YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
Page 1: Pneumothorax, Wana Referat

PNEUMOTHORAX

I. Pendahuluan

Istilah “Pneumothorax” pertama kali dicetuskan oleh seorang dokter

berkebangsaan Perancis bernama Itard pada tahun 1803.(1) Pneumothorax adalah

keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Pada keadaan normal,

rongga pleura tidak berisi udara agar paru-paru dapat leluasa mengembang di

dalam rongga dada. Pneumothorax dapat dibagi menjadi pneumothorax spontan

dan traumatik. Pneumothorax spontan dibagi menjadi primer dan sekunder.

Pneumothorax primer jika penyebabnya tidak diketahui dan sekunder jika terdapat

penyakit paru yang mendasarinya. Sedangkan pneumothorax traumatik dibagi lagi

menjadi pneumothorax traumatik iatrogenik dan non iatrogenik.(2)

II. Insiden dan Epidemiologi

Insiden pneumothorax sulit diketahui karena episodenya banyak yang

tidak diketahui, pria lebih banyak dari wanita dengan perbandingan 5:1.

Pneumothorax spontan primer (PSP) sering juga dijumpai pada individu sehat,

tanpa riwayat penyakit paru sebelumnya. Pneumothorax spontan primer banyak

dijumpai pada pria dengan usia antara dekade 3 dan 4. Salah satu penelitian

menyebutkan sekitar 81% kasus PSP berusia kurang dari 45 tahun. Seaton dkk,

melaporkan bahwa pasien tuberkulosis aktif mengalami komplikasi pneumothorax

sekitar 1,4% dan jika terdapat kavitas paru komplikasi pneumothorax meningkat

lebih dari 90%.(2)

Di Olmested Country, Minnesota, Amerika, Melton et al melakukan

penelitian selama 25 tahun (tahun 1950 - 1974) pada pasien yang terdiagnosis

sebagai pneumothorax atau pneumomediastinum, didapatkan 75 pasien karena

trauma, 102 pasien karena iatrogenik dan sisanya 141 pasien karena pneumothorax

spontan. Dari 141 pasien pneumothorax spontan tersebut 77 pasien PSP dan 64

pasien pneumothorax spontan sekunder (PSS). Pada pasien-pasien pneumothorax

spontan didapatkan angka insidensi sebagai berikut : PSP terjadi pada 7,4 –

8,6/100.000 per tahun untuk pria dan 1,2/100.000 per tahun untuk wanita;

1

Page 2: Pneumothorax, Wana Referat

sedangkan insidensi PSS 6,3/100.000 per tahun untuk pria dan 2,0/100.000 per

tahun untuk wanita.(2)

III. Klasifikasi dan Etiologi

Terdapat beberapa klasifikasi pneumothorax yaitu pneumothorax

berdasarkan penyebabnya, volume udara yang mengisi rongga pleura, jenis fistula

yang menghubungkan antara saluran pernapasan dengan rongga pleura, dan

frekuensi serangan.(2, 3, 4)

1. Pneumothorax berdasarkan penyebabnya

1) Pneumothorax spontan yaitu pneumothorax yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya

suatu penyebab (trauma ataupun iatrogenik), ada 2 jenis yaitu :

a. Pneumothorax spontan primer, suatu pneumothorax yang terjadi tanpa ada

riwayat penyakit paru yang mendasari sebelumnya. Umumnya terjadi pada

individu sehat, dewasa muda, tidak berhubungan dengan aktivitas fisik

yang berat tetapi justru terjadi saat istirahat dan sampai sekarang belum

diketahui penyebabnya.

b. Pneumothorax spontan sekunder, suatu pneumothorax yang terjadi karena

penyakit paru yang mendasarinya (tuberkulosis paru, PPOK, asma

bronkial, pneumonia, tumor paru, dan sebagainya).(2)

2) Pneumothorax traumatik yaitu pneumothorax yang terjadi akibat suatu trauma

baik trauma penetrasi maupun yang bukan dan menyebabkan robeknya pleura,

dinding dada, maupun paru-paru. Beberapa penyebab trauma penetrasi pada

dinding dada adalah luka tusuk, luka tembak, akibat tusukan jarum maupun

pada saat dilakukan kanulasi vena sentral.

a. Pneumothorax traumatik iatrogenik, suatu pneumothorax yang terjadi

akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumothorax jenis inipun masih

dibedakan menjadi 2 yaitu :

i. Pneumothorax traumatik iatrogenik aksidental yaitu pneumothorax

yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan atau

komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada tindakan

2

Page 3: Pneumothorax, Wana Referat

parasentesis dada, biopsi pleura, biopsi transbronkial, biopsi paru

perkutaneus, dan kanulasi vena sentralis.

ii. Pneumothorax traumatik iatrogenik artifisial yaitu pneumothorax

yang sengaja dilakukan dengan cara mengisi udara ke dalam

rongga pleura melalui jarum dengan suatu alat Maxwell box.

Biasanya untuk terapi tuberkulosis (sebelum era antibiotik) atau

untuk menilai permukaan paru.

b. Pneumothorax traumatik non iatrogenik adalah pneumothorax yang terjadi

karena jejas kecelakaan misalnya jejas pada dinding dada baik terbuka

maupun tertutup.(2)

2. Pneumothorax berdasarkan volume udara yang mengisi rongga pleura

1) Pneumothorax partialis, yaitu udara yang masuk rongga pleura hanya mengisi

sebagian rongga thorax saja, artinya masih ada bagian paru yang

mengembang, walaupun sudah tidak sepenuhnya lagi.

2) Pneumothorax totalis, yaitu paru sudah mengalami kolaps total karena

terdesak udara dalam rongga pleura yang cukup banyak dengan tekanan yang

cukup besar.(3,4)

3. Pneumothorax berdasarkan jenis fistulanya

1) Pneumothorax terbuka (open pneumothorax), yaitu suatu pneumothorax yang

terjadi akibat adanya luka terbuka pada dinding dada sehingga saat inspirasi

udara dapat keluar melalui luka tersebut.

2) Pneumothorax tertutup (simple pneumothorax) adalah pneumothorax dengan

tekanan udara di rongga pleura yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan

tekanan pleura pada sisi hemithorax kontralateral tetapi tekanannya masih

lebih rendah dari tekanan atmosfer. Pada jenis ini tidak didapatkan defek atau

luka terbuka pada dinding dada.

3) Tension pneumothorax (pneumothorax ventil) merupakan pneumothorax yang

terjadi akibat mekanisme check valve yakni pada saat inspirasi udara masuk ke

dalam rongga pleura namun saat ekspirasi udara dalam rongga pleura tidak

3

Page 4: Pneumothorax, Wana Referat

dapat keluar. Semakin lama tekanan udara di dalam rongga pleura akan

semakin meningkat dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul

dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan

gagal napas.(2)

4. Pneumothorax berdasarkan frekuensi serangan

1) Pneumothorax residif, yaitu apabila serangan pneumothorax ini sudah terjadi

beberapa kali di tempat sama.

2) Pneumothorax habitual, yaitu apabila serangan pneumothorax ini sudah terjadi

beberapa kali di tempat–tempat yang berbeda.(4)

IV. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi

Traktus respiratorius umumnya dibagi menjadi bagian atas dan bawah.

Traktus respiratorius atas berhubungan dengan kavum nasi, nasofaring, dan laring

sedangkan bagian bawah berhubungan dengan trakea, bronkus, dan paru-paru.(5)

1) Pleura

Pleura terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan viseralis yang melekat pada

paru dan lapisan parietalis yang membatasi aspek terdalam dinding dada,

diafragma, serta sisi pericardium dan mediastinum. Pada hilus paru kedua lapisan

pleura ini berhubungan. Hubungan ini bergantung dengan ligamentum pulmonale.

Adanya ligamentum ini memungkinkan peregangan vv. pulmonalis dan

pergerakan struktur hilus selama respirasi. Rongga pleura mengandung sedikit

cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas untuk mengurangi pergesekan

antara kedua pleura. Pleura parietalis sensitif terhadap nyeri dan raba (melalui n.

interkostalis dan n. frenikus). Pleura viseralis hanya sensitif terhadap regangan

(melalui serabut aferen otonom dari pleksus pulmonalis).(5)

4

Page 5: Pneumothorax, Wana Referat

Gambar 1 : Anatomi pleura. (dikutip dari kepustakaan 12)

2) Paru–paru

Paru–paru memiliki area permukaan alveolar kurang lebih seluas 40 m2

untuk pertukaran udara. Tiap paru memiliki apeks yang mencapai ujung sternal

kosta pertama dan basis yang terletak di atas diafragma. Paru kanan terbagi

menjadi lobus atas, tengah, dan bawah oleh fisura oblikus dan horizontal. Paru

kiri hanya memiliki fisura oblikus sehingga tidak ada lobus tengah. Segmen

lingular merupakan sisi kiri yang ekuivalen dengan lobus tengah kanan. Namun,

secara anatomis lingual merupakan bagian dari lobus atas kiri. Struktur yang

masuk dan keluar dari paru-paru melewati hilus paru yang diselubungi oleh

kantong pleura yang longgar.(5)

Gambar 2 : Anatomi paru-paru. (dikutip dari kepustakaan 13)

5

Page 6: Pneumothorax, Wana Referat

2. Fisiologi

Sistem pernapasan melaksanakan pertukaran udara antara atmosfer dan

paru melalui proses ventilasi. Pertukaran O2 dan CO2 antara udara dalam paru dan

darah dalam kapiler paru berlangsung melalui dinding kantung udara, atau

alveolus, yang sangat tipis. Saluran pernapasan menghantarkan udara dari

atmosfer ke bagian paru tempat pertukaran gas tersebut berlangsung. Paru terletak

di dalam kompartemen thorax yang tertutup, yang volumenya dapat diubah-ubah

oleh aktivitas kontraktil otot–otot pernapasan.(6)

Udara cenderung bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah

bertekanan rendah, yaitu menuruni gradien tekanan. Udara mengalir masuk dan

keluar paru selama proses bernapas dengan mengikuti penurunan gradien tekanan

yang berubah berselang-seling antara alveolus dan atmosfer akibat aktivitas siklik

otot-otot pernapasan. Terdapat tiga tekanan berbeda yang penting pada ventilasi :

1. Tekanan atmosfer adalah tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di

atmosfer terhadap benda–benda di permukaan bumi. Di ketinggian

permukaan laut, tekanan ini sama dengan 760 mmHg.

2. Tekanan intra-alveolus atau intrapulmonalis adalah tekanan di dalam

alveolus. Karena alveolus berhubungan dengan atmosfer melalui saluran

pernapasan, udara dengan cepat mengalir mengikuti penurunan gradien

tekanan setiap kali terjadi perbedaan antara tekanan intra-alveolus dan

tekanan atmosfer; udara terus mengalir sampai tekanan keduanya

seimbang (ekuilibrium).

3. Tekanan intrapleura adalah tekanan di dalam kantung pleura. Tekanan ini

juga dikenal sebagai tekanan intrathorax, yaitu tekanan yang terjadi di luar

paru di dalam rongga thorax. Tekanan intrapleura biasanya lebih kecil

daripada tekanan atmosfer, rata-rata 756 mmHg saat istirahat. Tekanan

intrapleura tidak diseimbangkan dengan tekanan atmosfer atau intra-

alveolus, karena tidak terdapat hubungan langsung antara rongga pleura

dan atmosfer atau paru. Karena kantung pleura adalah suatu kantung

tertutup tanpa lubang, udara tidak dapat masuk atau keluar walaupun

terdapat gradien konsentrasi antara kantung itu dengan sekitarnya.(6)

6

Page 7: Pneumothorax, Wana Referat

Kohesivitas cairan intrapleura dan gradien tekanan transmural menjaga

dinding thorax dan paru berhadapan erat, walaupun paru berukuran lebih kecil

daripada thorax. Molekul–molekul air polar di dalam cairan intrapleura bertahan

dari peregangan karena adanya gaya tarik–menarik antara sesama mereka.

Kohesivitas cairan intrapleura yang ditimbulkannya cenderung menahan kedua

permukaan pleura menyatu.(6)

Apabila tekanan intrapleura disamakan dengan tekanan atmosfer, gradien

tekanan transmural akan hilang. Akibatnya, paru dan thorax akan terpisah dan

mencari dimensi-dimensi inheren mereka sendiri. Hal inilah yang sebenarnya

terjadi apabila udara dibiarkan masuk ke dalam rongga pleura, suatu keadaan yang

dikenal sebagai pneumothorax. Dimana kohesivitas cairan intrapleura tidak dapat

menahan dinding paru dan thorax melekat satu sama lain apabila tidak terdapat

gradien tekanan transmural.(6)

V. Patogenesis

Pneumothorax adalah kolapsnya sebagian atau seluruh paru yang terjadi

sewaktu udara atau gas lain masuk ke ruang pleura yang mengelilingi paru.

Terdapat berbagai jenis pneumothorax; spontan primer, spontan sekunder,

terbuka, tertutup, dan tension pneumothorax.(2, 4, 7)

1. Pneumothorax Spontan Primer (PSP)

PSP terjadi karena robeknya suatu kantong udara dekat pleura viseralis.

Penelitian secara patologis membuktikan bahwa pasien pneumothorax spontan

yang parunya direseksi tampak adanya satu atau dua ruang berisi udara dalam

bentuk bleb dan bulla. Bulla merupakan suatu kantung yang dibatasi sebagian

oleh pleura fibrotik yang menebal, sebagian oleh jaringan fibrosa paru sendiri dan

sebagian lagi oleh jaringan paru emfisematous. Bleb terbentuk dari suatu alveoli

yang pecah melalui jaringan interstisial ke dalam lapisan fibrosa tipis pleura

viseralis yang kemudian berkumpul dalam bentuk kista. Mekanisme terjadinya

bulla atau bleb belum jelas, banyak pendapat menyatakan terjadinya kerusakan

7

Page 8: Pneumothorax, Wana Referat

bagian apeks paru berhubungan dengan iskemia atau peningkatan distensi pada

alveoli daerah apeks paru akibat tekanan pleura yang lebih negatif.(2)

Belum ada hubungan yang jelas antara aktivitas yang berlebihan dengan

pecahnya bleb atau bulla karena pada keadaan tanpa aktivitas (istirahat) juga dapat

terjadi pneumothorax. Pecahnya alveoli berhubungan dengan obstruksi check-

valve pada saluran napas kecil sehingga timbul distensi ruang udara di bagian

distalnya. Obstruksi jalan napas bisa diakibatkan oleh penumpukan mukus dalam

bronkioli baik oleh karena infeksi atau bukan infeksi.(2)

2. Pneumothorax Spontan Sekunder (PSS)

PSS terjadi karena pecahnya bleb viseralis atau bulla subpleura dan sering

berhubungan dengan penyakit paru yang mendasarinya. Patogenesis PSS

multifaktorial, umumnya terjadi akibat komplikasi penyakit PPOK (Penyakit Paru

Obstruktif Kronik), asma, fibrosis kistik, tuberkulosis paru, penyakit-penyakit

paru infiltratif lainnya (misalnya pneumonia supuratif dan termasuk pneumonia

P.carinii). PSS umumnya lebih serius keadaannya daripada PSP, karena pada PSS

terdapat penyakit paru yang mendasarinya.(2)

Adanya proses TB di paru bagian perifer, baik itu masih aktif (berupa

infiltrat) ataupun berupa jaringan parut (fibrotic scar) akan merupakan tempat-

tempat rawan (locus minoris resistentiae) dimana pleura setempat mudah robek.

Infiltrat akan berlanjut dengan nekrosis dan perlunakan, sehingga menyebabkan

pleura rusak dan dengan demikian mudah robek pada saat paru mengalami

ekspansi (yaitu saat inspirasi). Adanya jaringan parut di paru bagian perifer akan

menyebabkan paru setempat tidak elastis lagi dan dengan demikian mudah robek

pada saat terjadi pengembangan paru terutama pada inspirasi maksimal.(4)

Pada penderita dengan emfisema paru, secara kasar dapat dikatakan bahwa

udara tertimbun dalam paru, sehingga tekanan udara intrapulmonal meningkat

dengan akibat diafragma tertekan ke bawah dan jaringan paru perifer yang

menipis juga akan teregang. Akibat akhirnya ialah kecenderungan dinding

alveolus maupun pleura untuk robek. Kecenderungan ini semakin meningkat

8

Page 9: Pneumothorax, Wana Referat

bilamana sudah ada bulla-bulla yang terbentuk karena beberapa pembatas antar-

alveolus pecah dan rongga beberapa alveolus menyatu.(2)

3. Pneumothorax Terbuka

Pneumothorax terbuka terjadi apabila dinding dada terbuka dan udara dari

atmosfer masuk ke dalam ruang pleura. Tekanan atmosfer lebih besar daripada

tekanan pleura dan menyebabkan paru-paru kolaps.(7)

4. Tension Pneumothorax

Tension pneumothorax dapat terjadi apabila terdapat gerakan udara satu

arah dari paru-paru ke ruang pleura melalui lubang kecil di struktur paru-paru.

Pada keadaan ini, udara keluar dari paru-paru dan masuk ke ruang pleura sewaktu

inspirasi. Akan tetapi, udara tersebut tidak dapat kembali ke paru-paru pada waktu

ekspirasi karena lubang kecil kolaps saat paru-paru mengempis. Kondisi ini juga

memungkinkan udara masuk ke rongga pleura dari cabang trakeobronkus yang

rusak. Tension pneumothorax adalah keadaan yang mengancam keselamatan jiwa

karena mengakibatkan peningkatan tekanan di ruang pleura. Tekanan pleura yang

meningkat dapat menyebabkan atelektasis kompresi yang luas. Pergeseran jantung

dan pembuluh darah besar di rongga thorax juga dapat terjadi sehingga

mengakibatkan gangguan hebat pada fungsi kardiovaskular.(7)

VI. Diagnosis

1. Gambaran Klinis

Berdasarkan anamnesis, gejala-gejala yang sering muncul adalah :

Sesak napas, yang didapatkan pada 80-100% pasien.

Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Lindskog dan

Halasz menemukan 69% dari 72 pasien mengalami nyeri dada.

Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.

Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat sekitar 5-10% dan

biasanya pada PSP.(2)

9

Page 10: Pneumothorax, Wana Referat

Gejala-gejala tersebut dapat berdiri sendiri maupun kombinasi dan menurut

Mills dan Luce derajat gangguannya bisa mulai dari asimtomatik atau

menimbulkan gangguan ringan sampai berat.(2)

2. Pemeriksaan Fisik

Berat ringan keadaan penderita tergantung pula pada tipe pneumothorax

tersebut.

a. Pneumothorax tertutup atau terbuka, sering tidak berat.

b. Pneumothorax ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan

lebih berat.

c. Berat-ringannya pneumothorax tergantung juga pada keadaan paru

yang lain serta ada tidaknya obstruksi jalan napas.(3)

Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi bila

penderita mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil

disebabkan pengisian yang kurang.(3)

Pada pemeriksaan fisik thorax ditemukan :

Inspeksi :

Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit.

Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal.

Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat.

Palpasi :

Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar.

Iktus cordi terdorong ke sisi thorax yang sehat.

Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit.

Perkusi :

Suara ketok pada sisi yang sakit adalah hipersonor.

Batas jantung terdorong ke arah thorax yang sehat, apabila tekanan

intrapleura tinggi.

Auskultasi :

Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang.

10

Page 11: Pneumothorax, Wana Referat

Suara napas terdengar amforik bila ada fistel bronkopleura yang cukup

besar pada pneumothorax terbuka.

Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif.(3)

3. Gambaran Laboratorium

Analisa gas darah arteri memberikan hasil hipoksemia dan alkalosis

respirasi akut pada sebagian besar pasien, namun hal ini bukanlah masalah

yang penting. Pada pemeriksaan EKG, pneumothorax primer sebelah kiri

dapat menyebabkan aksis QRS dan gelombang T berubah sehingga

memungkinkan terjadinya kesalahan interpretasi sebagai infark miokard akut.(8)

Bila dilakukan pemeriksaan faal paru dengan spirometer akan dapat

dilihat adanya suatu gangguan restriksi dengan kapasitas vital yang lebih dari

20% kurangnya dari yang diprediksi, makin parah keadaan penderita tentunya

kemunduran ini akan semakin besar pula.(4)

4. Gambaran Radiologi

1) Foto Thorax

Foto dada pada pasien pneumothorax sebaiknya diambil dalam posisi

tegak karena sulitnya mengidentifikasi pneumothorax dalam posisi supinasi.

Selain itu, foto dada juga diambil dalam keadaan ekspirasi penuh.(9)

Ekspirasi penuh menyebabkan volume paru berkurang dan relatif

menjadi lebih padat sementara udara dalam rongga pleura tetap konstan

sehingga lebih mudah untuk mendeteksi adanya pneumothorax utamanya yang

berukuran lebih kecil. Perlu diingat, pneumothorax yang terdeteksi pada

keadaan ekspirasi penuh akan terlihat lebih besar daripada ukuran sebenarnya.(9)

Bayangan udara dalam rongga pleura memberikan bayangan

radiolusen yang tanpa struktur jaringan paru (avascular pattern) dengan batas

paru berupa garis radioopak tipis yang berasal dari pleura viseralis. Jika

11

Page 12: Pneumothorax, Wana Referat

pneumothorax luas maka akan menekan jaringan paru ke arah hilus atau paru

menjadi kolaps di daerah hilus dan mendorong mediastinum serta trakea ke

arah kontralateral. Selain itu, sela iga menjadi lebih lebar dan diafragma pada

sisi yang sakit menjadi lebih datar.(10)

Gambar 3 : Foto thorax PA, paru-paru yang kolaps dan white pleural line

di hemithorax kiri. (dikutip dari kepustakaan 14)

Gambar 4 : Foto thorax PA, tension pneumothorax, yaitu total kolaps paru

kanan (tanda panah), volume hemithorax kanan meningkat, sela iga kanan

melebar, dan pergeseran mediastinum ke hemithorax kiri. (dikutip dari

kepustakaan 14)

12

Page 13: Pneumothorax, Wana Referat

Gambar 5 : Foto thorax PA, tension pneumothorax, yaitu total kolaps paru

kiri (tanda panah atas), volume hemithorax kiri meningkat, sela iga kiri

melebar (tanda panah bawah), dan pergeseran mediastinum ke hemithorax

kanan (tanda panah tengah). (dikutip dari kepustakaan 15)

Pneumothorax yang berukuran sangat kecil dapat dideteksi dengan

foto lateral dekubitus. Pada posisi ini, udara yang mengambil tempat tertinggi

pada hemithorax (di daerah dinding lateral) akan lebih mudah terlihat

dibandingkan pada posisi tegak di mana identifikasi bayangan udara di daerah

apeks paru mungkin akan terganggu oleh densitas tulang.(9)

Untuk mendeteksi pneumothorax pada foto dada posisi supine orang

dewasa, maka tanda yang dicari adalah adanya deep sulcus sign. Normalnya,

sudut kostofrenikus berbentuk lancip dan rongga pleura menembus lebih jauh

ke bawah hingga daerah lateral dari hepar dan lien. Jika terdapat udara pada

rongga pleura, maka sudut kostofrenikus menjadi lebih dalam daripada

biasanya. Hal ini menunjukkan gambaran udara yang mengisi daerah lingula

paru kiri maupun lobus tengah dari paru kanan. Semakin banyak udara di

daerah tersebut, maka sudut kostofrenikus menjadi lebih dalam dan lancip dari

biasanya dan gambaran hemidiafragma pada sisi yang sakit berwarna lebih

hitam (lusen). Jika hal ini terjadi, maka pasien sebaiknya difoto ulang dengan

posisi tegak.(9)

13

Page 14: Pneumothorax, Wana Referat

Selain deep sulcus sign, terdapat tanda lain pneumothorax berupa tepi

jantung yang terlihat lebih tajam. Keadaan ini biasanya terjadi pada posisi

supine, dimana udara berkumpul di daerah anterior tubuh terutama daerah

medial. Pada bayi atau anak yang difoto dengan posisi lateral, maka cara

untuk mendeteksi pneumothorax adalah dengan mengidentifikasi daerah gelap

(hiperlusen) di bagian retrosternal.(9)

Gambar 6 : Foto thorax AP atau posisi supine, memperlihatkan gambaran

deep sulcus sign oleh karena udara mengisi lingula dan lobus bawah paru

kiri (panah kiri bawah) dan batas jantung kiri menjadi lebih tajam oleh

karena udara mengisi bagian anteromedial tubuh (panah kiri atas). (dikutip

dari kepustakaan 14)

Terdapat beberapa kesalahan yang mungkin terjadi saat menilai

pneumothorax. Yang pertama adalah tidak adanya lung marking yang

langsung dianggap sebagai pneumothorax padahal terdapat beberapa penyakit

lain yang juga memiliki gambaran radiologi serupa seperti bullous disease of

the lung, adanya kista paru yang besar dan emboli paru. Untuk mengatasinya,

maka perhatikan baik-baik kontur yang dianggap sebagai garis pleura

viseralis. Tidak seperti garis pada bulla, garis pleura viseralis berbentuk

konveks ke arah luar (ke arah dinding dada) dan sejajar dengan kurva dinding

dada.(1)

Kesalahan kedua adalah menganggap lipatan kulit sebagai tanda

pneumothorax. Saat pasien berbaring di atas plat radiologi, lipatan kulit pasien

14

Page 15: Pneumothorax, Wana Referat

mungkin ‘terperangkap’ di belakang pasien sehingga menimbulkan bayangan

yang dianggap sebagai garis pleura viseralis karena sejajar dengan dinding

dada. Untuk membedakannya adalah garis lipatan kulit biasanya lebih tebal

dengan densitas lebih tinggi (lebih putih).(1)

Kesalahan ketiga adalah menganggap tepi medial scapula sebagai garis

pleura viseralis. Kesalahan ini biasa terjadi saat pasien berada dalam posisi

supine di mana tepi medial scapula akan tertumpuk dengan lobus atas paru

sehingga menyerupai garis pleura viseralis. Oleh karena itu, identifikasi dan

pastikan untuk menyusuri tepi skapula dengan benar.(1)

2) CT Scan Thorax

Selain pemeriksaan foto thorax, pemeriksaan lain yang dapat

digunakan untuk mendeteksi pneumothorax adalah CT scan thorax. Modalitas

ini biasa digunakan untuk pneumothorax dalam jumlah yang sangat kecil.

Pemeriksaan ini lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa

dengan pneumothorax, batas antara udara dengan cairan intra dan

ekstrapulmoner serta untuk membedakan antara pneumothorax spontan primer

atau sekunder.(2)

Gambar 7 : CT scan thorax, gambaran pneumothorax pada hemithorax

kanan. Terlihat adanya gambaran chest tube berupa bulat hitam kecil pada

hemithorax kanan, selain itu juga tampak udara mengisi rongga pleura

(hitam). (dikutip dari kepustakaan 16)

15

Page 16: Pneumothorax, Wana Referat

VII. Diagnosis Banding

1. Emfisema Paru

Emfisema paru merupakan kondisi peningkatan ukuran ruang udara,

disertai dilatasi dan destruksi jaringan paru di bagian distal dari bronkus

terminal.(11) Gambaran radiologi emfisema secara umum adalah penambahan

ukuran paru anterior-posterior akan menyebabkan bentuk thorax kifosis,

sedangkan penambahan ukuran paru vertikal menyebabkan diafragma letak

rendah dengan bentuk diafragma yang datar. Dengan aerasi paru yang

bertambah pada seluruh paru atau lobaris ataupun segmental, akan

menghasilkan bayangan lebih radiolusen, sehingga corakan jaringan paru

tampak lebih jelas selain gambaran fibrosisnya dan vaskular paru yang relatif

jarang.(10)

Gambar 8 : Foto thorax PA, emfisema paru di atas memperlihatkan

gambaran hiperaerasi vaskuler disertai kedua diafragma letak rendah.

(dikutip dari kepustakaan 15)

16

Page 17: Pneumothorax, Wana Referat

Gambar 9 : Foto thorax lateral, emfisema paru di atas memperlihatkan

gambaran barrel-shaped chest, meluasnya ruang retrosternal oleh karena

terisi udara yang memberi bayangan lusen (hitam), dan juga ditandai oleh

diafragma letak rendah. (dikutip dari kepustakaan 15)

2. Penyakit Bulla Paru (Bullous Disease of The Lung)

Bullous disease of the lung merupakan salah satu jenis dari emfisema

obstruktif yang biasa disebut sebagai emfisema bulla. Bulla merupakan

emfisema vesikuler setempat dengan ukuran antara 1-2 cm atau lebih besar,

yang kadang-kadang sukar dibedakan dengan pneumothorax. Penyebabnya

sering tidak diketahui, tetapi dianggap sebagai akibat suatu penyakit paru yang

menyebabkan penyumbatan seperti bronkiolitis atau peradangan akut lainnya

dan iritasi gas yang terhisap.(10)

Gambaran radiologi berupa suatu kantung radiolusen di perifer

lapangan paru, terutama bagian apeks paru dan bagian basal paru dimana

jaringan paru normal sekitarnya akan terkompresi sehingga menimbulkan

keluhan sesak napas.(10) Modalitas yang paling bagus untuk membedakan

pneumothorax dengan emfisema bulla adalah CT scan thorax.(2)

17

Page 18: Pneumothorax, Wana Referat

Gambar 10 : Foto thorax PA, emfisema bulla, tampak sebagai daerah

translusen dengan dindingnya terlihat sebagai bayangan kurva linear

menyerupai garis rambut. (dikutip dari kepustakaan 17)

Gambar 11 : CT scan thorax, emfisema bulla, terlihat daerah destruktif

multipel yang menyebabkan bulla dengan berbagai ukuran, bulla berwarna

hitam. (dikutip dari kepustakaan 18)

18

Page 19: Pneumothorax, Wana Referat

VIII. Penatalaksanaan

Tindakan pengobatan pneumothorax tergantung dari luasnya

pneumothorax. Tujuan dari penatalaksanaan tersebut yaitu untuk

mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk

kambuh lagi. British Thoracic Society dan American College of Chest

Physicians telah memberikan rekomendasi untuk penanganan pneumothorax.

Prinsip-prinsip penanganan pneumothorax adalah :

Observasi dan pemberian tambahan oksigen

Tindakan ini dilakukan apabila luas pneumothorax < 15% dari

hemithorax. Apabila fistula dari alveoli ke rongga pleura telah

menutup, udara dalam rongga pleura perlahan-lahan akan diresorbsi.

Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube torakostomi

dengan atau tanpa pleurodesis

Tindakan ini dilakukan seawal mungkin pada pasien pneumothorax

yang luasnya > 15%. Tindakan ini bertujuan mengeluarkan udara dari

rongga pleura (dekompresi).

Torakoskopi dengan pleurodesis dan penanganan terhadap adanya bleb

atau bulla

Torakoskopi adalah suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam

rongga thorax dengan alat bantu torakoskop. Tindakan ini sangat

efektif dalam penanganan PSP dan mencegah berulangnya kembali.

Dengan prosedur ini dapat dilakukan reseksi bulla atau bleb dan juga

bisa dilakukan untuk pleurodesis.

Torakotomi

Tindakan pembedahan ini indikasinya hampir sama dengan

torakoskopi. Tindakan ini dilakukan jika dengan torakoskopi gagal

atau jika bleb atau bulla terdapat di apeks paru, maka tindakan

torakotomi ini efektif untuk reseksi bleb atau bulla tersebut.(2)

19

Page 20: Pneumothorax, Wana Referat

IX. Komplikasi

Tension pneumothorax dapat mengakibatkan kegagalan respirasi akut,

piopneumothorax, hidropneumothorax, henti jantung, bahkan kematian.

Sedangkan pneumomediastinum dan emfisema subkutis biasa terjadi sebagai

komplikasi pneumothorax spontan.(8)

X. Prognosis

Pasien dengan pneumothorax spontan hampir separuhnya mengalami

kekambuhan setelah sembuh dari observasi maupun setelah pemasangan pipa

torakostomi. Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-pasien pneumothorax

yang dilakukan torakostomi terbuka. Pasien-pasien yang penatalaksanaannya

cukup baik, umumnya tidak mengalami komplikasi. Prognosis pasien

pneumothorax spontan sekunder bergantung pada penyakit paru yang

mendasarinya.(2)

20

Page 21: Pneumothorax, Wana Referat

Daftar Pustaka

1. Sharma A, Jindal P. Principles of diagnosis and management of traumatic

pneumothorax. [online]. 2008. [cited 21 Oktober 2010]. Available from :

URL : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2700561/

2. Hisyam B, Budiono E. Pneumothorax spontan. In : Sudoyo AW,

Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu

penyakit dalam. jilid II. edisi keempat. Jakarta : Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006. p. 1063-7

3. Alsagaff H, Mukty A. Pneumothorax. In : Dasar-dasar ilmu penyakit

paru. edisi kelima. Surabaya : Airlangga University Press; 2008. p. 162-

73

4. Danusantoso H. Pneumothorax. In : Buku saku ilmu penyakit paru.

Jakarta : Penerbit Hipokrates; 2000. p. 276-84

5. Faiz O, Moffat D. Pleura dan jalan napas. In : At a glance anatomi.

Jakarta : Penerbit Erlangga; 2004. p. 10-3

6. Sherwood L. Sistem pernapasan. In : Fisiologi manusia dari sel ke sistem.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001. p. 411-8

7. Corwin EJ. Pneumothorax. In : Buku saku patofisiologi. Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran EGC; 2009. p. 550

8. Tierney LM, McPhee SJ, Papadakis MA. Pneumothorax spontan. In :

Diagnosis dan terapi kedokteran. Jakarta : Penerbit Salemba Medika;

2002. p. 190-3

9. Ketai, Lofgren, Meholic. Pneumothorax. In : Chest radiology. 2nd edition.

United States of America : Saunders Elsevier; 2006. p. 172-6

10. Kusumawidjaja K. Emfisema, ateletaksis dan bronkiektasis; Pleura dan

mediastinum. In : Ekayuda I, editor. Radiologi diagnostik. edisi kedua.

Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2005. p. 108-9; 120

21

Page 22: Pneumothorax, Wana Referat

11. Patel PR. Pneumothorax. In : Lecture notes radiologi. edisi kedua. Jakarta

: Penerbit Erlangga; 2007. p. 44-5

12. Drake RL, Vogl W, Mitchell AWM. Pleura. In : Gray anatomy for

students. New York : Elsevier Inc; 2007. p. 136

13. Ellis H. Thorax. In : Clinical anatomy a revision and applied anatomy for

clinical students. 11th edition. United Kingdom : Blackwell Publishing

Ltd; 2006. p. 4

14. Lisle DA, Russell A. Respiratory system. In : Imaging for students. 2nd

edition. New York : Oxford University Press Inc; 2001. p. 55-6

15. Holmes EJ, Misra RR. Chronic obstructive pulmonary disease;

Pneumothorax. In : A-Z of emergency radiology. New York : Cambridge

University Press; 2004. p. 36-7; 54-5

16. Anonym. Pneumothorax. [online]. 2010. [cited 18 Oktober 2010].

Available from : URL : http://en.wikipedia.org/wiki/Pneumothorax

17. Wheatley GH, Estrera AS. Bullous lung disease. [online]. 2010. [cited 21

Oktober 2010]. Available from : URL :

http://www.ctsnet.org/sections/clinicalresources/clinicalcases/article-

1.html

18. Anonym. Bullous disease of the lung. [online]. 2006. [cited 21 Oktober

2010]. Available from : URL :

http://www.learningradiology.com/archives06/COW%20206-Bullous

%20dz/bullouscorrect.htm

22


Related Documents