YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
Page 1: Policy Paper Menuju Sustainable Development (Solusi ...eprints.ulm.ac.id/84/1/8 Menuju Sustainable Development.pdf · Secara empiris Dasgupta (2007) menemukan -setelah mengkaji negara-negara

Policy Paper

Menuju Sustainable Development

(Solusi Sustainable Growth)

1. Pendahuluan

Pembangunan dan pertumbuhan yang berkelanjutan merupakan tren penting saat ini.

Hal ini nampak pada perhatian yang besar dari lembaga dunia seperti OECD (Organisation

for Economic Co-operation and Development) serta komisi dari PBB (Perserikatan Bangsa-

Bangsa) yaitu ESCAP (Economic and Social Comission for Asia and the pacific). Perhatian

yang umum adalah berupa perundingan, penyusunan program serta kerjasama kajian dan

riset dalam berbagai aspek. Semuanya ditujukan untuk mengalihkan arah pembangunan

dunia agar mempertimbangkan secara seimbang kondisi sosial, lingkungan dan pasar

sebagai satu kesatuan pandang. Hasil yang diharapkan adalah memperbaiki efek

lingkungan dan sosial pembangunan konvensional. Secara nyata ini menegaskan bahwa

tren kelanjutan pembangunan menuju pendekatan yang terintegrasi agar tercipta

keseimbangan.

Pola Pembangunan yang diterapkan berbagai negara saat ini−berfokus pada pertumbuhan

output−terbukti tidak mampu menjaga keberlangsungan lingkungan dan sosial. Maknanya

adalah pembangunan konvensional atau optimalisasi penggunaan faktor-faktor produksi

(sumber daya alam, tenaga kerja, modal, keterampilan dan teknologi) terputus dari tujuan

pertumbuhan ekonomi yaitu penyediaan kesempatan kerja dan pengurangan kemiskinan.

Bahkan problem lingkungan menjadi hal yang terus dirasakan oleh penduduk dunia.

Pada tahun 2008 Gross Domestik Product (GDP) dunia mengalami peningkatan sebesar

89.02% dari jumlah di tahun 2000. Namun demikian, konsep pembangunan tersebut tidak

secara nyata mampu meningkatkan kesejahteraan sosial secara menyeluruh. Hal ini terbukti

dengan masih besarnya persentase masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Mereka ini adalah golongan yang tidak mampu atau masih sulit untuk mendapatkan akses

terhadap pendidikan, kesehatan, tempat tinggal yang layak serta daya beli yang stabil.

Masalah ini juga merupakan konsentrasi umum dari dunia dalam Perserikatan Bangsa-

Bangsa dengan program MDGs (Millennium Development Goals) atau The Eight Anti-

Poverty Goal (delapan tujuan anti kemiskinan). Ini memberi arti bahwa kemiskinan masih

merupakan problem dunia yang membutuhkan penanganan segera, bersama dan

terintegrasi secara global.

Page 2: Policy Paper Menuju Sustainable Development (Solusi ...eprints.ulm.ac.id/84/1/8 Menuju Sustainable Development.pdf · Secara empiris Dasgupta (2007) menemukan -setelah mengkaji negara-negara

Ekploitasi berlebihan juga terjadi sebagai akibat dari konsep Pembangunan Konvensional.

Transformasi hutan untuk kepentingan pertanian, pertambangan, jalan dan pembangunan

perkotaan memberikan tekanan yang berlebihan terhadap perubahan lingkungan. Sumber

daya publik seperti sungai, danau dan laut, mengalami over eksploitasi karena sumber daya

tersebut diperlakukan sebagai free resources, di mana semua pihak berhak untuk

mengelolanya. Sehingga, kenyataan menunjukkan telah terjadi pemanasan global yang

disebabkan emisi karbon dari industri pemacu ekonomi. Pemanasan global inilah yang

menyebabkan perubahan mekanisme iklim dan daerah yang penting untuk keseimbangan

ekosistem seperti daerah es kutub serta hutan. Fungsi penting untuk keberlangsungan

kehidupan yaitu mengantisipasi radiasi panas matahari dan penyeimbang pasokan oksigen

menjadi hilang. Dengan kata lain, Pembangunan konvensional menurunkan kemampuan

dunia untuk bertahan.

“Sustainable Development and Growth” merupakan konsep yang secara umum menjadi

pondasi dasar tren perbaikan ini. Sustainable development (SD) adalah penggunaan

sumber daya untuk memenuhi kebutuhan namun dengan tetap menjaga agar nasib generasi

ke depan tidak terkorbankan (Strange and Bayley, 2008). Sustainable Growth bermakna

secara singkat menjadi lebih besar (Daly and Townsend, 1993). Terlepas dari kontradiksi

dua konsep tersebut (Korten, 1996, p1; Ulhoi & Madsen, 1999), semangat untuk tetap

tumbuh dan tetap membangun dengan memperhatikan generasi ke depan baik lingkungan

maupun sosial adalah esensinya (Strange & Bayley, 2008; Ravago, Raumasset &

Balisacan, 2009). Sehingga, model dan kebijakan yang mengarah pada pencapaian

sustainable development menjadi keperluan medesak.

Model dan kebijakan tersebut haruslah memperhatikan tren dunia serta keterkaitannya

dengan keunikan dalam negeri. Perhatian terhadap lingkungan internasional dapat membuat

kita sensitif terhadap aspek modern dari pembangunan. Namun penyesuaian perlu

dilakukan berkaitan dengan perbedaan kondisi dan situasi nasional dengan berbagai tren

terkait. Untuk memperkuat menuju arah perubahan, kelemahan model pembangunan

konvensional perlu dipertegas dan diuraikan. Sehingga dimensi yang perlu di sajikan adalah

pertumbuhan ekonomi dan keseimbangan, model sustainable development, trend terbaru

berkaitan sustainable development pada beberapa aspek penting ekonomi serta berbagai

rekomendasi praktis dan kebijakan implementasi yang diperlukan. Harapannya, model yang

relevan dengan kepentingan nasional dapat dihasilkan dengan tetap menyadari berbagai

tren penting dunia yang perlu diperhatikan.

Page 3: Policy Paper Menuju Sustainable Development (Solusi ...eprints.ulm.ac.id/84/1/8 Menuju Sustainable Development.pdf · Secara empiris Dasgupta (2007) menemukan -setelah mengkaji negara-negara

2. Pertumbuhan Ekonomi dan Keseimbangan

Mengacu pada latar belakang dapat terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi dapat

menyisakan masalah sosial dan lingkungan yang akan menurunkan pertumbuhan itu sendiri.

Pertumbuhan ekonomi akan tersedot pada perbaikan lingkungan serta perbaikan akibat

penyakit sosial. Hal ini terjadi karena pertumbuhan terjadi dengan dasar pengerukan

sumberdaya yang berlebihan. Dari sisi sosial kecemburuan sosial serta daerah kumuh akan

menyebabkan kekerasan dan kriminalitas (BBCIndoneisa, 2005; Denker et al, 2007).

Sehingga, nilai pertumbuhan yang tidak mempertimbangkan keseimbangan akan

menghancurkan diri sendiri.

Secara empiris Dasgupta (2007) menemukan -setelah mengkaji negara-negara di Benua

India serta Cina, Inggris dan Amerika- bahwa produk domestik bruto sebagai ukuran

pertumbuhan ekonomi berbagai negara akan menurun ketika memperhitungkan kerusakan

yang diakibatkan oleh perubahan iklim terutama drastis terjadi pada negara miskin. Polusi

meningkat menjadi global karena pergerakan polusi dari negara maju ke negara

berkembang serta ketiadaan peran langsung dari lingkungan lokal dan juga teknologi yang

memperbaiki. Artinya menurut Cole (1999) Pertumbuhan ekonomi akan aman bagi

lingkungan apabila didukung oleh kerjasama internasional-insentif internasional, inisiatif

kebijakan dan investasi.

Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya dapat berfungsi untuk penciptaan kesejahteraan bila

diikuti dengan berbagai faktor pendukung. Human development report menegaskan bahwa

pertumbuhan ekonomi (aspek keuangan) akan terputus dengan aspek non keuangan

(kesehatan dan pendidikan) masyarakat secara nasional-sebagai penentu kesejahteraan

dan pemerataan-bila tidak didukung dengan intervensi pemerintah atau kebijakan nasional,

keterlibatan internasional, serta akses terhadap inovasi dan teknologi murah (Klugman,

Rodriguez & Kovacevic, 2010)

Fenomena kurva lingkungan kuznet –berbentuk “U”- (Environmental Kuznet Curve (EKC))

menegaskan tentang pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kondisi lingkungan. Secara

umum negara yang tinggi tingkat pertumbuhan ekonominya akan menaikkan derajat

lingkungannya. Hasil riset menunjukkan (Stern, 2003) bahwa hal ini tidak terjadi otomatis.

Beberapa fakta menunjukkan adanya kebijakan dan peraturan yang mengarahkan

perbaikan lingkungan yaitu regulasi lingkungan, kesadaran, pendidikan, perubahan teknologi

dan inovasi.

Page 4: Policy Paper Menuju Sustainable Development (Solusi ...eprints.ulm.ac.id/84/1/8 Menuju Sustainable Development.pdf · Secara empiris Dasgupta (2007) menemukan -setelah mengkaji negara-negara

Dari uraian sebelumnya jelas bahwa pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan

keseimbangan dengan berbagai syarat. Keseimbangan terjadi tidak selalu otomatis terjadi.

Syarat penting itu adalah intervensi kebijakan, inovasi baik pada teknologi maupun proses

produksi, keterlibatan internasional serta aksesibilitas masyarakat pada berbagai faktor

penting lain yang mendukung keberlanjutan pembangunan (sustainable development).

Syarat tersebut memiliki dimensi luas yang akan diterjemahkan sesuai keunikan nasional.

Keunikan Indonesia tentu saja membutuhkan investigasi lebih lanjut tentang model dan

kebijakan yang penting bagi sustainable development.

3. Kondisi Indonesia dan Isu Sustainable Development

Pentingnya keberlanjutan pembangunan yang tercermin pada konsep Sustainable

Development (SD) perlu diturunkan kedalam model yang sesuai. Kesesuaian model ini

membutuhkan pertimbangan akan situasi umum yang ada di Indonesia. Kondisi tersebut

akan menjadi pijakan dalam pemilihan dan penyesuaian model. Langkah ini dipilih

karena karakteristik model sustainable yang memiliki kesamaan umum yaitu fleksibel,

keseimbangan (ekonomi, sosial dan lingkungan), keterlibatan internasional serta

memiliki pola adaptasi yang sama yaitu berbasis data dan riset yang mendalam serta

berkelanjutan lintas bidang (multi field) (Benecke, 2008; Strange and Bayley, 2008;

Unescap, 2010).

Pada sisi lain distorsi arah pembangunan yang hanya sekedar modernisasi ekologi

(Ecological Modernization/EM) juga harus dihindari. Hal ini dapat terjadi karena

kemiripan EM dan SD pada beberapa nilai normatifnya. Namun, EM lebih kearah

teknokratik (sebatas cost-benefit yang sempit) dan pandangan sebatas perbaikan

lingkungan. Menurut Wright dan Kurian (2009)- berdasar riset di New Zealand- titik

tekan pada EM menghasilkan jebakan economic growth, komitmen rendah stakeholder

bahkan potensi konflik sosial. Koneksitas ekonomi dan sosial menjadi terputus.

Sehingga tujuan sustainable development menjadi tidak tercapai kecuali hanya sebatas

perhatian tanpa komitmen nyata.

3.1. Kondisi Umum Indonesia

Sesuai dengan inti umum dari konsep ini model membutuhkan telaah kondisi

sosial, lingkungan, dan market Indonesia. Kondisi ini akan memberikan

gambaran tentang faktor penting yang memerlukan pertimbangan dan prioritas

Page 5: Policy Paper Menuju Sustainable Development (Solusi ...eprints.ulm.ac.id/84/1/8 Menuju Sustainable Development.pdf · Secara empiris Dasgupta (2007) menemukan -setelah mengkaji negara-negara

dalam model sustaible development. Sifat pembahasan juga diarahkan secara

umum dan tidak terlalu mendetil.

3.1.1. Kondisi Lingkungan Indonesia

Pembahasan tentang lingkungan dimaksudkan untuk memberikan gambaran

tentang kondisi lingkungan Indonesia. Hal ini berkaitan dengan titik awal

pemasalahan yang menjadi perhatian sustainable development. Beberapa sebab

yang ada disajikan agar memperjelas masalah. Secara umum efek kerusakan

lingkungan akan berdampak pada timbulnya penurunan kesehatan masyarakat

bencana alam seperti banjir, tanah longsor, punahnya sumber makanan dan air

bahkan ekosistem secara umum. Anggran pembangunan kemudian tersedot

untuk penanggulangan bencana serta menurunnya kualitas generasi modal

pembangunan. Hal ini penting disajikan dalam memformulasikan dan

menekankan pentingnya model sustainable development.

Posisi geografis Indonesia menyimpan potensi selain sumber daya alam juga

bencana alam. Hal ini terkait dengan posisi Indonesia yang merupakan

pertemuan pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-Australia,

Eurasia dan lempeng Pasifik yang cenderung bergerak dan bertumbukan.

Pegunungan-pegunungan yang berada di pulau-pulau Indonesia terdiri lebih dari

400 gunung berapi, dimana 100 diantaranya masih aktif. Indonesia mengalami

tiga kali getaran dalam sehari, gempa bumi sedikitnya satu kali dalam sehari dan

sedikitnya satu kali letusan gunung berapi dalam setahun. panas bumi, Batu

bara, minyak dan yang sejenis merupakan potensi kekayaan alam yang ada.

Sehingga perlu memperhatikan potensi bencana selain potensi kekayaan alam

Sampah juga merupakan masalah yang besar bagi Indonesia. Menurut Tri Sony

Laksono-Asdep Pengendalian Limbah Domestik Kementrian Negara LH-

Produksi sampah harian Indonesia sebanyak 167 ribu ton- perhari 800

gram/hari/orang dengan penduduk 220 juta jiwa- yang berubah menjadi gas

metan sebanyak 8.800 ton/hari. Gas metan mampu menimbulkan pemanasan

global (endonesia.com, 2009). Secara umum, sampah merupakan akumulasi

perilaku individu dan juga industri.

Page 6: Policy Paper Menuju Sustainable Development (Solusi ...eprints.ulm.ac.id/84/1/8 Menuju Sustainable Development.pdf · Secara empiris Dasgupta (2007) menemukan -setelah mengkaji negara-negara

Menurut Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta dikutip kompas

kerusakan hutan Indonesia mencapai 1,1 juta hektar per tahun sementara

kemampuan rehabilitasi hanya 500 ribu hektar pertahun. Hal ini terjadi karena

perubahan fungsi hutan menjadi areal pertambangan, perkebunan dan

penebangan liar, pembakaran hutan (Wu, 2009; Oszaer, 2007; Bappenas, 2010).

Fungsi hutan sebagai penyeimbang ekosistem menjadi terganggu.

Asdep Pengendalian Kerusakan Sungai dan Danau Kementerian Lingkungan

Hidup (KLH) Antung Deddy R menegaskan bahwa 80% sungai di Indonesia

sudah tercemar terutama di pulau Jawa. Selain itu, Danau juga banyak yang

tercemar dan bahkan terjadi pendangkalan. Tanpa penanganan tidak sampai 20

tahun akan musnah (Aisyiyah, 2010). Deputi Bidang Komunikasi Lingkungan dan

Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup Henry Bastaman

menyampaikan hasil riset departemennya bahwa 66,7% Daerah Aliran Sungai

(DAS) yang ada di Indonesia dalam kondisi rusak. Berbagai pemerhati

menyatakan bahwa penyebab hal tersebut adalah penebangan hutan dan

perambahan hutan, perkebunan dan pertambangan serta kesadaran masyarakat.

Pencemaran udara juga menjadi masalah yang serius terutama di kota besar

wilayah Indonesia. Prof. Haryoto Kusnoputranto-Asisten Menteri Lingkungan

Hidup Bidang Pengelolaan Lingkungan Buatan/Deputi Bidang Pengendalian

Pencemaran Lingkungan- juga mengemukakan bahwa hal ini diakibatkan oleh

penggunaan bahan bakar fosil untuk sarana tranportasi dan industri

(Radiansyah, 2006). Ahmad Haryadi, Deputi Bidang Tata Ruang dan Lingkungan

Hidup, Jakarta menjadi kota terburuk ketiga dunia setelah Meksiko dan Thailand

(RRI Pro2, 2009). Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Jawa Timur,

melalui Antara, menyampaikan Surabaya menduduki peringkat ketiga polusi

udara kota di Asia sementara 66% Kabupaten/Kotanya telah mendapat Adipura

(Kemen-LH, 2010). Terlihat bahwa program penghargaan lingkungan tidak

mepertimbangkan aspek lingkungan udara.

Kondisi tanah di Indonesia secara umum mengalami masalah serius. Tanah

rusak disebabkan berbagai hal yaitu penyedotan air tanah, pestisida, kebocoran

limbah, kerusakan hutan, hujan yang mengandung polusi dan penegakan hukum.

Nirwono Yoga pengamat tata kota dari Universitas Trisakti dan Direktur

Pengelolaan Air Tanah Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Sugiharto

Harsoprayitno menyampaikan bahwa tanah di Jakarta mengalami penurunan 10

Page 7: Policy Paper Menuju Sustainable Development (Solusi ...eprints.ulm.ac.id/84/1/8 Menuju Sustainable Development.pdf · Secara empiris Dasgupta (2007) menemukan -setelah mengkaji negara-negara

cm per tahun karena penyedotan air tanah secara berlebihan yang dilakukan

industri. Selain itu abrasi pantai pun terjadi karena kawasan hutan lindung di

pantai rusak hasilnya terjadi penurunan tanah (Wardah, 2010). Lahan kritis juga

terjadi di berbagai provinsi. Salah satu kesulitan adalah masalah anggaran yang

tidak seimbang dengan luas kerusakannya.

Sebagaimana gambaran tentang lingkungan sebelumnya, Indonesia mengalami

degradasi lingkungan hampir di semua aspek. Perbaikan sudah mulai dilakukan

dengan keterbatasan. Hal ini juga membuktikan bahwa pertumbuhan

konvensional telah menyebabkan efek yang negatif yaitu kerusakan lingkungan

dan ketidakmampuan dalam menanganinya. Secara umum penyebabnya adalah

pola perilaku masyarakat, Industri dan kebijakan serta anggaran yang belum

memenuhi. Selain itu, Indonesia memiliki potensi bencana berdasarkan posisi

geologisnya.

3.1.2. Kodisi Sosial Indonesia

Kondisi sosial Indonesia yang disoroti adalah berkaitan dengan problem besar

yang dihadapi dunia yaitu Kemiskinan. Kemiskinan merupakan akibat utama dari

berbagai masalah dalam pembangunan konvensional. Millenium Development

Goals (MDGs) merangkum berbagai pesoalan yang berkaitan dengan

pengentasan kemiskinan dalam bentuk tujuan bersama internasional.

Diharapkan pencapaian MDGs mampu mensinergikan langkah baik secara

sektoral maupun dunia untuk mengentaskan kemiskinan. Berdasar data Badan

Perancanaan Pembangunan Nasional (Bappenas, 2010) maka akan

digambarkan beberapa hal penting yang masih memerlukan perhatian dan

penanganan lebih jauh.

Faktor kemiskinan dan Kelaparan ekstrim Indonesia telah mengalami penurunan

dan sejalan dengan tujuan dunia. Namun kesenjangan kemiskinan masih terjadi

baik antara desa dan kota maupun antar provinsi. Kesenjangan ini terjadi

terutama di luar Jawa dan Bali. Oleh karena itu, Bappenas menetapkan perlunya

perbaikan pada beberapa hal yaitu iklim bisnis lokal, partisipasi masyarakat,

efektifitas program perlindungan dan asistensi sosial, akses kebutuhan dasar

bahkan perhatian pada rumah tangga yang hampir miskin.

Page 8: Policy Paper Menuju Sustainable Development (Solusi ...eprints.ulm.ac.id/84/1/8 Menuju Sustainable Development.pdf · Secara empiris Dasgupta (2007) menemukan -setelah mengkaji negara-negara

Berkaitan dengan angkatan kerja dan pekerjaan Indonesia masih memerlukan

perhatian serius pada peningkatan sektor formal, produktifitas pekerja, serta

mengurangi kesenjangan tingkat upah. Sektor formal sangat bergantung pada

investasi dan ekspansi bisnis. Produktifitas kerja berkaitan kualitas pekerja dan

kompetensi terutama sektor pertanian. Tingkat upah diarahkan untuk

memasukkan faktor produktifitas dan kinerja tugas selain inflasi.

Pemenuhan nutrisi bagi anak sebagai generasi penerus juga telah mengalami

perbaikan dari ukuran berat badan anak. Namun, kesenjangan masih terjadi

karena kisaran rentangnya cukup tinggi yaitu 10,9% (Yogyakarta) hingga

33,6%(Nusa Tenggara Timur) dengan rata rata nasional 17,9%. Kesenjangan

juga terjadi antara kota (15,9%) dan desa (20,4%).

Persamaan gender dan pemberdayaan wanita telah mengalami kenaikan

signifikan baik dalam bidang pendidikan, pekerjaan dan politik. Namun

kesenjangan masih terjadi di beberapa provinsi. Bahkan peran wanita di sektor

pendidikan pada beberapa provinsi kedudukannya melebihi pria walau masih

banyak daerah yang sebaliknya.

Penanganan berbagai penyakit khususnya HIV/AIDS, Malaria, serta TBC telah

mengalami perbaikan baik dari sisi pembangunan kesadaran maupun pemberian

fasilitas kesehatan. Namun infeksi HIV/AIDS meningkat karena perilaku individu

seperti heteroseksual (50,3%), homoseksual (3.3%), penularan ibu ke anak

(2.6%), transfusi darah (0,1%). Bahkan sebanyak 91% terjadi pada usia produktif

15-49 tahun. Hal ini berkaitan dengan anggaran, koordinasi , perilaku individu

dan akses rendah terhadap layanan kesehatan publik.

Terjadi perbaikan dari akses universal kesehatan reproduksi. Namun

kesenjangan masih menjadi masalah utama baik antara kota dan desa maupun

antar provinsi. Kesenjangan ini berkaitan dengan keterbatasan akses fasilitas

perawatan kesehatan, ketersediaan tenaga medis terutama bidan, kesadaran

dan pengetahuan, serta nutrisi dan kesehatan kehamilan.

Akses masyarakat terhadap air bersih secara umum mengalami kenaikan. Tetapi

Kesenjangan juga masih membutuhkan penanganan serius. Banten, Aceh dan

Bengkulu merupakan provinsi yang memiliki proporsi terendah akses terhadap air

Page 9: Policy Paper Menuju Sustainable Development (Solusi ...eprints.ulm.ac.id/84/1/8 Menuju Sustainable Development.pdf · Secara empiris Dasgupta (2007) menemukan -setelah mengkaji negara-negara

minum. Kesenjangan antara desa (45,7%) dan kota (49,8%) juga terjadi. Secara

umum target MDGs akses air minum masih jauh dalam pencapaian disamping

adanya peningkatan akses.

Kesenjangan juga terjadi pada Akses sanitasi. Kesenjangan terjadi baik antar

provinsi maupun antara kota dan desa. Dua puluh satu (21) provinsi masih jauh

dari rata-rata nasional. Sedangkan kesenjangan akses kota dan desa sangat

mencolok secara berurutan mencapai 69% dan 33,96%.

Daerah kumuh juga sudah mengalami penurunan tetapi masih jauh dari target

dunia. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan individu masyarakat,

Pemerintah, swasta serta koordinas stakeholder. Ketidakmampuan masyarakat

berpendapatan rendah untuk akses tanah perumahan serta akses sumber kredit

dan pembiayaan. Kemampuan membangun rumah baik sektor swasta dan

pemerintah juga rendah. Koordinasi dan sinergi antar sektor juga menjadi

masalah serius.

Sisi kerjasama global juga mengalami peningkatan dalam berbagai sektor.

Masalah hutang asing negara mulai mengalami perbaikan ditinjau dari

perbandingannya dengan GDP dan DSR (Debt Service Ratio; hutang asing

dibanding pendapatan ekspor). Kerjasama dengan sektor swasta cenderung

meningkatkan sektor teknologi informasi dan komunikasi.

Situasi sosial menunjukkan bahwa ada berbagai perkembangan positif. Namun,

perkembangan ini masih terjadi secara tidak merata. Sehingga problemnya

adalah kesenjangan antar provinsi bahkan desa dan kota. Selain itu juga

masalah sosial berkaitan dengan perilaku dan kesadaran individu, keterbatasan

anggaran serta koordinasi dan sinergi stakeholder.

3.1.3. Kondisi Market Indonesia

Pemetaan kondisi pasar berarti pemetaan terhadap struktur ekonomi dan

persaingan. Terkait dengan hal tersebut pembahasan market akan diarahkan

untuk melihat kegiatan ekonomi secara umum. Hal ini akan memberikan fokus

berkaitan peluang untuk peningkatan pertumbuhan serta penataan kedepan.

Page 10: Policy Paper Menuju Sustainable Development (Solusi ...eprints.ulm.ac.id/84/1/8 Menuju Sustainable Development.pdf · Secara empiris Dasgupta (2007) menemukan -setelah mengkaji negara-negara

Batu bara merupakan salah satu potensi alam penyumbang pendapatan negara.

Hal ini terkait efisiensi batu bara guna menghasilkan energi. Bahkan batu bara

dipakai oleh 70% produsen baja internasional dan juga listrik dunia (40%).

Sektor produksi batu bara Indonesia menduduki posisi ke 8 dunia dari sisi

produksi sejak tahun 2007. Sisi ekspor batu bara Indonesia menduduki posisi ke

2 dunia sejak tahun 2003 (World Coal, 2010; EIA, 2010; World Coal, 2010).

Pasokan dalam negeri hanya 12,5% dari produksi. Ini menunjukkan bahwa

potensi batu bara banyak mengalir ke luar negeri. Efeknya fenomena Indonesia

kekurangan energi yang fital untuk industry merupakan hal yang umum.

Pendapatan negara dari batu bara sebaliknya dinilai jauh dari total potensi yang

ada oleh beberapa kalangan. Bahkan adanya tunggakan royalty juga mendapat

perhatian. Hal ini terjadi juga pada saat harga dan produksi batu bara Indonesia

naik (BPK, Marwan batu bara & ICW cited in Dirjen pajak, 2008).

Selain batu bara, CPO (hasil kelapa sawit) merupakan pendapatan yang cukup

besar. Forbes merilis 40 daftar orang terkaya di Indonesia dan sebagian besar

(16 dari 40) mengalami kenaikan kekayaan karena kenaikan harga batu bara dan

sawit (Kompas, 2010; Suhendra, 2010). Bahkan Indonesia merupakan produsen

terbesar CPO (47%) melampaui Malaysia (ICN, 2009; Rosalina, 2010) walaupun

produktifitas Indonesia masih rendah (Rosalina, 2010). Kerusakan hutan dan

lingkungan menjadi hal sering menjadi masalah di daerah yang berpotensi untuk

perkebunan sawit seperti banjir, kelangkaan air bersih, pemanasan global,

penurunan tingkat kesuburan tanah (Walhi cited in Antara, 2010, Gindo cited in

KPS, 2009)

Peran industri Pengolahan non migas sebagai industri yang penting karena

memberikan nilai tambah dari tahun ke tahun juga rendah. Hal ini sesuai data

dari Kementerian Perindustrian (2010). Terlepas dari berbagai insentif dan

kebijakan yang ada peran industri pengolahan belum dapat terangkat (ICN, 2009,

BPS cited in gresnews.com, 2010).

Ekonomi Indonesia secara umum di dominasi oleh sektor ekspor berbasis

sumber daya alam, nilai tambah rendah, kurang perhatian lingkungan meta

ekonomi. Hal ini telah disampaikan oleh beberapa pihak terutama oleh kalangan

pemerintah (Kuncoro, 2008; Sri Mulyani cited in susanto & Darmawan, 2009;

Maria Elkah Pangestu cited in Kemenkominfo, 2007)

Page 11: Policy Paper Menuju Sustainable Development (Solusi ...eprints.ulm.ac.id/84/1/8 Menuju Sustainable Development.pdf · Secara empiris Dasgupta (2007) menemukan -setelah mengkaji negara-negara

Kondisi Indonesia menunjukkan bahwa adanya permasalahan dalam keberlanjutan

pembangunan (Sustainable Development). Hal ini terlihat dari kondisi lingkungan, sosial dan

marketnya. Program sedang berjalan namun kendala-kendala masih terjadi. Kendala

tersebut adalah anggaran, penataan industri, perilaku masyarakat, serta koordinasi.

Anggaran tentu saja berkaitan masih kurangnya aspek pendapatan negara. Penataan

industri berkaitan perhatian terhadap alam serta arah struktur industri yang masih rendah

nilainya. Perilaku masyarakat berkaitan dengan kesadaran terhadap konsumsi dan

pembuangan limbah. Koordinasi berhubungan dengan sinergi antar kementerian serta

stakeholder.

3.2. Issue-issue Aktual Sustainable Development

Issue-issue atau topik permasalahan yang relevan dengan implementasi prinsip

sustainable development di Indonesia saat ini, diantara yang lainnya, adalah

kebijakan dalam hal pengelolaan energi fossil dan clean development

mechanism (CDM). Terkait pengelolaan energi fossil, pemerintah berperan

menentukan kebijakan dalam hal penganggaran atau government budget dan

dalam mekanisme perdagangan. Sementara itu, dalam hal penerapan CDM,

pemerintah harus menjamin berjalannya mekanisme pasar yang memungkinkan

masyarakat ikut berperan secara adil didalam, misalnya, perdagangan karbon

internasional.

Terjadinya pemanasan global yang menjadi kekhawatiran mendorong semua

pihak untuk mengambil langkah responsif, termasuk dalam hal kebijakan fiskal.

Patunru (2010) mengemukakan Green-Budgeting, sebagai bentuk kebijakan

penganggaran pemerintah yang didesain dengan mempertimbangkan masalah

sustainable development. Kesadaran ini membuat semua tindakan bahkan

sampai yang terkecil sekalipun menjadi penting. Oleh karena itu, dalam kebijakan

fiskal disisi pengeluaran, pemotongan subsidi bagi energi berbasis fossil (seperti

BBM dan Listrik) seolah menjadi keharusan. Memberikan subsidi berarti

mendorong pemborosan pemakaian energi yang tidak terbaharui ini sekaligus

meningkatkan polutan pembentuk efek rumah kaca yang memperparah

pemanasan global.

Pertemuan internasional terkait masalah lingkungan telah menghasilkan berbagai

koordinasi kebijakan pada level internasional seperti dengan adanya

Page 12: Policy Paper Menuju Sustainable Development (Solusi ...eprints.ulm.ac.id/84/1/8 Menuju Sustainable Development.pdf · Secara empiris Dasgupta (2007) menemukan -setelah mengkaji negara-negara

kesepakatan Kyoto Protocol, CDM, REDD, REDD+, dan sebagainya. Emisi

karbon yang tidak bisa dihindari perlu dimbangi dengan adanya mekanisme

penangkapan dan penyimpanan karbon dalam kerangka global. Hal ini lebih

menempatkan Indonesia sebagai pihak yang harus mempertahankan

lingkungannya, seperti hutan dan rawa sebagai ekosistem penyerap karbon.

Untuk mendorong berjalannya transfer kompensasi nilai ekonomis dilakukan

melalui mekanisme pasar. Melalui mekanisme CDM, misalnya, Indonesia dapat

memperoleh kompensasi atas luasan hutan yang terpelihara. Perusahaan besar

di negara maju yang sudah meratifikasi komitmen pengurangan emisi karbon

harus membayar untuk sejumlah karbon yang dibuang jika melampaui batas

optimum (allowance). Jalan ini memang tidak secara tuntas akan menyelesaikan

masalah namun diakui sebagai langkah maju kesadaran akan pentingnya

sustainable development.

Adanya sudut pandang tentang perbedaan tahap pembangunan eksisting antara

negara maju dan negara berkembang menjadi sumber potensial resistensi atas

koordinasi global. Negara maju yang sudah menikmati tingkat konsumsi tinggi

memang sudah saatnya mengerem pembangunan (retreat) dan peduli akan

lingkungan. Berbeda jauh, negara berkembang yang masih bergulat pada

persoalan kemiskinan dan pertumbuhan dengan sendirinya akan terdorong untuk

terus mengeksploitasi sumberdaya alamnya. Terlebih, tidak tertutup

kemungkinan, dalam setiap eksploitasi itu justru negara maju yang berperan dan

mengambil manfaat terbesar.

3.2.1. Perspektif Konsideran

Untuk mengarah kepada green-budgeting terdapat beberapa hal yang harus

dipertimbangkan baik secara internal (kondisi fiskal pemerintah) maupun

eksternal (pengelolaan energi dan berbagai aspeknya). APBN Indonesia memiliki

kecendrungan defisit yang cukup terkendali akan tetapi beban pembayaran

hutang kususnya terhadap luar negeri semakin besar. Dari segi pengeluaran,

nampak desain pengurangan subsidi terus berjalan. Subsidi di TA 2009 sebesar

Rp.160,- trilyun diturunkan pada 2010 menjadi Rp.144,4 trilyun. Dari sisi

penerimaan, perpajakan meningkat dari Rp.652,1 T pada 2009 menjadi Rp.729,2

T pada 2010. Akan tetapi, penerimaan dari sumber non pajak pada periode yang

sama justru menurun dari Rp.219,5 trilyun menjadi Rp.180,9 trilyun.

Page 13: Policy Paper Menuju Sustainable Development (Solusi ...eprints.ulm.ac.id/84/1/8 Menuju Sustainable Development.pdf · Secara empiris Dasgupta (2007) menemukan -setelah mengkaji negara-negara

Sudut pandang untuk terus mengurangi subsidi diantaranya adalah demi alasan

penciptaan APBN yang sehat. Subsidi dianggap beban yang mesti dikurangi

sejalan dengan langkah-langkah pendewasaan masyarakat untuk siap

berhadapan dengan mekanisme pasar yang efisien dan efektif.

Peningkatan kapasitas anggaran, secara mendasar, memerlukan keterpaduan

antara peningkatan sumber penerimaan dan penghematan dalam belanja. Hal

yang pertama selama ini terfokus pada optimalisasi penerimaan dari pajak baik

dalam bentuk intensifikasi maupun ekstensifikasi. Sumber penerimaan non pajak

semestinya terbuka pula untuk lebih dioptimalkan melalui, salah satunya,,

pengelolaan sumber kekayaan alam yang melimpah dan strategis. Cara ini

cenderung dilupakan terlebih karena adanya prinsip yang diperkembangkan saat

ini yakni “the best government is the least government”. Akibat sikap seperti ini,

pemerintah cenderung menghindar untuk mengelola sumber daya sesuai amanat

UUD 1945. Itu sebabnya, kalau diperbandingkan antara uang yang beredar

dalam bisnis, sebagai contoh: batu bara, kehutanan, minyak bumi, dan lain-lain,

bagian yang diterima pemerintah sangat jauh lebih kecil dari kekayaan yang

dikeruk swasta pelaku bisnis tersebut.

Sesuai RAPBN-P 2010 subsidi terhadap energi secara keseluruhan adalah

sebesar Rp.143,8 trilyun dan non energi sebesar Rp.55,5 trilyun. Besaran subsidi

BBM sendiri adalah sebesar Rp.89,3 T dan subsidi listrik sebesar Rp.54.5 T.

BBM Indonesia dan sebagian besar pembangkit listrik menggunakan energi

primer berupa minyak bumi (petroleum). Subsidi seperti inilah yang dalam arus

utama perspektif global sustainable development dianggap salah arah.

Dalam perspektif global pula perlu dilihat seberapa besar konsumsi BBM

Indonesia dibanding negara-negara dunia. Posisi Indonesia dalam tingkat

konsumsi dunia akan menunjukkan tingkat urgensi pelurusan permasalahan

sesuai issue-issue global SD. Menurut CIA World Factbook, 2008, dari tingkat

konsumsi dunia sebesar 85.085.665 billion barel/hari, 24,30% nya dilakukan oleh

Amerika Serikat. Sembilan negara konsumen minyak terbesar selanjutnya secara

berurutan adalah China (8,90%), Jepang (5,90%), Rusia (3,40%), India (3,20%),

Jerman (2,90%), Mexico (2,50%), Canada (2,80%), Saudi Arabia (2,70%), dan

Korea Selatan (2,70%). Indonesia jauh dibawah itu dengan daya serap 1,40%.

Page 14: Policy Paper Menuju Sustainable Development (Solusi ...eprints.ulm.ac.id/84/1/8 Menuju Sustainable Development.pdf · Secara empiris Dasgupta (2007) menemukan -setelah mengkaji negara-negara

Secara global, US Department of energy (2010) juga menunjukkan terjadinya

ketimpangan dalam tingkat pemanfaatan energi dunia. Negara-negara maju

cenderung sangat besar tingkat konsumsi energinya dibanding negara

berkembang. Hal ini lebih jelas terlihat pada tabel berikut ini.

Tabel Konsumsi Energi Total Dunia Berdasarkan Wilayah, Kasus Harga Minyak Rendah,

2005 – 2035 (Quadrillion Btu)

Sumber : US Department of Energy, 2010

Data diatas menunjukkan pentingnya mempertimbangkan aspek keseimbangan

dan keadilan peran dari semua pihak untuk dapat mengatasi pemanasan global

dan menjaga sustainable development. Indonesia dengan julmlah penduduk

terbesar kelima di dunia ternyata tidak masuk dalam jajaran 10 besar pengguna

BBM. Hal ini menunjukkan tingkat konsumsi minyak kita relatif rendah dan

dengan sendirinya menunjukkan kemajuan pembangunan masih jauh tertinggal.

Page 15: Policy Paper Menuju Sustainable Development (Solusi ...eprints.ulm.ac.id/84/1/8 Menuju Sustainable Development.pdf · Secara empiris Dasgupta (2007) menemukan -setelah mengkaji negara-negara

Rakyat kebanyakan belum menikmati arti kemajuan sebenarnya terlebih jika

dibandingkan dengan taraf kemajuan yang dinikmati masyarakat-masyarakat di

negara maju. Fokus kebijakan terhadap adanya subsidi BBM tidak semestinya

hanya memandang pada satu sisi, yakni arus utama penghapusan subsidi saja

dengan meninggalkan pertimbangan keadilan global yang lebih luas.

Subsidi BBM yang dilakukan di Indonesia adalah terhadap premium, solar, dan

minyak tanah yang cenderung terkait dengan kepentingan masyarakat seperti

transportasi dan aktifitas memasak dirumah tangga. Terkait issue penciptaan gas

rumah kaca, dapat dilihat bahwa aktifitas kebanyakan msyarakat Indonesia

tersebut bukan satu-satunya faktor pelepas karbon ke udara yang memperparah

proses pemanasan global.

Sumber: timeforchange.org, 2010 Greenhouse_Gas_by_Sector.png

Grafik diatas menunjukkan emisi gas rumah kaca rata-rata tahunan menurut

sektor. Empat emitten terbesar ternyata berasal dari pembangkit listrik (21,3%),

disusul proses industri (16,8%), bahan bakar kendaraan (14,0%), dan

pengolahan hasil pertanian (khususnya produk daging) sebesar 12,5%. Dari

keempat sumber emisi terbesar ini sebagian besarnya berada di negara maju.

Page 16: Policy Paper Menuju Sustainable Development (Solusi ...eprints.ulm.ac.id/84/1/8 Menuju Sustainable Development.pdf · Secara empiris Dasgupta (2007) menemukan -setelah mengkaji negara-negara

Amerika Serikat penghasil emisi CO2 terbesar di dunia sepanjang 1900 – 2002

dengan jumlah 303.034 mio ton (timeforchange.org), diikuti oleh negara-negara

eropa yang merupakan negara maju dan negara industri lainnya.

Departemen Energi AS (2010) menampilkan data historis sekaligus skenario dari

keadaan 2005 sampai dengan 2035 jika harga meinyak tetap rendah.

Berdasarkan data historis, hingga 2007 nampak bahwa kelompok negara-negara

OECD merupakan penghasil emisi CO2 terbesar didunia. Amerika Serikat

menjadi negara individual penghasil emisi terbesar didunia. Oleh karena itu

kebijakan global sangat patut untuk memulai prioritas pengurangan emisi karbon

dari letak sumber masalah utamanya di dunia yang salah satu indikatornya

adalah besaran emisi tersebut.

Tabel Emisi CO2 Dunia berdasarkan wilayah, Kasus Harga Minyak Rendah,

2005 – 2035 (dalam Juta Metrik Ton)

Sumber : US Department of Energy, 2010

Page 17: Policy Paper Menuju Sustainable Development (Solusi ...eprints.ulm.ac.id/84/1/8 Menuju Sustainable Development.pdf · Secara empiris Dasgupta (2007) menemukan -setelah mengkaji negara-negara

Sumber energi fossil lainnya yang menonjol di Indonesia adalah Baru Bara. Jika

dilihat kinerja saat ini maka terkesan manajemen batu bara bersifat eksploitatif

untuk kepentingan perdagangan internasional. Hal ini terbukti jika dilihat dari

posisi Indonesia dalam bisnis batu bara dunia dibandingkan tingkat kemanfaatan

yang dirasakan oleh negara dan masyarakatnya sendiri.

Jumlah terbukti dari cadangan batu bara Indonesia hanya 0,5% dari seluruh

cadangan terbukti dunia pada 2006 sebesar 909.064 juta ton (terragrams). Posisi

ini jauh dibawah negara-negara dengan cadangan terbesar, seperti AS (27,1%),

Russia (17,3%), China (12,6%), India (10,2%), ataupun Australia (8,6%).

Meskipun demikian, peranan Indonesia dalam perdagangan global batu bara

begitu penting.

Indonesia menjadi negara pengekspor batu bara terbesar di dunia per 2007

meskipun bukan penghasil dan pemilik cadangan terbesar. Sebanyak 75%

produksi batu bara indonesia adalah untuk melayani bangsa asing (ekspor)

(Ewart, 2009). Ekspor Indonesia dalam bentuk steam coal sebesar 165 juta ton

atau 29,8% dari ekspor dunia. Indonesia bahkan mengekspor ke negara-negara

yang memiliki cadangan batu bara lebih besar, seperti China.

Tabel Summary of seaborne thermal coal export

2007 Exporting Country 2007 steam coal export

(million tons)

Percentage of 2007 steam

coal export

1 Indonesia 165,0 29,8

2 Australia 114,5 20,6

3 Russia 72,0 13,0

4 South Africa 66,2 11,9

5 Colombia 64,6 11,6

6 China 45,3 8,2

7 US 10,3 1,9

8 Venezuela 8,3 1,5

9 Poland 4,0 0,7

10 Canada 3,7 0,7

11 Other 0,6 0,1

Total 554,5 100

Sumber : Ewart, 2009, www.worldcoal.com

Page 18: Policy Paper Menuju Sustainable Development (Solusi ...eprints.ulm.ac.id/84/1/8 Menuju Sustainable Development.pdf · Secara empiris Dasgupta (2007) menemukan -setelah mengkaji negara-negara

Posisi Indonesia seperti diatas sejalan dengan data World Coal Institute (2005)

yang menunjukkan bahwa dari 10 besar produsen batu bara dunia, Indonesia

hanya berada pada peringkat ketujuh. Akan tetapi, Indonesaia menjadi

pengekspor kedua terbesar dunia batu bara dalam bentuk steam dan coking.

Lebih ironis lagi, dari daftar dua belas besar negara yang memanfaatkan batu

bara sebagai energi pembangkit listrik, Indonesia tidak termasuk. Pengguna

terbesar batu bara indonesia ternyata adalah negara lain. Hal ini sejalan dengan

tabel berikut ini.

Tabel Konsumsi Batu Bara Dunia Berdasarkan Wilayah, Kasus Harga Minyak

Rendah, 2005 – 2035 (Quadrillion Btu)

Sumber : US Department of Energy, 2010

Pertimbangan rasional bagi keselamatan masa depan ekonomi memungkinkan

diambilnya langkah kebijakan dari yang soft sampai pada tingkat ekstrem.

Kecendrungan di dalam negeri, terdapat banyak suara atau keinginan untuk

dilakukannya moratorium atas penambangan batu bara. Jika suatu saat

Page 19: Policy Paper Menuju Sustainable Development (Solusi ...eprints.ulm.ac.id/84/1/8 Menuju Sustainable Development.pdf · Secara empiris Dasgupta (2007) menemukan -setelah mengkaji negara-negara

pemerintah berkehendak untuk menghentikan ekspor batu bara sebagai pilihan

kebijakan yang diambilnya maka hal ini akan berdampak besar secara global,

mengingat peran Indonesia yang sangat besar dalam perdagangan dunia.

Sejalan dengan ini, model game theory dari Patunru (2010) analogis untuk

menjelaskan kerugian yang dapat terjadi bagi dunia. Patunru, lebih jauh

berpendapat bahwa bukti-bukti menunjukkan akhir-kahir ini terdapat

kecendrungan negara-negara penghasil melarang ekspor untuk melindungi

kepentingan dalam negeri. Jika terjadi hal itu, maka dunia akan jatuh ke opsi D

dalam kuadran model game teori, yakni kondisi terburuk berupa hilangnya

manfaat optimal dari adanya perdagangan. Oleh karena itu, dunia perlu

meningkatkan koordinasi untuk menciptakan keuntungan bersama sekaligus

dapat memikul tanggung jawab bagi world sustainability secara adil.

Mengekspor Atau Tidak Mengekspor : Dampaknya pada Dunia Secara Luas

Export Not export

Export [A] Pw ↓ ↓

Benefit High

[B] Pw ↓

Benefit medium

Not export [C] Pw ↓

Benefit medium

[D] Pw ↑ ↑

Benefit low

Sumber : Adaptasi dari model Patunru, 2010

Pw : Tingkat Harga Dunia

Sistem perdagangan karbon memungkinkan Indonesia untuk memperoleh

kompensasi dari menjaga luasan hutannya. Akan tetapi, jika melihat kedalam

kasus pola ekploitasi batu bara Indonesia maka penghargaan ekonomis akan

hutan tidak cukup sampai disitu. Dunia perlu pula memperhitungkan luasan yang

sudah hilang namun kemanfaatannya dinikmati oleh negara-negara maju, yakni

fenomena gamblang pertambangan batu bara sebagai salah satu bentuk energi

fossil yang diperlukan dunia. Untuk kegiatan itu tidak terhitung sudah luasan

hutan yang musnah dan kerusakan alam sekitarnya karena sifat

pertambangannya yang open pit. Oleh karena itu, hal yang relevan untuk

dipertimbangkan adalah seberapa kompensasi bagi luasan hutan Indonesia yang

sudah habis dalam rangka mengeruk batu bara. Demi mengejar penghasilan

Page 20: Policy Paper Menuju Sustainable Development (Solusi ...eprints.ulm.ac.id/84/1/8 Menuju Sustainable Development.pdf · Secara empiris Dasgupta (2007) menemukan -setelah mengkaji negara-negara

devisa dan penerimaan negara yang tidak seberapa batu bara telah diobral tanpa

memperhatikan ongkos lingkungan dan kelangsungan pembangunan bagi masa

depan.

4. Model Sustainable Development

Arah kebijakan Makro

• Penerapan Green-GDP sebagai ganti Brown-GDP

Sebagai ukuran kinerja pembangunan di Indonesia pada semua level, baik nasional,

provinsi, maupun kabupaten/kota diarahkan untuk mulai menerapkan konsep Green-

GDP sebagai ganti Brown-GDP yang menjadi indikator selama ini. Hal ini paling tidak

dapat menjadi pengendali bagi penyelenggara pemerintahan sekaligus pemegang

otoritas untuk mempertimbangkan dengan cermat segala bentuk ekplotiasi sumber

daya alam karena kinerja pembangunan telah diukur bersama tingkat degradasinya

sebagai angka pengurang keberhasilan.

• Penerapan Green Budgetting secara adil dan cermat

Kebijakan fiskal yang diambil dengan perspektif sustainable development hendaknya

tidak sekedar mengikuti trend global, yakni pencabutan subsidi. Lewat kebijakan

fiskal Indonesia justru dapat mendorong adanya pertimbangan yang lebih adil bagi

kondisi perekonomian model negara berkembang yang masil mengejar

ketertinggalannya. Sebagian masyarakat jelas masih memerlukan energi bersubsidi

bagi aktifitas hidupnya sehingga penerapan skema targetted subsidy lebih tepat dari

pada pencabutan subsidi energi secara total.

Terkait dengan minimnya masukan penerimaan negara dalam setiap eksploitasi

sumberdaya, seperti halnya batu bara, pemerintah dapat menerapkan pajak

pengelolaan lingkungan yang tinggi sebagai alat kontrol terhadap eksploitasi yang

berlebihan dan daya tawar bagi investor dan pebisnis multinasional yang cenderung

menarik keuntungan besar dari perdagangan batu bara Indonesia

Arah kebijakan sektoral

• Mendorong kepedulian akan sustainable development misalnya dengan semboyan

Go Green.

Pada semua sektor maupun ranah spasial didorong untuk mengembangkan

parameter lingkungan untuk dijadikan patokan. Sektor pendidikan, misalnya,

menerapkan standar sekolah yang peduli lingkungan, sektor kesehatan harus

Page 21: Policy Paper Menuju Sustainable Development (Solusi ...eprints.ulm.ac.id/84/1/8 Menuju Sustainable Development.pdf · Secara empiris Dasgupta (2007) menemukan -setelah mengkaji negara-negara

memiliki dan mendorong penerapan penanganan limbah yang ramah lingkungan,

sektor tata ruang menetapkan luasan ruang terbuka hijau, sektor perdagangan

menetapkan standar kemasan yang hemat, dan sebagainya.

• Mendorong percepatan pengembangan energi alternatif

Kebutuhan akan tersedianya energi alternatif sudah menjadi kepastian saat ini.

Sayangnya, proses menuju kearah sana terlalu lambat sehingga belum dapat

menjadi solusi akan kebutuhan aktual saat ini. Oleh karenanya diperlukan bentuk

program dan alokasi dana yang lebih fokus berorientasi hasil kearah pengembangan

energi laternatif ramah lingkungan yang sebenarnya banyak muncul dikalangan

masyarakat.

• Pembenahan Sistem Transportasi

Ketidakefisienan sistem transportasi di Jakarta terjadi akibat tidak berhasilnya

antisipasi atas pola perkembangan kota besar secara dini. Disamping tata ruang

yang cenderung membiarkan bertumbuhnya gedung-gedung secara berlebihan, hal

ini juga disebabkan tidak memadainya sarana dan prasarana transportasi. Pelajaran

yang patut dipetik dari kasus Jakarta adalah pentingya penyedaiaan transportasi

umum (mass transportation) secara sangat layak dan memadai.

• Penerapan standard emisi gas buang kendaraan dan industrri

Berdasarkan struktur pencemar udara berupa pelepasan CO2 maka berbagai sektor

kegiatan manusia perlu untuk dipantau emisinya. Hal ini dapat dimulai dengan

mengadakan pengukuran kadar emisi yang terjadi. Langkah selanjutnya membangun

desain pengendalian emisi yang pada gilirannya, jika masyarakat siap, menrapkan

denda (allowance fee) untuk setiap jumlah pelanggaran batas emisi yang dilakukan.

Arah kebijakan Global

• Mendorong dipertimbangkannya kompensasi dari eksploitasi komoditas

perdagangan bahan mentah.

Oleh karena perubahan lingkungan merupakan issue global dan tiap sumber daya

merupakan asset mobile dalam transaksi antar negara maka konsekuensi kerusakan

lingkungan harus menjadi tanggung jawab bersama secara adil. Batu bara yang

dijual murah untuk melayani kemajuan negara maju dikeruk dengan menyisakan

ongkos lingkungan yang sedemikian besar. Oleh karenanya, pengembalian hutan

tersebut dalam mekanisme CDM tidak cukup hanya diakomodasi melalui

perdagangan karbon. Melalui koordinasi dan negosiasi bersama negara-negara

Page 22: Policy Paper Menuju Sustainable Development (Solusi ...eprints.ulm.ac.id/84/1/8 Menuju Sustainable Development.pdf · Secara empiris Dasgupta (2007) menemukan -setelah mengkaji negara-negara

internasional diharapkan terdapat sejumlah kompensasi atas kerusakan yang sudah

terjadi diatas.

• Mendorong penerapan kesepakantan yang telah dicapai melalui Kyoto Protocol,

CDM, REDD, REDD+, G20, dan lain-lain secara adil dan seimbang. Hal ini tentunya

hanya bisa diujudkan melalui adanya komunikasi yang intensif guna mewujudkan

saling pengertian antar negara didunia.

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN

Fokus Energi Fossil : Batu Bara

Sebagai landasan bagi pengusahaan batubara, pemerintah telah mengeluarkan

peraturan-peraturan seperti:

1) Kepmen ESDM No.1128 Tahun 2004, tentang Kebijakan Batubara Nasional.

2) Perpres No.5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.

3) Inpres No.2 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Batubara yang

Dicairkan Sebagai Bahan Bakar Lain.

Sesuai kebijakan nasional (Keppres No.5/2006), proyeksi bauran energi pada 2025

menempatkan pemakaian batubara meliputi 33% dari seluruh sumber energi, berada

diatas Gas (30%), Minyak Bumi (20%), dan lainnya (17%) yang meliputi Bio-fuel,

Panas Bumi, Biomasa, Nuklir, Air, Surya, Air, dan Coal Liquefaction.

Pada arah keberlangsungan energi hal ini sudah tepat mengingat deposit batu bara

cukup memadai, yakni 61,3 milliar ton (Pusat Sumber Daya Geologi, 2005). Hingga

saat ini eksploitasinya lebih difokuskan untuk kepentingan ekspor. Teknologi

pemanfaatan batubara juga berkembang pesat kearah ramah lingkungan yang

dikenal dengan clean coal technology.

Merkipun demikian, kebijakan yang telah ada tersebut belum sepenuhnya

menyentuh prinsip clean development mechanism, khususnya dalam hubungan

antara ekploitasi batubara dan kehancuran ekosistem yang terjadi. Pengusahaan

batubara secara open pit telah menimbulkan tingkat eksploitasi terhadap alam

secara besar-besaran mulai dari pembabatan hutan sampai dengan kerusakan dan

berbagai bencana alam.

Page 23: Policy Paper Menuju Sustainable Development (Solusi ...eprints.ulm.ac.id/84/1/8 Menuju Sustainable Development.pdf · Secara empiris Dasgupta (2007) menemukan -setelah mengkaji negara-negara

Kehutanan dinilai sebagai sektor terbesar penyumbang pencemaran gas rumah kaca

di Indonesia. Menurut pihak Kementerian Kehutanan, hal tersebut sebenarnya hanya

terjadi ketika peristiwa kebakaran hutan seperti pada tahun 1997-1998. Pusat

Penelitian Energi ITB, dipihak lain, menyatakan justru minyak sebagai sumber energi

yang memberikan kontribusi sebesar 82% dari total emisi gas rumah kaca Indonesia

(2001). Kendati demikian, pentingnya eksistensi hutan tidak mungkin terbantahkan

dan telah diakomodasi pada strategi nasional dalam kerangka pengurangan emisi

karbon dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD Plus). Pemerintah pusat telah

berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca secara nasional sebesar 26 persen

secara sukarela dan 41 persen dengan dukungan mitra internasional hingga tahun

2020. Separuh dari target 26 persen tersebut diharapkan disumbang dari sektor

kehutanan. Hambatan yang sangat menonjol untuk pelaksanaan kegiatan ini adalah

terbatasnya pendanaan.

Kegiatan pertambangan batubara yang menghasilkan output sangat besar telah

menimbulkan ongkos lingkungan (eksternalitas) yang belum terinternalisasikan

kedalam harga pasar. Hal ini telah mengakibatkan terjadinya produksi yang

berlebihan dan konsumsi berlebihan secara internasional (over production and

internationally over consumption).

Kebijakan harga (pricing policy) yang dapat dilakukan adalah dengan membebankan

biaya lingkungan kepada para pengusaha tambang. Kerusakan lingkungan yang

patut diperhitungkan adalah nilai degradasi lingkungan seperti rusaknya hutan,

rusaknya sumber mata air, rusaknya infrastuktur publik, dan bencana alam. Besaran

ongkos lingkungan tersebut dapat diperhitungkan secara cermat melalui proses

assessment nilai ekonomis atas asset-asset lingkungan yang ada.

Harga batubara akan meningkat menuju tingkat harga keseimbangan sosial dimana

kuantitas produksi dan volume perdagangan dipaksa turun. Disisi lain, social cost

telah terkompensasi dengan lebih baik. Hal tersebut diperkirakan akan menurunkan

tingkat eksploitasi batubara dan hanya menyisakan segelintir pengusaha yang siap

dan mapan. Kondisi ini memungkinkan pemerintah untuk dapat mengontrol lebih

ketat pola pengusahaan dan arah pemanfaatan sumberdaya strategis ini diantaranya

dalam menunjang neraca keuangan negara dan menegakkan DMO.

Dalam konteks internasional, Indonesia harus berusaha untuk memasukkan ongkos

rehabilitasi hutan dan lahan eks-tambang batubara dalam skema CDM. Ini

Page 24: Policy Paper Menuju Sustainable Development (Solusi ...eprints.ulm.ac.id/84/1/8 Menuju Sustainable Development.pdf · Secara empiris Dasgupta (2007) menemukan -setelah mengkaji negara-negara

merupakan kompensasi atas dedikasi Indonesia dalam membesarkan perdagangan

global batubara. Lingkaran ketergantungan akan kebutuhan devisa dan investasi

membuat Indonesia selama ini rela berkorban besar secara ekologis untuk

memenuhi permintaan pasar.

Mengingat dalam CDM ketersediaan hutan dan lahan alamiah menjadi satu

kebutuhan dunia secara bulat, maka merupakan hal yang sangat adil jika kini

saatnya bagi Indonesia untuk mendapatkan kompensasi dari pengguna terbesar

batubara didunia khususnya para pengimpor batubara dari Indonesia. Indonesia

mesti mendapat kompensasi untuk rehabilitasi sampai dengan terpulihkannya

kembali hutan dan lahan yang telah tergerus akibat aktifitas pertambangan ini.

Untuk mendorong kemanfaatan komoditas batubara lebih besar bagi kepentingan

bangsa dan negara dibutuhkan kebijakan Command and Control. Pemberlakuan

Domestic Market Obligation (DMO) menjadi salah satu bentuknya untuk mencegah

terjadinya kelangkaan dan menjamin keberlanjutan pasokan batubara domestik.

Kebijakan ini diperlukan dalam jangka menengah sebagai transisi terbentuknya

struktur badan usaha batubara yang baru nantinya. Secara simultan kebijakan ini

harus dibarengi dengan kebijkan subsidi. Subsidi perlu diberikan terhadap badan

usaha yang berkomitmen memasok pasar domestik. Subsidi juga diperlukan bagi

pengembangan dan penyebaran produk olahan clean coal technology.

Kebijakan DMO berdasarkan Permen Nomor 34 tahun 2009, Pasal 2 menyebutkan

bahwa Badan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara harus mengutamakan

pemasokan kebutuhan mineral dan batubara untuk kepentingan dalam negeri.

Sebagai konsekuensinya maka setiap perusahaan memiliki kewajiban untuk menjual

batubara yang diproduksinya berdasarkan Persentase Minimal Penjualan

Mineral/Batubara yang ditetapkan oleh Menteri dan dituangkan dalam perjanjian jual

beli mineral/batubara antara Badan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

dengan pemakai mineral/batubara.

Kebijakan ini masih belum dapat mengontrol arah pasokan batubara secara

komprehensif jika tidak dibarengi kejelasan implementasi roadmap industrialisasi

terutama dalam hal pembangunan pembangkit listrik. Oleh karena itu hal terakhir ini

harus berjalan secara konsisten.

Page 25: Policy Paper Menuju Sustainable Development (Solusi ...eprints.ulm.ac.id/84/1/8 Menuju Sustainable Development.pdf · Secara empiris Dasgupta (2007) menemukan -setelah mengkaji negara-negara

Selain itu, permen ini juga belum dapat mengontrol tingkat eksploitasi yang akan

dilakukan badan usaha karena justru mendorong terjadinya eksploitasi lebih besar.

Hal ini terbukti dengan semakin meningkatnya volume produksi dan volume ekspor

tanpa memerdulikan tingkat keseimbangan sosial dan ekologis yang sangat

bertentangan dengan prinsip sustainable development.

Page 26: Policy Paper Menuju Sustainable Development (Solusi ...eprints.ulm.ac.id/84/1/8 Menuju Sustainable Development.pdf · Secara empiris Dasgupta (2007) menemukan -setelah mengkaji negara-negara

Tinjauan Pustaka

Alisjahbana, A. S, Tuwo, L. D & Sardjunani, N 2010, Report On The Achievement Of The Millenium Development Goals In Indonesia 2010, Ministry of National Development Planning/National Development Planning Agency (BAPPENAS), Jakarta, Viewed 28 November 2010, <

BBCIndonesia 2005, Kerusuhan Perancis Masuki Pusat Kota Besar, BBCIndonesia, Viewed 21 November 2010 http://www.bbc.co.uk/indonesian/news/story/2005/11/051112_frenchriot.shtml

Benecke, D. W (ed.) 2008, The Social and Ecological Market Economy – A Model for Asia?, Dieter W. Benecke, GTZ, Eschborn

BP 2007, BP Statistical Review of World Energy June 2007, BP Global, <http://www.bp.com/liveassets/bp_internet/globalbp/globalbp_uk_english/reports_and_publications/statistical_energy_review_2007/STAGING/local_assets/downloads/spreadsheets/statistical_review_full_report_workbook_2007.xls>

Cole, AM 1999,‟Limits to growth, sustainable development and environmental kuznets

curves: an examination of the environmental impact of economic development‟

Sustainable Development, Vol 7, 87–97

Daly, Herman E, & Townsend, Kenneth N, 1993, Valuing The Earth: Economy, Ecology,

Ethics, MIT Press

Dasgupta, P 2007, „Measuring Sustainable Development:Theory and Application‟, Asian

Development Review, vol. 24, no. 1, pp.1-10

Denker, H, Bonschab, T, Wagner, T & Haupt, U 2007, Social Ecological Market Economy Prociple In German Development Policy, The Federal Ministry for Economic Cooperation and Development, Bonn

Dirjen Pajak 2008, Setoran Royalti Batubara Tak Optimal, BPK Incar Royalty Batubara ESDM, Kementerian Keuangan RI, 12 September, <http://www.pajak.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=7534%3Asetoran-royalti-batubara-tak-optimal-bpk-incar-royalty-batubara-esdm-jumat-12-september-2008&catid=91%3Aberita&Itemid=44>

EIA 2010, International Energy Statistics, US Energy Information Administration, <http://tonto.eia.doe.gov/cfapps/ipdbproject/iedindex3.cfm?tid=1&pid=1&aid=4&cid=ID,&syid=2003&eyid=2008&unit=TST>

Endonesia 2009, Sampah Indonesia Hasil 8 Ribu Ton Gas Metan, viewed 19 November 2010, http://www.endonesia.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=37&artid=2856

Gindo, N 2009, Harga Yang Mesti Dibayar Akibat Perkebunan Sawit Skala Besar, 12 September, Kelompok Pelita Sejahtera (KPS) <http://www.kpsmedan.org/index.php?option=com_content&view=article&id=77&Itemid=58>

ICN 2009, Outlook Agrobisnis 2010, Indonesia Commercial Newsletter, <http://www.datacon.co.id/Outlook-2010Agribisnis.html

Page 27: Policy Paper Menuju Sustainable Development (Solusi ...eprints.ulm.ac.id/84/1/8 Menuju Sustainable Development.pdf · Secara empiris Dasgupta (2007) menemukan -setelah mengkaji negara-negara

Kemenkominfo 2007, Struktur Ekonomi Indonesia Padat Karya Menurun Padat SDA Meningkat, <http://www.depkominfo.go.id/berita/berita-utama-berita/struktur-ekspor-indonesia-padat-karya-menurun-padat-sda-meningkat/>

Kemen-Lh 2010, Surabaya Peringkat Ketiga Kota Berpolusi Asia, http://www.menlh.go.id/home/index.php?option=com_content&view=article&id=3999:Antara:-SURABAYA-PERINGKAT-KETIGA-KOTA-BERPOLUSI-DI-ASIA&catid=43:berita&Itemid=73&lang=id

Klugman, J, Rodriguez, F & Kovacevic, M 2010, The real Wealth of Nations: Pathways to

Human, Human development Report 2010: 20th anniversary Edition, Development

Palgrave Macmillan, New York.

Kompas 2010, Masih Banyak Orang Kaya Di Luar “Forbes” 5 Desember, <http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/12/05/08452224/Masih.Banyak.Orang.Kaya.di.Luar..quot.Forbes.quot.>

Korten, David, 1996, Sustainable Development: Conventional versus Emergent Alternative

Wisdom, The People Centered Development Forum, 14 E, New York

Kuncoro, M 2008, Indonesia Bangkit 2008, <http://www.wartaekonomi.com/detail. asp?aid= 10862&cid=24

MCED 2005, Achieving Environmentally Sustainable Economic Growth, The Report of The fifth Ministerial Conference on Environment and Development in Asia and the Pacific, Unescap, Korea

Oszaer, R 2007, „Pembangunan Hutan Berbasis Ekosistim dan Masyarakat‟ Proceeding Pelatihan Penanaman Hutan di Maluku & Maluku Utara, Ambon, 12 – 13 Desember

Patunru, Arianto, 2010. Taking Green Economy into Practice: A Policy Suggestion. Paper presented in Conference on Environments of the Poor, Organized by ADB, New Delhi, 24 – 26 November 2010.

Primartantyo, U 2010, Mayoritas Daerah Aliran Sungai di Indonesia Parah, Media release, 24 June, Kompas Interaktif, Viewed 13 November 2010, <http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2010/06/24/brk,20100624257968,id.html>

PW Aisyiyah Sumut 2010, 90 Persen Sungai di Indonesia Tercemar, PW Aisyiyah Sumut, Viewed 16 November 2010, < http://mklh-aisyiyah-sumut.blogspot.com/2010/07/90-persen-sungai-di-indonesia-tercemar.html>

Rosalina 2010, Indonesia Masih Penghasil Sawit Terbesar di Dunia, Tempo interaktif 12 November <http://www.tempointeraktif.com/hg/bisnis/2010/11/12/brk,20101112-291570,id.html>

RRI Pro2 2009, Jakarta Peringkat Ketiga Tingkat Polusi Udara Terburuk, http://www.rripro2jogja.com/index.php?option=com_content&view=article&id=345:jakarta-peringkat-ketiga-tingkat-polusi-udara-terburuk&catid=38:news-update&Itemid=80

Ster, D.I 2003, „The Environmental Kuznets Curve‟, International Society for Ecological Economics, Viewed 20 november 2010, www.ecoeco.org/pdf/stern.pdf

Strange, Tracey & Bayley, Anne, 2008, Sustainable Development: Linking Economy,

Society, Environment, OECD

Page 28: Policy Paper Menuju Sustainable Development (Solusi ...eprints.ulm.ac.id/84/1/8 Menuju Sustainable Development.pdf · Secara empiris Dasgupta (2007) menemukan -setelah mengkaji negara-negara

Suhendra 2010, Margin Gede, Industri Sawit Banyak Lahirkan Orang Kaya, Detikfinance.com,3 Desember <http://www.detikfinance.com/read/2010/12/03/130813/1508378/4/margin-gede-industri-sawit-banyak-lahirkan-orang-kaya>

Susanto, H & Darmawan, D 2009, Sektor Migas Jadi Penyumbang APBN Terbesar, http://bisnis.vivanews.com/news/read/23602-sektor_migas_jadi_penyum.

Ulhoi, J.P & Madsen, H 1999, „Sustainable Development and Sustainable Growth: Conceptual Plain or Points on a Conceptual Plain?‟ proceeding of The 17th International Conference of The System Dynamics Society and the 5th Australian & New Zealand Systems Conference, Wellington, New Zealand, 22–23 July

Unescap, The Paths to Green Growth, viewed 18 November 2010, http://www.greengrowth.org/ggtracks.asp

Wardah, V 2010, Kondisi Tanah Jakarta Labil, Jalan Ambles, media release, 18 September, VOANews.com, Viewed 18 november 2010 <http://www.voanews.com/indonesian/news/Kondisi-Tanah-Jakarta-Labil-Jalan-Ambles.html>

Word Coal Organization 2010, http://www.worldcoal.org/resources/coal-statistics/

World Coal 2010, Coal Market & Transportation, <http://www.worldcoal.org/ coal/market-amp-transportation/>

Wright, J. & Kurian, P. (2009). „Ecological modernization versus sustainable development:

the case of genetic modification regulation in New Zealand‟. Sustainable

Development, published online: 30 Sep 2009

<www3.interscience.wiley.com/journal/122612504/articletext?DOI=10>

Wu, J 2009, Laju Kerusakan Hutan Indonesia mencapai 1,1 juta Hektar per tahun, Viewed 17 November 2010, http://vgcorner.wordpress.com/2009/11/28/laju-kerusakan-hutan-indonesia-mencapai-11-juta-hektar-per-tahun/

http://www.bp.com/liveassets/bp_internet/globalbp/globalbp_uk_english/reports_and_publications/statistical_energy_review_2008/STAGING/local_assets/2010_downloads/statistical_review_of_world_energy_full_report_2010.pdf

http://www.bp.com/liveassets/bp_internet/globalbp/globalbp_uk_english/reports_and_publications/statistical_energy_review_2008/STAGING/local_assets/2010_downloads/coal_section_2010.pdf

http://www.opec.org/opec_web/static_files_project/media/downloads/publications/ASB2009.

pdf http://www.eia.doe.gov/emeu/aer/pdf/pages/sec11.pdf

Page 29: Policy Paper Menuju Sustainable Development (Solusi ...eprints.ulm.ac.id/84/1/8 Menuju Sustainable Development.pdf · Secara empiris Dasgupta (2007) menemukan -setelah mengkaji negara-negara

Lampiran

Page 30: Policy Paper Menuju Sustainable Development (Solusi ...eprints.ulm.ac.id/84/1/8 Menuju Sustainable Development.pdf · Secara empiris Dasgupta (2007) menemukan -setelah mengkaji negara-negara

Related Documents