sepertiga lagi utk bernafas”. (Hadis Riwayat: Ahmad &dishahihkan oleh Al-Albani).Prinsipnya sesuai dengan hadis Rasulullah saw :” makan sebelum lapar dan berhenti sebelum kenyang”.

Allah memerintahkan kita untuk memakan makanan yang halal dan baik / Halalan ThoyyibanAl Qur’an, Surat Al Maidah : 88 yang artinya:

“dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang telah dirizkikan kepadamu dan bertaqwalah kepada Allah dan kamu beriman kepada-Nya”   

Makanan yang halal, yaitu makanan yang diijinkan bagi seorang muslim untuk memakannya. Islam menghalalkan sesuatu yang baik-baik.

Makanan yang haram adalah terlarang seorang muslim untuk memakannya. Banyak pendapat yang menterjemahkan makanan "halal" tersebut. Akan tetapi pada umumnya dapat dikatakan makanan tersebut halal bila :

o Tidak berbahaya atau mempengaruhi fungsi tubuh dan mental yang normal o Bebas dari "najis(filth)" dan produk tersebut bukan berasal dari bangkai dan binatang

yang mati karena tidak disembelih atau diburu o Bebas dari bahan-bahan yang berasal dari babi dan beberapa binatang lain yang tidak

dapat dimakan oleh seorang muslim kecuali dalam keadaan terpaksa o Diperoleh sesuai dengan yang sudah ditentukan dalam Islam

Najis (Filth) dalam hal di atas, didefinisikan dalam 3 golongan :- Pertama, bersih dari sesuatu yang diperuntukkan untuk upacara-upacara/berhala, - Kedua yang dapat ditoleransi karena sulit untuk menghindarinya seperti darah dari

nyamuk, dan insek lainnya- Ketiga yang tak dapat ditoleransi seperti minuman yang memabukkan dan beracun serta

bangkai.

Page 31: tugasmandirisk1 endokrin

RETINOPATI DIABETIK Definisi Retinopati Diabetik

Retinopati adalah salah satu komplikasi mikrovaskular DM yang merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa.

Retinopati diabetic adalah suatu mikroangiopati yang mengenai arteriola prekapiler retina, kapiler dan venula, akan tetapi pembuluh darah yang besarpun dapat terkena. Keadaan ini merupakan komplikasi dari penyakit diabetes mellitus yang menyebabkan kerusakan pada mata dimana secara perlahan terjadi kerusakan pembuluh darah retina atau lapisan saraf mata sehingga mengalami kebocoran.

Etiologi Retinopati DiabetikPenyebab pasti retinopati diabetik belum diketahui. Tetapi diyakini bahwa lamanya terpapar

pada hiperglikemia (kronis) menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia yang akhirnya menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah. Hal ini didukung oleh hasil pengamatan bahwa tidak terjadi retinopati pada orang muda dengan diabetes tipe 1 paling sedikit 3-5 tahun setelah awitan penyakit ini. Hasil serupa telah diperoleh pada diabetes tipe 2, tetapi pada pasien ini onset dan lama penyakit lebih sulit ditentukan secara tepat.

Perubahan abnormalitas sebagian besar hematologi dan biokimia telah dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain:

• Adhesif platelet yang meningkat. • Agregasi eritrosit yang meningkat. • Abnormalitas lipid serum. • Fibrinolisis yang tidak sempurna. • Abnormalitas dari sekresi growth hormon • Abnormalitas serum dan viskositas darah.

Faktor resiko yang berpengaruh: 1. Lama menderita diabetes

Bila diabetes didiagnosa sebelum usia 30 tahun, resiko terjadinya retinopati diabetik sekitar 2%. Dan apabila sudah menderita selama 7 tahun resiko untuk menderita retinopati 50% sedangkan apabila menderita selama 25 tahun kemungkinan menderita retinopati diabetik 90%. Penderita diabetes dengan durasi 25 sampai 50 tahun 26% kemungkinan akan mengalami bentuk proliferatif. Penurunan penglihatan dibawah 20/40 dijumpai pada penderita diabetes tergantung insulin sekitar 10% pada penderita diabetes anak, dan 38% pada penderita diabetes dewasa. Serta 24% pada penderita diabetes tidak tergantung insulin.

2. Kontrol kadar gula darah Berdasarkan suatu penelitian pemberian insulin untuk mengontrol kadar gula darah dengan ketat

mengurangi resiko terjadinya retinopati hingga sekitar 50%. 3. Ibu hamil, hipertensi, merokok, hiperlipidemia dan anemia. Epidemiologi Retinopati Diabetik

Retinopati adalah salah satu komplikasi mikrovaskular DM yang merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa. Penelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan bahwa jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010 menjadi 154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% diantaranya terancam mengalami kebutaan. The DiabCare Asia 2008 Study melibatkan 1 785 penderita DM pada 18 pusat kesehatan primer dan sekunder di Indonesia dan melaporkan bahwa 42% penderita DM mengalami komplikasi retinopati, dan 6,4% di antaranya merupakan retinopati DM proliferatif.

Page 32: tugasmandirisk1 endokrin

Risiko menderita retinopati DM meningkat sebanding dengan semakin lamanya seseorang menyandang DM. Faktor risiko lain untuk retinopati DM adalah ketergantungan insulin pada penyandang DM tipe II, nefropati, dan hipertensi. Sementara itu, pubertas dan kehamilan dapat mempercepat progresivitas retinopati DM. Kebutaan akibat retinopati DM menjadi masalah kesehatan yang diwaspadai di dunia karena kebutaan akan menurunkan kualitas hidup dan produktivitas penderita yang akhirnya menimbulkan beban sosial masyarakat. Masalah utama dalam penanganan retinopati DM adalah keterlambatan diagnosis karena sebagian besar penderita pada tahap awal tidak mengalami gangguan penglihatan.

Klasifikasi Retinopati DiabetikRetinopati diabetik dapat diklasifikasikan dalam 2 jenis:

1. Nonproliferatif retinopati diabetik (NPRD) Pada nonproliferatif retinopati diabetik, perubahan mikrovaskular retina hanya terbatas pada

retina saja, tidak menyebar ke membran limitan interna. Karakteristik NPRD termasuk, mikroaneurisma, area kapiler nonperfusi, infark dari nerve fibre layer, IRMAs, perdarahan dot and blot intraretina, edema retina, hard eksudat, arteriol abnormalitas, dilatasi dan beading vena retina. NPRD dapat mengganggu fungsi visual dengan 2 mekanisme:

• Berbagai derajat sumbatan kapiler intraretina menimbulkan makular iskemik• Peningkatan permeabilitas vaskularisasi retina menimbulkan edem makula

Diabetik Makular EdemaDiagnosis diabetik makular edema (DME) sangat baik menggunakan slitlamp biomikroskopis,

untuk pemeriksaan segmen posterior menggunakan lensa kontak untuk memperjelas visualisasi. Penemuan penting pada pemeriksaan termasuk:

- Lokasi retina yang menebal relatif terhadap fovea - Adanya eksudat dan lokasinya - Adanya cystoid makular edema

Fluoresein angiografi digunakan untuk melihat kebocoran pembuluh darah retina akibat kerusakan barier pembuluh darah retina. Manifestasi diabetik makular edema berupa penebalan retina secara fokal atau difus dengan atau tanpa eksudat. Karakteristik edem makula fokal adanya kebocoran fokal dari lesi kapiler spesifik. Edem tersebut berkaitan dengan ring hard exudate. Edem makula difus mempunyai karakteristik dengan kelainan kapiler retina yang luas berhubungan dengan kebocoran yang luas dari kerusakan ekstensif barir darah-retina, dan sering dengan cystoid macular edema.

o Penanganan diabetik makular edemaStrategi pengobatan untuk diabetik makular edema meliputi modifikasi gaya hidup, olah raga,

berhenti merokok, kontrol gula darah, tekanan darah, kadar lemak darah dan massa indeks tubuh.o Penatalaksanaan laser pada diabetik makular edema

Beberapa paradigma pengobatan yang terbaru berasal dari Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) menetapkan tentang clinically significant macular edema (CSME) dan merekomendasi penatalaksanaan dengan laser fotokoagulasi fokal untuk berikut ini:

- Edema retina yang berlokasi pada atau dalam area 500 mikrometer dari sentralmakula. - Hard exudates pada atau dalam area 500 mikrometer dari sentral jika berhubungan dengan

penebalan retina yang berdekatan. - Daerah yang mengalami penebalan lebih besar dari 1 area diskus jika lokasinya dalam 1

diameter diskus dari sentral makula. Penatalaksanaan medikal pada diabetik makular edema

Page 33: tugasmandirisk1 endokrin

- Pada pasien DM yang sulit disembuhkan, injeksi triamsinolon asetonid sub-tenon posterior dapat memperbaiki penglihatan dalam 1 bulan dan menstabilkan penglihatan sampai satu tahun dalam suatu penelitian retrospektif.

- Pada pasien CSME yang sulit disembuhkan, intra vitreal kortikosteroid dapat memperbaiki penglihatan dalam jangka singkat dan mengurangi ketebalan makula selama 2 tahun folow up. Pada masa yang akan datang, kortikosteroid dan anti VEGF dapat bermanfaat dalam penanganan diabetik makular edem.

Penatalaksanaan bedah pada diabetik makular edemaVitrektomi pars plana dan detachment posterior hyaloid juga bermanfaat untuk mengatasi

diabetik makular edema, khususnya dengan traksi hialoid posterior dan diabetik makular edema difus. Diabetik Makular Iskemik

Kapiler retina nonperfusi merupakan gambaran yang berhubungan dengan NPRD yang progresif. Angiografi fluoresein menunjukkan kapiler nonperfusi yang luas. Mikroaneurisma cendrung berkelompok pada pinggir zona kapiler nonperfusi. Tertutupnya arteriol retina menimbulkan area nonperfusi yang lebih besar dan iskemik progresif. Meluasnya zona avaskular fovea lebih besar dari 1000 mikrometer diameter umumnya bermakna penurunan penglihatan.

Progresifitas menjadi PRD NPRD berat ditetapkan oleh ETDRS dalam aturan 4:2:1, dengan karakteristik 1 dari yang berikut: 1. Perdarahan intra retinal difus dan mikroaneurisma pada 4 kuadran 2. Venous beading pada 2 kuadran3. IRMAs (intra retinal mikrovascular abnormality) pada 1 kuadran EDTRS mendapatkan NPRD

berat mempunyai peluang 15% progresif menjadi high risk PRD dalam kurun waktu 1 tahun. Very severe NPRD mempunyai 2 dari gambaran diatas dengan peluang 45% progresif menjadi high-riskPRD dalam waktu 1 tahun.Pelepasan faktor-faktor vasoproliferatif meningkat sesuai derajat iskemik retina. Satu faktor vasoproliferatif, VEGF, telah diisolasi dari spesimen vitrektomi pasien PRD. VEGF ini dapat menstimulasi neovaskularisasi pada retina, papil nervus optikus, atau segmen anterior.

I. Proliferatif retinopati diabetik(PRD) Proliferasi fibrovaskular ekstra retina memperlihatkan variasi stadiumperkembangan PRD.

Pembuluh darah baru berkembang dalam 3 stadium: Pembuluh darah baru dengan jaringan fibrous minimal yang melintasi dan meluas mencapai

membrana limitan interna. Pembuluh darah baru meningkat ukurannya dan meluas, dengan meningkatnya komponen

fibrous. Pembuluh darah baru mengalami regresi, meninggalkan sisa proliferasi fibrovaskular di

sepanjang hialoid posterior. Berdasarkan luasnya proliferasi, PRD dibagi dalam tingkatan early, highrisk, atau advance.• Penatalaksanaan medikal pada retinopati diabetik

Prinsip utama penatalaksanaan medikal adalah memperlambat dan mencegah komplikasi. Ini bisa dicapai oleh pelaksanaan pemeriksaan lokal dan menyeluruh yang mempengaruhi onset NPRD dan progresifitasnya menjadi PRD. Hipertensi, bila tidak terkontrol selama beberapa tahun sering menyebabkan progresifitas menjadi lebih tinggi dari DME dan retinopati diabetik. Penyakit oklusi arteri karotis berat dapat menimbulkan PRD advance sebagai bagian dari sindroma iskemik okular. Kehamilan dapat berkaitan dengan memburuknya retinopati, oleh karena itu, wanita diabetes yang hamil memerlukan evaluasi retina yang lebih sering.

Page 34: tugasmandirisk1 endokrin

Faktor yang paling penting dalam penatalaksanaan medikal pada retinopati diabetik adalah mempertahankan kontrol gula yang baik.

• Penatalaksanaan laser pada PRDPenanganan utama PRD meliputi penggunaan laser fotokoagulasi termal dalam pola panretina

untuk menimbulkan regresi. Penatalaksanaan scatter panretinal photocoagulation (PRP) hampir selalu direkomendasikan. Tujuan scatter PRP adalah menyebabkan regresi dari jaringan neovaskular yang ada dan menjaga progresifitas neovaskularisasi selanjutnya.

• Penatalaksanaan bedah pada PRDAda dua kelainan utama pada advance PRD adalah perdarahan vitreous dan tractional retinal

detachment.- Bedah vitrektomi, indikasinya pada pasien PRD dengan perdarahan vitreous yang tidak

membaik sampai lebih satu tahun. The diabetic retinopathy vitrectomy study (DRVS) telah menetapkan vitrektomi di awal pada perdarahan vitreous sekunder dari PRD.

- Tractional Retinal detachment : vitrektomi bertujuan untuk memperbaiki traksi vitreoretina dan memfasilitasi perlekatan kembali retina oleh penarikan atau pengelupasan vitreous kortikal atau hialoid posterior. Patogenesis dan Patofisiologi Retinopati Diabetik

Hiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM dan terjadi melalui beberapa jalur.

o Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya reactive oxygen intermediates (ROIs) dan advanced glycation endproducts (AGEs). ROIs dan AGEs merusak perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan factor vasoaktif seperti nitric oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1 (IGF-1), dan endotelin yang akan memperparah kerusakan.

o Kedua, hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi dan ekspresi aldose reductase sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan akumulasisorbitol kemudian mengakibatkan kerusakan endotelpembuluh darah dan disfungsi enzim endotel.

o Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein kinase C (PKC). Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan lain diaktivasi oleh PKC. VEGF menstimulasi ekspresi intracellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) yang memicu terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel pembuluh darah. Ikatan tersebut menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta trombosis dan oklusi kapiler retina. Keseluruhan jalur tersebut menimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada retina. Hipoksia menyebabkan ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga merangsang pembentukan pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada membran basalisnya, defisiensi taut kedap antarsel endotelnya, dan kekurangan jumlah perisit. Akibatnya, terjadi kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous. Manifestasi Klinis Retinopati Diabetik

Gejala subjektif yang dapat ditemui dapat berupa:• Kesulitan membaca • Penglihatan kabur • Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata • Melihat lingkaran-lingkaran cahaya • Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip

Gejala Objektif yang dapat ditemukan pada retina dapat berupa:

Page 35: tugasmandirisk1 endokrin

• Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus posterior.

• Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat mikroaneurisma dipolus posterior.

• Dilatasi pembuluh darah dengan lumennya ireguler dan berkelok-kelok. • Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus yaitu

iregular, kekuning-kuningan Pada permulaan eksudat pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.

• Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.

• Pembuluh darah baru ( Neovaskularisasi ) pada retina biasanya terletak dipermukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok , dalam, berkelompok, dan ireguler. Mula–mula terletak dalam jaringan retina, kemudian berkembang ke daerahpreretinal, ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid ( preretinal ) maupun perdarahan badan kaca.

• Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan Pemeriksaan Retinopati Diabetik

Pemeriksaan Funduskopi Direk pada Retinopati DMPemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina, makula dan

pembuluh darah di kutub posterior mata. Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta untuk melepaskan kaca mata atau lensa kontak, kemudian mata yang akan diperiksa ditetesi midriatikum. Pemeriksa harus menyampaikan kepada pasien bahwa ia akan merasasilau dan kurang nyaman setelah ditetesi obat tersebut.Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan kontraindikasi pemberian midriatikum.

Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap. Pasien duduk berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk memakukan (fiksasi) pandangannya pada satu titik jauh. Pemeriksa kemudian mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri dan ukuran aperture yang sesuai. Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa dan oftalmoskop dipegang di tangan kanan.

Hasil OCT Normal (A) dan Edema Makula pada Retinopati DM (B)Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks retina yang berwarna

merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan pada jarak 2-3 cm dengan mengikuti pembuluh darah ke arah medial untuk menilai tampilan tepi dan warna diskus optik, dan melihat cup-disc ratio. Diskus optik yang normal berbatas tegas, disc berwarna merah muda dengan cup berwarna kuning, sedangkan cup-disc ratio <0,3. Pasien lalu diminta melihat ke delapan arah mata angin untuk menilai retina. Mikroaneurisma, eksudat, perdarahan, dan neovaskularisasi merupakan tanda utama retinopati DM. Terakhir, pasien diminta melihat langsung ke cahaya oftalmoskop agar

Page 36: tugasmandirisk1 endokrin

pemeriksa dapat menilai makula. Edema makula dan eksudat adalah tanda khas makulopati diabetikum.

Retinopati DM Nonproliferatif Derajat sedang dengan Edema Makula (A) dan Retinopati DM Proliferatif dengan Edema Makula dan Perdarahan Pre-retina (B)

Diagnosis dan Diagnosis Banding Retinopati DiabetikDeteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui pemeriksaan

funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat dilakukan dokumentasi kelainan retina.

Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh American Academy of Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography. Keunggulan pemeriksaan tertersebut adalah mudah dilaksanakan, interpretasi dapat dilakukan oleh dokter umum terlatih sehingga mampu laksana di pelayanan kesehatan primer. Selanjutnya, retinopati DM dikelompokkan sesuai dengan standar Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS). Di pelayanan primer pemeriksaan fundus photography berperanan sebagai pemeriksaan penapis. Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula, retinopati DM nonproliferatif derajat berat dan retinopati DM proliferatif maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata.

Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan visus, tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan stereoscopic fundus photography dengan pemberian midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan optical coherence tomography (OCT) dan ocular ultrasonography bila perlu. OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang sulit terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya terhadap terapi. Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasiretina bila visualisasinya terhalang oleh perdarahan vitreous atau kekeruhan media refraksi.

Penatalaksanaan Retinopati Diabetik

Page 37: tugasmandirisk1 endokrin

Tata laksana retinopati DM dilakukan berdasarkan tingkat keparahan penyakit. Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan hanya perlu dievaluasi setahun sekali. Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa edema makula yang nyata harus menjalani pemeriksaan rutin setiap 6-12 bulan. Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang dengan edema makula signifikan merupakan indikasi laser photocoagulation untuk mencegah perburukan. Setelah dilakukan laser photocoagulation,penderita perlu dievaluasi setiap 2-4 bulan. Penderitaretinopati DM nonproliferatif derajat berat dianjurkan untukmenjalani panretinal laser photocoagulation, terutama apabila kelainan berisiko tinggi untuk berkembang menjadi retinopati DM proliferatif. Penderita harus dievaluasi setiap 3-4 bulan pascatindakan. Panretinal laser photocoagulation harus segera dilakukan pada penderita retinopati DM proliferatif. Apabila terjadi retinopati DM proliferatif disertai edema makula signifikan, maka kombinasi focal dan panretinal laser photocoagulation menjadi terapi pilihan.

Komplikasi Retinopati DiabetikKebutaan, glaucoma, katarak diabetik

Pencegahan Retinopati DiabetikSuatu fakta dikemukakan bahwa insiden retinopati diabetik ini tergantung pada durasi menderita

diabetes mellitus dan pengendaliannya. Hal sederhana yang terpenting yang dapat dilakukan oleh penderita diabetes untuk dapat mencegah terjadinya retinopati adalah dengan mengontrol gula darah, selain itu tekanan darah, masalah jantung, obesitas dan lainnya harus juga dikendalikan dan diperhatikan.

Deteksi Dini Retinopati DMPada tahun 2010, The American Diabetes Association menetapkan beberapa rekomendasi

pemeriksaan untuk deteksi dini retinopati DM. Pertama, orang dewasa dan anak berusia lebih dari 10 tahun yang menderita DM tipe I harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata dalam waktu lima tahun setelah diagnosis DM ditegakkan. Kedua, penderita DM tipe II harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata segera setelah didiagnosis DM. Ketiga, pemeriksaan mata penderita DM tipe I dan II harus dilakukan secara rutin setiap tahun oleh dokter spesialis mata. Keempat, frekuensi pemeriksaan mata dapat dikurangi apabila satu atau lebih hasil pemeriksaan menunjukkan hasil normal dan dapat ditingkatkan apabila ditemukan tanda retinopati progresif. Kelima, perempuan hamil dengan DM harus menjalani pemeriksaan mata rutin sejak trimester pertama sampai dengan satu tahun setelah persalinan karena risiko terjadinya dan/atau perburukan retinopati DM meningkat, dan ia harus menerima penjelasan menyeluruh tentang risiko tersebut.

Peranan dokter umum dalam tata laksana retinopati DMvadalah mengendalikan faktor risiko, yaitu kadar gula, kadar lipid, dan tekanan darah yang abnormal. Pengendalian atas ketiga faktor ini terbukti mampu menurunkan risiko dan memperlambat progresivitas retinopati DM. Target optimal yang harus dicapai adalah kadar HbA1c <7%, kadar low-density lipoprotein (LDL) <100 mg/dL, kadar high-density lipoprotein >50 mg/dL, kadar trigliserida <150 mg/dL dan tekanan darah <130/80 mmHg. Edukasi oleh dokter umum mengenai DM dan komplikasi retinopati akan meningkatkan kesadaran dan kepatuhan penderita DM menjalani pemeriksaan mata rutin. Dengandemikian rujukan ke dokter spesialis mata dapat dilakukan pada saat yang tepat. Hal tersebut akan menurunkan angka kebutaan akibat retinopati DM.

Prognosis Retinopati Diabetik

Page 38: tugasmandirisk1 endokrin

Pada mata yang mengalami edema makular dan iskemik yang bermakna akan memiliki prognosa yang lebih jelek dengan atautanpa terapi laser, daripada mata dengan edema dan perfusi yang relatif baik.

Page 39: tugasmandirisk1 endokrin

Definisi(Noble J, Chaudhary V. Diabetic retinopathy. CMAJ. 2010;182(15):1646.)(Kaji Y. 2005. Prevention of diabetic keratopathy. British journal of

ophthalmology;89:254-255)Epidemiologi(Wong TY , Yau J, Rogers S, Kawasaki R, Lamoureux EL, Kowalski J. Global prevalence of

diabetic retinopathy: Pooled data from population studies from the United States, Australia, Europe and Asia. Prosiding The Association for Research in Vision and Opthalmology Annual Meeting; 2011.)

(Soewondo P , Soegondo S, Suastika K, Pranoto A, Soeatmadji DW, Tjokroprawiro A. 2010. The DiabCare Asia 2008 study - Outcomes on control and complications of type 2 diabetic patients in Indonesia. Med J Indones. 2010;19(4):235-43.)

Klasifikasi(American Academy of Ophthalmology, Basic and Clinical Science Course,Retinal Vascular

Disease in Retina and Vitreous, section 12, chapter 5, 2009-2010, p. 109-131)(Sony P, Venkatesh P and all, Step by Step Optical Coherence Tomography, Jaypee

Brothers, Medical Publishers (P) Ltd, New Delhi, 2007, p.205-211)(Lisegang TJ, Deutsch TA, Grand MG, Ocular development, Fundamentals and principles

of ophthalmology section 2, Sanfransisco, American Academy of Ophthalmology, 2005-2006, p.133-157.)

(Boulton M. The pathogenesis of diabetika retinopathy: old concepts and new questions. Eye.2004; 16:242-260)

Patogenesis & Patofisiologi(Bloomgarden ZT. Screening for and managing diabetic retinopathy: Current approaches.

Am J Health-Syst Pharm.2007;64(Suppl12):S8-14.)Manifestasi(Diabetic Retinopathy,

http://www.kellogg.umich.edu/patientcare/conditions/diabetic.retinopathy.html.)Pemeriksaan(Garg S, Davis RM. Diabetic retinopathy screening update. Clinical Diabetes.

2009;27(4):140-5. Westerfeld CB, Miller JW . Neovascularization in diabetic retinopathy. In: Levin LA, Albert DM, editor. Ocular disease: mechanisms and management. USA: Saunders; 2010. p. 514-7)

Penatalaksanaan(Chu C, Salmon J. Examination of the fundus. The Journal of Clinical Examination.

2007;2:7-14)Pencegahan(PaulusYM, Gariano RF. Diabetic retinopathy: Agrowing concern in an aging population.

Geriatrics. 2009;64(2):16-26.)