YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript

28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar BelakangPembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan Nasional yang pada hakekatnya merupakan upaya penyelenggaraan kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional. Sesuai dengan UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Jangka Panjang Pembangunan Nasional (RPJP N) Tahun 20052025 pembangunan kesehatan diarahkan untuk peningkatan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, agar peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dapat terwujud. (Depkes RI, 2007).

Typhoid merupakan penyakit endemic di Indonesia. Penyakit ini jarang di temukan secara epidemik, lebih bersifat sporadis, terpencar-pencar disuatu daerah, dan jarang terjadi lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah. Di Indonesia, demam typhoid dapat ditemukan sepanjang tahun dan insidens tertinggi pada daerah endemik terjadi pada anak-anak. Terdapat dua sumber penularan S. typhi yaitu pasien dengan demam typhoid yang lebih sering karier. Di daerah endemik, transmisi terjadi melalui air yang tercemar S.typhi, sedangkan makanan yang tercemar oleh

karier merupakan sumber penularan tersering di daerah nonendemik. (Mansjoer, 2009).Besarnya angka pasti kasus typhoid abdominalis di Dunia, sangat sulit ditentukan karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data World Health Organization (WHO) Diperkirakan angka kejadian penyakit ini mencapai 13-17 juta kasus di seluruh dunia dengan angka kematian mencapai 600.000 jiwa per tahun. Daerah endemik tifoid abdominalis tersebar di berbagai benua, mulai dari Asia, Afrika, Amerika Selatan, Karibia, hingga Oceania. Sebagain besar kasus (80%) ditemukan di negara-negara berkembang, seperti Bangladesh, Laos, Nepal, Pakistan, India, Vietnam, dan termasuk Indonesia, insiden typoid abdominalis banyak terjadi pada anak usia 5-19 tahun. (Brusch, 2010).

Di Indonesia, diperkirakan antara 800 100.000 orang terkena penyakit tifus atau tifoid abdominalis sepanjang tahun. Penyakit ini terutama muncul di musim kemarau, Diperkirakan angka kejadian penyakit ini adalah 300 810 kasus per 100.000 penduduk/tahun. Insiden tertinggi didapatkan pada anak-anak, peningkatan kasus saat ini terjadi pada usia dibawah 5 tahun. Orang dewasa sering mengalami infeksi ringan dan sembuh sendiri lalu menjadi kebal. Insiden penderita berumur 12 tahun keatas adalah 70 80%, penderita umur antara 12 dan 30 tahun adalah 10 20%, penderita antara 30 40 tahun adalah 5 10%, dan hanya 5 10% diatas 40 tahun. (Depkes RI, 2009). Di Jawa Tengah, pada tahun 2003 menempati urutan ke 21 dari 22 (4,6 %) dari penyakit yang tercatat, penyakit typoid abdominalis termasuk penyakit yang mengakibatkan angka kejadian luar biasa (KLB) yang terjadi di jawa tengah. (Dinkes jateng, 2003).

Berdasarkan data yang terdapat di dari Rekam Medis rumah sakit RS dr Rehatta Kelet Jepara angka kejadian tipoid pada tahun 2010 adalah 658 kasus dan pada tahun 2011 adalah 447 kasus, pada tahun 2012 menjadi 311 kasus dan pada tahun 2013 dari awal bulan januari sampai pertengahan maret sudah terjad 139 kasus demam tipoid yang terjadi di daerah sekitar Rumah sakit RS dr Rehatta Kelet Jepara (RM rumah sakit dr Rehatta Kelet Jepara, 2013).

Berdasarkan data yang diperoleh diatas penulis tertarik dalam mengambil Tugas Akhir yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Tn U Dengan Typhoid Abdominalis Diruang Angrek-Anyelir RS dr Rehatta Kelet Jepara.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk memberikan Asuhan Keperawatan pada Tn U dengan typhoid abdominalis di ruang Anggrek-Anyelir RSUD Dr Rehatta Kelet Jepara.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui dan memahami konsep Typhoid Abdominalis.

b. Mengetahui dan memahami pengkajian secara menyeluruh pada pasien dengan Typhoid Abdominalis.

c. Membuat diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Typhoid Abdominalis.

d. Membuat rencana asuhan keperawatan (intervensi) pada pasien Typhoid Abdominalis berdasarkan masalah keperawatan yang ada.

e. Melaksanakan implementasi yang direncanakan secara efisien.

f. Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan.

g. Mendokumentasikan asuahan keperawatan yang telah dilaksanakan secara komprehensif.C. Manfaat Studi Khasus

Penulisan studi kasus ini bermanfaat untuk :

1. Bagi Penulis.Dengan adanya studi kasus ini penulis dapat mengaplikasikan teori - teori yang didapatkan selama mata perkuliahan, mampu memperbedakan perbedaan perbedaan antara teori dengan kenyataan yang didapat dilahan, serta menambah pengetahuan penulis mengenai pembuatan studi kasus.

2. Pelayanan Kesehatan (khususnya perawat).Lebih meningkatkan upaya pelayanan kesehatan, serta meningkatkan kualitas asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien Typhoid Abdominalis.3. Institusi Pendidikan.Sebagai bahan bacaan dan menambah wawasan bagi mahasiswa kesehatan khususnya mahasiswa ilmu keperawatan mengenai typhoid abdominalis.4. Masyarakat

Bagi masyarakat dapat memberikan gambaran tanda-tanda dan gejala serta penyebab penyakit typhoid abdominalis di masyarakat sehingga dapat melakukan pencegahan terhadap penyakit tersebut.BAB IITINJAUAN TEORIA. Pengertian

Typhoid abdominalis merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus disebabkan oleh salmonella thypii (Hidayat, 2006).

Typhoid abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pencernaan, dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005).

Typhoid adalah penyakit infeksi yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari tujuh hari, gangguan pada saluran cerna atau gangguan kesadaran (Mansjoer A, 2009).

Typhoid abdominalis adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002)Jadi Typhoid adalah penyakit infeksi saluran pencernaan yang terjadi pada usus halus dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu yang disebabkan oleh salmonella thypii.

B. Penyebab/ Etiologi

1. Penyebab typhoid adalah kuman salmonella typosa dan salmonella paratyphi A, B, dan C memasuki saluran pencernaan. (Noer, 2006).2. 96 % disebabkan oleh salmonella typhi, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai sekuran-kurangnya 3 macam antigen, yaitu :a. Antigen O (somatic terdiri dari zat komplek lipolisakarida).b. Antigen (flagella).c. Antigen VI dan protein membran hialin.1) Salmonella paratyphi A.2) Salmonella paratyphi B.3) Salmonella paratyphi C.4) Feces dan urin yang terkontaminasi dari penderita typus. (Wong ,2003).C. Manifestasi Klinik

Masa inkubasi 7-20 hari, inkubasi terpendek 3 hari dan terlama 60 hari rata-rata masa inkubasi 14 hari dengan gejala klinis sangat bervariasi dan tidak spesifik. (Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 2006).

Berikut gejala Klinis yang biasa ditemukan, yaitu :

1. Demam

Pada kasuskasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu.

a. Minggu I

Dalam minggu pertama penyakit keluhan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya , yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat.

b. Minggu II

Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas dengan demam, bradikardia relatif, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi dan ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis, roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia.

c. Minggu III

Dalam minggu ketiga suhu badan berangsur angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.

2. Gangguan pada saluran pencernaan

Pada mulut terdapat nafas bau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah. Lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung ditemukan kemerahan , jarang ditemui tremor.Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limfa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.3. Gangguan keasadaran

Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam yaitu apatis sampai samnolen. Jarang stupor, koma atau gelisah. Disamping gejalagejala yang biasanya ditemukan tersebut, mungkin pula ditemukan gejala lain. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan bintik bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit. Biasanya ditemukan dalam minggu pertama demam kadang kadang ditemukan bradikardia pada anak besar dan mungkin pula ditemukan epistaksis. (Mansjoer, 2009).D. Patofisiologi

Kuman Salmonella typi masuk tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnakan oleh asam lambung. Sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertrofi. Di tempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman Salmonella Typi kemudian menembus ke lamina propia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesenterial, yang juga mengalami hipertrofi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini salmonella typi masuk ke aliran darah melalui ductus thoracicus. Kuman salmonella typi lain mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella typi bersarang di plaque peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial. Semula disangka demam dan gejala-gejala toksemia pada typhoid abdominalis disebabkan oleh endotoksemia. Tapi kemudian berdasarkan penelitian ekperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada typhoid abdominalis. Endotoksin salmonella typi berperan pada patogenesis typhoid abdominalis, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat salmonella typi berkembang biak. Demam pada tifoid disebabkan karena salmonella typi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan penglepasan zat pirogen oleh zat leukosit pada jaringan yang meradang. (Mansjoer, 2009).Masa tunas typhoid abdominalis berlangsung 10-14 hari. Gejala-gejala yang timbul amat bervariasi. Perbedaaan ini tidak saja antara berbagai bagian dunia, tetapi juga di daerah yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu gambaran penyakit bervariasi dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian hal ini menyebabkan bahwa seorang ahli yang sudah sangat berpengalamanpun dapat mengalami kesulitan membuat diagnosis klinis typhoid abdominalis.(Soegijanto, 2002).Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu food (makanan), fingers (jari tangan/kuku), fomitus (muntah), fly (lalat), dan melalui feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat.(Soegijanto, 2002).Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk kedalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masukke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kumanberkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkanbakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.(Soegijanto, 2002).Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia.Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakanpenyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karenamembantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.(Soegijanto, 2002).Masa inkubasi typhoid abdominalis berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari)bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap dalamkeadaan asimtomatis.(Soegijanto, 2002).

Penularan Salmonella thypii dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman Salmonella thypii kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman Salmonella thypii masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. (Ngastiyah 2005).Salmonella thyposa masuk melaui saluran pencernaan kemudian masuk ke lambung. Basil akan masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limfoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu ke organ terutama hati dan limpa serta berkembangbiak sehingga organ-organ tersebut membesar (Ngastiyah 2005).E. PATHWAYS

F. Pemeriksaan penunjang

Untuk memastikan diagnosis perlu dikerjakan pemeriksaan laboratorium sebagai berikut :

1. Pemeriksaan yang berguna untuk menyokong diagnosis a. Pemeriksaan darah tepiTerdapat gambaran leukopeni, limfositosis relatif dan aneosinofilia pada permulaan sakit. Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan.b. Pemeriksaan sumsum tulangTerdapat gambaran sumsum tulang berupa hiperaktif (retikuloendotelial system) RES dengan adanya sel makrofag, sedangkan sistem eritropoesis, granolupoesis dan trombopoesis berkurang.

2. Pemeriksaan SGOT DAN SGPTSGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.3. Pemeriksaan laboratorium untuk membuat diagnosisa. Biakan empeduBasil salmonella typosa dapat ditemukan dalam darah penderita biasanya dalam minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam urin dan feses dan mungkin akan tetap positif untuk waktu yang lama. Jika pada pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan basil salmonella typosa pada urin dan tinja, maka pasien dinyatakan betul-betul sembuh.b. Pemeriksaan widalPada permulaan terjadi penyakit, widal akan positif dan dalam perkembangan selanjutnya, misal 1 2 minggu kemudian akan semakin meningkat meski demam typhoid telah diobati. Untuk membuat diagnosis yang diperlukan ialah titer zat anti terhadap O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan yang progresif digunakan untuk membuat diagnosis. Dikatakan meningkat bila titernya lebih dari 1/400 atau didapatkan kenaikan titer 2 kali lipat dari titer sebelumnya dalam waktu satu minggu. Hasil widal akan bertahan positif cukup lama (berbulan-bulan) sehingga meski sembuh dari penyakit demam typhoid, widal masih mungkin positif. Tetapi tidak selalu pemeriksaan widal positif walaupun penderita sungguh-sungguh menderita typhus abdominalis sebagaimana terbukti pada autopsi setelah penderita meninggal dunia. Titer dapat positif karena keadaan sebagai berikut :

a. Titer O dan H tinggi karena terdapatnya aglutinin normal, karena infeksi basil coli patogen dalam usus.b. Pada neonatus, zat anti tersebut diperoleh dari ibunya melalui tali pusat.c. Terdapat infeksi silang dengan ricketsia (werl felix).d. Akibat imunisasi secara alamiah karena masuknya basil peroral atau pada keadaan infeksi subklinis (Sudoyo. 2006).G. Penatalaksanaan

Terdiri dari 3 bagian, yaitu :1. Perawatana. Tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari.b. Posisi tubuh harus diubah setiap ( 2 jam untuk mencegah dekubitus.c. Mobilisasi sesuai kondisi.2. Dieta. Makanan diberikan secara bertahap sesuai dengan keadaan penyakitnya (mula-mula air-lunak-makanan biasa)b. Makanan mengandung cukup cairan, TKTP.c. Makanan harus menagndung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein, tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun menimbulkan banyak gas.

3. Obata. Antimikroba1) Kloramfenikol

Dengan klorampenikol, demam turun rata-rata setelah lima hari. Dosis untuk orang dewasa 4 kali 500mg/hari secara oral sampai 7 hari bebas demam.2) Tiamfenikol

Dosis dan efektifitas tiampenikol pada penderita Typhus abdominalis sama dengan klorampenikol. Demam rata-rata turun setelah 5-6 hari.3) Co-trimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan Sulkametoksazol)

Efektifitas kotrimoxazol kurang lebih sama dengan klorampenikol. Demam turun rata-rata setelah 5-6 hari. Dosis dewasa 2 kali 2 tablet sampai 7 hari bebas demam. Setiap tabletnya mengandung 80 mg Trimetoprim dan 400 mg Sulfametoksazol.4) Amoxicilin dan ampicillinDalam kemampuannya untuk menurunkan demam, efektifitasnya lebih kecil dibandingkan dengan klorampenikol. Digunakan sampai 7 hari bebas demam, denagn ampicilin dan amoxicillin demam turun rata-rata setelah 7-9 hari.b. Obat Symptomatika) Antipiretikb) Kartikosteroid, diberikan pada pasien yang toksik.

c) Supportif : vitamin-vitamin, Vitamin B komp. Dan C sangat diperlukan untuk menjaga kesegaran dan kekuatan badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh darah kapiler.d) Penenang : diberikan pada pasien dengan gejala neuroprikiatri ( Mansjoer, 2009).H. Komplikasi

1. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis.

2. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.

3. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.

4. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.

5. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.

6. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.

7. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia. (Mansjoer, 2009).I. Fokus pengkajian

1. Identitas klienMeliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.2. Keluhan utamaKeluhan utama typhoid abdominalis adalah panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran3. Riwayat penyakit sekarangPeningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam tubuh.\4. Riwayat penyakit dahuluApakah sebelumnya pernah sakit typhoid abdominalis.5. Riwayat penyakit keluargaApakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.6. Pola-pola fungsi kesehatana. Pola nutrisi dan metabolismeKlien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali.

b. Pola eliminasiEliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan typhoid abdominalis terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh. c. Pola aktivitas dan latihan Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.d. Pola tidur dan istirahatPola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuhe. Pola persepsi dan konsep diriBiasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit anaknya jika pada anak-anak tapi pada orang dewasa mereka pun akan merasa cemas karena penyakitnya.f. Pola sensori dan kognitifPada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pad klien.

g. Pola hubungan dan peranHubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest total. h. Pola penanggulangan stress\Biasanya klien dan keluarga akan nampak cemas4. Pemeriksaan fisika. Keadaan umumDidapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 410 C, muka kemerahan.b. Tingkat kesadaranDapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).c. Sistem respirasiPernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti bronchitis.d. Sistem kardiovaskulerTerjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.e. Sistem integumenKulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam.f. Sistem gastrointestinalBibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.g. Sistem musculoskeletalKlien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.h. Sistem abdomenSaat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat. (Doenges, 2003)J. Diagnosa keperawatan

1. Hipertermia berhubungan dengan adanya bakteri salmonella typosa.

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pembesaran hati dan limfa.

3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia

4. Defisit perawatan diri ( oral hygiene ) berhubungan dengan kelemahan.

5. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan defekasi berlebihan. (Doenges, 2003).K. Intervensi

1. Hipertermia berhubungan dengan pelepasan endotoksin.Tujuan: tidak terjadi kenaikan suhu tubuh.

Kriteria hasil :a. Klien merngatakan nyaman.

b. Suhu badan klien 36,5oC-370 C.Intervensi:

1) Jelaskan penyebab terjadinya panas kepada keluarga atau klien. Rasional:Membantu mengurangi kecemasan pada klien maupun keluarga.2) Ajurkan klien untuk banyak istirahat dan mengurangi aktivitas. Rasional: Aktivitas yang berlebihan akan memperberat kerja usus sehingga menghambat proses penyembuhan.3) Berikan klien banyak minum .Rasional: Mengembalikan cairan yang keluar saat suhu tubuh mengalami peningkatan serta mencegah terjadinya dehidrasi.4) Berikan kompres air hangat.Rasional: Membantu menurunkan suhu tubuh.5) Berikan klien pakaian yang mudah menyerap keringat.Rasional: Membantu memberikan rasa nyaman pada klien. 6) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.Rasional: Memberikan rasa nyaman pada klien. 7) Monitor tanda-tanda vital.Rasional: Sebagai indikator untuk memantau perkembangan penyakit klien.8) Monitor input dan output cairan.Rasional: Membantu mencegah terjadinya dehidrasi.9) Kolaborasi medis untuk pemberian obat antibiotik.Rasional:Membantu menghilangkan bakteri penyebab thypoid.2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pembesaran hati dan limfa.

Tujuan : tidak terjadi nyeri pada bagian perut.

Kriteria hasil

a. Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang.b. Klien menunjukan ekspresi wajah tenang.c. Nyeri tekan berkurang.

d. TTV dalam batas normal.

Intervensi:

1) Kaji respon klien terhadap nyeri.Rasional: Membantu menyamakan persepsi antara perawat dan klien.2) Kaji respon nonverbal klien.Rasional: Mencocokan kesesuaian dengan verbal klien.3) Berikan posisi yang nyaman pada klien.Rasional: Membantu mengurangi rasa sakit yang di rasakan klien.4) Ajak klien untuk mengalihkan rasa sakit. Rasional: Membantu mengalihkan perhatian mereka dari apa yang di rasakan.5) Monitor TTV.Rasional: Sebagai indikator untuk memantau perkembangan penyakit klien.6) Kolaborasi medis untuk pemberian obat analgetik.Rasional: Menurangi rasa sakit yang dirasakan klien.3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi tubuh terpenuhi.

Kriteria hasil:

a. Klien mampu menghabiskan 1 porsi makanan yang disajikan.b. BB klien stabil atau naik.Intervensi:1) Kaji kebiasaan makan klien.Rasional: Membantu menentukan inrevensi yang tepat.2) Jaga kebersihan mulut, bersihkan secret maupun kotoran-kotoran sebelum makan.Rasional: Memberikan rasa nyaman pada klien agar klien mau makan.

3) Berikan makanan sedikit-sedikit tapi sering.Rasional: Membantu klien untuk tidak mrasa mual saat makan dan makanan tetap masuk dengan jumlah yang dibutuhkan.4) Berikan atau anjurkan untuk memberikan makanan tambahan di luar jam makan sesuai dengan kesukaan klien selama tidak ada kontraindikasi.Rasional: Membantu meningkatkan nafsu makan pada klien.5) Monitor BB setiap hari.Rasional: Menunjukan pertumbuhan pada klien.

6) Kolaborasi dengan ahli gizi.Rasional:Membantu menyediakan makanan sesuai kebutuhan klien.4. Defisit perawatan diri ( oral hygiene ) berhubungan dengan kelemahan. Tujuan: tidak terjadi defisit perawatan diri (oral hygiene).

Kriteria hasil :

a. Mulut tampak bersih.

b. Mulut tercium tidak berbau.

c. Lidah tampak bersih.

Intervensi:

1) Kaji tingkat ketergantungan klien.Rasional: Menentukan intervensi yang akan di berikan.2) Bantu klien dalam melakukan aktifitas ringan seperti mengubah posisi.Rasional: Membantu memotivasi klien untuk memenuhi ADL.3) Ajarkan keluarga dalam membantu klien agar dapat memenuhi ADL.Rasional: Klien biasanya lebih nyaman jika di bantu oleh keluarganya selain itu akan dapat mempererat ikatan emosional.5. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan defekasi berlebihan.

Tujuan : tidak terjadi kekurangan volume dan cairan dan elektrolit.Kriteria hasil :

a. Mukosa bibir tampak lembab.

b. TTV dalam batas normal.

c. Klien tampak tidak lemas.d. Tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi.Intervensi:

1) Observasi TTV anak 4 jam sekali.Rasional: Membantu memantau keadaan klien.2) Monitor tanda-tanda kekurangan cairan seperti turgor tidak elastic, produksi urin menurun, membrane mukosa kering, bibir pecah-pecah.Rasional: Melakukan pencgahan dehidrasi sejak awal.3) Observasi dan catat intake dan output cairan.Rasional: Untuk mempertahankan intake dan output yang adekuat.4) Monitor pemberian cairan melalui intravena.Rasional: Mencegah terjadinya pemasukan cairan yang berlebihan.5) Berikan kompres dingin.

Rasional: Mengurangi kehilangan cairan yang tidak kelihatan. (Doenges Marlyne.2003).6


Related Documents