YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
Page 1: Referat tht sinusitis

BAB IPENDAHULUAN

Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di

dunia12. Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan

sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar

102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit.12 Survei Kesehatan Indera Penglihatan

dan Pendengaran 1996 yang diadakan oleh Binkesmas bekerja sama dengan

PERHATI dan Bagian THT RSCM mendapatkan data penyakit hidung dari 7

propinsi13 .Data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005

menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien,

69%nya adalah sinusitis13.

Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga

sinusitis sering juga disebut dengan rhinosinusitis. Rinosinusitis adalah penyakit

inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terus meningkat prevalensinya.

Rinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang berat, sehingga

penting bagi dokter umum atau dokter spesialis lain untuk memiliki pengetahuan yang

baik mengenai definisi, gejala dan metode diagnosis dari penyakit rinosinusitis ini.

Penyebab utamanya ialah infeksi virus yang kemudian diikuti oleh infeksi

bakteri. Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan

maksila. Yang berbahaya dari sinusitis adalah komplikasinya ke orbita dan

intrakranial. Komplikasi ini terjadi akibat tatalaksana yang inadekuat atau faktor

predisposisi yang tak dapat dihindari.12

Tatalaksana dan pengenalan dini terhadap sinusitis ini menjadi penting karena

hal di atas. Awalnya diberikan terapi antibiotik dan jika telah begitu hipertrofi,

mukosa polipoid dan atau terbentuknya polip atau kista maka dibutuhkan tindakan

operasi.

Page 2: Referat tht sinusitis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. EMBRIOLOGI

2.1.1. EMBRIOLOGI HIDUNG

Perkembangan dari kepala dan leher dibentuk oleh arcus brachial dan

faringeal. Arcus ini terlihat pada minggu keempat dan kelima perkembangan dan ikut

berperan pada tampilan luar dari embrio. Hidung dibentuk oleh nasal placode yang

berasal dari prominensia frontonasalis.1

Pada minggu kelima nasal placode berinvaginasi untuk membentuk nasal pits.

Di sekitar nasal pits dikelilingi oleh jaringan membentuk prominensia nasalis.

Prominensia nasalis berubah menjadi dinding lateral dan medial hidung. Pada minggu

ke enam nasal pits menjadi lebih dalam dan masuk ke dalam mesenkim. Membran

oronasalis memisahkan nasal pits dari rongga mulut melalui koana, membesar di

bagian dinding lateral menjadi konka superior, konka media dan konka lateralis.

Ektoderm pada nasal placode dibentuk menjadi epitel olfaktorius.2

2.1.2. EMBRIOLOGI SINUS PARANASLIS

Sinus paranasal terbentuk pada fetus usia bulan III atau menjelang bulan IV

dan tetap berkembang selama masa kanak-kanak kecuali sinus sfenoid dan sinus

frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada sejak anak lahir, sedangkan sinus

frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8

tahun. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18

tahun.

Sinus Maksilaris

Terbentuk pada usia fetus bulan IV yang terbentuk dari prosesus maksilaris arcus I.

Saat dilahirkan sinus maksilaris berukuran 6-8cm3. Sinus maxillaris (Antrum of

Highmore) adalah sinus yang pertama berkembang. Sinus maksilaris terbentuk

sebagai puncak pada dinding lateral dari bagian ethmoid dari kapsul nasal kurang

lebih pada usia 3 bulan kehidupan. Kemudian membesar perlahan sesuai dengan usia

janin. Struktur ini adalah pada umumnya berisi cairan pada kelahiran. Pertumbuhan

Page 3: Referat tht sinusitis

dari sinus ini adalah biphasic dengan pertumbuhan selama 0-3 tahun dan 7-12 tahun.

Sampai usia 3 tahun perkembangan dari sinus maksilaris sangat cepat dan

perkembangannya kemudian melambat sampai usia 7 tahun.

Sepanjang pneumatisasi kemudian menyebar ke tempat yang rendah di mana gigi

yang permanen mengambil tempat mereka. Pneumatisasi dapat sangat luas sampai

akar gigi hanya suatu lapisan yang tipis dari jaringan halus yang mencakup mereka.

Sinus Ethmoidalis

Terbentuk pada usia fetus bulan IV. Saat lahir, berupa 2-3 cellulae (ruang-ruang kecil),

saat dewasa terdiri dari 7-15 cellulae, dindingnya tipis. Sinus ethmoid merupakan

struktur yang berisi cairan pada bayi yang baru dilahirkan. Selama masih janin,

perkembangan pertama sel anterior diikuti oleh sel posterior. Sel tumbuh secara

berangsur-angsur sampai dewasa umur 12 tahun. Sel ini tidak dapat dilihat dengan

sinar x sampai umur 1 tahun. Septa yang secara berangsur-angsur tipis dan

pneumatisasi berkembang sesuai usia. Sel ethmoid bervariasi dan sering ditemukan di

atas orbita, sphenoid lateral, ke atap maxilla dan sebelah anterior diatas sinus frontal.

Sel ini disebut sel supraorbital dan ditemukan 15% dari pasien. Penyebaran sel

ethmoid ke dasar sinus frontal disebut frontal bulla. Penyebaran ke turbinate medial

disebut concha bullosa. Sel yang berada pada dasar sinus maxilla ( infraorbita )

disebut Haller’s sel dan dijumpai pada 10% populasi. Sel-sel ini dapat menyumbat

ostia maxilla dan membatasi infundibulum mengakibatkan gangguan pada fungsi

sinus. Sel yang meluas ke anterior lateral sinus sphenoid disebut Onodi sel. Variasi

dari sel ini penting pada saat preoperative untuk memperjelas anatomi pasien secara

individu.

Sinus Frontalis

Sinus ini dapat terbentuk atau tidak.6 Sinus frontalis sepertinya dibentuk oleh

pergerakan keatas dari sebagian besar sel-sel ethmoid anterior. Os frontal masih

merupakan selaput (membran) pada saat kelahiran dan tulang mulai untuk mengeras

sekitar usia 2 tahun. Secara radiologi jarang bisa terlihat struktur selaput (membran)

ini. Perkembangannya mulai usia 5 tahun dan berlanjut sampai usia belasan tahun

akan mencapai ukuran maksimal pada usia 20 tahun. Sinus frontal kanan dan kiri

biasanya tidak sama dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah.

Page 4: Referat tht sinusitis

Sinus Sfenoid

Terbentuk pada fetus usia bulan III.6 Sinus sphenoidalis adalah unik oleh karena tidak

dibentuk dari kantong rongga hidung. Sinus ini dibentuk di dalam kapsul rongga

hidung dari hidung janin. Tidak berkembang hingga usia 3 tahun. Pneumatisasi sinus

sphenoid dimulai pada usia 7-10 tahun dan berasal dari bagian postero-superior

rongga hidung. Usia 7 tahun pneumatisasi telah mencapai sella turcica. Usia 18 tahun,

sinus sudah mencapai ukuran penuh.

2.2. ANATOMI dan HISTOLOGI

2.2.1.1. Anatomi Hidung3

a. Hidung Luar

Hidung luar merupakan bagian yang menonjol pada garis tengah di antara

pipi dengan bibir atas.

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke

bawah :

1. Pangkal hidung ( bridge )

2. Dorsum nasi

3. Puncak hidung ( apeks )

4. Ala nasi

5. Kolumela

6. Lubang hidung ( nares anterior )

Gambar 1. Pembagian hidung bagian luar

Page 5: Referat tht sinusitis

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan.

Kerangka tulang terdiri dari :

1. Sepasang os nasalis ( tulang hidung )

2. Prossesus frontalis os maksila

3. Prossesus nasalis os frontalis

Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang

rawan

yang terletak dibagian bawah hidung, yaitu :

1. Sepasang kartilago nasalis lateralis superior

2. Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior ( kartilago alar mayor )

3. Beberapa pasang kartilago alar minor

4. Tepi anterior kartilago septum nasi

Gambar 2. Tulang-tulang penyusun hidung

Struktur hidung luar terdiri dari tiga bagian yaitu kubah tulang yang tak

dapat digerakkan, di bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat

digerakkan dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah

digerakkan. Kubah tulang dibentuk pross esus maksila yang berjalan ke

Page 6: Referat tht sinusitis

atas dan kedua tulang hidung, semuanya disokong oleh prosesus nasalis

tulang frontalis dan suatu bagian lamina perpendikularis. Kubah kartilago

dibentuk oleh kartilago lateralis superior yang saling berfusi digaris tengah

serta berfusi dengan tepi atas kartilago septum kuadrangularis. Sepertiga

bawah hidung luar atau lobulus hidung dipertahankan bentuknya oleh

katilago lateralis inferior.5

b. Hidung Dalam

Hidung dalam membentang dari os internum di sebelah anterior hingga

koana di bagian posterior, yang memisahkan rongga hidung dan

nasofaring.

Gambar 3. Penampang hidung dalam

i. Vestibulum

Terletak tepat dibelakang nares anterior, dilapisi oleh kulit yang

mempunyai

kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrisae.

ii. Septum nasi

Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan.

Bagian tulang terdiri dari :

- lamina perpendikularis os etmoid

- vomer

- krista nasalis os maksila

Page 7: Referat tht sinusitis

- krista nasalis os palatina

Bagian tulang rawan terdiri dari :

- kartilago septum ( lamina kuadrangularis )

- kolumela

iii. Kavum nasi

o Dasar hidung

Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatina os maksila dan prosesus

horisontal os palatum.

o Atap hidung

Terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal, prosesus

frontalis

os maksila, korpus os etmoid dan korpus os sfenoid. Sebagian besar atap

hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui filamen-filamen n.

Olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktorius

berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial konka

superior.

o Dinding lateral

Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os

maksila, os lakrimalis, konka superior, konka media, konka inferior,

lamina perpendikularis os palatum dan lamina pterigoideus medial.

o Konka

Pada dinding lateral hidung terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan

letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil

ialah konka media dan konka superior, sedangkan yang terkecil disebut

konka suprema. Konka suprema ini biasanya rudimenter. Konka inferior

merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin

etmoid, sedangkan konka media,superior dan suprema merupakan bagian

dari labirin etmoid.

o Meatus nasi

Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit

yang disebut meatus. Meatus inferior terletak diantara konka inferior

dengan dasarhidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus

inferior terdapat muara duktus nasolakrimalis. Meatus media terletak

Page 8: Referat tht sinusitis

diantara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Disini terdapat

muara sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Pada meatus

superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media

terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.

o Dinding medial

Dinding medial hidung adalah septum nasi. Septum nasi merupakan

struktur tulang di garis tengah, secara anatomi membagi dua rongga

hidung.

2.2.1.2. Histologi

1. Mukosa pernafasan hidung

Epitel pada rongga pernafasan biasanya berupa epitel torak bersilia,

bertingkat palsu (pseudostratified). Mukosa pada ujung anterior konka dan

septum sdikit melampaui os internum masih dilapisi oleh epitel berlapis

gepeng tanpa silia. Sinus mengandung epitel kubus dan silia yang sama

panjang dan jaraknya.

2. Silia

Silia memiliki panjang 5-7 mikron terletak pada lamina akhir sel-sel

permukaan epitelium, dan jumlahnya sekitar 100 per mikron persegi, atau

sekitar 250 per sel pada saluran napas atas.

Gambar 4. Histologi mukosa hidung

Page 9: Referat tht sinusitis

2.2.2.1. Anatomi Sinus

Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung.

Anatominya dapat dijelaskan sebagai berikut : sinus frontal kanan dan kiri, sinus

ethmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior), sinus maksila kanan dan kiri (antrium

highmore), dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Semua sinus ini dilapisi oleh mukosa

yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan semua bermuara di rongga

hidung melalui ostium masing-masing.6

Gambar 5. Anatomi Sinus Paranasalis

Dinding lateral nasal meliputi bagian dari os ethmoid, os maxilla, os palatina,

os lacrimal, lamina pterygoideus medial os sphenoid, os nasal dan turbinate inferior.

Tiga dari empat turbine dari dinding supreme, superior dan medial menjadi proyeksi

dari os ethmoid. Bagian inferior merupakan suatu struktur yang independen. Masing-

masing struktur ini disebut dengan meatus .Tulang kecil dari projeksi os ethmoid yang

menutup, membuka kesamping menempatkan sinus maxillaris dan membentuk suatu

palung di belakang pertengahan turbinate. Sekat bertulang tipis ini dikenal sebagai

processus uncinatus.

Dinding superior nasal terdiri dari ethmoid sel sinus terletak sebelah lateral

dari epithelium olfactorius dan cribiform plate yang mudah pecah. Bagian superior

dari sebagian besar sel ethmoid anterior barada pada sinus frontal. Bagian posterior

superior dari dinding nasal lateral menjadi dinding anterior dari sinus sphenoidalis

yang mendekap

Page 10: Referat tht sinusitis

dibawah sella turcica dan sinus cavernosus.10 Pada meatus medius yang merupakan

ruang di antara konka superior dan konka inferior rongga hidung terdapat suatu celah

sempit yaitu hiatus semilunaris yakni muara dari sinus maksila, sinus frontalis dan

ethmoid anterior.10 Pada meatus superior yang merupakan ruang di antara konka

superior dan konka media terdapat muara sinus ethmoid posterior dan sinus sfenoid.

Gambar 6. Anatomi Sinus Paranasalis

A. Sinus Maksilaris

Struktur

Sinus maxillaris orang dewasa adalah berbentuk piramida mempunyai volume kira-

kira 15 ml ( 34 x 33 x 23mm ). Dasar dari piramida adalah dinding nasal dengan

puncak yang menunjuk ke arah processus zygomaticum. Dinding anterior mempunyai

foramen infraorbital berada pada bagian midsuperior dimana nervus infraorbital

berjalan di atas atap sinus dan keluar melalui foramen itu. Saraf ini dapat dehiscens

(14%). Bagian yang tertipis dari dinding anterior adalah sedikit di atas fossa canina.

Atap dibentuk oleh dasar orbital dan di transeksi oleh nervus infraorbital . Dinding

posterior tidak bisa ditandai. Di belakang dinding ini adalah fossa pterygomaxillaris

dengan arteri maxillaris interna, ganglion sphenopalatina dan saluran Vidian, nervus

palatina mayor dan foramen rotundum. Dasar dari sinus, seperti dibahas di atas,

bervariasi tingkatannya. Sejak lahir sampai umur 9 tahun dasar dari sinus adalah di

Page 11: Referat tht sinusitis

atas rongga hidung. Pada umur 9 tahun dasar sinus secara umum sama dengan dasar

nasal. Dasar sinus berlanjut menjadi peumatisasi sinus maxillaris. Oleh karena itu

berhubungan erat dengan penyakit pertumbuhan gigi yang dapat menyebabkan

infeksi rahang dan pencabutan gigi dapat mengakibatkan fistula oral-antral.10

Perdarahan

Cabang dari arteri maxillaris internal mendarahi sinus ini. Termasuk infraorbital

( yang

berjalan dengan nervus infraorbital ), cabang lateral dari sphenopalatine, palatina

mayor,

vena axillaris dan vena jugularis sistem dural sinus.10

Persarafan

Sinus maxilla disarafi oleh cabang dari V.2. yaitu nervus palatina mayor dan cabang

dari

nervus infraorbital.10

Struktur yang terkait

Ductus nasolacrimalis mengalir ke kantung lacrimalis dan berjalan dari fossa

lacrimalis di bawah orbita sebelah posterior dari dinding penunjang rahang yang

vertikal dan kosong di sebelah depan dari meatus inferior. Saluran ini berada sangat

dekat dengan ostium rmaxilla, rata-rata berada pada 4 - 9mm di depan ostium.

1. Ostium alami.

Ostium maxillaris terletak di bagian superior dari dinding medial sinus. Intranasal

biasanya terletak pada pertengahan posterior infundibulum ethmoidalis, atau

disamping 1/3 bawah processus uncinatus. Tepi posterior dari ostium ini berlanjut

dengan lamina paprycea sekaligus ini menjadi tanda (landmark) untuk batas lateral

dari diseksi pembedahan. Ukuran ostium ini rata-rata 2,4 mm tetapi dapat bervariasi

antara 1-17 mm. Ostium ini jauh lebih kecil dibanding defect pada tulang sebab

mcosa mengisi area ini dan menggambarkan tingkat dari pembukaan itu. 88% dari

ostium maxilla bersembunyi dibelakang processus uncinatus oleh karena itu tidak

bisa dilihat secara endoscopi.

Page 12: Referat tht sinusitis

2. Fontanella anterior dan posterior ostium acessorius.

Dua tulang dehiscens dari dinding nasal / dinding medial sinus maxillaris kadang-

kadang ada satu dehiscence tulang yang besar, pada umumnya ditutup oleh mucosa.

Beberapa individu dimana fontanella anterior atau posterior mungkin tetap terbuka

mengakibatkanterdapat suatu ostium assesori. Ostium ini biasanya tidak berfungsi,

mengalirkan sinus jika ostium yang alami dihalangi dan adanya tekanan/gravitasi

gerak intrasinus dari ostium itu. Ostium asesorius pada umumnya ditemukan pada

fontanella posterior.10

B. Sinus Ethmoidalis

Struktur

Bentuknya berupa rongga tulang seperti sarang tawon, terletak antara hidung dan

mata. Gabungan sel anterior dan posterior mempunyai volume 15 ml (3,3 x 2,7 x 1,4

cm). Bentuk ethmoid seperti piramid dan dibagi menjadi multipel sel oleh sekat yang

tipis. Atap dari ethmoid dibentuk oleh berbagai struktur yang penting. Sebelah

anterior posterior agak miring (15 derajat). Dua pertiga anterior tebal dan kuat

dibentuk oleh os frontal dan faveola ethmoidalis. Sepertiga posterior lebih tinggi

sebelah lateral dan sebelah medial agak miring kebawah kearah cribiform plate.

Perbandingan antara tulang tebal sebelah lateral dan plate adalah sepersepulah kuat

atap sebelah lateral. Perbedaan berat antara atap medial dan lateral bervariasi antara

15-17 mm. Sel ethmoid posterior berbatasan dengan sinus sphenoid. Dinding

lateralnya adalah lamina paprycea orbita.

Page 13: Referat tht sinusitis

Gambar 7. Anatomi Sinus Paranasalis

Perdarahan

Sinus ethmoid mendapat aliran darah dari arteri carotis eksterna dan interna. Arteri

sphenopalatina dan juga arteri opthalmica mendarahi sinus. Pembuluh vena mengikuti

arterinya dan dapat menyebabkan infeksi intracranial.

Persarafan.

Disarafi oleh nervus V.1 dan V.2, nervus V.1 mensarafi bagian superior sedangkan

sebelah inferior disarafi oleh nervus V.2. Persarafan parasimpatis melalui nervus

Vidian, sedangkan persarafan simpatis melalui ganglion sympathetic cervical dan

berjalan bersama pembuluh darah menuju mukosa sinus.

Struktur yang terkait

1. Lamella basal dari turbinate medial

Struktur ini dibentuk oleh pemisahan antara sel ethmoid anterior dan posterior

merupakan pemasangan dari turbinate medial dan berjalan pada tiga tempat yang

Page 14: Referat tht sinusitis

berbeda didalamnya dari anterior ke posterior. Sebagian dari bagian anterior adalah

vertikal dan menyisip di crista ethmoidalis dan dasar tengkorak. 1/3 tengah berjalan

miring menyisip ke lamina papyracea. 1/3 akhir menyisip sejajar dengan lamina

papyracea. Ruangan dibawah concha medial disebut meatus medial menuju ethmoid

anterior, sinus frontal, dan aliran sinus maxilla . Kesalahan dalam operasi dapat

merusak turbinate medial anterior dan posterior dan dibagian anteriornya dapat

merusak cribriform plate.

2. Sel ethmoid anterior dan posterior

Sel di bagian anterior menuju lamella basal. Pengalirannya ke meatus medial melalui

infundibulum ethmoid. Termasuk sel agger nasi, bulla ethmoid dan sel-el anterior

lainnya. Sel yang di posterior bermuara ke meatus superior dan berbatasan dengan

sinus sphenoid. Sel bagian posterior secara umum lebih sedikit dalam jumlah dan

lebih besar dari sel bagian anterior.

3. Sel agger nasi

Sel ini dijumpai di os lacrimal anterior dan superior persimpamgan dari turbinate

medial dengan dinding nasal. Sel ini tersembunyi di belakang anterior dari processus

uncinatus dan mengalirkan ke dalam hiatus semilunaris. Ini merupakan sel yang

pertama pneumatisasi pada bayi yang baru lahir sampai masa anak-anak. Terdapat

satu sampai tiga sel. Dinding sel posterior membentuk dinding anterior dari recessus

frontal. Atap sel agger nasi adalah dasar dari sinus frontal, yang merupakan tanda

penting untuk operasi sinus frontal.

4. Bulla ethmoid

Ini penting sebagai pertanda untuk kasus operasi. Terletak diatas infundibulum dan

permukaaan lateral / inferiornya, dan tepi superior processus uncinatus membentuk

hiatus semilunaris. Ini merupakan sel ethmois anterior yang terbesar. Arteri

ethmoidalis anterior umumnya menyilang terhadap atap sel ini. Recessus suprabullar

dan retrobullar dibentuk ketika bulla ethmoid tidak meluas ke dasar tengkorak.

Recessus suprabullar adalah suatu celah antara atap bulla ethmoid dan fovea. Ruang

retrobullar dibentuk ketika ada celah antara lamella basal dan bulla. Ruang retrobular

ini dikenal sebagai hiatus semilunaris superior .

5. Infundibulum ethmoid

Perkembangan infundibulum mendahului sinus. Dibentuk oleh struktur yang

kompleks. Dinding anterior dibentuk oleh processus uncinatus, dinding medial

dibentuk oleh processus frontalis os maxilla dan lamina papyracea. Jika melakukan

Page 15: Referat tht sinusitis

operasi pada sinus ini kemudian dindingnya pecah maka darah masuk ke daerah orbita

sehingga terjadi Brill Hematoma.6

6. Arteri ethmoid anterior dan posterior

Arteri ethmoid anteior dan posterior berasal dari arteri opthalmica. Arteri ethmoid

anterior menyilang ke rektus medial dan menembus lamina papyracea. Arteri ini

kemudian menyilang ke atap sinus ethmoid pada sebuah tulang tipis ( biasanya

dehisens), mendarahi cribiform plate dan septum anterior. Arteri ini biasanya besar

dan tunggal dan di bagian inferiornya menutupi sel sinus. Letaknya yang tertutup

berhubungan dengan letak strukturyang lebih medial yaitu fovea ethmoid. Arteri

ethmoid posterior menyilang rektus medial, menembus lamina papyracea dan melalui

sel ethmoid posterior menuju septum. Mendarahi sinus ethmoid posterior, turbinate

superior dan medial dan sebagian kecil septum posterior. Arteri ini kecil dan

bercabang-cabang. Letaknya tertutup kebawah diantara sel-sel sinus, bergabung

dengan letak nervus opticus dekat vertex orbita. Sebab perkembangan dari struktur ini

mendahului sinus hubungan ke sel ethmoid dapat bervariasi.10

C. Sinus Frontalis

Struktur

Volume sinus ini sekitar 6 - 7ml (28 x 24 x 20mm). Anatomi sinus frontalis sangat

variasi tetapi secara umum ada dua sinus yang berbentuk seperti corong dan

berbentuk point menaik. Tidak simetri kanan dan kiri, terletak di os frontalis.6

Kedalaman dari sinus berhubungan dengan pembedahan untuk menentukan batas

yang berhubungan dengan pembedahan. Kedua bentuk sinus frontal mempunyai ostia

yang bergantung dari rongga itu (posteromedial). Sinus ini dibentuk dari tulang

diploe. Bagaimanapun, dinding posterior (memisahkan sinus frontal dari fosa kranium

anterior) lebih tipis. Dasar sinus ini juga berfungsi sebagai bagian dari atap rongga

mata.

Perdarahan

Sinus frontalis mendapat perdarahan dari arteri opthalmica melalui arteri supraorbita

dan supratrochlear. Aliran pembuluh vena melalui vena opthalmica superior menuju

sinus cavernosus dan melalui vena-vena kecil didalam dinding posterior yang

mengalir ke sinus dural.

Page 16: Referat tht sinusitis

Persarafan

Sinus frontalis dipersarafi oleh cabang nervus V.1. Secara khusus, nervus-nervus ini

meliputi cabang supraorbita dan supratrochlear.

Struktur terkait

Recessus frontal

Recessus frontal adalah ruang diantara sinus frontalis dan hiatus semilunaris yang

menuju ke aliran sinus. Bagian anterior dibatasi oleh sel agger nasi, superior oleh

sinus frontalis, medial oleh turbinate medial dan bagian lateral oleh lamina

papyracea. Rongga yang menyerupai suatu dambel seperti sinus frontalis merupakan

ostium atau saluran yang kemudian membuka lagi kedalam recesus. Berdasarkan

luasnya pneumatisasi ethmoid, recessus ini dapat kembali menjadi bentuk pipa yang

menghasilkan dambel yang lebih panjang. Struktur yang anomali, seperti sinus

lateralis (bagian posterior ke recessus frontal di dasar tengkorak) dan bula frontalis

(bagian anterior ke receesus di dasar sinus frontalis) menyebabkan salah interpretasi

seperti sinus frontalis ketika operasi sinus.10

.

D. Sinus Sfenoidalis

Struktur

Usia belasan tahun sinus ini sudah mencapai ukuran penuh dengan volume 7,5ml (23

x 20 x 17mm). Pneumatisasai sinus ini, seperti sinus frontalis, sangat bervariasi.

Secara umum merupakan struktur bilateral yang terletak posterosuperior dari rongga

hidung. Pneumatisasi dapat meluas sejauh clivus, ala parva dan ala magna os

sphenoid sampai ke foramen magnum. Dinding sinus sphenoidalis bervariasi

ketebalannya, dinding anterosuperior dan dasar sinus paling tipis (1 ? 1,5mm).

dinding yang lain lebih tebal, Bagian paling tipis dari dinding anterior adalah 1 cm

dari fovea ethmoidalis. Letak dari sinus oleh karena hubungan anatominya tergantung

dengan tingkat pneumatisasi. Sinus bisa terletak jauh di anterior, di anterior atau

dengan seketika di bawah sella turcica (conchal, presellar, sellar atau postsellar).

Kebanyakan posisi posterior dapat menempatkan sinus bersebelahan ke struktur yang

penting seperti arteri carotid, nervus opticus, nervus maxillaris cabang dari nervus

trigeminal, nervus vidian, pons, sella turcica dan sinus cavernosus. Struktur ini sering

dikenali seperti lekukan di atap dan dinding sinus. Dalam presentase kecil akan

Page 17: Referat tht sinusitis

mempunyai dehisens tulang di atas struktur yang penting seperti nervus opticus dan

arteri carotid. Hati-hati ketika memperbaiki septasinus ini mungkin di dalam

kesinambungan dengan carotid dan canalis opticus yang

dapat mengakibatkan kematian dan kebutaan. Ostium sinus sphenoidalis bermuara ke

recessus sphenoethmoidalis. Ukurannya sangat kecil ( 0.5 - 4mm ) dan letaknya

sekitar 10 mm di atas dasar sinus. 30 derajat kebawah dari dasar hidung anterior

mendekati letak ostium diatas dinding posteriosuperior hidung, merupakan garis

tengah persambungan antara 1/3 atas dan 2/3 bawah dari dinding anterior sinus.

Biasanya sebelah medial ke turbinate superior dan hanya beberapa milimeter dari

cribiform plate. Ostium ini, seperti sinus maxillaris, mempunyai tulang dehisens yang

lebih besar yang dibatasi oleh sebuah septum membran.

Perdarahan

Arteri ethmoid posterior mendarahi atap sinus sphenoidalis. Bagian lain dari sinus

mendapat aliran darah dari arteri sphenopalatina. Aliran vena melalui vena maxillaris

ke vena jugularis dan pleksus pterigoid.

Persarafan

Sinus sphenoidalis disarafi oleh cabang nervus V.1 dan V.2. Nervus nasociliaris

(cabang nervus V.1) berjalan menuju nervus ethmoid posterior dan mensarafi atap

sinus. Cabang-cabang nervus sphenopalatina (V.2) mensarafi dasar sinus.

Struktur terkait

1. Recessus sphenoethmoidalis

Recessus sphenoethmoidalis adalah rongga disampinga dan diatas turbinate superior.

Batasan-batasan dari rongga ini dibentuk oleh struktur yang kompleks. Dinding

anterior dsinus sphenoidalis membentuk batas posterior. Septum nasi dan cribiform

plate membentuk batas medial dan superior. Perluasan anteriolateral ditentukan oleh

turbinate superior. Rongga ini keluar ke rongga hidung secara lebih rendah. Sel

ethmoid posterior, seperti halnya sinus sphenoidalis mengalir ke daerah ini.

2. Rostrum sphenoid

Struktur ini hanya proyeksi garis tengah dari dinding sinus sphenoid anterior,

menyambung lamina perpendicular dan os vomer.

Page 18: Referat tht sinusitis

3. Onodi sel

Telah dijelaskan diatas, sel ini adalah sel-sel ethmoid yang terletak anteolateral

menuju sinus sphenoidalis. Struktur penting seperti areteri carotis dan nervus opticus

bisa melalui sel ini. Struktur ini sering dehisens. Perlu tindakan pembedahan yang

hati-hati di area ini dan pemeriksaan radiograpi yang baik untuk menghindari hasil

yang tidak diinginkan.10

2.2.2. Histologi Sinus

Sinus-sinus ini dilapisi oleh epitel pseudostratified ciliated columnar yang

berkesinambungan dengan mukosa di rongga hidung. Epitel sinus ini lebih tipis dari

epitel hidung. Ada 4 tipe sel dasar, yaitu epitel ciliated columnar, non ciliated

columnar, sel basal dan sel goblet. Sel-sel ciliated memiliki 50 - 200 silia per sel

dengan tambahan struktur mikrotubulus. Data penelitian menunjukkan sel ini

berdetak 700-800 kali per menit, pergerakan mucosa pada suatu tingkat 9 mm per

menit. Sel yang nonciliated ditandai oleh microvilli yang menutupi daerah apikal sel

dan bertugas untuk meningkatkan area permukaan ( mungkin memudahkan

pembasahan dan kehangatan dari udara inspirasi ). Ini penting untuk meningkatkan

konsentrasi (sampai 50%) dari ostium sinus. Fungsi sel basal belum diketahui, sangat

bervariasi baik dalam bentuk dan jumlah. Beberapa teori menjelaskan bahwa sel basal

dapat bertindak sebagai suatu stem cell yang dapat membedakan jika dibutuhkan. Sel

goblet memproduksi glikoprotein yang berfungsi untuk viskositas dan elastisitas

mukosa. Sel goblet ini disarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis. Rangsangan saraf

parasimpatis menghasilkan mucous yang lebih kental dan dengan rangsangan saraf

simpatis pengeluaran mucous lebih encer. Lapisan epitel disokong oleh suatu

basement membran yang tipis, lamina propia, dan periosteum. Keduanya, baik

kelenjar serous dan mucinous mengalir ke dalam lamina propia. Studi anatomi

menunjukkan tentang sel goblet dan kelenjar submucosal di sinus dibandingkan di

mukosa hidung. Pada studi tersebut, sinus maxillaris mempunyai sel goblet yang

paling tinggi. Ostia dari rahang, sphenoid dan sinus ethmoid anterior meningkat

dalam jumlah submucosal yang mengandung kelenjar serous dan mucinous.11

Pada dinding lateral hidung terdapat 2 aliran transport mukosiliar dari sinus, yaitu:

- Lendir yang berasal dari kelompok sinus anterior yang bergabung di

infundibulum ethmoid dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba

Eustachius.

Page 19: Referat tht sinusitis

- Lendir yang berasal dari kelompok sinus posterior bergabung di resesus

sphenoetmoidalis dialirkan ke nasofaring di postero-superior muara tuba.

Inilah sebabnya pada sinusitis didapati post nasal drip tetapi belum tentu ada sekret di

rongga hidung.

Fungsi dari sistim mukosiliar ini dapat diketahui dengan metode yang dilakukan oleh

Quinlan et al (1969) dengan memberikan partikel radioisotop berlabel pada mukosa

hidung anterior dan melacaknya dengan gamma camera, namun hal ini tak rutin

dilakukan.

Gambar 8. Struktur halus seperti rambut (silia) pada mukosa sinus membantu drainase

mukus

2.3. FISIOLOGI

2.3.1 HIDUNG

Fungsi hidung ialah untuk :

1. Jalan napas

Berperan pada saat melakukan inspirasi maupun ekspirasi.

2. Alat pengatur kondisi udara (air-conditioning)

Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan

udara yang akan masuk ke dalam alveolus paru. Fungsi ini dilakukan

dengan cara mengatur kelembaban udara dan mengatur suhu. Pengaturan

kelembaban udara dilakukan oleh palut lendir (mucous blanket).

Pengaturan suhu dimungknkan karena banyaknya pembuluh darah di

bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas.

3. Penyaring udara

Fungsi ini untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri.

Dilakukan oleh : rambut (vibrissae), silia, palut lendir (mucous blanket).

4. Sebagai indera penghidu

Page 20: Referat tht sinusitis

Dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka

superior dan sepertiga bagian atas septum.

5. Untuk resonansi suara

Reonansi penting untuk bersuara atau menyanyi.

6. Turut membantu proses bicara

Pada pembentukkan konsonan nasal (m,n,ng) rongga mulut tertutup dan

hidung terbuka,palatum molle turun untuk aliran udara.

7. Refleks nasal

Mukoa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan

saluran cerna,ardiovaskler dan pernafasan.3

2.3.2 SINUS PARANASALIS

Sinus tidak mempunyai fungsi fisiologis yang nyata. Negus mengatakan bahwa sinus

berfungsi sebagai indra penghidu dengan jalan memudahkan perluasan dari

etmokonka, terutama sinus frontalis dan sfenoidalis. Etmokonka yang dilapisi epitel

penghidu dapat ditemukan pada beberapa binatang rendah. Pada manusia, sinus

biasanya kosong dan indra penghidu kita jauh lebih rendah dari misalnya anjing dan

kucing; etmokonka manusia jelas telah menghilang selama proses evolusi.

Fungsi dari sinus paranasal ada beberapa yaitu:

Sebagai pengatur kondisi udara

Sebagai penahan suhu

Membantu keseimbangan

Membantu resonansi suara

Peredam perubahan tekanan udara

Membantu memproduksi mukus untuk membersihkan rongga hidung

2.4. DEFINISI

Rinitis adalah radang akut pada mukosa hidung yang disebabkan oleh infeksi virus

atau bakteri. 4

Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal, bila mengenai beberapa sinus disebut

multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.

Sinus sendiri adalah rongga udara yang terdapat di area wajah yang terhubung dengan

hidung. Sesuai dengan anatomi sinus yang terkena dapat dibagi menjadi sinusitis

maksila, sinusitis ethmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid.

Page 21: Referat tht sinusitis

Paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis ethmoid, sedangkan

sinusitis frontal dan sinisitis sfenoid lebih jarang. Pada anak hanya sinus maksila dan

sinus ethmoid yang berkembang, sedangkan sinus frontal dan sinus sfenoid belum.7

Sinusitis paling sering mengenai sinus maksila (Antrum Highmore), karena

merupakan sinus paranasal yang terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar,

sehingga aliran sekret (drenase) dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan

silia, dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi

gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, ostium sinus maksila terletak di meatus

medius di sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.

 

2.5. KLASIFIKASI

2.5.1 KLASIFIKASI RHINITIS

1. Rhinitis akut

Rinitis akut merupakan infeksi saluran napas atas terutama hidung, umumnya

disebabkan oleh virus. Sebagian besar yang mencakup virus, meliputi

rhinovirus, Respiratory syncytial viruses (RSV), ECHO, virus parainfluenza,

virus influenza, dan adenovirus. selain virus, bakteri juga berperan dalam

menyebabkan terjadinya rhinitis seperti S.aureus, Streptococcus, dan

Pneumococus. Berikut adalah jenis-jenis rhinitis akut :

rhinitis simpleks

disebabkan oleh virus A,B, dan C dari golongan ortomiksovirus. Gejalanya

adalah bersin, sekret hidung berair, hidung tersumbat tanpa adanya factor

pencetus, dapat juga disertai demam dan nyeri kepala.

rhinitis supuratif

biasanya merupakan infeksi bakteri sekunder pada orang dewasa dan

sering disertai dengan sinusitis bakterialis. Bakteri yang berperan pada

umumnya adalah Pneumococcus, streptococcus, dan staphylococcus.

Gejala yang muncul umumnya mirip seperti rhinitis simpleks namun

biasanya ingus menjadi lebih kental (terkadang mengandung pus) dan

sumbatan hidung menjadi lebih bertambah.5

2. Rhinitis kronik

o rhinitis alergika

Page 22: Referat tht sinusitis

karena rhinitis ini disebabkan oleh alergi maka pada umunya gejala yang

dapat timbul adalah hidung yang gatal/ingusan, bersin yang pada umunya

dicetuskan oleh paparan alergen, dan hidung yang buntu/mampet. Gejala-

gejala alergi lain termasuk:

o telinga-telinga dan tenggorokan yang gatal,

o mata-mata yang merah/berair

o batuk

o kelelahan/kehilangan konsentrasi/kehilangan energi dari

kekurangan tidur

o sakit-sakit kepala

Seasonal allergic rhinitis (hay fever)

Biasanya disebabkan oleh serbuk sari di udara, dan pasien-pasien yang

sensitif mempunyai gejala-gejala selama musim tahun itu.

Perennial alergik rhinitis

Biasanya disebabkan oleh allergens dalam rumah seperti debu dan

binatang. Gejala-gejala yang timbul sewaktu-waktu (tidak tergantung

musim)

o rhinitis non alergika

rhinitis atrofi

adalah rhinitis kronik dimana terjadi atrofi dari membrane mucus dan

tulang konka. Awalnya mengenai mukosa hidung dimana terdapat

beberapa daerah metaplasia yang kering dan tipis serta terbentuk krusta

kecil serta secret yang kental dan dapat juga terjadi ulserasi ringan dan

perdarahan. Penyebabnya masih belum diketahui namun beberapa

factor yang dianggap sebagai penyebab adalah infeksi kuman,

defisiensi Fe, defisiensi vitamin A, sinusitis kronis, kelainan hormonal.

Gejala yang timbul biasanya berupa nafs berbau, ingus kental berwarna

hijau, ada krusta hijau, ganguan penciuman, sakit kepala, dan hidung

tersumbat.

Page 23: Referat tht sinusitis

Gambar 9. Rhinitis Atrofika

rhinitis vasomotor

rhinitis vasomotor diperkirakan terjadi karena pengaturan yang

abnormal dari aliran darah hidung dan mungkin diinduksi oleh

fluktuasi-fluktuasi temperatur di lingkungan seperti, udara yang dingin

atau kering, atau irritants seperti:

o polusi udara,

o asap/kabut,

o asap tembakau,

o asap mobil, atau

o bau-bau kuat seperti, detergents atau fragrances (bau-bau wangi)

rhinitis medikamentosa

Kelainan ini merupakan akibat dari pemakaian vasokontriktor topikal

(obat tetes hidung atau obat semprot hidung) dalam waktu lama dan

berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap.

Rhinitis medikamentosa dikenal juga dengan rebound atau rhinitis

kimia karena menggambarkan kongesti mukosa hidung yang

diakibatkan penggunaan vasokontriksi topikal yang berlebihan. Obat-

obatan lain yang bisa mempengaruhi keseimbangan vasomotor adalah

antagonis ß-adrenoreseptor oral,  inhibitor fosfodiester, kontrasepsi pil,

dan antihipertensi. Tetapi mekanisme terjadinya kongesti antara

vasokontriktor  hidung dengan obat-obat di atas berbeda sehingga

istilah rhinitis medikamentosa hanya untuk rhinitis yang disebabkan

oleh penggunaan vasokontiktor topikal sedangkan yang disebabkan

oleh obat-obat oral dinamakan rhinitis yang dicetuskan oleh obat (drug

Page 24: Referat tht sinusitis

induced rhinitis). Gejala dapat berupa hdung tersumbat terus menerus

dan berair. Pada pemeriksaan tampak edema konka dengan secret

hidung yang berlebihan.

rhinitis hipertrofik

rhinitis hipertrofik ditandai dengan adanya pembengkakan jaringan

lunak, secret yang banyak, hipertrofi mukosa, penebalan periosteum,

serta pembetukan tulang baru. Timbul akibat infeksi hidung akut yang

berulang atau serangan sinusitis supuratif yang berulang, dapat juga

akrena lanjutan dari rhinitis alergi dan vasomotor. Gejala utamanya

adalah sumbatan hidung, secret biasanya banyak berupa mukpurulen,

dan sering sakit kepala.

rhinitis sicca

rhinitis sicca sering dianggap sebagai suatu gangguan atau perubahan

faal hidung yang dipengaruhi oleh perubahan lingkungan terutama

udara inspirasi yang kering. Pada rhinitis ini biasanya krusta sedikit

atau tidak ada. Gejala yang timbul seperti rasa iritasi atau kering di

hidung yang terkadang disertai dengan epistaksis.5

Gambar 10. Rhinitis Sicca

2.5.2 KLASIFIKASI SINUSITIS

Sinusitis Non-Infeksiosa :

- Barosinusitis

- Sinusitis Alergika

Penyakit Sinus Kongenital :

- Agenesis Sinus

Page 25: Referat tht sinusitis

- Sindrom Kartagener : kelainan autosomal resesif berupa situs invertus,

bronkiektasis, dan sinusitis.

- Fibrosis Kistik : kelainan autosomal resesif, disebut juga mukovisidosis.

Penyakit Sinus Traumatik :

Fraktur sinus frontalis, fraktur nasoetmoidalis, fraktur tulang pipi pada umumnya

berhubungan dengan sinus paranasalis sehingga merupakan fraktur terbuka.

Penyakit Sinus Neoplastik :

Osteoma : tumor jinak yang berkembang di dalam sinus - paling sering pada sinus

frontalis

Kategori klinis bagi rinosinusitis sebagian besar didasarkan pada durasi dari gejala

yang timbul :

Akut (<4 minggu), subakut (4-12 minggu), kronik (>12 minggu), akut-rekuren (>4

episode/tahun tanpa tanda-tanda intervensi), kronik eksaserbasi akut (perburukan tiba-

tiba dari sinusitis kronik). Klasifikasi ini hanya didasarkan atas gejala dan hanya

dipakai dalam panduan tata laksana.

Kategori sinusitis fungal :

- Sinusitis Fungal Invasif Ganas Akut durasinya <4 minggu dan hampir seluruhya

terdapat pada pasien dengan imunosupresi. Jamurnya menginvasi pembuluh darah dan

menghancurkan tulang serta jaringan lunak.

- Sinusitis Fungal Invasif Kronik umumnya didapati pada penderita diabetes mellitus,

dengan Aspergillus fumigates sebagai patogen paling umum.

- Sinusitis Fungal Invasif Granulomatosa juga disebut Sinusitis Fungal Indolen,

menyerang pasien yang imunokompeten namun tetap bersifat invasif hingga mukosa

superfisial.

- Sinusitis Fungal Alergika merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I dengan

diperantarai IgE pada sinus paranasal.

- Rinosinusitis Fungal Eosinofilia diduga merupakan reaksi yang diperantarai sel T.

2.6. ETIOLOGI

Page 26: Referat tht sinusitis

Rinosinusitis biasanya timbul diakibatkan karena gangguan alergi yang

melibatkan hidung. Alergi hidung dapat bersifat musiman, seperti demam jerami, atau

menetap jika disebabkan oleh debu rumah, bulu binatang, kain yang terlalu sering

dipakai, atau ingestan dalam diet sehari-hari. Hampir semua materi dalam udara serta

yang dapat ditelan terbukti memiliki sifat alergenik. Seringkali seorang pasien alergi

terhadap sejumlah agen dan daripada hanya satu inhalan saja.5

Sinus paranasal salah satu fungsinya adalah menghasilkan lendir yang

dialirkan ke dalam hidung, untuk selanjutnya dialirkan ke belakang, ke arah

tenggorokan untuk ditelan ke saluran pencernaan. Semua keadaan yang

mengakibatkan tersumbatnya aliran lendir dari sinus ke rongga hidung akan

menyebabkan terjadinya sinusitis. Secara garis besar penyebab sinusitis ada 2 macam,

yaitu faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal adalah semua kelainan pada

hidung yang dapat mengakibatkan terjadinya sumbatan; antara lain infeksi, alergi,

kelainan anatomi, tumor, benda asing, iritasi polutan dan gangguan pada mukosilia

(rambut halus pada selaput lendir). Faktor sistemik adalah keadaan di luar hidung

yang dapat menyebabkan sinusitis; antara lain gangguan daya tahan tubuh (diabetes,

AIDS), penggunaan obat-obat yang dapat mengakibatkan sumbatan hidung.

Pada Sinusitis Akut, yaitu:

1. Infeksi virus

Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran pernafasan

bagian atas (misalnya Rhinovirus, Influenza virus, dan Parainfluenza virus).

2. Bakteri

Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan

normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae,

Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase

dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang

sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam

sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.

3. Infeksi jamur

Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan sistem

kekebalan, contohnya jamur Aspergillus.

4. Peradangan menahun pada saluran hidung

5. Pada penderita rhinitis alergi dan juga penderita rhinitis vasomotor.

6. Septum nasi yang bengkok

Page 27: Referat tht sinusitis

7. Tonsilitis yg kronik

8. Adenoiditis

9. Dentogen. Infeksi yang berasal dari gigi rahang atas seperti M1, M2, M3,

P1 & P2.

10. Berenang.

11. Menyelam.

12. Trauma. Menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal.

13. Barotrauma. Menyebabkan nekrosis mukosa sinus paranasal.

Pada Sinusitis Kronik, yaitu:

1. Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh.

2. Alergi

3. Karies dentis ( gigi geraham atas )

4. Septum nasi yang bengkok sehingga menggagu aliran mucosa.

5. Benda asing di hidung dan sinus paranasal

6. Tumor di hidung dan sinus paranasal.

7. Sinusitus rekuren dapat disebabkan oleh obstruksi nasofaring seperti tumor ganas,

radiasi kobalt disertai radionekrosis atau hipertrofi adenoid juga tumor-tumor

palatinum jika ada perluasan regional.

8. Faktor-faktor sistemik.

Faktor-faktor sistemik yang mempredisposisi perkembangan rinosinusitis ialah :

Keadaan umum yang lemah, seperti malnutrisi.

Diabetes yang tidak terkontrol.

Terapi steroid jangka lama.

Diskrasia darah.

Kemoterapi dan keadaan depresi metabolisme.8

2.7. GEJALA KLINIS

Sangat sulit untuk membedakan rinosinusitis bakterialis akuta dengan kongesti hidung

akut oleh sebab lain (rhinitis viral, rhinitis alergika/nonalergika). The 1996 Task

Force on Rhinosinusitis membuat suatu guideline bagi diagnosis rinosinusitis

bakterialis akuta. Diagnosis rinosinusitis bakterialis akuta dapat dipakai pada anak-

anak atau dewasa; yakni : dengan infeksi respiratori atas viral yang tidak membaik

Page 28: Referat tht sinusitis

dalam 10 hari (atau memburuk dalam 5-7 hari) dan disertai beberapa atau seluruh

tanda &gejala berikut :

Tanda & Gejala Rinosinusitis Bakterialis Akuta

Drainase hidung

Kongesti hidung

Nyeri/Nyeri Tekan fasial (unilateral & pada area sinus tertentu)

PostNasal Drip

Hiposmia/Anosmia

Demam

Batuk

Lemah lesu

Nyeri gigi maksilaris

Rasa penuh/tertekan pada telinga

Tabel 1. Tanda dan Gejala Rinosinusitis Bakterialis Akuta

Sinusitis Maksilaris : demam, malaise, nyeri kepala tidak jelas dan reda dengan obat

analgetik di pasaran. Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi nyeri pada gerakan

kepala mendadak. Nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk juga sering terjadi.

Dapat juga disertai batuk iritatif non-produktif dan sekret mukopurulen berbau busuk.

Sinusitis Ethmoidalis : nyeri dan nyeri tekan di antara kedua mata, dan di atas

jembatan hidung, drainase, dan sumbatan hidung.

Sinusitis Frontalis : nyeri kepala yang khas di atas alis mata, biasanya pada pagi hari

dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan mereda hingga menjelang

malam. Dahi terasa nyeri bila disentuh, pembengkakan supraorbita.

Sinusitis Sfenoidalis : nyeri kepala yang mengarah ke verteks kranium. Gejalanya

menjadi satu dengan gejala

Gejala sinusitis, jika 1 sampai 2 gejala ada – kemungkinan, jika 4 atau lebih gejalanya

ada – pasti sinusitis.

Pernah mengalami flu

Kurang berespon terhadap dekongestan

Nyeri pada muka dan gigi setengah

Nyeri ketika mengunyah

Page 29: Referat tht sinusitis

2 fase sebelumnya lebih dari 10 hari

Cairan purulen dari nasal

Nyeri pada sinus yang terinfeksi

2.8. PATOFISIOLOGI

Sensitisasi

Rinosinusitis sebagian besar disebabkan oleh proses alergi. Hal itu merupakan

penyakit inflamasi yang diawali oleh adanya proses sensitisasi terhadap alergen

sebelumnya.5 Melalui inhalasi, partikel alergen akan tertumpuk di mukosa hidung

yang kemudian berdifusi pada jaringan hidung. Hal ini menyebabkan sel Antigen

Presenting Cell (APC) akan menangkap alergen yang menempel tersebut. Kemudian

antigen tersebut akan bergabung dengan HLA kelas II membentuk suatu kompleks

molekul MHC (Major Histocompability Complex) kelas II. Kompleks molekul ini

akan dipresentasikan terhadap sel T helper (Th 0). Th 0 ini akan diaktifkan oleh

sitokin yang dilepaskan oleh APC menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan

berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5, IL9, IL10, IL13 dan lainnya.

IL4 dan IL13 dapat diikat reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel B

menjadi aktif dan memproduksi IgE. IgE yang bersirkulasi dalam darah ini akan

terikat dengan sel mast dan basofil yang mana kedua sel ini merupakan sel mediator.

Adanya IgE yang terikat ini menyebabkan teraktifasinya kedua sel tersebut.

Reaksi Alergi Fase Cepat

Reaksi cepat terjadi dalam beberapa menit, dapat berlangsung sejak kontak dengan

alergen sampai 1 jam setelahnya. Mediator yang berperan pada fase ini yaitu histamin,

tiptase dan mediator lain seperti leukotrien, prostaglandin (PGD2) dan bradikinin.

Mediator-mediator tersebut menyebabkan keluarnya plasma dari pembuluh darah dan

dilatasi dari anastomosis arteriovenula hidung yang menyebabkan terjadinya edema,

berkumpulnya darah pada kavernosus sinusoid dengan gejala klinis berupa hidung

tersumbat dan oklusi dari saluran hidung. Rangsangan terhadap kelenjar mukosa dan

sel goblet menyebabkan hipersekresi dan

permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Rangsangan pada ujung saraf

Page 30: Referat tht sinusitis

sensoris (vidianus) menyebabkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin.

Reaksi Alergi Fase Lambat

Reaksi alergi fase cepat terjadi setelah 4 – 8 jam setelah fase cepat. Reaksi ini

disebabkan oleh mediator yang dihasilkan oleh fase cepat beraksi terhadap sel endotel

postkapiler yang akan menghasilkan suatu Vascular Cell Adhesion Mollecule

(VCAM) dimana molekul ini menyebabkan sel leukosit seperti eosinofil menempel

pada sel endotel. Faktor kemotaktik seperti IL5 menyebabkan infiltrasi sel-sel

eosinofil, sel mast, limfosit, basofil, neutrofil dan makrofag ke dalam mukosa hidung.

Sel-sel ini kemudian menjadi teraktivasi dan menghasilkan mediator lain seperti

Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosinophilic Derived Protein (EDP), Major

Basic Protein (MBP) dan Eosinophilic Peroxidase (EPO) yang menyebabkan gejala

hiperreaktivitas dan hiperresponsif hidung. Gejala klinis yang ditimbulkan pada fase

ini lebih didominasi oleh sumbatan hidung.

Gambar 11 : Patofisiologi Sinusitis

GambDi dalam rongga sinus terdapat lapisan yang terdiri dari bulu-bulu halus yang

disebut dengan cilia. Fungsi dari cilia ini adalah untuk mendorong lendir yang

diproduksi di dalam sinus menuju ke saluran pernafasan. Gerakan cilia mendorong

lendir ini berguna untuk membersihkan saluran nafas dari kotoran ataupun organisme

yang mungkin ada.

Bila terjadi edema di kompleks ostiomeatal, mukosa yang letaknya berhadapan akan

saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan.

Page 31: Referat tht sinusitis

Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi di dalam sinus, sehingga silia menjadi

kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan

merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen.7

Bila sumbatan berlangsung terus akan terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga

timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi

hipertrofi, polipoid atau pembentukan kista. Polip nasi dapat menjadi manifestasi

klinik dari penyakit sinusitis. Polipoid berasal dari edema mukosa, dimana stroma

akan terisi oleh cairan interseluler sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid.

Bila proses terus berlanjut, di mana mukosa yang sembab makin membesar dan

kemudian turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga

terjadilah polip.

Perubahan yang terjadi dalam jaringan dapat disusun seperti di bawah ini, yang

menunjukkan perubahan patologik pada umumnya secara berurutan :

1. Jaringan submukosa diinfiltrasi oleh serum. Sedangkan permukaannya kering.

Leukosit juga mengisi rongga jaringan submukosa.

2. Kapiler berdilatasi, mukosa sangat menebal dan merah akibat edema dan

pembengkakan struktur subepitel. Pada stadium ini biasanya tidak ada kelainan

epitel.

3. Setelah beberapa jam atau hari, serum dan leukosit keluar melalui epitel yang

melapisi mukosa. Kemudian bercampur dengan bakteri, debris, epitel dan mukus.

Pada beberapa kasus perdarahan kapiler terjadi dan darah bercampur dengan

sekret. Sekret yang mula-mula encer dan sedikit, kemudian menjadi kental dan

banyak, karena terjadi koagulasi fibrin dan serum.

4. Pada banyak kasus, resolusi terjadi dengan absorpsi eksudat dan berhentinya

pengeluaran leukosit yang memakan waktu 10 – 14 hari.

5. Akan tetapi pada kasus lain, peradangan berlangsung dari tipe kongesti ke tipe

purulen, leukosit dikeluarkan dalam jumlah yang besar sekali. Resolusi masih

mungkin meskipun tidak selalu terjadi, karena perubahan jaringan belum menetap,

kecuali proses segera berhenti. Perubahan jaringan akan menjadi permanen, maka

terjadi perubahan kronis, tulang di bawahnya dapat memperlihatkan tanda osteitis

dan akan diganti dengan nekrosis tulang.

Perluasan infeksi dari sinus ke bagian lain dapat terjadi : (1) Melalui suatu

tromboflebitis dari vena yang perforasi ; (2) Perluasan langsung melalui bagian

dinding sinus yang ulserasi atau nekrotik ; (3) Dengan terjadinya defek; dan (4)

Page 32: Referat tht sinusitis

Melalui jalur vaskular dalam bentuk bakteremia. Masih dipertanyakan apakah infeksi

dapat disebarkan dari sinus secara limfatik.

Pada sinusitus kronik perubahan permukaan mirip dengan peradangan akut supuratif

yang mengenai mukosa dan jaringan tulang lainnya. Bentuk permukaan mukosa dapat

granular, berjonjot-jonjot, penonjolan seperti jamur, penebalan seperti bantal dan lain-

lain. Pada kasus lama terdapat penebalan hiperplastik. Mukosa dapat rusak pada

beberapa tempat akibat ulserasi, sehingga tampak tulang yang licin dan telanjang, atau

dapat menjadi lunak atau kasar akibat karies. Pada beberapa kasus didapati nekrosis

dan sekuestrasi tulang, atau mungkin ini telah diabsorpsi.

Pemeriksaan mikroskopik pada bagian mukosa kadang-kadang memperlihatkan

hilangnya epitel dan kelenjar yang digantikan oleh jaringan ikat. Ulserasi pada

mukosa sering dikelilingi oleh jaringan granulasi, terutama jika ada nekrosis tulang.

Jaringan granulasi dapat meluas ke periosteum, sehingga mempersatukan tulang

dengan mukosa. Jika hal ini terjadi, bagian superfisial tulang diabsorpsi sehingga

menjadi kasar. Osteofit atau kepingan atau lempengan tulang yang terjadi akibat

eksudasi plastik, kadang-kadang terbentuk di permukaan tulang.4

2.9. DIAGNOSIS

2.9.1 RHINITIS

Diagnosis rhinitis ditegakkan berdasarkan :

1.Anamnesis

Perlu ditanyakan gejala-gejala spesifik yang mengganggu pasien (seperti hidung

tersumbat, gatal-gatal pada hidung, rinore, bersin), pola gejala (hilang timbul,

menetap) beserta onset dan keparahannya, riwyat penyakit sebelumnya, gejala-gejala

lain yang timbul, identifikasi faktor predisposisi, respon terhadap pengobatan, kondisi

lingkungan dan pekerjaan. Untuk rinitis alergi seringkali berhubungan dengan

konjungtivitis alergi, maka adanya gatal pada mata dan lakrimasi mendukung

diagnosis rinitis alergi dan riwayat keluarga merupakan petunjuk yang cukup penting

dalam menegakkan diagnosis pada anak.

2.Pemeriksaan Fisik

Page 33: Referat tht sinusitis

Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner, yaitu

bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi

hidung. Selain itu, dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang

pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering

digosok- gosok oleh punggung tangan (allergic salute).

Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah, berwarna pucat atau

livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan banyak. Perlu juga dilihat

adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat gejala hidung

tersumbat. Selain itu, dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit yang

berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media.

3.Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan sitologi hidung tidak memastikan diagnosis, tetapi berguna sebagai

pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak (5 sel/lapang

pandang) menunjukkan kemungkinan alergi. Hitung jenis eosinofil dalam darah tepi

dapat normal atau meningkat. Pemeriksaan IgE total seringkali menunjukkan nilai

normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu penyakit. Lebih bermakna

adalah pemeriksaan IgE spesifik dengan cara RAST (Radioimmuno Sorbent Test)

atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Test).

Uji kulit alergen penyebab dapat dicari secara invivo. Ada dua macam tes kulit yaitu

tes kulit epidermal dan tes kulit intradermal. Tes epidermal berupa tes kulit gores

(scratch) dengan menggunakan alat penggores dan tes kulit tusuk (skin prick test). Tes

intradermal yaitu tes dengan pengenceran tunggal (single dilution) dan pengenceran

ganda (Skin Endpoint Titration – SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan

menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi. Selain dapat mengetahui alergen

penyebab, juga dapat menentukan derajat alergi serta dosis inisial untuk imunoterapi.

Selain itu, dapat pula dilakukan tes provokasi hidung dengan memberikan alergen

langsung ke mukosa hidung. Untuk alergi makanan, dapat pula dilakukan diet

eliminasi dan provokasi atau Intracutaneous Provocative Food Test (IPFT).

2.9.2 SINUSITIS

Pemeriksaan

Page 34: Referat tht sinusitis

a. Inspeksi

Yang perlu diperhatikan adalah adanya pembengkakan pada muka.

Pembengkakan pada pipi sampai kelopak mata bawah menunjukkan

sinusitis maksila akut. Sedangkan pembengkakan di kelopak mata atas

dapat menunjukkan sinusitis frontal akut.

b. Palpasi

Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya

sinusitis maksila. Pada sinusitis frontal didapatkan nyeri tekan di dasar

sinus frontal, yaitu pada bagian medial atap orbita. Sinusitis etmoid

menyebabkan adanya nyeri tekan di daerah kantus medius.

c. Transiluminasi

Transiluminasi memiliki manfaat yang sangat terbatas, hanya dapat

dipakai menilai sinus maksila dan sinus frontal bila fasilitas radiologik

tak tersedia.

Bila pada pemeriksaan transiluminasi tampak gelap di daerah

infraorbita, mungkin antrum terisi oleh pus atau mukosa antrum

menebal atau terdapat neoplasma di dalam antrum.

Bila terdapat kista pada sinus maksila, akan tampak terang pada

pemeriksaan transiluminasi, sedangkan pada foto Rontgen tampak

perselubungan yang berbatas tegas dalam sinus maksila.

Pemeriksaan transiluminasi pada sinus frontal hasilnya lebih

meragukan. Besar kedua sinus frontal seringkali tidak sama. Gambaran

yang terang berarti sinus berkembang dengan baik dan normal,

sedangkan gambaran yang gelap dapat menunjukkan sinus yang tidak

berkembang, mengingat hal ini terjadi pada 5-15% populasi.

Page 35: Referat tht sinusitis

Gambar 12 : Pemeriksaan transiluminasi pada sinus maksila kanan.

d. Radiologik

Bila dicurigai adanya kelainan pada sinus paranasalis, maka

dapat dilakukan pemeriksaan radiologis.

Foto Polos (plain radiography)

Posisi rutin yang dipakai adalah posisi Waters (occipitomental),

PA, dan lateral. Posisi Waters terutama untuk melihat adanya kelainan

di sinus maksila, frontal, dan etmoid. Posisi postero-anterior untuk

menilai sinus frontal, dan posisi lateral untuk menilai sinus frontal,

sphenoid dan ethmoid.

CT Scan Kepala

Gambar 13 : Foto Waters menunjukkan radiografi dari sinus paranasal. Terdapat gambaran sinusitis pada maksila kanan.

Page 36: Referat tht sinusitis

Merupakan pemeriksaan radiologik terbaik untuk menilai

kondisi sinus paranasal. Dan merupakan gold standard bagi diagnosis

kelainan sinus. Keunggulannya antara lain adalah :

- Dinding sinus paranasal (tulang) digambarkan dengan resolusi

tinggi oleh CT Scan.

- Dapat memberikan gambaran anatomis yang sangat baik termasuk

gambaran fluid levels, massa polipoid, kavitas nasal, dan ruangan

postnasal.

- Yang terpenting adalah CT Scan dapat menggambarkan kelainan

pada jaringan di sekitar sinus (jaringan lunak, orbita, otak, fossa

infratemporalis), sehingga dapat dikenali bila telah terjadi

komplikasi.

Kekurangan CT Scan hanyalah tidak dapat menilai gambaran

histologis dan proses patologis secara umum, kecuali bila terjadi

kalsifikasi.

Gambar 14 : Hasil CT Scan potongan koronal menunjukkan sinus yang

normal (tanda panah menunjukkan muara sinus maksilaris).

MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Keunggulannya dibanding CT Scan adalah MRI sangat baik

untuk mendiagnosa tumor dibandingkan dengan CT Scan. Karena MRI

Gambar 15 : CT Scan potongan aksial menunjukkan deviasi septum hidung.

Page 37: Referat tht sinusitis

memberikan gambaran jaringan lunak dengan resolusi yang lebih baik

daripada CT Scan.

e. Endoskopi Sinus (Sinoskopi)

Merupakan metode penggunaan endoskopi yang dapat

digunakan untuk melakukan diagnosis dan terapi termasuk

pembedahan.

Dengan endoskopi, dapat dilihat keadaan di dalam sinus,

apakah terdapat secret, polip, jaringan granulasi, massa tumor atau

kista, dan keadaan mukosa serta ostium.

Indikasi endoskopi sinus :

- Diagnosis pasti terhadap kelainan sinus paranasal yang gambaran

radiologisnya meragukan.

- Adanya gejala kelainan sinus paranasal namun tidak ditemukan

kelainan pada pemeriksaan radiologis, nyeri dan perdarahan

(epistaksis) yang tak diketahui sebabnya.

- Pembedahan intrasinus, dan monitoring respon terapi.

- Diagnosis dini keganasan pada sinus paranasal.

- Kelainan pada daerah di sekitar sinus yang melibatkan sinus

paranasal.

f. Puncture sinus

Untuk mengambil secret sinus untuk kemudian di kultur

Digunakan untuk yang gagal dalam terapi, curiga keganasan

intrakranial dan nosokomial.

Sinusitis Akut

Pemeriksaan :

a. Transiluminasi

Didapatkan cahaya berkurang bila sinus penuh cairan.

b. Radiologi

Gambaran radiologik pada sinusitis maksilaris akut mula-mula berupa

penebalan mukosa kemudian diikuti opasifikasi sinus lengkap akibat

mukosa yang membengkak atau akibat akumulasi cairan yang memenuhi

sinus. Kemudian terbentuk air-fluid level yang khas akibat penumpukan

pus, yang dapat dilihat pada foto tegak sinus maksilaris.

Page 38: Referat tht sinusitis

c. Kultur

Untuk mendapatkan bakteri penyebabnya. Biasanya adalah streptococcus

pneumonia, Haemophilus influenza, bakteri anaerob.

Sinusitis Kronik

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang ditemukan bisa bervariasi, di antaranya:

- Nyeri pada penekanan di daerah pipi (sinusitis maksilaris), dahi (sinusitis

frontal), dan kantus medius (sinusitis etmoid).

- Dinding faring nampak eritema, post nasal drip, sekret purulen.

- Dapat ditemukan karies dentis.

- Pada rinoskopi anterior bisa ditemukan kelainan septum nasi, konka, dan

kompleks ostio-meatal. Penyebab lain, seperti tumor dapat disingkirkan.

- Pada otoskopi bisa didapatkan membrane timpani yang retraksi.

- Manifestasi pada mata : proptosis, lakrimasi, kongesti konjungtiva, gangguan

penglihatan.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:

(1) Pemeriksaan transiluminasi sinus paranasal

Sudah jarang dilakukan dan kurang memberikan hasil yang bermakna.

(2) Foto Rontgen kepala (plain radiography)

Pemeriksaan foto polos sebenarnya secara umum sudah dapat dikatakan

ketinggalan jaman. Namun di berbagai negara berkembang, seperti Indonesia,

pemeriksaan ini masih sering dilakukan untuk menunjang diagnosis sinusitis.

Posisi yang sering digunakan adalah Posisi Waters, PA dan lateral.Posisi

Caldwell jarang dipakai. Pada foto polos dapat ditemukan gambaran

perselubungan opak yang menunjukkan penebalan mukosa sinus sehingga

menunjang diagnosa sinusitis. Air fluid level jarang ditemukan pada sinusitis

kronis.

Page 39: Referat tht sinusitis

Gambar 16 : Foto Waters (kiri) menunjukkan gambaran sinusitis maksilaris bilateral

yang tak tampak pada foto Caldwell (kanan) pada pasien yang sama.

(3) CT Scan kepala

Merupakan gold standard bagi diagnosis sinusitis, terutama sinusitis kronik,

dimana detail anatomi dari jaringan sinus dan sekitarnya ditampilkan dengan

resolusi yang sangat baik. Selain itu CT Scan juga baik untuk pemeriksaan

sebelum dilakukan tindakan bedah. Potongan koronal lebih disukai karena

dapat menggambarkan kompleks ostio-meatal dengan baik dan hubungannya

dengan intervensi bedah.

Gambar 17 : CT Scan pada sinusitis kronik Gambar 18 : CT Scan sinus normal

(4) MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Jarang dilakukan, dan hanya dilakukan pada kasus yang kompleks, misalnya

terdapat komplikasi sinusitis ke jaringan sekitar. Karena MRI lebih bagus

menggambarkan jaringan lunak.

.

Page 40: Referat tht sinusitis

(5) Endoskopi sinus (Sinoscopy)

Dengan endoskopi, dilakukan pemeriksaan langsung terhadap kondisi sinus

paranasal. Dilakukan selain untuk diagnosis (pengambilan sampel untuk

kultur) juga terapi bedah (FESS).

2.10. TATALAKSANA

2.10.1 TATALAKSANA RHINITIS

Terapi rinitis alergi umumnya berdasarkan tahap-tahap reaksi alergi, yaitu:

• Tahap terjadinya kontak antara alergen dengan kulit atau mukosa hidung. Tahapan

ini

diterapi dengan penghindaran terhadap alergen penyebab.

• Tahap penetrasi alergen ke dalam jaringan subkutan/submukosa menuju IgE pada

permukaan sel mast atau basofil. Tahapan ini diterapi secara kompetitif dengan

imunoterapi.

• Tahapan ikatan Ag-IgE di permukaan mastosit/basofil, sebagai akibat lebih lanjut

reaksi Ag-IgE dimana dilepaskan histamin sebagai mediator. Tahapan ini dinetralisir

dengan obat – obatan antihistamin yang secara kompetitif memperebutkan reseptor

H1 dengan histamin.

•Tahap manifestasi klinis dalam organ target, dimana ditandai dengan timbulnya

gejala. Tahapan ini dapat diterapi dengan obat-obatan dekongestan sistematik atau

lokal.

Secara garis besar penatalaksanaan rinitis terdiri dari 3 cara, yaitu:

Menghindari atau eliminasi alergen dengan cara edukasi, farmakoterapi, dan

imunoterapi, sedangkan tindakan operasi kadang diperlukan untuk mengatasi

komplikasi seperti sinusitis dan polip hidung.

Sebagai tambahan pada tindakan-tindakan yang dicatat diatas, obat-obat mungkin

juga digunakan untuk perawatan rhinitis dan post-nasal drip.

Untuk allergic rhinitis dan post-nasal drip banyak obat-obat digunakan.

Page 41: Referat tht sinusitis

Semprotan-Semprotan Steroid Hidung

Ahli-ahli merekomendasikan penggunaan intra-nasal glucocorticoids (semprotan-

semprotan steroid diaplikasikan secara langsung kedalam hidung) sebagai perawatan

baris pertama. Steroid-steroid dikenal sebagai agent-agent anti-peradangan dan anti-

alergi yang kuat dan mereka dikenal membebaskan kebanyakan dari gejala-gejala

yang berhubungan dari hidung yang ingusan (meler) dan gatal, hidung yang buntu,

bersin, dan post-nasal drip.

Penggunaan mereka harus dimonitor dan berangsur-angsur dikurangi oleh dokter

yang meresepkannya karena penggunaan jangka panjang mungkin mempunyai efek-

efek sampingan yang signifikan. Contoh-contoh dari steroid-steroid hidung termasuk:

beclomethasone (Beconase),

flunisolide (Nasarel),

budesonide (Rhinocort),

fluticasone propionate (Flonase),

mometasone furoate (Nasonex), dan

luticasone furoate (Veramyst).

Ini umumya digunakan sekali atau dua kali dalam sehari. Direkomendasikan untuk

memiringkan kepala kedepan sewaktu memasukannya untuk menghindari

menyemprot belakang tenggorokan sebagai gantinya dari hidung.

Steroid-Steroid Oral

Obat-obat ini [prednisone, methylprednisolone (Medrol), hydrocortisone

(Hydrocortone, Cortef)] adalah sangat efektif pada pasien-pasien alergi;

bagaimanapun ada potensi untuk efek-efek sampingan yang serius ketika digunakan

untuk periode-periode yang diperpanjang. Mereka paling baik digunakan untuk

pengendalian jangka pendek dari persoalan-persoalan alergi, dan dokter harus selalu

memonitor penggunaan mereka. Ini dicadangkan hanya untuk kasus-kasus yang

sangat parah yang tidak merespon pada perawatan yang biasa dengan steroid-steroid

hidung dan antihistamins.

Page 42: Referat tht sinusitis

Antihistamin-Antihistamin

Obat-obat alergi, seperti antihistamin-antihistamin, juga seringkali digunakan pada

allergic rhinitis dan post-nasal drip. Ini umumnya digunakan sebagai perawatan baris

kedua setelah steroid-steroid hidung (nasal steroids) atau dalam kombinasi dengan

mereka. Histamin-histamin adalah kimia-kimia yang terjadi secara alamiah yang

dilepaskan dalam respon pada paparan pada allergen, yang bertanggung jawab untuk

kesumbatan, bersin, dan hidung yang meler (ingusan) yang khas dari reaksi alergi.

Antihistamin-antihistamin adalah obat-obat ang menghalangi reaksi histamin. Obat-

obat ini paling baik bekerja jika diberikan sebelum paparan.

Antihistamin-antihistamin dapat dibagi kedalam dua kelompok-kelompok:

1. Sedating, atau generasi pertama [diphenhydramine (Benadryl),

chlorpheniramine (Chlor-Trimeton), clemastine (Tavist)]. Sedating

antihistamines harus dihindari pada pasien-pasien yang perlu untuk

mengemudi atau menggunakan peralatan yang berbahaya.

2. Non-sedating atau generasi kedua [loratadine (Claritin), cetirizine (Zyrtec)].

Non-sedating antihistamines dapat mempunyai interaksi-interaksi obat yang

serius. Kebanyakan dari ini ditemukan pada obat bebas resep.

Ada juga preparat antihistamin hidung yang telah ditunjukan sangat efektif dalam

merawat allergic rhinitis, disebut azelastine nasal (Astelin).

Semprotan-Semprotan Decongestant

Contoh-contoh dari semprotan-semprotan decongestant termasuk:

oxymetazoline (Afrin), dan

phenylephrine (Neo-Synephrine)

Semprotan-semprotan decongestant dengan cepat mengurangi pembengkakan dari

jaringan-jaringan hidung dengan menyusutkan pembuluh-pembuluh darah. Mereka

memperbaiki pernapasan dan pengaliran melalui jangka pendek. Sayangnya, jika

mereka digunakan lebih dari beberapa hari mereka dapat menjadi sangat

menyebabkan kecanduan (rhinitis medicamentosa). Penggunaan jangka panjang

Page 43: Referat tht sinusitis

dapat menjurus pada kerusakan yang serius. Oleh karenanya, penggunaan mereka

harus dibatasi pada hanya 3 sampai 7 hari.

Oral decongestants

Oral decongestants untuk sementara mengurangi bengkak dari sinus dan jaringan-

jaringan hidung yang menjurus pada perbaikan pernapasan dan pengurangan

halangan. Mereka mungkin juga menstimulasi jantung dan menaikan tekanan darah

dan harus dihindari oleh pasien-pasien yang mempunyai tekanan darah tinggi,

ketidakaturan-ketidakaturan jantung, glaucoma, persoalan-persoalan tiroid, atau

kesulitan dalam membuang air kecil. Decongestant yang paling umum adalah

pseudoephedrine (Sudafed).

Cromolyn sodium (Nasalcrom)

Cromolyn sodium (Nasalcrom) adalah semprotan yang membantu menstabilkan sel-

sel alergi (mast cells) dengan mencegah pelepasan penengah-penengah (mediators)

alergi, seperti histamin. Mereka adalah paling efektif jika digunakan sebelum

mulainya musim alergi atau sebelum paparan pada allergen yang diketahui.

Montelukast (Singulair)

Montelukast (Singulair) adalah agent yang bertindak serupa pada antihistamin,

meskipun ia terlibat pada jalan tapak lain dalam respon alergi. Ia telah ditunjukan

kurang bermanfaat daripada semprotan-semprotan steroid hidung, namun sama

efektifnya seperti beberapa dari antihistamin-antihistamin. Ia mungkin berguna pada

pasien-pasien yang tidak ingin menggunakan semprotan-semprotan hidung atau

mereka yang mempunyai kehadiran asma.

Ipratropium (Atrovent nasal)

Ipratropium (Atrovent nasal) digunaka sebagai semprotan hidung dan membantu

mengontrol aliran hidung yang ditengahi oleh jalan-jalan tapak syaraf. Ia tidak akan

merawat alergi, namun ia mengurangi aliran hidung.

Page 44: Referat tht sinusitis

Agent-Agent Pengencer Lendir (ingus)

Agent-agent pengencer lendir (ingus) digunakan untuk membuat sekresi-sekresi lebih

encer dan kurang lengket. Mereka membantu mencegah penyatuan dari sekresi-

sekresi di belakang hidung dan tenggorokan dimana mereka seringkali menyebabkan

tercekik. Sekresi-sekresi yang lebih encer melewatinya lebih mudah. Guaifenesin

(Humibid, Fenesin, Organidin) adalah formulasi yang umum digunakan. Jika rash

berkembang atau ada pembengkakan dari kelenjar-kelenjar air liur, mereka harus

dihentikan. Pemasukan cairan yang tidak mencukupi akan juga menebalkan

(mengentalkan) sekresi-sekresi. Meningkatkan jumlah air yang diminum, dan

menghilangkan kafein dari diet dan penggunaan dari diuretics juga adalah bermanfaat.

Suntikan-Suntikan Alergi (Immunotherapy)

Suntikan-suntikan alergi mengganggu respon alergi. Setelah identifikasi dari allergen,

jumlah-jumlah kecil diberikan kembali pada pasien yang sensitif. Melalui waktu

pasien akan mengembangkan antibodi-antibodi penghalang pada allergen, dan mereka

menjadi kurang sensitif dan kurang reaktif pada unsur yang menyebabkan gejala-

gejala alergi.

Kombinasi-Kombinasi

Obat-obat ini dibuat dari satu atau lebih obat-obat anti-alergi. Mereka biasanya adalah

gabungan dari antihistamin dan decongestant. Kombinasi-kombinasi umum lain

termasuk agent-agent pengencer lendir, agent-agent anti-batuk, aspirin, ibuprofen

(Advil), atau acetaminophen (Tylenol). Mereka membantu menyederhanakan

pendosisan dan seringkali akan bekerja bersama untuk bahkan manfaat yang lebih

atau mempunyai efek-efek sampingan yang menetralkan yang menghilangkan atau

mengurangi efek-efek sampingan total.

Yang Dapat Digunakan Untuk Merawat Non-Allergic Rhinitis

Perawatan non-allergic rhinitis adalah serupa pada perawatan allergic rhinitis.

Semprotan-semprotan steroid hidung dan antihistamin-antihistamin hidung [azelastine

(Astelin)] seperti yang digambarkan lebih detil pada bagian sebelumnya, adalah

Page 45: Referat tht sinusitis

sasaran utama dari terapi untuk non-allergic rhinitis. Terapi kombinasi yang

menggunakan semprotan steroid hidung dan antihistamine hidung bersama-sama telah

ditunjukan adalah lebih bermanfaat.

Terapi-terapi lain, seperti ipratropium (Atrovent) dan decongestants, mungkin juga

digunakan pada pasien-pasien yang terus menerus mempunyai gejala-gejala meskipun

dengan terapi yang benar dengan steroid-steroid hidung dan antihistamin-antihistamin

hidung.

2.10.2 TATALAKSANA SINUSITIS

SINUSITIS AKUT

Kuman penyebab sinusitis akut yang tersering adalah Streptococcus

pneumoniae dan Haemophilus influenzae11. Diberikan terapi medikamentosa

berupa antibiotik empirik (2x24 jam). Antibiotik yang diberikan lini I yakni

golongan penisilin atau cotrimoxazol dan terapi tambahan yakni obat dekongestan

oral + topikal, mukolitik untuk memperlancar drenase dan analgetik untuk

menghilangkan rasa nyeri. Pada pasien atopi, diberikan antihistamin atau

kortikosteroid topikal. Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik diteruskan

sampai 10-14 hari. Jika tidak ada perbaikan, maka diberikan terapi antibiotik lini

II selama 7 hari yakni amoksisilin klavulanat/ampisilin sulbaktam, cephalosporin

generasi II, makrolid dan terapi tambahan. Jika ada perbaikan, antibiotik

diteruskan sampai 10-14 hari.

Jika tidak ada perbaikan maka dilakukan rontgen-polos atau CT Scan dan atau

naso-endoskopi.Bila dari pemeriksaan tersebut ditemukan kelainan, maka

dilakukan terapi sinusitis kronik. Tidak ada kelainan maka dilakukan evaluasi

diagnosis yakni evaluasi komprehensif alergi dan kultur dari fungsi sinus.

Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila telah

terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri yang hebat

karena ada sekret tertahan oleh sumbatan.4

Page 46: Referat tht sinusitis

SINUSITIS SUBAKUT

Terapinya mula-mula diberikan medikamentosa, bila perlu dibantu dengan

tindakan, yaitu diatermi atau pencucian sinus.

Obat-obat yang diberikan berupa antibiotika berspektrum luas atau yang sesuai

dengan resistensi kuman selama 10 – 14 hari. Juga diberikan obat-obat simptomatis

berupa dekongestan. Selain itu dapat pula diberikan analgetika, anti histamin dan

mukolitik.

Tindakan dapat berupa diatermi dengan sinar gelombang pendek (Ultra Short Wave

Diathermy) sebanyak 5 – 6 kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki

vaskularisasi sinus. Kalau belum membaik, maka dilakukan pencucian sinus.

Pada sinusitis maksilaris dapat dilakukan pungsi irigasi. Pada sinusitis ethmoid,

frontal atau sphenoid yang letak muaranya dibawah, dapat dilakukan tindakan

pencucian sinus cara Proetz.8

Pencucian sinus paranasal :

a. Pada sinus maksila

Dilakukan pungsi sinus maksila dan dicuci 2 kali seminggu dengan larutan garam

fisiologis. Caranya ialah : dengan sebelumnya memasukkan kapas yang telah

diteteskan xilokain dan adrenalin ke daerah meatus inferior. Setelah 5 menit, kapas

dikeluarkan, lalu dengan trokar ditusuk di bawah konka inferior, ujung trokar

diarahkan ke batas luar mata. Setelah tulang dinding sinus maksila bagian medial

tembus, maka jarum trokar dicabut, sehingga tinggal pipa selubungnya berada di

dalam sinus maksila. Pipa itu dihubungkan dengan semprit yang berisi larutan garam

fisiologis, atau dengan balon yang khusus untuk pencucian sinus itu.

Pasien yang telah ditataki plastik di dadanya, diminta untuk membuka mulut. Air

cucian sinus akan keluar dari mulut, dan ditampung di tempat bengkok.

Tindakan ini diulang 3 hari kemudian. Karena sudah ada lubang pungsi, maka untuk

memasukkan pipa dipakai trokar yang tumpul. Tapi tindakan seperti ini dapat

menimbulkan kemungkinan trokar menembus melewati sinus ke jaringan lunak pipi

ataupun dasar mata, tertusuk karena arah penusukan salah, timbul emboli udara

karena setelah menyemprot dengan air disemprotkan udara dengan maksud

mengeluarkan seluruh cairan yang telah dimasukkan serta perdarahan karena konka

Page 47: Referat tht sinusitis

inferior tertusuk. Lubang pungsi ini dapat diperbesar, dengan memotong dinding

lateral hidung, atau dengan memakai alat, yaitu busi. Tindakan ini disebut antrostomi,

dan dilakukan di kamar bedah, dengan pasien yang diberi anastesi.

b. Pada sinus frontal, etmoid dan sfenoid

Pencucian sinus dilakukan dengan pencucian Proetz. Caranya ialah dengan pasien

ditidurkan dengan kepala lebih rendah dari badan. Ke dalam hidung diteteskan HCL

efedrin 0,5-1,5 %. Pasien harus menyebut “kek-kek” supaya HCL efedrin yang

diteteskan tidak masuk ke dalam mulut, tetapi ke dalam rongga yang terletak di bawah

( yaitu sinus paranasal, oleh karena kepala diletakkan lebih rendah dari badan). Ke

dalam lubang hidung dimasukkan pipa gelas yang dihubungkan dengan alat pengisap

untuk menampung lendir yang terisap dari sinus. Pada pipa gelas itu dibuat lubang

yang dapat ditutup dan dibuka dengan ujung jari jempol. Pada waktu lubang ditutup

maka akan terisap lendir dari sinus. Pada waktu meneteskan HCL ini, lubang di pipa

tidak ditutup. Tindakan pencucian menurut cara ini dilakukan 2 kali seminggu.

SINUSITIS KRONIS

Jika ditemukan faktor predisposisinya, maka dilakukan tata laksana yang sesuai dan

diberi terapi tambahan. Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik mencukupi 10-

14 hari.

Jika faktor predisposisi tidak ditemukan maka terapi sesuai pada episode akut lini II

+ terapi tambahan. Sambil menunggu ada atau tidaknya perbaikan, diberikan

antibiotik alternatif 7 hari atau buat kultur. Jika ada perbaikan teruskan antibiotik

mencukupi 10-14 hari, jika tidak ada perbaikan evaluasi kembali dengan pemeriksaan

naso-endoskopi, sinuskopi (jika irigasi 5 x tidak membaik). Jika ada obstruksi

kompleks osteomeatal maka dilakukan tindakan bedah yaitu BSEF atau bedah

konvensional. Jika tidak ada obstruksi, maka evaluasi diagnosis.

Diatermi gelombang pendek di daerah sinus yang sakit.

Pada sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedang sinusitis ethmoid,

frontal atau sfenoid dilakukan tindakan pencucian Proetz.

Pembedahan

Page 48: Referat tht sinusitis

Radikal

a. Sinus maksila dengan antrostomi dan operasi Cadhwell-luc.

b. Sinus ethmoid dengan ethmoidektomi.

c. Sinus frontal dan sfenoid dengan operasi Killian.

Non Radikal

a. bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF). Prinsipnya dengan membuka

dan membersihkan daerah kompleks ostiomeatal.

Pembedahan, dilakukan :

a. bila setelah dilakukan pencucian sinus 6 kali, sekret masih tetap kental.

b. bila pada foto rontgen sudah tampak penebalan dinding sinus paranasal.

Persiapan sebelum pembedahan perlu dibuat foto ( pemeriksaan) dengan CT scan.

Macam pembedahan sinus paranasal

1. Sinus maksila

a. Antrostomi yaitu : membuat saluran antara rongga hidung dengan sinus maksila di

bagian lateral konka inferior. Gunanya ialah untuk mengalirkan nanah dan lendir yang

terkumpul di sinus maksila.

Alat yang perlu disiapkan ialah :

- alat pungsi sinus maksila

- semprit untuk mencuci

- pahat untuk memotong dinding lateral hidung

- alat pengisap

- tampon kapas atau kain kasa panjang yang diberi salep

Tindakan dilakukan di kamar bedah, dengan pembiusan ( anestesia ), dan pasien

dirawat selama 2 hari.

Perawatan pasca tindakan :

- pada antrostomi dilakukan pada kedua belah sinus maksila, maka kedua belah

hidung tersumbat oleh tampon. Oleh karena itu pasien harus bernafas melalui mulut,

dan makanan yang diberikan harus lunak.

- tampon diangkat pada hari ketiga, setelah itu, bila tidak terdapat perdarahan, pasien

boleh pulang.

b. Operasi Caldwell-Luc

Page 49: Referat tht sinusitis

Operasi ini ialah membuka sinus maksila, dengan menembus tulang pipi. Supaya

tidak terdapat cacat di muka, maka insisi dilakukan di bawah bibir, di bagian superior

( atas ) akar gigi geraham 1 dan 2. Kemudian jaringan di atas tulang pipi diangkat

kearah superior, sehingga tampak tulang sedikit di atas cuping hidung, yang disebut

fosa kanina. Dengan pahat atau bor tulang itu dibuka, dengan demikian rongga sinus

maksila kelihatan. Dengan cunam pemotong tulang lubang itu diperbesar. Isi sinus

maksila dibersihkan. Seringkali akan terdapat jaringan granulasi atau polip di dalam

sinus maksila. Setelah sinus bersih dan dicuci dengan larutan bethadine, maka dibuat

anthrostom. Bila terdapat banyak perdarahan dari sinus maksila, maka dimasukkan

tampon panjang serta pipa dari plastik, yang ujungnya disalurkan melalui antrostomi

ke luar rongga hidung. Kemudian luka insisi dijahit.

Perawatan pasca bedah :

- beri kompres es di pipi, untuk mencegah pembengkakan di pipi pasca-bedah.

- perhatikan keadaan umum : nadi, tekanan darah, suhu

- perhatikan apakah ada perdarahan mengalir ke hidung atau melalui mulut. Apabila

terdapat perdarahan, maka dokter harus diberitahu.

- makanan lunak

-tampon dicabut pada hari ketiga.

Gambar 19 : Caldwell Luc Surgery

2. Sinus ethmoid

Pembedahan untuk membersihkan sinus etmoid, dapat dilakukan dari dalam hidung

(intranasal) atau dengan membuat insisi di batas hidung dengan pipi (ekstranasal).

a. Ethmoidektomi intranasal

Page 50: Referat tht sinusitis

Alat yang diperlukan ialah :

a. spekulum hidung

b. cunam pengangkat polip

c. kuret ( alat pengerok )

d. alat pengisap

e. tampon

Tindakan dilakukan dengan pasien, dibius umum (anastesia). Dapat juga dengan bius

lokal (analgesia). Setelah konka media di dorong ke tengah, maka dengan cunam sel

etmoid yang terbesar ( bula etmoid ) dibuka. Polip yang ditemukan dikeluarkan

sampai bersih. Sekarang tindakan ini dilakukan dengan menggunakan endoskop,

sehingga apa yang akan dikerjakan dapat dilihat dengan baik.

Perawatan pasca-bedah yang terpenting ialah memperhatikan kemungkinan

perdarahan.

b. Etmoidektomi ekstranasal

Insisi dibuat di sudut mata, pada batas hidung dan mata. Di daerah itu sinus etmoid

dibuka, kemudian dibersihkan.

3. Sinus frontal

Pembedahan untuk membuka sinus frontal disebut operasi Killian. Insisi dibuat

seperti pada insisi etmoidektomi ekstranasal, tetapi kemudian diteruskan ke atas

alis.Tulang frontal dibuka dengan pahat atau bor, kemudian dibersihkan. Salurannya

ke hidung diperiksa, dan bila tersumbat, dibersihkan. Setelah rongga sinus frontal

bersih, luka insisi dijahit, dan diberi perban-tekan. Perban dibuka setelah seminggu.

Seringkali pembedahan untuk membuka sinus frontal dilakukan bersama dengan sinus

etmoid, yang disebut fronto-etmoidektomi.

4. Sinus sfenoid

Pembedahan untuk sinus sfenoid yang aman sekarang ini ialah dengan memakai

endoskop. Biasanya bersama dengan pembersihan sinus etmoid dan muara sinus

maksila serta muara sinus frontal, yang disebut Bedah Endoskopi Sinus Fungsional.

Bedah endoskopi sinus fungsional (FESS=functional endoscopic sinus surgery)

Cara pemeriksaan ini ialah dengan mempergunakan endoskop, tanpa melakukan insisi

Page 51: Referat tht sinusitis

di kulit muka. Endoskop dimasukkan ke dalam rongga hidung. Karena endoskop ini

dihubungkan dengan monitor (seperti televisi), maka dokter juga melakukan

pembedahan tidak perlu melihat kedalam endoskop, tetapi cukup dengan melihat

monitor.

Dengan bantuan endoskop dapat dibersihkan daerah muara sinus, seperti daerah

meatus medius untuk sinus maksila, sinus etmoid anterior dan sinus frontal.

Endoskop juga dapat dimasukkan ke dalam sinus etmoid anterior dan posterior untuk

membuka sel-sel sinus etmoid. Kemudian dapat diteruskan ke dalam sinus sfenoid

yang terletak di belakang sinus etmoid apabila di CT scan terdapat kelainan di sinus

sfenoid.

Sekitar sinus yang sakit dibersihkan, dilihat juga muara sinus-sinus yang lain. Setelah

selesai, rongga hidung di tampon untuk mencegah perdarahan. Tampon dicabut pada

hari ketiga.5

Gambar 20 : Functional Endoscopy Sinus Surgery

2.11. KOMPLIKASI

Page 52: Referat tht sinusitis

CT-Scan penting dilakukan dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan derajat

infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak, dan kranium. Pemeriksaan ini harus

rutin dilakukan pada sinusitis refrakter, kronis atau berkomplikasi.

1. Komplikasi orbita

Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang

tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut,

namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat

menimbulkan infeksi isi orbita.

Terdapat lima tahapan :

Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat infeksi

sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak,

karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering

kali merekah pada kelompok umur ini.

Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi

orbita namun pus belum terbentuk.

Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita

menyebabkan proptosis dan kemosis.

Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita.

Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral

yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering

dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis

yang makin bertambah.

Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri melalui

saluran vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu

tromboflebitis septik.

Page 53: Referat tht sinusitis

Gambar 20 : Sinus Cavernosus

Secara patognomonik, trombosis sinus kavernosus terdiri dari :

a. Oftalmoplegia.

b. Kemosis konjungtiva.

c. Gangguan penglihatan yang berat.

Kelemahan pasien.

Tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus kavernosus yang berdekatan

dengan saraf kranial II, III, IV dan VI, serta berdekatan juga dengan otak.5

2. Mukokel

Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam

sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai

kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya.5

Gambar 21 : Polip intranasal

Page 54: Referat tht sinusitis

Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar

dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi

sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke

lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan

penglihatan dengan menekan saraf di dekatnya.5

Gambar 22 : Polip ethmoid

Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel

meskipun lebih akut dan lebih berat.

Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua

mukosa yang terinfeksi dan memastikan drainase yang baik atau obliterasi sinus.5

3. Komplikasi Intra Kranial

Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis

akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau

langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus

frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.

Abses dura, adalah kumpulan pus di antara dura dan tabula interna kranium,

sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien

hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu

menimbulkan tekanan intra kranial.

Abses subdural adalah kumpulan pus di antara duramater dan arachnoid atau

permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura.

Abses otak, setelah sistem vena, mukoperiosteum sinus dapat terinfeksi, maka

dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak.

Page 55: Referat tht sinusitis

Terapi komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase secara

bedah pada ruangan yang mengalami abses dan pencegahan penyebaran infeksi.5

4. Osteomielitis dan abses subperiosteal

Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis

adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik

berupa malaise, demam dan menggigil8,9

Page 56: Referat tht sinusitis

BAB IIIKESIMPULAN

Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sinusitis sering

juga disebut dengan rhinosinusitis. Rinosinusitis adalah penyakit inflamasi yang

sering ditemukan dan mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis

dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang berat, sehingga penting bagi

dokter umum atau dokter spesialis lain untuk memiliki pengetahuan yang baik

mengenai definisi, gejala dan metode diagnosis dari penyakit rinosinusitis ini.

Rhinitis adalah kondisi yang sangat umum dan mempunyai banyak sebab-sebab yang

berbeda. Pada dasarnya, rhinitis mungkin ditentukan sebagai peradangan dari lapisan

hidung bagian dalam. Gejala utama rinitis adalah hidung menetes. Hal ini disebabkan

oleh peradangan kronis atau akut selaput lendir dari hidung karena virus, bakteri atau

iritasi. Hasil peradangan dalam menghasilkan jumlah berlebihan lendir, umumnya

menghasilkan pilek tersebut, serta hidung tersumbat dan post-nasal drip.

Ini telah dikaitkan dengan masalah tidur, kondisi telinga, dan bahkan masalah belajar.

Rinitis disebabkan oleh peningkatan histamin. Peningkatan ini paling sering

disebabkan oleh alergi udara. Alergen tersebut dapat mempengaruhi hidung individu,

tenggorokan, atau mata dan menyebabkan peningkatan produksi cairan di dalam area

ini.

Rhinitis dikategorikan menjadi tiga jenis: rinitis infektif termasuk akut dan infeksi

bakteri kronis; nonallergic (vasomotor) rhinitis termasuk otonom, hormonal, obat-

induced, atrofi, dan gustatory rhinitis, serta medicamentosa rinitis, alergi rinitis, reaksi

campuran yang dipicu oleh serbuk sari, jamur, bulu binatang, debu dan alergen hirup

serupa.

Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Bila mengenai beberapa sinus disebut

multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.

Page 57: Referat tht sinusitis

Paling sering ditemukan adalah sinusitis maksila dan sinusitis ethmoid, sedangkan

sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid lebih jarang, pada anak hanya sinus maksila dan

sinus etmoid yang berkembang, sedangkan sinus frontal dan sinus sfenoid belum.

Sinusitis terjadi jika ada gangguan drenase dan ventilasi di dalam sinus. Bila terjadi

edema di kompleks ostio-meatal, mukosa yang letaknya berhadapan akan saling

bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan.

Akibatnya lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan

media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen.

Faktor predisposisi sinusitis adalah obstruksi mekanik, seperti deviasi septum,

hipertrofi konka media, benda asing di hidung, polip serta tumor dalam rongga

hidung. Selain itu rinitis kronis serta rinitis alergi juga menyebabkan obstruksi ostium

sinus serta menghasilkan lendir yang banyak, yang merupakan media untuk

tumbuhnya bakteri. Sebagai faktor predisposisi lain ialah lingkungan berpolusi, udara

dingin serta kering, yang dapat mengakibatkan perubahan mukosa serta kerusakan

silia.

Secara klinis sinusitis dibagi menjadi sinusitis akut, bila gejala berlangsung dari

beberapa hari sampai 4 minggu. Sinusitis subakut bila berlangsung dari 4 minggu

sampai 3 bulan dan sinusitis kronis bila lebih dari 3 bulan.

Gejala sinusitis yang banyak dijumpai adalah gejala sistemik berupa demam dan rasa

lesu. Lokal pada hidung terdapat sekret kental yang kadang-kadang berbau dan

dirasakan mengalir ke nasofaring. Dirasakan hidung tersumbat dan rasa nyeri di

daerah sinus yang terinfeksi serta kadang-kadang dirasakan juga ditempat lain karena

nyeri alih (referred pain). Tetapi pada sinusitis subakut tanda-tanda radang akut

demam, nyeri kepala hebat dan nyeri tekan sudah reda. Sedangkan pada sinusitis

kronis selain gejala-gejala di atas sering ditemukan gejala komplikasi dari sinusitis.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala, foto rontgen sinus dan hasil

pemeriksaan fisik. Untuk menentukan luas dan beratnya sinusitis, bisa dilakukan

pemeriksaan CT Scan. Pada sinusitis maksilaris, dilakukan pemeriksaan roentgen gigi

untuk mengetahui adanya abses gigi.

Terapi sinusitis secara umum diberikan medikamentosa berupa antibiotik selama 10-

14 hari, meskipun gejala klinik telah hilang. Antibiotik yang diberikan berupa

golongan penisilin. Diberikan juga dekongestan sistemik dan analgetik untuk

menghilangkan nyeri. Terapi pembedahan dilakukan jika ada komplikasi ke orbita

Page 58: Referat tht sinusitis

atau intrakanial; atau bila nyeri hebat karena sekret tertahan oleh sumbatan yang

biasanya disebabkan sinusitis kronis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sahaja. 2008. The Anatomy, Histology, and Development of the Pharynx,

Larynx, and Thyroid Gland dari http : //anatomy

topics.wordpress.com/category/head-neck/

2. Anonim. Head and Neck. Langman’s Medical Embriology. Chapter 15. Hal :

15.

3. Damayanti dan Endang. Sinus Paranasal. Dalam : Efiaty, Nurbaiti, editor. Buku

Ajar Ilmu Kedokteran THT Kepala dan Leher, ed. 5, Balai Penerbit FK UI,

Jakarta 2002, 88 – 94.

4. Endang Mangunkusumo, Nusjirwan Rifki, Sinusitis, dalam Eviati, nurbaiti,

editor, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan

Leher, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2002, 111.

5. Peter A. Hilger, M.D. Penyakit Hidung Dalam. Boies Buku Ajar THT. Penerbit

Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1994, hal 210 – 211.

6. Pletcher SD, Golderg AN. 2003. The Diagnosis and Treatment of Sinusitis. In

advanced Studies in Medicine. Vol 3 no.9. PP. 495-505.

7. Anonim, Sinusitis, dalam ; Arif et all, editor. Kapita Selekta Kedokteran, Ed. 3,

Penerbit Media Ausculapius FK UI, Jakarta 2001, 102 – 106.

8. Endang Mangunkusumo, Nusjirwan Rifki, Sinusitis, dalam Eviati, nurbaiti,

editor, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan

Leher, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2002, 121 – 125.

9. http://www.entdoctor.com.sg/articles/pengobatan-sinusitis-sistem-balon.html

10. Anon, Jack B., etal, Anatomy of the Paranasal Sinuses, Theime, New York,

c1996.

11. Watelet J.B., Cauwenberge P. Van, Applied Anatomy and Physiology of the

nose

and Paranasal Sinuses Allergy 1999.

Page 59: Referat tht sinusitis

12. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Dalam buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher. FKUI. Jakarta 2007. Hal 150-3

13. PERHATI. Fungsional endoscopic sinus surgery. HTA Indonesia. 2006. Hal 1-6