YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
Page 1: REFERAT THT

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul ”Parese

Nervus Fasialis Akibat Kompliaksi Penyakit THT”.

Referat ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

kepaniteraan klinik di Bagian Telinga, Hidung dan Tenggorok di RSUD Budhi

Asih.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada dr. Renie NZ, Sp.THT selaku

pembimbing referat. Penulisan referat ini jauh dari sempurna, oleh karena itu

penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga referat

ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, November 2013

Penulis

1

Page 2: REFERAT THT

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ 1

DAFTAR ISI....................................................................................................... 2

BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................ 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 5

2.1 Definisi...................................................................................... 5

2.2 Epidemiologi............................................................................. 5

2.3 Anatomi dan Fisiologi Nervus Fasialis..................................... 5

2.4 Etiologi ..................................................................................... 5

2.5 Manifestasi Klinis..................................................................... 8

2.6 Klasifikasi Parese Fasialis......................................................... 13

2.7 Uji Diagnostik........................................................................... 14

2.8 Pemeriksaan Penunjang............................................................ 19

2.9 Penatalaksanaan........................................................................ 21

2.10 Komplikasi................................................................................ 23

BAB 3 PENUTUP......................................................................................... 24

3.1 Kesimpulan.................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 25

2

Page 3: REFERAT THT

BAB I

PENDAHULUAN

Kelumpuhan (parese) saraf fasialis merupakan kelumpuhan yang meliputi otot-

otot wajah. Kelumpuhan saraf fasialis dapat terjadi sentral dan perifer. Hal ini

berhubungan dengan lokasi lesi jaras saraf fasialis dan dapat dibedakan dengan

melihat gejala kelumpuhan yang timbul.1,2,3

Saraf fasialis memiliki anatomi yang sangat komplek dan terdiri dari 7000

serat masing-masing berfungsi membawa impuls listrik ke otot-otot wajah.

Informasi yang disampaikan akan menimbulkan ekspresi fasial seperti tertawa,

menangis, tersenyum dan berbagai ekspresi fasial lainnya. Saraf fasial tidak hanya

membawa impuls ke otot-otot wajah tetapi juga ke glandula lakrimal, glandula

saliva, dan ke otot dekat tulang pendengaran (stapes) serta menstransmisikan rasa

dari bagian depan lidah. Oleh karena itu, bila terjadi kerusakan setengah atau lebih

dari serat-serat saraf ini maka akan timbul gejala lumpuh atau paralysis pada

wajah, kekeringan pada mata atau mulut, gangguan dalam pengecapan.4

Kelumpuhan saraf fasialis perifer merupakan kelemahan jenis motor

neuron yang terjadi bila nucleus atau serabut distal saraf fasialis terganggu, yang

menyebabkan kelemahan otot wajah. Kelumpuhan saraf fasialis biasanya

mengarah pada suatu lesi saraf fasialis ipsilateral atau dapat pula disebabkan lesi

nucleus fasialis ipsilateral pada pons.3

Kelumpuhan saraf fasialis memberikan dampak yang besar bagi kehidupan

seseorang dimana pasien tidak dapat atau kurang dapat menggerakkan otot wajah

sehingga tampak wajah pasien tidak simetris. Dalam menggerakkan otot ketika

menggembungkan pipi dan mengerutkan dahi akan tampak sekali wajah pasien

tidak simetris. Hal ini menimbulkan suatu deformitas kosmetik dan fungsional

yang berat.1

Kelumpuhan saraf fasialis merupakan suatu gejala penyakit, sehingga

harus dicari penyebab dan ditentukan derajat kelumpuhannya dengan pemeriksaan

tertentu guna menetukan terapi dan prognosisnya. Penyebabnya dapat berupa

kelaian congenital, infeksi, trauma, tumor, idiopatik, dan penyakit-penyakit

tertentu seperti DM, hipertensi berat, dan infeksi telinga tengah. Penanganan

3

Page 4: REFERAT THT

pasien dengan kelumpuhan saraf fasialis secara dini, baik operatif maupun secara

konservatif akan menentukan keberhasilann dalam pengobatan.1

4

Page 5: REFERAT THT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Kelumpuhan saraf fasialis (N VII) merupakan kelumpuhan otot-otot wajah

dimana pasien tidak atau kurang dapat menggerakkan otot wajah, sehingga wajah

pasien tidak simetris. Hal ini tampak sekali ketika pasien diminta untuk

menggembungkan pipi dan mengerutkan dahi.1

2.2 Epidemiologi

Foester melaporkan bahwa kerusakan saraf fasialis sebanyak 120 dari 3907 kasus

(3%) dari seluruh trauma kepala saat Perang Dunia I. Friedman dan Merit

menemukan sekitar 7 dari 430 kasus trauma kepala. Adapun kelumpuhan saraf

fasialis yang tidak diketahui penyebabnya (Bell’s Palsy) sekitar 20-30 kasus per

100.000 penduduk pertahun, sekitar 60-75% dari semua kasus merupakan

paralysis nervus fasialis unilateral.3

Insiden pada laki-laki dan perempuan sama, namun rata-rata muncul pada

usia 40 tahun meskipun penyakit ini dapat timbul di semua umur. Insiden

terendah adalah pada anak di bawah 10 tahun, meningkat pada umur di atas 70

tahun. Frekuensi kelumpuhan saraf fasialis kanan dan kiri sama. Kausa tumor

merupakan hal yang jarang, hanya sekitar 5% dari semua kasus kelumpuhan saraf

fasialis.3

2.3. Anatomi dan Fisiologi Saraf Fasialis

Saraf fasialis mempunyai 2 subdivisi , yaitu:5,6

1. Saraf fasialis propius: yaitu saraf fasialis yang murni untuk mempersarafi

otot-otot ekspresi wajah, otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior

dan stapedius di telinga tengah.

2. Saraf intermediet (pars intermedius wisberg), yaitu subdivisi saraf yang lebih

tipis yang membawa saraf aferen otonom, eferen otonom, aferen somatis.

- Aferen otonom: mengantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga depan

lidah. Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui

5

Page 6: REFERAT THT

saraf lingual ke korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum dan

kemudian ke nukleus traktus solitarius.

- Eferen otonom (parasimpatik eferen): datang dari nukleus salivatorius

superior. Terletak di kaudal nukleus. Satu kelompok akson dari nukleus

ini, berpisah dari saraf fasilalis pada tingkat ganglion genikulatum dan

diperjalanannya akan bercabang dua yaitu ke glandula lakrimalis dan

glandula mukosa nasal. Kelompok akson lain akan berjalan terus ke

kaudal dan menyertai korda timpani serta saraf lingualis ke ganglion

submandibularis. Dari sana, impuls berjalan ke glandula sublingualis dan

submandibularis, dimana impuls merangsang salivasi.

- Aferen somatik: rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari

sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh saraf trigeminus.

Daerah overlapping (disarafi oleh lebih dari satu saraf atau tumpang

tindih) ini terdapat di lidah, palatum, meatus akustikus eksterna, dan

bagian luar membran timpani.

Inti motorik saraf VII terletak di pons. Serabutnya mengitari saraf VI, dan

keluar di bagian lateral pons. Saraf intermedius keluar di permukaan lateral pons

di antara saraf VII dan saraf VIII. Ketiga saraf ini bersama-sama memasuki

meatus akustikus internus. (lihat gambar 2) Di dalam meatus ini, saraf fasialis dan

intermediet berpisah dari saraf VIII dan terus ke lateral dalam kanalis fasialis,

kemudian ke atas ke tingkat ganglion genikulatum. Pada ujung akhir kanalis ,

saraf fasialis meninggalkan kranium melalui foramen stilomastoideus. Dari titik

ini, serat motorik menyebar di atas wajah. Dalam melakukan penyebaran itu,

beberapa melubangi glandula parotis.5,6

6

Page 7: REFERAT THT

Gambar 1 Bagan Saraf Fasialis

Gambar 2 Saraf Fasialis

Sewaktu meninggalkan pons, saraf fasialis beserta saraf intermedius dan

saraf VIII masuk ke dalam tulang temporal melalui porus akustikus internus.

Dalam perjalanan di dalam tulang temporal, saraf VII dibagi dalam 3 segmen,

yaitu segmen labirin, segman timpani dan segmen mastoid.1

Segmen labirin terletak antara akhir kanal akustik internus dan ganglion

genikulatum . panjang segmen ini 2-4 milimeter.1

Segmen timpani (segmen vertikal), terletak di antara bagian distal ganglion

genikulatum dan berjalan ke arah posterior telinga tengah , kemudian naik ke arah

tingkap lonjong (venestra ovalis) dan stapes, lalu turun kemudian terletak sejajar

7

Page 8: REFERAT THT

dengan kanal semisirkularis horizontal. Panjang segmen ini kira-kira 12

milimeter.1

Segmen mastoid ( segmen vertikal) mulai dari dinding medial dan superior

kavum timpani . perubahan posisi dari segman timpani menjadi segmen mastoid,

disebut segman piramidal atau genu eksterna. Bagian ini merupakan bagian paling

posterior dari saraf VII, sehingga mudah terkena trauma pada saat operasi.

Selanjutnya segmen ini berjalan ke arah kaudal menuju segmen stilomaoid .

panjang segmen ini 15-20 milimeter.1

Nukleus fasialis juga menerima impuls dari talamus yang mengarahkan

yang mengarahkan gerakan ekspresi emosional pada otot-otot wajah. Juga ada

hubungan dengan gangglion basalis. Jika bagian ini atau bagian lain dari sistem

piramidal menderita penyakit penyakit, mungkin terdapat penurunan atau

hilangnya ekspresi wajah (hipomimia atau amimi).6

2.4. Etiologi

Penyebab kelumpuhan saraf fasialis bisa disebabkan oleh kelainan congenital,

infeksi, tumor, trauma, gangguan pembuluh darah, idiopatik, dan penyakit-

penyakit tertentu.1,3,9

1.   Kongenital

Kelumpuhan yang didapat sejak lahir ( congenital ) bersifat irreversible

dan terdapat bersamaan dengan anomaly pada telinga dan tulang

pendengaran.1 Pada kelumpuhan saraf fasialis bilateral dapat terjadi karena

adanya gangguan perkembangan saraf fasialis dan seringkali bersamaan

dengan kelemahan  okular (sindrom Moibeus).3 Sindrom Moibeus ini

terjadi pembentukan saraf fasialis namun berupa berkas fibrotik.

Persalinan yang menggunakan forceps dilaporkan menjadi penyebab

potensial terjadinya fraktur tulang temporal yang bisa menyebabkan

adanya lesi pada saraf fasialis.

2. Infeksi

8

Page 9: REFERAT THT

Proses infeksi di intracranial atau infeksi telinga tengah dapat

menyebabkan kelumpuhan saraf fasialis. Infeksi intracranial yang

menyebabkan kelumpuhan ini seperti pada Sindrom Ramsay-Hunt, Herpes

otikus. Infeksi Telinga tengah yang dapat menimbulkan kelumpuhan saraf

fasialis adalah otitis media supuratif kronik ( OMSK ) yang telah merusak

Kanal Fallopi.1

3. Tumor

Tumor – tumor sudut serebelopontin terutama neuroma akustik dan

meningioma merupakan neoplasma tersering yang menyebabkan

kelumpuhan saraf fasialis, kemudian disebutkan juga neoplasma pada

telinga tengah juga dapat menyebabkan kelumpuhan saraf fasialis.3 Tumor

yang bermetastasis ke tulang temporal juga merupakan penyebab yang

sering ditemukan. Biasanya berasal dari tumor payudara, paru-paru, dan

prostat. Juga dilaporkan bahwa penyebaran langsung dari tumor regional

dan sel schwann, kista dan tumor ganas maupun jinak dari kelenjar parotis

bisa menginvasi cabang akhir dari saraf fasialis yang berdampak sebagai

bermacam-macam tingkat kelumpuhan. Pada kasus yang sangat jarang,

karena pelebaran aneurisma arteri karotis dapat mengganggu fungsi

motorik saraf fasialis secara ipsilateral.2

4. Trauma

Kelumpuhan saraf fasialis bisa terjadi karena trauma kepala, terutama jika

terjadi fraktur basis cranii, khususnya bila terjadi fraktur longitudinal.

Selain itu luka tusuk, luka tembak serta penekanan forsep saat lahir juga

bisa menjadi penyebab. Saraf fasialis pun dapat cedera pada operasi

mastoid, operasi neuroma akustik/neuralgia  trigeminal dan operasi

kelenjar parotis.2

5. Gangguan Pembuluh Darah

9

Page 10: REFERAT THT

Gangguan pembuluh darah yang dapat menyebabkan kelumpuhan saraf

fasialis diantaranya thrombosis arteri karotis, arteri maksilaris dan arteri

serebri media.1

6. Idiopatik ( Bell’s Palsy )

Parese Bell merupakan lesi nervus fasialis yang tidak diketahui

penyebabnya atau tidak menyertai penyakit lain. Pada parese Bell terjadi

edema fasialis. Karena terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan

menimbulkan kelumpuhan tipe LMN yang disebut sebagai Bell’s Palsy.3

7.  Penyakit-penyakit tertentu

Kelumpuhan fasialis perifer dapat terjadi pada penyakit-penyakit tertentu,

misalnya DM, hepertensi berat, anestesi local pada pencabutan gigi,

infeksi telinga tengah, sindrom Guillian Barre.3

2.5. Manifestasi Klinis

Otot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi. Karena itu, terdapat

perbedaan antara gejala kelumpuhan saraf VII jenis sentral dan perifer. Pada

gangguan sentral, sekitar mata dan dahi yang mendapat persarafan dari 2 sisi,

tidak lumpuh ; yang lumpuh ialah bagian bawah dari wajah. Pada gangguan N VII

jenis perifer (gangguan berada di inti atau di serabut saraf) maka semua otot sesisi

wajah lumpuh dan mungkin juga termasuk cabang saraf yang mengurus

pengecapan dan sekresi ludah yang berjalan bersama N. Fasialis.5

Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat

persarafan dari korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus wajah

bagian atas mendapat persarafan dari kedua sisi korteks motorik (bilateral)

(gambar 3). Karenanya kerusakan sesisi pada upper motor neuron dari saraf VII

(lesi pada traktus piramidalis atau korteks motorik) akan mengakibatkan

kelumpuhan pada otot-otot wajah bagian bawah, sedangkan bagian atasnya tidak.

Penderitanya masih dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi dan menutup mata

(persarafan bilateral) ; tetapi pasien kurang dapat mengangkat sudut mulut

10

Page 11: REFERAT THT

(menyeringai, memperlihatkan gigi geligi) pada sisi yang lumpuh bila disuruh.

Kontraksi involunter masih dapat terjadi, bila penderita tertawa secara spontan,

maka sudut mulut dapat terangkat.5

Pada lesi motor neuron, semua gerakan otot wajah, baik yang volunter

maupun yang involunter, lumpuh. Lesi supranuklir (upper motor neuron) saraf VII

sering merupakan bagian dari hemiplegia. Hal ini dapat dijumpai pada strok dan

lesi-butuh-ruang (space occupying lesion) yang mengenai korteks motorik,

kapsula interna, talamus, mesensefalon dan pons di atas inti saraf VII. Dalam hal

demikian pengecapan dan salivasi tidak terganggu. Kelumpuhan saraf VII

supranuklir pada kedua sisi dapat dijumpai pada paralisis pseudobulber. 5

Gambar 3 Persarafan Otot Wajah , Perasat Otot wajah disebabkan oleh lesi UMN dan LMN nervus VII.

Gejala dan tanda klinik yang berhubungan dengan lokasi lesi . (Lihat gambar 4) 3,6

1.   Lesi di luar foramen stilomastoideus

Mulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makan terkumpul di antara pipi

dan gusi. Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak

ditutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus.

2.   Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)

11

Page 12: REFERAT THT

Gejala dan tanda klinik seperti pada (1), ditambah dengan hilangnya

ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang

terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan

terlibatnya saraf intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di antara pons dan

titik dimana korda timpani bergabung dengan saraf fasialis di kanalis

fasialis.

3.   Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus

stapedius)

      Gejala dan tanda klinik seperti (1) dan (2) di tambah dengan hiperakusis.

4.   Lesi ditempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum)

Gejala dan tanda kilinik seperti pada (1),(2),(3) disertai dengan nyeri di

belakang dan didalam liang telinga, dan kegagalan lakrimal. Kasus seperti

ini dapat terjadi pascaherpes di membrana timpani dan konka. Sindrom

Ramsay-Hunt adalah kelumpuhan fasialis perifer yang berhubungan dengan

herpes zoster di ganglion genikulatum. Tanda-tandanya adalah herpes zoster

otikus , dengan nyeri dan pembentukan vesikel dalam kanalis auditorius dan

dibelakang aurikel (saraf aurikularis posterior), terjadi tinitus, kegagalan

pendengaran, gangguan pengecapan, pengeluaran air mata dan salivasi.

5.   Lesi di meatus akustikus internus

Gejala dan tanda klinik seperti diatas ditambah dengan tuli akibat

terlibatnya nervus akustikus.

6.   Lesi ditempat keluarnya saraf fasialis dari pons.

Gejala dan tanda klinik sama dengan diatas, disertai gejala dan tanda

terlibatnya saraf trigeminus, saraf akustikus dan kadang – kadang juga saraf

abdusen, saraf aksesorius dan saraf hipoglossus.

12

Page 13: REFERAT THT

Gambar 4. komponen serat saraf fasialis dan intermediet dan tanda-tanda kerusakan segmen

individualnya

2.6. Klasifikasi Kelumpuhan Fasialis

Gambaran dari disfungsi motorik fasial ini sangat luas dan karakteristik

dari kelumpuhan ini sangat sulit. Beberapa sistem telah usulkan tetapi semenjak

pertengahan 1980 sistem House-Brackmann yang selalu atau sangat dianjurkan .

pada klasifikasi ini grade 1 merupakan fungsi yang normal dan grade 6

merupakan kelumpuhan yang komplit. Pertengahan grade ini sistem berbeda

penyesuaian dari fungsi ini pada istirahat dan dengan kegiatan. Ini diringkas

dalam tabel:7

Tabel 1. Klasifikasi House-Brackmann

Grade Penjelasan Karakteristik

I Normal Fungsi fasial normal

II Disfungsi ringan Kelemahan yang sedikit yang terlihat pada inspeksi dekat, bisa

ada sedikit sinkinesis.

Pada istirahat simetri dan selaras.

Pergerakan dahi sedang sampai baik

Menutup mata dengan usaha yang minimal

13

Page 14: REFERAT THT

Terdapat sedikit asimetris pada mulut jika melakukan

pergerakan

III Disfungsi sedang Terlihat tapi tidak tampak adanya perbedaan antara kedua sisi

Adanya sinkinesis ringan

Dapat ditemukam spasme atau kontraktur hemifasial

Pada istirahat simetris dan selaras

Pergerakan dahi ringan sampai sedang

Menutup mata dengan usaha

Mulut sedikit lemah dengan pergerakan yang maksimum

IV Disfungsi sedang

berat

Tampak kelemahan bagian wajah yang jelas dan asimetri

Kemampuan menggerakkan dahi tidak ada

Tidak dapat menutup mata dengan sempurna

Mulut tampak asimetris dan sulit digerakkan.

V Disfungsi berat Wajah tampak asimetris

Pergerakan wajah tidak ada dan sulit dinilai

Dahi tidak dapat digerakkan

Tidak dapat menutup mata

Mulut tidak simetris dan sulit digerakkan

VI Total parese Tidak ada pergerakkan

2.7. Uji Diagnostik

Diagnosis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan fungsi saraf fasialis. Tujuan

pemeriksaan fungsi saraf fasialis adalah untuk menentukan letak lesi dan

menentukan derajat kelumpuhannya.1

1. Pemeriksaan fungsi saraf motorik

Terdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab untuk

terciptanya mimic dan ekspresi wajah seseorang. Adapun urutan ke-10

otot-otot tersebut dari sisi superior adalah sebagai berikut :

a. M. Frontalis : diperiksa dengan cara mengangkat

alis ke atas.

b. M. Sourcilier : diperiksa dengan cara mengerutkan

alis

14

Page 15: REFERAT THT

c. M. Piramidalis : diperiksa dengan cara mengangkat

dan mengerutkan hidung ke atas

d. M. Orbikularis Okuli : diperiksa dengan cara memejamkan

kedua mata kuat-kuat

e. M. Zigomatikus : diperiksa dengan cara tertawa lebar

sambil memperlihatkan gigi

f. M. Relever Komunis : diperiksa dengan cara

memoncongkan mulut kedepan

sambil memperlihatkan gigi

g. M. Businator : diperiksa dengan cara

menggembungkan kedua pipi

h. M. Orbikularis Oris : diperiksa dengan cara menyuruh

penderita bersiul

i. M. Triangularis : diperiksa dengan cara menarik kedua

sudut bibir ke bawah

j. M. Mentalis : diperiksa dengan cara

memoncongkan mulut yang tertutup

rapat ke depan

Pada tiap gerakan dari ke 10 otot tersebut, kita bandingkan antara kanan

dan kiri :

a. Untuk gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka tiga

( 3 )

b. Sedikit ada gerakan dinilai dengan angka satu ( 1 )

c. Diantaranya dinilai dengan angka dua ( 2 )

d. Tidak ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka nol ( 0 )

Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan

mempunyai nilai tiga puluh ( 30 ).1

2. Tonus

Pada keadaan istirahat tanpa kontraksi maka tonus otot menentukan

terhadap kesempurnaan mimic / ekspresi muka. Freyss menganggap

15

Page 16: REFERAT THT

penting akan fungsi tonus sehingga mengadakan penilaian pada setiap

tingkatan kelompok otot muka, bukan pada setiap otot. Cawthorne

mengemukakan bahwa tonus yang jelek memberikan gambaran

prognosis yang jelek. Penilaian tonus seluruhnya berjumlah lima belas

(15) yaitu seluruhnya terdapat lima tingkatan dikalikan tiga untuk setiap

tingkatan. Apabila terdapat hipotonus maka nilai tersebut dikurangi satu

(-1) sampai minus dua (-2) pada setiap tingkatan tergantung dari

gradasinya.1

3. Gustometri

Sistem pengecapan pada 2/3 anterior lidah dipersarafi oleh n. Korda

timpani, salah satu cabang saraf fasialis.1 Kerusakan pada N VII

sebelum percabangan korda timpani dapat menyebabkan ageusi

(hilangnya pengecapan).2

Pemeriksaan dilakukan dengan cara penderita disuruh

menjulurkan lidah, kemudian pemeriksa menaruh bubuk gula, kina,

asam sitrat atau garam pada lidah penderita. Hali ini dilakukan secara

bergiliran dan diselingi istirahat. Bila bubuk ditaruh, penderita tidak

boleh menarik lidahnya ke dalam mulut, sebab bubuk akan tersebar

melalui ludah ke sisis lidah lainnya atau ke bagian belakang lidah yang

persarafannya diurus oleh saraf lain. Penderita disuruh untuk

menyatakan pengecapan yang dirasakannya dengan isyarat, misalnya 1

untuk rasa manis, 2 untuk rasa pahit, 3 untuk rasa asin, dan 4 untuk

rasa asam.2

Pada pemeriksaan fungsi korda timpani adalah perbedaan

ambang rangsang antara kanan dan kiri. Freyss menetapkan bahwa

beda 50% antara kedua sisi adalah patologis.1

4. Salivasi

Pemeriksaan uji salivasi dapat dilakukan dengan melakukan kanulasi

kelenjar submandibularis. Caranya dengan menyelipkan tabung

polietilen no 50 kedalam duktus Wharton. Sepotong kapas yang telah

dicelupkan kedalam jus lemon ditempatkan dalam mulut dan

16

Page 17: REFERAT THT

pemeriksa harus melihat aliran ludah pada kedua tabung. Volume

dapat dibandingkan dalam 1 menit. Berkurangnya aliran ludah sebesar

25 % dianggap abnormal. Gangguan yang sama dapat terjadi pada jalur

ini dan juga pengecapan, karena keduanya ditransmisi oleh saraf korda

timpani.2

5. Schimer Test atau Naso-Lacrymal Reflex

Dianggap sebagai pemeriksaan terbaik untuk pemeriksaan fungsi

serabut-serabut pada simpatis dari saraf fasialis yang disalurkan

melalui saraf petrosus superfisialis mayor setinggi ganglion

genikulatum. Kerusakan pada atau di atas saraf petrosus mayor dapat

menyebabkan berkurangnya produksi air mata.1,2

Tes Schimer dilakukan untuk menilai fungsi lakrimasi dari mata.

Cara pemeriksaan dengan meletakkan kertas hisap atau lakmus lebar

0,5 cm panjang 5-10 cm pada dasar konjungtiva. Setelah tiga menit,

panjang dari bagian strip yang menjadi basah dibandingkan dengan sisi

satunya. Freys menyatakan bahwa kalau ada beda kanan dan kiri lebih

atau sama dengan 50% dianggap patologis.1,2

6. Refleks Stapedius

Untuk menilai reflex stapedius digunakan elektoakustik impedans

meter, yaitu dengan cara memberikan ransangan pada muskulus

stapedius yang bertujuan untuk mengetahui fungsi N. stapedius cabang

N.VII.

7. Uji audiologik

Setiap pasien yang menderita paralisis saraf fasialis perlu menjalani

pemeriksaan audiogram lengkap. Pengujian termasuk hantaran udara

dan hantaran tulang, timpanometri dan reflex stapes. Fungsi saraf

cranial kedelapan dapat dinilai dengan menggunakan uji respon

auditorik yang dibangkitkan dari batang otak. Uji ini bermanfaat dalam

mendeteksi patologi kanalis akustikus internus. Suatu tuli konduktif

17

Page 18: REFERAT THT

dapat memberikan kesan suatu kelainan dalam telinga tengah, dan

dengan memandang syaraf fasialis yang terpapar pada daerah ini, perlu

dipertimbangkan suatu sumber infeksi. Jika terjadi kelumpuhan saraf

ketujuh pada waktu otitis media akut, maka mungkin gangguan saraf

pada telinga tengah. Pengujian reflek dapat dilakukan pada telinga

ipsilateral atau kontralateral dengan menggunakan suatu nada yang

keras, yang akan membangkitkan respon suatu gerakan reflek dari otot

stapedius. Gerakan ini mengubah tegangan membrane timpani dan

menyebabkan perubahan impedansi rantai osikular. Jika nada tersebut

diperdengarkan pada belahan telinga yang normal, dan reflek ini pada

perangsangan kedua telinga mengesankan suatu kelainan pada bagian

aferen saraf kranialis.2

8. Sinkinesis

Sinkinesis menetukan suatu komplikasi dari kelumpuhan saraf fasialis

yang sering kita jumpai. Cara mengetahui ada tidaknya sinkinesis

adalah sebagai berikut :1

a. Penderita diminta untuk memenjamkan mata kuat-kuat kemudian

kita melihat pergerakan otot-otot pada daerah sudut bibir atas. Kalau

pergerakan normal pada kedua sisi dinilai dengan angka dua (2).

Kalau pergerakan pada sisi paresis lebih (hiper) dibandingkan

dengan sisi normal nilainya dikurangi satu (-1) atau dua (-2),

tergantung dari gradasinya.

b. Penderita diminta untuk tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi,

kemudian kita melihat pergerakan otot-otot pada sudut mata bawah.

Penilaian seperti pada (a).

c. Sinkinesis juga dapat dilihat pada waktu penderita berbicara

(gerakan emosi) dengan memperhatikan pergerakan otot-otot sekitar

mulut. Nilai satu (1) kalau pergerakan normal. Nilai nol (0) kalau

pergerakan tidak simetris.

9. Hemispasme

18

Page 19: REFERAT THT

Hemispasme merupakan suatu komplikasi yang sering dijumpai pada

penyembuhan kelumpuhan fasialis yang berat. Diperiksa dengan cara

penderita diminta untuk melakukan gerakan-gerakan bersahaya seperti

mengedip-ngedipkan mata berulang-ulang maka bibir akan jelas

tampak gerakan otot-otot pada sudut bibir bawah atau sudut mata

bawah. Pada penderita yang berat kadang-kadang otot-otot platisma di

daerah leher juga ikut bergerak. Untuk setiap gerakan hemispasme

dinilai dengan angka (-1).1

Fungsi motorik otot-otot tiap sisi wajah orang normal

seluruhnya berjumlah lima puluh (50) atau 100%. Gradasi paresis

fasialis dibandingkan dengan nilai tersebut dikalikan dua untuk

persentasenya.1

2.8. Pemeriksaan Penunjang

Salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui

kelumpuhan saraf fasialis adalah dengan uji fungsi saraf. Terdapat beberapa uji

fungsi saraf yang tersedia antara lain Elektromigrafi (EMG), Elektroneuronografi

(ENOG), dan uji stimulasi maksimal.2,9

1. Elektromiografi (EMG)

EMG sering kali dilakukan oleh bagian neurologi. Pemeriksaan ini

bermanfaat untuk menentukan perjalanan respons reinervasi pasien.

Pola EMG dapat diklasifikasikan sebagai respon normal, pola

denervasi, pola fibrilasi, atau suatu pola yang kacau yang

mengesankan suatu miopati atau neuropati. Namun, nilai suatu EMG

sangat terbatas kurang dari 21 hari setelah paralisis akut. Sebelum 21

hari, jika wajah tidak bergerak, EMG akan memperlihatkan potensial

denervasi. Potensial fibrilasi merupakan suatu tanda positif yang

menunjukkan kepulihan sebagian serabut. Potensial ini terlihat

sebelum 21 hari.2

2. Elektroneuronografi (ENOG)

19

Page 20: REFERAT THT

ENOG memberi informasi lebih awal dibandingkan dengan EMG.

ENOG melakukan stimulasi pada satu titik dan pengukuran EMG

pada satu titik yang lebih distal dari saraf. Kecepatan hantaran saraf

dapat diperhitungkan. Bila terdapat reduksi 90% pada ENOG bila

dibandingkan dengan sisi lainnya dalam sepuluh hari, maka

kemungkinan sembuh juga berkurang secara bermakna. Fisch Eselin

melaporkan bahwa suatu penurunan sebesar 25 persen berakibat

penyembuhan tidak lengkap pada 88 persen pasien mereka, sementara

77 persen pasien yang mampu mempertahankan respons di atas angka

tersebut mengalami penyembuhan normal saraf fasialis.2

3. Uji Stimulasi Maksimal

Uji stimulasi merupakan suatu uji dengan meletakkan sonde

ditekankan pada wajah di daerah saraf fasialis. Arus kemudian

dinaikkan perlahan-lahan hingga 5 ma, atau sampai pasien merasa

tidak nyaman. Dahi, alis, daerah periorbital, pipi, ala nasi, dan bibir

bawah diuji dengan menyapukan elektroda secara perlahan. Tiap

gerakan di daerah-daerah ini menunjukkan suatu respons normal.

Perbedaan respons yang kecil antara sisi yang normal dengan sisi yang

lumpuh dianggap sebagai suatu tanda kesembuhan. Penurunan yang

nyata adalah apabila terjadi kedutan pada sisi yang lumpuh dengan

besar arus hanya 25 persen dari arus yang digunakan pada sisi yang

normal. Bila dibandingkan setelah 10 hari, 92 persen penderita Bell’s

Palsy kembali dapat melakukan beberapa fungsi. Bila respon elektris

hilang, maka 100 persen akan mengalami pemulihan fungsi yang tidak

lengkap. Statistik menganjurkan bahwa bentuk pengujian yang paling

dapat diandalkan adalah uji fungsi saraf secara langsung.2

2.9. Penatalaksanaan

Pengobatan terhadap kelumpuhan saraf VII dapat dikelompokkan dalam 3

bagian:1,2,8

1. Pengobatan terhadap kelumpuhan saraf fasialis

A. Fisioterapi

20

Page 21: REFERAT THT

1. Heat Theraphy, Face Massage, Facial Excercise

Basahkan handuk dengan air panas, setelah itu handuk diperas dan

diletakkan dimuka hingga handuk mendingin. Kemudian pasien

diminta untuk memasase otot-otot wajah yang lumpuh terutama

daerah sekitar mata, mulut dan daerah tengah wajah.Masase

dilakukan dengan menggunakan krim wajah dan idealnya juga

dengan menggunakan alat penggetar listrik. Setelah itu pasien

diminta untuk berdiri didepan cermin dan melakukan beberapa

latihan wajah seperti mengangkat alis mata, memejamkan kedua

mata kuat-kuat, mengangkat dan mengerutkan hidung, bersiul,

menggembungkan pipi dan menyeringai.3,8Kegiatan ini dilakukan

selama 5 menit 2 kali sehari.3

2. Electrical Stimulation

Stimulasi energi listrik dengan aliran galvanic berenergi lemah.2

Tindakan ini bertujuan untuk memicu kontraksi buatan pada otot-

otot yang lumpuh dan juga berfungsi untuk mempertahankan aliran

darah serta tonus otot.8

B. Farmakologi

Obat-obatan yang dapat diberikan dalam penatalaksanaan kelumpuhan

saraf fasialis antara lain8:

1. Asam Nikotinik

Pada kelumpuhan saraf fasialis yang dikarenakan iskemia. Asam

nikotinik dan obat-obatan yang bekerja menghambat ganglion

simpatik servikal digunakan untuk memicu vasodilatasi sehingga

dapat meningkatkan suplai darah ke saraf fasialis.

2. Vasokonstriktor, Antimikroba

Obat ini diberikan pada kelumpuhan saraf fasialis yang disebabkan

oleh kompresi saraf fasialis pada kanal falopi. Obat ini bekerja

mengurangi bendungan , pembengkakkan, dan inflamasi pada

keadaan diatas.

3. Steroid

21

Page 22: REFERAT THT

Obat ini diberikan untuk mengurangi proses inflamasi yang

menyebabkan Bell’s Palsy.

4. Sodium Kromoglikat

Diberikan pada kelumpuhan saraf fasialis jika dipikirkan adanya

reaksi alergi.

5. Antivirus

Baru-baru ini antivirus diberikan dengan atau tanpa penggunaan

prednisone secara simultan.

C. Pengobatan Psikofisikal

Akupuntur, biofeedback, dan electromyographic feedback

dilaporkan dapat membantu pentembuhan Bell’s Palsy.8

2. Pengobatan Sekuele ( Gejala Sisa )

Pengobatan terhadap gejala sisa yang dapat dilakukan antara lain 8:

A. Depresi

Pasien dengan kelumpuhan saraf fasialis memiliki ketakutan bahwa

mereka memiliki penyakit yang mengancam jiwa ataupun penyakit

yang melibatkan pembuluh darah otak. Konseling dan terapi

kelompok yang melibatkan penderita dengan usia yang sama terbukti

efektif untuk mengatasi depresi tersebut.

B. Nyeri

Sebagian pasien dengan Bell’s Palsy dan hampir seluruh pasien

dengan Herpes Zooster Cephalic merasakan nyeri. Nyeri ini dapat

diatasi dengan analgesic non-narkotik. Dapat diberikan steroid dengan

dosis awal 1 mg/ kg BB/ hari dan tapering off setelah 10 hari

penggunaan.

C. Perawatan Mata

Secara umum, Perawatan mata ditujukan untuk menjaga kelembaban

mata agar tidak terjadi keratitis dan kerusakan kornea. Pasien diminta

22

Page 23: REFERAT THT

untuk mengedipkan mata 2 sampai 4 kali permenit disamping

penggunaan obat tetes mata.

3. Indikasi Untuk Operasi

Pada kasus dengan gangguan hantaran berat atau sudah terjadi denervasi

total, tindakan operatif segera harus dilakukan dengan teknik dekompresi

saraf fasialis transmastoid.1

2.10. Komplikasi

Setelah kelumpuhan fasial perifer, regenerasi saraf yang rusak, terutama serat

otonom dapat sebagian atau pada arah yang salah. Serat yang terlindung mungkin

memberikan akson baru yang tumbuh ke dalam bagian yang rusak. Persarafan

baru yang abnormal ini, dapat menjelaskan kontraktur atau sinkinesis (gerakan

yang berhubungan) dalam otot-otot mimik wajah6.

Sindrom air mata buaya (refleks gastrolakrimalis paradoksikal) tampaknya

didasarkan oleh persarafan baru yang salah. Di perkirakan bahwa serat sekretoris

untuk kelenjar air liur tumbuh ke dalam selubung Schwann dari serat yang cedera

yang berdegenerasi dan pada asalnya serat tersebut bertanggung jawab untuk

glandula lakrimalis6.

BAB III

PENUTUP

23

Page 24: REFERAT THT

3.1. Kesimpulan

Kelumpuhan saraf fasialis merupakan kelumpuhan yang meliputi otot-otot wajah,

dapat terjadi sentral dan perifer. Kelumpuhan dapat diakibatkan oleh kelainan

congenital, infeksi, tumor, trauma, gangguan pembuluh darah, idiopatik, dan

penyakit-penyakit tertentu yang dapat mengakibatkan deformitas kosmetik dan

fungsional yang berat. Kelainan ini dapat diobati dengan fisioterapi, farmakologi,

dan psikofisikal serta operasi.

DAFTAR PUSTAKA

24

Page 25: REFERAT THT

1. Sjarifuddin, Bashiruddin J, Bramantyo B. Kelumpuhan Nervus Fasialis Perifer. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. 6th ed. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI, 2007: Hal. 114-117

2. Maisel R, Levine S. Gangguan Saraf Fasialis. Dalam Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6. Jakarta : EGC, 1997.

3. K.J.Lee. Essential Otolaryngology and Head and Neck Surgery. IIIrd Edition, Chapter 10 : Facial Nerve Paralysis, 2006.

4. Facial Nerve Anatomy: Diakses dari http/facialparalysisinstitute.com. November 2013

5. SM. Lumbantobing. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI, 2006.

6. Peter Duus. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Jakarta : Balai Pustaka, 1996.

7. John YS Kim. Facial Nerve Paralysis. Diakses dari www.emedicine.com/plastic/topic522.htm. November 2013

8. May, Mark and Barry M. Schaizkin. The Facial Nerve. New York: Thieme, 2000.

9. May M, Shambaugh GE, Facial Nerve Paralysis in: Paparella M.M, Shumrick D.A. Otolaryngology. Philadelphia: W.B. Saunders Company,Vol. II., Chapter 14. P: 275-293

25