YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
Page 1: Presus THT

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Bp. B

Umur : 35 tahun

BB : 55 kg

No. RM : 49-08-34

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Keparakan Lor

Tanggal periksa : 4 Februari 2013

II. ANAMNESIS

Autoanamnesa dari pasien pada tanggal 4 Februari 2013.

A. Keluhan Utama:

Sering bersin terutama tiap pagi hari.

B. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke poli THT RSPS dengan keluhan utama sering

bersin terutama pada pagi hari dan apabila terpapar debu yang

kemudian hilang saat siang hari. Keadaan ini dirasakan sudah

sejak muda kira-kira sejak usia 15 tahun. Bersin dirasakan

sampai ±3-5x tiap kali bersin bahkan bisa lebih. Keluhan ini

disertai dengan hidung meler dan tersumbat. Cairan yang keluar

dari kedua hidung dirasakan meler terus terutama saat bersin

warna putih bening, encer, tidak berdarah, dan tidak berbau.

Sedangkan hidung tersumbat terjadi pada satu sisi hidung dan

kadang bias berlanjut kedua sisi terutama apabila untuk

berbicara dan beraktivitas. Os juga mengeluhkan hidungnya

gatal sehingga membuatnya bersin. Keadaan seperti ini

dikeluhkan hampir terus menerus, ±3x perminggu. Hal ini

membuat os terganggu untuk melakukan aktivitas sehari-

harinya. Alergi makan (-), debu (+), dingin (+), obat-obatan (-).

1

Page 2: Presus THT

Keluhan berhubungan dengan pekerjaan atau stress (-).

Pembauan dbn. Nyeri kepala (±) gangguan tidur (-).

C. Riwayat Penyakit Dahulu:

1. Riwayat Asma : disangkal

2. Riwayat alergi : debu dan dingin

3. Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

4. Riwayat penyakit gastritis : disangkal

5. Riwayat Hipertensi : disangkal

6. Riwayat diabetes mellitus dan gangguan ginjal : disangkal

7. Riwayat Trauma : disangkal

8. Riwayat penggunaan obat-obatan : (-)

9. Riwayat penyakit paru (TBC, PPOK) : disangkal

10. Riwayat Infeksi Sinus, Telinga : disangkal

C. Riwayat Penyakit Keluarga:

Riwayat asma : + ( dari kakek pasien). Lain-lain disangkal.

D. Anamnesis Sistem

Sistem serebrospinal : demam(-), mual(-), pusing(±)

Sistem Olfaksi : tak ada keluhan

Sistem respiratorius : sesak nafas(-), batuk(±), pilek(-)

Sistem kardiovaskuler : berdebar-debar(-)

Sistem gastrointestinal : tidak ada keluhan

Sistem anogenital : tidak ada keluhan

Sistem muskuloskeletal : tidak ada hambatan dalam

bergerak

Sistem integumentum : suhu raba hangat

Sistem neurologis : tak ada keluhan

III. PEMERIKSAAN

Keadaan Umum : Sedang

Kesadaran : Composmentis

2

Page 3: Presus THT

Vital Sign :

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Suhu : Afebris

Nadi : 76 x/menit, reguler, isi dan tegangan

cukup

Respirasi Rate : 20 x/menit, reguler, thorako abdominal

Status Lokalis

1. Hidung dan Paranasal

Inspeksi

Simetris (+), deformitas (-), deviasi nasal (-), massa

(-), rhinorea (-), pembengkakan (-),hiperemis (-)

SPN: edema(-), warna normal.

Palpasi

nyeri tekan (-), massa (-/-)

SPN : nyeri tekan sinus (-)

Transluminasi (+/+)

Aliran udara tak ada hambatan (-/-)

Rhinoskopi Anterior

Septum letak sentral, deviasi septum (-), deformitas

os nasal(-), perforasi septum (-), discharge (-).

ND/NS: Mukosa hiperemis(-/-), mukosa pucat (+/+),

edema concha (+/+) ukuran d=0,5 cm, warna

pucat keunguan (+/+) , permukaan concha

licin dan bersih, massa (-), vimbrissae (+/+),

discharge (-/-), darah (-), polip (-).

Rhinskopi Posterior

Tidak dilakukan

3

Page 4: Presus THT

2. Telinga

Inspeksi, Palpasi, Perkusi

AD/AS : hematom (-/-), edema (-/-), otore (-/-), CAE

(+/+), nyeri tragus (-/-), nyeri mastoid (-/-),

nyeri retro auriculer (-/-), fistel (-/-), nll. tidak

teraba.

Otoskopi

AD/AS : CAE hiperemis (-/-), nyeri (-/-), otore (-/-),

cerumen (±/±), membrana timpani utuh,

mukosa tidak hiperemis.

Fungsional (Test Pendengaran: Garpu Tala)

Rinne : tidak dilakukan

Webber : tidak dilakukan

Swabach : tidak dilakukan

4

Page 5: Presus THT

3. Tenggorokan dan Laring (Leher)

Inspeksi, Palpasi

Trakhea letak sentral, gld.thyroid tak teraba, nll.tak

teraba, massa(-), NT(-), retraksi(-).

Cavum oris : karies(-), gigi tanggal(-), mukosa mulut

dalam batas normal, papil lidah dalam batas

normal, lidah mobile, protrusi asimetris

lidah(-), uvula sentral, massa(-)

Faring : mukosa tidak hiperemis, edema(-), massa(-)

Tonsil : tidak hiperemis, T1-T1, abses peritonsiler(-)

Arcus palatoglosus : tidak hiperemis, protrusi

asimetris(-), massa(-)

Arcus palatopharingeus : tidak hieperemis, protrusi

asimetris(-), massa(-)

Laringoskopi Indirek

Tidak dilakukan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak dilakukan

V. KESIMPULAN

Seorang laki-laki 35 tahun, mengeluhkan bersin terus-menerus

sejak usia 15 tahun disertai hidung meler cairan jernih encer tak

berbau dan hidung tersumbat berganti-ganti. Keluhan ini

terutama timbul di pagi hari kemudian berkurang pada siang

hari. Riwayat atopi (+).

Inspeksi, Palpasi, Perkusi

5

Page 6: Presus THT

Simetris (+), deviasi nasal (-), massa (-), rhinorea (-),

pembengkakan (-), nyeri tekan (-), hiperemis (-)

SPN: edema(-), warna normal, nyeri sinus (-)

Transluminasi (+/+)

Rhinoskopi Anterior

Septum letak sentral, deviasi septum (-), deformitas os

nasal(-), perforasi septum (-), discharge (-).

ND/NS : Mukosa hiperemis(-/-), mukosa pucat keungunan(+/+),

edema concha (+/+) ukuran d=0,5 cm warna pucat keunguan

(+/+) ,permukaan concha licin dan bersih, massa (-), vimbrissae

(+/+), discharge (-/-), darah (-), polip (-).

VI. DIAGNOSIS

Rhinitis Kronika DD : 1. Rhinitis Alergika

2. Rhinitis Vasomotor

VII. RENCANA TERAPI

1. Edukasi : - Hindari kontak dengan allergen

- Hindari udara dingin, AC, kipas angin.

- Minum air hangat, hindari minum es

- Menjaga kebersihan terutama hidung

2. Medikamentosa

- Antihistamin oral : Difenhidramin 0,5 mg/kg/dosis, 3 kali/24

jam 3x 25mg

- Decongestan : simpatomimetik pseudoefedrin 3-4x60mg/hari

- Mukolitik : Ambroxol 10 mg 3x1

- Kortikosteroid : Fluticasone intranasal spray 1 dd 2

spray .

Observasi selama 2-4 minggu evaluasi.

3. Lakukan pemeriksaan penunjang : cek darah lengkap dan tes

alergi (Skin End Point Titration).

6

Page 7: Presus THT

VIII. PROGNOSIS

Que ad vitam : dubia ad bonam

Que ad sanam : dubia ad malam

Que ad fungsionam : dubia ad bonam

7

Page 8: Presus THT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 DEFINISI

Rinitis tergolong infeksi saluran napas yang dapat muncul akut

atau kronik. Rinitis akut biasanya disebabkan oleh virus yaitu

pada selesma atau menyertai campak, tetapi dapat juga meny-

ertai infeksi bakteri seperti pertusi. Rinitis disebut kronik bila

radang berlangsung lebih dari 1 bulan. Rinitis alergi, rhinitis va-

somotor, dan rhinitis medikamentosa digolongkan dalam rhinitis

kronik.

Rinitis kronik dapat berlanjut menjadi sinusitis. Salah satu

bentuk rhinitis kronis adalah rhinitis atropi yang diduga dise-

babkan oleh kuman Kliebsiella ozaena atau akibat sinusits kronis,

defisiensi vitamin A. Rinitis Alergika secara klinis didefinisikan se-

bagai gangguan fungsi hidung, terjadi setelah paparan alergen

melalui peradangan mukosa hidung yang diperantarai IgE.

Ada 2 jenis rhinitis alergika:5

1. Rhinitis alergika perennial

2. Rhinitis alergika seasonal

Rhinitis Alergika Perennial

Alergi terjadi sepanjang tahun

Alergen yang memicu terutama debu, bulu binatang, tungau, bau ba-

han-bahan

kimia. Alergen ini ditemui sepanjang tahun

Rhinitis Alergika Seasonal

Alergi terjadi pada musim-musim tertentu

Alergen berupa serbuk sari bunga, kayu, rumput dll

Berdasarkan frekuensi serangan, WHO Initiative Allergic Rhinitis

and Its

8

Page 9: Presus THT

Impact on Asthma 2000 membagi rinitis alergi menjadi 2 jenis : Yaitu

intermiten,

bila gejala <4 hari tiap minggu atau <4 minggu, dan persisten , bila

gejala >4 hari

tiap minggu atau >4 minggu. Sementara itu, klasifikasi menurut berat

ringannya

penyakit, dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu gejala ringan bila gejala rini-

tis tidak

mengganggu aktivitas sehari-hari dan gejala sedang sampai berat, bila

sudah

terdapat 1 atau lebih gangguan seperti gangguan tidur, belajar, dan

bekerja.

1.2 ETIOLOGI

Gejala rinitis alergika dapat dicetuskan oleh beberapa faktor:4

1. Alergen

Alergen hirupan merupakan alergen terbanyak penyebab seran-

gan gejala rinitis alergika. Tungau debu rumah, bulu hewan, dan

tepung sari merupakan alergen hirupan utama penyebab rinitis

alergika dengan bertambahnya usia, sedang pada bayi dan balita,

makanan masih merupakan penyebab yang

penting.

2. Polutan

Fakta epidemiologi menunjukkan bahwa polutan memperberat

rinitis. Polusi dalam ruangan terutama gas dan asap rokok, sedangkan

polutan di luar termasuk gas buang disel, karbon oksida, nitrogen, dan

sulfur dioksida. Mekanisme terjadinya rinitis oleh polutan akhir-akhir ini

telah diketahui lebih jelas.

3. Aspirin

Aspirin dan obat anti inflamasi non steroid dapat mencetuskan

rinitis

alergika pada penderita tertentu.

9

Page 10: Presus THT

1.3 PATOFISIOLOGI

Secara klasik rinitis alergika dianggap sebagai inflamasi nasal

yang terjadi

dengan perantaraan IgE. Pada pemeriksaan patologi, ditemukan infil-

trat inflamasi yang terdiri atas berbagai macam sel. Pada rinitis

alergika selain granulosit, perubahan kualitatif monosit merupakan hal

penting dan ternyata IgE rupanya tidak saja diproduksi lokal pada

mukosa hidung. Tetapi terjadi respons selular yang meliputi: kemotak-

sis, pergerakan selektif dan migrasi sel-sel transendotel. Pelepasan

sitokin dan kemokin antara lain IL-8, IL-13, eotaxin dan RANTES

berpengaruh pada penarikan sel-sel radang yang selanjutnya menye-

babkan inflamasi alergi.4 Aktivasi dan deferensiasi bermacam-macam

tipe sel termasuk: eosinofil, sel CD4+T, sel mast, dan sel epitel. Aler-

gen menginduksi Sel Th-2, selanjutnya terjadi peningkatan ekspresi

sitokin termasuk di dalamnya adalah IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-10 yang

merangsang IgE, dan sel Mast. Selanjutnya sel Mast menghasilkan IL-4,

IL-5, IL-6, dan tryptase pada epitel. Mediator dan sitokin akan men-

gadakan upregulasi ICAM-1. Khemoattractant IL-5 dan RANTES menye-

babkan infiltrasi eosinofil, basofil, sel Th-2, dan sel Mast. Perpanjangan

masa hidup sel terutama dipengaruhi oleh IL-5.4

Pelepasan mediator oleh sel-sel yang diaktifkan, di antaranya

histamin dan cystenil-leukotrien yang merupakan mediator utama

dalam rinitis alergika menyebabkan gejala rinorea, gatal, dan buntu.

Penyusupan eosinofil menyebabkan kerusakan mukosa sehingga

memungkinkan terjadinya iritasi langsung polutan dan alergen pada

syaraf parasimpatik, bersama mediator Eosinophil Derivative Neuro-

toxin (EDN) dan histamin menyebabkan gejala bersin.4

Terdapat hubungan antara sistem imun dan sumsum tulang.

Fakta ini

membuktikan bahwa epitel mukosa hidung memproduksi Stem Cell

Factor (SCF)

10

Page 11: Presus THT

dan berperan dalam atraksi, proliferasi, dan aktivasi sel Mast dalam in-

flamasi

alergi pada mukosa hidung. Hipereaktivitas nasal merupakan akibat

dari respons

imun di atas, merupakan tanda penting rinitis alergika.4

1.4 GEJALA KLINIS

Gambaran klinis pada rhinitis meliputi:1

Ingus kental umumnya menunjukkan telah ada infeksi sekunder oleh

bakteri.

Rinitis alergi maupun rhinitis vasomotor mudah dibedakan dari rhini-

tis

infeksi karena ingus yang putih dan encer yang hanya keluar saat

serangan

saja.

Pada rhinitis atropi ingus kental diserta krusta berwarna hijau. Pada

pemeriksaan hidung tampak rongga hidung yang lapang karena konka

mengalami atropi.

Manifestasi utama adalah rinorea, gatal hidung, bersin-bersin

dan

sumbatan hidung. Gejala rinitis sangat mempengaruhi kualitas hidup

penderita.

Tanda-tanda fisik yang sering ditemui juga meliputi perkemban-

gan wajah yang abnormal, maloklusi gigi, allergic gape (mulut selalu

terbuka agar bisa bernafas), allergic shiners (kulit berwarna kehitaman

dibawah kelopak mata bawah), lipatan tranversal pada hidung (trans-

verse nasal crease), edema konjungtiva, mata gatal dan kemerahan.

Pemeriksaan rongga hidung dengan spekulum sering didapatkan

sekret hidung jernih, membrane mukosa edema, basah dan kebiru-

biruan.

11

Page 12: Presus THT

Pada anak kualitas hidup yang dipengaruhi antara lain kesulitan

belajar dan masalah sekolah, kesulitan integrasi dengan teman se-

baya, kecemasan, dan disfungsi keluarga. Kualitas hidup ini akan

diperburuk dengan adanya komorbiditas.

Pengobatan rinitis juga mempengaruhi kualitas hidup baik positif

maupun negatif. Sedatif antihistamin memperburuk kualitas hidup,

sedangkan non

sedatif antihistamin berpengaruh positif terhadap kualitas hidup. Pem-

bagian lain

yang lebih banyak diterima adalah dengan menggunakan parameter

gejala dan

kualitas hidup, menjadi intermiten ringan-sedang-berat, dan persisten

ringansedang-berat.

1.5 DIAGNOSIS

Cara pemeriksaan atau diagnosis rhinitis alergika:4

Diagnosis rinitis alergika berdasarkan pada keluhan penyakit,

tanda fisik dan uji laboratorium. Keluhan pilek berulang atau menetap

pada penderita dengan riwayat keluarga atopi atau bila ada keluhan

tersebut tanpa adanya infeksi saluran nafas atas merupakan kunci

penting dalam membuat diagnosis rinitis alergika.

Pemeriksaan fisik meliputi gejala utama dan gejala minor. Uji lab-

oratorium yang penting adalah pemeriksaan in vivo dengan uji kulit

goresan, IgE total, IgE

spesifik, dan pemeriksaan eosinofil pada hapusan mukosa hidung. Uji

Provokasi

nasal masih terbatas pada bidang penelitian.4

Menegakkan diagnosis rinitis alergi dapat dipersulit oleh perilaku

buruk

seperti sering mengucek-ucek mata dan hidung, timbullah tanda-tanda

khas:

12

Page 13: Presus THT

allergic shiner (bayangan gelap di bawah kelopak mata karena sum-

batan

pembuluh darah vena), allergic salute (akibat sering menggosok

hidung dengan

punggung tangan ke arah atas), dan allergic crease (garis melintang di

dorsum nasi 1/3 bawah). Pada rinoskopi anterior tampak mukosa

edema, basah, berwarna pucat atau lipid disertai adanya sekret encer

bening dan banyak. Perlu dicari keadaan yang dapat menjadi faktor

predisposisi misalnya polip hidung dan

kelainan septum. Sebagai pelengkap, dapat ditambah pemeriksaan

sitologi hidung.

Peningkatan eosinofil (5 sel / lapang pandang) menunjukkan ke-

mungkinan alergi. Untuk mencari penyebab dapat dilakukan uji kulit

dengan cara uji cukit (pricktest), uji gores (scratch test), uji intrakutan

atau intradermal tunggal atau berseri (skin end point titration). Bila

alergen diduga berasal dari makanan, dapat dilakukan diet eliminasi

dan provokasi atau intracutaneous provocative food test (IPFT).6

1.6 DIAGNOSA BANDING

Rinitis alergika harus dibedakan dengan:4,7

1. Rinitis vasomotor

2. Rhinitis bacterial

3. Rinitis virus

4. Influenza (Flu)

Perbedaan rhinitis alergika dan influenza:7

1. Rinitis Alergi ( RA ) : Sesudah kontak dengan hal2

pencetus alergi

langsung timbul gejala.

Influenza ( I ) : Sesudah masuknya virus influenza selama 1 – 3

hari baru gejala timbul.

2. RA : Memiliki gejala hidung yang berlendir encer tanpa disertai

13

Page 14: Presus THT

demam.

I : Lendir dari encer / cair, mengental kekuningan dan disertai

dengan demam.

3. RA : Serangan yang terjadi dapat dalam kurun waktu selama masih

ada

kontak dengan penyebab dan belum diobati.

I : Serangan 5 – 6 hari tergantung daya tahan tubuh dan efektifitas

pengobatan.

1.7 PROGNOSIS

Penyulit:4

1. Sinusitis kronis (tersering)

2. Poliposis nasal

3. Sinusitis dengan trias asma (asma, sinusitis dengan poliposis nasal

dan

sensitive terhadap aspirin)

4. Asma

5. Obstruksi tuba Eustachian dan efusi telingah bagian tengah

6. Hipertropi tonsil dan adenoid

7. Gangguan kognitif

1.8 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan rhinitis alergika meliputi:1

Rinitis akut yang menyertai influenza dapat diobati dengan

dekongestan

sistemik seperti influenza

Kebiasaan menggunakan kongestan tetes hidung pada rhinitis kronis

sering menyebabkan terjadinya rhinitis medikamentosa yang secara

klinis

menyerupai rhinitis vasomotor.

Pada rhinitis atropi hidung dicuci dengan air garam. Dekongestan

akan

memperburuk keadaan.

14

Page 15: Presus THT

Pengobatan rhinitis alergi atau rhinitis vasomotor dapat ditambah

dengan

CTM 1-2mg/kali

Pemilihan Obat-Obatan

Pemilihan obat-obatan dilakukan dengan mempertimbangkan beber-

apa hal

antara lain:4

1. Obat-obat yang tidak memiliki efek jangka panjang.

2. Tidak menimbulkan takifilaksis.

3. Beberapa studi menemukan efektifitas kortikosteroid intranasal.

Meskipun

demikian pilihan terapi harus dipertimbangkan dengan kriteria yang

lain.

4. Kortikosteroid intramuskuler dan intranasal tidak dianjurkan se-

hubungan

dengan adanya efek samping sistemik.

Jenis obat yang sering digunakan (untuk Anak):

1. Kromolin, obat semprot mengandung kromolin 5,2 mg/dosis

diberikan 3-4 kali/hari

2. Setirizin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 2-5 tahun: 2.5

mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 5-10 mg/dosis,1 kali/hari.

3. Loratadin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 2-5 tahun: 2.5

mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 10 mg/dosis, 1 kali/hari.

4. Feksofenadin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah : 6-11 tahun:

30 mg/hari, 2 kali/hari; > 12 tahun : 60 mg/hari, 2 kali/hari atau

180mg/hari, 4 kali/hari.

15

Page 16: Presus THT

5. Azelastine, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 5-11 tahun : 1

semprotan 2 kali/hari; > 12 tahun : 2 semprotan, 2 kali/hari.

6. Pseudoephedrine, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 2-6

tahun : 15

mg/hari, 4 kali/hari; 6-12 tahun : 30mg/hari, 4 kali/hari; > 12 tahun : 60

mg/hari 4 kali/hari. Ipratropium bromide 0.03% 2 semprotan, 2-3 kali/

hari.

7. Kortikosteroid intranasal

Digunakan pada pasien yang memiliki gejala yang lebih persis-

ten dan lebih parah. Efektif untuk semua gejala dengan inflamasi eosi-

nofilik.

Fluticasone intranasal diberikan dengan dosis pemberian untuk usia

> 4

tahun : 1-2 semprotan/dosis, 1 kali/hari.

Mometasone intranasal diberikan dengan dosis pemberian untuk usia

3-11

tahun : 1 semprotan/dosis, 1 kali/hari; usia > 11 tahun : 2 semprotan/

dosis,

1 kali/hari.

Budesonide intranasal diberikan dengan dosis pemberian untuk usia

> 6

tahun : 1-2 semprotan/dosis, 1 kali/hari. Budesonide mempunyai

bioavaibilitas yang rendah dan keamanannya lebih baik.

8. Leukotrien antagonis

Zafirlukast yang diberikan pada anak sebesar 20 mg/dosis 2 kali/

24jam.

Terapi imun spesifik (TIAS) atau allergen specific immunotherapy,

masih

diperdebatkan rasional tidaknya. Dari berbagai penelitian ternyata

TIAS efektif

16

Page 17: Presus THT

apabila diberikan pada pasien rintis alergi yang IgE mediated dan sen-

sitif terhadap satu atau sejumlah terbatas alergen. TIAS saat ini telah

direkomendasi oleh JTFPP (Joint Task Force on Practice Parameters)

yang mewakili the AAAAI, the ACAAI, dan JCAAI) yang merupakan 3

perhimpunan Alergi Immunologi terkemuka di dunia. JTFPP mengakui

bahwa TIAS merupakan satu-satunya pengobatan antigen-specific im-

muno-modulatory pada penggunaan rutin, dan diakui memiliki manfaat

jangka panjang dalam menurunkan gejala rinitis alergi dan kualitas

hidup pasien sampai 2-5 tahun setelah dihentikan.

Secara imunologis, TIAS mempengaruhi keseimbangan Th1/Th2

dalam lebih meningkatkan respon Th1, dan menekan respon Th2. TIAS

juga meningkatkan kadar IgG4 spesifik yang mampu menghambat kin-

erja IgE in vitro. TIAS menginduksi IL-10 dan TGF - producing T cells

(TReg). IL-10 dan TGF memiliki potensi anti alergi terhadap sel mast,

sel T, dan eosinofil. Kedua sitokin

tersebut juga menginduksi sel B dalam memproduk IgG4. dan IgA.

Sesuai dengan anjuran ARIA-WHO, pasien rinitis alergi, derajat

mildpersistent atau moderate-severe persistent, terhadap alergen

debu rumah dan atau tungau Dpt, maupun serbuk - serbuk bunga,

yang mengalami kegagalan oleh pengobatan medikamentosa dan

telah bergejala lebih dari setahun, perlu dianjurkan untuk menjalani

TIAS. TIAS harus dikerjakan oleh tenaga kesehatan yang kompeten.2

Antihistamin

Antihistamin bekerja dengan memblok reseptor histamin. Dike-

nal 3

macam reseptor histamin yaitu H1, H2 dan H3. Reseptor histamin yang

diblok pada pengobatan rinitis alergi adalah H1 yang terdapat di

bronkus, gastrointestinal, otot polos, dan otak.6

Saat ini antihistamin (AH1) yang beredar di pasaran adalah gen-

erasi pertama dan kedua. AH1 generasi kedua sudah mulai menggeser

kepamoran generasi pertama karena memiliki banyak kelebihan.

17

Page 18: Presus THT

Perbedaan menonjol di antara keduanya terletak pada kemampuan

menembus sawar darah otak dan selektivitas/spesifisitas. AH1 gen-

erasi kedua bersifat lipofobik sehingga kurang

mampu menembus sawar darah otak, yang akhirnya mengakibatkan

penurunan

efek sedasi. Di samping itu, generasi kedua lebih selektif sehingga

tidak mempengaruhi reseptor fisiologik yang lain seperti muskarinik

dan adrenergic alfa.

Kelebihan lain generasi dua adalah mempunyai efek antialergi

dan antiinflamasi. Dikatakan antialergi karena dapat menghambat

pelepasan histamin, prostaglandin, kinin, dan leukotrien. Sedangkan

antiinflamasi dikarenakan dapat mengurangi ekspresi ICAM-1 pada epi-

tel konjungtiva.6

Kortikosteroid

Berdasarkan pemakaiannya, kortikosteroid dibagi menjadi 2

yaitu topikal

dan sistemik. Kortikosteroid topikal menjadi pilihan pertama untuk

penderita rinitis alergi dengan gejala sedang sampai berat dan persis-

ten (menetap), karena mempunyai efek antiinflamasi jangka panjang.

Kortikosteroid topikal efektif mengurangi gejala sumbatan hidung yang

timbul pada fase lambat.6

Efek spesifik kortikosteroid topikal antara lain menghambat fase

cepat dan

lambat dari rinitis alergi, menekan produksi sitokin Th2, sel mast dan

basofil, mencegah switching dan sintesis IgE oleh sel B, menekan

pengerahan lokal dan migrasi transepitel dari sel mast, basofil, dan

eosinofil, menekan ekspresi GMCSF, IL-6, IL-8, RANTES, sitokin,

kemokin, mengurangi jumlah eosinofil di

mukosa hidung dan juga menghambat pembentukan, fungsi, adhesi,

kemotaksis

dan apoptosis eosinofil 1.

18

Page 19: Presus THT

Studi meta-analisis oleh Weiner JM dkk, seperti dilansir dari

British

Medical Journal 1998, menyimpulkan bahwa kortikosteroid intranasal

lebih baik

digunakan sebagai terapi lini pertama rinitis daripada antihistamin, di-

tilik dari segi

keamanan dan cost-effective-nya.

Kortikosteroid sistemik hanya digunakan untuk terapi jangka

pendek pada

penderita rinitis alergi berat yang refrakter terhadap terapi pilihan per-

tama.6

Dekongestan

Dekongestan dapat mengurangi sumbatan hidung dan kongesti

dengan cara vasokonstriksi melalui reseptor adrenergik alfa. Preparat

topikal bekerja

dalam waktu 10 menit, dan dapat bertahan hingga 12 jam. Efek samp-

ing adalah

rasa panas dan kering di hidung, ulserasi mukosa, serta perforasi sep-

tum. Yang

terakhir jarang terjadi. Takifilaksis dan gejala rebound (rinitis medika-

mentosa)

dapat terjadi pada pemakaian dekongestan topikal jangka panjang.6

Efek terapi dari preparat oral dirasakan setelah 30 menit dan be-

rakhir 6 jam kemudian, atau dapat lebih lama (8-24 jam) bila bentuk

sediaanya adalah

tablet lepas lambat (sustained release). Efek samping berupa iritabili-

tas, pusing

melayang (dizziness), sakit kepala, tremor, takikardi, dan insomnia.6

Penstabil Sel Mast

19

Page 20: Presus THT

Contoh golongan ini adalah sodium kromoglikat. Obat ini efektif

mengontrol gejala rinitis dengan efek samping yang minimal.

Sayangnya, efek

terapi tersebut hanya dapat digunakan sebagai preventif. Preparat ini

bekerja dengan cara menstabilkan membran mastosit dengan meng-

hambat influks ion

kalsium sehingga pelepasan mediator tidak terjadi. Kelemahan lain

adalah frekuensi pemakaiannya sebanyak 6 kali per hari sehingga

mempengaruhi kepatuhan pasien.6

Immunoterapi

Mekanisme immunoterapi dalam menekan gejala rinitis adalah

dengan

cara mengurangi jumlah IgE, neutrofil, eosinofil, sel mast, dan limfosit

T dalam

peredaran darah. Salah satu contoh preparat ini adalah omalizumab.

Omalizumab

merupakan antibodi anti-IgE monoklonal yang bekerja dengan

mengikat IgE

dalam darah.6

Penelitian menunjukkan, omalizumab berhasil menurunkan kadar IgE

bebas dan memperbaiki gejala rinitis. Uji klinis fase II memaparkan, do-

sis omalizumab adalah 300 mg secara subkutan, 1 kali setiap 3-4

minggu.

Secrist H dkk dalam Journal of Experimental Medicine 2006

memaparkan, immunoterapi dapat mengurangi IL-4 yang diproduksi

oleh limfosit T CD4+. Dengan demikian, produksi IgE pun akan berku-

rang.

Fototerapi

Alternatif terbaru yang ditawarkan bagi penderita rinitis yang

tidak

20

Page 21: Presus THT

mendapat respon perbaikan dengan terapi konvensional adalah fo-

toterapi. Hal itu dibuktikan oleh Koreck AI dkk seperti dikutip dalam

Journal of Allergy and

Clinical Immunology 2005.6 Ide ini dilatarbelakangi oleh fakta bahwa fo-

toterapi digunakan pada beberapa penyakit kulit seperti psoriasis

karena dapat merangsang apoptosis limfosit T. Penelitian ini mem-

bandingkan kemampuan sinar ultraviolet dengan cahaya tampak inten-

sitas rendah (low-intensity visible light) dalam mengurangi gejala rini-

tis. Subyek penelitian disinari sebanyak 3 kali per minggu selama 3

minggu. Dosis inisial sinar ultraviolet adalah 1,6 J/cm2 dan dinaikkan

0,25 J/cm2 setiap 3 kali pengobatan. Sedangkan cahaya tampak inten-

sitas rendah diberikan sebesar 0,06 J/cm2.

Hasilnya, gejala rinitis berkurang dan didapatkan pula penurunan

jumlah

eosinofil, eosinophilic cationic protein (ECP) dan IL-5 pada kelompok

sinar ultraviolet daripada kelompok cahaya tampak intensitas rendah.

Menghindari Alergen

Sebenarnya cara terbaik untuk mencegah timbulnya alergi

adalah dengan

menghindari alergen. Cara ini murah dan rasional tapi sulit diterapkan.

Ada 3 tipe

pencegahan yaitu primer, sekunder dan tersier.

Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah terjadinya tahap

sensitisasi. Hal yang dapat dilakukan adalah menghindari paparan ter-

hadap alergen inhalan maupun ingestan selama hamil, menunda pem-

berian susu formula dan makanan padat sehingga pemberian ASI lebih

lama. Pencegahan sekunder adalah mencegah gejala timbul dengan

cara menghindari alergen dan terapi medikamentosa.

Sedangkan pencegahan tersier bertujuan untuk mencegah ter-

jadinya komplikasi atau berlanjutnya penyakit.6

21

Page 22: Presus THT

Banyak penelitian yang telah membuktikan adanya hubungan

antara rhinitis alergi dengan penurunan kualitas hidup penderitanya.

Bahkan, bila dihitung secara kasar, negara pun ikut merugi. Sebagai

contoh, International Congress of Allergy and Clinical Immunology

(ICACI) tahun 1997 di Mexico mengemukakan, rinitis alergi menye-

babkan hilangnya 3,5 juta hari kerja dan 2 juta hari sekolah setiap

tahun dan menghabiskan dana 3,8 milyar US$ sebagai akibat kehilan-

gan produktivitas kerja dan terapi dengan antihistamin di Amerika

Serikat. Oleh karena itu, pencegahan melalui edukasi menjadi hal yang

tak boleh dilupakan.

Pasien perlu dimotivasi dan diberi pemahaman bahwa antihis-

tamin dan

kortikosteroid topikal perlu digunakan secara teratur dan tidak hanya

saat diperlukan. Tujuannya adalah mengurangi terjadinya minimal per-

sistant inflammation (inflamasi minimal yang menetap) serta komp-

likasi rinitis alergi.

Penderita juga diberitahu mengenai efek samping obat yang

mungkin timbul, apa yang harus dilakukan bila gejala itu timbul, dan

komplikasi apa saja yang dapat terjadi pada rinitis alergi. Tanpa

edukasi, mustahil dapat dicapai efek terapi yang optimal.6

22

Page 23: Presus THT

BAB III

KESIMPULAN

Rinitis alergi adalah kelainan berupa inflamasi pada hidung dengan gejala bersin-

bersin, rinore, rasa gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang

diperantarai oleh IgE. Rinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari

pasien yang secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Peran lingkungan

pada kejadian rhinitis alergi adalah sangat penting, ditinjau dari faktor alergen yang

mensensitisasi terjadinya penyakit ini. Pengobatan paling efektif dari rinitis alergi adalah

menyingkirkan faktor penyebab yang dicurigai (avoidance), dimana apabila tidak dapat

disingkirkan dapat dibantu dengan terapi medika mentosa hingga pembedahan. Pasien

dengan rinitis alergi tanpa komplikasi yang respon dengan pengobatan memiliki

prognosis baik

23

Page 24: Presus THT

LONG CASE

RHINITIS ALERGIKA

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Ujian Program Pendidikan

Profesi Kedokteran di Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok

Diajukan kepada :

dr. I Wayan Marthana, Sp.THT

Disusun oleh:

Chandra Mukti Erryandari

20070310092

SMF ILMU KESEHATAN THT

24

Page 25: Presus THT

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

2013

LEMBAR PENGESAHAN

RHINITIS ALERGIKA

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Ujian

Program Pendidikan Profesi Kedokteran di Bagian Ilmu Kesehatan THT

Disusun Oleh:

Andryansyah, S.Ked

20070310103

Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal Februari 2013

Oleh :

Dokter Penguji

25

Page 26: Presus THT

dr. I Wayan Marthana, Sp.THT

26