YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
Page 1: Peripheral artery disease

BAGIAN KARDIOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2013

UNIVERSITAS HASANUDDIN

PENYAKIT ARTERI PERIFER

OLEH

Nur Fatminsari Al- Maidin

C111 09 272

PEMBIMBING

dr. Juzny Alkatiri, Sp.PD, Sp.JP, FINA, FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN KARDIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

Page 2: Peripheral artery disease

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Nur Fatminsari Al - Maidin

NIM : C111 09 272

Judul Laporan Kasus : PENYAKIT ARTERI PERIFER

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Kardiologi

Fakulktas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, November 2013

Pembimbing,

(dr. Juzny Alkatiri, Sp.PD, Sp.JP, FINA, FINASIM)

Page 3: Peripheral artery disease

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. S

Umur : 68 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Urip Sumoharjo / 085255051039

Tgl MRS : 24 Oktober 2013

Ruangan : CVCU bed 5

No. Rekam Medik : 532314

SUBJEKTIF

Keluhan Utama : Nyeri pada kaki kiri

Anamnesis Terpimpin :

Di alami sejak 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit, Pasien mengeluh sulit

menggerakkan kakinya. Awalnya pasien mengeluh nyeri ketika berjalan, nyeri

dirasakan seperti tertusuk- tusuk pada bagian bawah lututnya yang menjalar hingga ke

ujung kaki kiri. nyeri dirasakan secara terus menerus walaupun sedang beristirahat,

terjadi perubahan warna pada kaki kiri menjadi kebiruan,dan 2 hari kemudian, kaki

kiri semakin menghitam dan teraba dingin. Sesak napas (+), jantung berdebar- debar

(+)

Page 4: Peripheral artery disease

Batuk (-), mual (-), muntah(-), NUH(-). Nyeri dada (-). Riwayat nyeri dada (-)

BAB : biasa, kesan cukup

BAK : kesan lancar, warna kekuningan, nyeri (-), riwayat kencing berpasir (-)

- Riwayat Atrial Fibrilasi (+) 1 bulan yang lalu , berobat teratur ke poliklinik RS dan

diberi obat digoxin 0,25 mg, simorc 2 mg, furosemid 40 mg, disolf ,.

- Riwayat dirawat di RSWS dengan penurunan kesadaran e.c NHS e.c infark cerebri

sinistra 1 minggu yang lalu dan diberi obat lancon 250mg, lanabax , clopidogrel 70mg

dan diminum secara teratur.

- Riwayat Diabetes Melitus (+) yang baru diketahui 1 minggu yang lalu saat pasien

dirawat di RS.

- Riwayat Hipertensi (+)

- Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya tidak ada.

- Riwayat merokok (-) minum berakohol (-) minum jamu- jamuan (-).

Faktor Resiko

Modifikasi :

Hipertensi (+) Diabetes Mellitus (+)

Dislipidemia (-) Obesitas (-)

Merokok (-) Riwayat Penyakit Jantung (Atrial Fibrilasi) (+)

Tidak Modifikasi :

Jenis Kelamin : perempuan

Umur : 68 tahun

Riwayat keluarga penyakit jantung (-)

OBJEKTIF

Page 5: Peripheral artery disease

a) Keadaan Umum : Pasien tampak berbaring di ranjang CVCU RS. Wahidin

Sudirohusodo dengan penurunan kesadaran, keadaan (somnolen), sakit sedang,

keadaan gizi cukup (Status Presens : Sakit Sedang/Gizi Cukup/uncompos Mentis)

b) Tanda Vital

Tekanan darah : 140/90 mmHg

Heart Rate : 120x / menit

Nadi : 60 x/ menit

Pernapasan : 28 x/menit

Suhu ( axilla) : 36,5 º C

c) Pemeriksaan Fisis

Kepala dan Leher :

Mata : Anemis (-), Ikterus (-)

Bibir : Sianosis (-)

Leher : DVS R+2 cmH20, deviasi trachea (-)

Thorax :

Inspeksi : Simetris kiri = kanan

Palpasi : Massa tumor(-), nyeri tekan (-), vocal fremitus kiri=kanan

Perkusi : Sonor kiri = kanan

Batas paru-hepar ICS IV anterior kanan

Auskultasi : BP : Vesikuler

BT : Ronki - /-, Wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : Apex Cordis tidak tampak

Palpasi : Apex Cordis tidak teraba

Page 6: Peripheral artery disease

Perkusi : Pekak, batas jantung kanan linea parasternal kanan, batas jantung

kiri 1 jari ke lateral dari linea midclavicularis kiri ICS V

Auskultasi : BJ I/II murni regular, bising (-)

Abdomen

Inspeksi : Datar, simetris, ikut gerak napas

Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal

Palpasi : nyeri tekan (-), massa tumor (-), Hepar dan Lien tidak teraba

Perkusi : Timpani (+), Ascites (-)

Ekstremitas

Ekstremitas superior kanan dan kiri :

Inspeksi : Warna kulit sama dengan sekitarnya, jejas (-), udem (-)

Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, krepitasi tidak ada

Ekstremitas Inferior kiri :

Inspeksi : Tampak eritema pada dorsum pedis hingga 1/3 distal bagian cruris

sinistra. Tampak nekrosis pada bagian plantar pedis sinistra hingga ke phalanges.

Edema (+) bulla (+)

Palpasi : teraba dingin pada regio cruris sinistra, dorsum pedis, dan plantar

pedis. Pulsasi arteri poplitea (-), pulsasi arteri dorsalis pedis (-)

d) Pemeriksaan Elektrokardiografi

Page 7: Peripheral artery disease

Interpretasi EKG

Irama dasar : asinus

P wave : tidak ditemukan

Heart rate : 170 x/menit, irreguler

PR interval : tidak ditemukan

Axis : Right Axis Deviation (+120)

QRS complex : 0,06 sec

Kesimpulan : irama asinus, HR 170 x/menit, Right axis Deviation, Atrial

Fibrilasi

e) Pemeriksaan Laboratorium ( 24/10/2013)

HEMATOLOGI HASIL NILAI

RUJUKAN

UNIT

WBC 15,5 4,00-10,0 (10³/UI)

RBC 5,46 4,00-6,00 (106/UI)

HGB 12,9 12,0-16,0 (gr/dL)

HCT 48,9% 37,0-48,0 (%)

PLT 353 150-400 (103/uL)

Ureum 18 10-50 Mg/Dl

Kreatinin 0,8 <1,3 Mg/dL

GDS 216 140 Mg/dL

Natrium 140 136-145 Mmol/L

Page 8: Peripheral artery disease

Kalium 4,10 3,5-5,1 Mmol/L

Klorida 106 97-111 Mmol/L

SGOT 64 <41 u/L

SGPT 51 <38 u/L

CK 85 L<190,P<167 U/L

CK-MB 15 <25 U/L

Troponin T <0,1 <0,05 ----

PT 13,2 c 11,2 10-14 detik

APTT 23,9 c 27,2 22,0-30,0 detik

Albumin 2,7 3,5-5,0 gr/dL

f) Pemeriksaan Radiologi Foto Thorax PA (24 Oktober 2013)

Kesan : Kardiomegaly dengan dilatation et elangatio aortae.

g). Pemeriksaan Arteriography ( 2 November 2013)

Page 9: Peripheral artery disease

Kesan :

- pada daerah arteri iliaka eksterna tidak tampak kontras mengisi arteri iliaka

eksterna.

- tampak thrombus setinggi arteri iliaka eksterna hingga ke arteri poplitea

h) Diagnosis Kerja

PAD (Peripheral Artery Disease )

i) Penatalaksanaan

- IVFD NaCl 0,9% 500 cc/day

- O2 4 lpm via NC

- Anticoagulant

Heparin 600 IU / jam /via SP intra artery

- Antiaritmia

Amiodaron 3x200mg

Digoxin 0,25 mg 1-0-0

- Anti cholesterol

HMG-Co A reductase inhibitor (Simvastatin) 20 mg 0-0-1

- ARB

Canderin (candesartan) 1 x 8 mg

Page 10: Peripheral artery disease

- Anti platelet

Pletal (cilostazol) 2 x 50 mg

Dorner ( beraprost Na.) 2 mg 2-0-2

- Proton pump inhibitor

Pantoprazole 40 mg / 12 h/ IV

- Anxiolytic

Alprazolam 1 x 0,5 g

- Antibiotic

Meropenem 1gr / 12h/ IV

g) Rencana

Amputasi

DISKUSI

1. Definisi

PAOD (Perifer Arterial Occlusive Disease) atau bisa juga disebut PAD ( Perifer

Arterial Disease) adalah penyumbatan pada arteri perifer yang dihasilkan dari

proses atherosklerosis atau proses inflamasi yang menyebabkan lumen menyempit

(stenosis), atau dari pembentukan trombus (biasanya terkait dengan faktor resiko

yang menjadi dasar timbulnya atherosklerosis). Ketika kondisi ini muncul maka

akan terjadi peningkatan resistensi pembuluh darah yang dapat menimbulkan

penurunan tekanan perfusi ke area distal dan laju darah. Studi menunjukkan bahwa

kondisi atherosklerosis kronik pada tungkai bawah yang menghasilkan lesi stenosis.

Mekanisme dan proses hemodinamik yng terjadi pada PAOD sangat mirip dengan

yang terjadi pada penyakit arteri koroner.

Tempat tersering terjadinya PAOD adalah daerah tungkai bawah. Sirkulasi pada

tungkai bawah berasal dari arteri femoralis yang merupakan lanjutan dari arteri

eksternal iliaka. Pecabangan utama dari arteri femoralis adalah arteri femoralis

distal (yang biasanya dimaksudkan sebagai sreri femoralis superfisial) yang

berlanjut k bagian bawah tungkai dan menjadi arteri popliteal tepat diatas lutut.

Dua arteri utama pada akhir popliteal arteri adalah arteri posterior dan anterior

tibial yang menyuplai darah kebagian bawah tungkai dan kaki. Berikut adalah

gambar vaskularisasi tungkai

Page 11: Peripheral artery disease

2. Etiologi

Penyebab dari oklusi arteri perifer adalah danya stenosis (penyempitan) pada arteri

yang dapat disebabkan oleh reaksi atherosklerosis atau reaksi inflamasi pembuluh

darah yang menyebabkan lumen menyempit.

Faktor resiko dari penyakit oklusi arteri perifer adalah

1. Merokok

2. Diet tinggi lemak atau kolesterol

3. Stress

4. Riwayat penyakit jantung, serangan jantung, atau stroke

5. Obesitas

6. Diabetes

7. Rheumatoid arthritis

3. Tanda Gejala

Tanda gejala utama adalah nyeri pada area yang mnegalami penyempitan pembuluh

darah. Tanda gejala awal adalah nyeri (klaudikasi) dan sensasi lelah pada otot yang

terpengaruh. Karena pada umumnya penyakit ini terjadi pada kaki maka sensasi

terasa saat berjalan. Gejala mungkin menghilang saat beristirahat. Saat penyakit

bertambah buruk gejala mungkin terjadi saat aktivitas fisik ringan bahkan setiap

saat meskipun beristirahat.

Page 12: Peripheral artery disease

Pada tahap yang parah kaki dan tungkai akan menjadi dingin dan kebas. Kulit akan

menjadi kering dan bersisik bahkan saat terkena luka kecil dapat terjadi ulcer

karena tanpa suplai darah yang baik maka proses penyembuhan luka tidak akan

berjalan dengan baik.

Pada fase yang paling parah saat pembuluh darah tersumbat akan dapat terbentuk

gangren pada area yang kekurangan suplai darah.

Pada beberapa kasus penyakit vaskular perifer terjadi secara mendadak hal ini

terjadi saat ada emboli yang menyumbat pembuluh darah. Pasien akan mengalami

nyeri yang tajam diikuti hilangnya sensari di area yang kekurangan suplai darah.

Tungkai akan menjadi dingin dan kebas serta terjadi perubahan warna menjadi

kebiruan

.

4. Klasifikasi

5. Patofisiologi

Patofisiologi Penyakit Arteri Perifer Pada Diabetes

Diabetes dan Inflamasi Vaskuler Inflamasi telah menjadi petanda resiko

bahkan faktor resiko penyakit aterotrombosis termasuk PAD. Diabetes mellitus

meningkatkan proses pembentukan ateroma. Terdapat peningkatan kadar histamin

Page 13: Peripheral artery disease

pada plasma dan sel pada pasien diabetes dengan PAD sehingga dapat

menyebabkan peningkatan permeabilitas endotel. Akibatnya, migrasi limfosit T ke

dalam tunika intima serta sekresi dan aktivasi sitokin meningkat. Monosit/makrofag

menelan molekullow-density lipoprotein (LDL) yang teroksidasi yang kemudian

berubah menjadi sel busa dimana akumulasi dari sel ini akan membentuk fatty

streakyang merupakan prekursor dari ateroma. Plak ateroma akan menjadi tidak

stabil oleh karena sel endotel pada pasien diabetes ini mengeluarkan sitokin yang

menghambat produksi kolagen oleh sel otot polos pembuluh darah. Selain itu

metalloproteinase juga dikeluarkan oleh sel-sel inflamasi ini dimana zat ini dapat

menghancurkan kolagenfibrous cap plak ateroma sehingga meningkatkan

kecenderungan untuk terjadinya ruptur plak dan pembentukan trombus

Kelainan fungsi sel endotel dan otot polos pembuluh darah serta adanya

kecenderungan terjadinya trombosis memberikan dampak terhadap kejadian

aterosklerosis dan komplikasinya. Oleh karena posisi anatomis yang strategis antara

dinding pembuluh darah dengan aliran darah, sel endotel dapat mengatur fungsi dan

struktur pembuluh darah. Pada keadaan normal, banyak zat aktif disintesis dan

dilepaskan oleh sel endotel untuk mempertahankan homeostasis pembuluh darah

sehingga dapat mempertahankan aliran darah serta nutrisi ke jaringan sekaligus

mencegah terjadinya trombosis dan diapedesis leukosit

6. Pemeriksaan diagnostik

1. Ankle Brachial Indeks

Pemeriksaan ABI adalah uji noninvasif yang cukup akurat untuk mendeteksi

adanya PAD dan untuk menentukan derajat penyakit ini. ABI merupakan

pengukuran non-invasif ABI didefinisikan sebagai rasio antara tekanan darah

sistolik pada kaki dengan tekanan darah sitolik padalengan. Kriteria diagnostik

PAD berdasarkan ABI diinterpretasikan sebagai berikut:

Page 14: Peripheral artery disease

2. Toe-Brachial Index (TBI)

TBI juga merupakan suatu pemeriksaan noninvasif yang dilakukan pada pasien

diabetes dengan PAD khususnya pada pasien yang mengalami kalsifikasi pada

pembuluh darah ekstremitas bawah yang menyebabkan arteri tidak dapat

tertekan dengan menggunakan teknik tradisional (ABI, indeks ABI > 1,30)

sehingga pemeriksaan ini lebih terpercaya sebagai indikator PAD dibandingkan

ABI. Nilai TBI yang ≥ 0,75 dikatakan normal atau tidak terdapat stenosis arteri.

3. Segmental Pressure dan Pulse Volume Recordings (PVR) Pulse volume

recording (PVR) yang juga disebut plethysmography merupakan suatu tes yang

mengukur aliran darah arteri pada ekstremitas bawah dimana pulsasi yang

mewakili aliran darah pada arteri diperlihatkan oleh monitor dalam bentuk

gelombang. PVR juga dapat digunakan pada pasien PAD yang mengalami

kalsifikasi pada arteri bagian medial (ABI > 1,30) yang biasa ditemukan pada

pasien usia tua, pasien yang menderita diabetes cukup lama atau pasien yang

menderita penyakit ginjal kronik. Pada pasien dengan PAD berat, PVR juga dapat

memprediksi apakah kaki yang terkena PAD ini memiliki cukup aliran darah atau

tidak untuk bertahan atau jika akan dilakukan amputasi pada kaki tersebut.

Interpretasi dari tes ini dapat menyediakan informasi mengenai derajat obstruksi

PAD secara spesifik. Pada arteri yang masih sehat, gelombang pulsasi akan terlihat

tinggi dengan puncak yang tajam yang menunjukkan aliran darah mengalir dengan

lancar. Namun jika arteri tersebut mengalami penyempitan atau obstruksi maka

akan terlihat gelombang yang pendek dan memiliki puncak yang kecil dan datar.

Tingkat keakuratan pemeriksaan ini untuk menegakkan diagnosis PAD berkisar

antara 90-95%.

4. Ultrasonografi dupleks

Page 15: Peripheral artery disease

Ultrasonografi dupleks memiliki beberapa keuntungan dalam menilai sistem arteri

perifer. Pemeriksaan yang noninvasif ini tidak memerlukan bahan kontras yang

nefrotoksik sehingga alat skrining ini digunakan untuk mengurangi kebutuhan akan

penggunaan angiografi dengan kontras (Elgzyri, 2008). Modalitas diagnostik ini

juga dapat digunakan sebagai alat pencitraan tunggal sebelum dilakukan intervensi

pada sekitar 90% pasien dengan PAD dimana sensitivitas dan spesifisitas untuk

mendeteksi dan menentukan derajat stenosis pada PAD berkisar antara 70% dan

90% (Favaretto et al, 2007) Dupleks ultrasonografi juga dapat menggambarkan

karakteristik dinding arteri sehingga dapat menentukan apakah pembuluh darah

tersebut dapat diterapi dengan distal bypass atau tidak. Selain itu, alat ini juga

dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu plak pada arteri tersebut

merupakan suatu resiko tinggi terjadinya embolisasi pada bagian distal pembuluh

darah pada saat dilakukan intervensi endovascular.

5. Computed Tomographic Angiography (CTA)

Penggunaan CTA untuk mengevaluasi sistem arteri perifer telah berkembang

seiring perkembangan multidetector scanner (16- atau 64-slice).Sensitivitas dan

spesifisitas alat ini untuk mendeteksi suatu stenosis 50% atau oklusi adalah

sekitar 95-99%. Seperti halnya ultrasonografi dupleks, CTA juga menyediakan

gambaran dinding arteri dan jaringan sekitarnya termasuk mendeteksi adanya

aneurisma arteri perifer, karakteristik plak, kalsifikasi, ulserasi, trombus atau plak

yang lunak, hiperplasia tunika intima, in-stent restenosis dan fraktur stent. CTA

tetap memiliki keterbatasan dalam hal penggunaannya pada pasien dengan

insufisiensi renal sedang-berat yang belum menjalani dialysis.

6. Magnetic Resonance Angiography (MRA)

MRA merupakan pemeriksaan noninvasif yang memiliki resiko rendah terhadap

kejadian gagal ginjal. Pemeriksaan yang memiliki rekomendasi dari ACC/AHA

(Class I Level of Evidence A)ini dapat memberikan gambaran pembuluh darah

yang hampir sama dengan gambaran pembuluh darah pada pemeriksaan angiografi

(Hirsch et al, 2006). Modalitas pemeriksaan ini tidak menggunakan radiasi dan

media kontras yang digunakan (gadolinium-based contrast) tidak terlalu

nefrotoksik dibandingkan dengan kontras yang digunakan pada CTA maupun

angiografi kontras. Sensitivitas dan spesifisitas alat ini untuk mendeteksi stenosis

arteri dibandingkan dengan angiografi kontras adalah sekitar 80-90%.

Page 16: Peripheral artery disease

7. Contrast Angiography

Walaupun MRA merupakan modalitas pemeriksaan yang cukup aman dan

merupakan teknologi yang cukup menjanjikan namun pemeriksaan yang masih

merupakan standar baku emas untuk mendiagnosis PAD adalah angiografi

kontras.Pemeriksaan ini menyediakan informasi rinci mengenai anatomi arteri dan

direkomendasikan oleh ACC/AHA (Class I, Level of Evidence A) untuk pasien

PAD khususnya yang akan menjalani tindakan revaskularisasi. Seperti halnya

pemeriksaan yang menggunakan media kontras, prosedur angiografi kontras juga

memerlukan perhatian khusus mengenai resiko terjadinya nefropati kontras. Pasien

dengan insufisiensi ginjal sebaiknya mendapatkan hidrasi yang cukup sebelum

tindakan. Pemberian n-acetylcysteinesebelum dan setelah tindakan pada pasien

dengan insufisiensi ginjal (serum kreatinin lebih dari 2,0 mg/dl) dapat dilakukan

sebagai tindakan pencegahan perburukan fungsi ginjal. Selain itu pasien diabetes

yang menggunakan obat metformin memiliki resiko menderita asidosis laktat

setelah angiografi. Metformin sebaiknya dihentikan sehari sebelum tindakan dan 2

hari setelah tindakan untuk menurunkan resiko asidosis laktat. Insulin dan obat

hipoglikemik oral sebaiknya dihentikan penggunaannya pada pagi hari menjelang

tindakan. Evaluasi klinis termasuk pemeriksaan fisik dan pengukuran fungsi ginjal

direkomendasikan untuk dilakukan dua minggu setelah prosedur angiografi untuk

mendeteksi adanya efek samping lanjut seperti perburukan fungsi ginjal atau

adanya cedera pada daerah akses kateter pembuluh darah

8. Pemeriksaan laboratorium dievaluasi kondisi hidrasi, kadar oksigen darah,

fungsi ginjal, fungsi jantung dan kerusakan otot.

9. Diperiksa foto toraks untuk melihat kardiomegali,

10. Hematokrit untuk melihat polisitemia,

11. Analisa urine untuk melihat protein dan pigmen untuk melihat mioglobin di

urine.

12. Creatinine phosphokinase untuk menilai nekrosis.

13. Ultrasonografi abdomen untuk mencari aneurisma aorta abdominal.

14. Arteriografi dapat mengetahui dengan jelas tempat sumbatan dan

penyempitan.

Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan PAD adalah untuk mengurangi gejala klinis seperti

klaudikasio, meningkatkan kualitas hidup, mencegah terjadinya komplikasi,

Page 17: Peripheral artery disease

serangan penyakit jantung , stroke dan amputasi . pengobatan dilakukan

berdasarkan gejala klinis yang ditemukan, faktor resiko dan dari hasil

pemeriksaan klinis dan penunjang. 3 pendekatan utama pengobatan PAD

adalah dengan mengubah gaya hidup, terapi farmakologis dan jika dibutuhkan,

dilakukan terapi intervensi dengan operasi.

Terapi Non-farmakologi

1. Perubahan pola hidup

-   Berhenti merokok

-   Menurunkan berat badan pada penderita obesitas (diet dan olahraga)

-  Menurunkan tekanan darah

-   Menurunkan kadar kolesterol dalam darah

-   Menurunkan kadar gula darah jika beresiko diabetes

Page 18: Peripheral artery disease

-  Olahraga teratur

2. Terapi suportif

-  Perawatan kaki dengan menjaga tetap bersih dan lembab dengan memberikan

krim  pelembab.

-   Memakai sandal dan sepatu yang ukurannya pasa dari bahan sintetis yang

berventilasi

-   Hindari penggunaan bebat plastik karena mengurangi aliran darah ke kulit

-   Latihan fisik (exercise) berupa jalan-jalan kaki kira-kira selama 30-40 menit

Terapi farmakologis

Terapi Farmakologi Dapat diberikan untuk menurunkan faktor resikoyang ada seperti

menurukan tekanan darah, kadar kolesterol dan untuk mengobati diabetes. Selain itu,

terapi farmakologis juga diberikan untuk mencegah terjadinya thrombus pada arteri

yang dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, serta untuk mengurangi rasa nyeri

pada pasien ketika berjalan.

Anti cholesterol

Terapi penurun lipid mengurangi risiko baru atau memburuknya gejala klaudikasio

intermiten. Statin menjadi terapi penurun lipid lini pertama. HMG-Co A reductase

inhibitor (Simvastatin) secara signifikan mengurangi tingkat kejadian kardiovaskular

iskemik sebesar 23%. Beberapa laporan telah menunjukkan bahwa statin juga

meningkatkan jarak berjalan bebas rasa sakit dan aktivitas rawat jalan

Anti hipertensi

Pemilihan obat antihipertensi harus individual. Diuretik thiazide, beta blocker,

angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEIs), angiotensin receptor blocker

(ARB), dan calcium channel blockers semua efektif. Penggunaan beta blockers aman

dan efektif; mengurangi kejadian koroner baru sebesar 53% pada mereka dengan MI

sebelumnya dan gejala PAD yang bersamaan.

Anti platelet

Telah terbukti manfaatnya dalam menurunkan resiko terjadinya MI, stroke dan

kematian vascular pada pasien PAD. ACC/AHA guidelines telah

merekomendasikan penggunaan antiplatelet (aspirin [ASA], 75 to 325 mg daily,

or clopidogrel, 75 mg daily) pada pasien PAD dengan aterosklerosis pada

ekstrimitas bawah.

Page 19: Peripheral artery disease

Cilostazol (Pletal), adalah reversible phosphodiesterase inhibitor yang

menghambat agregasi platelet, pembentukan thrombin dan proliferasi otot polos

pembuluh darah, memicu vasodilatasi dan meningkatkan HDL dan menurunkan

kadar TG. Pedoman ACC / AHA telah memberikan cilostazol sebagai

rekomendasi grade IA kelas untuk pasien dengan klaudikasio intermiten dengan

dosis 100 mg dua kali sehari (diminum pada saat perut kosong setidaknya ½ jam

sebelum atau 2 jam setelah sarapan dan makan malam). Efek samping yang umum

dari cilostazol termasuk sakit kepala (30% pasien), diare dan gangguan lambung

(15%), dan palpitasi (9%). Efek samping hanya berjangka pendek dan jarang

dilakukan penghentian obat. Kontraindikasi obat ini adalah pasien dengan gagal

jantung.

Operasi

1.  Angioplasti

Tujuannya untuk melebarkan arteri yang mulai menyempit atau membuka sumbatan

dengan cara mendorong plak ke dinding arteri.

 

2. Operasi By-pass

Bila keluhan semakin memburuk dan sumbatan arteri tidak dapat diatasi dengan        

angioplasti. Bagi yang sudah menjalani operasi ini biasanya bebas dari gejala dan tidak

mengalami komplikasi apapun sesudahnya

Page 20: Peripheral artery disease

DAFTAR PUSTAKA

1. American Heart Association. Management of patients with perhiperal artery

disease. —2011; Dallas.

2. Hanafi M. Penyakit pembuluh darah perifer . In: Rilantono LI, Baraas F, Karo

SK,eds. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;

2003. h. 185-9

3. Kabo Peter, Prof. atherosclerosis dan atherotrombosis. In: Bagaimana

menggunakan obat- obat kardiovaskular secara rasional. Jakarta : Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2012 h. 38-59

4. Management of peripheral arterial disease (PAD). TASC Working Group.

TransAtlantic Inter-Society Concensus (TASC). J Vasc Surg. 31: 2000.

5. National institute for health and clinical excellence. Lower limb peripheral arterial

disease : diagnosis and management. August, 2012. UK

6. Daniela C.Gey. in : management of peripheral arterial disease. Vol 69,

Germany.University of Heidelberg School of Medicine, Heidelberg, 2004.

7. Mahameed AA, Peripheral Arterial Disease. 2009. Available from :

http://www.clevelandclinicmeded.com/

Page 21: Peripheral artery disease

Related Documents