TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM OPERASIONAL
KOPERASI SIMPAN PINJAM
(Studi Kasus Pada Koperasi Pondok Pesantren Darul
Muttaqien Parung Bogor)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh:
KAMALUDIN
NIM : 201046100854
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H/2008M
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM OPERASIONAL
KOPERASI SIMPAN PINJAM
(Studi Kasus Pada Koperasi Pondok Pesantren Darul
Muttaqien Parung Bogor)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh:
KAMALUDIN
NIM : 201046100854
Di Bawah Bimbingan
Dr. Muhammad Taufiqi, M Ag.
NIP : 150 290 159
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H/2008M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM
OPERASIONAL KOPERASI SIMPAN PINJAM (STDI KASUS PADA KOPERASI
PONDOK PESANTREN DARUL MUTTAQIEN PARUNG BOGOR) telah diujikan
dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 17 November 2008. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).
Jakarta, 17 November 2008
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH. MA. MM
NIP. 150 210 422
PANITIA UJIAN
1. Ketua : Drs. Djawahir Hejazziey, SH. MA (
...................... )
130 789 745
2. Sekretaris : Drs. H. Ahmad Yani, MA (
...................... )
150 269 678
3. Pembimbing : Dr. Muhammad Taufiqi, M Ag. (
...................... )
150 290 159
4. Penguji I : Drs. H. Ahmad Yani, MA (
...................... )
150 269 678
5. Penguji II : Drs. Djawahir Hejazziey, SH. MA (
...................... )
130 789 745
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa ;
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu syarat memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 16 Desember 2008
KAMALUDIN
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Dzat
Yang Maha Pengasih lagi Penyayang atas segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya,
yang membawa penulis sampai pada tahap akhir studi pada Program Strata 1
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Hanya karena berkat-
Nya lah penulis sampai pada tahap menyusun dan menyelesaikan skripsi ini dalam
waktu lebih dari tiga bulan.
Penulis dapat mempertanggungjawabkan skripsi ini secara ilmiah, namun penulis
menyadari bahwa skripsi ini dilihat dari beberapa aspek masih jauh dari sempurna,
untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima segala kritik dan saran
demi penyempurnaan yang lebih baik.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-
tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun materil
kepada penulis selama menuntut proses penulisan skripsi, terutama kepada :
1. Orang tua tercinta yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk
kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta memberikan nasehat-nasehat
kepada penulis demi kelancaran penulisan skripsi ini.
2. Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Euis Amaliya, M.Ag selaku Ketua Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam),
bapak Ah. Azharudin Latif, M.Ag dan ibu Oke selaku sekretaris dan staf di
Prodi Muamalat.
4. Muhammad Taufiqi, M Ag selaku pembimbing yang telah menyediakan
waktu untuk membimbing penulis dalam pembuatan skripsi.
5. Pengurus Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Syariah dan Hukum yang
telah menyediakan berbagai macam literatur dalam proses belajar di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya pada
saat pembuatan skripsi.
6. Pondok Pesantren Darul Muttaqien, khususnya Koperasi Unit Simpan Pinjam
yang telah membantu penulis dalam mencari literature-literatur primer dalam
skripsi ini.
7. ‘The special one’ yang sangat membantu penulis dalam menumbuhkan
kesadaran agar tidak bermalas-malasan dalam pembuatan skirpsi.
8. Alicia Rental, maulana al mantovani, yang telah membantu dan mendukung
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Serta berbagai pihak yang tak dapat penulis sebutkan seluruhnya, semoga amal baik
mereka diterima Allah SWT dan skripsi sederhana ini dapat bermanfaat bagi pembaca
16 Desember 2008
18 Dzul Hijjah 1429 H
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah .......................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.................................................... 7
D. Metode Penelitian ....................................................................... 10
E. Sistematika Penulisan ................................................................. 10
BAB II KONSEP DASAR KOPERASI DALAM ISLAM ......................... 12
A. Pengertian Koperasi ................................................................... 12
B. Landasan Hukum dan Asas Koperasi .......................................... 15
C. Tujuan dan fungsi Koperasi ........................................................ 35
D. Koperasi Simpan Pinjam ............................................................ 21
BAB III GAMBARAN UMUM KOPERASI USP DARUL MUTTAQIEN 26
A. Sejarah Berdirinya ...................................................................... 26
B. Struktur Organisasi ..................................................................... 31
C. Manajemen dan Sistem Operasional............................................ 35
D. Fungsi Sosial dan Ekonomi......................................................... 35
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM
OPERASIONAL KOPERASI USP DARUL MUTTAQIEN........ 39
A. Karakteristik Bagi Hasil.............................................................. 39
B. Unsur Riba Uang ........................................................................ 43
C. Relevansi Hukum Islam terhadap Sistem Operasional Koperasi USP
Darul Muttaqien.......................................................................... 47
BAB V PENUTUP....................................................................................... 51
A. Kesimpulan................................................................................. 51
B. Saran-saran ................................................................................. 52
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 35
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak semula, masa yang jauh silam, manusia berjuang untuk hidup. Jika
awalnya, seseorang bekerja menghasilkan suatu barang untuk digunakan sendiri
atau untuk keluarganya, maka dalam perkembangannya guna mencapai kehidupan
yang lebih baik, mereka bertindak bukan lagi sebagai individu, tetapi sebagai
anggota dari suatu kelompok masyarakat.
Berbagai cara telah digunakan manusia untuk memecahkan permasalahan
ekonomi yang mereka hadapi. Bahwa jika semula dalam pemecahan kebutuhan
hidupnya, manusia melakukannya secara individual, maka dalam
perkembangannya manusia berusaha melakukannya secara bersama-sama dan
dalam perkembangannya lebih lanjut, cara-cara yang digunakan oleh masyarakat
untuk memecahkan permasalahan ekonomi yang mereka hadapi itu berbeda-beda,
seirama dengan berkembangnya zaman.1
Kerjasama dalam masyarakat modern telah tampak wujudnya dalam suatu
jaringan sistem yang lebih kompleks. Bentuk-bentuk ikatan persekutuan hidup
telah berkembang dan untuk menjaga kelangsungan hidup dan rasa aman, juga
untuk memperoleh kasih sayang dan persahabatan seperti dalam keluarga dan
1 Hendrojogi, Koperasi Azas-azas, Teori dan Praktek, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2002), cet. Ke-4, edisi 3, h.2.
paguyuban juga telah digunakan untuk mencapai tujuan tertentu yang diinginkan,
seperti terlihat pada bentuk-bentuk organisasi yang resmi.
Kerjasama dalam lapangan ekonomi bagi masyarakat modern sudah
sangat berkembang, bukan saja dalam rangka kegiatannya, tetapi juga sangat luas
lingkupnya. Kerjasama terjalin dalam sistem pembagian kerja yang rumit pada
setiap lapangan kegiatan ekonomi, seperti pertanian, industri, perdagangan,
koperasi, dan lain-lain.2
Koperasi adalah suatu bentuk kerjasama dalam lapangan perekonomian.
Kerjasama ini diadakan orang karena adanya kesamaan jenis kebutuhan hidup
mereka. Orang-orang ini bersama-sama mengusahakan kebutuhan sehari-hari,
kebutuhan yang bertalian dengan perusahaan ataupun rumah tangga mereka.
Untuk mencapai tujuan itu diperlukan adanya kerjasama yang akan berlangsung
terus-menerus.3
Perkembangan perkoperasian di Indonesia menunjukan bahwa koperasi
mula-mula berkembang di kalangan pegawai pemerintah, kemudian di daerah
pedesaan. Yang akhirnya pada saat ini sudah meluas di segala lapisan masyarakat
seperti petani, buruh/karyawan, pedagang, pegawai negeri, nelayan, guru (ustadz),
santri dan sebagainya.
2 Ninik Widiyanti dan Y.W. Shunindhia, Koperasi dan perekonomian Indonesia, (Jakarta: PT
Bina Aksara, 1989), h.2. 3 Pandji Anoraga, dan Ninik Widiyanti, Dinamika Koperasi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997),
cet. Ke-2, h.1.
Koperasi didirikan dengan tujuan unuk membantu dalam hal pemenuhan
kebutuhan anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya. Prinsip seperti ini
harus benar-benar dijalankan oleh organisasi yang menamakan dirinya sebagai
koperasi. Dan manfaat koperasi yaitu memberi keuntungan kepada para anggota
pemilik saham, membuka lapangan kerja bagi calon karyawannya, memberi
bantuan keuangan dari sebagian hasil usahanya untuk mendirikan sarana ibadah
sekolah dan sebagainya. Maka jelaslah bahwa dalam koperasi ini tidak ada unsur
kezhaliman dan pemerasan, pengelolanya demokratis dan terbuka serta membagi
keuntungan dan kerugian kepada anggota sesuai dengan peraturan-peraturan yang
berlaku.4
Penekanan prinsip tolong menolong, kerjasama dan persaudaraan yang
diusung kopersi, sesuai dengan ajaran agama Islam, sebagaimana Allah telah
memerintahkan kita untuk saling tolong menolong dalam kebaikan. Tetapi pada
praktiknya apakah prinsip tolong menolong yang diusung, telah sesuai dengan
ajaran Islam?
Salah satu jenis kegiatan yang dijalankan koperasi adalah usaha simpan
pinjam (kredit). Usaha ini merupakan usaha yang banyak digemari oleh para
anggota koperasi karena sangat minimnya bunga kredit yang harus dibayar oleh
peminjam. Kendala yang dihadapi oleh usaha ini adalah kekurangan modal.
Kurangnya modal disebabkan oleh jumlah anggota yang meminjam cukup besar,
sedangkan modal yang tersedia minim sekali. Kendala lainnya adalah keragu-
4 H. Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Bandung: Gunung Djati Press, 1997), h.297.
raguan mayoritas masyarakat Indonesia, yaitu muslim khususnya masyarakat
menengah kebawah sebagai calon pengguna koperasi terbanyak terhadap
keabsahan produk-produk koperasi simpan pinjam ini, sebagai masyarakat
muslim mereka tidak mau terjebak kedalam praktik riba.
Koperasi pondok pesantren (KOPONTREN) Darul Muttaqien adalah
salah satu koperasi dimana salah satu unit usahanya adalah unit simpan pinjam
(USP), selain unit mini market, unit wartel dan unit lainnya. Seluruh anggotanya
adalah para santri, guru (ustadz), dan masyarakat sekitar pondok, telah banyak
dibantu dengan kehadiran koperasi tersebut, karena mereka bisa menabung,
meminjam atau yang lainnya.
Koperasi USP Darul Muttaqien sebagai salah satu penyumbang dana
pesantren yang seluruh anggotanya bisa dipastikan muslim, untuk bisa menjaga
kredibilitasnya di mata masyarakat pesantren khususnya, umumnya di mata
masyarakat luar pesantren, harus bisa menjalankan dalam praktiknya prinsip-
prinsip operasional yang sesuai dengan hukum Islam.
Dari latar bekang di atas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul “
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM OPERASIONAL
KOPERASI UNIT SIMPAN PINJAM (STUDI KASUS PADA KOPERASI
PONDOK PESANTREN DARUL MUTTAQIEN BOGOR)”.
B. pembatasan dan Perumusan Masalah
Masalah penelitian akan dibatasi pada sistem operasional koperasi simpan
pinjam yang mencakup mekanisme simpan pinjam yang berlangsung di koperasi
USP Darul Muttaqien.
Secara singkat masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep dasar koperasi Islam?
2. Bagaimanakah sistem operasional yang dijalankan pada koperasi USP
Darul Muttaqien?
3. Bagaimana perspektif hukum Islam terhadap sistem operasional koperasi
simpan pinjam Darul Muttaqien?
C. Tujuan Penelitian
Diantara tujuan yang ingin dicapai pada penelitian tersebut adalah:
1. Untuk mengetahui konsep dasar koperasi dalam Islam
2. Untuk mengetahui sistem operasional yang dijalankan pada koperasi USP
Darul Muttaqien
3. Untuk mengetahui perspektif hukum Islam terhadap sistem operasional di
koperasi tersebut
D. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan (library
research) dan penelitian lapangan (field research).
2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan antara lain:
a) Untuk penelitian kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan data dari
berbagai literatur yang ada, seperti buku-buku sumber, dokumen-
dokumen koperasi USP Darul Muttaqien, dan tulisan lain yang
berhubungan dengan penulisan skripsi ini.
b) Untuk penelitian lapangan, yaitu dengan wawancara langsung secara
pribadi dengan beberapa pengurus koperasi bersangkutan yaitu dengan
ketua umum dan pendiri koperasi USP Darul Muttaqien.
3. Metode Pengolahan dan Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan adalah analisa kualitatif dengan
menggunakan pola fikir induksi. Teknik ini dilaksanakan dengan metode
interaktif sebagaimana dikemukakan oleh Matthew B. Miles dan A. Michael
Huberman, yang terdiri dari tiga jenis kegiatan yaitu reduksi data, penyajian data,
dan penarikan kesimpulan.
Reduksi dapat diartikan sebaagai proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari
catatan tertulis di lapangan. Penyajian data adalah suatu penyajian sekumpulan
informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan.5
Adapun sistem penulisan skripsi ini, mengacu pada “Buku Pedoman
Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2008.
E. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan, skripsi ini dibagi menjadi 5 (lima) bab
dengan rincian sebagai berikut:
BAB I, merupakan pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub-Bab yaitu
Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Pelitian,
Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II, menjelaskan kajian materi berkenaan dengan judul penelitian.
Bagian ini membahas konsep dasar koperasi dalam Islam, meliputi: Pengertian
Koperasi, Landasan Hukum dan Asas Koperasi, Tujuan dan Fungsi Koperasi,
Koperasi Simpan Pinjam.
BAB III, memaparkan gambaran umum koperasi USP Darul Muttaqien
yang meliputi: Sejarah berdirinya, Struktur Organisasi, Manajemen dan Sistem
Operasional, Fungsi Sosial dan Ekonomi.
BAB IV, menjelaskan tenteng tinjauan hukum Islam terhadap sistem
operasional koperasi USP Darul Muttaqien, yang mencakup: Karakteristik Bagi
5 Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, Analisa Data Kualitatif: buku tentang Sumber
Metode-metode baru, (Jakarta: UI Press, 1992) h.18.
Hasil, Unsur Riba Uang, Relevansi Hukum Islam terhadap Sistem Operasional
Koperasi USP Darul Muttaqien.
BAB V, merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dari berbagai
temuan dengan desertai saran-saran yang ditujukan kepada koperasi yang
bersangkutan.
BAB II
KONSEP DASAR KOPERASI DALAM ISLAM
B. Pengertian Koperasi
Koperasi secara etimologi atau menurut bahasa berasal dari kata
“cooperation” dari bahasa Inggris yang berarti kerjasama. Akan tetapi tidak
semua bentuk usaha bersama disebut koperasi. Bisa saja tiga atau empat orang
yang mengangkat barang yang berat bekerja bersama akan tetapi tidak bisa
disebut koperasi. Secara umum yang dimaksud dengan koperasi adalah: “suatu
badan usaha bersama yang bergerak dalam bidang perekonomian,
beranggotakan mereka yang berekonomi lemah yang bergabung secara sukarela
dan atas dasar persamaan hak, berkewajiban melakukan suatu usaha yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggotanya”. Koperasi
merupakan suatu badan usaha bersama yang berjuang dalam bidang ekonomi
dengan menempuh jalan yang tepat dan mantap dengan tujuan membebaskan diri
para anggotanya dari kesulitan-kesulitan ekonomi yang umumnya diderita oleh
mereka.6
6 G. Kartasaputra, Koperasi Indonesia yang Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2001), cet. Ke-5, h.1.
Menurut undang-undang No.12 tahun 1967 pasal 3 menyatakan bahwa:
“Koperasi Indonesia adalah organisasi rakyat yang berwatak sosial,
beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum koperasi yang merupakan
tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.”7
Pengertian koperasi Indonesia secara yuridis dapat dilihat pada Undang-
undang di atas yang menekankan pada pengertian koperasi sebagai organisasi
ekonomi, yang berwatak sosial, dan dikelola berdasarkan kekeluargaan. Dari
pengertian tersebut di atas sudah jelas bahwa koperasi seharusnya menjadikan
anggotanya sebagai kekuatan (inti). Jadi anggotalah yang berperan serta secara
aktif dalam kegiatan kopersi. Sebagai contoh, ada beberapa orang yang
mempunyai tujuan bersama (membeli kain) dimana wadah kegiatannya dikelola
secara bersama (perusahaan pembeli kain) untuk mencukupi kebutuhan bahan
kain tersebut. Pembelian bahan kain diusahakan dengan harga yang semurah-
murahnya sesuai dengan kualitas yang dikehendaki, sehingga ada efisiensi biaya
yang dikeluarkan.8
Dalam rangka mewujudkan cita-cita tata perokonomian nasional yang
disusun bersama menurut asas kekeluargaan, maka koperasi perlu membangun
diri. Untuk menyelaraskannya dengan keadaan, ketentuan perkoperasian di
Indonesia telah diperbaharui, yaitu dengan Undang-undang perkoperasian No.25
tahun 1992. pada Bab 1 pasal 1 ayat 1 UU 25/1992 yang berbunyi:
7 Muhammad Firdaus dan Agus Edhi Susanto, Perkoperasian Sejarah, Teori, & Praktek,
(Jakarta: Ghalia Indonesia. 2002), cet. Ke-1, h.40. 8 Ign Sukamdiyo, Manajemen Koperasi, (Jakarta: Erlangga, 1996), h.5.
“ yang dimaksud dengan koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan
orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melaksanakan kegiatannya
berdasarkan prinsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang
berdasar atas asas kekeluargaan”.9
Definisi lain tentang koperasi dikemukakan oleh Paul Hubert Casselman
dalam bukunya berjudul: “ The Cooperative Movement and some of its Problems”
mengatakan: “ Cooperation is an economic system with social contrast” (koperasi
adalah suatu sistem ekonomi yang mengandung unsur sosial).10
Definisi Casselman di atas nampak sederhana, tetapi di dalamnya
terkandung makna yang luas. Koperasi mengandung dua unsur, yaitu unsur
ekonomi dan unsur sosial. Koperasi merupakan suatu sistem dan sebagaimana
diketahui sistem itu merupakan himpunan komponen-komponen atau bagian yang
saling berkaitan yang secara bersama-sama berfungsi mencapai tujuan.
Tujuan ekonomi yang dimaksud adalah bahwa koperasi harus bekerja
berdasarkan motif ekonomi atau mencari keuntungan, sedangkan unsur sosial
yang terdapat dalam definisi tersebut bukan dalam arti kedernawanan, tetapi lebih
untuk menerangkan kedudukan anggota dalam organisasi, hubungan antar sesama
anggota dan hubungan anggota dengan pengurus. Juga unsur sosial ditemukan
dalam cara kerja koperasi yang demokratis, kesamaan derajat, kebebasan keluar
9 Ibid, h.6 10 Firdaus dan Susanto, Perkoperasian Sejarah, teori dan Praktek, h.39
masuk bagi anggota, calon anggota, persaudaraan, pembagian sisa hasil usaha
kepada anggota secara proporsional dengan jasanya serta menolong diri sendiri.
Menurut kamus umum bahasa Indonesia, pengertian koperasi disebutkan
sebagai “ perkumpulan yang berusaha di lapangan ekonomi, tetapi tidak
bermaksud mencari keuntungan.”11
Adapun yang dimaksud tidak mencari keuntungan disini, mereka bekerja
berdasarkan semangat kekeluargaan, tidak mementingkan untung dan rugi bagi
dirinya sendiri, melainkan bekerja demi kesejahteraan bersama. Apa yang dikejar
dalam koperasi adalah tidak hanya kesejahteraan ekonomi, namun kesejahteraan
sosial. Kesejahteraan ekonomi berarti koperasi berkawajiban melayani kebutuhan
anggotanya dengan harga yang relatif lebih murah. Apabila dalam usaha itu
mendapatkan keuntungan, maka masing-masing anggota menerima pembagian
keuntungan secara adil sesuai dengan kadar kerjanya. Adapun kesejahteraan
sosial yang dimaksudkan dalam koperasi adalah semua anggota mempunyai hak
dan kewajiban yang sama (equal treatment), yang merupakan prinsip dasar dalam
demokrasi.
Perlakuan sama inilah yang akan menciptakan suasana kekeluargaan, yang
akan saling mengingatkan satu sama lainnya, karena semua anggota merupakan
pasar sekaligus pemilik dari koperai, sense of belonging dan sense of
11 W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: P.H. Balai Pustaka,
1976), h.522.
responsibility (rasa saling memiliki dan tanggung jawab) akan senantiasa melekat
pada diri anggota.
Prof. R.S. Soerja Atmadja memberikan definisi tentang koperasi sebagai
berikut: “Koperasi adalah perkumpulan dari orang-orang yang berdasarkan
persamaan derajat sebagai manusia, dengan tidak membedakan haluan agama
atau politik dengan sukarela masuk untuk sekedar memenuhi kebutuhan bersama
yang bersifat kebendaan atau tanggung jawab.”12
Jadi koperasi Indonesia adalah kumpulan orang-orang yang secara
bersama-sama bergotong-royong, bekerja untuk mewujudkan kepentingan
ekonomi mereka dan kepentingan masyarakat di sekitarnya. Dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya, koperasi memiliki peran yaitu:
1. Mempersatukan, mengerahkan, membina dan mengembangkan potensi, daya
kreasi dan daya usaha rakyat untuk meningkatkan produksi dan mewujudkan
tercapainya pendapatan yang adil dan kemakmuran yang merata.
2. Mempertinggi taraf hidup dan tingkat kecerdasan rakyat.
3. Membina kelangsungan dan perkembangan demokrasi ekonomi.13
Dalam khazanah ilmu pengetahuan Islam, kata koperasi sangat sulit
ditemukan, apalagi jika merujuk literatur-literatur klasik. Namun secara
12 Hendrojogi, Koperasi Azas-azas, Teori dan praktek, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2000), cet ke-4, h.22. 13 Sagimun MD, Koperasi Soko Guru Ekonomi Nasional Indonesia, (Jakarta: Haji Masagung,
1989), h.15
terminologi ada sebuah akad yang mirip terminologi koperasi. Akad tersebut
dalam khazanah fiqih disebut dengan syirkah atau musyarakah. Akad syirkah
dipraktekkan dari zaman Rasulullah SAW sampai sekarang.
Secara etimologi, al-syirkah berarti percampuran, yaitu percampuran
antara sesuatu dengan yang lainnya, sehingga sulit dibedakan. Sedangkan secara
terminologi, ada beberapa definisi al-syirkah yang dikemukakan oleh para ulama
fiqih. Pertama, dikemukakan oleh ulama Malikiyah. Menurut mereka syirkah
adalah suatu keizinan untuk bertindak secara hukum bagi dua orang yang
bekerjasama terhadap harta mereka. Kedua, definisi yang dikemukakan oleh
ulama Syafi’iyah dan Hanabilah, syirkah adalah hak bertindak hukum bagi dua
orang atau lebih pada sesuatu yang mereka sepakati. Ketiga, definisi yang
dikemukakan oleh ulama Hanafiyah, syirkah adalah akad yang dilakukan oleh
orang-orang yang bekerjasama dalam modal dan keuntungan.14
Sebagian ulama menyebut koperasi dengan syirkah ta’awuniyah
(persekutuan tolong menolong) yaitu suatu perjanjian kerjasama antara dua orang
atau lebih, yang satu pihak menyediakan modal usaha sedangkan pihak lain
melakukan usaha atas dasar profit sharing menurut perjanjian. Maka dalam
koperasi terdapat unsur mudharabah karena satu pihak memiliki modal dan pihak
lain melakukan usaha atas modal tersebut.
Menurut Mahmud Syaltut syirkah ta’awuniyah merupakan syirkah baru
yang belum dikenal oleh para fuqoha terdahulu akan tetapi syirkah ini diciptakan
14 Nasroen Haroen, Fiqih Mu’amalah, (Jakarta: Gaya media Pratama, 2002), cet. Ke-1, h.165.
oleh para ahli ekonomi, yang banyak sekali manfaatmya yaitu memberi
keuntungan kepada para anggota, memberikan lapangan pekerjaan kepada
karyawan, memberikan bantuan keuangan dan lain sebagainya. Sehingga dengan
demikian dalam syirkah ini tidak ada unsur kezaliman dan pemerasan dari orang
kaya terhadap orang miskin. Berdasarkan pengertian diatas maka menurut
Mahmud Syaltut syirkah ta’awuniyah dapat dibenarkan dalam Islam.
Demikian juga dengan Kopontren USP Darul Muttaqien termasuk syirkah
ta’awuniyah, karena usaha bersama di bidang ekonomi yang dilakukan oleh
masyarakat pesantren Darul Muttaqien Parung ini banyak memberikan manfaat
bagi para anggotanya yang membutuhkan tambahan modal untuk pengembangan
usahanya, serta membantu mereka menghindari jeratan rentenir ketika mereka
sedang kesulitan keuangan.
C. Landasan Hukum dan Asas Koperasi
Dalam UUD 1945 pada pasal 33 ayat 1 berbunyi:
“Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asa
kekeluargaan”. Dan penjelesannya berbunyi: “Dasar ekonomi, produksi
dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pinpinan atau pemilikan anggota
masyarakat”.15
15 Departemen Kehakiman RI, Pokok-pokok undang-undang Dasar Tahun 1945, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1991) cet. 13, h.34.
Penjelasan pasal diatas menerangkan kepada kita bahwa kemakmuran
masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang, sebab itu
perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.
Bumi, air Indonesia dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat Indonesia. Kekayaan alam
itu harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat baik materil
maupun spirituil. Kekayaan alam itu harus dimanfaatkan oleh rakyat Indonesia
dengan menyelenggarakan susunan ekonomi atas asas kekeluargaan dan
kegotongroyongan. Bangun yang sesuai dengan ini ialah koperasi. Hal ini
tercantum dalam Undang-undang koperasi No 25 tahun 1992: “ Koperasi
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 serta berdasarkan atas asas
kekeluargaan.”16
Dalam Islam syirkah bentuk koperasi dibolehkan, karena koperasi
termasuk dalam syirkah ta’awuniyah. Para ulama fiqih mendasarkan hal tersebut
pada firman Allah dalam surat sa (38): 24 yang berbunyi:
�� ب���� �ء�� ا���ا � � آن�إو�� ) 24:ص (�� ه �/��- و�ت+��)اا�*��( ا و)' &��ی$�� ا#� إ"�� ب� �
Artinya: “Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang yang berserikat itu
sebahagian mereka berbuat dzalim kepada sebahagian yang lain kecuali orang-
orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, dan amat sedikitlah mereka
itu.”
Ayat di atas menjelaskan kebolehan berserikat atau bekerjasama dalam hal
kebaikan tentunya, seperti syirkah ta’awuniyah yang secara bahasa dirtikan
bekerjasama dalam tolong menolong. Ini sesuai dengan yang disyaratkan ayat
16 Sagimun , koperasi Sokoguru Ekonomi Nasional Indonesia, h.20.
tersebut di atas yaitu hanya orang yang beriman dan beramal solehlah yang
mampu bekerjasama dalam kebaikan tanpa mendzalimi pihak lain atau partner
bisnisnya.
Disamping ayat di atas dijumpai pada sabda Rasulullah yang
membolehkan adanya akad syirkah. Dalam sebuah hadits qudsy Rasulullah
bersabda:
خ:�نا خذF 9:��ح� ص(هDح أ�� ی�� � ���Bی ا��A@��� ثن أل)= ی ا>ن� إ�ل -:�9 رة ی � هب أ� IJ
�'� ب��) �)��K� Lروا(
Artinya: “ Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya
Allah Azza wa Jalla berfirman, Aku (Allah) adalah orang ketiga dalam
perserikatan antara dua orang, selama salah seorang tidak mengkhianati yang lain,
jika diantara mereka ada yang berkhianat maka Aku meninggalkan mereka
berdua.” (HR. Muslim)
Atas dasar ayat dan hadits di atas pula para ulama fiqih menyatakan
bahwa akad syirkah (koperasi) mempunyai landasan yang kuat dalam agama
Islam.17
Dari ketentuan-ketentuan hukum di atas baik dari segi hukum positif
ataupun hukum agama Islam, jelaslah sudah bahwa koperasi boleh dilaksanakan
karena sama sekali tidak bertentangan dengan hukum, akan tetapi sesuai dengan
peraturan pemerintahan dan peraturan agama, bahkan koperasi banyak sekali
memberikan manfaat bagi para anggotanya yang mayoritas kelas menengah ke
bawah ini.
17 Haroen, Fiqih Mu’amalah, h.167.
D. Tujuan dan Fungsi Koperasi
Walaupun koperasi adalah suatu perkumpulan yang bergerak di bidang
ekonomi, namun tujuan utamanya bukanlah mencari keuntungan yang sebesar-
besarnya. Koperasi Indonesia di negara pancasila juga tidak bertujuan untuk
mengadakan persaingan, akan tetapi justru harus mengadakan kerjasama dengan
siapapun dan dengan pihak manapun juga. Maksud dan tujuan koperasi adalah
untuk mencapai perbaikan hidup dengan usaha bersama berdasarkan
kekeluargaan dan kegotongroyongan. Tujuan koperasi Indonesia yang jauh lebih
luhur ialah mencapai serta mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.18
Dalam pasal 3 UU RI No.25/1992 dikatakan bahwa:
“Koperasi bertujuan untuk memajukan kesejahtraan anggota pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan
perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil
dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.”
Selain itu koperasi berusaha memajukan kemakmuran materi atau harta
benda anggota-anggotanya. Koperasi berusaha memenuhi kebutuhan anggotanya
dengan jalan mudah dan murah. Koperasi memang mempunyai tujuan ekonomis,
disamping harus pula mementingkan cita-cita sosial, terutama bagi anggota-
anggotanya dan memperhatikan pendidikannya dan pendidikan anak-anaknya.
Dan sekiranya nanti koperasi mempunyai kelebihan kemampuan, maka
usaha tersebut diperluas ke masyarakat sekitarnya. Karena para anggota koperasi
18 Ibid, h.33
pada dasarnya juga merupakan anggota masyarakat, maka dengan alasan ini
secara bertahap koperasi ikut berperan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Pada pasal 4 UU RI No.25/1992 diuraikan fungsi dan peran koperasi
sebagai berikut:
1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota
pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.
2. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan
manusia dan masyarakat.
3. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan
perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya.
4. Berusaha mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang
merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan demokrasi
ekonomi.19
Selain fungsi dan peranan, koperasi juga memiliki prinsip-prinsip, yang
dijelaskan dalam ICA dan UU Republik Indonesia Nomor 25 tahun 1992 tentang
perkoperasian yaitu:
1. dikemukakan dalam forum ICA yang menghasilkan Cooperative Identity
Statement (pernyataan identitas koperasi), Manchaster September 23, 1995
yang terdiri dari tujuh prinsip, yaitu:
19 Kartasaputra, Koperasi berdasar Pancasila dan UUD 1945, h.57.
i. Keanggotaan sukarela dan Terbuka
Keanggotaan terbuka bagi semua orang yang membutuhkan dan dapat
memanfaatkan jasa-jasa koperasi. Tidak ada diskriminasi terhadap agama,
jender, suku, dan apapun. Dan tidak ada paksaan, baik sebelum ataupun
sesudah menjadi anggota. Setiap anggota boleh keluar setiap waktu.
ii. Pengendalian oleh Anggota-anggota secara Demokratis
Anggota sebagai pemilik koperasi, mempunyai hak suara yang sama
dalam forum bersama, yang sering disebut Rapat Anggota Tahunan
(RAT). Dalam forum tersebut, anggota berhak menentukan kebijakan
strategis dari koperasi, bahkan sampai membubarkan koperasi, pada saat
itu sah untuk diajukan dan diputuskan. Setiap anggota berhak untuk
memilih dan dipilih.
iii. Partisipasi Ekonomi Anggota
Modal koperasi yang paling utama adalah dari anggota (modal
penyertaan). Namun, banyaknya jumlah simpanan yang ditanam di
koperasi tidak menjadikan seorang anggota mempunyai hak istimewa
dibanding yang lainnya yang menanam uangnya lebih sedikit. Surplus
usaha yang didapat oleh koperasi dibagikan kepada anggota sebagian,
sesuai dengan aktivitas transaksi anggota di koperasinya. Dan sebagian
keuntungan yang lain ditanam kembali untuk modal usaha koperasi.
Prosentase pembagian keutungan sepenuhnya menadi wewenang anggota.
iv. Otonomi dan Kemerdekaan
Anggota sebagai pemilik dari koperasi, menjadikan koperasi memiliki
independensi. Kekuasaan tertinggi ada di tangan anggota, yaitu dalam
Rapat Anggota.
v. Pendidikan, Latihan dan Informasi
Koperasi merupakan organisasi/badan usaha, memerlukan anggota yang
tahu dan sadar akan hak dan kewajibannya sebagai anggota. Tiap anggota
mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih dan memilih menjadi
pengurus atau pengawas. Sehingga koperasi mempunyai kewajiban untuk
menyiapkan dana pendidikan untuk anggotanya sebagai upaya
mengusahakan kontinuitas estapeta kepemimpinan di dalam tubuh
koperasi. Anggota juga berhak menerima informasi tentang segala sesuatu
yang berkenaan dengan koperasinya.
vi. Kerjasama antar Koperasi
Kerjasama antar koperasi merupakan kekuatan tersendiri bagi koperasi
yang akan menaikan bargaining position (posisi tawar) di kalangan pelaku
ekonomi lainnya, dan koperasi mampu memberikan pelayanan yang
efektif kepada anggotanya.
vii. Kepedulian terhadap Lingkungan
Koperasi memberikan kontribusi langsung dalam pembangunan
komunitas yang berkesinambungan, sesuai dengan persetujuan anggota.
2. UU Republik Indonesia Nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian
menyebutkan bahwa prinsip koperasi itu ada tujuh, yaitu:
i. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
ii. Pengelolaan dilakukan secara demokratis
iii. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan
besarnya jasa usaha masing-masing anggota.
iv. Pemberian balas jasa terhadap modal
v. Kemandirian
vi. Pendidikan perkoperasian
vii. Kerjasama antar koperasi
E. Koperasi Simpan Pinjam
Koperasi simpan pinjam (KSP) adalah koperasi yang bergerak dalam
usaha pembentukan modal melalui tabungan-tabungan para anggota secara teratur
dan terus menerus untuk kemudian dipinjamkan kepada para anggota dengan cara
mudah, murah, cepat dan tepat untuk tujuan produktif dan kesejahteraan.20
Koperasi simpan pinjam sering disebut koperasi kredit. Karena koperasi jenis ini
didirikan untuk memberikan kesempatan kepada anggota-anggotanya
memperoleh pinjaman dengan mudah dan dengan ongkos yang ringan.
20 Panji Anoraga, Manajemen koperasi: Teori dan Praktek, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995),
cet.ke-1, h.33
Koperasi mempunyai adagium yang sama dengan demokrasi, yaitu dari
anggota, oleh anggota untuk anggota. Artinya di dalam koperasi, anggota adalah
pemilik sekaligus konsumen bagi koperasinya sendiri. Semua anggota memiliki
hak dan kewajiban yang sama, termasuk dalam hal suara dalam memutuskan
kebijakan strategis bagi koperasi, setiap anggota memiliki satu suara, tidak
melihat besar jasa dan modal yang ditanam di koperasinya.
Aturan yang menyatakan bahwa KSP harus melayani anggotanya,
koperasi lain dan atau anggotanya (sesuai perjanjian), merupakan prinsip dasar
sekaligus ciri khas yang membedakan koperasi dengan Bank. Sehingga menjadi
suatu hal yang dianggap melanggar hukum apabila ada KSP melayani bukan
anggota. Terhadap pelanggar ketentuan ini bisa berakibat fatal, yaitu sampai
pembubaran koperasi secara paksa oleh pemerintah. Ketatnya aturan pelayanan
pada hakekatnya untuk kepentingan anggota. Yaitu terjaminnyua uang anggota
apabila ada kesalahan di pihak pengurus dan atau pengelola. Pemerintah tidak
menjamin dana masyarakat yang ada di koperasi, seperti halnya di Bank.
Selain dari anggota (modal utama), modal koperasi bisa didapat dari
modal penyertaan yang berasal dari perorangan atau institusi pemerintah atau
swasta yang bersifat tidak mengikat (orang atau institusi yang menanam modal
tidak punya kuasa apapun terhadap urusan koperasi). Dan pengelolaan
(perhitungan) terhadap modal tersebut harus dipisah dengan modal dari anggota.
Hal ini sangat penting untuk manajemen keuangan koperasi yang rapi, karena
akan berimplikasi pada perhitungan sisa hasil usaha (SHU) anggota.
Dalam hal pengelolaan usaha, koperasi boleh mengelolanya sendiri, oleh
pengurus atau mengangkat perorangan atau institusi yang berbadan hukum yang
diangkat oleh pengurus dan bertanggung jawab kepada pengurus.
Keberhasilan koperasi tidak hanya ditentukan oleh besarnya volume usaha
yang dimiliki, tetapi sejauh mana koperasi bisa menjawab kebutuhan dan
kesejahteraan anggota. Karena koperasi merupakan badan usaha yang tidak
berorientasi pada profit semata, tapi lebih kepada pelayanan terhadap anggota.
Orientasi pelayanan inilah yang membuat suasana di koperasi lebih bernuansa
kekeluargaan.
Secara prinsip, koperasi berhak mengelola jenis usaha apa saja, termasuk
produk-produk yang dijalankan dalam koperasi simpan pinjam. Pemerintah tidak
mengatur jenis usahanya. Semuanya ditentukan dalam forum bersama yang
disebut rapat anggota.
Pemerintah Indonesia secara legal membolehkan koperasi simpan pinjam.
Hal ini dipaparkan dengan jelas dalam:
1. UU Republik Indonesia no. 25 tahun 1992 tentang perkoperasian, Bab VII.
Lapangan usaha, pasal 44 ayat (1): “Koperasi dapar menghimpun dana dan
menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk: (a)
anggota koperasi yang bersangkutan (b) koperasi lain dan atau
anggotanya….”
2. Peraturan pemerintah no.9 tahun 1995 tentang pelaksanaan kegiatan usaha
simpan pinjam oleh koperasi.
3. Keputusan Menteri koperasi, pengusaha kecil dan menengah Republik
Indonesia nomor: 351/KEP/M/XII/1998, tentang petunjuk pelaksanaan
kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi.
4. Keputusan Menteri Koperasi, Pengusaha kecil dan menengah Republik
Indonesia no.194/KEP/M/1998, tentang petunjuk pelaksanaan penilaian
kesehatan koperasi simpan pinjam.
BAB III
GAMBARAN UMUM KOPERASI USP DARUL MUTTAQIEN
F. Sejarah Berdirinya
Koperasi USP Darul Muttaqien didirikan pada tahun 1997, berawal dari
sebuah toko kecil yang dibangun tahun 1992, berada di dalam lingkungan
pesantren, untuk menjual keperluan para santri dan ustadznya. Pendirian toko
tersebut dilatarbelakangi oleh keprihatinan pimpinan pondok yaitu KH.Drs. Mad
Rodja Sukarta, terhadap kesejahteraan para ustadznya. Pimpinan pondok selain
membangun toko juga bercita-cita ingin mendirikan sebuah koperasi untuk
meningkatkan kesejahteraan para Ustadz khususnya, umumnya untuk
kepentingan masyarakat sekitar pondok. Cita-cita tersebut muncul terutama
disebabkan kekhawatiran pimpinan terhadap para ustadz ketika memerlukan
dana, untuk kebutuhan mereka yang mendesak, dikhawatirkan meminjam dari
rentenir yang akan menjerumuskan mereka ke dalam praktek riba yang
diharamkan dalam agama Islam.
Sejalan dengan cita-cita pimpinan pondok, tahun 1996 pemerintah
mengadakan program pelatihan koperasi syari’ah khusus pondok pesantren se-
Jawa Barat, yang diadakan di Pondok Pesantren Darul Muttaqien, ketika itu
pimpinan pondok mengutus tiga Ustadznya untuk menjadi peserta, yaitu:
Ust.Teguh Widodo, Ust.Iwan Bagja, Ust.Duklan Wastim. Berawal dari pelatihan
tersebut, atas izin pimpinan dan kesepakatan dari para ustadz, maka pada tahun
1997 berdirilah Koperasi Pondok Pesantren Darul Muttaqien, atau disingkat
KOPONTREN DM, dengan bermodalkan dana 15.000.000,- dari pemerintah
lewat departemen koperasi usaha kecil dan menengah, KOPONTREN DM
beroperasional, jumlah anggota 60 orang, dengan awal susunan kepengurusan
sebagai berikut:
Ketua : Ust.Teguh Widodo
Bendahara : Usth.Martini
Kasir : Usth.Sulistiyah
Perjalanan koperasi ini penuh hambatan baik dari internal maupun
eksternal, menurut pengakuan pendiri hambatan yang paling berat dirasakan
adalah hambatan internal yaitu lemahnya sumberdaya manusia yang dimiliki dan
kesadaran anggota yang relatif masih minim terhadap gerakan koperasi, sehingga
koperasi berjalan sangat lamban, namun berkat keuletan pengurus dalam
memajukan usahanya, secara bertahap kopontren ini mulai menunjukan
kemajuan, hal ini terlihat dari jumlah anggota yang bertambah sehingga modal
koperasi juga ikut bertambah.
Pada awal tahun 2000 kopontren mengembangkan usahanya dengan
membentuk unit-unit usaha, yaitu Unit Wartel, Unit Mini Market (Toko), dan
termasuk di dalamnya usaha simpan pinjam yang merupakan usaha awal koperasi
menjadi bagian unit usaha tersendiri, yaitu Unit Simpan Pinjam, berada di bawah
kopontren. Alasan pemisahan ini didasari oleh cita-cita pimpinan pondok yang
ingin menjadikan Unit Simpan Pinjam ini ke depan menjadi Baitul Mal wa
Tamwil (BMT), Masing-masing unit usaha di kepalai oleh seorang manajer, dan
yang menjadi manajer Unit Simpan Pinjam (USP) yang pertama waktu itu adalah
Ustadzah Yusriyanti,SE, dibawah kepemimpinannya USP masih belum
menunjukan kemajuan yang berarti. Dikarenakan suatu hal alasan pribadi ibu
Yusriyanti tidak bisa melanjutkan kepengurusan, maka kepengurusan diserahkan
kepada Ustadzah Ninyoman Muliantari, SE, yang sebelumnya menjadi staf di
USP bagian teller. Dimasa kepemimpinan beliau USP mulai berbenah diri
merapihkan kredit-kredit yang tersendat pembayarannya, dan memperketat
pengawasan pembiayaan, sehingga USP mengalami kemajuan yang signifikan ini
terlihat dari pendapatan yang diperoleh setiap tahunnya mengalami peningkatan.
Tahun 2003 kopontren mengalami perubahan pengurus, yaitu Ust.Teguh
Widodo sebagai ketua umum, yang juga termasuk sebagai pendiri kopontren,
mengundurkan diri dari ketua umum, dikarenakan alasan pribadi sehingga beliau
tidak bisa melanjutkan kepemimpinannya yang kemudian diserahkan kepada
Ust.Asnawi Mangku Alam, S.Ag, tapi perubahan puncak kepengurusan di
kopontren ini tidak menimbulkan kekacauan ataupun dampak yang negatif
terhadap unit-unit usahanya, karena Ust.Teguh telah merintis kopontren dengan
mendidik staf-stafnya bukan saja dengan manajerial perkoperasian, tetapi juga
beliau menerapkan nilai-nilai islami dalam kepemimpinannya, sehingga kegiatan
kopontren tetap berjalan seperti biasa. Di masa kepemimpininnya Ust. Asnawi
berhasil mengembangkan usaha koperasi dengan menambah unit usaha lain yaitu
Cafe dan Cofy Center.
G. Struktur Organisasi
Struktur organisasi kopontren USP Darul Muttaqien terdiri dari: ketua
umum yang bertugas membuat kebijakan yang sifatnya mengkoordinasikan
semua kerja pimpinan unit-unit usaha. Kemudian manajer atau koordinator yang
bertugas memimpin operasional harian USP, bekerjasama dengan pihak luar
dalam pengembangan usaha USP, mengawasi hasil kerja keuangan Akuntan dan
Teller, membuat laporan keuangan USP yang akan dipertanggungjawabkan
kepada ketua umum. Selanjutnya Akuntan dan Teller bertugas dan bertanggung
jawab terhadap pencatatan, penerimaan dan pengeluaran keuangan.
Sebagai organisasi yang berwatak sosial, maka pada struktur
organisasinya terdapat badan pengawas yang bertugas mengarahkan, memeriksa,
dan mengawasi kegiatan koperasi guna menjamin bahwa koperasi telah
beroperasi sesuai dengan ketentuan dan tidak menyimpang dari aturan AD/ART
koperasi yang telah dibuat sesuai dengan kesepakatan.
Selain itu terdapat anggota, yang selain menjadi anggota koperasi juga
sebagai pemilik koperasi dan struktur organisasi yang ada di koperasi harus patuh
pada keputusan Rapat Anggota Tahunan (RAT).
Struktur organisasi lengkap terlampir.
H. Manajemen dan Sistem Operasional
1. Manajemen Kopontren USP Darul Muttaqien Bogor
Manajemen sebagai proses khas yang menggerakan organisasi
merupakan hal yang penting, karena tanpa manajemen efektif tak akan ada
usaha yang akan berhasil cukup lama. Manajemen memberikan efektivitas pada
usaha manusia.
Istilah manajemen berhubungan dengan usaha untuk mencapai tujuan
tertentu dengan jalan menggunakan sumber-sumber yang tersedia dalam
organisasi dengan cara sebaik mungkin. Karena dalam pengertian “organisasi”
selalu terkandung sekelompok (lebih dari 2 orang) manusia maka
manajemenpun biasanya digunakan dalam hubungan dengan usaha suatu
kelompok manusia, walaupun manajemen itu dapat pula diterapkan terhadap
usaha-usaha secara individu.
Berdasarkan buku terbitan International Labour Organization (ILO)
yang berjudul Cooperative Management and Administration, cenderung untuk
melihat manajemen koperasi dari segi administrasi dan pembahasan koperasi
mengarah ke bidang masalah-masalah ilmu administrasi dan birokrasi.21
Maka
penjelasan tentang manajemen Kopontren USP Darul Muttaqien Bogor akan
berbicara tentang organisasi dan administrasi.
21 Pandji Anoraga, Manajemen Koperasi, Teori dan Praktek, (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya,
1995), cet. Ke-1, h.79
a. Kopontren USP Darul Muttaqien merupakan milik bersama warga pondok
pesantren Darul Muttaqien dan masyarakat sekitar, terutama yang telah
menjadi anggotanya dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan anggotanya.
b. Hubungan kerja:
1) Hubungan vertikal
a) Dengan Muspika Kecamatan Parung
b) Dengan kantor koperasi kabupaten Bogor
c) Dengan Dekopinda kabupaten Bogor
2) Hubungan horizontal
a) Dengan koperasi-koperasi primer
b) Dengan instansi pemerintah atau swasta terkait
c. Alat perlengkapan organisasi:
1) Rapat anggota
2) Pengurus
3) Badan pengawas
d. Permodalan Kopontren USP Darul Muttaqien didapat dari simpanan
anggota yang terdiri dari: simpanan wajib dan simpanan manasuka, serta
modal penyertaan dari perorangan dan institusi pemerintah.
2. Sistem Operasional Kopontren USP Darul Muttaqien
a. Sumber permodalan koperasi
Menurut UU No.25 tahun 1992 tentang perkoperasian pasal 41
dinyatakan bahwa “Modal koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal
pinjaman”.
Modal sendiri terdiri dari:
1) Simpanan pokok; Simpanan ini harus dibayar masing-masing anggota,
ketika masuk menjadi anggota sebesar Rp.50.000,- dan tidak dapat
diminta kembali selama anggota tersebut belum berhenti sebagai
anggota koperasi.
2) Simpanan wajib; simpanan ini harus dibayar oleh para anggota sejumlah
Rp.20.000,-
3) Dana cadangan; yaitu dana yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil
usaha, yang dimaksudkan untuk memupuk modal dan menutup kerugian
koperasi bia diperlukan.
Modal pinjamandiperoleh dari:
1) Pinjaman dari pemerintah melalui program P2KER sebesar
15.000.000,- pada tahun 1997
2) Pinjaman dari Bank Syari’ah sebesar Rp.50.000.000,- pada tahun
2000.
b. Aktivitas simpan pinjam
Jenis pinjaman yang diberikan oleh koperasi hanya terbatas pada
pinjaman produktif, yang dimaksudkan untuk pengembangan usaha
mereka melalui pemberian tambahan modal sesuai dengan tingkat
kebutuhan usaha mereka. Jumlah pinjaman yang bisa mereka terima
antara Rp.100.000,- sampai batas maksimal pinjaman adalah sejumlah 4
kali penghasilan pendapatan mereka perbulan. Adapun sistem
pembayarannya diangsur perbulan dengan jasa pinjaman yang tetap
sebesar 3%.
Praktek simpan pinjam kopontren USP yaitu memberikan
layanan kredit. Layanan kredit diberikan kepada anggota yang sudah
menjadi anggota dengan syarat sebagai berikut:
1) telah menjadi anggota minimal 5 bulan dan aktif menabung minimal 3
bulan
2) mengisi formulir pinjaman yang telah disediakan pihak koperasi
disertai dengan materai sebagai jaminan dari anggota yang dipegang
oleh koperasi
3) memenuhi kewajiban sebagai anggota, antara lain:
a) mematuhi anggaran dasar, anggaran rumah tangga dan keputusan-
keputusan rapat anggota.
b) membayar simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan
lainnya yang diputuskan oleh rapat anggota.
c) berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh
koperasi.
d) mengembangkan dan memelihara kebersamaan berdasarkan asas
kekeluargaan.
3. Sisa Hasil Usaha dan Pembagiannya
Sisa hasil usaha merupakan pendapatan koperasi yang diperoleh dalam
satu tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lainnya
termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa USP ini merupakan bagian dari
unit usaha kopontren Darul Muttaqien, maka untuk pembagian SHU
dilaksanakan oleh kopontren yang didapat dari persentase pendapatan tiap-tiap
unit usaha. USP harus menyetor sebesar 35% dari pendapatannya kepada
koperasi.22
Adapun perincian persentase pendapatan USP adalah sebagai
berikut:
a. 25 % untuk pemupukan modal USP
b.15 % untuk dibagikan kepada anggota yang sebanding dengan nilai
bertransaksi dengan USP
c. 25 % untuk membiayai usaha lain yang menunjang USP.
d. 35 % untuk diserahkan kepada kopontren.
22 Kopontren Darul Muttaqqien, Laporan Pertanggung Jawaban Pengurus tahun buku 2007
(Bogor, 2007),h.16
Sedangkan mekanisme pembagian SHU kopontren Darul Muttaqien
setelah dikurangi biaya penyelenggaraan kegiatan koperasi, dipergunakan untuk
keperluan sebagai berikut:
a. Cadangan modal : 30%
b. Anggota : 40%
c. Pendidikan : 5%
d. Pengurus : 15%
e. Sosial : 2,5%
f. Pembangunan daerah kerja : 2,5%
D. Fungsi Sosial dan Ekonomi
1. Fungsi Sosial
Kopontren USP Darul Muttaqien adalah koperasi yang bergerak dalam
bidang simpan pinjam yang menjadi sumber tambahan modal bagi anggota.
Serta bertujuan mengembangkan usaha anggota-anggotanya.
Mengingat wadah koperasi bukanlah suatu badan usaha yang mencari
keuntungan semata, tetapi juga bukan usaha sosial yang memberikan bantuan
secara cuma-cuma, maka sasaran utama dari usaha koperasi lebih didasarkan
kepada tujuan pengembangan usaha bagi anggotanya. Dengan itu bagi
anggota yang membutuhkan modal atau dana yang mendesak dapat
merasakan manfaat dari usaha koperasi.
Nilai sosial lainnya adalah bahwa kopontren ini memberikan
keringanan bagi anggotanya yaitu dengan jasa pinjaman yang tetap, selain itu
koperasi menganggarkan dana sosial dan pembangunan daerah sebesar 5%
dari SHU yang dihitung di akhir tahun.
2. Fungsi Ekonomi
Dengan adanya kegiatan usaha sumpan pinjam pada kopontren USP
Darul Muttaqien ini maka para anggota dapat merasakan manfaatnya yaitu
untuk kemajuan usaha mereka, juga untuk kehidupan perekonomian mereka.
Diantara fungsi ekonomi kopontren USP Darul Muttaqien adalah:
a. Terciptanya hubungan perekonomian yang harmonis diantara koperasi
dan anggota, karena koperasi lebih mengedepankan asas kekeluargaan
dalam membina anggotanya.
b. Mempersempit ruang gerak para lintah darat yang hanya mementingkan
keuntungan semata dalam usahanya.
c. Membantu pemerintah dalam upaya mengurangi angka pengangguran
dan mengentaskan kemiskinan
BAB IV
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM OPERASIONAL
KOPERASI USP DARUL MUTTAQIEN
I. Karakteristik Bagi Hasil
Pembahasan tentang karakteristik bagi hasil dimaksudkan untuk
memberikan gambaran sifat dasar dari transaksi simpan pinjam yang dikehendaki
Islam. Sehingga kemudian, kita dapat mengkomparasikannya dengan apa yang
penyusun teliti, adapun jenis transaksi yang dipilih adalah wadi’ah pada sisi
produk simpanan, dan mudharabah pada sisi produk pinjaman atau kredit.
1. Karakteristik Bagi Hasil Wadi’ah
i. Definisi Wadi’ah
Secara etimologi, kata wadi’ah berarti menempatkan sesuatu
yang ditempatkan bukan pada pemiliknya untuk dipelihara. Di kalangan
paara fuqoha, terminologi wadi’ah dikenal dua definisi, yaitu: pertama,
yang dikemukakan oleh ulama Hanafiyah, menurut mereka, wadi’ah
adalah mengikutsertakan orang lain dalam memelihara harta, baik dengan
ungkapan yang jelas, melalui tindakan, maupun melalui isyarat. Kedua,
definisi yang dikemukakan ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah.
Yaitu wadi’ah adalah mewakilkan orang lain untuk memelihara harta
tertentu dengan cara tertentu.23
ii. Landasan Hukum Wadi’ah
Akad wadi’ah dipandang jelas (tidak ada hal yang dianggap
samar) dan bermanfaat, sehingga merupakan hal yang dibolehkan oleh
syari’at. Hal ini ditunjukan dalam firman Allah dalam Q.S Al-Nisa (4) :
58:
وإذا حT)B� ب�� ا�'��س أن B+N()ا ب���Dل إن� ا> � ��ه� أ� إ�ت�نR�وا ادN OPن ا�آ �M ی ا>ن�إ
)58: ا�'�Kء ( ن�(�� ی�BV� ب: إن� ا> آ�ن س(��� ب*� ا
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kalian
membuat keputusan hukum, maka berbuat adillah, sesungguhnya
Allah sebaik-baik mengajar kepadamu, sesungguhnya Allah Mah
mendengar lagi Maha melihat.
Rasulullah SAW, pernah bersabda:
�� �� إ[�نR� اد\ ص�� ا> ��: وس�� أ ا>ل)س ر�ل-: �ل -:' ا>]ض رة ی � هب أ�
�$ى وا�+�آ�. (_�ن خ� ��� N# و_'(TاTأب) داود وا� Lروا(
Dari Abu Hurairah, diriwayatkan Rasulullah SAW bersabda:
Serahkanlah/sampaikanlah amanah yang mempercayai engkau, dan
jangan kamu (membalas) mengkhianati orang yang mengkhiangati
engkau. (HR. Abu Daud, at-Tirmidzi dan al-Hakim).
iii. Karakteristik Bagi Hasil Wadi’ah
Para ulama sepakat bahwa sifat akad wadi’ah mengikat bagi
kedua belah pihak yang melakukan akad. Apabila seseorang dititipi
23 Nasroen Haroen, Fiqih Mu’amalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), h.245.
barang oleh orang lain dan akadnya ini memenuhi rukun dan syarat
wadi’ah,24 maka pihak yang dititipi bertanggung jawab memelihara
barang titipan itu. Pada dasarnya tangung jawab yang ditanggung oleh
penerima titipan bersifat amanah atau yang disebut yad al-amanah,
sehingga dia (yang dititipi barang) tidak bertanggung jawab atas
kerusakan yang terjadi selama penitipan barang, kecuali kerusakan itu
dilakukan secara disengaja atau atas kelalaiannya. Sebagaimana hadits
Nabi SAW, dari Amr Ibn Syu’aib, (“orang yang dipercaya memegang
amanah tidak boleh dituntut ganti rugi” HR. Ad-Daroquthni).
Berdasarkan hadits diatas, maka persyaratan di dalam akad
wadi’ah untuk mengganti kerugian atas rusaknya barang (baik
disengaja atau tidak) oleh orang yang dititipi, para ulama fiqih
bersepakat menyatakan bahwa akad tersebut batal. Dan orang yang
dititipi barang tidak boleh meminta upah dari penitipan tersebut.
Berkaitan dengan sifat akad wadi’ah, sebagai akad yang bersifat
amanah, Haroen mengutip pendapat ulama fiqih yang membahas
kemungkinan perubahan sifat akad wadi’ah dari sifat amanah menjadi
sifat Adh-dhamanah (tanggungan atau jaminan). Beberapa
kemungkinan itu adalah:
1). Barang itu tidak dipelihara oleh orang yang dititipi, dan terjadi
kerusakan. Meskipun kerusakan itu disebabkan oleh orang lain,
24 Ibid.,h. 246-247
tapi orang yang dititipi tidak berusaha menjaganya, sehingga
diwajibkan meanggung atau menjamin kerugian ( adh-dhamanah)
tersebut.
2). Barang titipan itu dititipkan oleh pihak kedua kepada orang lain
(pihak ketiga) bukan berasal dari keluarga dekat dan bukan pula
menjadi tanggung jawabnya. Dan ternyata di tangan ketiga barang
titipan tersebut rusak. Di kalangan para ulama terdapat perbedaan
dalam siapa yang mengganti rugi ke pihak yang empunya barang.
Yang jelas terhadap kerusakan barang yang dititipkan. Orang yang
punya barang berhak meminta ganti rugi kepada pihak kedua atau
ketiga. Kalau menurut hemat penyusun, pihak pertama meminta
ganti rugi pada pihak kedua, demi kejelasan tanggung jawab dalam
berakad.
3). Barang itu dimanfaatkan oleh orang yang dititipi, dan terjadi
kerusakan. Meskipun kerusakan tersebut bukan karenanya. Hal ini
disepakati oleh para ulama fiqih.
4). Orang yang dititipi mengingkari barang yang dititipkan, sedangkan
akad wadi’ah itu memang betul-betul terjadi.
5). Orang yang dititipi barang itu mencampurkannya dengan harta
pribadinya.
6). Orang yang dititipi melanggar apa yang disyaratkan waktu akad
dilakukan.
7). Barang yang dititipi dibawa bepergian, dan selama dalam
perjalanan (yang panjang dan lama) terjadi kerusakan maka
diwajibkan mengganti kerugian.25
d. Operasionalisasi wadi’ah pada Lembaga Keuangan
Dalam aktivitas perekonomian modern, si penerima simpanan
(titipan) tidak mungkin akan mengidelkan aset tersebut, tetapi
mempergunakannya dalam aktivitas perekonomian tertentu. Oleh
sebab itu, wadi’ah yang oleh para ahli fiqih disifati dengan yad al-
amanah (titipan murni tanpa ganti rugi) dimodifikasi dalam bentuk yad
ad-dhamanah (dengan resiko anti rugi). Konsekwensinya adalah
apabila pihak bank (yang dititipi) mengelola aset (uang) yang
dititipkan dan kemudian mendapatkan keuntungan dari pengelolaan
barang titipan tersebut, maka seluruh keuntungan menjadi milik pihak
bank. Namun apabila pihak bank mau berbagi dengan nasabah, maka
pembagian keuntungan tersebut tidak dijanjikan pada waktu akad,
sebatas kebijaksanaan dari pihak bank saja. Aplikasi wadi’ah dalam
dunia perbankan berbentuk giro dan deposito berjangka.26
2. Karakteristik Bagi Hasil pada Mudharabah
i. Definisi Mudharabah
25 Ibid.,h.248-250 26 Ibid.,h. 251
Mudharabah berasal dari kata dharb, artinya memukul atar berjalan.
Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses
seseorang memukulkan kakinya dalam menjanlakan usaha, sebagaimana
firman Allah surat Al-Muzamil (73) ayat 20:
� ینو اخءو....... )20: ا�(�c/ ( ...... ا>/� 9� �ن)�� یضرR] ا 9ن)ب
“… dan dari orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari
sebagian karunia Allah …”
Kata dharb di atas diartikan berjalan, tidak diartikan memukul.
Lebih jauh, arti berjalan di sini dimaksudkan usaha atau bekerja.
Mudharabah sering dikatakan qiradh, karena mempunyai makna
yang sama. Kata qiradh berasal dari kata qaradha, yaitu memotong,
karena dalam kasus ini yang punya harta memotong sebagian hartanya.
Untuk diperdagangkan (diproduktifkan dalam suatu usaha) dan
mndapatkan potongan dari keuntungannya, berbagi hasil dengan yang
mengusahakan hartanya itu. Masyarakat Irak menyebutnya mudharabah
sedangkan masyarakat Hijaz menyebutnya qiradh. Sedangkan pengertian
mudharabah menurut syara’ (menurut ahli fiqih) sebagai berikut: “Pemilik
harta (modal) menyerahkan hartanya kepada pekerja (pedagang) untuk
diusahakan (dijadikan modal dagang) dan keuntungannya menjadi milik
bersama dan dibagi menurut kesepakatan bersama.”27
27 Ibid., h.176
Pendapat tersebut mendapatkan kritikan. Karena mengesankan,
seolah-olah mudharabah itu adalah pemberian/penyerahan itu sendiri. Dan
pengertian yang lain itu adalah persetujuan kongsi dengan harta dari salah
satu pihak dan kerja dari pihak lain.
ii. Landasan Hukum
Semua ulama bersepakat bahwa hukum mudharabah adalah boleh.
Hal ini berdasarkan pada Q.S. Al-Muzammil ayat 20, yang telah
disebutkan di atas, dan didukung dengan keterangan yang menjelaskan
bahwa tradisi (mudharabah) ini, merupakan usaha yang banyak dilakukan
oleh Nabi Muhammad SAW.
iii. Karakteristik Bagi Hasil pada Mudharabah
Mudharabah merupakan akad/persetujuan salah satu pihak untuk
memberikan hartanya untuk dikelola oleh pihak yang dipercayainya. Dari
hal tersebut, ada beberapa komponen penting dalam mudharabah. Masing-
masing komponen penting itu adalah pihak yang memberikan modal saja,
yang disebut shahib al-mal, pihak yang mengelola modal (mudharib), dan
diantara keduanya ada kepercayaan yang membuat akad ini terlaksana.
Unsur kepercayaan inilah yang menyebabkan tidak diperkenankannya
shahib al-mal mensyaratkan kepada mudharib sesuatu yang berharga
sebagai jaminan. Sehingga para ulama fiqih bersepakat bahwa,
pensyaratan jaminan pada akad menyebabkan akad tersebut batal.28
Berkenaan dengan pembagian resiko usaha dalam akad mudharabah,
shahib al-mal bertanggung jawab atas kerugian yang diderita, sebatas pada
jumlah modal yang ditanam pada proyek tersebut, sedangkan mudharib
tidak ikut bertanggung jawab secara materi terhadap kerugian tersebut, dia
(mudharib) hanya tidak memperoleh keuntungan usaha yang telah
disepakati, karena merugi. Kerena demikian adanya, M. Umar Capra
menyebut akad mudharabah sebagai partnership in profit. Dan keuntungan
bersih yang dihasilkan dalam usaha dibagi sesuai dengan kesepakatan.
iv. Operasionalisasi Mudharabah pada Lembaga Keuangan
Dalam perbankan Islam, perjanjian mudharabah telah meliputi tiga
pihak, yaitu: para nasabah penyimpan dana (depositors) sebagai shahib al-
mal, bank sebagai suatu Intermediary, dan pengusaha sebagai mudharib
yang membutuhkan dana. Bank bertindak sebagai pengusaha (mudharib)
dalam hal bank menerima dana dari nasabah penyimpan dana (depositors),
dan sebagai shahib al-mal dalam hal bank menyediakan dana bagi para
nasabah debitor selaku mudharib.29
28 Dewan Redaksi Ensiklopedi Hukum Islam, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar
Baru Van Hoeve, 1994) jilid 4, h.1197 29 Remy Sjahdeini, mengutip Elias G. Kazarian, dalam: Perbankan Islam dan Kedudukannya
dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999), h.47
Bank Muamalat Indonesia (BMI) mempraktekkan dua bentuk
simpanan mudharabah, yaitu tabungan mudharabah dan deposito
mudharabah. Yang dimaksud dengan tabungan mudharabah adalah
simpanan masyarakat (disebut nasabah) di BMI yang penarikannya dapat
dilakukan setiap saat atau beberapa kali sesuai dengan peranjian. Dalam
hal ini, BMI bertindak sebagai mudharib (yang mengelola modal) dan
deposan sebagai shahib al-mal (pemilik modal). BMI sebagai mudharib
akan membagi keuntungan kepada shahib al-mal sesuai dengan nisbah
(prosentase) yang telah disetujui bersama. Hal yang lazim dalam
periodisasi pembagian keuntungan adalah tiap bulan.
Deposito mdharabah merupakan investasi melalui simpanan nasabah
yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalm jangka waktu tertentu,
dengan mendapatkan imbalan bagi hasil dari pendapatan (revenue
sharing).
Selain itu, BMI juga menyediakan fasilitas pembiayaan mudharabah
dengan sistem bagi hasil. Maksudnya, pembiayaan modal investasi atau
modal kerja disediakan sepenuhnya olah BMI, sedangkan nasabah
menyediakan usaha dan manajemennya. Keuntungan akan dibagi sesuai
dengan kesepakatan bersama dalam bentuk nisbah (prosentase) tertentu
dari keuntungan pembiayaan.
J. Unsur Riba Uang
Riba dalam ajaran Islam merupakan suatu hal yang telah jelas hukumnya,
yaitu haram, karena bisa merusak mental dan tatanan sosial suatu masyarakat.
Perekonomian akan terasa tidak adil, ketimpangan antara yang kaya dan yang
miskin akan terus bertambah parah karena praktek riba, sehingga ketegangan
sosial akan terus menghantui roda kehidupan, seperti bom waktu yang siap
meledak setiap saat.
Namun, kejelasan tentang riba yang bagaimana, yang dimaksud al-Quran
menjadi persoalan yang masih akan terus mengemuka selama masih terus
bermunculan bentuk-bentuk baru dalam transaksi ekonomi. Para ulama sejak
dahulu hingga kini, ketika membahas ini tidak melihat esensi riba guna sekedar
mengetahuinya, tetapi mereka melihat dan membahasnya sambil meletakkan di
pelupuk mata hati mereka beberapa praktek transaksi ekonomi guna mengetahui
dan menetapkan apakah praktek-praktek tersebut sama dengan riba yang
diharamkan itu sehingga ia pun menjadi haram, ataukah tidak sama.
Perbedaan pandangan diantara para ulama ini antara lain disebabkan oleh
wahyu mengenai riba yang terakhir turun kepada Rasul SAW. Beberapa waktu
sebelum beliau wafat, sampai-sampai Umar bin Khathab r.a. sangat
mendambakan kejelasan masalah riba ini. Beliau berkata, “Sesungguhnya
termasuk dalam bagian akhir al-Quaran yang turun, adalah ayat-ayat riba
Rasulullah wafat sebelum beliau menjelaskannya. Maka tinggalkanlah apa yang
meragukan kamu kepada apa yang tidak meragukan kamu”.30
Sejarah menjelaskan, bahwa masyarakat Arab sebelum datangnya syari’at
pelarangan riba telah mempraktekkan membungakan uang. Thaif, tempat
pemukiman suku Tsaqif merupakan daerah subur dan menjadi salah satu pusat
perdagangan antara suku, terutama suku Quraisy yang bermukim di Mekah. Di
Thaif juga bermukim orang-orang Yahudi yang telah lebih dulu mengenal
praktek-praktek riba, sehingga keberadaan mereka di sana menumbuhsuburkan
praktek tersebut. Hal ini digambarkan dalam al-Quran surat Al-Nisa: 160-161.
pada waktu datangnya syari’at pelarangan terhadap praktek riba, kaum musyrikin
merasa keheranan karena mereka menganggap bahwa kelebihan yang dipungut
dari pinjaman uang yang bertempo sama dengan jual beli.
Praktek pembungaan uang yang lazim dilakukan pada waktu itu adalah
jenis bunga berkembang. Sehingga terjadi proses penumpukan akumulasi modal
di satu pihak dan pihak lain penambahan beban yang tiada akhir (selama
hutangnya belum lunas). Hal ini merupakan hal yang dianggap oleh kaum
agamawan (agama-agama samawi) adalah perbuatan keji dan dosa besar bagi
yang melakukannya.
Jadi ada sedikit gambaran yang bisa dijadikan acuan dalam menyikapi
persoalan riba uang yang dikutuk keras oleh agama. Yaitu menunjuk kepada
30 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quaran, (Bandung: Mizan, 1992), h.258
praktek pembungaan uang yang berkembang dan berlipat ganda. Selanjutnya,
penyusun akan memaparkan tentang definisi riba menurut para ulama.
Menurut bahasa, riba bermakna : ziyadah (tambahan)31
. Dalam pengertian
lain, riba bisa berarti “ Bertambah dan tumbuh berkembang”. Sedangkan menurut
istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal
secara bathil.32
Dalam Islam riba secara khusus menunjuk pada kelebihan yang
diminta dengan cara khusus.
Afzalurrahman mengutip pendapat beberapa ahli/ulama berkenaan dengan
definisi riba, yaitu diantaranya: Ibn Khazar al-Asqalani berpendapat bahwa, “
Esensi riba adalah kelebihan, apakah itu berupa barang ataupun uang, seperti
uang dua dinar sebagai pengganti uang satu dinar.”33
Syah Waliyullah dari
Delhi, berpendapat bahwa unsur riba terdapat pada hutang yang diberikan dengan
syarat sipeminjam bersedia membayarnya lebih banyak dari apa yang telah
diterimanya. Sedangkan Qatadah mengatakan bahwa sebelum kedatangan Islam,
yang disebut riba adalah jika seseorang menjual barangnya pada orang lain untuk
jangka waktu tertentu, dan ketika sampai batas waktu yang ditentukan si pembeli
tidak dapat membayarnya, lalu si penjual memberikan perpanjangan waktu
pembayarannya bersamaan itu pula ia menaikkan harga pembeliannya.
31 Ahnad Warson Munawwir, Kamus Al Munawwi, (Surabaya: Pustaka Progressif), cet.ke-
14,h.469 32 M. Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah suatu Pengenalan Umum,(Jakarta: Tazkia Institute,
1999), h.59 33 Afzalurrahman, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang, penterj.Dewi Nurjulianti,
(Jakarta: Intermasa, 1997), cet.ke.2, h.310
Menurut mujahid, unsur riba terdapat dalam setiap bentuk transaksi pada
masa pra Islam; setiap kali seseorang mengadakan perjanjian pinjaman ia akan
meminta kepada kreditornya untuk memberikan jangka waktu pembayaran yang
panjang dan berjanji akan mengembalikan padanya sejumlah kelebihan dari uang
pokok yang dipinjamkan.
Imam al-Razi mengemukakan bahwa menaikkan sejumlah uang yang
dipinjamkan pada seseorang pada masa pra Islam dengan alasan jangka waktu
pengembaliannya dan si pemberi pinjaman menerima bunga setiap bulannya,
sudah menjadi kebiasaan, dan ketika waktu yang ditentukan tadi berakhir si
peminjam diminta membayar hutang tersebut, kemudian jika ia tidak mampu
membayarnya, maka ia diberi perpanjangan waktu pembayaran dan bunganya pun
semakin meningkat.”
Menurut Quraish Syihab, dalam al-Quran ditemukan kata riba terulang
sebanyak delapan kali, terdapat dalam empat surat, yang menunjukan proses
diharamkannya riba dalam perekonomian. Secara berurutan, tahapan ayat-ayat
yang bercerita tentang riba adalah:
Tahap pertama, merupakan ayat Makiyah yang menggambarkan tentang
adanya unsur negatif di dalam perbuatan riba, terdapat dalam Q.S. Al-Rum (30)
ayat 39:
�Nةآ ز� ��T��N ءا� و ا>D' )ب یe �9س ا�'�ال)�] أ 9)ب �� �ب ر� ��T�اNء� �وDونوی I:<9 ا M�وg_
�( ا��ه�h(ن ) وم )39: ا�
Artinya: “Dan suatu riba (tambahan) yang kamu berikan, agar menambahi
harta orang, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah, apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mendari ridha Allah,
maka itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).”
Tahap kedua, mengisyaratkan keharaman riba dengan menggambarkan
perbuatan orang Yahudi yang lalai terhadap peringatan terdahulu, sehingga
diancam siksa yang pedih, Q.S An-Nisa (4) ayat 160-161:
9�V��� �حو�د ه�ی$ ا�� � �' � ����l \��ح أ�ت��J� �� ب ا� \�ه$خأو{} ا � آ ا>/�� س� �هD\* ب و�
)161-160: ا�'�Kء ( {}�(��� أاب$ ��' ��ی �B9�� �نTD أ و/�l��� ب�س ا�'�ال)� أ���آأ و:'ا )� نD-و
Artinya: “ Oleh karena keaniayaan orang-orang yahudi, Kami
haramkan atas mereka (makanan) yang baik-baik yang telah
dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka kerap kali menghalangi
orang dari jalan Allah (160) Dan disebabkan mereka makan riba,
padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan mereka
memakan harta orang lain dengan jalan yang batil. Kami telah
menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa
pedih” (161)
Tahap ketiga, secara eksplisit dinyatakan keharaman salah satu bentuk
riba, yaitu suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat,
bahwa pengambilan bunga dengan tingkat suku bunga yang cukup tinggi dan
berkembang, merupakan fenomena yang banyak dipraktekan pada masa
tersebut. Q.S Al-Imran (3) ayat 130:
�ض� أب)ا ا� \�آN Mا #)' &��ی$� ا���ی�Pأی9�� �� �h]و �Nا ا>=ا(� ���B�N h�+(ن ) ان )130:ال (
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba
dengan berlipatganda, dan bertaqwalah kamu kepada Allah, agara
kamu beruntung.”
Tahap terakhir keempat, pengharaman riba secara total dalam berbagai
bentuknya. Q.S Al-Baqarah (1) ayat 275-281:
/ s���� ا�(ن�ا إ)�� -��ن�M ب_� ذr\( ا�� ��ن�� ا�T���T:�A یي$ ا��م)=� ی( آ#� إن)�)= ی� #ب ا� \��آM ی�ی$ا��
\ �أ وt�� س �:�� 9�T�ن 9:ب\ ر� �[�L� ( Vء I�(� 9ب ا� \م �ح وs�� ا� ا>/�حأ� وبا�Lد �� و� ا>� إ�
9M�وg_ه�ر ا�'��ب+ص أ �9 �� ��ث أ�ر�h آ/� آPw+ ی #ا> و�ت-�D ا�*�ب ی� وب ا� \ ا>v+(ی {} نو�D�� خ
ف) خ# و��ب\ رD' �ه I أ�� ��ةآ)ا ا�N&�c وةe)ا ا�*���-أ و�ت+��)ا ا�*��( ا و)' &��ی$ ا��ن�إ{}
��� � ��ن� {} 9F�� O�'�T' آن� إب ا� \� �]=� با �ورذ و)ا ا>=ا ا�N)' &��ی$� ا���ی�Pأی {} ن)نc+ ی�ه# و�
Nh� �ن آإنو {} ن)(N V�# ون)(# N V��Bا�)� أسوء ر��9 B��N نإ و:�)سر و> ا� �\ب +ا ب)نذMا 9)�
� خ)ا-N *�Dنأ وة K� � إ��ة V' 9ة K وذ�� B�آ إن 'T�N � � N�)ا ی)=ا�Nو {} ن)(�I� إ�� ا>:� 9ن)
)281-275: ا��= ة ( {}ن)(V� ی #�ه و�K�J آ r� ن/�P آ�9) N��ث
Artinya: “ orang-orang yang memakan (mengambil) riba, tidak dapat
berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila. Yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata, sesungguhnya jual beli itu sama dengan
riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa
yang telah diambilnya dahulu (sebelum datangnya larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil
riba), maka orang ittu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal
didalamnya. {275} Allah memusnahkan riba dan menyuburkan
sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam
kekafiran, dan selalu berbuat dosa. {276} Sesungguhnya orang-orang
yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan
menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Rabb-nya. Tidak
ada kekhawatiran terhadap mereka dan ttidak (pula) mereka bersedih
hati.{277} Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah pada Allah dan
tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang
yang beriman.{278} Jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa
riba), maka ketahuilah Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan
jika kamu bertobat, maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
menganiaya dan tidak pula dianiaya.{279} Dan jika (orang berhutang
itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan.
Dan menyedekahkan (sebagian atau semua hutang) itu, lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui.{280} Dan peliharalah dirimu dari
(azab yang terjadi pada) hari kamu semua dikembalikan kepada Allah.
Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap
apa yang dikerjakannya sedang mereka sedikitpun tidak
dianiaya.{281}”
Ibnu Qayim seorang ulama yang tajam pandangannya tentang hal-hal
kemasyarakatan tetapi melarang keras perbuatan-perbuatan yang menyalahi
ajaran Rasulullah. Adapun riba yang terang ialah riba nasi’ah yakni
sebagaimana yang berlaku di zaman jahiliyyah. Ditangguhkannya piutang dan
penundaan tempo pembayaran ini menentukan pula akan tambahan dari besar
jumlah piutang itu. Sekian kali ditunda sekali pula piutangnya bertambah,
sehingga yang seratus menjadi beribu-ribu. Hal inilah yang tidak dibolehkan
oleh beliau jika riba itu berlipat ganda seperti terdapat dalam firman Allah
surat Ali Imran ayat 30. selanjutnya beliau berkata atas rahmat dan keadilan
Tuhan diharamkanlah perbuatan riba itu, mendapat laknat orang yang
memakannya, orang yang membayarnya, juru tulis dan saksinya. Tuhan
mengundang orang-orang untuk berperang dengan Dia dan rasul-Nya, tidak
ada dosa besar yang demikian sengitnya mendapat ancaman seperti dosa
memakan riba itu.34
Imam Fakhruddin ar Razzy (1210 M) mengatakan larangan riba
dengan alasan. Pertama, karena riba berarti mengambil harta si peminjam
secara tidak adil. Pemilik uag biasanya berdalih ia berhak atas keuntungan
bisnis yang dilakukan si peminjam. Namun ia tampaknya lupa bila ia tidak
meminjamkannya, uangnya tidak bertambah, iapun berdalih kesempatannya
34 Ibn Qayyim Al-Jauziyah, Buah Ilmu,(Jakarta: Pustaka Azzam, 1999), Cet.ke-1, h.31
berbisnis hilang karena meminjamkan uangnya, karenanya ia berhak atas riba.
Inipun keliru karena belum tentu bisnisnya menghasilkan untung dan yang
pasti ia harus menganggung resiko bisnis. Kedua, dengan riba seseorang akan
malas bekerja dan berbisnis karena dapat duduk-duduk tenang sambil
menunggu uangnya berbunga. Imam ar-Razzy mengatakan bahwa tanpa
adanya bekerja dan berbisnis, kegiatan produksi dan perdagangan akan lesu.
Ketiga, riba akan merendahkan martabat manusia karena untuk memenuhi
hasrat dunianya seseorang tidak segan-segan meminjam dengan bunga tinggi
walau akhirnya dikejar-kejar penagih hutang. Keempat, riba akan membuat
yang kaya bertambah kaya dan yang miskin bertambah miskin. kelima, riba
jelas-jelas dilarang dalam al Quran dan al Hadits.
Quraish berkesimpulan bahwa ‘illat keharaman riba adalah sifat aniaya
(adz-dzulm), sebagaimana yang tercantum di akhir ayat 279 surat Al-Baqarah.
Pendapatnya ini didasarkan atas argumentasi yang dikemukakan oleh
Muhammad Rasyid Ridha, yang menyebutkan tiga alasan, yaitu: pertama,
kaidah kebahasaan menyebutkan bahwa apabila ada suatu koskata berbentuk
ma’rifah berulang, maka pengerian kosakata kedua (yang diulang) sama
dengan kosakata pertama. Dan kata al-riba dalam Ali-Imran ayat 130
berbentuk ma’rifah, demikian pula halnya dalam Al-Baqarah ayat 287. kedua,
kaidah memahami ayat yang tidak bersyarat berdasarkan ayat yang sama
tetapi bersyarat. Ketiga, pembicaraan Al-Quran tentang riba selalu
digandengkan dengan pembicaraan tentang sedekah, dan riba dinamakan
dhulm (penganiayaan atau penindasan). Dan akhirnya, kalimat �Bرءوس أ�)ا� �B�9
yang berarti bagimu modal-modal kamu, dijelaskan kemudian dengan kondisi
.�VN # yang berarti kamu tidak menganiaya dan tidak dianiaya()ن و# �VN()ن
Dari uraian di atas, penyusun mempunyai sebuah kesimpulan yang
bernada sepakat dengan para ulama yang berpendapat bahwa riba dalam
bentuk apapun tetap hukumnya haram dilarang agama karena hukum riba itu
sudah jelas tertulis dalam Al-Quran dan Hadits.
K. Relevansi Hukum Islam terhadap Sistem Operasional Koperasi USP Darul
Muttaqien
Seperti yang telah diuraikan pada bab III, bahwa koperasi USP DM ini
bergerak di bidang simpan pinjam, dan kerena itu maka fungsinya lebih mirip
Bank. Namun dengan mekanisme yang tentunya berbeda dengan bank.
Diantaranya adalah yang dilayani dalam koperasi hanya anggota, sedangkan
dalam bank tidak dikenal adanya istilah anggota. Hal tersebut mempengaruhi
hubungan yang ada, kalau dalam koperasi anggota adalah konsumen sekaligus
pemilik lembaga tersebut, sedangkan dalam bank hanya sebatas hubungan
nasabah dan bank (konsumen dan produsen).
Sehubungan dengan masalah diatas, penulis akan meninjau jasa pinjaman
yang terdapat pada koperasi simpan pinjam Darul Muttaqien dari segi hukum
Islam. Badan usaha koperasi mempunyai tujuan kesejahteraan bersama dengan
mengurusi kepentingan anggota-anggotanya. Disamping itu koperasi
melaksanakan simpan pinjam secara bersama-sama, dan untuk memberikan
pinjaman uang. Modal koperasi tidak tetap selalu berubah-ubah, hal ini
disebabkan keluar masuknya anggota karena koperasi tidak mengikat para
anggotanya.
Koperasi simpan pinjam Darul Muttaqien melaksanakan kegiatan pinjam
meminjam uang, menurut hemat penulis kegiatan tersebut termasuk dalam
kategori riba Nasi’ah yaitu penambahan bersyarat dari orang yang meminjamkan
kepada orang yang meminjam karena adanya penangguhan atau tenggang waktu.
Jadi jasa pinjaman yang dipungut oleh Koperasi simpan pinjam Darul
Muttaqien sebesar 3 % itu dalam pandangan penulis tidak sesuai dengan hukum
Islam, sebagaimana dalam firman Allah surat al Baqarah (1) ayat 275:
ا��$ی� یMآ�� ا� \ب� # ی=)�)ن إ#� آ(� ی=)م ا��$ي یT���T: ا��A���ن �� ا�(r\ ذ�_ بMن��� -��)ا إن�(� ا���s �/ ا� \ب�
� ]V (� Lء�I �)9 ب�\ �� 9�: �� سt� وأ� L إ�� ا> و�� �د M9وg�_ وأح/� ا> ا���s وح �م ا�Tرب\: �9ن �
) 275: ا��= ة ( أص+�ب ا�'��ر ه� 9��� خ�D�ون
Artinya: “ orang-orang yang memakan (mengambil) riba, tidak dapat
berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila. Yang demikian itu, adalah disebabkan
mereka berkata, sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang
yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya lalu terus berhenti
(dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu
(sebelum datangnya larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang ittu adalah penghuni-
penghuni neraka; mereka kekal didalamnya. (Qs.Al Baqarah : 275)
Pengembalian pinjaman tidak boleh melebihi dari pokok pinjaman, karena
akad qiradl atau utang dimaksudkan untuk berlemah lembut terhadap sesama
manusia, menolong urusan kehidupan mereka dan melicinkan bagi sarana hidup
mereka, bukan bertujuan untuk memperoleh keuntungan, bukan pula salah satu
cara untuk mengeksploitir. Karena inilah seorang yang diberikan hutang tidak
dibenarkan mengembalikan kepada pemberi qiradl kecuali apa yang telah
diterima darinya atau yang semisalnya. Mengikuti kaidah fiqih yang berbunyi:
�) رب)ا9 ]�h'�� I ض - P/-
Artinya: “Semua bentuk qiradl yang membuahkan manfaat adalah riba” 35
Dari kaidah fiqih di atas juga menunjukan jelasnya larangan riba, dimana
dalam hal ini riba disamakan dengan qiradl yang membuahkan hasil.
Pinjaman adalah salah satu jenis pendekatan untuk bertaqarrub kepada
Allah SWT, karena pinjaman berarti berlemah lembut kepada manusia, mengasihi
mereka, memberikan kemudahan dalam urusan mereka dan memberikan jalan
keluar dari duka dan kabut yang meliputi mereka.
35 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Bandung: PT. Al Ma’arif , 1987), cet. Ke-1, h. 143.
BAB V
PENUTUP
L. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan melalui kajian pustaka dan observasi
langsung ke lapangan dengan metode analisis komparatif, beberapa dapat
disimpulkan berikut ini:
1. Dalam khasanah ilmu pengetahuan Islam, kata koperasi sangat sulit
ditemukan, apalagi jika merujuk literatur-literatur klasik. Namun secara
terminologi ada sebuah akad yang mirip terminologi koperasi. Akad
tersebut dalam khasanah fiqih disebut dengan syirkah atau musyarakah.
Akad syirkah telah dipraktekan dari zaman Rasulullah SAW sampai
sekarang. Sebagian ulama menyebut koperasi dengan syirkah ta’awuniyah
(persekutuan tolong menolong) yaitu suatu perjanjian kerjasama antara dua
orang atau lebih yang satu pihak menyediakan modal usaha sedangkan
pihak lain melakukan usaha atas dasar profit sharing menurut perjanjian.
Jadi berdasarkan kesamaan terminologi antara koperasi dengan syirkah yang
mempunyai landasan hukum Al-Quran dan hadits, maka penyusun
menyatakan bahwa cita-cita koperasi sudah sejalan dengan ajaran Islam
dalam hal tolong menolong antar sesama, terutama dalam hal yang berkaitan
dengan pemenuhan kebutuhan hidup.
2. Koperasi simpan pinjam Darul Muttaqien ini salah satu usahanya adalah
simpan pinjam, dengan jasa pinjaman bersifat tetap perbulan sebesar 3%,
diperuntukan bagi masyarakat pondok dan masyarakat sekitar pondok, jenis
pinjaman yang diberikan hanya terbatas pada pinjaman produktif, yaitu
pinjaman yang digunakan untuk usaha bukan untuk pemenuhan kebutuhan
sehari-hari yang sifatnya konsumtif.
3. Praktek simpan pinjam yang dijalankan oleh koperasi simpan pinjam Darul
Muttaqien ini belum sesuai dengan hukum Islam karena didalam prakteknya
masih terdapat unsur riba nasiah yang diharamkan
M. Saran-saran
1. Untuk koperasi USP Darul Muttaqien Parung Bogor hendaknya melakukan
perbaikan manajemen berupa melengkapi fungsi organisasi yang ada, dan
pendidikan koperasi syari’ah bagi anggota agar menumbuhkan kesadaran
yang tinggi dalam berkoperasi yang baik dan sesuai dengan yang di gariskan
Allah.
2. Selanjutnya melakukan sosialisasi atau promosi di wilayah sekitar yang
potensial, guna merekrut anggota baru, sekaligus syiar keagamaan melalui
ekonomi.
3. Dalam rangka pelayanan terhadap anggota, sebaiknya koperasi USP
melakukan sistem jemput bola, demi memperlancar dan mempermudah
pembayaran.
4. Untuk masyarakat Jabon Mekar Parung Bogor dan sekitarnya diharapkan
sadar akan bahaya rentenir dan lebih memilih lembaga-lembaga keuangan
yang bisa dipercaya seperti koperasi atau Bank syariah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran Karim, Terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia.
Afzalurrahman, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang, penterj.Dewi Nurjulianti,
Jakarta: Intermasa, 1997, cet.ke.2.
Anggoro, Pandji, dan Ninik Widiyanti, Dinamika Koperasi, Jakarta: Rineka Cipta,
1997, Cet. Ke-2.
Anoraga, Pandji, Manajemen koperasi: Teori dan Praktek, Jakarta: Pustaka Jaya,
1995, cet.ke-1.
Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syari’ah suatu Pengenalan Umum,Jakarta:
Tazkia Institute, 1999.
Burhan, Umar, Prinsip-Prinsip Manajemen Koperasi Produksi, Jakarta: Kalam
Mulia, 1989, Cet. Ke-1
Damanik, E.D, dkk, Pengantar Perkoperasian, Jakarta: Dwi Sagara, 1986
Departemen Kehakiman RI, Pokok-pokok undang-undang Dasar Tahun 1945,
Jakarta: Balai Pustaka, 1991, cet. 13.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Hukum Islam, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT
Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994, jilid 4.
Fachrudin, Fuad Moch, Riba dalam Bank, Koperasi, Perseroan dan Asuransi,
Bandung: PT Al-Ma’arif, 1985, Cet. Ke-4.
Firdaus, Muhammad, dan Agus Edhi Susanto, Perkoperasian Sejarah, Teori, &
Praktek, Jakarta: Ghalia Indonesia. 2002, cet. Ke-1.
Haroen, Nasrun, Fiqih Mu’amalah, Jakarta: Gaya media Pratama, 2002, cet. Ke-1.
Hendrojogi, Koperasi Azas-azas, Teori dan Praktek, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2002, cet. Ke-4, edisi 3, h.2.
Imam Nawawi, Shahih Muslim, Beirut: Darul Fikr, 1983, Juz 11, Jilid VI.
Karim, Adiwarman Azwar, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, Jakarta:
Gema Insani Press, 2001, Cet. Ke-1.
Kartasaputra, G, Koperasi Indonesia yang Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,
Jakarta: Rineka Cipta, 2001, cet. Ke-5.
Kopontren Darul Muttaqqien, Laporan Pertanggung Jawaban Pengurus tahun buku
2007 Bogor, 2007.
Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman, Analisa Data Kualitatif: buku tentang
Sumber Metode-metode baru, Jakarta: UI Press, 1992.
Nurdin, Bahri, Perkenalan Dengan Beberapa Konsep Ekonomi Koperasi, Jakarta: PT
Salemba Empat, 1993.
Poerwadarminta, WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: P.H. Balai Pustaka,
1976.
Sagimun MD, Koperasi Soko Guru Ekonomi Nasional Indonesia, Jakarta: Haji
Masagung, 1989.
Shihab, M Quraish, Membumikan Al-Quaran, Bandung: Mizan, 1992.
Sjahdeini, Remy mengutip Elias G. Kazarian, dalam: Perbankan Islam dan
Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta: Pustaka
Utama Grafiti, 1999.
Suhendi, Hendi, Fiqih Muamalah, Bandung: Gunung Djati Press, 1997.
Sukamdiyo, Ign, Manajemen Koperasi, Jakarta: Erlangga, 1996.
Warson, Ahmad Munawwir, Kamus Al Munawwir, Surabaya: Pustaka Progressif, cet.
Ke-14.
Widiyanti, Ninik dan Y.W. Shunindhia, Koperasi dan perekonomian Indonesia,
Jakarta: PT Bina Aksara, 1989.
Widiyanti, Ninik, Manajemen Koperasi, Jakarta: Rineka Cipta, 1991, Cet. Ke-2.
Zuhdi, Masjfuk, Masail Fiqhiyah, Jakarta: CV Haji Masagung, 1996, cet. Ke-9.
Lampiran 1:
RA
PEMBINA
KH. MAD RODJA S
PENGURUS
Ketua : ASNAWI.M,SAG
Sekretaris : AHMAD, SPD
Bendahara : TUTI RUSYANTI
PENGAWAS
YASIN DAHLAN
MANAJER
CAFE
MANAJER
TOKO
MANAJER USP
NI NYOMAN MULIANTARI
MANAJER
WARTEL
MANAJER
COPY CNTR
AKUNTAN
SA’DIYAH
TELLER
ERLI & TIWI
ANGGOTA
Lampiran 2:
PEDOMAN WAWANCARA
Nama : H. Teguh Widodo
Jabatan : Pendiri Kopontren Darul Muttaqien
Tempat : Rumah H. Teguh Widodo
Waktu : 20 November 2008
1. Siapakah yang mendirikan Kopontren Darul Muttaqien?
Jawab: yang mendirikannya saya atas perintah pimpinan pondok yaitu bapak KH
Mad Rodja Sukarta, yang kemudian didukung oleh para ustadz dan ustadzahnya
2. Kapan berdirinya Kopontren Darul Muttaqien ini?
Jawab: didirikan pada tahun 1997, berawal dari sebuah toko kecil yang dibangun
tahun 1992, berada di dalam lingkungan pesantren, untuk menjual keperluan para
santri dan ustadznya.
3. Apa tujuan didirikannya Kopontren Darul Muttaqien?
Jawab: tujuannya adalah untuk mensejahtrakan masyarakat pondok khususnya
dan masyarakat sekitar pada umumnya, selain itu juga untuk mempersempit ruang
lingkup para rentenir di sekitar pondok pada khusunya.
4. Bergerak dalam bidang apakah Kopontren Darul Muttaqien?
Jawab: pada awal berdirinya kopontren Darul Muttaqien bergerak dalam bidang
simpan pinjam, tetapi seiring perkembangannya kopontren ini memperluas
usahanya yaitu dengan membuka unit usaha yang lainnya yaitu mini market,
wartel, foto copy dan kafe.
5. Bagaimana perkembangan kopontren Darul Muttaqien?
Jawab: Kopontren Darul Muttaqien ini pada awal tahun berdirinya belum
memperlihatkan kemajuan yang signifikan dan mengalami perkembangan yang
pesat antara tahun 2000 dimana kopontren ini sampai sekarang berhasil
memperluas usahanya dengan menambah unit usaha mini market, wartel, foto
copy dan kafe.
Parung, 20 november 2008
Yang mewawancara Yang di wawancara
KAMALUDIN H. TEGUH WIDODO
Lampiran 3:
PEDOMAN WAWANCARA
Nama : Ninyoman Muliantari, SE
Jabatan : Manager Koperasi Unit Simpan Pinjam
Tempat : Kantor Koperasi Unit Simpan Pinjam
Waktu : 20 November 2008
6. Dari manakah sumber permodalan koperasi ini?
Jawab: Modal koperasi berasal dari anggota melalui simpanan pokok, yang harus
dibayar ketika masuk menjadi anggota sebesar Rp. 50.000,- dan tidak dapat
diminta kembali selama anggota belum berhenti sebagai anggota koperasi. Modal
juga berasal dari simpanan wajib, yang harus dibayar oleh para anggota sebesar
Rp. 20.000,- setiap bulan dan tidak dapat diminta kembali selama anggota belum
berhenti sebaga anggota koperasi. Dan juga dari dana cadangan yaitu dana yang
diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha, yang dimaksudkan untuk memupuk
modal dan menutup kerugian koerasi bila diperlukan.
7. Selain dari anggota apakah koperasi mendapatkan modal dari luar?
Jawab: Ya, koperasi mendapatkan pinjaman dari pemerintah melalui program
P2KER sebesar Rp. 15.000.000,- pada tahun 1997, dan juga mendapatkan
pinjaman dari Bank Syari’ah sebesar Rp. 50.000.000,- pada tahun 2000.
8. Apa fungsi dari koperasi ini?
Jawab: sebagaimana kita tahu ada dua fungsi koperasi yaitu : fungsi sosial dan
fungsi ekonomi, fungsi sosial dari koperasi ini yaitu membuka usaha simpan
pinjam bagi anggota dengan jasa pinjaman yang rendah sehingga sangat
membantu dan menjaga keberlangsungan usaha para anggotanya, sedangkan
fungsi ekonomi dari koperasi ini yaitu membantu meningkatkan taraf hidup para
anggotanya dengan penyediaan modal usaha bagi mereka yang tidak mempunyai
modal untuk usaha, dan menyediakan tambahan modal bagi paran anggota yang
kekurangan modal dalam usahanya.
Parung, 20 November 2008
Yang mewawancara Yang di wawancara
KAMALUDIN NINYOMAN MULIANTARI,
SE