YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript

Tugas Mid AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

OLEH:

MUHAMMAD SYAHRIRB1C1 10 065TOMY ADRIANSYAHB1C1 10 020GUSNAWATIB1C1 10 073ZUL ASRIANI LA TAHEB1C1 10 063

PROGRAM STUDI AKUTANSIFAKULTAS EKONOMIUNIVERSITAS HALUOLEOKENDARI2013

BAB IIREGULASI KEUANGAN PUBLIK

2.1 DEFINISI REGULASI PUBLIK

Regulasi berasal dari bahasa inggris, yakni regulation atau peraturan. Dalam kamus bahasa Indonesia (Reality Publisher, 2008), kata peraturan mengandung arti kaidah yang dibuat untuk mengatur, petunjuk yang dipakai menata sesuatu dengan aturan, dan ketentuan yang harus dijalankan serta dipatuhi. Jadi, regulasi publik adalah ketentuan yang harus dijalankan dan dipatuhi dalam proses pengelolaan organisasi publik, baik pada organisasi pemerintah pusat, pemerintah daerah, partai politik, yayasan, LSM, organisasi keagamaan/tempat peribadatan, maupun organisasi masyarakat lainnya.

2.2. TEKNIK PENYUSUNAN REGULASI PUBLIK

Peraturan adalah gambaran tentang kebijakan pengelola organisasi publik. Peraturan publik disusun dan ditetapkan terkait dengan beberapa hal, dimana yang pertama,adalah regulasi publik dimulai dengan adanya berbagai isu yang terkait dengan regulasi tersebut. Kedua, tindakan yang diambil terkait dengan isu yang ada adalah berbentuk regulasi atau aturan yang dapat diinterpretasikan sebagai wujud dukungan penuh organisasi publik, ketiga, peraturan adalah hasil dari berbagai aspek dan kejadian.

Pendahuluan

Mengapa diatur?

Permasalahan dan Misi

Bagaimana Megaturnya?Dengan apa diatur?

Diskusi atau musyawarah

Catatan

PERAGA 2-1Tahapan dalam Penyusunan Regulasi Publik

Peraga di atas menunjukkan teknik penyusunan regulasi publik yang berupa rangkaian alur tahapan, sehingga regulasi publik tersebut siap disusun dan kemudian ditetapkan serta diterapkan. Pendahuluan Perancang regulasi publik wajib mampu mendiskripsikan latar belakang perlunya disusun regulasi publik. Sebuah regulasi publik disusun karena adanya permasalahan atau tujuan yang ingin dicapai. Mengapa DiaturSebuah Regulasi Publik disusun karena adanya berbagai isu terkait yang membutuhkan tindakan khusus dari organisasi publik. Hal pertama yang harus dilakukan adalah mencari jawaban atas pertanyaan mengapa isu tersebut harus diatur atau mengapa regulasi publik perlu disusun. Permasalahan dan MisiSebuah regulasi publik disusun dan ditetapkan jika solusi alternatif atas suatu permasalahn telah dapat dirumuskan. Selain itu, penyusunan dan penetapan regulasi publik juga dilakukan dengan misi tertentu sebagai wujud komitmen serta langkah organisasi publik menghadapi rumusan solusi permasalahan yang ada. Dengan Apa DiaturAda berbagai jenjang regulasi publik yang sudah dikenal luas. Sebagai contoh dalam organisasi pemerintahan, di setiap jenjang struktur pemerintahan dikenal regulasi tersendiri, seperti peraturan daerah atau keputusan kepala daerah sebagai aturan didaerah,bentuk aturan lainnya adalah Undang-Undang Dasar, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Presiden.Setiap Permasalahan harus dirumuskan dengan jenjang regulasi yang akan mengaturnya sehingga permasalahan tersebut segera dapat disikapi dan mencari solusi yang tepat sasaran. Bagaimana MengaturnyaSubstansi Regulasi publik yang disusun harus dapat menjawab pertanyaan tentang bagaimana solusi atas permasalahan yang ada akan dilaksanakan. Dengan Demikian, regulasi publik yang disusun benar-benar merupakan wujud kebijakan organisasi publik dalam menghadapi berbagai macam masalah publik yang ada. Diskusi/MusyawarahMateri regulasi publik harus disusun dan dibicarakan melalui mekanisme forum diskusi atau pertemuan khusus publik yang membahas regulasi publik. Materi tersebut harus dipersiapkan melalui proses penelitian yang menggambarkan aspirasi publik. Karena itu, materi yang dibahas akan benar-benar menggambarkan permasalahan yang ada dan aspirasi masyarakat. Forum diskusi penyusunan reguler biasanya telah ditetapkan sebagai bagian dari proses penyusunan regulasi organisasi publik. Sebagai contoh, di Pemerintah, Mekanisme Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) merupakan forum diskusi perumusan perencanaan pembangunan, demikian juga, rapat pembahasan Undang-Undang, sidang Paripurna di DPR/D, dan lain-lain. CatatanCatatan yang dimaksud adalah hasil dari proses diskusi yang dilakukan sebelumnya. Hasil catatan ini akan menjadi wujud tindak lanjut dari keputusan organisasi publik yang menyangkut bagaimana regulasi publik akan dihasilkan dan dilaksanakan.

Dalam istilah teknik, tahapan penyusunan regulasi publik diatur dengan aturan masing-masing organisasi publik. Aturan tersebut dapat mengatur cara penyusunan draft regulasi maupun tahapan mulai dari penyusunan, pembahasan, analisis hingga penetapan regulasi.

2.3 Regulasi Dalam Siklus Akuntansi Sektor Publik

Setiap organisasi publik pasti menghadapi berbagai isu dan permasalahan, baik yang berasal dari luar (lingkungan) maupun dari dalam organisasi. Oleh karena itu, setiap organisasi publik pasti mempunyai regulasi publik sebagai wujud kebijakan organisasi dalam menghadapi isu dan permasalahan tersebut.Semua proses tersebut terangkai mulai dari perencanaan, penganggaran, realisasi anggaran, pengadaan barang dan jasa, pelaporan keuangan, audit, serta pertanggung jawaban publik. Pada setiap tahapan tersebut, isu dan permasalahan sering kali melingkupi, baik yang terkait secara fungsional maupun prosedural hingga pada tataran pelaksanaannya sehingga hasil akhir dari setiap tahap dapat dipengaruhi. Dalam menghadapinya, organisasi publik pun menggunakan regulasi publik sebagai alat untuk memperlancar jalannya siklus akuntansi sektor publik agar tujuan organisasi dapat tercapai.

AkuntansiSektorPublikRegulasi Anggaran PublikRegulasi Perencanaan PublikRegulasi Laporan Pertanggungjawaban PublikRegulasi tentang Pelaksanaan Realisasi Anggran PublikRegulasi Pengadaan Barang dan Jasa Publik

PERAGA 2.2 Siklus Produk Regulasi dari Akuntansi Sektor Publik

TABEL 2.1 Hasil Regulasi dari Siklus Akuntansi Sektor Publik

Regulasi Tahapan dalam SiklusAkuntansi Sektor PublikContoh HasilRegulasi Publik

Regulasi Perencanaan PublikPeraturan Pemerintah No.7/2005 mengenai Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)

Regulasi Anggaran PublikUndang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2006 tentang Anggran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggran 2007

Regulasi tentang Pelaksanaan Realisasi Anggran Publik Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 93 Tahun 2006 tentang Rincian Anggran Belanja Pemerintah Pusat Tahun Anggran 2007 Otorisasi Kepala Daerah Dokumen Pelaksanaan Anggran (DPA)

Regulasi Pengadaan Barang dan JasaSK Gubernur tentang Pemenang dalam Pengadaan Barang dan Jasa

Regulasi Laporan Pertanggungjawaban PublikPeraturan Daerah tentang Penerimaan Laporan Pertanggungjawaban Gubernur/Bupati/Walikota

Sebagai Contoh, berikut adalah siklus dan tabel regulasi publik pada masing-masing proses akuntansi sektor publik di organisasi pemerintahan.

AkuntansiSektorPublikRegulasi Penganggaran PublikRegulasi Perencanaan PublikRegulasi Pertanggungjawaban PublikRegulasi Pengadaan Barang dan Jasa PublikRegulasi Pelaporan Keuangan Sektor PublikRegulasi Penganggaran PublikRegulasi Audit Sektor Publik

2.3 Siklus Regulasi yang Mengatur Akuntansi Sektor Publik

TABEL 2.2 Contoh Regulasi Publik Yang Mengatur Akuntansi Sektor PublikTahapan dalam Siklus Akuntansi Sektor PublikContoh Regulasi Publik

Perencanaan Publik UU No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Surat Edaran Bersama no 0295/M.PPN/2005050/166/SJ tentang Tata cara Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan tahun 2005

Penganggaran Publik UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Daerah UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Permendagri No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Peemendagri No 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

Realisasi Anggran PublikUU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

Pengadaan Barang dan Jasa PublikPeraturan Presiden No 32 Tahun 2005 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Presiden No 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Pelaporan Keungan Sektor PublikPP N0.8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah

Audit Sektor Publik UU No 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan tanggung Jawab Keuangan Daerah SK BPK No.1 Tahun 2008 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara

Pertanggungjawaban PublikPeraturan Pemerintah No 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah

Sebagai sebuah siklus, tahapan dalam akuntansi sektor publik saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Sebagai contoh, hasil perencanaan yang tidak baik akan mengakibatkan buruknya tahapan penyusunan anggaran. Karena itu, peran regulasi publik pada siklus akuntansi sektor publiik ini sangatlah besar. Peran itu akan menjadi dasar pendukung utama bagi berhasil tidaknya perjalanan siklus akuntansi sektor publik.

2.4 Penyusunan Regulasi PublikRegulasi dalam akuntansi sektor publik adalah instrumen aturan yang secara sah ditetapkan oleh organisasi publik ketika menyelenggarakan pelaporan keuangan, audit, serta pertanggungjawaban publik.

2.4.1 Perumusan MasalahPenyusunan regulasi publik diawali dengan merumuskan masalah yang akan diatur. Untuk itu kita harus menjawab pertanyaan apa masalah publik yang akan diselesaikan? seorang perancang regulasi publik mampu mendeskripsikan masalah publik tersebut. Salah satu cara untuk menggali permasalahan ini adalah melakukan penelitian. Untuk masalah publik yang ada dalam masyarakat, observasi atas objek permasalahan itu harus dilakukan.Perumusan masalah publik meliputi hal-hal berikut:a. Apa masalah publik yang ada?b. Siapa masyarakat yang perilakunya bermasalah?c. Siapa aparat pelaksana yang perilakunya bermasalah?d. Analisis keuntungan dan kerugian atas penerapan regulasi publik.e. Tindakan apa yang diperlukan untuk mengatasi masalah publik?Terkait dengan akuntansi sektor publik, masalah-masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:TABEL 2.3 Contoh Masalah Publik tentang Akuntansi Sektor PublikTahapan Siklus ASPPermasalahanPihak Terkait

Perencanaan PublikKetimpangan pelayanan publik (keshatan, pendidikan)Bagian Perencanaan, bagian program, stakeholder

Penganggaran publikAlokasi anggaran peleyanan publik minimalBagian anggran, bagian keuangan

Realisasi anggaran publikJumlah pencairan dana tidak sesuai dengan anggranBagian anggran, bagian keuangan

Pengadaan barang dan jasa publikInformasi tidak transparanBagian pengadaan, organisasi penyedia layanan barang dan jasa

Pelaporan keuangan sektor publikKetidaktepatan waktu pelaporanBagian keunagan

Audit sektor publikKurangnya buktiAudit internal, audit eksternal

Pertanggungjawaban publikKeterbatasan pendistribusian informasiKepala Organisasi, legislatif

2.4.2 Perumusan Draft Regulasi PublikDraft regulasi publik pada dasarnya merupakan kerangka awal yang dipersiapkan untuk mengatasi masalah publik yang hendak diselesaikan. Terkait dengan jenis regulasi publik yang akan dibentuk, rancangan regulasi publik tersebut harus secara jelas mendeskripsikan panataan wewenang bagi lembaga pelaksana dan perilaku bagi organisasi publik atau masyarakat yang harus mematuhinya.Secara sederhana, draft regulasi publik harus dapat menjelaskan siapa organisasi publik pelaksana aturan, kewenangan apa yang diberikan kepadanya, perlu tidaknya memisahkan antara organ pelaksana peraturan dan organ yang menetapkan sanksi atas ketidakpatuhan, persyaratan yang mengikat organisasi publik pelaksana, serta apa sanksi yang dapat dijatuhkan kepada aparat pelaksana jika menyalahgunakan wewenang. Rumusan permasalahan dalam masyarakat akan berkisar pada siapa yang berperilaku bermasalah, jenis pengaturan apa yang proporsional untuk mengendalikan perilaku bermasalah tersebut, dan jenis sanksi yang akan dipergunakan untuk memaksakan kepatuhan.Penataan jenis perilaku itu akan menghasilkan regulasi publik tentang larangan atau izin dan kewajiban melakukan hal tertentu atau dispensasi. Penyusunan draft harus menjelaskan pilihan norma kelakuan yang dipilihnya dengan tujuan yang hendak dicapai. Norma larangan akan menghasilkan bentuk pengaturan yang rinci tentang perbuatan yang dilarang. Jika menginginkan perkecualia, maka norma juga harus dirumuskan. Konsekuesinya adalah berupa perumusan sistem dan syarat perizinannya.

2.4.3 Prosedur PembahasanTerdapat tiga tahap penting dalam pembahasan draft regulasi publik, yaitu dengan lingkup tim teknis pelaksana organisasi publik (eksekutif), lembaga legislatif (dewan penasehat, dewan penyantun dan lain-lain), dan masyarakat. Pembahasan pada lingkup teknis adalah yang lebih merepsentsi kepentingan eksekutif (manajemen). Setelah itu, dilakukan public hearing (pengumpulan pendapat masyuarakat). Pembahasan dalam lingkup legislatif (DPR/D) dan masyarakat biasanya sangat sarat dengan kepentingan politis.

2.4.4 Pengesahan dan Pengundangan

Perjalanan terakhir dari perancangan draft regulasi publik adalah tahap pengesahan yang dilakukan dalam bentuk penandatanganan naskah oleh pihak organisasi publik (pimpinan organisasi). Dalam konsep hukum waktu, regulasi publik tersebut mempunyai kekuatan hukum materiil terhadap pihak yang menyetujuinya. Sejak ditandatangani, rumusan hukum yang ada dalam bentuk regulasi publik sudah tidak dapat diganti secara sepihak. Sebagai contoh, dilembaga pemerintah daerah, pengundangan dalam Lembaran Derah adalah tahapan yang harus dilalui agar rancangan regulasi publik mempunyai kekuatan hukum yang mengingat kepada publik. Dalam konsep hukum, draft rancangan regulasi publik sudah menjadi regulasi publik yang berkekuatan hukum formal. Secara teoritis, semua orang mengetahui regulasi publik mulai diberlakukan dan seluruh isi/muatan regulasi akuntansi sektor publik dapat diterapkan.Pandangan sosiologi hukum dan psikologi hukum menganjurkan agar tahapan penyebarluasan (sosialisasi) regulasi publik harus dilakukan. Hal ini diperlukan agar terjadi komunikasi hukum antara regulasi publik dan masyarakat yang harus patuh. Pola ini diperlukan agar terjadi internalisasi nilai dan norma yang diatur dalam regulasi akuntansi sektor publik. Karena itu, ada tahap pemahaman dan kesadaran untuk mematuhinya.Perancang regulasi akuntansi sektor publik adalah orang yang secara substansial menguasai permasalahan publik didaerah /lokasi tersebut. Permasalahan yang akan diselesaikan harus dirumuskan dengan jelas agar dapat dipilih instrumen hukum yang tepat. Selain itu, perancang adalah orang yang juga menguasai sistem hukum yang berlaku. Hal ini dimaksudkan agar produk hukum regulasi akuntansi sektor publik tidak bertentangan dengan ketenntuan hukum yang lebih tinggi, atau bahkan menimbulkan persoalan hukum dalam penerapannya.

2.5. REVIEW REGULASI YANG TERKAIT DENGAN AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

2.5.1. Regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Pra Reformasi

Perjalan akuntansi sektor publik di era pra reformasi didasari pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintah di Daerah. Pengertian Daerah dalam era pra reformasi adalah daerah tingkat I yang meliputi provinsi dan daerah tingkat II yang meliputi kotamadya atau kabupaten. Di samping itu, ada beberapa peraturan pelaksanaan yang diturunkan dari perundang-undangan, antara lain:1. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1975 tentang Ppengurusan, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah.2. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1975 TENTANG Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah, dan penyusunan Perhitungan APBD.3. Kepututsan Menteri Dlam Negeri No.900-099 Tahun 1990 tentang Manual Administrasi Keuangan Daerah.4. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.2 Tahun1994 tentang Pelaksanaan APBD.5. Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.6. Kepututsan Mendagri Nomor 3 tahun1999 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.Berdasarkan peraturan-peraturan di atas, karakter pengelolaan keuangan daerah di era prareformasi dapat di rinci sebagaiberikut:1. Pengertian Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan DPRD (pasal 13 ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun1975).Artinya tidak terdapat pemisahan secara konkrit antara eksekutif dan legislatif.2. Perhitungan APBD berdiri sendiri, terpisah dari pertanggungjawaban Kepala Daerah (pasal 33 Peraturan Pemerintahan Nomor 6Tahun1975).3. Bentuk laporan perhitungan APBD terdiri atas:a. Perhitungan APBD.b. Nota Perhitungan.c. Perhitungan Kas dan Pencocokan antar Sisa Kas dan Sisa Perhitungan di lengkapi dengan lampiran ringkasan perhitungan pendapatan dan belanja (peraturan pemerintah Nomor 6 tahun1975 dan Keputusan Mendagri Nomor 3 tahun 1999).4. Pinjaman, baik pinjaman Pemda maupun BUMD, diperhitungkan sebagai pendapatan pemerintah daerah, yang dalam sturktur APBD menurut Kepmendagri NO. 903-057 Tahun 1998 tentang Penyempurnaan Bentuk dan Susunan Anggaran Pendapatan Daerah masuk dalam pos Penerimaan Pembangunan.5. Unsur-Unsur yang terlibat dalam penyusunan APBD adalh Pemerintah Daerah yang terdiri atas Kepala Daerah dan DPRD saja, belum melibatkan masyarakat.6. Indikator kinerja Pemerintah Daerah mencakup :a. Perbandingan antara anggaran dengan realisasinya.b. Perbandingan antara standar biaya dengan realisasinya.c. Target dan presentase fisik proyek yang tercantum dalam penjabaran perhitungan APBD (Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1975 Tentang Cara Ppenyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah, dan Penyusunan Perhitungan APBD).7. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah dan Laporan Perhitungan APBD, baik yang dibahas DPRD maupun yang tidak di bahas DPRD, tidak mengandung konsekuensi terhadap masa jabatan Kepala Daerah.

2.5.2 Regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi

Reformasi polotik di Indosnesiatelah menugbah system kehidupan Negara.Tuntutn goodgovernance diterjemhkan sdebagai terbebas dari tindakan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Pemisahan kekuasaan antareksekutif, judikatif, dan legislative dilaksanakan. Selain itu, partisispasi masyarakat akan mendorong praktik demokrasi dalam pelaksanaan akuntabilitas public yang sesuai dengan otonomi daerah.Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerahdan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah adalah 2 (dua) undang-undang yang berupaya mewujudkan otonomi daerah yang lebih luas. Sebagai penjabaran otonomi tersebut dibidang adminstrasi keuangan daerah, berbagai peraturan perundangan yang lebih opersional dalam era reformasipun telah dikeluarkan. Beberapa regulasi yang relevan bias disebut sebagai berikut:1. Undang-undang Perbendaharaan Indonesia (Indische comptabiliteitswe, staatsblad Tahun 1925 Nomor 448), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968 (Lemebaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 53);2. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Nnegara Yang Bersih dan Bebas Dari Kkorupsi\, Kolusi, dan Nnepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Llembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Pperaturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 3952);4. Peraturan pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 Tentang Dana Perimbangan;5. Perturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4022);6. Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah dalam rangka Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantauan;7. Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah;8. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 Tentang Tatacara Pertanggungjawaban Kepala Daerah;9. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Daerah;10. Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan DPRD;11. Keputusan Presiden Nnomor 17 Tahun 2000 tentang Pelaksaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaga Negara Republik Indonbesia Nomor 3930);12. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tanggal 17 November 2000 Nomor 903/2735/SJ tentang Pedoman Umum Penyusunan dan Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2001;13. Keputusan Presiden Nomor 28/M Tahun 2002;14. Kpemendari Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman dan Pengurusan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah - APBD.

2.6. DASAR HUKUM KEUANGAN PUBLIK DI INDONESIA Pada Sub bab ini akan dibahas tiga dasar hukum yakni dasar hukum keuangan negara,dasar hukum keuangan daerah,dan dalm hukum keuangan organisasi publik lainnya.pada bahasan pertama dan kedua akan lebih banyak membahas regulasi yang berlaku di organisasi pemerintahan indonesia.sementara itu regulasi organisasi publik non pemerintah lainnya akan dibahas pada hukum keuagan organisasi lainnya. Penyelenggaraan pemerintahan ditujukan untuk mengkoordinasi pelaksanaan hak dan kewajiban warga negara dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara,baik keuangan negara mupun keuangan daerah,sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 perlu dilaksanakan secara profesional,terbuka,dan bertanggung jawab untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

2.6.1 Dasar Hukum Keuangan Negara

Keuangan negara dapat di interpretasikan sebagai pelaksanaan dan kewajiban warga yang bisa di nilai dengan uang dalam kerangka tata cara penyelengaraan pemerintahan.Wujud pelaksanaan keuangan negara tersebut dapat diidentifikasi sebagai segala bentuk kekayaan,hak,dan kewajiban negara yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta laporan pelaksanannya.

TABEL 2.5 Hak dan Kewajiban Negara

Hak-hak Negara yang dimaksud,mencakup:Kewajiban Negara adalah berupa pelaksanaan tugas-tugas pemerintah sesuai dengan pembukaan UUD 1945,yaitu:

(1) Hak Monopoli mencetak dan mengedarkan uang(2) Hak untuk memungut sumber-sumber keuangan,seperti pajak,bea dan cukai.(3) Hak untuk memproduksi barang dan jasa yang dapat dinikmati oleh khayalan umum ,yang dalam hal ini pemerintah dapat memperoleh (Kontra prestasi) sebagai sumber penerimaan negara(1) Melindungi Segenap bangsa indonesia dan seluruh Tumpah Darah Indonesia(2) Memajukan kesejahteraan umum(3) Mencerdaskan kehidupan bangsa(4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,perdamaian abadi,dan keadila sosial

Pelaksanaan kewajiban atau tugas-tugas pemerintah dilakukan dalam bentuk pengeluaran dan diakui sebagai belanja negara.Dalam UUD 1945 Amandemen III,hal Keuangan Negara,secara khusus diatur,yaitu pada BAB VIII Pasal 23 yang berbunyi sebagai berikut:a Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan Undang-Undang dan dilaksanakan secara terbuka secara bertanggung jawab untuk sebesar-besar kemakmuran masyarakat.b Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.c Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang disulkan oleh Presiden,Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu. Pasal 23 A:Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang. Pasal 23 B:Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan Undang-Undang. Pasal 23 C:Hal-Hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan Undang-Undang Pasal 23 D:Negara memiliki suatu bank sentral dengan susunan,kedudukan,kewenangan,tanggungjawab,dan independensinya diatur dengan Undang-Undang.Berdasarkan ketentuan tersebut,Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk tahun anggaran yang bersangkutan akan ditetapkan.penyusunan APBN bukan hanya untuk memenuhi ketentuan konstitusional yang dimaksud pada Pasal 23 ayat (1) UUD 1945,tetapi juga sebagai dasar rencana kerja yang akan dilaksanakan oleh pemerintah dalam tahun anggaran yang bersangkutan.Karena itu,penyusunannya didasarkan atas Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan rencana Pembangunan jangka Menengah,dan pelaksanannya dituangkan dalam Undang-Undang yang dijalankan oleh Presiden/Wakil Presiden.serta para Menteri dan pimpinan Lembaga Tinggi Negara lainnya.setelah pengesahan Undang-Undang APBN,APBN dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan dalam bentuk Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.

Undang-Undang No.17 tahun 2003 (Tentang Keuangan Negara) Sebelumnya,pelaksanaan pengelolaan keuangan negara masih menggunakan masih menggunakan ketentuan perundang-undangan yang disusun pada masa pemerintahan Kolonial Hindia Belanda. Undang-Undang No.17 Tahun 2003 adalah tonggak sejarah yang penting yang mengawali reformasi keuangan negara menuju pengelolaan keuangan yang efisien dan modern.Beberapa hal penting yang diatur dalam Undang-Undang ini adalah:a. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan NegaraPresiden selaku Pemerintahan memegang kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.Kekuasaan tersebut: Dikuasakan kepada menteri keuangan,selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan Dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran atau pengguna barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya Diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku pemerintah kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Tidak termasuk kewenangan di bidang moneter,yang diantara lainnya mengeluarkan dan mengedarkan uang yang diatur dengan Undang-Undang.b. Penyusunan dan Penetapan APBNAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang diterapkan setiap tahun dengan Undang-Undang,APBN harus sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara.Hal penting yang ditekankan dalam Undang-Undang ini adalah penyusunan RAPBN yang harus berpedoman pada rencana kerja pemerintah dalam rangka mewujudnya tercapainya tujuan bernegara. Jika anggaran yang diperkirakan akan mengalami defisit,sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN. Jika anggaran dipekirakan akan mengalami surlus,pemerintah pusat dapat mengajukan rencana penggunaan surplus anggaran kepada DPR.Undang-Undang ini juga menjabarkan tahapan penting dalam penyusunan APBN,yang diawali dengan penyampaian pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada DPR.selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei taun berjalan.dilanjutkan dengan pembahasan RUU tentang APBN,sementara nota keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya diserahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan agustus. Pengamilan keputusan oleh DPR menyangkut RUU tentang APBN dilakukan selambat-lambatnya dua bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.c. Penyusunan dan Penetapan APBDSeperti APBN,Undang-Undang ini juga menjabarkan tahapan penting dalam Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),yang diawali dengan penyampaian kebijakan umum APBD (KUA) sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan juni tahun berjalan.Berdasarkan Kebijakan umum,APBD disepakati dengan DPRD. Pemerintah Daerah bersama DPRD mebahas prioritas dan plafon anggaran yang dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).d. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral,Pemerintah Daerah,serta Pemerintah atau Lembaga Asing Pemerintah Pusat dan Bank Sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal serta moneter. Pemerintahan Pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada Pemerintah Daerah berdasarkan Undang-Undang Perimbagan keuangan pusat dan daerah. Pemerintah pusat dapat memberikan pinjaman dan hibah kepada pemerintah daerah dan sebaliknya. Pemberian Pinjaman dan Hibah tersebut dilakukan setelah mendapat persetujuan DPR.e. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Perusahan Negara,Perusahaan Daerah,Perusahaan Swasta,Serta Badan Pengelola Dana Masyarakat. Pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal dan menerima pinjaman/hibah/penyertaan modal dan penerimaan pinjaman tersebut harus ditetapkan terlebih dahulu dalam APBN/APBD Menteri Keuangan melaukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan negara. Gubernur/Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan daerah. Pemerintah pusat dapat melakukan penjualan dan privatisasi perusahaan negara setelah mendapat persetujuan DPR Pemerintah Daerah dapat melakukan penjualan dan privatisasiperusahaan daerah setelah mendapat prsetujuan DPRD.

f. Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dan APBDPresiden dan para Kepala Daerah mempunyai kewajiban untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD kepada DPR/DPRD berupa: Laporan Realisasi Anggaran Neraca Laporan arus kas Catatan atas laporan KeuanganLaporan tersebut dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan Badan Lainnya (Deddi Nordiawan,2006).

Undang-Undang No.1 Tahun 2004 (tentang perbendaharan Negara)Penyelengaraan Pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara akan menimbulkan hak dan kewajiban negara yang harus dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan negara.Pengelolaan Keuangan Negara.pengelolaan keuangan negara,sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.harus dilaksanakn secara profesional,terbuka,dan bertanggungjawab untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang diwujudkan dalam APBN dan APBD.Sebelum lahir undang-undang tentang perbendaharaan negara,kaidah-kaidah hukum administrasi keuangan negara masih didasarkan pada ketetuan dalam Undang-Undang perbendaharaan Indonesia (Indische Comptabiliteitswet-ICW). Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448 sebagaimana telah beberapa kali diubah,di mana yang terakhir dengan Undang-Undang No.9 tahun 1968 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 53,Tambahan Lembaran Negara Nomor 2860). Undang-Undang Perbendaharaan Indonesia tersebut tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan pengelolaan keuangan negara yang sesuai tuntunan perkembangan demokrasi,ekonomi,dan teknologi.Karena itu,Undang-Undang tersebut harus diganti dengan Undang-Undang baru yang mengatur kembali ketentuan di bidang perbendaharaan negara,sesuai dengan tuntutan perkembangan demokrasi,ekonomi,dan teknologi modern. Di sini yang dimaksud dengan perbendaharaan negara dalam undang-undang ini adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara,termasuk investasi serta kekayaan yang dipisahkan yang ditetapkan dalam APBN/APBD. Berdasarkan pengertian tersebut,dalam Undang-undang No.1 Tahun 2004 ini di atur mengenai: Ruang lingkup dan asas umum perbendaharaan negara Kewenangan pejabat perbendaharaan negara Pelaksanaan pendapatan dan pemerintahan pusatbelanja negara/daerah Pengelolaan uang negara/daerah Pengelolaan piutang dan utang negara/daerah Pengelolaan investasi dan barang mlik negara/daerah Penatausahaan dan pertanggungjawaban APBN/APBD Pengendalian internal pemerintah Penyelesaian kerugian negara/daerah Pengelolaan keuangan badan layanan umum

Undang-undang ini, selain menjadi landasan hukum dalam pelaksaan reformasi pengelelolaan keuangan negara pada tingkat, juga berfugsi untuk memperkokohlandasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah dalam kerangkah kesatuan NKRI.

Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 (Tentang Pemeriksaan Pengelolaandan Tanggung Jawab Keuangan Negara)Pemeriksaan keuangan negara meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara dan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara. Badan pemeriksaan keuangan(BPK) melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan taggung jawab keuangan negara. Pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh BPK meliputi seluruh unsur keuangan negara, sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Jika pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan undang-undang, laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan dipublikasikan.Pemeriksaan terdiri dari pemeriksaan keuangan (pemeriksaan atas laporan keuangan), pemeriksaan kinerja (pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi, serta pemeriksaan aspek efektivitas), dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Ketiga jenis pemeriksaan tersebut. Dilaksanakan berdasarkan standar yang disusun oleh BPK, setelah berkonsultasi dengan pemerintah. Pelaksanaan pemeriksaan:Penentuan objek pemeriksaan, perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan, penentuan waktu dan metode pemeriksaan, serta penyusunan dan penyajian laporan pemeriksaan, dilakukan secara bebas dan mandiri oleh BPK. Dalam merencanakan tugas pemeriksaan, BPK memperhatikan permintaan, saran, dan pendapat lembaga perwakilan. Dan, untuk melaksanakan hal itu, BPK atau lembaga perwakilan dapat mengadakan pertemuan konsultasi.Dalam perencanaan tugas pemeriksaan, BPK dapat mempertimbangkan informasi dari pemerintah, bank sentral, dan masyarakat. Dalam menyelenggarakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan aparat penawasan internal pemerintah. Karena itu, laporan hasil pemeriksaan internal pemerintah wajib disampaikan kepada BPK. (Deddi Nordiawan, 2006).

Undang-undang No. 25 Tahun 2004 (Tentang Sistem Perencenaan Pembangunan Nasional)Sistem Perencenaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan dari tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menegah dan jangka tahunan yang dilaksakan oleh unsur penyelenggara negara serta masyarakat ditingkat pusat dan daerah. Sistem Perencenaan Pembangunan Nasional bertujuan untuk: mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan; menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antar pusat dan daerah; menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; mengoptimalkan partisipasi masyarakat; serta menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif berkedilan, dan berkelanjutan.Perencenaan Pembangunan Nasional menghasilkan:a. Rencana pembangunan jangka panjang;b. Rencana pembangunan jangka menegah;c. Rencana pembangunan tahunan.

Proses perencanaan Sistem Perencenaan Pembangunan Nasional dalam Undang-undang ini mencakup lima pendekatan dari seluruh rangkaian perencanaan, yaitu:a. Politik;b. Teknokratik;c. Partisipatif;d. Atas-bawah (top-down);e. Bawah-atas (botton-up).

Pendekatan politik memandang bahwa pemilihan Presiden/ Kepala Daerah merupakan proses penyusunan rencana, karena rakyat pemilih menentukan pilihannya berdasarkan program-program pembangunan yang ditawarkan masing-masing calon Presiden/Kepala Daerah. Karena itu, rencana pembangunan adalah penjabaran dari agenda-agenda pembangunan yang ditawarkan calon Presiden/Kepala Daerah pada saat kampanye kedalam rencana pembangunan jangka menengah. Perencanaan dengan pendekatanteknokratik,dilaksanakan dengan menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja yang secara fungsional bertugas untuk itu. Perencanaan melalui pendekatan partisipatifdilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan. Pelibatan tersebut adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki.Sementara itu, pendekatan atas-bawah dan bawah-atas dalam perencanaan dilaksanakan menurut jenjang pemerintah. Rencana hasil proses pendekatan atas-bawah dan bawah-atas diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan baik ditingkat Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, maupun Desa.

Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 32 Tahun 2005 Tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Pengumuman pemilihan penyedia barang/jasa harus dapat memberiakan informasi yang luas kepada masyarakat dunia usaha, baik pengusaha daerah setempat maupun pengusaha daerah lainnya. Dalam peraturan Presiden ini, masalah pengadaan barang dan pendistribusian logistik pemilihan kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, yang penanganannya memerlukan pelaksanaan secara cepat dalam rangka penyelengaraan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang diselenggarakan sampai bulan Juli 2005, juga diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan.

2.6.2. Dasar Hukum Keuangan Daerah

Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, didasarkan pada prinsip otonomi daerah dalam pengelolaan sumber daya. Prinsip otonomi daerah memberikan kewenangan yang luas dan tanggung jawab yang nyata kepada pemerintah daerah secara proporsional. Dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, baik yang berupa uang maupun sumber daya alam, pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan mengembangkan suatu sistem perimbangan keuangan antar pusat dan daerah yang adil. Sistem ini dilaksanakan untuk mencerminkan pembagian tugas kewenangan dan tanggung jawab yang jelas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara transparan. Kriteria keberhasilan pelaksanaan sistem ini adalah tertampungnya aspirasi semua warga, dan berkembangnya partisipasi masyarakat dalam proses pertanggungjawaban eksplorasi sumber daya yang ada serta pengembangan sumber-sumber pembiayaan.Pada Pasal 18 Undang-undang dasar 1945, disebutkan bahwa negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi; selanjutnya, daerah provinsi itu dibagi lagi atas kabupaten dan kota, dimana setiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintah daerah yang diatur dengan Undang-undang. Pemerintah daerah menjalankan otonomi yang Seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang merupakan urusan pemerintah pusat, berdasarkan undang-undang. Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi serta tugas pembantuan.Dalam rangaka penyelenggaraan daerah otonomi, pasal 18 A (2) Undang-undang dasar 1945 menjelaskan bahwa hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur serta dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

2.6.3. Dasar Hukum Keuangan Organisasi Publik lainnya

Di Indonesia, beberapa upaya untuk membuat standar yang relevan dengan praktek-praktek akuntansi di organisasi sektor publik telah dilakukan baik oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) maupun oleh pemerintah sendiri. Untuk organisasi nirlaba, IAI menerbitkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 45 (PSAK No 45) tentang organisasi nirlaba. PSAK ini berisi akidah-akidah atau prinsip-prinsip yang harus diikuti oleh organisasi nirlaba dalam membuat laporan keuanagan. Selain itu, juga lahir Undang-undang No. 16 Tahun 2001 tentang yayasan yang mengatur masaalah organisasi publik yang berbentuk yayasan. Juga, ada regulasi publik terkait dengan partai politik seperti Undang-undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, dan peraturan pemerintah No 29 Tahun 2005 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik.

2.7. AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK MEMASUKI ERA DESENTRALISASI

Kebijakan desentralisasi telah mengubah sifat hubungan antar pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, antar BUMN dengan Pemerintah Pusat; antar Pemerintah dengan masyarakat, dan entitas lain dalam pemerintahan. Peranan pelaporan keuangan telah berubah dari posisi administrasi semata menjadi posisi akuntabilitas di tahun 2000. Pergeseran peranaan laporan keuangan ini telah membuka peluang bagi posisi akuntansi sector public dan manajemen pemerintah dan organisasi sector public lainnya. Jadi tujuan akuntansi sector public adalah untuk memastikan kualitas laporan keuangan dalam pertanggungjawaban public.Sebagai perspektif baru, berbagai prasarana akuntansi sector public perlu di bangun, seperti:a. Standar Akuntansi Sector Public untuk Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan organisasi sector public lainnya.b. Account code untuk Ppemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, maupun organisasi sector public lainnya.c. Jenis Buku Besar atau Ledger Yang menjadi pusat pencatatan data primer atas semua transaksi keuangan Pemerintah.d. Manual Sitem Akuntansi Pemerintah dan Organisasi lainnya yang menjadi pedoman atas jenin-jenis transaksi dan perlakuan akuntansinya.Dengan kelengkapan prasarana tersebut, para petugas di bidang akuntansi dapat melakukan pencatatan, peringkasan, dan pelaporan keuangan, baik secara manual maupun komputasi. Akibat dan tersediannya prasarana di atas, muncul persepsi bahwa :a. Akuntansi adalah sesuatu yang sulit,b. Akuntansi harus dikerjakan oleh SDM yang terdidik dalam jangka waktu panjang.

2.8. BARANG DAN JASA PUBLIK

2.8.1.Barang dan Jasa Publik vs Barang dan Jasa Swasta

Barang public adalah barang kolektif yang seharusnya di kuasai oleh Negara atau pemerintah. Sifatnya tidak ekslusif dan diperuntungkan bagi kepentingan seluruh warga dalam skala luas, syukur kalau bisa dinikmati warga secara gratis, misalnya udara bersih, air bersih, dan lingkungan yang aman. Sedangkan barang swasta adalah barang spesifik yang dimilik oleh swasta. Sifatnya ekslusif dan hanya bisa dinikmati oleh mereka yang mampu membelinya, Karena harganya di sesuaikan dengan harga pasar menurut rumus sang penjual, yaiyu harus untung sebesar-besarnya, misalnya perumahan mewah, villa, dan hotel.Ada lagi barang setenga kolektif yang dimiliki oleh swasta atau milik patungan swasta dan pemerintah. Seharusnya barang ini tidak boleh berifat ekslusif, dan pemerintah harus ikut menentukan Harga penjualannya, yang biasanya tidak terjangkau oleh rakyat kecil, misalnya sekolah swasta dan rumah sakit swasta. Pada dasarnya, swasta hanya akan merasa bertanggungjawab atas biaya dan manfaat yang menunguntungkan dirinya sendiri. Swasta umumnya tidak peduli terhadap biaya dan manfaat social, misalnya kerusakan lingkungan, baik local maupun dalam skala wilayah yang lebih luas lagi, yang di akibatkan oleh proses produksi barang swasta tersebut. Mereka menganggap biaya dan manfaat social akan mengurangi keuntungan (opportunity cost), apalagi biaya dan manfaat social ini sulit dihitung dan tidak ada padanan harganya di pasar. Swasta akan bersedia bertanggungjawab terhadap biaya dan manfaat social yang telah di atur dalam perundang-undangan/peraturan formal. Dan, dalam hal ini, pelaksanaan hokum dan moral harus didukung dan diawasi oleh seluruh warga masyarkat.2.8.2. Konsep-Konsep Pokok Barang dan Jasa PublikSiapa yang akan membayar suatu pelayanan ( baik sector swasta maupun pemerintah ) ditentukan oleh apakah barang itu milik swasta atu pemerintah. Barang ( atau pelayanan ) public (public good ) diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat luas. Oleh karena itu, pemerintah menjamin mutu barang/ pelayanan public yang diberikan. Barang (atau pekayanan ) swasta ( private good ) biasanya dipergunakan hanya oleh konsumen, di mana harga pasar consensus yang ditentukan oleh konsumen dan produsen.Suatu barang dikategorikan sebagai barang swasta atau publik dalam kaitanya dengan tingkat excludability dan persaingannya. Tingkat excludability suatu barang ditentukan dengan kondisi dimana konsumen dan produsen barang atau pelayanan tersebut. Apabila tingkat excludability rendah, maka penumpng gratis dapat diidentifikasikan sebagai permasalahan. Sebagai contoh, penyelengaraan sebuah konser music ditempat terbuka; dengan mengenakan biaya tertentu dalam penjualan karcis kepada penonton, penumpang gratis tidak terjadi; namun, ketika suara music melampaui ruangan, maka warga sekitar menjadi penumpang gratis.Jika suatu barang memiliki daya saing yang tinggi, barang tersebut dipergunakan secara perorangan; apabila daya saingnya rendah, barang tersebut dapat dimanfaatkan secara bersama-sama . Sebagai contoh taman umum daya saingnya rendah, sedangkan alat walkman daya saingnya tinggi.Secara umum, barang public memilik tingkat excludability dan daya saing rendah. Ini berarti bahwa jika barang ini diproduksi, barang tersebut dapat dipergunakan banyak orang, seperti pertanahan nasional. Barang public dimanfaatkan oleh banyak orang, sehingga umumnya di biayai dari dana public.Barang swasta adalah barang-barang yang punya excudability dan daya saing tinggi. Orang-orang yang memanfaatkannya jelas, sehingga mudah di kenakan biaya, dan masalah penumpang gratis dapat dihindari,. Pada kenyataannya, sebagian besar barang termasuk dalam jenis ini.Barang yang excludable, tetap[I daya saingnya rendah disebut toll goods. Barang ini bias digunakan bersama-sama, namun orang yang memanfaatkannya tetap dikenai biaya seperti jalan tol. Banyak orang yang bisa menggunakanya secara bersamaan, tetapi setiap orang yang melewatinya harus membayara uang tol. Barang atau pelayanan yang bias dimanfaatkan secara bersama-sama cenderung membutuhkan investasi dalam skala besar, sehingga organisasi sector public mampu berinvestasi pelayanan semacam itu. Dalam kasus system Build-Operate-Transfer, organisasi sector public melakukan investasi yang diperlukan , dan organisasi swasta menjalankannya dengan menggunakan biaya pada pemakai.Barang yang berdaya saing tinggi , tetapi non excludable, disebut common pool goods. Contohnya adalah pengadaan air di sebuah desa; meskipun termasuk barang yang non-excludable, namun penggunaan secara berlebihan akan mengurangi kesempatan bagi orang lain untuk menggunakannya. Air berkarakter non-excludable, sehingga tidak dapat dipungut bayaran dan dibutuhkan dana public.TABEL 2.2 Jenis Barang Menurut Excludability dan PersainganExcludability RendahExcludability Tinggi

Persaingan RendahBarang Publik (biaya sektor publik)Barang Toll (campuran biaya publik dan swasta)

Persaingan TinggiCommon pool goods (biya sektor publik)Barang swasta ( biaya swasta )

Untuk meningkatkan peluang pendanaan sector swasta, ada beberapa cara untuk menaikan tingkat ecludability suatu barang atau pelayanan:a. Perubahan technology; misalnya: pencegahan penyakit malaria dengan menggunakan insektisida yang disemprotkan dari udara adalah barang public, karena jumlah vector secara keseluruhan berkurang untuk semua orang.b. Diperlakukannya hak milik secara lebih ketat, sehingga penumpang gratis dapat dikurangi.

PENYEDIAAN PEKAYANANBarang atau pelayanan yang dibiayai secara public dapaty dikontrakkan kepada sector swasta (misalnya, sekolah pemerintah menerima pembayaran dari orang tua murid dalam bentuk ongkos pemakaian pelayanan). Sektor swasta mempunyai kecenderungan bekerja lebih efisien dan efektif, karena:a. Sektor swasta belum memiliki fleksibilitas dalam pengelolaan sumber daya, sehingga perubahan permintaan pasar dapat di tanggapi.b. Persaingan pelayanan mendorong lebih baiknya mutu pelayanan dengan harga yang lebih murah bagi pelanggan.Kepentingan pelanggan tidak selamanya harus dipenuhi oleh pelayanan swasta. Ada beberapa pengecualian dalam hal ini yaitu:ga. Pelanggan tidak mampu menilai mutu pelayanan. Jika hal ini terjadi, sector public harus menetapkan sejumlah standar mutu untuk melindungi konsumen.b. Tidak terjadi persaingan antara para pemberi pelayanan .c. Terdapat factor luar yang negative yang mempengaruhi pelayanan.Dalam kasus semacam ini, pemerintah haru smenimbang natara biaya relative dan manfaat dari mengontrol pemberian pelayanan/barang oleh sector swasta atau langsung diberikan oleh sector public. Misalnya, dalam kasus dimana mutu pelayanan sulit diukur,kerap kali akan lebih murah jika pemerintah memberikan sendiri pelayaan itu daripada memonitor pengadaannya oloeh sector swasta.Alternatif lain adalah pelayanan disediakan oleh suatu organisasi kolektif, seperti system pengamanan lingkungan (Siskamling ). Jika pelayanan di alokasiakn secara adil demi kepentingan organisasi kolektif, maka manajemen biasanya melakukannya sendiri. Pada umumnya, organisasi kolektif akan berperan sesuai dengan keperluan anggotannya, sehingga tidak dibutuhkan kebijakan eksternal untuk menjamin dilakukannya distribusi dan persaingan yang adil.Lembaga-lembaga semacam organisasi kolektif, atau lembaga lain yang mewakili pihak-pihak yang berkepentingan, memberikan kontribusinnya dengan cara lain, misalnya menetapkan standard an membuat organisasi public lebih andal dalam memenuhi kebutuhan pelangggan.Selayaknya, pemberian pelayanan membutuhkan semacam pengaturan kemitraan antara swektor swasta, sector public, dan organisasi kolektif. Sifat hubungan ini tergantung antara lain pada sifat dari monitoring pemberian layanan, tingkat persaingan dipasar, antara para pemberi pelayanan, dan kekuatan lobi konsumen. Salah satu penentu utama dari interrelasi ini adalah sikap orang yang bekerja di sector public. Agar sebuah lembaga pemerintah terbuka terhadap sarana-sarana dari lembaga yang mewakili konsumen, atau bersedia mempertimbangkan pengalihan ke sector swasta, suatu perubahan persepsi atau paradigma baru perlu dilakukan. Melakukan peran baru dan tidak pasti lbagi lembaga mereka merupakan hal yang sulit. Ketidak mampuan untuk memahami cara baru dalam mengerjakan sesuatu disebut kebutuhan paradigma.Langkah pertama dalam mengatasi kebutaan paradigma adalah mencari apa yang bisa dilakukan untuk mengubah cara kerja. Selain itu penting membuat visi yang jelas tentang kemana organisasi diarahkan. Keadaan ini di dorong oleh lingkungan yang dipimpin oleh seorang pemimpin visioner, dimana terdapat suatu tim terpadu yang bervisi sama, dan visi itu menyentuh semua orang dalam organisasi.2.8.3. Kebijakan Ppengadaan Barang dan Jasa Publik

Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) memeberikan prioritas yang tinggi terhadap berbagai reformasi penyelenggaraan pemerintah secara menyeluruh, manajemen sektor publik yang lebih mantap, pembinaan kelembagaan, dan pemberntasan korupsi.Masyarakat juga memberikan dukungan yang kuat terhadap pelaksanaan reformasi penyelenggaraan pemerintah. Pemerintah telah mengambil beberapa inisiatif untuk memperbaiki penyelenggaraan pemerintah, yaitu: (a) reformasi hukum dan yudikatif, termasuk pembentukan Komisi Ombudsman untuk menanggapi masalah korupsi dan pembentukan Komisi Reformasi Hukum, (b) perumusan strategi reformasi pegawai negeri sipil, (c) rancangan undang-undang untuk memantapkan manajemen keuangan pemerintah, (d) pembentukan Komisi Anti Korupsi, dan (e) pembentukan Kemitraan bagi pembaruan tata pemertintahan di Indonesia yang di dukung oleh UNDP, Bank Dunia, dn ADB.Demikian pula, dalam pengadaan barang dan jasa, pemerintah telah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Instansi Pemerintah, sebagai penyempurnaan dari aturan dan prosedur sebelumnya, yaitu keppres 80 tahun 2003. Peraturan-peraturan tersebut merupakan implementasi dari UU No.9 Tahun 1999 tentang Usaha Kecil, UU no.5 Tahun 2000 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usahayng Tidak Sehat, UU no.28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan negara Bersih dan Bersih dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme; semua ditujukan untuk mengatur pengguna barang/jasa dan penyedia barang/jasa sesuaio dengan tugas, fungsi, hak dan kewajiban serta peranan masing-masing pihak dalam proses pengadaan barang/jasa yang dibutuhkan Instansi Pemerintah.Tujuannnya adalah untuk memperoleh barang/jasa Yng dibutuhkan Instansi Pemerintah dalam jumlah yang cukup, dengan kualitas dan harga yang dapat dipertanggungjawabkan, serta dalam waktu dan tempat tertentu secara efektif dan efisien menurut ketentuan dan tata cara yang berlaku.Keppres No. 61 Tahun 2004 telah mengatur dengan tegas danjelas mengenai prosedur pengadaan barang/jasa termasuk pembinaan dan pengawasannya. Peranaan asosiasi dunia usaha yang telah mengenal dan mengerti tentang pentingnya manajemen usaha yang profesional perlu dioptimalkan. Asosiasi dunia usaha perlu berpartisipasi secara aktif dan bertanggungjawab dalam pembangunan.

2.9. PERMASALAHAN REGULASI KEUANGAN PUBLIKPermasalahan keuangan regulasi publik di Indonesia dapat disebutkan sebagai berikut:2.9.1 Regulasi yang Berfokus pada Manajemen

Organisasi publik didirikan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Perwujudan ini dicapai melalui pelayanan publik yang menjadi muara dari seluruh proses pengelolaan oganisasi publik. Segala proses yang dilakukan organisasi pyublik, baik keuangan maupun nonkeuangan, diatur dengan regulasi publik. Dalam hal ini, salah satu permasalahan yang ada dalam regulasi keuangan pub likadlah regulasi yang berfous pada manajemen organisasi publik. Regulasi yang hanya berfokus pada pengaturan wilayah manajemen sering kali mengaburkan proses pencapaian kesejahteraan masyarakat. Jadi regulasi publik haru fokus pada tujuan pencapaian organisasi publik yaitu kesejahteraan publik. Dengan demikian, manajemen akan menata dirinya dalam segala situsai dan kondisi mengikuti regulasi yang berfokus pada tujuan kesejahteraan publik tersebut.

2.9.2 Regulasi Belum Bersifat Teknik

Banyak regulasi publik di Indonesia yang tersusun dengan sangat baik untuk tujuan kesejahteraan publik. Namun, banyak di antaranya tidak dapat di aplikasikan dalam masyarakat. Hal ini terjadi karen regulasi tersebut tidak menjelaskan atau tidak disertai dengan regulasi lain yang membahas secara secara lebih teknis bagaimana mengimplementasikan regulasi tersebut. Selain itu, di Indonesia juga ada beberapa regulasisetingkat undang-undang yang tidak di ikuti peraturan pelaksaan di tingkat daerah.2.9.3 Perbedaan Interpretasi antara Undang-undang dan Regulasi di BawahnyaRegulasi di tetapkan untuk dilaksanakan dalam masyarakat. Regulasi yang baik harus bersifat aplikatif, karena regulasi yang tidak jelas dan tidak aplikatif akan menimbulkan multiinterpretasi dalam pelaksanaanya. Multiinterpretasi ini selanjutnya dapat menimbulkan berbagai penyimpangan dari tujuan regulasi semula.Dalam kasus ini, salah satu permasalahan regulasi di Indonesia adalah perbedaan interpretasi antar Undang-undang dan regulasi di bawahnya. Dalam banyak kajian, beberapa ayat atau pasal dari Undang-undang atau regulasi terkait sering menimbulkan berbagai interpretasi yang berbeda dalam pelaksanaannya. Di tingkat daerah, substansi dari isi undang-undang terkait tidak dapat diturunkan dalam peraturan daerah. Kondisi ini membuat tujuan peraturan pemerintah tidak dapat tercapai sesuai konsep awalnya.

2.9.4 Pelaksanaan Regulasi yang Bersifat Transisi yang Berdampak Pemborosan Anggaran

Seiring dengan era reformasi yang tengah melanda Indonesia, berbagai regulasi pun juga mengikuti perubahan yang ada. Sejumlah besar revisi atau penyusunan regulasi yang baru telah di lakukan oleh pemerintah atau organisasi publik lainnya. Sebagai contoh, di bidang keuangan publik, reformasi di timgkat regulasi dimulai dengan lahirnya UU No. 17 Tahun 2003, yang di ikuti dengan lahirnya Permendagri No. 13 Tahun 2006, yang direvisi kembali menjadi Permendagri No. 59 Tahun 2007. Walaupun telah direvisi, berbagai friksi terkait dengan materi peraturan tersebut tetap masih ada. Fenomena perbaikan regulasi yang tak kunjung berakhir ini telah membuat para aparat keuangan di tingkat daerah menjadi bingung. Selain itu, untuk mengaplikasikan sebuah regulasi, kapasitas tertentu juga harus ada sehingga wajar jika pergantian regulasi pasti akan diikuti dengan pengeluaran lain sebagai dampak dari bagian pelaksanaan regulasi tersebut.Saat ini, banyak regulasi yang bersifat transisi telah dilaksanakn secara bertahap dan memmbutuhka kapasitas tertentu untuk melaksanakannya. Hal ini akan mempengaruhi anggaran yang senantiasa meningkat dan cenderung boros. Pemborosan anggaran akanmenurunkan kapasitas organisasi dalam menjalankan roda organisasi sehingga pencapaian tujuan organisasi semakin menurun.

2.9.5 Pelaksaan Regulasi Tanpa Sanksi

Kelemahan lain dari regulasi di Indonesia adalah pelaksanaan regulasi yang tanpa sanksi. Dalam kasus ini, sanksi yang di maksud adalah hukuman jika organisasi publik tidak melaksanakan regulasi tersebut. Dengan tidak adanya sanksi, organisasi akan seenaknya melaksanakan atau tidak melaksanakan regulasi tersebut.Sebuah regulasi disusun dan disahkan dengan tujuan tertentu, yang dalam konteks ini sudah tentu kesejahteraan publik. Jika organisasi tidak melaksanakan regulasi tersebut, secara otomatis tujuan kesejahteraan publik tidak akan dapat tercapai. Karena itu, samksi terhadap organisasi yang tidak melaksanakan regulasi hendaknya dicantumkan dalam rgulasi publik.

DAFTAR PUSTAKABastian, I. 2005. Akuntansi Sektor Publik : Suatu Pengantar. Erlangga. Jakarta.Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik, Edisi IV . Penerbit Andi.Andayani, W. 2007. Akuntansi Sektor Publik. Bayumedia Publishing. Malang.http://lisnachan.blogspot.com


Related Documents