YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
Page 1: Referat Hiv Aids

BAB I

1. PENDAHULUAN

Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak

Negara di seluruh dunia. UNAIDS memperkirakan jumlah ODHA di seluruh dunia pada

Desember 2004 adalah 35,9 – 44,3 juta orng. Saat ini tidak ada Negara yang terbebas dari

HIV/AIDS. Kasus pertama AIDS di dunia dilaporkan pada tahun 1981. Meskipun demikian,

dari beberapa literature sebelumnya ditemukan kasus yang cocok dengan definisi surveilans

AIDS pada tahun 1950 dan 1960-an di Amerika Serikat. Kasus pertama AIDS di Indonesia

dilaporkan secara resmi oleh Departemen Kesehatan tahun 1987 yaitu pada seorang warga

negara Belanda di Bali. Dan kini, kasus HIV/AIDS ini kini semakin meluas dan menyerang

berbagai lapisan dan strata sosial. (1)

1

Page 2: Referat Hiv Aids

BAB II

2.1 DEFINISI

HIV atau Human Immunodeficiency Virus, adalah virus yang menyerang system kekebalan

tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome).

AIDS dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh

menurunnya kekebalan tubuh akubat infeksi HIV. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi

HIV.

2.2 EPIDEMIOLOGI

Pada tahun 2005, jumlah ODHA di seluruh dunia diperkirakan sekitar 40,3 juta orang dan

yang terinfeksi HIV sebesar 4,9 juta orang. Jumlah ini terus bertambah dengan kecepatan

15.000 pasien per hari. Jumlah pasien di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara sendiri

diperkirakan berjumlah sekitar 7,4 juta pada tahun 2005. Menurut catatan Departemen

Kesehatan, pada tahun 2005 terdapat 4.186 kasus AIDS. (1,6,7.8,9)

dengan 305 di antaranya berasal dari Jawa Barat. Saat ini, dilaporkan adanya pertambahan

kasus baru setiap 2 jam, dan setiap hari minimal 1 pasien meninggal karena AIDS di Rumah

Sakit Ketergantungan Obat dan di Rumah Tahanan. Dan di setiap propinsi ditemukan adanya

ibu hamil dengan HIV dan anak yang HIV atau AIDS.(1,6,7,8,9)

2

Page 3: Referat Hiv Aids

2.3 ETIOLOGI

Virus HIV yang termasuk dalam famili retrovirus genus lentivirus diketemukan oleh Luc

Montagnier, seorang ilmuwan Perancis (Institute Pasteur, Paris 1983), yang mengisolasi virus

dari seorang penderita dengan gejala limfadenopati, sehingga pada waktu itu dinamakan

Lymphadenopathy Associated Virus (LAV). Gallo (national Institute of Health, USA 1984)

menemukan Virus HTLV-III (Human T Lymphotropic Virus) yang juga adalah penyebab

AIDS. Pada penelitian lebih lanjut dibuktikan bahwa kedua virus ini sama, sehingga

berdasarkan hasil pertemuan International Committee on Taxonomy of Viruses (1986) WHO

member nama resmi HIV. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan virus lain yang dapat pula

menyebabkan AIDS, disebut HIV-2, dan berbeda dengan HIV-1 secara genetic maupun

antigenic. HIV-2 dianggap kurang patogen dibandingkan dengan HIV-1. Untuk

memudahkan, kedua virus itu disebut sebagai HIV saja. (1,6)

3

Page 4: Referat Hiv Aids

2.3 PATOGENESIS HIV(4)

Gambar : pathogenesis virus hiv (4)

HIV adalah retrovirus yang menggunakan RNA sebagai genom. Untuk masuk ke dalam

sel, virus ini berikatan dengan receptor (CD4) yang ada di permukaan sel. Artinya, virus ini

hanya akan menginfeksi sel yang memiliki receptor CD4 pada permukaannya. Karena

biasanya yang diserang adalah sel T lymphosit (sel yang berperan dalam sistem imun tubuh),

maka sel yang diinfeksi oleh HIV adalah sel T yang mengekspresikan CD4 di permukaannya

(CD4+ T cell). (1,8)

4

Page 5: Referat Hiv Aids

Setelah berikatan dengan receptor, virus berfusi dengan sel (fusion) dan kemudian

melepaskan genomnya ke dalam sel. Di dalam sel, RNA mengalami proses reverse

transcription, yaitu proses perubahan RNA menjadi DNA. Proses ini dilakukan oleh enzim

reverse transcriptase. Proses sampai step ini hampir sama dengan beberapa virus RNA

lainnya. Yang menjadi ciri khas dari retrovirus ini adalah DNA yang terbentuk kemudian

bergabung dengan DNA genom dari sel yang diinfeksinya. Proses ini dinamakan integrasi

(integration). Proses ini dilakukan oleh enzim integrase yang dimiliki oleh virus itu sendiri.

DNA virus yang terintegrasi ke dalam genom sel dinamakan provirus. (1,8)

Dalam kondisi provirus, genom virus akan stabil dan mengalami proses replikasi

sebagaimana DNA sel itu sendiri. Akibatnya, setiap DNA sel menjalankan proses replikasi

secara otomatis genom virus akan ikut bereplikasi. Dalam kondisi ini virus bisa memproteksi

diri dari serangan sistem imun tubuh dan sekaligus memungkinkan manusia terinfeksi virus

seumur hidup (a life long infection). (1,8)

Spesifikasi HIV terhadap CD4+ T cell ini membuat virus ini bisa digunakan sebagai

vektor untuk pengobatan gen (gene therapy) yang efisien bagi pasien HIV/AIDS. Soalnya,

vektor HIV yang membawa gen anti-HIV hanya akan masuk ke dalam sel yang sudah dan

akan diinfeksi oleh virus HIV itu sendiri. Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi

HIV karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Limfosit CD4+

berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting. Hilangnya fungsi

tersebut menyebabkan gangguan respon imun yang progresif. Kejadian infeksi HIV primer

dapat dipelajari pada model infeksi akut Simian Immunodeficiency Virus ( SIV ). SIV dapat

menginfeksi limfosit CD4+ dan monosit pada mukosa vagina. (1,8)

5

Page 6: Referat Hiv Aids

GAMBAR: Penyebaran virus ke organ seluruh tubuh.(4)

Virus dibawa oleh antigen presenting cells ke kelenjar getah bening regional. Pada

model ini, virus dideteksi pada kelenjar getah bening dalam 5 hari setelah inokulasi. Sel

individual di kelenjar getah bening yang mengekspresikan SIV dapat di deteksi dengan

hibridisasi in situ dalam 7- 14 hari setelah inokulasi. Viremia SIV dideteksi 7-21 hari setelah

infeksi . Puncak jumlah sel yang mengekspresikan SIV di kelenjar getah bening berhubungan

dengan puncak antigenemia p26 SIV. Jumlah sel yang mengekspresikan virus di jaringan

limfoid kemudian menurun secara cepat dan di hubungkan sementara dengan pembentukan

respon imun spesifik. Koinsiden dengan menghilangnya viremia adalah peningkatan sel

limfosit CD8. Walaupun demikian tidak dapat dikatakan bahwa respon sel limfosit CD8+

menyebabkan kontrol optimal terhadap replikasi HIV. Replikasi HIV berada pada keadaan ‘

steady-state ‘ beberapa bulan setelah infeksi . Kondisi ini bertahan relatif stabil selam

beberapa tahun, namun lamanya sangat bervariasi. Faktor yang mempengaruhi tingkat

6

Page 7: Referat Hiv Aids

replikasi HIV tersebut, dengan demikian juga perjalanan kekebalan tubuh pejamu, adalah

heterogeneitas kapasitas replikatif virus dan heterogeneitas intrinsik pejamu. (1,8)

Antibodi muncul di sirkulasi dalam beberapa minggu setelah infeksi, namun secara

umum dapat dideteksi pertama kali setelah replikasi virus telah menurun sampai ke level

‘steady state’. Walaupun antibodi ini umumnya memiliki aktifitas netralisasi yang kuat

melawan infeksi virus, namun ternyata tidak dapat mematikan virus. (1,8)

2.5 PERJALANAN PENYAKIT

Dalam tubuh odha, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali

seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Dari semua orang yang

terinfeksi HIV sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50%

berkembang menjadi pasien AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua

orang yang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian meninggal. Perjalanan

penyakit tersebut menunjukkan gambaran penyakit yang kronis, sesuai dengan kerusakan

sistem kekebalan tubuh yang juga bertahap. (1,8)

Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan tanda atau gejala tertentu. Sebagian

memperlihatkan gejala tidak khas pada infeksi HIV akut, 3-6 minggu setelah terinfeksi.

Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening,

ruam, diare, atau batuk. Setelah infeksi akut, di mulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa

gejala). Masa tanpa gejala ini umumnya berlangsung selama 8-10 tahun. Tetapi ada

sekelompok kecil orang yang perjalanan penyakitnya amat cepat, dapat hanya sekitar 2 tahun,

dan ada pula yang perjalanannya lambat (non-pogresor). Seiring dengan makin

memburuknya kekebalan tubuh, odha mulai menampakkan gejala-gejala akibat infeksi

oportunistik seperti berat badan menurun, demam lama, rasa lemah, pembesaran kelenjar

getah bening, diare, tuberculosis, infeksi jamur, herpes, dll. (1,8)

Tanpa pengobatan ARV, walaupun selama beberapa tahun tidak menunjukkan gejala,

secara bertahap sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi HIV akan memburuk, dan

akhirnya pasien menunjukkan gejala klinik yang makin berat, pasien masuk tahap AIDS. Jadi

yang disebut laten secara klinik (tanpa gejala), sebetulnya bukan laten bila ditinjau dari sudut

penyakit HIV. Manifetasi dari awal dari kerusakan sistem kekebalan tubuh adalah kerusakan

7

Page 8: Referat Hiv Aids

mikro arsitektur folikel kelenjar getah bening dan infeksi HIV yang luas di jaringan limfoid,

yang dapat dilihat dengan pemeriksaan hibridisasi in situ.Sebagian besar replikasi HIV terjadi

di kelenjar getah bening, bukan di peredaran darah tepi. (1,8)

Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat, klinis tidak menunjukkan

gejala, pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi, 10 partikel setiap hari. Replikasi

yang cepat ini disertai dengan mutasi HIV dan seleksi, muncul HIV yang resisten. Bersamaan

dengan replikasi HIV, terjadi kehancuran limfosit CD4 yang tinggi, untungnya tubuh masih

bias mengkompensasi dengan memproduksi limfosit CD4 sekitar 109 sel setiap hari. (1,8)

Perjalanan penyakit lebih progresif pada pengguna narkotika. Lebih dari 80% pengguna

narkotika terinfeksi virus hepatitis C. Infeksi pada katup jantung juga adalah penyakit yang

dijumpai pada odha pengguna narkotika dan biasanya tidak ditemukan pada odha yang

tertular dengan cara lain. Lamanya penggunaan jarum suntik berbanding lurus dengan infeksi

pneumonia dan tuberkulosis. Makin lama seseorang menggunakan narkotika suntik , makin

mudah terkena pneumonia dan tuberkulosis. Infeksi secara bersamaan ini akan menimbulkan

efek yang buruk. Infeksi oleh kuman penyakit lain akan menyebabkan virus HIV membelah

dengan lebih cepat sehingga jumlahnya akan meningkat pesat. Selain itu juga dapat

menyebabkan reaktivasi virus di dalam limfosit T. Akibatnya perjalanan penyakitnya

biasanya lebih progresif. (1,8)

2.6 MANIFESTASI KLINIS

Gejala infeksi HIV pada awalnya sulit dikenali karena seringkali mirip penyakit ringan

sehari-hari seperti flu dan diare sehingga penderita tampak sehat. Kadang-kadang dalam 6

minggu pertama setelah kontak penularan timbul gejala tidak khas berupa demam, rasa letih,

sakit sendi, sakit menelan dan pembengkakan kelenjar getah bening di bawah telinga, ketiak

dan selangkangan. Gejala ini biasanya sembuh sendiri dan sampai 4-5 tahun mungkin tidak

muncul gejala. (1,6,7,8,9)

Pada tahun ke 5 atau 6 tergantung masing-masing penderita, mulai timbul diare

berulang, penurunan berat badan secara mendadak, sering sariawan di mulut dan

pembengkakan di daerah kelenjar getah bening. Kemudian tahap lebih lanjut akan terjadi

8

Page 9: Referat Hiv Aids

penurunan berat badan secara cepat (> 10%), diare terus-menerus lebih dari 1 bulan disertai

panas badan yang hilang timbul atau terus menerus. (1,6,7,8,9)

Tanda-tanda seorang tertular HIV Sebenarnya tidak ada tanda-tanda khusus yang bisa

menandai apakah seseorang telah tertular HIV, karena keberadaan virus HIV sendiri

membutuhkan waktu yang cukup panjang (5 sampai 10 tahun hingga mencapai masa yang

disebut fullblown AIDS). Adanya HIV di dalam darah bisa terjadi tanpa seseorang

menunjukan gejala penyakit tertentu dan ini disebut masa HIV positif. Bila seseorang

terinfeksi HIV untuk pertama kali dan kemudian memeriksakan diri dengan menjalani tes

darah, maka dalam tes pertama tersebut belum tentu dapat dideteksi adanya virus HIV di

dalam darah. Hal ini disebabkan karena tubuh kita membutuhkan waktu sekitar 3 – 6 bulan

untuk membentuk antibodi yang nantinya akan dideteksi oleh tes darah tersebut. Masa ini

disebut window period (periode jendela) . Dalam masa ini , bila orang tersebut ternyata sudah

mempunyai virus HIV di dalam tubuhnya (walau pun belum bisa di deteksi melalui tes darah),

ia sudah bisa menularkan HIV melalui perilaku yang disebutkan di atas tadi(1,6,7,8,9)

Secara umum, tanda-tanda utama yang terlihat pada seseorang yang sudah sampai pada

tahapan AIDS adalah: (1,6,7,8,9)

Berat badan menurun lebih dari 10% dalam waktu singkat

Demam tinggi berkepanjangan (lebih dari satu bulan)

Diare berkepanjangan (lebih dari satu bulan)

Sedangkan gejala-gejala tambahan berupa :

Batuk berkepanjagan (lebih dari satu bulan)

Kelainan kulit dan iritasi (gatal)

Infeksi jamur pada mulut dan kerongkongan

Pembengkakan kelenjar getah bening di seluruh tubuh, seperti di bawah telinga, leher,

ketiak dan lipatan paha.

9

Page 10: Referat Hiv Aids

Perbedaan antara HIV dan AIDS, yaitu: (1,6,7,8,9)

A. HIV adalah Human Immuno Deficiency Virus, suatu virus yang menyerang sel darah putih

manusia dan menyebabkan menurunnya kekebalan/ daya tahan tubuh, sehingga mudah

terserang infeksi/penyakit.

B. AIDS adalah Acquired Immune Deficiency Syndrome, yaitu timbulnya sekumpulan gejala

penyakit yang terjadi karena kekebalan tubuh menurun,oleh karena adanya virus HIV di

dalam darah

Infeksi HIV/AIDS berbahaya, karena telah banyak pengidap HIV/AIDS yang meninggal

Gejala muncul setelah 2 - 10 tahun terinfeksi HIV.

Pada masa tanpa gejala sangat mungkin menularkan kepada orang lain.

Setiap orang dapat tertular HIV/AIDS.

Belum ada vaksin dan obat penyembuhnya.

Perjalanan Penyakit dan Gejala yang Timbul(1,6,7,8,9)

Dalam masa sekitar 3 bulan setelah tertular, tubuh belum membentuk antibodi

secara sempurna, sehingga tes darah tidak memperlihatkan bahwa orang tersebut

telah tertular HIV. Masa 3 bulan ini sering disebut dengan masa jendela

Masa tanpa gejala, yaitu waktu (5 - 7 tahun) dimana tes darah sudah menunjukkan

adanya anti bodi HIV dalam darah, artinya positif HIV, namun pada masa ini

tidak timbul gejala yang menunjukkan orang tersebut menderita AIDS, atau dia

tampak sehat.

Masa dengan gejala, ini sering disebut masa sebagai penderita AIDS. Gejala

AIDS sudah timbul dan biasanya penderita dapat bertahan 6 bulan sampai 2 tahun

dan kemudian meninggal

10

Page 11: Referat Hiv Aids

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tes darah(1,6,7,8,9)

Tes untuk mengetahui antibodi HIV pertama tersedia pada 1985. Baru setelah tes dapat

diperoleh, muncul berbagai pertanyaan tentang bagaimana cara memakai tes tersebut.

Umumnya, orang dapat dibagi dalam dua kubu: mereka yang setuju dengan tes secara

sukarela dan mereka yang mengusulkan tes wajib. Gagasan wajib melakukan tes ditolak oleh

sebagian besar negara akibat biaya dan masalah logistik yang terkait.3 Tiga negara yang

mewajibkan tes adalah Kuba (75 persen warga dites), Bulgaria (45 persen dites) dan bekas

Uni Soviet (30 persen). (1,6,7,8,9)

Karena HIV tidak ditularkan melalui hubungan biasa sehari-hari (yaitu, bukan virus

yang diangkut udara) tetapi melalui perilaku tertentu, tes wajib untuk seluruh penduduk

dilihat sangat mahal, secara ilmiah tidak dapat dibenarkan, dan dapat menimbulkan perlakuan

tidak adil. Di negara lain, kelompok tertentu dijadikan sasaran, sering kali tanpa persetujuan

dari yang bersangkutan. Kelompok ini mencakup narapidana, pekerja seks, pengguna narkoba

dalam tempat pemulihan, dan wanita hamil. (1,6,7,8,9)

Penolakan terhadap tes HIV berarti program harus mengembangkan strategi untuk

membujuk orang yang berisiko terinfeksi HIV untuk melakukan tes HIV karena akan

bermanfaat untuk mereka. (1,6,7,8,9)

Orang yang mengusulkan tes sukarela secara luas menganggap bahwa jika seseorang

mengetahui apakah ia terinfeksi HIV atau tidak akan menjadi unsure penting dalam

mendorong terjadinya perubahan. Berarti, orang dengan HIV akan menerapkan penggunaan

narkoba atau hubungan seks yang lebih aman untuk melindungi pasangannya, dan orang yang

memakai narkoba bersamanya. Untuk mereka yang HIV-negatif, akan mendorong perubahan

perilaku agar meyakinkan bahwa mereka tidak tertular HIV di masa yang akan datang.

Sebaliknya, ada yang menganggap bahwa setiap orang yang menggunakan narkoba dengan

jarum suntik dan melakukan seks yang tidak aman harus mengubah perilakunya, terlepas

apakah mereka HIV-positif atau tidak. Karena pesannya sama, tes tidak dibutuhkan dan dapat

meningkatkan perlakuan tidak adil, stigmatisasi dan pengucilan. Daripada melakukan tes

secara massal, mereka mengusulkan program pendidikan massal sebagai gantinya. Banyak

negara di Asia melakukan gabungan antara tes wajib, tes sukarela dan surveilans sentinel. (1,6,7,8,9)

11

Page 12: Referat Hiv Aids

Bagaimanakah tes HIV dipakai?

Umumnya tes HIV dipakai dalam dua cara: untuk surveilans masyarakat (surveilans

sentinel) dan untuk diagnosis perorangan. Surveilans masyarakat biasanya dilakukan dengan

melakukan tes intensif (skrining) terhadap kelompok kunci dalam masyarakat agar

mengetahui luasnya penyebaran infeksi HIV. Ini dapat dilakukan dengan mengadakan

skrining HIV pada perempuan hamil atau pasien IMS, agar mengetahui berapa yang terinfeksi

HIV pada waktu tertentu: skrining ulangan di kemudian hari dapat menunjukkan cepatnya

HIV menyebar dalam masyarakat tertentu itu. Orang yang dites dengan cara ini tidak

diberitahukan hasil tesnya dan hasilnya juga anonim (tanpa nama). (1,6,7,8,9)

Tes perorangan adalah untuk mereka yang merasa mungkin telah terpajan oleh HIV

melalui praktek penyuntikan, seks yang berisiko, atau dari transfusi darah. Tes seperti ini

harus mencakup konseling prates dan pascates (untuk informasi lebih lanjut lihat ini).

Melakukan tes memungkinkan orang untuk mengubah perilakunya sehingga mereka tidak

menularkan virus itu (jika hasil tesnya positif) atau, jika hasil tes mereka negatif, untuk

meyakinkan mereka supaya tidak tertular virus ini di masa mendatang. Tes juga bisa berarti

bahwa orang mungkin mendapatkan saran-saran berkaitan dengan kesehatan mereka,

pengobatan untuk infeksi oportunistik seperti TB, dan informasi tentang bagaimana

mengurangi kemungkinan menularkan virus pada bayinya yang belum lahir, saat melahirkan

atau ketika menyusui. (1,6,7,8,9)

12

Page 13: Referat Hiv Aids

2.8 PENCEGAHAN (1,6,7,8,9)

2.8.1 PENULARAN LEWAT SUNTIKAN

- Gunakan selalu jarum suntik yang steril dan baru setiap kali akan melakukan penyuntikan

atau proses lain yang mengakibatkan terjadinya luka

Ada dua hal yang perlu diperhatikan:

1. Semua alat yang menembus kulit dan darah (jarum suntik, jarum tato, atau

pisau cukur) harus disterilisasi dengan benar

2. Jangan memakai jarum suntik atau alat yang menembus kulit bergantian

dengan orang lain

2.8.2 PENULARAN LEWAT HUBUNGAN SEKS

- Selalu menerapkan kewaspadaan mengenai seks aman (artinya : hubungan seks yang tidak

memungkinkan tercampurnya cairan kelamin, karena hal ini memungkinkan penularan HIV)

Ada tiga cara:

1. Abstinensi (atau puasa, tidak melakukan hubungan seks)

2. Melakukan prinsip monogami yaitu tidak berganti-ganti pasangan dan saling setia kepada

pasangannya

3. Untuk yang melakukan hubungan seksual yang mengandung risiko, dianjurkan melakukan

seks aman termasuk menggunakan kondom

2.8.3 PENULARAN LEWAT ASI

- Bila ibu hamil dalam keadaan HIV positif sebaiknya diberitahu tentang semua resiko dan

kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada sendiri dan bayinya, sehingga keputusan

untuk menyusui bayi dengan ASI sendiri bisa dipertimbangkan.

13

Page 14: Referat Hiv Aids

2.8.4 PENULARAN DARI IBU KE BAYI (3)

1. pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi

2. Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif

3. pencegahan penularan HIV dari ibu hamil HIV positif ke bayi yang dikandungnya.

4. pemberian dukugan psikologis, social dan perawatan kepada ibu HIV positif berserta bayi

dan keluarganya.

Strategi yang digunakan untuk emncegah penularan disaat kehamilan, persalinan dan

penyusuan adalah.

1. penggunaan terapi ARV pada ibu dan bayi.

2. seksio sesaria sebelum terjadinya pecah selaput ketuban.

3. pemberian susu formula.

Pemberian terapi arv pada bayi yang lahir denga ibu HIV. (3)

AZT 2X/hari sejak lahir hingga usia 4-6 minggu dosis 4 mg/kgBB/kali

14

Page 15: Referat Hiv Aids

PEMBERIAN ARV PROFILAKSIS PADA BAYI YANG LAHIR DARI IBU HIV(3).

ANTENATAL

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

PERSALINAN

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

POSTPARTUM

2.8.4 PENCEGAHAN AIDS PADA PETUGAS KESEHATAN (2)

Jenis pajanan: Perlukaan kulit, pajanan pada selaput mukosa, pajanan melalui kulit

yang luka dan gigitan yang berdarah.

Bahan Pajanan: Darah, cairan bercampur darah yang kasat mata, cairan yang potensial

terinfeksi: semen, cairan vagina, cairan serebrospinal, c. sinovia, c. pleura, c

peritoneal, c. perickardial, c. amnion dan virus yang terkonsentrasi.

15

Status HIV dari wanita hamil

Sudah didiagnosis HIV sebelumnya dan sudah mendapatkan terapi ARV

Tes HIV (+) Tes HIV (-)

AZT + 3TC + NVP atau

TDF + 3TC (atau FTC) + NVP

Atau AZT + 3TC + EFV atau

TDF + 3TC (atau FTC) + EFV

Lanjutkan terapi ARV

ASI eksklusif atau susu formula

Ibu:lanjutkan ARV

Bayi: AZT, 2x/hari, dari lahir hingga usia 4-6 minggu (tidak melihat cara pemberian makanan pada bayi)

Page 16: Referat Hiv Aids

Prinsip penanganan: Jangan Panik! tapi selesaikan dalam <4 jam.

SEGERA(2)

luka tusuk: bilas dengan air mengalir dan sabun atau antiseptik.

pajanan mukosa mulut: ludahkan dan kumur.

pajanan mukosa mata: irigasi dengan air atau garam fisiologis.

pajanan mukosa hidung: hembuskan keluar dan bersihkan dengan air.

Jangan dihisap dengan mulut, jangan ditekan.

desinfeksi luka dan daerah sekitar kulit dengan salah satu: (1) betadine (povidone

iodine 2,5%) selama 5 menit atau (2) alkohol 70% selama 3 menit. chlorhexidine

cetrimide bekerja melawan HIV tetapi tidak HBV

LAPORKAN(2)

catat dan laporkan kepada: (1) panitia PIN, (2) panitia K3, (3) atasan langsung, agar

secepat mungkin diberi PPP (profilaksis pasca pajanan).

perlakukan sebagai keadaan darurat, dimana obat PPP harus diberikan sesegera

mungkin (dalam 1-2 jam).

PPP setelah 72 jam tidak efektif.

tetap berikan PPP bila pajanan risiko tinggi meski maksimal hingga satu minggu

setelahnya.

pantau sesuai denga protokol pengobatan ART.

hitung sel darah, LFT, kepatuhan dan beri dukungan.

Pertimbangan profilaksis didasarkan pada derajat pajanan, status infeksi dari sumber

pajanan dan ketersediaan obat PPP.

Alur PPP pada pajanan(2)

16

Page 17: Referat Hiv Aids

1. Menentukan kategori pajanan (KP)

Kategori Pajanan (KP) HIV

2. Menentukan Kategori / status HIV sumber pajanan  (KS-HIV) (2)

Kategori Status (KS) HIV Sumber Pajanan(2)

3. Menentukan Pengobatan Profilaksis Pasca Pajanan

17

Page 18: Referat Hiv Aids

2.8.5 PENGOBATAN PROFILAKSIS PASCA PAJANAN(2)

CATAT

Tanggal dan jam kejadian (pajanan)

Uraian kejadian lebih rinci

Sumber pajanan bila diketahui

Pengobatan PPP secara rinci bila mendapatkannya

Tindak lanjut

Hasil pengobatam

Simpan semua data pajanan

Informasi kepada orang yang terpajan

risiko transmisi HIV setelah terpajan darah adalah 0,3% jika sumber pasien adalah

HIV positif

risiko transmisi sesuai dengan jenis kecelakaan.

PPP tergantung pada kegawatan pajanan dan status HIV dari sumber pasien.

PPP tidak 100% efektif.

Minum ARV

efek samping ARV

18

Page 19: Referat Hiv Aids

hindari hubungan seks yang tidak terlindungi sampai konfirmasi setelah 3 bulan.

Ingat!

HIV dan virus-virus lebih cenderung ditularkan melalui hubungan seksual atau

transfusi darah yang terkontaminasi

kemungkinan tertular sebagai akibat pajanan pada kecelakaan kerja lebih kecil.

Follow up(2)

Amati tanda-tanda yang menunjukkan serokonversi HIV 50-70% dalam kurun waktu 3

sampai 6 minggu:

demam akut

limfadenopati yang tersebar

erupsi kulit

faringitis

gejala flu non spesifik

ulkus mulut atau area genital

Tindakan yang paling berisiko(2)

pengambilan darah, penutupan kembali jarum suntik.

memasukkan dan menangani cairan IV

operasi

menangani darah atau cairan tubuh yang terinfeksi di laboratorium.

membersihkan, menangani dan menghancurkan sampah dan alat medis yang

terkontaminasi

2.9 PENGOBATAN ANTIRETROVIRAL(3,5)

19

Page 20: Referat Hiv Aids

Berbagai pengobatan telah diterapkan untuk penyembuhan AIDS. Yang banyak dipraktikkan

sampai saat ini adalah pengobatan dengan obat kimia (chemotherapy). Obat-obat ini biasanya

adalah inhibitor enzim yang diperlukan untuk replikasi virus, seperti inhibitor reverse

transcriptase dan protease.

Zidovudin-lebih dikenal dengan AZT-adalah obat AIDS yang pertama kali digunakan. Obat

yang merupakan inhibitor enzim reverse transciptase ini mulai digunakan sejak tahun 1987.

Setelah itu dikembangkan inhibitor protease seperti indinavir, ritonavir, dan nelfinavir.

Sampai saat ini Food and Drug Administration (FDA) Amerika telah mengizinkan

penggunaan sekitar 20 jenis obat-obatan.

Pada umumnya, pemakaian obat-obat ini adalah dengan kombinasi satu sama lainnya karena

pemakaian obat tunggal tidak menyembuhkan dan bisa memicu munculnya virus yang

resisten terhadap obat tersebut. Pemakaian obat kombinasi menjadi standar pengobatan AIDS

saat ini, yang disebut highly active antiretroviral threrapy (HAART). Walaupun demikian,

cara ini juga masih belum efektif.

2.9.1 LINI PERTAMA(3,5)

No. Nama generik Formulasi Data farmakokinetik Dosis menurut umur.

1. Zinovudin

(NRTIs)

Tablet:

300mg

Semua umur < 4 minggu: 4 mg/kg/dosis,

2x/hari (profilaksis)

minggu – 13 tahun: 180 –

240 mg/m2/dosis, 2x/hari

dosis maksimal: >13 tahun,

300 mg/dosis, 2x/hari.

2. Lamivudin

(NRTIs)

Tablet:

150 mg

Semua umur < 30 hari< 2 mg/kg/dosis,

2x/hari (profilaksis)

> 30 hari atau <60kg: 4

mg/kg/dosis. 2x/hari.

Dosis maksimal: 150

mg/dosis, 2x/hari.

3. Kombinasi

tetap

Zinovudin

plus

Tablet:

300 mg

(AZT)

plus 150

Remaja dan dewasa Dosis maksimal: < 13 tahun atau >

60 kg: 1 tablet/dosis, 2x/hari (tidak

untuk berat badan 30 kg)

20

Page 21: Referat Hiv Aids

Lamivudin mg (3TC)

4. Nevirapin

(NNRTIs)

Tablet:

200 mg

Semua umur < 8 tahun: 200 mg/m2

Dua minggu pertama 1x/hari.

Selanjutnya 2x/hari.

> 8 tahun: 120-150 mg/m2,

Dua minggu pertama, 1x/hari

Selanjutnya 2x/hari.

5. Efavirenz

(NNRTIs)

600mg Hanya untuk anak

>3 tahun dan berat

>10 kg

10-15 kg: 200 mg

1x/sehari.

15 - <20 kg: 250 mg

1x/sehari.

20 - <25 kg: 300 mg

1x/hari

25 - <33 kg: 350 mg

1x/hari

33 - <40 kg: 400 mg

1x/hari

Dosis maksimal: > 40 kg:

600 mg 1x/hari

6 Stavudin, d4T

(NRTIs)

30 mg Semua umur < 30 kg: 1 mg/kg/dosis,

2x/hari

30 kg atau lebih : 30

mg/dosis, 2x/hari

7. Abacavir

(NRTIs)

300 mg Umur > 3 bulan < 16 tahun atau < 37.5 kg:

8 mg/kg.dosis, 2x/hari

Dosis maksimal: >16 tahun

atau > 37.5 kg

300 mg/dosis, 2x/hari

8. Tenofovir

disoproxil

fumarat

(NRTIs)

Tablet:

300 mg

Diberikan setiap 24 jam. Interaksi

obat dengan ddl, tidak lagi

dipadukan dengan ddl.

9. Tenofovir +

emtricitabin

tablet 200

mg/ 300

21

Page 22: Referat Hiv Aids

mg

2.9.2 LINI KEDUA(3,5)

No. Nama generik Formulasi Data

farmakokin

etik

Dosis

1. Lopinavir/

ritonavir (PI)

Tablet tahan suhu

panas, 200 mg

Lopinavir + 50

mg ritonavir

6 bulan 400 mg/100 mg setiap 12

jam untuk pasien naïf baik

dengan atau tanpa

kombinasi EFV atau NVP.

600 mg/ 150 mg setiap 12

jam bila dikombinasi

dengan EFV atau NVP

untum pasien yag pernah

mendapat terapi ARV

2 minggu- 6 bulan: 16

mg/4 mg/kg BB, 2x/hari

6 bulan – 18 bulan: 10

mg/lgBB/dosis lopinavir

2. Tenofovir

disoproxil

fumarat

(NRTIs)

Tablet: 300 mg Diberikan setiap 24 jam interaksi

obat dengan ddl, tidak lagi

dipadukan dengan ddl.

2.9.3 REGIMEN ARV KOMBINASI UNTUK ANAK-ANAK(3,5)

Singkatan FDC

menurut WHO

Stavudinr (D4T)

Dosis/tablet (mg)

Lamivudine(3TC)

Dosis/tablet (mg)

Nevirapine (NVP)

Dosis/tablet (mg)

22

Page 23: Referat Hiv Aids

Paediatric FDC 12

dual

12 60 -

Paediatric FDC 12

tripel

12 60 100

2.9.4 DOSIS KOMBINASI TERAPI ARV UNTUK ANAK (3)

REGIMEN d4T 3TC NVP REGIMEN d4T 3TC EFV

BB Pengobatan inisial

hari ke 1-14

Dosis rumatan

setelah 2 minggu

pengobatan inisial

D4T 3TC EFV

Tab

tripel am

Tab dual

pm

Tab tripel

am

Tab

tripel pm

Tabl dual

am

Tab dual

pm

Kapsul

efavirens

pm

6–8.9 kg 0.5 0.5 0.5 0.5

9-12 kg 1 0.5 1 0.5 1 0.5 200 mg

12-13.9

kg

1 1 1 1 1 1 200 mg

14-16.9

kg

1.5 1 1.5 1 1.5 1 200 mg

plus 50

mg

17-19,9

kg

1.5 1 1.5 1 1.5 1 200 mg

plu 50

mg

20-24.9

kg

1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 200 mg

plus 2x50

mg

25-29.9

kg

2 2 2 2 2 2 200 mg

plus 3x50

mg

2.9.5 REGIMEN KOMBINASI UNTUK DEWASA (3)

23

Page 24: Referat Hiv Aids

2NRTI + 1NNRTI atau

AZT + 3TC +EFV

AZT + 3TC + NVP

TDF + 3TC (atau FTC) + EFV

TDF + 3TC (atau FTC) + NVP

Tidak dianjurkan regiman berbasis Protease Inhibitor (PI)

2.9.6 REKOMENDASI WAKTU MEMULAI ARV (3)

Target pasien Klinis Rekomendasi

Asimtomatik WHO stadium 1 CD4 < 350

Simtomatik WHO stadium 2 CD4 < 350

WHO stadium 3 atau 4 CD4 berapa pun

TB dan Hepatitis B TB aktif CD4 berapa pun diberikan

secepatnya setelah OAT 2

bulan

Ibu hamil WHO stadium apa pun CD4 berapa pun

Pemilihan obat yang berdasarkan pada kondisi pasien diantaranya adalah.

1. Kombinasi awal yang digunakan bagi pasien HIV dengan hasil lab normal adalah

AZT+3TC (Duviral) + NVP (Neviral).

2. Bila pasien tersebut sedang dalam pengobatab TB maka yang digunakan adalah EFV.

Setelah selesai pengobatan TB maka yang digunakan adalah EFV. Setelah selsai

pengobatan TB, EFV diganti dengan NVP.

3. Bila pasien tersebut memiliki Hb<9 maka regimen yang digunakan adalah TDF=3TC.

Jika TDF belum tersedia, d4T_3TC selama 6-12 bulan kemudian regimen diganti

menjadi AZT+3TC atau TDF+3TC.

4. Lopanavir/ritonavir digunakan sebagai lini kedua.

2.9.7 REGIMEN LINI PERTAMA YANG DIREKOMENDASIKAN PADA DEWASA

YANG BELUM PERNAH TERAPI ARV (treatment naive)(3)

Populasi target Pilihan yang Catatan

24

Page 25: Referat Hiv Aids

direkomendasikan

Dewasa remaja AZT atau TDF + 3TC atau

FTC + EFV atau NVP

Piliha regimen yang sesuai

untuk mayoritas odha

gunakan FDC

Perempuan hamil AZT+ 3TC _ EFV atau NVP Tidak boleh menggunakan

EFV pada trimester pertaa

TDF bisa merupakan pilihan

Pada perempuan HIV yang

pernah menjalani regimen

PMTCT, lihat rekomendasi

dibagian lain

Koinfeksi AZT atau TDF + 3TC atau

FTC + EFV

Mulailah terapi ARV secepat

mungkin (dalam 8 minggu

pertama) setelah mulai terapi

TB

Gunakan MVP atau triple

NRTI bila EFV tidak dapat

digunakan.

Koinfeksi HIV/HBV TDF + 3TC atau FTC + EFV

atau NVP

Pertimbangkan screening

HBsAg sebelum mulai terapi

ARV

diperlukan penggunaan 2

terapi ARV yang memiliki

aktivitas anti- HBV

2.9.8 REKOMENDASI WAKTU MEMULAI ARV PADA ANAK(3)

Jangka waktu Stadium klinis Status imunologis

<24 bulan Semua diobati

>24 bulan Stadium 4 (setelah stabilisasi

IO)

25

Page 26: Referat Hiv Aids

Stadium 3 (setelah stabilisai

(OI)

Stadium 2 Yang diobati adalah CD4

kurang dari ambang batas

menurut umur, bila tidak ada

pemeriksaan CD4 tidak usah

diobati.

Stadium 1

Selain itu regimen lini pertama yang digunakan pada bayi dan anak adalah sebagai berilut;

Bayi:

1. pada bayi yang belum terpapar terapi ARV, mulai terapi dengan NVP + 2 NRTI

2. Pada bayi sudah terpapar NVP atau NNTRI lain pada saat dikandungan atau pada saat

bayi untuk pengobatan ibu atau PMTCT, mulai ARV dengan LPV/r + 2NRTI.

3. Untuk bayi yang terpapar terhadap terapi ARV tidak diketahui mulai dengan NVP +

2NRTI.

Anak :

1. untuk anak yang berumur antara 12-24 bulan yang susah terpapar NVP atau NNRTI

lain pada saat di kandungan atau pada saat bayi untuk pengobatan ibu atau PMCTC.

2. Untuk anak berumur antara 12-24 bulan yang belu terpapar NNRTI, mulai terapi

ARV dengan NVP + 2 NRTI.

3. Untuk anak yang berumur lebih 24 bulan dan kurang 3 tahun mulai terapi ARV

dengan NVP + 2 NRTI.

4. Untuk anak yang berusia 3 tahun atau lebih, mulai terapi ARV dengan regimen NVP

atau EFV + 2 NRTI.

5. Untuk bayi dan anak dasar nukleosida untuk regimen art harus satu diantara berikut

ini (tersusun menurut pilihan yang disarankan) 3TC + AZT atau 3TC + ABC atau

3TC + d4T.

2.9.9 TERAPI RETROVIRAL UNTUK POPULASI KHUSUS(3,5)

2.9..9.1 ARV PADA WANITA HAMIL

26

Page 27: Referat Hiv Aids

Terapi arv dimulai pada semua perempuan hamil dengan hiv. Regimen yang digunakan

adalah sama dengan regimen terapi antiretroviral dewasa lainnya, yaitu:

AZT + 3TC + EFV

AZT _ 3TC _ NVP

TDF + 3TC (atau FTC) + EFV

TDF + 3TC (atau FTC) + NVP

Efavirenz sebaiknya tidak diberikan pada kehamilan trimester pertama

2.9.9.2 ARV PADA KOINFEKSI HIV/HBV

Semua individu dengan koinfeksi HIV/HBV yang memerlukan terapi untuk infeksi HBVnya

(kepatitis kronik aktif0 terlepas dari jumlah CD4 atau stadium klinis WHO harus memulai

terapi ARV. Regimen terapi yang mengandungi aktivitas terhadap HBV, yaitu TDF + 3TC

atau FTC digunakan untuk peningkatan respoon VL HBV dan penurunan perkembangan

HBV yang resistensi obat.

2.9.9.3 ARV PADA KOINFEKSI HCV

Terapi infeksi hep C pada koinfeksi dengan HIV tidak berbeda dengan monoinfeksi hep C,

yaitu menggunakan kombinasi pegylated interferon alpha dan ribaviri (rbv). Hanya saja

pemberian obat ini harganya masih cukup mahal. Terapi untuk hepatitis C ini sebaiknya

diberikan pada saat CD4+ sudah tinggi, lebih dari 350 sel/mm3 untuk mendapatkan respon

pengobatan yang lebih baik.

Regimen ART pada keadaan koinfeksi HIV/HCV seperti biasa, dengan perhatian khusus

pada interaksi antara obat ARV dan ribaviri atau interferon sebagai berikut.

1. Ribaviri dan AZT

Kombinasi obat ini dapat menyebabkan anemia sehingga dalam penggunaan

keduanya perlu pengawasan ketat.

2. Interferon dan EFV

27

Page 28: Referat Hiv Aids

Kombinasi kedua obat ini dapat menyebabkan depresi berat sehingga dalam

penggunaannya perlu pengawasan ketat.

2.9.9.4 ARV UNTUK KOINFEKSI HIV/TUBERKULOSIS

Semua ODHA dengan tbc aktif merupakan indikasi memulai terapi ARV berapapun jumlah

CD4. Terapi tb dooberikan terlebih dahulu, kemudian diikuti dengan terapi ARV sesegera

setelahnya (dalam delapan minggu pertama). EFV merupakan NNRTI pilihan pada pasien

yang akan memulai terpai ARV selama dalam terapi TB.

Lini Regimen Pilihan

Lini

pertama

2 NRTI + EFV Lanjutkan dengan 2 NNRTI + EFV

2 NRTI + NVP Ganti NVP ke EFV atau

Ganti ke regimen 3 NRTI atau

Lanjutkan dengan 2NNRTI + NVP

Lini

kedua

2 NRTI + PI Ganti kea tau lanjutkan (bila sudah mulai )regimen

yang berisi LPV/r dengan dosis ganda.

2.9.10 GAGAL TERAPI ARV(3,5)

Kriteria gagal terapi adalah menggunakan 3 kriteria yaitu criteria klinis, imunologis dan

virologist. Viral load yang menetap di atas 5000 kopi/ml mengkonfirmasi gagal terapi. Bila

pemeriksaan VL tidak tersedia, untuk menentukan gagal terap menggunakan criteria

imunologis untuk memastikan gagal klinis.

KRITERIA GAGAL TERAPI

Kegagalan Komentar

Gagal klinis Kondisi stadium 4 WHO baru atau

berulang

Kondisi harus dibedakan dari

SPI

Kondisi WHO stadium 3

tertentu (TB paru, infeksi

28

Page 29: Referat Hiv Aids

bacteria berat) dapat

merupakan tanda kegagalan

pengobatan.

Imunologis Penurunan CD4 kembali seperti awal

sebelum pengobatan (atau lebih rendah)

atau

Penurunan sebesar 50% dari nilai tertinggi

CD4 yang pernah dicapai ketika

pengobatan atau

Jumlah CD4 tetap < 100 sel/m3

Tanpa infeksi penyerta lain

yang menyebabkan

penurunan CD4 sementara.

Virologis Viral load plasma > 5000 kopi/ml Ambang batas viral load

optimal untuk

mendefinisikan kegagalan

virologist belum ditentukan

VL>5000 kopi/ml

berhubungan dengan

perkembangan klinis dan

penurunan CD4

Alur pemindahan lini pertama ke lini kedua(3,5)

29

Dicurigai kegagalan klinis atau imunologis

Pemeriksaan viral load

VL > 5000 kopi/ml

Page 30: Referat Hiv Aids

2.9.10.1 REGIMEN TERAPI ARV LINI KEDUA(3,5)

Rekomendasi regimen lini kedua adalah 2NRTI + boosted- PI (Bpi). Regimen lini kedua

direkomendasikan dan disediakan secara gratis oleh pemerintah dalah TDF/AZT + 3TC +

lopinavir/ritonavir (LPV/RTV). Apabila padalini pertama menggunakan d4T atau AZT maka

gunakan TDF + (3TC atau FTC) sebagai dasar NRTI pada regimen lini kedua. Apabila pada

lini pertama menggunakan TDF makan gunakan AZT + 3TC sebagai dasar NRTI pada

regimen lini kedua.

Panduan penggunaan regimen lini-2

Regimen lini 1 Regimen lini 2

Berbasis AZT/d4T AZT/d4T + 3TC + NVP/EFV TDF +3TC/FTC + LPV/r

Berbasis TDF TDF + 3TC/FTV +

NVP/EFV

AZT + 3TC + LPV/r

Hepatitis B TDF + 3TC/FTC +

NVP/EFV

AZT + TDF + 3TC/FTC +

LPV/r

2.9.11 MONITORING PASIEN(3,5)

Pasien yang belum memenuhi syarat terapi antiretroviral

Pasien yang belum memenuhi syarat terapi ARV perlu dimonitor perjalanan klinis

penyakit dan jumlah CD4 nya setiap 6 bulan seklai. Evaluasi klinis meliputi parameter seperti

30

Penatalaksanaan kepatuhan

Pemeriksaan ulang VL

VL <5000 kopi/ml VL <5000 kopi/ml

Jangan pindah ke lini kedua

Pindah ke lini kedua

Page 31: Referat Hiv Aids

pada evaluasi awal termausk pemantauan berat badan dan munculnya tanda dan gejala klinis

perkembangan infeksi HIV. Parameter klinis dan CD4 ini digunakan untuk mencatat

perkembangan stadium klinis WHO pada setiap kunjungan dan menentukan apakah pasien

mulai memenuhi syarta untuk terapi profilaksis kotrimoksasol atau terapi ARV. Evaluasi

klinis dan jumlah CD4 perlu dilakukan lebih ketat ketika mulai mendekato ambang dan

syarta memulai terapi ARV.

Pasien dalam terapi ARV

Monitoring klinis.

Frekuensi monitoring klinis tergantung dari respons dari terapi ARV. Monitoring klinis

perlu dilakukan pada minggu 2,3,8,12,24 minggu sejak memulai terapi ARV.

Setiap kunjungan dilakukan penilaian klinis termasuk tanda dan gejala efek samping obat

atau gagal terapi dan frekunsi ( infeksi bacterial, kandidiansis dan atau infeksi oportunistik

lainya) ditambah konseling untuk membantu pasien memahami terapi ARV dan dukungan

kepatuhannya.

Rekomendasi pemeriksaan laboratoriun untuk memonitor pasien dalam terapi ARV. (3,5)

Tahap terapi ARV Tes yang direkomendasikan Tes yang dianjurkan

Pada saat diagnosis HIV CD4 HbsAG

Sebelum memulai ARV CD4

Pada saat memulai ARV CD4 Hb untuk AZT, keratinin

klirens untuk TDF, SGPT

untuk NVP

Pada saat menjalani ARV CD4 Hb untuk AZT, keratinin

klirens untuk TDF, SGPT

untuk NVP

Pada saat kegagalan klinis CD4 Viral load

Pada saat kegagalan

imunologis

Viral load

Wanita yang menjalani

PMTCT dengan NVP dosis

tunggal dengan lanjutan

Viral load enam bulan

setelah memulai terapi ARV

31

Page 32: Referat Hiv Aids

dalam 12 bulan

Monitoring lain(3,5)

Monitoring jumlah CD4+ secara rutin setiap 6 bulan atau lebih sering bila ada indikasi

klinis. Angka limfosit total (TLC = total lymphocyte count) tidak direkomendasikan untuk

digunakan memonitor terapi karena perubahan nilai TLC tidak dapat digunakan untuk

memprediksi keberhasilan terapi.

Enam bulan sejak memulai terapi ARV merupakan masa yang kritis dan penting.

Diharapkan dalam masa tersebut akan terjadi perkembangan klinis dan imonologi kea rah

yang lebih baik, akan tetapi hal tersebut tidak terjadi dan atau terjadi toksisitas obat. Selain

itu bisa juga terjadi suatu sindrom pulih imun dimana pasien sepertinya mengalami

perburukan klinis yang sebetulnya merupakan suatu keadaan pemulihan respon imunitas

(yang kadang sampai menimbulkan gejala peradangan/inflamasi berlebihan)

EFEK SAMPING TERAPI ARV(3,5)

Obat Efek samping Substitusi

Zidovudin Supressi sum sum tulang

Anemia makrositi atau

neutropenia

Intoleransi gastrointertinal, sakit

kepala, insomnia, asthenia

Pigmentasi kulit dan kuku

Asidosis laktat dengan steatosis

hepatic

Jika digunakan pada terapi lini pertama,

TDF (atau d4T jika tidka ada pilihan

lain)

Jika digunakan pada terapi lini kedua,

d4T

Stavudin Pancreatitis, neuropati perifer,

asidosis laktat denga steatosis

hepatitis (jarang), lipotrofi

AZT dan TDF

Lamivudin Toksisitas renda

Asidosis laktat dengan steatoses

hepatitis (jarang)

_

Abacavir Reaksi hipersensitivitas (dapat AZT atau TDF

32

Page 33: Referat Hiv Aids

fatal),

Demam, ruam kelelahan, mul

muntah, tidak napsu makan

Gangguan pernapasan (sakit

tenggorok, batuk)

Asidosis laktat dengan steatosis

hepatitis (jarang)

Tenofovir Asthenia, sakit kepala, diare, mual

muntah, sering buang angin,

insufisiensi ginjal, sindroma

fanconi

Osteomalasia

Penurunan densittas tulang

Hepatitis eksaserbasi akut berat

pada pasein HIV dengan koinfeksi

Hepatitis B yang menghentikan

TDF

Jika digunakan pada lini pertama AZR

(atau d4t jika tiada pilihan)

Jika digunakan pada lini kedua,

Secara pendekatan kesehatan

masyarakat, makan tidak ada pilihan lain

jika pasien telah gagal

AZT/d4t pada terapi lini pertama,

Jika kemungkinan dipertimbangkan

merujik ke tingkat perawatan yang lebih

tinggi dimana terapi individual tersedia.

Emtricitabine Ditoleransi dengan baik -

Nevarapin Reaksi hipersensitivitas

Sindroma steven-johnson

Ruam

Toksisitas hepar

hiperlipidemia

EFV

Bpi jika tidak toleransi terhadap kedua

NNRTI

Tiga NNRTI jika tidak ada pilihan lain.

Ritonavir Hiperlipidemia Jika digunakan pada lini kedua.

Lopinavir Intoleransi gastrointertinal, mual,

pancreatitis, hiperglikemial,

pemindahan lemak dan

abnormalitas lipid

Jika digunakna pada lini kedua.

Efavirenz Reaksi hipersensitivitas sindroma

steven-johnson

Ruam

Toksisitas hepar

Toksisitas sisterm saraf pusat

yang berat dan persisten (depresi

NVP

Bpi jika tidak toleran terhadap kedia

NRTI

Tiga NRTI jika tidak ada pilihan lain.

33

Page 34: Referat Hiv Aids

dan pusing)

Hiperlipidemia

Ginekomastia (pada laki-laki)

Kemungkinan efek teratogenik

(pada kehamilan trimester

pertama atau wanita yang tidak

mengganggu kontrasepsi yang

adekuat)

2.9.2 TERAPI GEN(1)

Pendekatan lain yang dilakukan adalah terapi gen. Artinya, pengobatan dilakukan dengan

mengintroduksikan gen anti-HIV ke dalam sel yang terinfeksi HIV. Gen ini bisa berupa

antisense dari dari salah satu enzim yang diperlukan untuk replikasi virus tersebut atau

ribozyme yang berupa antisense RNA dengan kemampuan untuk menguraikan RNA target.

Antisense yang diintroduksikan dengan vektor akan menjalani proses transkripsi menjadi

RNA bersamaan dengan messenger RNA virus (mRNA). Setelah itu, RNA antisense ini akan

berinteraksi dengan mRNA dari enzim tersebut dan mengganggu translasi mRNA sehingga

tidak menjadi protein. Karena enzim yang diperlukan untuk replikasi tidak berhasil

diproduksi, otomatis HIV tidak akan berkembang biak di dalam sel. Sama halnya dengan

antisense, ribozyme juga menghalangi produksi

suatu protein tapi dengan cara menguraikan mRNA-nya Pendekatan yang dilakukan dengan

fokus RNA ini juga bagus dilihat dari segi imunologi karena tidak mengakibatkan respons

imun yang tidak diinginkan. Hal ini berbeda dengan pendekatan melalui protein yang

menyebabkan timbulnya respons imun di dalam tubuh. Untuk keperluan terapi gen seperti ini,

dibutuhkan sistem pengiriman gen yang efisien yang akan membawa gen hanya kepada sel

yang telah dan akan diinfeksi oleh HIV. Selain itu, sistem harus bisa mengekspresikan gen

yang dimasukkan (gen asing) dan tidak mengakibatkan efek yang berasal dari virus itu

sendiri. Untuk memenuhi syarat ini, HIV itu sendiri penjadi pilihan utama. HIV sebagai

vector

34

Page 35: Referat Hiv Aids

Pemikiran untuk memanfaatkan virus HIV sebagai vektor dalam proses transfer gen asing ini

diwujudkan pertama kali pada tahun 1991 oleh Poznansky dan kawan-kawan dari Dana-

Farber Cancer Institute Amerika. Setelah itu penelitian tentang penggunaan HIV sebagai

vektor untuk terapi gen berkembang pesat. Wenzhe Ho dari The Children Hospital of

Philadelphia bekerja sama dengan Julianna Lisziewicz dari National Cancer Institute berhasil

menghambat replikasi HIV di dalam sel dengan menggunakan anti-tat, yaitu antisense tat

protein (enzim yang esensial untuk replikasi HIV). Sementara itu, beberapa grup juga

berhasil menghambat perkembangbiakan HIV dengan menggunakan ribozyme. (1)

Hal yang penting lagi dalam sistem ini adalah tingkat ekspresi gen yang stabil. Dari hasil

percobaan dengan tikus, sampai saat ini telah berhasil dibuat vector yang bisa

mengekspresikan gen asing dengan stabil dalam jangka waktu yang lama pada organ, seperti

otak, retina, hati, dan otot. Walaupun belum sampai pada aplikasi secara klinis, aplikasi

vektor HIV untuk terapi gen bisa diharapkan.

Hal ini lebih didukung lagi dengan penemuan small interfering RNA (siRNA) yang berfungsi

menghambat ekspresi gen secara spesifik. Prinsipnya sama dengan antisense dan ribozyme,

tapi siRNA lebih spesifik dan hanya diperlukan sekitar 20 bp (base pair) sehingga lebih

mudah digunakan.

Baru-baru ini David Baltimore dari University of California Los Angeles (UCLA) berhasil

menekan infeksi HIV terhadap human T cell dengan menggunakan siRNA terhadap protein

CCR5 yang merupakan co-receptor HIV. Dalam penelitian ini, HIV digunakan sebagai

sistem pengiriman gen. Semoga metode ini dapat segera digunakan untuk pengobatan AIDS

di seluruh dunia.(1)

2.9.3 PENATALAKSANAAN STADIUM LANJUT(1)

Pada stadium lanjut, tingkat imunitas penderita sudah sangat menurun dan banyak komplikasi

dapat terjadi, umunya berupa infeksi oportunistik yang mengancam jiwa penderita.

Zidovudin (ZDV)

Pada stadium lanjut ZDV juga cukup banyak memberikan manfaat. Pada keadaan penyakit

yang berat dosis ZDV diperlukan lebih tinggi, agar dapat menembus ke susunan syaraf pusat

35

Page 36: Referat Hiv Aids

(SSP). Dosis dan pemberian belum ada kesepakatan, tetapi sebagai dosis awal pada penderita

dengan berat badan 70 Kg, diberikan ZDV 1000mg, dalam 4-5 kali pemberian.

Pengobatan infeksi oportunistik Infeksi HIV merupakan infeksi kronis yang kompleks

sehingga memerlukan perawatan multidisipliner, para spesialis, konselor dan kelompok-

kelompok pendukung lainnya. Umumnya pada stadium yang lebih lanjut lanjut, bila sekali

muncul infeksi maka jarang bersifat tunggal tetapi beberapa macam infeksi

bersamaan. Keadaan ini memerlukan pengobatan yang rumit. Bila sudah timbul keadaan

yang demikian maka sebaiknya penanganan penderita dilakukan oleh sebuah tim.

2.9.4 PERAWATAN FASE TERMINAL (1)

Sampai saat ini dapat dinyatakan bahwa AIDS adalah penyakit fatal, belum dapat

disembuhkan. Oleh karena itu penderita yang kita rawat akhirnya akan sampai pada fase

terminal sebelum datangnya kematian.

Pada fase terminal, dimana penyakit sudah tak teratasi, pengobatan yang diberikan hanyalah

bersifat simptomatik dengan tujuan agar penderita merasa cukup enak, bebas dari rasa mual,

sesak, mengatasi infeksi yang ada dan mengurangi rasa cemas.

Tabel beberapa jenis infeksi oportunistik dan keganasan serta obat-obatannya.

Infeksi oportunistik dan keganasan Obat yang dipakai

Pneumocystis carinii (PCP)

Toxoplasma gondii

Candidiasis

Cryptococcus Neoformans

Histoplasmosis

Coccidioidomycosis

Mycobacterium tuberculosis

Herpes virus

Trimethoprim+sulfamethoksasol+dapson

Pyrimetamin+sulfadiazine

Flukonazol atau Amphotericine B IV

Amphotericine B IV

Amphotericine B

Amphotericine B

Triple drug sekurangnya 9 bulan. Bila

dengan double drug (tanpa isoniazid atau

rifampisin) pengobatan harus diberikan

minimal 18 bulan.

Aksiklovir

36

Page 37: Referat Hiv Aids

Cytomegalo virus

Cryptoccocc sporidiosis

Isosporiasis

Multifocl leukoenselopati progresif

Kanker oportunistik:

Kaposi

Limfoma Non Hodgkin

Ganciclovir, Foscarnet

Somastitatin analogues

Trimethoprim+Sulfamethoksazol.

Aksiklovir, Sitarabin

Sitostatik sistemik/lokal, radio terapi

Sitostatik dalam regimen CHOP

BAB III

PENUTUP

Telah dibahas berbagai aspek immunodefisiensi pada infeksi HIV. Infeksi HIV

mempunyai target utama sel limfosit CD4 yang berfungsi sentral dalam system imun. Pada

mulanya system imun dapat mengendalikan infeksi HIV, namun dengan perjalanan dari

waktu ke waktu HIV akan menimbulkan penurunan jumlah sel limfosit CD4, sehingga fungsi

37

Page 38: Referat Hiv Aids

imunitas seluler terganggu. Fungsi ini dilakukan oleh sel makrofag dan CTLs (sitotoksi T

limfosit atau TC), yang teraktivasi oleh sitokin yang dilepaskan oleh limfosit CD4. Demikian

juga sel NK (Natural Killer), yang berfungsi membunuh sel yang terinfeksi virus atau sel

Ganas secara direk nonspesifik, disamping secara spesifik membunuh sel yang dibungkus

oleh antibody melalui mekanisme antibody dependant cell mediated cytotoxic (ADCC).

Mekanis ini tidak berjalan seperti biasa akibat HIV.

Disamping itu penurunan jumlah dan fungsi sel T CD4 ini mengakibatkan

terganggunya homeostasis dan fungsi sel lainnya dalam system imun humoreal, yaitu sel

limfosit B yang berperan dalam imunitas hummoral. Terganggunya fungsi limfosit B karena

regulasi oleh sel limfosit CD4 akan menimmbulkan respon imun humoreal yang

tidakbrelevan dan terbentuknya hipergammaglobulinemia.

Dapat dirangkumkan, defiseinsi imun akibat HIV dapat mengakibatkan terjadimya

infeksi oportunistik, timbulnya reaksi autoimun, mudah terjadi reaksi hipersensitivitas

terhadap obat-obat yang sering dipakai dan pertumbuhan tumor ganas sekunder, seperti

Limfoma Non Hodgkin, Sarkoma Kaposi dan karsinoma serviks.

Pemberian obat retroviral dapat meningkatkan CD4 sehingga risiko infeksi opprtunistik

menurun. Namun pemulihan system imu juga dapat menimbulkan sindrom rekonstitusi

imun. Sedangkan pada disfungi imun, perbaikan klinik tidak diserta dengan peningkatan CD4

secara nyata.

DAFTAR PUSTAKA

1. Z. Djoerban, S. Djauri. Infeksi tropical. Hiv aids. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam

FKUI. Edisi IV. Jilid III. Hal. 1803-1807.

2. M. Leng see. Penanganan pajanan hiv bagi petugas kesehatan. Kesehatan kedokteran.

2 disember 2010. Available at:

http://mlengsee.wordpress.com/2010/12/02/penanganan-pajanan-hiv-bagi-petugas-

kesehatan/. Acessesed on 2 march 2013.

38

Page 39: Referat Hiv Aids

3. Prof. Dr. Sofyan Ismael, Sp. A (K). Antiretroviral. Pedoman nasional pelayanan

kedokteran. Tatalaksanan hiv/aids. 2011. Hal 47-67.

4. HIV Discussion. HIVwebstudy. Available at:

http://depts.washington.edu/hivaids/initial/case1/discussion.html. Accessed on 2

march.

5. Mitchell. H. Katz, MD, Andrew R. Zolopa, MD. HIV Infection and Aids. 2009

Current Medical Diagnosis dan Treatment. McGaw Hill, 48th ed. Hal. 1176-1205.

6. Quinn TC, Wawer MJ, Sewankambo N and others. Hiv. Scribd. Available at:

http://www.scribd.com/doc/40951928/Hiv. Accessed on 2 march.

7. Mansjoer, Arif M. Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). In Triyanti

Kuspuji, editor. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius

FKUI; 2000. Hal162-163

8. Lan, Virginia M. Human Immunodeficiency Virus (HIV) and Acquired

Immunodeficiency Syndrome (AIDS). In: Hartanto H, editor. Patofisiologi: Konsep

Klinis proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: ECG ‘ 2006. Hal . 224.

9. Merati, Tuti P.Respon Imun Infeksi HIV. In : Sudoyo Aru W: editor. Buku ajar ilmu

penyalit dalam. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

FKUI: 2006. Hal 545-6

39


Related Documents