YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript

SURIMI

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh:Nama: Anna Putrika GunawanNIM: 12.70.0003Kelompok B5

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

Acara I

3

2014

1. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan surimi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan SurimiKelompokPerlakuanWHC (mg H2O)Sensoris

KekenyalanAroma

B1Sukrosa 2,5% + Garam 2,5% + Polifosfat 0,1%240028,06+++

B2Sukrosa 2,5% + Garam 2,5% + Polifosfat 0,1%285154,75+++++

B3Sukrosa 2,5% + Garam 2,5% + Polifosfat 0,3%288857,17++++

B4Sukrosa 5% + Garam 2,5% + Polifosfat 0,3%317967,62+++

B5Sukrosa 5% + Garam 2,5% + Polifosfat 0,5%276163,82++++

B6Sukrosa 5% + Garam 2,5% + Polifosfat 0,5%284725,74+++

Keterangan :KekenyalanAroma+= tidak kenyal+= tidak amis++= kenyal++= amis+++= sangat kenyal+++= sangat amisPada Tabel1, dapat dilihat bahwa semua kelompok menggunakan bahan yang sama yaitu ikan tongkol. Fillet daging ikan tongkol digunakan tiap kelompok sebanyak 10 gram. Kelompok B1 dan B2 menambahkan garam sebanyak 2,5% dari 100 gram, polifosfat sebanyak 0,1% dari 100 gram serta sukrosa 2,5% dari 100 gram dan dihasilkan nilai WHC sebesar 240028,06 dan 285154,75. Kelompok B3 menambahkan garam sebanyak 2,5% dari 100 gram, polifosfat sebanyak 0,3% dari 100 gram serta sukrosa 2,5% dari 100 gram didapatkan nilai WHC sebesar 288857,17. Kelompok B4 menambahkan garam sebanyak 5% dari 100 gram, polifosfat sebanyak 0,3% dari 100 gram serta sukrosa 2,5% dari 100 gram didapatkan nilai WHC sebesar 317967,62 ; Kelompok B5 dan B6 menambahkan garam sebanyak 5% dari 100 gram, polifosfat sebanyak 0,5% dari 100 gram serta sukrosa 2,5% dari 100 gram didapatkan nilai WHC sebesar 276163,82 dan 284725,74. Sedangkan untuk uji sensori kekenyalan pada B1-B6 didapatkan hasil secara berurutan adalah tidak kenyal,kenyal,kenyal,tidak kenyal,kenyal dan tidak kenyal. Sedangkan untuk uji aroma didapatkan hasil amis, sangat amis, amis,amis,amis,dan amis.

26

2. PEMBAHASAN

Ikan merupakan sumber protein hewani yang tinggi. Hal ini menjadikan alasan ikan banyak dikonsumsi masyarakat. Selain itu, alasan lainnya adalah ikan mempunyai hargan yang relatif murah dan dapat dengan mudah didapatkan namun ikan mempunyai sifat yang perishable atau cepat membusuk. Sifat ini dapat terjadi karena adanya kandungan kadar air yang tinggi dalam tubuh ikan (Moeljanto, 1994). Ikan adalah salah satu jenis bahan pangan yang mudah rusak, maka diperlukan suatu teknik pengolahan ikan untuk memperpanjang umur simpan ikan, yaitu dengan cara membuat surimi.

Surimi adalah daging ikan cincang yang dileaching dengan pencucian air, yang kemudian dicampurkan dengan gula dan bahan aditif lainnya. Adapun bahan adiktif ini contohnya antara lain sorbitol, polifosfat dan protektif (krioprotektan) lalu dibekukan (Lee, 1984). Surimi merupakan suatu istilah dalam bahasa Jepang untuk produk olahan hasil perikanan intermediate product atau setengah jadi yang dapat berupa hancuran daging ikan yang telah mengalami proses pencucian, pengepresan, penambahan garam dan polifosfat yang kemudian dilakukan oembekuan dan pengemasan (Suzuki, 1981). Surimi dapat dijadikan sebagai bahan utama dalam pembuatan berbagai makanan olahan. Contohnya antara lain kani (kepiting), sosis ikan dan bakso ikan dimana produk-produk ini kualitas produk ini sangat tergantung pada kualitas dari surimi yang digunakan. (Nopianti et al., 2011). Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Liptan (2000), yang menambahkan bahwa ikan adalah salah satu sumber bahan pangan yang bermutu tinggi yang disebabkan pada ikan banyak mengandung protein yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Pembuatan surimi mempunyai tujuan yaitu agar dapat memperpanjang umur simpan tanpa mengurangi kandungan gizi dari ikan tersebut. Selain itu pembuatan surimi pun diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomis ikan.

Tingkat meningkat dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dan semuanya berasal dari ikan. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan banyak dilakukan pengembangan terhadap produk yang konsumsi ikan dan seafood. Akan tetapi ikan adalah suatu bahan pangan yang sangat mudah rusak. Hal ini dikarenakan kandungan kadar air yang tinggi di dalam tubuh ikan. Ikan dapat mengalami perubahan kimia dan mikrobiologi yang dikarenakan penyimpanan maupun proses pengolahan. Surimi adalah salah satu contoh produk yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dari bahan ikan. Produk surimi merupakan produk antara dari daging ikan yang dicincang untuk pembuatan produk lainnya. Produk surimi akan mempunyai umur simpan yang lebih panjang dibandingkan ikan segar (Elyazi, 2010).

Surimi adalah bahan utama yang dapat digunakan dalam berbagai olahan makanan seperti kamaboko, kani (kepiting), chikuwa, satsumage, sosis ikan dan bakso ikan dimana surimi ini akan memberikan kontribusi lebih dari 50% hasil produksi. Adapun bahan utama surimi dapat berasal dari ikan air laut maupun ikan air tawar dimana ikan-ikan ini tersusun atas protein myofibrillar yang telah diberi perlakuan pencampuran dengan menggunakan krioprotektan yang kemudian dilakukan penyimpanan dalam kondisi beku. Definisi lain dari surimi adalah suatu konsentrat basah dari protein myofibrillar otot ikan yang dapat diperoleh dari daging ikan yang telah dihilangkan tulangnya secara mekanis kemudian dicuci dengan air dan dibekukan. Pada umumnya surimi dapat dibuat dengan menggunakan beberapa jenis ikan seperti ikan nila, kakap, sarden, dan ikan lainnya dimana ikan yang dipilih mempunyai harga yang relatif murah dan mudah untuk ditangkap (Nopianti, R. et al., 2011).

Kelebihan dari produk surimi adalah memberikan kemudahan bagi konsumen untuk menyediakan bahan baku pada produk olahan contohnya bakso ikan, sosis, burger, otak-otak. Sedangkan kelemahan dari produk surimi adalah rentan terhadap kerusakan khususnya kekuatan gel surimi saat mengalami proses pemasakan. Karena alasan inilah maka untuk mempertahankan mutu surimi diperlukan penyimpanan dalam kondisi beku. Mutu produk surimi sendiri dapat ditentukan oleh kekenyalan, elastisitas produk yang dihasilkan (Suzuki, 1981). Penyimpanan suhu dingin terhadap produk surimi akan menyebabkan sifat fungsional dari protein myofibrillar mengalami penurunan selama pembekuan. Hal ini disebabkan oleh kristal es yang terbentuk ketika proses pembekuan akan menyebabkan dehidrasi pada protein myofibrillar yang ada di dalam surimi. Selain itu proses pembekuan juga dapat menyebabkan terjadinya penurunan pH dan perubahan konsentrasi garam pada surimi sebagai akibat dari intreraksi hidrofobik dan denaturasi protein. Semakin lama surimi yang dibekukan, maka tingkat denaturasi protein akan semakin besar. (Nopianti et al., 2011).Produk gel ikan atau surimi adalah salah satu produk yang terbuat dari daging ikan yang mempunyai peranan protein aktin dan myosin yang ada didalamnya. Perubahan tekstur pada bahan yang mengalami kerusakan terutama dikarenakan terjadinya penurunan kemampuan mengikat air. Menurunnya kekuatan gel ikan ini juga diduga akibat berkurangnya kelarutan protein yang akan menyebabkan hanya sebagian protein myofibril yang dapat terekstrak (Pattipeilohy, 1996).

Gel merupakan suatu sistem koloid antara fase cair yang terdispersi dalam medium padat sebagai fase kontinyu protein aktomiosin. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tekstur gel diantaranya kandungan air, lama penggilingan, jumlah garam yang ditambahkan, pH, waktu dan derajat pemanasan (Lee, 1984). Beberapa teknologi yang ada telah diterapkan untuk mencegah terjadinya kerusakan pada surimi. Salah satunya adalah dengan menggunakan krioprotektan seperti gula dan gula alkohol. Selain itu dapat juga dilakukan pembekuan cepat pada produk surimi ke dalam bentuk blok. Fungsi dari krioprotektan adalah sebagai berikut:(1) dapat mempertahankan fungsi protein pada surimi beku(2) dapat mencegah terjadinya reaksi Maillard selama penyimpanan surimi pada suhu rendah dan selama pemanasan bahan makanan berbasis surimi(3) mempunyai rasa yang lembut(Nopianti et al., 2011).

2.1. Faktor faktor yang Mempengaruhi Produk SurimiProduk surimi merupakan suatu produk antara atau intermediate product dari daging ikan yang dicincang yang dapat digunakan untuk pembuatan produk lainnya (Elyazi et al., 2010). Contohnya adalah produk bakso ikan, sosis, siomay, burger, nugget dan lain-lain, dimana produk-produk ini mempunyai karakter atau spesifikasi yang menuntut kemampuan dalam pembentukan gel (Suzuki, 1981). Keunggulan dari surimi adalah, menggunakan bahan baku yang berasal dari ikan yang sering digunakan (ekonomis) maupun dari ikan yang jarang digunakan (nonekonomis), surimi beku dapat disimpan lama dan mempunyai kandungan protein fungsional yang tinggi, produk berbahan dasar surimi dapat diproduksi dengan berbagai variasi bentuk dan kualitas rasa dengan menggunakan berbagai macam teknologi pengolahan dan bumbu (seasoning). (Anonim_1, 2008).

Pada praktikum kali ini, dilakukan pembuatan surimi dengan menggunakan ikan tongkol. Ada berbagai macam pengertian tentang surimi. Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Lee (1984) dalam Kaba (2006), surimi adalah daging ikan cincang yang dileaching dengan pencucian air, kemudian dicampurkan dengan menggunakan gula dan bahan aditif lainnya yang meliputi sorbitol, polifosfat dan protektif (krioprotektan) kemudian dilakukan pembekuan. Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Ramirez et al. (2002), yang menyatakan bahwa surimi adalah suatu konsentrat protein miofibrilar yang dihasilkan dari otot ikan yang memiliki mutu yang tinggi. Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Okada (1992) bahwa surimi adalah istilah dari negara Jepang yang digunakan untuk menunjukkan pasta yang terbuat dari gilingan daging ikan yang dibentuk selama proses pembuatan kamaboko (produk tradisional Jepang berbasis surimi). Sedangkan Fiddler et al. (1993), berpendapat bahwa surimi adalah suatu produk hancuran dari daging ikan yang sudah dipisahkan dari tulang-tulangnya (pemisahan dapat secara mekanis maupun manual), yang dicuci dengan menggunakan air, diperas, dan ditambahkan dengan zat krioprotektan seperti gula dan sorbitol yang berfungsi untuk melindungi protein miofibril dari kemungkinan terjadinya denaturasi selama pembekuan. Dari pengertian-pengertian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa, ikan sangat berkaitan erat dengan surimi.Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Afrianto & Liviawaty (1989) pengolahan ikan menjadi produk surimi ini mempunyai tujuan untuk memperpanjang umur simpan sehingga meminimalisir terjadinya kebusukan dengan cepat.

Surimi sendiri dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis yaitu mu-en surimi dan ka-en surimi. Mu-en surimi merupakan surimi yang dibuat tanpa penambahan garam dan ka-en surimi adalah surimi yang ditambah garam. Selain mu-en surimi dan ka-en surimi juga dikenal nana surimi adalah surimi mentah yang tidak mengalami proses pembekuan (Suzuki, 1981). Produk surimi ini sendiri telah diproduksi sejak tahun 1980-an oleh masyarakat Jepang. Surimi merupakan produk antara, maka surimi ini dapat dilakukan pengolahan lagi menjadi berbagai macam produkmakanan dan dapat pula digunakan sebagai campuran olahan mulai dari bakso, sosis ikan, kamaboko (daging ikan kukus), hanpen, naruto, tempura, satsumage, chikuwa, burger ikan, imitasi daging kepiting, udang, scallop dan produk olahan lainnya (Sonu, 1986).

Pada praktikum Teknologi Hasil Laut pembuatan surimi ini ada beberapa langkah. Pertama-tama yang dilakukan adalah ikan tongkol dibersihkan dan dibuang pada bagian yang tidak diperlukan (kepala, isi perut, insang, sisik, sirip, tulang, ekor, dan kulit). Jadi yang diambil hanyalah bagian daging (fillet ikan). Tahap ini dibutuhkan sebab bagian yang tidak diperlukan tersebut terutama kepala dan isi perut terdapat kandungan dalam jumlah yang banyak seperti minyak dan lemak. Kandungan inilah yang akan dapat menyebabkan terjadinya proses hidrolisis pada surimi (Fortina, 1996). Pada bagian isi perut juga terdapat kandungan protease yang dapat menurunkan kemampuan pembentukan gel (Miyake et al., 1985). Fillet ikan yang sudah didapat kemudian dicuci dengan menggunakan air mengalir. Proses pencucian ini sangat mempengaruhi kualitasterhadap produk akhir surimi yang dihasilkan. Selain itu proses ini juga dapat menghilangkan lemak, materi yang tidak diinginkan seperti darah, pigmen, dan komponen penyebab bau, tetapi juga karena dapat meningkatkan kemampuan konsentrasi protein miofibril serta dapat memperbaiki kemampuan pembentukan gel (Nopianti et al., 2011).

Daging ikan pada bagian putihnya kemudian ditimbang sebanyak 100 gram, kemudian digiling hingga halus, selama penggilingan ditambahkan dengan es batu. Tujuan penghancuran daging ini yaitu agar dapat memperluas permukaan daging. Peningkatan luas permukaan ini akan memudahkan proses pengolahan pada tahap berikutnya. Sedangkan tujuan penambahan es batu dalam penghancuran yaitu untuk menjaga daging ikan agar tetap segar. Selain itu juga agar proses pengurangan air dari daging lumat berjalan lebih cepat (Anonim, 1987). Daging ikan dicuci sebanyak 3 kali. Tujuan dari perlakuan ini yaitu agar dihasilkan ikan yang mempunyai suhu yang rendah. Hal ini mempunyai tujuan untuk menjaga tekstur ikan serta meminimalkan terjadinya denaturasi protein. Fillet ikan yang sudah digiling tadi kemudian ditambahkan sukrosa, garam dan STTP/polifosfat sesuai dengan masing-mamsing kelompok. Untuk Kelompok B1 dan B2 menambahkan garam sebanyak 2,5% dari 100 gram, polifosfat sebanyak 0,1% dari 100 gram serta sukrosa 2,5% dari 100 gram. Kelompok B3 menambahkan garam sebanyak 2,5% dari 100 gram, polifosfat sebanyak 0,3% dari 100 gram serta sukrosa 2,5% dari 100 gram. Kelompok B4 menambahkan garam sebanyak 5% dari 100 gram, polifosfat sebanyak 0,3% dari 100 gram serta sukrosa 2,5% dari 100 gram. Kelompok B5 dan B6 menambahkan garam sebanyak 5% dari 100 gram, polifosfat sebanyak 0,5% dari 100 gram serta sukrosa 2,5% dari 100 gram. Hancuran daging ikan yang sudah diberi sukrosa, garam dan STPP tersebut kemudian dicampur hingga merata. Setelah merata, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik bening dan ditutup kemudian dibekukan di dalam freezer selama semalam. Setelah dibekukan semalam, surimi dithawing terlebih dahulu sebelum diukur nilai WHC (Water Holding Capacity), dan kualitas sensori yang meliputi aroma dan kekenyalan.

Tujuan dilakukan penambahan sukrosa ini adalah sebagai anti denaturasi protein (Suzuki, 1981). Selain itu menurut pendapat yang dikemukakan oleh Gopakumar (1997) penambahan sukrosa akan meningkatkan kemampuan pengikatan air (water holding capacity) dari protein myofibrillar. Hal ini disebabkan gula dapat meningkatkan tegangan permukaan molekul protein sehingga air akan dapat mempertahankan jaringan serta melindungi produk dari kehilangan menetes (drip loss) yang akan mengakibatkan molekul protein menjadi lebih stabil. Sedangkan tujuan penambahan garam yaitu untuk melarutkan protein miofibril. Protein miofibril yang terlarut ini akan menyebabkan miosin mudah berikatan dengan aktin membentuk aktomiosin. Aktomiosin inilah yang berperan dalam pembentukan gel. Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Shaviklo et al. (2010), tujuan penambahan polifosfat dalam pembuatan surimi yaitu untuk meningkatkan efek cryoprotectant. Hal ini dikarenakan polifosfat dapat menambah/memberi efek buffer pada pH daging ikan. Selain itu polifosfat ini dapat digunakan sebagai agen pengkelat ion logam sehingga akan meningkatkan efek krioprotektan. Krioprotektan merupakan suatu bahan tambahan yang dibutuhkan dalam pembuatan surimi untuk mempertahankan sifat fungsional dari protein myofibrillar, seperti pembentuk gel sifat surimi. Hal ini disebabkan surimi dapat kehilangan sifat fungsional akibat adanya proses denaturasi serta agregasi protein myofibrillar selama penyimpanan beku. Penambahan krioprotektan mempunyai fungsi antara lain yaitu dapat mempertahankan fungsi protein dalam beku surimi, mempunyai kecenderungan yang rendah untuk menyebabkan terjadinya browning selama penyimpanan dalam kondisi beku dan selama pemanasan bahan makanan berbasis surimi dan mencegah pertukaran molekul-molekul air dari protein, dan menstabilkan protein (Nopianti, R. et al., 2011). Shaviklo et al., (2010) juga menambahkan pendapnya dimana penambahan bahan tambahan dan krioprotektan serta proses freezing ini direkomendasikan dalam pembuatan surimi. Adanya bahan tambahan contohnya sukrosa, garam, dapat meningkatkan stabilitas protein ikan dalam jangka panjang selama disimpan dalam kondisi beku dan dapat mempengaruhi tekstur yang dihasilkan. Fosfat merupakan suatu senyawa alami yang berupa garam yang memiliki kandungan fosfor dan mineral lainnya. Adapun fosfat yang sering digunakan dalam surimi antara lain natrium tripolifosfat (STPP), natrium pirofosfat (SPP), natrium hexametaphospate (SHMP), tetrasodium pirofosfat (TSPP), tetrapotassium pirofosfat, hexametaphosphate natrium (SHMP) dan trisodium fosfat (TSP). Penggunaan polifosfat di surimi ini dapat meningkatkan retensi kelembaban serta dapat juga meningkatkan kemampuan protein untuk reabsorb atau penyerapan kembali air ketika surimi dicairkan, meningkatkan pH, meningkatkan kemampuan pembentukan gel, kekuatan gel, dan kekompakan. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya peningkatan kemampuan pengikatan air pada pH yang lebih tinggi. Konsentrasi fosfat yang semakin tinggi dapat menambahkan efek yang merugikan pada pembentukan gel (Nopianti, R. et al., 2011). Polifosfat dapat juga ditambahkan dengan tujuan untuk memperbaiki daya ikat air (WHC) serta menambahkan sifat pasta yang lebih lembut pada produk-produk olahan surimi. Pada umumnya besarnya polifosfat yang ditambahkan adalah sebanyak 0,2 %-0,3 % dalam bentuk garam natrium tripolifosfat (STTP) (Anonim_1,2008).

Setelah dilakukan penambahan polifosfat, adonan surimi kemudian dicampurkan hingga merata. Setelah itu, dimasukkan ke dalam wadah plastik tertutup dan dibekukan pada suhu -10oC hingga -20oC selama semalam. Pembekuan ikan merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mempertahankan sifat-sifat mutu pada ikan dengan teknik penarikan panas secara efektif dari ikan agar suhu ikan turun sampai pada tingkat suhu rendah yang stabil selama proses pembekuan, penyimpanan beku dan distribusi sehingga dapat konsumen dapat menikmati produk tersebut secara maksimal (Huda, et al., 2001). Faktor utama yang harus diperhatikan selama proses pembuatan surimi adalah suhu air pencuci dan suhu pada saat penggilingan daging ikan. Suhu air yang lebih tinggi akan menyebabkan jumlah protein yang larut garam menjadi lebih banyak Pencucian mempunyai tujuan untuk melarutkan lemak, darah, enzim dan protein sarkoplasma yang dapat menghambat pembentukan gel ikan sertamempunyai fungsi untuk mendapatkan warna daging yang putih. Daging ikan yang dicuci dengan air yang bersuhu 10-15C akan menghasilkan surimi dengan kekuatan gel terbaik (Anonim_1, 2008). Akan tetapi pada praktikum surimi yang dilakukan ini suhu pencucian dan penggilingan daging ikan masih belum diperhatikan. Ketika proses penggilingan daging ikan juga tidak ditambah dengan es batu untuk menjaga kesegaran dari daging ikan (Anonim_2, 1987). Pembekuan satu malam selesai dilakukan, kemudian dilakukan thawing terlebih dahulu pada sampel selama kurang lebih 15 menit kemudian dilakukan pengamatan. Hal hal yang diamati meliputi nilai WHC (Water Holding Capacaity), serta kualitas sensori yang meliputi aroma, serta tekstur surimi.

Jenis dan konsentrasi senyawa fosfat mempunyai pengaruh pada gel surimi. Pada umumnya peningkatan konsentrasi fosfat menunjukkan adanya kerugian yang berpengaruh terhadap pembentukan gel. Natrium pirofosfat (PP) menunjukkan kekuatan gel yang superior yang berefek terhadap yang lainnya dimana sodium hexametafosfat (HMP) menunjukkan efek merugikan pada gelasi surimi. Penggunaan PP dikombinasi dengan CaCl2 pada tingkat yang tepat bisa meningkatkan kemampuan pembentuk gel yang efektif dari surimi (Julavittayanukul et al., 2006).

Dalam menentukan mutu surimi, kita harus memperhatikan kriteria seperti elastisitas produk yang dihasilkan. Hal ini akan memberikan pengaruh pada hasil pembentukan gel ikan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi elastisitas surimi meliputi jenis ikan, kesegaran ikan, pH, kadar air, pencucian, suhu dan waktu pemasakan, dan jumlah zat penambah. Zat penambah yang dapat digunakan seperti garam, gula, polipospat, monosodium glutamat, pati, dan putih telur. Adanya perlakuan pencincangan dan penggilingan juga akan menentukan tekstur yang dihasilkan (Heruwati et al., 1995). Mutu surimi yang paling baik adalah surimi yang memiliki derajat putih yang paling tinggi, paling bersih, dan mempunyai kekuatan gel yang paling tinggi. Selain itu, surimi yang baik juga dihasilkan dari ikan yang mempunyai kadar lemak rendah (


Related Documents