YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
Page 1: Petunjuk Praktikum Sismik

1

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM

SISTEMATIKA MIKROBIA

Oleh:

Dr. Enny Zulaikha, MP.

M. Andry

FAKULTAS BIOLOGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

Page 2: Petunjuk Praktikum Sismik

2

TAKSONOMI NUMERIK FENETIK

Acara 1 – Klasifikasi Numerik-Fenetik Berdasarkan Data Fenotipik

A. Pengantar

Taksonomi numerik yang juga dikenal dengan sebutan taksonomi Adansonian

(berdasarkan nama ahli sistematika Michael Adanson) didefinisikan sebagai

pengelompokan unit taksonomis ke dalam sejumlah taksa dengan metode numerik

berdasarkan karakteristik yang dimiliki. Taksonomi numerik didasarkan atas lima prinsip

utama, yakni:

1. Taksonomi yang ideal adalah taksonomi yang mengandung informasi terbesar yaitu

yang didasarkan atas sebanyak-banyaknya karakter.

2. Masing-masing karakter diberi nilai yang setara (a priori) dalam mengkonstruksi

takson yang bersifat alami.

3. Tingkat kedekatan antara dua strain/OTU (operational taxonomical unit) merupakan

fungsi similaritas yang dimiliki bersama.

4. Taksa yang berbeda dibentuk atas sifat yang dimiliki.

5. Similaritas tidak bersifat filogenetis melainkan bersifat fenetis.

Tujuan utama taksonomi numerik adalah untuk menghasilkan suatu klasifikasi yang

bersifat teliti, reprodusibel, serta padat informasi. Aplikasi taksonomi numerik dalam

konstruksi klasifikasi biologis memungkinkan terwujudnya sirkumskripsi takson

berdasarkan prinsip yang mantap dan bukan sekedar klasifikasi yang bersifat subjektif

belaka. Teknik klasifikasi meliputi empat tahapan, yaitu:

1. Strain mikrobia (n) yang akan diklasifikasikan dikoleksi lalu ditentukan karakter

fenotipiknya dalam jumlah besar (t) yang mencakup sifat yang tertera pada Tabel 1.1.

Data yang diperoleh disusun dalam suatu matriks n x t.

2. Strain mikrobia diklasifikasikan berdasarkan nilai similaritas atau disimilaritas yang

dihitung dari data n x t.

3. Strain yang mirip akan dimasukkan ke dalam satu kelompok dengan menggunakan

algoritma pengklasteran (clustering algorithm).

4. Kelompok yang dibentuk secara numerik lalu dipelajari dan karakter yang bersifat

membedakan (separating character) dipilih diantara data dalam matriks untuk

selanjutnya digunakan dalam dentifikasi.

B. Cara Kerja

Tahapan kerja dalam klasifikasi numerik-fenetik terdiri dari (1) pemilihan strain uji,

(2) pemilihan jenis pengujian, (3) pencatatan hasil pengujian, (4) data coding, (5) analisis

komputer, dan (6) interpretasi hasil (Priest & Austin, 1993). Namun demikian, dalam

praktikum ini kita akan menggunakan data hasil pengujian dari artikel penelitian yang

Page 3: Petunjuk Praktikum Sismik

3

terdapat pada jurnal ilmiah dalam bentuk tabel n x t. Dengan demikian, kita telah

melewati tahapan kerja 1–3 dan langsung menuju tahapan data coding dan seterusnya.

Tabel 1.1. Kelompok karakter yang digunakan dalam taksonomi numerik bakteri (Priest

& Austin, 1993).

No Kelompok Karakter Jenis Karakter

1

Morfologi kolonial

Bentuk dan ukuran koloni, pigmentasi larut/tidak larut/

fluoresens.

2

Morfologi selular

Sifat pengecatan, bentuk & ukuran sel, motilitas,

ada/tidak nya flagela, ada/tidaknya spora.

3

Sifat pertumbuhan

Bentuk-bentuk pertumbuhan pada medium cair,

kekeruhan, aerobsis/anaerobsis, kebutuhan vitamin,

kemampuan tumbuh pada medium salinitas tinggi.

4

Sifat biokimia

Kemampuan fermentasi/oksidasi karbohidrat,

kehadiran enzim katalase & oksidase, penghasilan

asam, indol, & gas H2S.

5

Resistensi terhadap

antibiotik

Kemampuan untuk tumbuh pada medium yang

mengandung antibiotik.

6

Kemampuan

penggunaan senyawa

kimia sebagai satu-

satunya sumber C

Kemampuan tumbuh pada medium minimal dengan

glukosa/alanin/sitrat sebagai satu-satunya sumber

karbon

7

Sifat serologis

Ada/tidaknya reaksi aglutinasi terhadap antiserum

spesifik

8

Sifat kemotaksonomis

Kehadiran komponen sub-selular tertentu, seperti

peptidoglikan, menakuinon, asam mikolat.

9 Sifat genetik Kandungan G+C pada DNA

10 Phage typing Ada/tidaknya pola phage typing tertentu

1. Penelusuran Sumber Data

Dalam praktikum ini, data untuk klasifikasi numerik-fenetik didapatkan melalui hasil

penelusuran artikel ilmiah. Artikel ilmiah tersebut dapat dicari dari internet melalui

Google Search dengan mengetikan kata-kata kunci terkait klasifikasi numerik fenetik

seperti contohnya “numerical taxonomy of...” atau “numerical classification of...” Salah

satu contoh artikel dapat dilihat pada West et al. (1986) yang mempelajari klasifikasi

spesies anggota genus Vibrio yang diisolasi dari perairan. Data yang terdapat pada artikel

tersebut selanjutnya akan dijadikan contoh pada panduan praktikum ini.

Setelah mendapatkan artikel jurnal, telusuri tabel n x t yang terdapat di dalam artikel

tersebut. Walaupun sering tidak disebut sebagai tabel n x t, namun tabel n x t dapat

terlihat dari cirinya yang mengandung informasi mengenai strain-strain mikrobia (n) serta

jenis karakter yang diujikan (t). Karakter yang terkandung dalam tabel n x t pada

umumnya akan dikelompokan seperti pada Tabel 1.1.

Page 4: Petunjuk Praktikum Sismik

4

2. Konstruksi Tabel n x t

Berdasarkan tabel n x t yang diperoleh dari artikel jurnal penelitian, selanjutnya kita

membuat tabel n x t sendiri. Tabel n x t dapat dibuat dengan program Microsoft Excel

(MS Excel). Pada MS Excel, strain (n) dimasukan sebagai kolom dan karakter pengujian

(t) dimasukan sebagai baris (Gambar 1.1.). Pengkodean pada tabel n x t menggunakan

sistem biner, yakni notasi “1” dan “0”. Notasi “1” diberikan apabila ada kehadiran suatu

sifat dan notasi “0” diberikan untuk ketidakhadiran suatu sifat. Jika dilihat pada Gambar 1

tersebut, kemampuan V. fluvialis untuk dapat tumbuh pada medium dengan kandungan

NaCl 6% menjadikan spesies tersebut mendapatkan notasi “1” pada karakter

“Pertumbuhan 6% NaCl”. Sebaliknya, V. fluvialis tidak dapat tumbuh pada medium

dengan kandungan NaCl 0% sehingga membuatnya mendapatkan notasi “0” untuk sifat

tersebut. Dalam laporan tertulis atau publikasi ilmiah, penggunaan notasi “1” dan “0”

pada n x t sebagai indikasi kehadiran dan ketidakhadiran suatu sifat pada suatu strain

terkesan kurang lazim. Pada umumnya, notasi “+” dan “–“ digunakan sebagai pengganti

“1” dan “0”. Namun demikian, notasi “1” dan “0” pada n x t dimaksudkan untuk

kepentingan analisis menggunakan program komputer, karena program tersebut tidak

dapat mengenali notasi “+” dan “–“.

Gambar 1.1. Contoh tabel n x t

Perlu diketahui bahwa pemilihan spesies dalam konstruksi tabel n x t sebaiknya

mencakup type strain untuk spesies tersebut. Dengan kata lain, sangat disarankan apabila

data yang digunakan juga memiliki hasil pengujian untuk type strain. Suatu type strain

merupakan strain yang mewakili suatu spesies atau dengan kata lain type strain

merupakan pemilik nama spesies. Kehadiran suatu type strain dalam proses konstruksi

dendrogram berfungsi sebagai acuan bagi strain-strain lainnya yang memiliki kesamaan

nama spesies dengan type strain, sehingga dapat lebih meyakinkan posisi strain-strain

tersebut dalam suatu dendrogram.

3. Konstruksi Dendrogram Dengan Program MVSP 3.1 (Kovach, 2007)

Konstruksi dendrogram dengan MVSP 3.1 membutuhkan file input dalam format

.mvs. File tersebut dapat dihasilkan menggunakan program Programmer’s File Editor

(PFE) atau Notepad. Kedua program tersebut memiliki kalimat perintah yang sama,

sehingga dalam penjelasan ini hanya akan diterangkan mengenai satu program saja yakni

PFE. Pada program PFE, buka file baru “New” dan akan tampil sebuah layar. Pada layar

tersebut ketik *L <jumlah karakter> <jumlah strain>. Sebagai contoh,

Page 5: Petunjuk Praktikum Sismik

5

apabila kita ingin mengkonstruksi dendrogram 10 spesies dengan 50 karakter, maka kita

akan menuliskan *L 50 10 pada baris pertama layar.

Setelah itu, copy tabel n x t dari MS Excel ke dalam layar PFE. Namun sebelum itu,

tabel n x t harus sedikit dimodifikasi agar dapat terbaca oleh program PFE dan MVSP.

Modifikasi yang dilakukan meliputi penambahan baris dibawah nama OTU dan kolom

disamping jenis karakter (Gambar 2). Penambahan ini dilakukan karena program PFE dan

juga MVSP akan memperlakukan spasi sebagai pemisah antar dua kategori. Apabila kita

tidak menambahkan simbol pengganti karakter atau OTU, maka sebagai contoh “V.

fluvialis” akan dianggap sebagai dua kategori yakni “V.” dan “fluvialis”. Setelah

modifikasi selesai dilakukan, maka tabel n x t selanjutnya di-copy ke program PFE. Perlu

diketahui bahwa hanya character states dan simbol karakter yang di-copy-kan ke PFE

(kotak abu muda dan abu tua pada Gambar 1.2.).

(a)

(b)

Gambar 1.2. (a) Tabel n x t awal, dan (b) modifikasi berupa penambahan baris simbol

strain [a, b, c] dan kolom simbol karakter [1, 2, 3, 4, 5].

Hasil copy akan terlihat seperti berikut:

*L 5 3

a b c

1 0 0 0

2 1 1 1

3 1 1 0

4 0 0 0

5 0 0 0

Simpan file tersebut dalam format .mvs dengan memberikan tambahan “.mvs” pada

akhir nama file dalam menu save. File .mvs tersebut selanjutnya dapat dibuka dengan

program MVSP 3.1. Selanjutnya, masuk ke program MVSP 3.1 dengan membuka

aplikasi mvspw. Pada MVSP, klik File → Open dan pilih file .mvs yang tersimpan.

Page 6: Petunjuk Praktikum Sismik

6

Ketika terbuka, MVSP akan menampilkan sebuah layar tambahan mengenai jumlah

variabel dan jumlah sampel dari file .mvs yang kita masukan. Pada program MVSP, kita

dapat mengubah kembali nama OTU/sampel yang sebelumnya telah diubah menjadi

simbol [a, b, c] dengan menu Data → Edit Data. Pengubahan data pada menu

tersebut dapat menerima spasi, namun tidak dapat mencetak miring sebagaimana yang

seringkali dilakukan terhadap nama suatu spesies. Setelah semua simbol OTU diubah

menjadi nama spesiesnya, kita dapat menutup layar Edit Data tersebut dan memulai

analisis klaster.

Analisis klaster dilakukan melalui menu Analyses → Cluster Analysis.

Pada layar Cluster Analysis, kita dapat menentukan jenis perhitungan indeks

similaritas dan analisis klaster yang diinginkan. Dalam praktikum ini kita akan mencoba

menggunakan dua jenis perhitungan indeks similaritas (SSM dan SJ) dan metode

pengklasteran average linkage / UPGMA. Pada metode pengklasteran, kita juga

dapat memilih single linkage / nearest neighbour atau complete linkage /

farthest neighbour. Setelah selesai memilih perhitungan indeks similaritas dan

metode pengklasteran pada submenu Options, kita dapat memilih output analisis pada

menu Advanced. Pada submenu Advanced, kita dapat menentukan penampilan hasil

analisis pada kolom result to display. Nyalakan pilihan

Similarity/distance matrix, Clustering report, dan Text

dendrogram. Setelah semuanya selesai, maka klik OK.

Hasil analisis akan memunculkan dua layar, yakni layar pertama yang berisikan

matriks similaritas dan analisis klaster serta layar kedua yang menampilkan dendrogram.

Untuk memudahkan analisis selanjutnya, disarankan untuk meng-copy seluruh isi layar

pertama yang menyerupai layar Excel ke program MS Excel. Gambar dendrogram dapat

dijadikan file gambar (image file) dengan File → Export.

4. Analisis Korelasi-Kofenetik

Analisis korelasi-kofenetik dilakukan untuk melihat tingkat akurasi suatu

dendrogram yang merepresentasikan matriks similaritas antar OTU. Analisis ini

membandingkan dua jenis matriks similaritas, yakni matriks similaritas awal (unsorted)

dan matriks similaritas yang diturunkan dari dendrogram (sorted). Analisis ini dapat

dilakukan dengan program MS Excel. Sebelum mengisikan nilai-nilai dari kedua matriks

similaritas, kita perlu membuat pasangan OTU terlebih dahulu. Jumlah kemungkinan

pasangan OTU yang dapat dibentuk dari n-OTU dijabarkan dengan rumus kombinasi:

Pada contoh diatas, kita dapat menghasilkan 3 jenis kemungkinan pasangan dari total 3

OTU, yakni [a,b], [a,c], dan [b,c]. Setelah semua kemungkinan pasangan dituliskan,

masukan nilai untuk kolom unsorted, yakni nilai similaritas dari matriks similaritas awal

Page 7: Petunjuk Praktikum Sismik

7

dan kemudian nilai untuk kolom sorted yang berasal dari dendrogram / analisis klaster.

Dari hasil MVSP kita memperoleh matriks similaritas:

V. fluvialis V. furnisii V. natriegens

V. fluvialis 1.000

V. furnisii 1.000 1.000

V. natriegens 0.500 0.500 1.000

dan analisis klaster:

Objects

Node Group 1 Group 2 Simil. in group

1 V. fluvialis V. furnisii 1.000 2

2 Node 1 V. natriegens 0.500 3

Berdasarkan matriks similaritas tersebut, kita memasukan nilai unsorted. Dengan

demikian, pasangan [a,b] yang dalam hal ini [V. fluvialis, V. furnisii] memiliki nilai 1.000.

Hal yang sama untuk pasangan [a, b] juga sama pada analisis klaster, sehingga kolom

sorted untuk pasangan [a,b] bernilai 1.000. Hal yang perlu diperhatikan, khususnya pada

tabel analisis klaster adalah pada nomor 2, yakni penggabungan Node 1 dengan V.

natriegens. Dalam hal ini, masing-masing komponen dari Node 1, yakni a dan b akan

berpasangan dengan V. natriegens ([c]) pada nilai 0.500. Hal ini berarti kombinasi [a,b]

dengan [c] akan menghasilkan [a,c] dan [b,c] yang keduanya memiliki nilai similaritas

0,500.

Setelah semua komponen nilai dimasukan, maka akan terbentuk tabel seperti:

OTU Unsorted Sorted

ab 1 1

ac 0.5 0.5

bc 0.5 0.5

...

Dari tabel tersebut, kita dapat menghitung nilai korelasi menggunakan fungsi CORREL.

Indeks korelasi yang diterima adalah ≥0,7 atau ≥70%. Semakin rendah nilai korelasi

berarti dendrogram yang terbentuk semakin tidak mewakili matriks similaritas yang

menjadi dasar konstruksinya.

5. Penampilan Hasil

Data dan hasil yang diperoleh dari praktikum ini meliputi: (1) tabel n x t, (2) matriks

similaritas, (3) analisis klaster, (4) dendrogram, dan (5) analisis korelasi-kofenetik. Perlu

diingat bahwa setiap entry pada tabel n x t yang sebelumnya dimasukan dengan notasi “1”

dan “0” perlu diganti dengan notasi “+” dan “–“ untuk pelaporan hasil. Perubahan ini

dapat dilakukan pada MS Excel menggunakan fungsi Find/Replace (ctrl+F). Seluruh data

dan hasil dimuat dalam bab hasil pada laporan praktikum.

Page 8: Petunjuk Praktikum Sismik

8

Acara 2 – Klasifikasi Numerik-Fenetik Berdasarkan Profil Sidik Jari Molekular

A. Pengantar

Selain data fenotipik, data berupa profil sidik jari molekular (molecular fingerprints)

juga dapat digunakan dalam studi taksonomi mikrobia. Profil yang digunakan dapat

berasal dari DNA, RNA, atau protein. Studi klasifikasi menggunakan profil sidik jari

molekular termasuk ke dalam studi kemosistematik bersama dengan analisis komponen

selular lainnya (Priest & Austin, 1993). Teknik yang paling umum digunakan dalam studi

klasifikasi berdasarkan profil sidik jari molekular adalah restriction fragment length

polymorphisms (RFLP). Prinsip dasar dari penggunaan RFLP adalah adanya kesamaan

situs restriksi antara satu mikroorganisme dengan mikroorganisme lainnya yang dapat

dikenali oleh enzim restriksi endonuklease tertentu. Hal ini berarti bahwa distribusi situs-

situs restriksi tersebut dapat memberi gambaran mengenai kemiripan antara satu

mikroorganisme dengan lainnya secara molekular.

B. Cara Kerja

Seperti halnya pada praktikum acara 1, data yang dipakai dalam praktikum acara 2

ini diperoleh dari artikel penelitian yang terdapat pada jurnal ilmiah dalam bentuk

elektroforegram (foto elektroforesis).

1. Penelusuran Sumber Data

Data yang digunakan dalam praktikum ini berupa elektroforegram sidik jari

(fingerprint) molekular. Data fingerprint tersebut dapat berupa hasil ribotyping, RFLP,

RAPD, dan lainnya. Elektroforegram dari suatu artikel jurnal dapat di-crop menggunakan

program PDF reader seperti Adobe Reader melalui menu Tools → Select & Zoom

→ Snapshot Tool. Buat file gambar (image file) format JPEG atau PNG dari

elektroforegram tersebut dengan memblok elektroforegram yang diinginkan dan copy

(ctrl+C) ke program Paint.

2. Pembuatan Diagrammatic Representative

Diagrammatic representative merupakan sebuah gambaran skematis yang mewakili

elektroforegram yang dianalisis. Penggunaan diagrammatic representative ini barfungsi

untuk mempertegas kehadiran atau ketidakhadiran suatu band dalam elektroforegram.

Kejelasan mengenai hadir atau tidaknya sebuah band merupakan hal yang penting karena

band tersebut diasumsikan sebagai karakter dalam data coding.

Pembuatan diagrammatic representative dapat dilakukan dengan program photo

editor seperti Corel Draw, Adobe Photoshop, atau Paint Shop Pro. Secara umum,

tahapan pembuatannya meliputi input gambar, penambahan layer transparan, dan

menggambarkan suatu garis pada layer transparan tersebut yang berpandu pada band

elektroforegram dibawahnya. Dalam praktikum ini program Paint Shop Pro (PSP) akan

digunakan untuk pembuatan diagrammatic representative ini. Pertama, buka program

PSP dan masukan file gambar elektroforegram yang telah dibuat sebelumnya melalui

Page 9: Petunjuk Praktikum Sismik

9

menu File → Open. Setelah gambar elektroforegram muncul, akan terdapat suatu kotak

bertuliskan Layer pada sisi sebelah kanan. Apabila kotak ini tidak muncul, kita dapat

memunculkannya melalui ikon Toggle Layer Palette pada sisi atas, ikon kedua

dari kanan. Pada layer palette tersebut, gambar yang kita masukan sebelumnya

dikategorikan sebagai Background. Kita dapat menambahkan layer baru dengan

menekan ikon Add New Layer yang terletak pada pojok kiri bawah layer

palette. Sebuah layer baru yang muncul akan diberi nama Layer 1 secara otomatis

dan terletak di atas layer Background. Klik ikon Layer 1 untuk mengaktifkannya

dan Pada Layer 1 inilah kita akan membuat diagrammatic representative dari

elektroforegram.

Setelah memilih Layer 1, aktifkan control palette dengan menekan ikon Toggle

Control Palette yang terletak 3 ikon di sebelah kiri Toggle Layer Palette.

Menu control palette berfungsi untuk mengatur jenis, ketebalan, bentuk, dan ukuran

brush tip yang akan digunakan untuk mewarnai Layer 1 berdasdarkan cetakan yang

ada pada elektroforegram. Sebelum mengatur apapun yang ada pada control palette,

aktifkan Paint Brushes yang terletak pada tool palette (menu di pojok kiri).

Pemilihan warna dapat dilakukan pada color palette (menu di pojok kanan). Kedua menu

tersebut masing-masing dapat diaktifkan melalui Toggle Tool Palette dan

Toggle Color Palette. Menu Control Palette terdiri atas dua submenu,

yakni Tool Controls dan Brush Tip. Untuk sementara, abaikan dahulu submenu

Tool Controls dan masuk ke submenu Brush Tip. Pada submenu Brush Tip

terdapat pilihan Shape, Size, Opacity, Hardness, Density, dan Step yang

masing-masing berfungsi untuk mengatur jenis kuas, ukuran kuas, ketebalan warna,

ketegasan bentuk kuas, kepadatan warna, dan gradasi kuas. Hasil pengaturan enam

parameter ini langsung ditampilkan pada layar di kiri atas submenu Brush Tip.

Sebagai contoh, pengaturan Brush Tip yang digunakan meliputi Shape:

Horizontal, Opacity: 25, Hardness: 50, Density: 100, dan Step: 1.

Size yang digunakan bergantung pada ukuran image file yang digunakan. Sebelum

mulai membuat diagrammatic representative, sebaiknya kita mengujikan hasil pengaturan

pada submenu Brush Tip untuk melihat kecocokannya langsung pada Layer 1.

Hasil pengujian kemudian dapat dihapus dengan mengaktifkan ikon Eraser pada tool

palette. Bentuk dan ukuran Eraser juga diatur pada menu Control Palette yang

sama dengan Brush Tip. Hasil penggambaran dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Setelah penggambaran selesai dilakukan, simpan file tersebut (PSP akan secara

otomatis menyimpannya dalam format .psp). File .psp ini juga dapat dibuka dengan

program image viewer seperti ACDSee. Diagrammatic representative yang ditampilkan

adalah hasil penggambaran yang dilakukan tanpa menyertakan background foto

elektroforegram.

Page 10: Petunjuk Praktikum Sismik

10

Gambar 2.1. (a) Elektroforegram awal yang dijadikan latar belakang/background dan (b)

hasil penggambaran yang berpandu pada latar belakang tersebut.

Dengan demikian, kita dapat menghilangkan foto elektroforegram dengan meng-klik

ikon Background pada Layer Palette dan kemudian Delete. Hasilnya hanya

akan tersisa pita-pita berwarna hasil penggambaran sebelumnya (Gambar 2.2). Simpan

kembali file ini dalam format .jpg (gunakan menu Save As) dengan nama lain agar

tidak mengganti file sebelumnya.

Gambar 2.2. (a) Elektroforegram dan (b) diagrammatic representative yang dihasilkan

dari elektroforegram tersebut.

3. Data Coding dan Analisis

Diagrammatic representative yang dihasilkan merupakan sumber untuk data coding.

Dalam hal ini, setiap pita yang tergambarkan pada diagrammatic representative

merupakan karakter, sehingga total seluruh pita dari seluruh strain mencerminkan jumlah

karakter (t) pada tabel n x t. Konversi diagrammatic representative menjadi tabel n x t

dapat dilakukan secara intuitif dengan melihat kesejajaran pita antar strain dan

menggolongkan pita-pita yang sejajar sebagai satu karakter (Gambar 2.3). Namun

demikian, apabila jumlah pita terlalu banyak maka diperlukan garis bantu untuk melihat

kesejajaran antar pita. Garis bantu tersebut dapat dibuat pada program Paint. Buka file

gambar diagrammatic representative dalam format .jpg dengan program Paint dan klik

ikon Line yang terletak pada bagian atas. Setelah itu buat garis dari ujung kiri ke ujung

kanan gambar dimulai dari pita teratas. Pita-pita yang bersinggungan dengan garis

tersebut dinyatakan sejajar dan menempati karakter yang sama.

Page 11: Petunjuk Praktikum Sismik

11

Gambar 2.3. Konversi diagrammatic representative menjadi tabel n x t.

Tabel n x t yang telah dibuat selanjutnya dianalisis secara numerik-fenetik sama seperti

pada analisis data fenotipik. Analisis dilakukan menggunakan program MVSP 3.1

(Kovach, 2007) dengan indeks similaritas SSM dan SJ serta algoritme pengklasteran

UPGMA.

4. Interpretasi Hasil

Hasil analisis numerik-fenetik data fingerprint molekular ini sekilas terlihat sama

dengan data fenotipik, yakni terdiri atas matriks similaritas, analisis klaster, dan

dendrogram. Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa kaidah yang diterapkan pada data

fenotipik tidak harus diterapkan pada data fingerprint ini. Salah satu syarat seperti

digunakannya minimal 50 karakter pada data fenotipik tidak perlu diterapkan pada data

fingerprint. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa profil fingerprint yang ada dipandang

hanya sebagai salah satu karakter saja dan tabel n x t yang dikonstruksi merupakan

turunan dari satu karakter tersebut.

Page 12: Petunjuk Praktikum Sismik

12

TAKSONOMI FILOGENETIK

Acara 3 – Klasifikasi Molekular Filogenetik Berdasarkan Gen 16S rRNA

A. Pengantar

Klasifikasi molekular filogenetik merupakan klasifikasi yang disusun dengan

mempertimbangkan jalur evolusi setiap organisme yang dikaji. Hal ini berbeda dengan

klasifikasi fenetik yang hanya melihat hubungan antar organisme berdasarkan karakter

yang ada pada saat ini (Priest & Austin, 1993). Dalam prosesnya, klasifikasi molekular

filogenetik menggunakan data berupa urutan (sequence) nukleotida pada DNA atau asam

amino pada protein. Sequence nukleotida yang digunakan dalam klasifikasi molekular

filogenetik harus merupakan sequence yang diwariskan langsung oleh nenek moyang

(homolog) serta memiliki kesamaan sejarah evolusi. Sebuah sequence dapat disebut

sebagai marker molekular apabila memenuhi persyaratan berupa: (1) terdistribusi pada

seluruh organisme, (2) memiliki kesetaraan fungsi pada seluruh organisme, dan (3)

memegang peranan vital bagi kehidupan organisme. Hal ini menjadikan marker

molekular merupakan sequence yang tepat untuk digunakan dalam studi klasifikasi

filogenetik.

Gen 16S rRNA merupakan salah satu contoh marker molekular karena terdapat pada

organisme baik yang berada pada domain Bacteria, Archaea, serta Eukarya. Saat ini,

informasi mengenai sequence gen 16S rRNA sudah sangat banyak tersedia pada database

internasional dan juga sudah dijadikan standar penetapan suatu spesies baru dalam studi

taksonomi. Pada praktikum ini kita akan mencoba mengklasifikasikan sejumlah bakteri

dengan cara merekonstruksi pohon filogenetik berdasarkan sequence gen 16S RNA yang

dimiliki.

B. Cara Kerja

3.1.1. Persiapan Data

Data yang digunakan dalam klasifikasi berbasis molekular filogenetik adalah berupa

urutan (sequence) nukleotida atau asam amino. Kedua jenis sequence ini umumnya dapat

diperoleh dari hasil sequencing DNA/protein maupun dari sequence database

internasional yang tersedia di internet. Untuk kemudahan dalam praktikum ini, kita akan

menggunakan cara kedua, yakni mengunduh sequence nukleotida/asam amino dari

internet. Saat ini sudah banyak sekali situs yang memfasilitasi hal tersebut. Situs

GenBank, DDBJ, serta EMBL merupakan situs dimana pencarian sequence

nukleotida/asam amino umumnya dilakukan. Dalam acara praktikum ini, kita akan

mencoba mengunduh data melalui GenBank (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/Genbank/)

dan untuk selanjutnya sequence DNA akan digunakan sebagai contoh persiapan data.

Pada GenBank kita dapat mencari sequence DNA berdasarkan nama gen, spesies

pemilik gen, atau accession number pada kolom search yang tersedia. Accession number

Page 13: Petunjuk Praktikum Sismik

13

merupakan penanda/identitas dari setiap sequence DNA yang telah disimpan pada situs

tersebut. Pada umumnya accession number tertulis pada artikel publikasi ilmiah yang

penelitinya telah menyumbangkan hasil sequencing-nya ke database yang ada. Pencarian

pada menu search di GenBank terdiri dari banyak menu sub-pencarian untuk

memudahkan penelusuran data, namun dalam praktikum ini kita akan lebih fokus pada

pencarian dengan menu Nucleotide, Protein, dan Genome. Sebagai contoh, apabila kita

ingin melakukan pencarian gen 16S rRNA bakteri Escherichia coli maka kita dapat

melakukan salah satu dari hal berikut:

1. Melakukan penelusuran pustaka, misalnya pada artikel jurnal untuk mendapatkan

accession number. Sebagai contoh, Escherichia coli ATCC 11775T pada Bergey’s

Manual of Systematic Bacteriology (Brenner et al., 2005) memiliki accession number

X80725. Accession Number ini dapat diketikan pada kolom search nucleotide.

Cara ini merupakan pencarian yang cukup spesifik karena setiap sequence dari setiap

jenis organisme memiliki accession number tersendiri.

2. Melakukan penelusuran pada situs List of Prokaryotic names with Standing in

Nomenclature (LPSN, http://www.bacterio.cict.fr/). Penelusuran melalui situs ini

khusus untuk pencarian sequence bakteri dan archaea saja. Informasi yang diberikan

mengenai suatu genus/spesies meliputi type species, type strain, tahun ditemukan, dan

publikasi (valid/efektif) terkait genus/spesies tersebut.

3. Melakukan penelusuran pada kolom search nucleotide di GenBank dengan

mengetik kata kunci, seperti “Escherichia coli 16S rRNA”. Cara ini kurang spesifik

karena akan menghasilkan sejumlah daftar yang berisikan berbagai macam spesies

bakteri yang mengandung sequence gen 16S rRNA dan kita harus mencarinya satu per

satu.

4. Melakukan penelusuran pada kolom search genome di GenBank dan kemudian

mengetik nama spesies yang kita inginkan. Umumnya hasil penelusuran meliputi

sejumlah daftar complete genome dari spesies yang dicari. Kita dapat mencari gen

yang diinginkan dalam daftar complete genome tersebut. Cara ini cukup memakan

waktu, namun kita dapat menelusuri berbagai jenis gen dari spesies tersebut.

Contoh Hasil pencarian dengan accession number X80725 akan ditampilkan sebagai

berikut:

E.coli (ATCC 11775T) gene for 16S rRNA

GenBank: X80725.1

FASTA Graphics

LOCUS X80725 1450 bp DNA

linear BCT 29-MAR-1996

DEFINITION E.coli (ATCC 11775T) gene for 16S rRNA.

ACCESSION X80725

VERSION X80725.1 GI:1240022

Page 14: Petunjuk Praktikum Sismik

14

KEYWORDS 16S ribosomal RNA; 16S rRNA gene; 16S small

subunit ribosomal RNA.

SOURCE Escherichia coli DSM 30083

ORGANISM Escherichia coli DSM 30083

Bacteria; Proteobacteria; Gammaproteobacteria;

Enterobacteriales;

Enterobacteriaceae; Escherichia.

REFERENCE 1

AUTHORS Cilia,V., Lafay,B. and Christen,R.

TITLE Sequence heterogeneities among 16S ribosomal RNA

sequences, and their effect on phylogenetic analyses at the

species level

JOURNAL Mol. Biol. Evol. 13 (3), 451-461 (1996)

PUBMED 8742634

REFERENCE 2 (bases 1 to 1450)

AUTHORS Lafay,B.

TITLE Direct Submission

JOURNAL Submitted (26-JUL-1994) B. Lafay, CNRS &

Universite Paris 6,Station Zoologique, Observatoire

Oceanologique, Villefranche Sur

Mer, 06230, FRANCE

FEATURES Location/Qualifiers

source 1..1450

/organism="Escherichia coli DSM 30083"

/mol_type="genomic DNA"

/strain="ATCC 11775T"

/db_xref="taxon:866789"

gene 1..1450

/gene="16S rRNA"

rRNA 1..1450

/gene="16S rRNA"

/product="16S ribosomal RNA"

ORIGIN

1 agtttgatca tggctcagat tgaacgctgg cggcaggcct aacacatgca

agtcgaacgg

61 taacaggaag cagcttgctg ctttgctgac gagtggcgga cgggtgagta

atgtctggga

121 aactgcctga tggaggggga taactactgg aaacggtagc taataccgca

taacgtcgca

181 agcacaaaga gggggacctt agggcctctt gccatcggat gtgcccagat

gggatta...

Page 15: Petunjuk Praktikum Sismik

15

Tulisan diatas mengandung informasi mengenai jenis sequence, asal sequence, produk

yang dihasilkan, dan sequence itu sendiri. Dalam contoh ini jenis sequence adalah gen

16S rRNA yang berasal dari Escherichia coli ATCC 11775T. Gen ini akan menghasilkan

produk berupa RNA ribosomal (rRNA). Informasi mengenai hasil pengkodean dari

sequence dapat dilihat pada FEATURES. Sequence dari DNA itu sendiri yang dituliskan

per 10 nukleotida pada kolom ORIGIN. Sequence ini selanjutnya dapat diunduh dalam

bentuk FASTA dengan cara meng-klik link FASTA pada baris ketiga, dan akan muncul:

E.coli (ATCC 11775T) gene for 16S rRNA

GenBank: X80725.1

GenBank Graphics

>gi|1240022|emb|X80725.1| E.coli (ATCC 11775T) gene for 16S

rRNA

AGTTTGATCATGGCTCAGATTGAACGCTGGCGGCAGGCCTAACACATGCAAGTCGAACGG

TAACAGGAAGCAGCTTGCTGCTTTGCTGACGAGTGGCGGACGGGTGAGTAATGTCTGGGA

AACTGCCTGATGGAGGGGGATAACTACTGGAAACGGTAGCTAATACCGCATAACGTCGCA

AGCACAAAGAGGGGGACCTTAGGGCCTCTTGCCATCGGATGTGCCCAGATGGGATTA...

Kedua jenis data ini (informasi sequence dan sequence FASTA) dikompilasi ke masing-

masing arsip untuk membuat database sendiri.

1. Sequence Alignment dengan Program ClustalX 2.1 (Larkin et al., 2001)

Alignment bertujuan untuk menata sequence agar satu sama lain diletakkan sesuai

dengan posisi homologi antar sequence. Hanya berdasarkan alignment inilah kita dapat

membandingkan antar sequence gen 16S rRNA dari masing-masing strain mikrobia yang

akan diklasifikasikan. Alignment menggunakan program ClustalX dilakukan dengan

mempersiapkan data sequence dalam format FASTA. Dataset sejumlah sequence yang

telah didapatkan dikumpulkan terlebih dahulu ke dalam 1 file Notepad dengan awalan

dari setiap sequence diberikan tanda “>”. Contohnya dapat dilihat pada sequence berikut:

>Allochromatium vinosum DSM 180

agagtttgatcctggctcagattgaacgctggcggcatgcctaacacatgcaa...

>Chlorobium luteolum DSM 273

aggaaagcggcttcggccgggagtacttggcgcaagggtgagtaaggcatagg...

>Chloroflexus aurantiacus J-10-fl

aaaggaggtgatccagccgcaccttccggtacggctaccttgttacgacttcg...

Penamaan dalam pembuatan dataset sequence ini juga perlu diperhatikan. Disarankan

untuk menyingkat nama dari setiap sequence yang ada karena program ClustalX akan

secara otomatis memotong karakter nama apabila melebihi 30 karakter. Selain itu, hasil

alignment ClustalX yang akan digunakan dalam program Phylip (.phy) juga akan secara

otomatis memotong karakter nama apabila melebihi 10 karakter. Hal ini akan

membingungkan apabila pembeda antar nama sequence satu dengan lainnya terletak pada

Page 16: Petunjuk Praktikum Sismik

16

posisi karakter >10, karena ketika dipotong akan menghasilkan nama yang sama antar

sequence satu dengan lainnya. Dengan demikian, sebaiknya kita membuat daftar baru

(dengan MS Word atau Notepad) yang berisi rincian nama sequence beserta

singkatannya. Singkatan nama ini yang akan kita gunakan dalam dataset yang akan

diproses dalam ClustalX. Contoh dataset diatas setelah namanya disingkat akan menjadi:

>AvinDSM180

agagtttgatcctggctcagattgaacgctggcggcatgcctaacacatgcaa...

>ClutDSM273

aggaaagcggcttcggccgggagtacttggcgcaagggtgagtaaggcatagg...

>ChaurJ-10-fl

aaaggaggtgatccagccgcaccttccggtacggctaccttgttacgacttcg...

Perlu diperhatikan bahwa pemberian nama tidak boleh mengandung spasi. Penyingkatan

nama sequence hingga satu karakter (A-Z) sebaiknya tidak dilakukan karena akan

membuat program ClustalX salah mengenali karakter nama menjadi salah satu komponen

sequence nukleotida atau asam amino. Jadi, contoh seperti:

>A

caaaatggagagtttgatcctggctcaggatgaacgctggcggcgtgcttaac...

tidak boleh dilakukan karena nama “A” akan disalahartikan sebagai nukleotida oleh

ClustalX. Dataset yang telah siap selanjutnya disimpan dan selanjutnya dimasukan ke

dalam ClustalX. Pertama buka program ClustalX, File → Load Sequences. Pilih

file dataset yang telah disimpan dan program tersebut akan secara otomatis menampilkan

nama sequence pada kolom sebelah kiri dan sequence-nya di kolom sebelah kanan

(Gambar 3.1).

Gambar 3.1. Hasil input dataset pada ClustalX.

Page 17: Petunjuk Praktikum Sismik

17

Sebelum melakukan alignment, kita harus terlebih dahulu mengatur file output yang akan

dihasilkan. Program ClustalX dapat menghasilkan beberapa macam format file dari satu

jenis dataset, yakni: CLUSTAL, GCG/MSF, GDE, NBRF/PIR, NEXUS dan

PHYLIP. Masing-masing file output ini mempunyai kegunaan masing-masing karena

diperlukan oleh program-program analisis lainnya. Dalam praktikum ini kita hanya akan

menggunakan format CLUSTAL (.aln), GDE (.gde), dan PHYLIP (.phy). Pada program

ClustalX, pilih Alignment → Output Format Options → klik GDE FORMAT,

dan PHYLIP FORMAT → CLOSE. Setelah itu pilih Alignment → Do Complete

Alignment.

3.1.2. Rekonstruksi Pohon Filogenetik dengan PHYLIP v3.6.9 (Felsenstein, 2005)

Rekonstruksi dengan program ini membutuhkan file input dalam format .phy yang

dapat dihasilkan oleh program ClustalX atau MEGA. Program Phylip memiliki

serangkaian aplikasi executeable yang dapat menganalisis data sequence dengan berbagai

algoritme. Aplikasi yang terdapat pada Phylip antara lain:

clique dnamlk drawgram neighbor restml

concense dnamove drawtree pars retree

contml dnapars factor penny seqboot

contrast dnapenny fitch proml treedist

dnacomp dollop gendist promlk

dnadist dolmove main protdist

dnainvar dolpenny mix protpars

dnaml draw move restdist

Rekonstruksi pohon filogenetik pada Phylip dapat dilakukan dengan aplikasi

neighbor, fitch, dnapars, dan dnaml untuk sequence nukleotida. Aplikasi

neighbor juga dapat digunakan untuk merekonstruksi pohon dengan sequence asam

amino, namun sebelumnya harus menggunakan input data yang dihasilkan dari aplikasi

protdist. Aplikasi protml dan protpars memiliki prinsip analisis yang sama

dengan dnaml dan dnapars, namun menggunakan sequence asam amino sebagai data

inputnya.

Copy file format .phy ke dalam folder exe yang terdapat di dalam folder Phylip dan

kemudian ganti nama file tersebut menjadi infile tanpa menggunakan

extension/format apapun. Folder exe terkadang sudah mengandung file dengan nama

infile yang disebabkan oleh analisis data yang pernah dilakukan sebelumnya. Apabila

kita menjumpai file infile tersebut, hapus terlebih dahulu dan kemudian baru

mengganti nama file .phy menjadi infile. Selanjutnya, buka salah satu dari aplikasi

yang tersedia dalam folder exe untuk menganalisis infile, dalam hal ini kita akan

menggunakan aplikasi neighbor, yakni rekonstruksi dengan algoritme Neighbor-

Joining.

Page 18: Petunjuk Praktikum Sismik

18

Perlu diketahui bahwa rekonstruksi pohon filogenetik yang menggunakan data

distance matrix berbasis clustering seperti UPGMA, Neighbor-Joining, dan algoritme

Fitch-Margoliash menggunakan data berupa matriks p-distance yang dihasilkan oleh

aplikasi dnadist untuk sequence DNA atau protdist untuk sequence asam amino.

Dengan demikian, infile perlu dianalisis terlebih dahulu dengan dnadist,

kemudian outfile hasil analisis dnadist diubah lagi (rename) menjadi infile

untuk dapat dianalisis dengan neighbor. Setelah namanya diubah, buka aplikasi

neighbor dan akan tampil menu berupa:

Neighbor-Joining/UPGMA method version 3.69

Settings for this run:

N Neighbor-joining or UPGMA tree? Neighbor-joining

O Outgroup root? No, use as outgroup species 1

L Lower-triangular data matrix? No

R Upper-triangular data matrix? No

S Subreplicates? No

J Randomize input order of species? No. Use input order

M Analyze multiple data sets? No

0 Terminal type (IBM PC, ANSI, none)? ANSI

1 Print out the data at start of run No

2 Print indications of progress of run Yes

3 Print out tree Yes

4 Write out trees onto tree file? Yes

Y to accept these or type the letter for one to change

Tekan huruf yang bersangkutan untuk mengubah pengaturan yang diinginkan. Setelah

selesai, tekan Y dan Enter. File hasil analisis akan dimuat ke dalam outfile dan

gambar pohon dimuat pada outtree. File outfile dapat dibuka dengan Notepad dan

dapat di-copy ke dalam MS Excel untuk memudahkan pembacaan, sedangkan file

outtree dapat dibuka dengan program Treeview (Page, 1996).

Rekonstruksi pohon filogenetik dengan algoritme berbasis character-based seperti

maximum parsimony dan maximum likelihood menggunakan file .phy sebagai infile

dan tidak perlu dibuat matriks p-distance. Dengan demikian kita dapat langsung

menjalankan program dnapars untuk analisis parsimony atau dnaml untuk analisis

likelihood langsung terhadap infile.

3.1.3 Pembuatan Matriks Similaritas DNA dengan Phydit (Chun, 1995)

Program Phydit menggunakan data input berupa hasil alignment dengan format .gde

yang dapat dihasilkan dengan program ClustalX. Salah satu analisis yang dilakukan oleh

Phydit adalah penghasilan matriks similaritas nukleotida yang berisi persentase

Page 19: Petunjuk Praktikum Sismik

19

similaritas nukleotida antar pasangan sequence yang dibandingkan tanpa menggunakan

model evolusi apapun.

Analisis dengan Phydit dilakukan dengan membuat file baru dengan membuka menu

File → New atau dengan menekan ikon New Phydit File yang terdapat pada

panel atas bagian paling kiri. Sebuah menu akan muncul dimana kita dapat memasukan

keterangan file. Isi keterangan apabila diperlukan dan apabila sudah, tekan OK. Phydit

kemudian akan menampilkan layar baru bertuliskan No entry to tag. Pada tahap

ini, masukan data melalui Data → Import → GDE (NT Replace) untuk sequence

nukleotida. Pilih data dalam format .gde dan Phydit akan langsung memasukan sequence

berdasarkan entry nama sequence. Penghasilan matriks similaritas nukleotida dapat

dilakukan melalui Analysis → SimTable: Generating Similarity Table

yang terdapat pada panel atas. Matriks similaritas nukleotida terdiri atas dua bagian, yakni

bagian segitiga kanan atas (upper-right triangle) dan segitiga kiri bawah (lower-left

triangle). Phydit akan menanyakan jenis data yang akan dimuat dalam masing-masing

segitiga tersebut. Pada umumnya kita akan memasukan data similaritas nukleotida (NT

Similarity) pada lower-left triangle dan jumlah nukleotida yang berbeda

per total nukleotida yang dibandingkan (NT different/Total Nucleotides)

pada upper-right triangle. Tekan OK dan akan muncul menu Options; tekan

OK lagi untuk melanjutkan analisis. Hasil yang keluar berupa matriks yang dituliskan

pada Notepad. Untuk memudahkan pembacaan, copy seluruh tulisan pada Notepad

tersebut (ctrl+A kemudian ctrl+C) ke MS Excel dan kemudian simpan. Sebagai

tambahan, Phydit juga menyediakan pilihan analisis lainnya yang mencakup:

Alignment Reports, menu ini berfungsi untuk menampilkan hasil alignment sequence

nukleotida/asam amino dalam bentuk text yang secara otomatis dibuka oleh Notepad.

Sequence Statistics, menu ini berfungsi untuk menampilkan frekuensi nukleotida dan

frekuensi asam amino dari sequence yang ada. Apabila kita menggunakan sequence

nukleotida, adanya statistik frekuensi asam amino pada hasil diasumsikan bahwa

sequnce yang dimiliki merupakan coding sequence.

3.2.Konstruksi pohon filogeni menggunakan aplikasi MEGA 4.0

Molecular Evolutionary Genetic Analysis 4.0 (MEGA 4.0) merupakan alat

terintegerasi untuk mengolah pemerataan sekuen, menkonstruksi pohon filogenetik,

memperkirakan perbedaan waktu, memperkirakan kecepatan evolusi molekuler,

menkonstruksi sekuen nenek moyang, dan menguji hipotesis evolusioner. Aplikasi

MEGA 4.0 digunakan oleh para ahli biologi di dalam laboratorium untuk

merekonstruksi sejarah evolusioner dari suatu spesies dan sifat selektif yang

dihasilkan dari kekuatan alam membentuk evolusi gen dan spesies.

Langkah-langkah merekonstruksi pohon filogenetik dengan aplikasi MEGA 4.0

lebih singkat daripada dengan cara diatas.

Page 20: Petunjuk Praktikum Sismik

20

Secara garis besar tahapan rekonstruksi pohon filogenetik dengan menggunakan

aplikasi MEGA 4.0 terdiri atas:

1. Mengunduh sekuens nukleotida yang kita kehendaki dari GenBank

2. Sequence alignment dengan ClustalW

3. Rekonstruksi pohon filogenetik

3.2.1. Mengunduh sekuens nukleotida dari GenBank

Pengunduhan dapat dilakukan dari NCBI (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/Genbank)

dengan format FASTA. Diupayakan sekuens nukelotida yang kita gunakan berasal

dari jenis yang sama dan banyaknya sekuen nukleotida tidak jauh berbeda. Apabila

kita memilih sekuen dengan panjang yang perbedaan terlalu jauh maka akan

mengganggu proses alignment dengan ClustalW. Setelah mengunduh format FASTA

dari GenBank kemudian disalin pada program Notepad. Contoh format FASTA

sekuen nukleotida dari B. mycoides GMA030 adalah sebagai berikut:

>gi|398650471|dbj|AB738786.1| Bacillus mycoides gene for 16S rRNA, partial sequence, strain:

GMA030 GATGAACGCTGGCGGCGTGCCTAATACATGCAAGTCGAGCGAACCGATTAAGAGCTTGCTCTTAAGAAGT

TAGCGGCGGACGGGTGAGTAACACGTAGGTAACCTGCCTATAAGACTGGGATAACTCCGGGAAACCGGGG

CTAATACCGGATAACATTTTGCACCGCATGGTGCGAAATTGAAAGGCGGCTTCGGCTGTCACTTATAGAT

GGACCTGCGGCGCATTAGCTAGTTGGTGAGGTAACGGCTCACCAAGGCGACGATGCGTAGCCGACCTGAG

AGGGTGATCGGCCACACTGGGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTC

CGCAATGGACGAAAGTCTGACGGAGCAACGCCGCGTGAGCGATGAAGGCCTTCGGGTCGTAAAGCTCTGT

TGTTAGGGAAGAACAAGTGCTAGTTGAATAAGCTGGCACCTTGACGGTACCTAACCAGAAAGCCACGGCT

AACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTATCCGGAATTATTGGGCGTAAAGCGC

GCGCAGGTGGTTTCTTAAGTCTGATGTGAAAGCCCACGGCTCAACCGTGGAGGGTCATTGGAAACTGGGA

GACTTGAGTGCAGAAGAGGAAAGTGGAATTCCATGTGTAGCGGTGAAATGCGTAGAGATATGGAGGAACA

CCAGTGGCGAAGGCGACTTTCTGGTCTGCAACTGACACTGAGGCGCGAAAGCGTGGGGAGCAAACAGGAT

TAGATACCCTGGTAGTCCACGCCGTAAACGATGAGTGCTAAGTGTTAGAGGGTTTCCGCCCTTTAGTGCT

GAAGTTAACGCATTAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGGCCGCAAGGCTGAAACTCAAAGGAATTGACGGG

GGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAAGAACCTTACCAGGTCTTGACAT

CCTCTGACAACCCTAGAGATAGGGCTTCCCCTTCGGGGGCAGAGTGACAGGTGGTGCATGGTTGTCGTCA

GCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAGTCCCGCAACGAGCGCAACCCTTGATCTTAGTTGCCATCATTAA

GTTGGGCACTCTAAGGTGACTGCCGGTGACAAACCGGAGGAAGGTGGGGATGACGTCAAATCATCATGCC

CCTTATGACCTGGGCTACACACGTGCTACAATGGACGGTACAAAGAGTCGCAAGACCGCGAGGTGGAGCT

AATCTCATAAAACCGTTCTCAGTTCGGATTGTAGGCTGCAACTCGCCTACATGAAGCTGGAATCGCTAGT

AATCGCGGATCAGCATGCCGCGGTGAATACGTTCCCGGGCCTTGTACACACCGCCCGTCACACCACGAGA

GTTTGTAACACCCGAAGTCGGTGGGGTAACCTTTTGGAGCCAGCCGCCTAAGGTGGGACAGATGATTGGG

GTGAAGTCGTAACAAGGTAGCCGTATCGGAA

1. Sequence alignment dengan ClustalW

- Buka aplikasi MEGA 4.0, pilih menu Alignment kemudian beri tanda pada pilihan

Create new alignment dan klik OK.

Page 21: Petunjuk Praktikum Sismik

21

Gambar 3.2. Membuka menu Alignment pada MEGA 4.0.

- Data sekuens dalam format FASTA dari Notepad kita salin pada blank sequence

dengan cara Ctrl+N untuk menambak kotak blank sequence. Nama Sequence 1,

Sequence 2, dst. dapat diganti dengan nama strain asli. Pada kotak sebelah nama

strain ditempelkan data sekuen nukleotida. Basa T dengan kotak warna merah,

basa G dengan kotak warna ungu, basa A dengan kotak warna hijau, dan basa C

dengan kotak biru.

Gambar 3.3. Proses memasukkan nucleotide sequence pada kolom blank sequence.

Page 22: Petunjuk Praktikum Sismik

22

- Setelah selesai melakukan penambahan sekuens kemudian klik icon W yang

merupakan ClustalW. Hasil alignment dengan ClustalW disimpan dengan format

file .mega.

Gambar 3.4. Hasil Alignment dengan menggunakan ClustalW.

3.2.2. Rekonstruksi Pohon Filogenetik

- Buka kembali aplikasi MEGA 4, pilih File, kemudian pilih Reopen data, pilih data

hasil alignment yang telah dibuat. Pilih menu Phylogeny, kemudian pilih Boostrap

Test of Phylogeny, pilih Neighbor Joining (perlu diperhatikan jumlah boostrap

sebaiknya 1000 replikasi), dan klik Compute.

Gambar 3.5. Pilihan menu rekonstruksi pohon filogenetik.

Page 23: Petunjuk Praktikum Sismik

23

Pohon filogenetik selesai dibuat.

Bacillus anthracis DN 2210 (DNA sample)

Bacillus cereus strain ATCC14579

Bacillus thuringiensis strain CMBL-BT4

Bacillus weihenstephanensis isolate CCM1

Bacillus mycoides strain GMA030

Bacillus aquimaris isolate L-36

Bacillus pumilus strain X-6-19

Bacillus licheniformis strain VPS50.2

Bacillus subtilis strain ATCC 21331

Bacillus megaterium strain GMA479

Bacillus flexus partial 16S rRNA gene

Bacillus cohnii gene for 16S rRNA

Bacillus indicus 16S ribosomal RNA gene

Bacillus coagulans strain NRIC 1527

Bacillus methanolicus strain NCIMB 12524

Bacillus circulans strain Q11

Bacillus firmus strain D1

Bacillus lentus strain IAM 12466

Bacillus fusiformis gene for 16S rRNA

Oceanobacillus caeni gene for 16S rRNA

Bacillus larvae 16S rRNA

72

38

99

100

100

98

99

81

62

88

51

41

31

59

15

17

86

0.005 Gambar 3.6. Rekonstruksi pohon filogenetik dari 21 spesies Bacillus sp.

Page 24: Petunjuk Praktikum Sismik

24

DAFTAR PUSTAKA

Brenner, D. J., N. R. Krieg, J. T. Staley & G. M. Garrity. 2005. Bergey's manual of

systematic bacteriology 2nd

edition, volume 2: The Proteobacteria, Part B: The

Gammaproteobacteria. Springer Pub.: USA.

Chun, J. 1995. Computer-assisted clasification and identification of actinomycetes. Ph.D.

Thesis. University of Newcastle, UK.

Felsenstein, J. 2005. PHYLIP (Phylogeny Inference Package) version 3.6. Distributed by

the author. Department of Genome Sciences, University of Washington, Seattle,

USA.

Goodfellow, M. 1997. Microbial Systematics. In Microbiology and Medical

Microbiology. University of Newcastle Upon Tyne.

Kovach, W.L., 2007. MVSP - A MultiVariate Statistical Package for Windows, ver. 3.1.

Kovach Computing Services, Pentraeth, Wales, U.K.

Larkin, M. A., G. Blackshields, N. P. Brown, R. Chenna, P. A. McGettigan, H.

McWilliam, F. Valentin, I. M. Wallace, A. Wilm, R. Lopez, J. D. Thompson, T.

J. Gibson, & D. G. Higgins.2007. Clustal W and Clustal X version 2.0.

Bioinformatics 23: 2947–2948.

Page, R. D. M. 1996. TREEVIEW: An application to display phylogenetic trees on

personal computers. Computer Applications in the Biosciences 12: 357–358.

Priest, F. & B. Austin. 1993. Modern Bacterial Taxonomy 2nd

Edition. Chapman & Hall

Pub.: England.

Sembiring, L. 2002. Sistematika Mikrobia (BIO 668) Petunjuk Praktikum. Fakultas

Biologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia.

Sembiring, L. 2002. Sistematika Molekular (BIO 765) Petunjuk Praktikum. Fakultas

Biologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia.

West, P. A., P. R. Brayton, T. N. Bryant, & R. R. Colwell. 1986. Numerical taxonomy of

vibrios isolated from aquatic environments. International Journal of Systematic

Bacteriology 36 (4): 531–543.


Related Documents