1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia saat ini sedang mengalami berbagai permasalahan di
berbagai sektor khususnya sektor ekonomi. Naiknya harga minyak dunia,
tingginya tingkat inflasi, naiknya harga barang-barang dan melemahnya nilai
tukar rupiah terhadap dollar Amerika serta turunnya daya beli masyarakat
telah menjadi masalah yang sangat rumit yang harus diselesaikan oleh
pemerintah.
Untuk tetap dapat bertahan dan memperbaiki kondisi ekonomi yang
ada, pemerintah harus mengupayakan semua potensi penerimaan yang ada.
Pada saat ini tengah digali berbagai macam potensi untuk meningkatkan
penerimaan negara, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.
Namun seiring dengan berkembangnya kemampuan analisis para praktisi
ekonomi yang menyatakan bahwa mengandalkan pinjaman dari luar negeri
sebagai salah satu sumber penerimaan negara hanya akan menjadi bumerang
dikemudian hari, potensi penerimaan dari pinjaman luar negeri akan semakin
dikurangi.
Berdasarkan hal tersebut maka Indonesia akan berusaha untuk lebih
meningkatkan potensi penerimaan negara dari dalam negeri, dan tidak dapat
dipungkiri lagi bahwa pajak telah memberikan kontribusi terbesar dalam
penerimaan negara. Penerimaan dari sektor pajak terbagi menjadi dua
2
golongan, yaitu dari pajak langsung contohnya pajak penghasilan dan dari
pajak tidak langsung contohnya pajak pertambahan nilai, bea materai, bea
balik nama. Memang, dilihat dari segi penerimaan, Pajak Panghasilan dapat
membantu negara dalam membiayai pengeluaran, namun tidak semua orang
dapat dikenakan PPh. Pajak Penghasilan hanya dapat dikenakan kepada orang
pribadi atau badan yang telah berpenghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP). Tetapi hal itu tidak berlaku bagi Pajak Pertambahan Nilai,
karena pajak tersebut dapat dilimpahkan kepada orang lain sehingga
memungkinkan semua orang dapat dikenakan PPN. Dan juga seperti yang kita
ketahui bahwa hampir seluruh barang-barang kebutuhan hidup rakyat
Indonesia merupakan hasil produksi yang terkena PPN.
Dengan kata lain, hampir semua transaksi di bidang perdagangan,
industri dan jasa yang termasuk dalam golongan Barang Kena Pajak dan atau
Jasa Kena Pajak pada prinsipnya terkena PPN. Oleh karena itu walaupun
seseorang belum memiliki NPWP namun ia tetap terkena PPN namun
dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak sebagai pihak yang berhak memungut
PPN yang nantinya PPN yang dipungut tersebut akan disetorkan ke kas
negara.
Dalam melakukan pemungutan pajak Indonesia menggunakan sistem
self assessment system, yaitu wajib pajak diberi kebebasan penuh untuk
menentukan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar mulai dari menghitung,
menyetor, dan melaporkan, sedangkan pihak fiskus bertugas sebagai
pengawas sesuai dengan undang-undang yang didalamnya telah diatur
3
mekanisme kontrol dan sanksi-sanksi bagi wajib pajak yang tidak memenuhi
kewajiban perpajakannya secara benar dan tepat waktu. Namun dalam
pelaksanaannya pemungutan pajak seringkali mengalami permasalahan yang
tidak sesuai dengan rencana. Permasalahan ini antara lain, yaitu adanya
tunggakan dan komplain oleh wajib pajak. Untuk itu diperlukan tindakan yang
tegas oleh aparatur pajak dalam pelaksanaan pemungutan pajak. Salah satunya
adalah dengan penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) untuk disampaikan
kepada wajib pajak yang enggan menyetor dan melaporkan kewajiban
pajaknya, namun demikian masih terdapat adanya masalah-masalah yang
terjadi antara lain yaitu kendala-kendala tercapainya target penerimaan pajak
dari penerbitan STP, pelaksanaan penagihan pajak dengan STP, mekanisme
pengawasan pajak, dan tingkat efektivitas penerbitan STP sebagai salah satu
upaya mengoptimalkan penerimaan (realisasi) pajak.
Dari uraian di atas membuat penulis tertarik mengangkat judul yang
berkaitan dengan penerbitan STP atas PPN dalam rangka realisasi penerimaan
pajak, yaitu: “Peranan Penagihan Dengan Penerbitan STP PPN Untuk
Pengusaha Kena Pajak (PKP) Dalam Meningkatkan Realisasi Penerimaan
Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Watesˮ.
B. Identifikasi Masalah
Masalah adalah suatu penyimpangan dari ketidakseimbangan antara
apa yang diinginkan dan yang seharusnya terjadi dengan yang sebenarnya
terjadi. Dalam penyusunan laporan Tugas Akhir ini, maka penulis mencoba
4
mengidentifikasi masalah yang terjadi pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pratama Wates adalah sebagai berikut:
1. Kendala-kendala tercapainya target penerimaan pajak dari penerbitan STP
PPN untuk Pengusaha Kena Pajak (PKP) di Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) Pratama Wates.
2. Efektivitas penerbitan STP PPN untuk Pengusaha Kena Pajak (PKP)
dalam meningkatkan realisasi penerimaan pajak di Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) Pratama Wates.
3. Pelaksanaan penagihan pajak dengan STP PPN di Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) Pratama Wates.
4. Mekanisme pengawasan pajak sebelum penerbitan STP PPN di Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Wates.
C. Pembatasan Masalah
Mengingat keterbatasan waktu yang ada dalam laporan Tugas Akhir
ini maka penulis tidak mengkaji seluruh faktor penerimaan pajak, namun
hanya sebatas pada peranan penagihan pajak dengan penerbitan STP PPN
untuk Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam meningkatkan realisasi penerimaan
pajak tahun 2009 dan 2010, penelitian dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Wates. Wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Wates yaitu
meliputi seluruh kawasan Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa
Yogyakarta sehingga peran penagihan pajak melalui penerbitan STP PPN
diselaraskan dengan periode dan wilayah kerja KPP Pratama Wates.
5
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang masalah yang telah penulis uraikan di
muka, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana mekanisme pengawasan pajak sebelum penerbitan STP PPN di
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Wates?
2. Bagaimana pelaksanaan penagihan pajak dengan STP PPN di Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Wates?
3. Bagaimana tingkat keefektifan penerbitan STP PPN untuk Pengusaha
Kena Pajak (PKP) dalam meningkatkan realisasi penerimaan pajak di
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Wates?
4. Kendala-kendala apakah yang ada dalam penagihan pajak dengan STP
PPN di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Wates?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang dikemukakan, tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui mekanisme pengawasan pajak sebelum penerbitan STP
PPN di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Wates.
2. Untuk mengetahui pelaksanaan penagihan pajak dengan STP PPN di
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Wates.
6
3. Untuk mengetahui tingkat keefektifan penerbitan STP PPN untuk
Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam meningkatkan realisasi penerimaan
pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Wates.
4. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam penagihan pajak
dengan STP PPN di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Wates.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Memperluas pengetahuan penulis dalam masalah perpajakan
khususnya tentang peranan penagihan dengan penerbitan STP PPN
dalam upaya meningkatkan kepatuhan PKP rerhadap realisasi
penerimaan pajak.
b. Dapat melakukan perbandingan antara teori yang penulis peroleh dari
buku maupun perkuliahan dengan aplikasinya pada Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) Pratama Wates tempat penulis melakukan penelitian.
c. Menjadi referensi untuk penelitian-penelitian berikutnya yang relevan.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat praktis bagi:
a. Penulis
Hasil penelitian ini merupakan tambahan pengetahuan mengenai
segala aktivitas yang ada pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Wates
7
khususnya yang berkaitan dengan penagihan pajak melalui penerbitan
STP PPN, serta merupakan syarat untuk menempuh ujian Diploma III
pada Universitas Negeri Yogyakarta.
b. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Wates
Hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dalam penagihan
pajak dengan STP PPN, khususnya dalam hal meningkatkan kepatuhan
PKP terhadap realisasi penerimaan pajak.
c. Universitas Negeri Yogyakarta
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah referensi
kepustakaan bagi angkatan selanjutnya dalam penyusunan Tugas
Akhir.
d. Masyarakat
Memberikan pemahaman dan kesadaran tentang pentingnya peran
serta masyarakat dalam pembayaran pajak untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Pajak
a. Pengertian pajak
Banyak definisi atau batasan yang telah dikemukakan oleh
pakar, yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama
yaitu merumuskan pengertian pajak, sehingga mudah untuk dipahami,
perbedaannya hanya terletak pada sudut pandang yang digunakan oleh
masing-masing pihak pada saat merumuskan pengertian pajak.
Pengertian pajak secara umum adalah iuran wajib dari warga negara
kepada negara berdasarkan undang-undang yang berlaku yang
pelaksanaannya dapat dipaksakan tanpa mendapat imbalan secara
langsung yang hasilnnya digunakan untuk menyelenggarakan
pemerintahan dan pembangunan nasional.
Definisi pajak menurut beberapa ahli:
Menurut DR. Soeparman Soemahamidjaja (Hukum Pajak, 2002:9)
“Pajak yaitu iuran wajib berupa uang / barang yang dipungut
oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya
produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum“.
9
Definisi menurut Rachmad Soemitro (2000: 6)
“Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-
undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal
(kontra prestasi), yang secara langsung dapat ditujukan dan digunakan
untuk membayar pengeluaran umum”.
Menurut P.J.A Andriani (Waluyo, Wirawan, 2002: 4)
“Pajak adalah iuran kepada Negara yang dapat dipaksakan
yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-
peraturan, yang tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat
ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang
menyelenggarakan pemerintahanˮ.
Sedangkan menurut Budi Rahardjo (2001:1) menyatakan sebagai
berikut:
“Pajak adalah peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor
publik berdasarkan Undang-undang yang dapat dipaksakan dengan
tidak mendapatkan imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk, yang
digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan yang digunakan
sebagai alat pendorong, penghambat atau untuk mencapai tujuan yang
ada di luar bidang keuangan negaraˮ.
b. Pengelompokan Pajak
Menurut Mardiasmo (2008 : 5), pengelompokan pajak adalah sebagai
berikut:
Menurut golongannya pajak dapat digolongkan menjadi dua yaitu:
1) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib
Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang
lain. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).
10
2) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh adalah
Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Menurut sifatnya pajak dapat digolongkan menjadi dua yaitu :
1) Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh : Pajak Penghasilan (PPh)
2) Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM).
Menurut lembaga pemungutnya pajak dapat digolongkan menjadi dua
yaitu:
1) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materi.
2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak
Daerah terdiri atas:
11
Pajak Propinsi, contoh: Pajak Kendaraan bermotor dan
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak
Restoran, dan Pajak Hiburan.
c. Unsur Pajak
Unsur pajak menurut Mardiasmo (2008: 1) yaitu:
1) Iuran dari rakyat kepada negara
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut
berupa uang (bukan barang).
2) Berdasarkan Undang-Undang
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang
serta aturan pelaksanaannya.
3) Tanpa jasa timbal balik atau kontra prestasi dari negara yang secara
langsung dapat ditunjukan
Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra
prestasi individual oleh pemerintah.
4) Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni
pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
d. Fungsi Pajak
Fungsi pajak lebih kepada manfaat pokok atau kegunaaan
pokok dari pajak itu sendiri, pajak mempunyai peranan yang sangat
penting untuk kehidupan bernegara, karena pajak merupakan sumber
pendapatan negara dan pajak akan digunakan untuk membiayai APBN.
12
Menurut Siti Resmi (2003:2) menyebutkan bahwa fungsi pajak
adalah sebagai berikut:
“Terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan
negara) dan fungsi regulerend (mengatur)”
Sedangkan menurut Siti Kurnia Rahayu (2009:26)
menyebutkan bahwa fungsi pajak sebagai berikut:
“Umumnya dikenal dengan dua macam fungsi pajak yaitu fungsi
budgetair dan fungsi regulerend”.
Berdasarkan pengertian diatas umumnya dikenal dengan 2
(dua) macam fungsi pajak yaitu fungsi budgetair dan regulerend.
Uraian mengenai fungsi pajak tersebut adalah sebagai berikut:
1) Fungsi Budgetair (sumber keuangan negara) yaitu, pajak
merupakan sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara.
2) Fungsi Regulerend (mengatur) yaitu, pajak dijadikan sebagai alat
untuk mengatur untuk melaksankan kebijkan pemerintah dalam
bidang sosial dan ekonomi. Contohnya seperti dibawah ini:
a) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minimum keras untuk
mengurangi konsumen minuman keras.
b) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang mewah untuk
mengurangi gaya hidup konsumtif.
e. Sistem pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2008:7), sistem pemungutan pajak ada 3 (tiga)
sistem, yaitu:
13
1) Official Assessment System
Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak
yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus ) untuk
menentukan besarnya pajak terutang oleh wajib pajak.
2) Self Assessment System
Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak
yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan
sendiri besarnya pajak yang terutang.
3) With Holding System
With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan
wajib pajak yang bersangkutan ) untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang oleh wajib pajak.
2. Pajak Pertambahan Nilai
a. Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai
Peraturan perundang-undangan yang mengatur Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah adalah
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
diubah lagi dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000.
Selanjutnya diterbitkan pula Peraturan Pemerintah No. 143
Tahun 2000 Tanggal 22 Desember 2000 tentang Pelaksanaan Undang-
undang No. 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa serta PPnBM
14
sebagaimana telah mengalami perubahan pertama menjadi Undang-
undang No. 11 Tahun 1994 dan perubahan kedua menjadi Undang-
undang No. 18 Tahun 2000 serta peraturan-peraturan lainnya. Tetapi,
sekarang sudah diberlakukan Undang-undang terbaru yaitu Undang-
undang Nomor 42 Tahun 2009 yang masa berlakunya mulai tanggal 1
April 2010, salah satunya diatur bahwa ekspor Jasa Kena Pajak
terutang PPN.
b. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas
penyerahan Barang Kena Pajak ( BKP ) dan Jasa Kena Pajak ( JKP )
yang dihasilkan, diserahkan atau dikonsumsi di dalam Daerah Paabean
baik konsumsi barang maupun jasa yang dilakukan oleh Pengusaha
Kena Pajak.
c. Subjek dan Objek Pajak Pertambahan Nilai
Setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif
dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan wajib mendaftarkan diri pada Kantor Direktorat Jenderal
Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat
kedudukan wajib pajak. Subjek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak
yaitu orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor
barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak
berwujud dari luar Daerah Pabean, yang melakukan penyerahan BKP
15
dan atau penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean dan atau melakukan
ekspor BKP tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya
ditetapkan oleh Menteri keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang
memilih untuk ditetapkan sebagai PKP.
PKP yang melakukan kegiatan di atas berkewajiban untuk:
1) Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP
2) Memungut PPN dan PPnBM yang terutang
3) Membuat faktur pajak atas setiap penyerahan kena pajak
4) Membuat nota retur dalam hal terdapat pengambilan BKP
5) Melakukan pencatatan dalam pembukuan mengenai kegiatan
usahanya
6) Menyetor PPN dan PPnBM yang terutang
7) Menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN
Objek PPN dikenakan atas:
1) Penyerahan BK
Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha baik yang telah dikukuhkan sebagai PKP maupun yang
seharusnya dikukuhkan sebagai PKP tetapi belum dikukuhkan.
2) Impor BKP
Kegiatan impor BKP yang dilakukan oleh PKP.
3) Penyerahan JKP yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh PKP
16
Dikenakan atas penyerahan jasa yang dilakukan oleh pemborong
atau kontraktor. Adapun pemborong dan kontraktor yang dimaksud
dalam ketentuan ini adalah pengusaha yang dalam lingkungan
perusahan atau pekerjaannya melakukan pembangunan, perbaikan,
atau pemugaran bangunan atau barang tidak bergerak lainnya baik
untuk kepentingan sendiri maupun atas suruhan pihak lain, dengan
atau tanpa perjanjian tertulis.
4) Pemanfaatan BKP
Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam daerah Pabean.
5) Pemanfaatan JKP
Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean.
6) Ekspor BKP
Ekspor BKP oleh Pengusaha Kena Pajak.
7) Kegiatan membangun sendiri
Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan
usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya
digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
8) Penyerahan aktiva
Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan oleh PKP, sepanjang pajak masukan yang dibayar
pada saat perolehannya menurut ketentuan dapat dikreditkan.
17
d. Tarif Pajak Pertambahan Nilai
Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10%. Dengan Peraturan
Pemerintah, tarif pajak 10% tersebut dapat diubah menjadi serendah-
rendahnya 5% dan setinggi-tingginya 15%. Tarif Pajak Pertambahan
Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak adalah 0% (Casavera, 2009 :
174).
3. Pengertian Pengusaha Kena Pajak (PKP)
“Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan
penyerahan barang kena pajak dan atau penyerahan jasa kena pajak yang
dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Perpajakan, tidak termasuk
Pengusaha Kecil yang batasanya ditetapkan oleh Menteri Keuangan,
kecuali Pengusaha Kena Pajak yang memilih untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak (PKP)” (Hadi Irawan dan Aminul Amin, 2003 :
142).
Dalam Pasal 1 huruf l UU PPN 1984 ditentukan bahwa Pengusaha
Kena Pajak adalah:
a. Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak,
berarti telah memiliki Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
b. Pengusaha yang menyerahkan BKP dan/atau JKP.
c. Pengusaha yang mengekspor BKP yang telah dikukuhkan sebagai
PKP.
d. Pengusaha Kecil yang mengajukan permohonan untuk dikukuhkan
menjadi PKP.
18
4. Surat Tagihan Pajak (STP)
a. Pengertian STP
Surat Tagihan Pajak adalah surat yang oleh Direktorat Jenderal
Pajak untuk menagih denda administrasi dan pokok pajak yang tidak
atau kurang bayar.
b. Fungsi STP
Fungsi STP, yaitu:
1) Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT WP
2) Sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga atau denda
3) Sarana untuk menagih pajak.
c. Sebab-sebab diterbitkannya STP
STP yang dimaksudkan adalah STP yang dibuat berdasarkan Pasal 14
UU No. 28 Tahun 2007 tentang KUP, berikut ini bunyi ketentuan
Pasal 14 tersebut jo. Ketentuan dalam Pasal 1 Peraturan Menteri
Keuangan Nomor: 189/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007
tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak, sebagai berikut:
“Pasal 14 Ayat (1)
(1) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak
apabila:
a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang
dibayar;
19
b. dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak
sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau
bunga;
d. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur
pajak, tetapi tidak tepat waktu;
e. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-
Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya,
selain:
i. identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 ayat (5) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan
Nilai 1984 dan perubahannya; atau
ii. identitas pembeli serta nama dan tandatangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b
dan huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai
1984 dan perubahannya, dalam hal penyerahan
dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran;
f. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur Pajak tidak sesuai
dengan masa penerbitan faktur pajak; atau
20
g. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah
diberikan pengembalian Pajak Masukan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.”
d. Sanksi administrasi STP
1) Jumlah kekurangan pajak yang terutang ditambah dengan sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan
untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun
Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya STP.
2) Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak, selain wajib
menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa
denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
3) Terhadap Pengusaha Kena Pajak dikenai sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak
yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal penerbitan Surat
Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai
dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari
bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
e. Kekuatan hukum STP
Surat Tagihan Pajak (STP) mempunyai kekuatan hukum yang sama
dengan surat ketetapan pajak, sehingga dalam hal penagihannya dapat
juga dilakukan dengan Surat Paksa.
21
5. Penagihan Pajak
Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung
pajak melunasi hutang pajak dan biaya penagihan pajak dengan mengatur
atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus,
memberitahukan surat tagihan pajak ( STP ), mengusulkan pencegahan,
melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang
yang telah disita.
Dasar hukum penagihan adalah Undang-undang Nomor 16 Tahun
2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Dalam Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan disebutkan bahwa Dasar Penagihan
Pajak adalah STP, SKPKB, SKPKBT, dan Surat Keputusan Pembetulan,
Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah
pajak yang harus dibayar bertambah.
Pajak yang terutang pada saat jatuh tempo ternyata tidak dibayar
atau kurang dibayar akan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen)
sebulan untuk masa, yang dihitung dari jatuh tempo sampai dengan
tanggal pembayaran atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak dan
bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan. Demikian pula halnya apabila
wajib pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak
padanya juga dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan. Bagian
dari bulan dihitung penuh satu bulan.
22
Hak untuk melakukan penagihan pajak termasuk bunga, denda,
kenaikkan dan biaya penagihan, kadaluarsa setelah lampau waktu 10
(sepuluh) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya
masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang bersangkutan,
kadaluarsa penagihan tertangguh apabila:
a. Diterbitkan Surat Tagihan dan Surat Paksa
b. Ada pengakuan utang pajak baik langsung maupun tidak langsung
c. Diterbitkan SKPKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Ayat (5)
Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan
SKPKBT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Ayat (4) Undang-
undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
6. Efektivitas
Menurut pendapat Mahmudi (Manajemen Kinerja Sektor Publik,
2005:92) mendefinisikan efektivitas, sebagai berikut:
“Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin
besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka
semakin efektif organisasi, program atau kegiatan”.
Efektivitas juga berhubungan dengan derajat keberhasilan suatu
operasi pada sektor publik sehingga suatu kegiatan dikatakan efektif jika
kegiatan tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap kemampuan
menyediakan pelayanan masyarakat yang merupakan sasaran yang telah
ditentukan (Simanjuntak, 2001).
23
Adapun cara untuk mengukur efektivitas penerbitan STP PPN
adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Pengukuran Efektivitas Penerbitan STP PPN
Sumber: Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Wates
Dari pengertian efektivitas tersebut disimpulkan bahwa efektivitas
bertujuan untuk mengukur rasio keberhasilan, semakin besar rasio maka
semakin efektif, standar minimal rasio keberhasilan adalah 100% atau 1
(satu) dimana realisasi sama dengan target yang telah ditentukan. Rasio di
bawah standar minimal keberhasilan dapat dikatakan tidak efektif. Selama
ini belum ada ukuran baku mengenai kategori efektivitas, ukuran
efektivitas biasanya dinyatakan secara kualitatif dalam bentuk pernyataan
saja (judgement). Tingkat efektivitas dapat digolongkan kedalam beberapa
kategori yaitu:
a. Hasil perbandingan tingkat pencapaian diatas 100 persen berarti sangat
efektif.
b. Hasil perbandingan tingkat pencapaian 100 persen berarti efektif.
c. Hasil perbandingan tingkat pencapaian dibawah 100 persen berarti
tidak efektif.
Tingkat Efektivitas PPN STP PenerbitanJumlah
PPN STP PenerimaanJumlah X 100%
24
B. Kerangka Berfikir
Penagihan pajak merupakan serangkaian tindakan agar penanggung
pajak melunasi hutang pajaknya. Hal ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari
pelaksanaan self assessment system. Penagihan merupakan salah satu upaya
pemberdayaan wajib pajak dalam kaitannya dengan kepatuhan membayar
pajak. Dalam sistem pemungutan pajak self assessment system, wajib pajak
diberi kebebasan penuh untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang harus
dibayar, sedang pihak fiskus bertugas sebagai pengawas sesuai dengan
undang-undang yang didalamnya telah diatur mekanisme kontrol dan sanksi-
sanksi bagi wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya secara
benar dan tepat waktu.
Mengingat pentingnya peran penagihan terhadap kepatuhan Pengusaha
Kena Pajak dalam membayar dan melaporkan pajaknya, maka dilakukan
upaya-upaya untuk meningkatkan kepatuhan Pengusaha Kena Pajak dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) Pratama Wates. Upaya yang dilakukan adalah memberikan penyuluhan
kepada para Pengusaha Kena Pajak tentang kewajiban-kewajiban yang harus
dipenuhi.
Selanjutnya untuk meningkatkan kepatuhan dan kenaikan penerimaan
pajak perlu dilakukan tindakan tegas dari aparatur penyempurnaan tata cara
pembayaran pajak sehingga diharapkan sistem pembayaran pajak akan lebih
adil dan wajar serta jumlah wajib pajak akan semakin meningkat.
25
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana mekanisme pengawasan pajak sebelum penerbitan STP PPN di
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Wates?
2. Bagaimana pelaksanaan penagihan pajak dengan STP PPN di Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Wates?
3. Bagaimana tingkat efektivitas penerbitan dan penagihan dengan STP PPN
dalam meningkatkan kepatuhan PKP terhadap realisasi tunggakan pajak di
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Wates?
4. Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam penagihan pajak dengan STP
PPN di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Wates?
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Wates,
yang berkedudukan di Jalan Ring Road Utara No.10 Pugeran, Maguwoharjo,
Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan pada
bulan Februari sampai dengan April 2011.
B. Data yang Diperlukan
Data yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain:
a. Data Umum
Data yang diperoleh secara umum dengan cara interview, misalnya
mengenai gambaran umum Kantor pelayanan Pajak Pratama Wates yang
meliputi sejarah, bagian-bagian dalam KPP, struktur organisasi, tugas dan
wewenang.
b. Data Khusus
Data yang diperoleh secara khusus dengan menggunakan teknik
dokumentasi, misalnya mekanisme penerbitan Surat Tagihan Pajak, data
jumlah pengiriman Surat Tagihan Pajak PPN dan data penerimaan pajak
(realisasi tunggakan pajak) dari Pengusaha Kena Pajak setelah
disampaikan STP, dokumen yang digunakan dalam penerbitan Surat
Tagihan Pajak.
27
c. Sumber Data
Sumber data sekunder adalah penerbitan dan penerimaan STP Pajak
Pertambahan Nilai tahun 2009 dan 2010 dan catatan lain yang diperlukan
dalam penelitian.
d. Aspek yang diteliti
Penerbitan dan Penerimaan STP Pajak Pertambahan Nilai tahun 2009 dan
2010 pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Wates.
C. Desain Penelitian
Dalam melakukan penelitian perlu adanya desain penelitian, menurut
Husein Umar (2003:13) desain penelitian adalah sebagai berikut:
“Desain penelitian adalah semua proses yang dilakukan dalam perencanaan
dan pelaksanaan penelitian”.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa desain
penelitian merupakan suatu cara bagi penulis untuk melakukan penelitian
secara baik dan sistematis. Oleh karena itu, membuat desain penelitian sangat
penting agar pembuatan karya tulis dapat terselesaikan secara tepat dan baik.
Desain penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
penelitian deskriptif. Adapun pendekatan penelitian yang digunakan adalah
pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan pemecahan masalah dengan
berdasarkan uraian yang tidak berujud angka.
28
D. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dari penelitian ini adalah pemimpin dan staf Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) Pratama Wates, sedangkan objek dari penelitian ini adalah Surat
Tagihan Pajak (STP) PPN.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang diterapkan pada penyusunan Tugas
Akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian Lapangan (Field Research)
Pengumpulan data ini dilakukan untuk memperoleh data dengan
mengamati objek penelitian secara langsung di perusahaan, langkah-
langkah yang dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Wawancara
Metode ini dilakukan untuk memperoleh atau mengumpulkan
data primer, dengan melalui metode wawancara data yang diperoleh
sifatnya langsung artinya langsung melakukan tanya-jawab dengan
pihak-pihak yang memegang peranan penting dalam penerbitan STP
dan penagihan dengan STP. Pihak responden itu adalah Seksi Tata
Usaha Perpajakan yang berkaitan dengan kegiatan penerbitan STP dan
Seksi Penagihan yang bertugas dalam penagihan pajak. Metode ini
digunakan untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan
kegiatan penerbitan STP serta kegiatan penagihan dengan STP.
29
b. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah teknik mengumpulkan data dengan
melihat arsip dan dokumentasi yang berhubungan dengan gambaran
atau kegiatan. Data yang sudah ada di Instansi, seperti data penerbitan
STP, penagihan dengan STP, dan data jumlah pajak yang riil tertagih.
2. Penelitian kepustakaan (library research)
Penelitian kepustakaan dimaksudkan untuk memperoleh data serta
mendukung data yang sudah diperoleh dari penelitian lapangan. Data yang
diperoleh melalui studi kepustakaan adalah sumber informasi yang telah
ditemukan oleh para ahli yang kompeten dibidangnya masing-masing
sehingga relevan dengan pembahasan yang sedang diteliti, dalam
melakukan studi kepustakaan ini penulis berusaha mengumpulkan data
sebagai berikut:
a. Mempelajari konsep dan teori dari berbagai sumber yang berhubungan
dan mendukung pada masalah yang sedang diteliti.
b. Mempelajari materi kuliah dan bahan tertulis lainnya.
F. Teknik Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode yang bersifat penjelasan dan
keterangan pelengkap karena tidak dapat dijelaskan dalam bentuk angka-
angka dan tabel yang mendeskripsikan kembali apa yang diperoleh di
lapangan dalam bentuk paparan non-statistik. Sehingga peneliti hanya
30
menggambarkan seluruh peristiwa yang terjadi di lapangan dalam bentuk
deskriptif saja dengan cara membandingkan antara penerbitan dan penerimaan
STP PPN di Kantor Pelayanan Pajak.
Untuk menentukan tingkat efektivitas penerbitan STP PPN dihitung
dengan rumus:
Jumlah Penerimaan STP PPN
Tingkat Efektivitas = X 100%
Jumlah Penerbitan STP PPN
31
DAFTAR PUSTAKA
Budi Rahardjo dan Djaka Saranta S. (2001). Dasar-dasar Perpajakan bagi
Bendaharawan. Jakarta: CV. Eko Jaya.
Casavera. (2009). Perpajakan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Erlya Suandy. (2002). Hukum Pajak. Edisi kedua. Jakarta : Salemba Empat.
Hadi Irawan dan Aminul Amin. (2003). Pengantar Perpajakan. Malang: Bayu
Media Publishing.
http://www.klinik-pajak.com/2009/uu-ppn-dan-ppnbm-terbaru-no-42-tahun-
2009.html. diakses tanggal 9 April 2011.
Husein Umar. (2005). Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Ilyas B. Wirawan dan Waluyo. (2002). Perpajakan Indonesia. Edisi Pertama.
Jakarta: Salemba Empat.
Mahmudi. (2005). Manajemen Kinerja Sektor Publik. Edisi Pertama.
Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Mardiasmo. (2008). Perpajakan. Edisi Refisi. Yogyakarta : Andi.
Menteri Keuangan RI. (2007). Keputusan Menteri Keuangan Nomor:
189/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak.
Rachmad Soemitro. (2000). Pajak dan Pembangunan. Bandung: PT. Eresco.
Simanjuntak. (2001). Analisis Potensi Pendapatan Asli Daerah. Bunga
Rampai Keuangan Daerah. Yogyakarta: AMP YKPN.
Siti Resmi. (2003). Perpajakan: Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat.
Siti Kurnia Rahayu. (2009). Perpajakan Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu.