YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
Page 1: Pengawetan Pangan

I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengawetan pangan pada dasarnya adalah tindakan untuk memperkecil atau

menghilangkan faktor-faktor penyebab kerusakan yang terjadi pada bahan dan

produk pangan. Pengawetan dapat dilakukan untuk menghambat terjadinya kerusakan

sehingga memperpanjang umur simpan bahan maupun produk. Beberapa metode

pengawetan dapat memperpanjang umur simpan produk hingga beberapa bulan

bahkan tahun. Namun dengan pengawetan dapat terjadi perubahan nilai gizi dan

organoleptik suatu bahan atau produk.

Banyak metode pengawetan yang dapat dilakukan antara lain, yaitu dengan

mengontrol kontaminasi mikroba dan pertumbuhannya, menurunkan laju reaksi

enzimatik, menurunkan laju reaksi kimia, melindungi dari serangan tikus ataupun

serangga, serta melindungi dari pengaruh lingkungan seperti kelembapan (Rh),

oksigen, dan sinar UV.

Untuk melakukan metode-metode tersebut, ada beberapa teknik yang bisa

ditempuh antara lain melalui pengolahan suhu tinggi, penyimpanan suhu rendah,

pengurangan kadar air, irradiasi, fermentasi, pengasapan dan curing, penggunaan

bahan pengawet kimia dan pengemasan yang melindungi.

Pengawetan umumnya tidak selalu merubah bentuk bahan pangan, karena

pengawetan bahan pangan ada yang mampu mempertahankan kondisi bahan relative

tetap, misalnya dengan disimpan dalam suhu rendah, atau melalui irradiasi. Namun

ada juga yang bertindak sekaligus untuk mengolah atau menghasilkan produk pangan

baru, seperti pengolahan kacang kedelai menjadi susu kedelai, telur bebek yang

diasinkan menjadi telur asin, atau singkong yang diberi khamir sehingga berubah

menjadi tempe.

Page 2: Pengawetan Pangan

2

Beberapa metode pengawetan pangan yang banyak diaplikasikan di industri

pangan antara lain pengawetan dengan penyimpanan pada suhu rendah, pengawetan

dengan bahan pengawet kimia, penggunaan suhu tinggi, penurunan aktivitas air, dan

penggunaan kemasan yang baik.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempraktekkan beberapa

metode untuk mengurangi pengaruh faktor-faktor penyebab kerusakan pangan,

khususnya proses pengawetan melalui suhu rendah, penurunan aw, serta penggunaan

bahan-bahan kimia.

1.3. Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini di laksanakan pada :

Waktu : 17 April 2013 - Selesai

Tempat : Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Page 3: Pengawetan Pangan

3

II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perubahan Pasca Panen Telur

2.1.1. Definisi Telur

Telur merupakan kumpulan makanan yang disediakan induk unggas untuk

perkembangan embrio menjadi anak ayam di dalam suatu wadah. Isi dari telur akan

semakin habis begitu telur telah menetas. Telur tersusun oleh tiga bagian utama : kulit

telur, bagian cairan bening, dan bagian cairan yang berwarna kuning (Rasyaf, 1990).

Menurut Suprapti (2002), telur merupakan salah satu produk peternakan unggas yang

memiliki kandungan gizi lengkap dan mudah dicerna. Telur merupakan salah satu

sumber protein hewani disamping daging, ikan dan susu. Secara umum terdiri atas

tiga komponen pokok, yaitu kulit telur atau cangkang (11 % dari bobot tubuh), putih

telur (57 % dari bobot tubuh) dan kuning telur (32 % dari bobot tubuh).

2.1.2. Struktur Telur

Telur memiliki struktur yang khusus, karena di dalamnya terkandung zat gizi

yang disediakan bagi perkembangan sel telur yang telah dibuahi menjadi seekor

ayam. Bagian esensial dari telur adalah albumen (putih telur), yang mengandung

banyak air dan berfungsi sebagai peredam getaran. Secara bersama-sama albumen

dan yolk (kuning telur) merupakan cadangan makanan yang siap digunakan oleh

embrio. Telur dibungkus dilapisi oleh kerabang yang berfungsi sebagai pelindung

terhadap gangguan fisik, tetapi juga mampu berfungsi untuk pertukaran gas untuk 

respirasi (pernafasan). Telur ayam berdasar beratnya terbagi atas albumen 56%

sampai dengan 61%, yolk 27% sampai dengan 32% dan kerabang 89% sampai

dengan 11% (Soeparno et. al., 2001).

Page 4: Pengawetan Pangan

4

2.1.3. Kualitas Telur

Kualitas telur ayam dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu kualitas telur

bagian luar (eksterior) dan kualitas telur bagian dalam (interior).  Kualitas telur

interior meliputi indeks yolk (kuning telur), indeks albumen (putih telur), pH kuning

eksterior meliputi bentuk telur, berat telur, kebrsihan kerabang. Penentuan secara dan

putih telur, warna kuning telur dan keadaan rongga udara serta nilai Haugh Unit

(Indratiningsih, 1996).

Standar telur ayam dari luar meliputi berat, volume, berat jenis, lingkar

panjang, lingkar lebar, indeks telur dan luas permukaan (Indratiningsih, 1996).

Menurut Sarwono (1994), kualitas (mutu telur) dapat diklasifikasikan menjadi

beberapa klas.

Mutu kelas I (AA Quality). Telur jenis ini kulitnya tidak retak, tidak berlubang

dan tidak pecah. Permukaan telur halus, bersih dan tidak tercemar kotoran. Bentuk

normal, ruang udara kurang dari 0,3 mm, putih telur pekat, kuning telur terletak di

tengah, warna terang, dan jika diteropong bebas dari noda hitam (Sarwono, 1994).

Mutu kelas 2 (A Quality). Telur bermutu kelas dua, mempunyai kulit tidak

berlubang, tidak retak, dan tidak percah. Bentuk normal dan tampak berisi. Ruang

udara kurang dari 0,6 mm. Putih telur jernih dan agak pekat, kuning telur agak

bergeser dari pusat, warna terang dan bebas dari kerusakan lain (Sarwono, 1994).

Mutu kelas 3 (B Quality). Telur ini mempunyai ciri-ciri kulit tidak retak, tidak

berlubang dan tidak pecah. Tetapi telur ini agak kotor karena terdapat sedikit noda.

Ruang udara tidak teratur, tetapi tidak menggelembung. Putih telur jenrih dan tidak

encer, kuning telur tidak terletak di pusat karena bergeser. Warna kuning telur

kurang, kadang-kadang terdapat bercak noda, tapi belum menimbulkan kerusakan

yang berat. Lebar ruang udara sekitar 0,75 mm (Sarwono, 1994).

Mutu kelas 4 (C Quality). Telur kelas ini kulitnya tetap bersih, tidak retak, tidak

berlubang dan tidak pecah. Ruang udara sudah sangat lebar, yaitu lebih dari 0,99 mm.

Page 5: Pengawetan Pangan

5

Kuning telur sudah mulai encer, warna kurang dan ukuran terlihat besar, bila dimakan

telur terasa hambar (Sarwono, 1994).

A. Berat telur

Menurut Indratiningsih dan Rihastuti (1996), berat telur pada saat peneluran

bervariasi antara 52 sampai dengan 57,2 gram dan mempunyai hubungan linear

dengan lama penyimpanan, makin lama penyimpanan makin besar persentase

penurunan berat telur. Ukuran telur dibagi menjadi 6 golongan, yaitu jumbo dengan

berat lebih dari 65 gr, extra large 60 sampai 65 gr, large/besar 55 sampai 60 gr,

medium 50 sampai dengan 55 gr, small/kecil 45 sampai 50 gr, dan peewee di bawah

45 gr (Stewart dan Abbott, 1972).

B. Bentuk telur

Bentuk telur dapat ditentukan dengan indeks telur yaitu perbandingan antara 

lebar (diameter) telur dengan panjang telur dikalikan 100. Bentuk telur yang baik

mempunyai indeks telur sebesar 74 (Indratiningsih dan Rihastuti, 1996). Bentuk telur

ada lima m acam yaitu sperical (spheris), elliptical (ellips),biconical (biconus),

conical (conus) dan oval (Indratiningish dan Rihastuti, 1996).

C. Kerabang telur

Kerabang menentukan dalam kualitas telur secara eksternal, seperti retaknya

kerabang, tekstrur kerabang, warna kerabang dan kebersihabn kerabang

(Indratiningsih, 1996). Warka kerabang telur ada dua macam, yaitu coklat dan putih.

Perbedaan warna kerabang telur disebabkan adanya pigmen. Kerabang yang

berwarna coklat disebabkan adanya pigmen oophorpyrin yang terdapat pada

permukaan kerabang. Pada telur yang berwarna putih, pigmen tersebut rusak setelah

terkena cahaya matahari saat telur keluar dari kloaka. Kerabang yang berwarna coklat

umumnya lebih tebal dibanding dengan yang berwarna putih (Sarwono, 1994).

D. Indeks albumen

Page 6: Pengawetan Pangan

6

Indeks albumen adalah perbandingan tinggi albumen dengan setengah jumlah

dari panjang dan lebar albumen dikalikan 100 persen (Anonimus, 2001). Menurut

Buckle et al. (1978), indeks albumen bervariasi antara 0,054 sampai dengan 0,174.

Apabila telur disimpan, makin lama indeks albumen akan menurun dan semakin

kecil, ini disebabkan karena putih telur semakin encer (Card and Neishein, 1975)

E. Indeks yolk

Indeks yolk dihitung dengan perbandingan antara tinggi yolk dengan diameter

rata-rata yolk dikalikan seratus persen (Anonimus, 2001). Indeks kuning telur yang

baik berkisar antara 0,40 sampai 0,42, apabila telur terlalu lama disimpan, maka

indeks yolk menurun menjadi 0,25 atau kurang. Hal ini disebabkan kuning telur

semakin encer dan semakin lebar telurnya yang baru mempunyai indeks yolk sebesar

0,30 sampai dengan 0,50 (Indratiningsih dan Rihastuti, 1996).

F. Warna yolk

Warna kuning telur ditentukan oleh pigmen xantofil yang berasal dari pakan,

terutama jagung kuning. Pigmen tersebut diserap usus, selanjutnya diangkut dan

disimpan dalam kuning telur. Faktor lain yang menentukan warna yolk adalah strai,

coccidiosis dan stress. Telur yang dihasilkan oleh ayam berproduksi tinggi bagian

kuning telurnya berwarna lebih muda dibandingkan telur yang berasal dari ayam

berproduksi rendah, karena pigmen yang diperoleh dari pakan dibagikan merata pada

sejumlah telur yang dihasilkan (Sarwono, 1994).

G. Tebal kerabang

Ketebalan kerabang telur yang berwarna putih berbeda dengan kulit telur yang

berwarna coklat. Ketebalan kulit telur berwarna putih 0,44 mm, sedangkan yang

berwarna coklat 0,51 mm (Indratiningsih, 1996).

H. Rongga udara

Rongga udara berguna sebagai tempat memberi udara sewaktu embrio bernafas.

Makin lama kantong udara, umur telur relatif makin lama. Membesarnya rongga

Page 7: Pengawetan Pangan

7

udara disebabkan oleh menguatnya air di dalam isi telur (Sarwono, 1994). Bertambah

besarnya rongga udara dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: tekstur kerabang,

temperatur serta kelembaban lingkungan (Indratiningsih, 1996).

I. Haugh Unit (HU)

Haugh Unit (HU) digunakan untuk menentukan kualitas telur yang menyatakan

hubungan antara berat telur dengan tinggi albumen (Card and Nieshein, 1975). HU

dinyatakan dengan rumus:

HU = 100 log (H + 7,57 – 1,7 W0,37)                                

Keterangan: H = tinggi albumen kental (mm)

                    W = berat telur (gram) (Card and Neishein, 1975).

Berdasarkan HU, kualitas albumen dapat digolongkan menjadi empat, yaitu

highest (AA) untuk HU diatas 72, high (A) untuk HU antara 60 sampai 72,

intermediate (B) jika HU antara 31 sampai 60 dan low (C) untuk HU di bawah 31

(Sarwono, 1994).Menurut Indratiningsih dan Rihastuti (1996), berat telur pada saat

peneluran bervariasi antara 52 sampai dengan 57,2 gram dan mempunyai hubungan

linear dengan lama penyimpanan, makin lama penyimpanan makin besar persentase

penurunan berat telur. Ukuran telur dibagi menjadi 6 golongan, yaitu jumbo dengan

berat lebih dari 65 gr, extra large 60 sampai 65 gr, large/besar 55 sampai 60 gr,

medium 50 sampai dengan 55 gr, small/kecil 45 sampai 50 gr, dan peewee di bawah

45 gr (Stewart dan Abbott, 1972).

2.1.4. Telur Sebagai Sumber Nutrisi

Telur unggas adalah salah satu makanan yang sudah umum dikenal sebagai

sumber protein. Kebanyakan jenis telur yang dikonsumsi adalah telur ayam, bebek

dan angsa, namun telur burung puyuh yang kecil juga sering menjadi bahan masakan.

Telur yang terbesar adalah telur burung unta. Semuanya mengandung nutrisi penting

yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.

Page 8: Pengawetan Pangan

8

Telur ayam yang biasa dijual dan dikonsumsi manusia biasanya merupakan

telur yang tidak fertil (tidak subur) karena ayam-ayam betina di peternakan ayam

dipisahkan dari ayam-ayam jantan. Namun tentu saja telur yang fertil (subur) tetap

bisa dijual dan dikonsumsi dengan sedikit perbedaan nutrisi. Telur yang fertil tidak

akan mengandung embrio yang berkembang karena proses pendinginan baik alami

atau dari kulkas akan menghalangi perkembangan sel.

Sebagai bahan makanan, telur mempunyai beberapa kelebihan. Kelebihan itu

antara lain mengandung hamper semua zat makanan yang diperlukan oleh tubuh,

rasanya enak, mudah dicerna, menimbulkan rasa segar dan kuat pada tubuh, dan

dapat diolah menjadi beberapa macam masakan. Telur merupakan sumber protein

yang mudah diperoleh.

Hampir setiap bagian telur mempunyai unsure yang sangat bermanfaat bagi

tubuh. Bahan makanan ini mengandung protein sekitar 13% dan lemak sekitar 12%.

Sebagian protein (50%) dan semua lemak terdapat pada kuning telur. Telur juga

mengandung 10 asam amino esensial dan 18 macam asam amino yang ada.

Nilai tertinggi telur sebagai bahan makanan terdapat pada bagian kuning

telurnya. Bagian ini mengandung asam amino esensial yang sangat dibutuhkan oleh

manusia. Pada bagian ini juga terdapat mineral seperti fosfor, besi, dan kalsium.

Selain itu juga mengandung vitamin B kompleks dan vitamin A dalam jumlah yang

cukup, serta karbohidrat dalam jumlah sedikit sekali.

Pentingnya telur sebagai bahan makanan semata-mata karena banyakanya zat-

zat pembangun (protein) yang terdapat didalamnya. Selain itu juga merupakan bahan

Page 9: Pengawetan Pangan

9

makanan yang paling mudah dicerna. Karena rasanya yang lezat, maka telur

merupakan bahan makanan yang digemari orang banyak

2.1.5. Kandungan Nutrisi Telur

Telur ayam merupakan yang paling umum dikonsumsi dan sangat bernutrisi

tinggi. Telur ayam banyak mengandung berbagai jenis protein berkualitas tinggi

termasuk mengandung semua jenis asam amino esensial bagi kebutuhan manusia.

Juga mengandung berbagai vitamin dan mineral, termasuk vitamin A, riboflavin,

asam folat, vitamin B6, vitamin B12, choline, besi, kalsium, fosfor dan potasium.

Telur ayam juga merupakan makanan termurah sumber protein yang lengkap. Satu

butir telur ayam berukuran besar mengandung sekitar 7 gram protein.

Kandungan vitamin A, D dan E terdapat dalam kuning telur. Telur memang

dikenal menjadi salah satu dari sedikit makanan yang mengandung vitamin D. Satu

kuning telur besar mengandung sekitar 60 kalori dan putih telur mengandung sekitar

15 kalori. Satu kuning telur besar mengandung dua per tiga jumlah kolesterol harian

yang dianjurkan yaitu 300 mg. Lemak dalam telur juga terdapat dalam bagian kuning

telur. Satu kuning telur juga mengandung separuh jumlah choline harian yang

dianjurkan. Choline merupakan nutrisi yang penting untuk perkembangan otak dan

juga sangat penting untuk wanita hamil dan menyusui untuk memastikan

perkembangan otak janin yang sehat.

Kandungan nutrisi telur ayam memang berbeda-beda tergantung dari makanan

dan kondisi lingkungan induk ayamnya. Penelitian dari Mother Earth News

menunjukkan bahwa telur dari ayam yang diternakkan bebas di padang rumput

mengandung asam lemak Omega-3 empat kali lebih banyak, vitamin E dua kali lebih

Page 10: Pengawetan Pangan

10

banyak, beta-karoten dua sampai enam kali lebih banyak dan kolesterol hanya

separuh daripada kandungan telur dari ayam yang hanya diternakkan di kandang

dengan penghangat buatan.

Kualitas telur adalah sekumpulan sifat yang dimiliki oleh telur dan mempunyai

peng- aruh terhadap penilaian atau pemilihan oleh konsumen.

Egg grading merupakan metoda yang digunakan secara komersial untuk menetapkan

kualitas telur. Grade adalah tingkatan kualitas untuk sekelompok telur.

2.1.6.Standar Kualitas Telur

Standar kualitas telur Amerika Serikat didasarkan kepada :

1. Kualitas eksternal

• Bentuk telur

• Kebersihan kerabang

• Keutuhan kerabang

• Ketebalan kerabang

• Porositas

• Warna kerabang

2. Kualitas Internal

• Ukuran dan keadaan rongga udara

• Tebal albumen

• Kondisi kuning telur

• Abnomalitas (kelainan) pada telur

Istilah-istilah yang biasa digunakan oleh USDA untuk menjelaskan kondisi

kerabang, rongga udara, putih telur dan yolk sebagai berikut:

Page 11: Pengawetan Pangan

11

A. Kerabang

1. Bersih

Kerabang yang bebas dari material asing dan noda atau perubahan warna

yang dengan mudah/segera terlihat.Telur masih bisa dikatakan bersih bila

hanya ditemukan sedikit noda atau bila noda tersebut tidak terlalu banyak

untuk dapat mengurangi kebersihan telur secara keseluruhan.Telur yang

memperlihatkan bekas oiling pada kerabangnya teergolong bersih

sebelum diminyaki.

2. Kotor

Kerabang yang mempunyai kotoran atau material asing melekat

dipermukaannya; memiliki noda yang menyolok atau noda menutupi

lebih dari ¼ permukaan kerabang.

3. Praktis Normal (AA atau A)

Kerabang dengan bentuk normal,tekstur dan kekuatan kerabang baik dan

tidak memiliki bagian-bagian yang kasar atau bintik-bintik kecil.Sedikit

bergaris dan ada bagian-bagian yang kasar yang secara material tidak

mempengaruhi bentuk,tekstur dan kekuatan kerabang masih dibolehkan.

4. Sedikit Abnormal (B)

Bentuk agak kurang normal, ada sidikit kelainan pada tekstur dan

kekuatan kerabang.Telur memiliki garis yang jelas,namun tanpa bintik

dan bagian-bagian yang kasar.

Page 12: Pengawetan Pangan

12

5. Abnormal (B)

Bentuk abnormal,ada kelainan tekstur dan kekuatan kerabang,garis besar

dengan bintik kecil atau bagian-bagian yang kasar (kualitas C tidak

dipakai lagi oleh USDA).

B. Rongga Udara

Kedalaman rongga udara (rongga udara antara selaput kerabang,biasanya pada

bagian telur yang tumpul). Kedalaman rongga udara adalah :jarak antara bagian atas

dan bagian bawah bila telur diletakkan dengan rongga udara pada bagian atas.

1. Praktis Regular (AA atau A)

Rongga udara praktis berada pada posisi yang tetap dan memperlihatkan

batas yang jelas dengan pergerakkan tidak lebih dari 3/8 inci dalam arah

tertentu ketika telur diputar.

2. Rongga Udara Bebas Bergerak (Free Air CELL/B)

Rongga udara bebas bergerak menuju kearah titik paling atas dari telur

ketika telur diputar perlahan-lahan.

3. Rongga udara pecah (Bubly air cell/B)

Rongga udara pecah menghasilkan satu atau lebih bagian-bagian kecil

udara yang bergerak kemana-mana.biasanya mengambang dibawah

rongga udara utama.

Page 13: Pengawetan Pangan

13

C. Putih telur

1. Bersih

Bebas dari perubahan warna atau benda-benda asing dipermukaanya

(jangan dikelirukan antara kalaza yang nampak jelas dengan benda-benda

asing).

2. Pekat (AA)

Putih telur tebal atau kental sehingga batas kuning telur tidak jelas

trerlihat ketika dicandling.bila telur dipecahkan,nilai HU > 72 dengan

suhu pengukuran 45-60o F(7,2-15o).

3. Agak pekat (A)

Putih telur agak kurang tebal/kental dibanding AA.Hasil ini

memungkinkan bagi yolk untuk mendekati kerabang sehingga garis batas

yolk bisa dilihat dengan jelas ketika telur diputar.HU telur 60-72.

4. Sedikit encer (B)

Putih telur sedikit encer,sehingga garis batas kuning telur bisa dilihat

dengan jelas ketika telur diputar.HU 31-60.

5. Encer dan berair (B)

Putih telur tipis dan kekentalanya turun.hal ini memungkinkan yolk

mendekati kerabang dengan sangat dekat,sehingga kuning telur terlihat

agak sangat jelas dan berwarna gelap ketika telur diputar.HU<31.

6. Gumpalan dan bintik darah (bukan karena pertumbuhan embrio)

Adalah gumpalan bitik darah tyang terdapat dipermukaan yolk atau

mengambang dipermukaan putih telur.Gumpalan darah ini mungkin

Page 14: Pengawetan Pangan

14

kehilangan karakteristik warna merahnya dan terlihat sebagai bintik kecil

atau material asing,umum dikenal sebagai bintik daging.bila ukuranya

kecil (diameter <1/8 incvi),telur bisa diklasifikasikan kedalam kualitas

B.bila besar,atau terlihat difusi darah putih telur yang mengitarinya,maka

teur dikllasifikasikan sebagai loss (dibuang).

D. Yolk

1. Garis batas sedikit terlihat (AA)

Garis batas kuning telur nampak kabur dan terlihat menyatu dengan putih

telur disekitarnya ketika telur diputar.

2. Garis batas agak jelas (A)

Garis batas jelas terlihat.

3. Garis batas jelas terlihat (B)

Garis batas jelas terlihat sebagai bayangan gelap ketika telur terlihat.

4. Sedikit membesar dan datar (B)

Kuning telur dimana membran kuining telur dan jaringan mencair dan

berair,yag diabsorbsi dari putih telur sehingga kuning telur membesar dan

datar.

5. Praktis dan bebas dari kerusakan (AA atau A)

Tidak terjadi pertumbuhan embrio,namun terdapat sedikit kerusakan pada

permukaanya.

6. Terdapat kerusakan yang tidak serius (B)

Page 15: Pengawetan Pangan

15

Kuning telur mempunyai bintik area pada permukaanya yang

memperlihatkan sedikit indikasi pertumbuhjan embrio atau kerusakan

lainya.

7. Kerusakan serius lainya (B)

Kuning telur dengan spot atau kerusakan lainya,seperti kuning telur

berminyak (olive yolk) yang membuat telur tidak bisa dimakan.

8. Pertumbuhan embrio jelas terlihat

Terjadi pertumbuhan embrio yang terlihat sebagai cincin,tanpa ada darah.

9. Darah sebagai akibat pertumbuhan embrio

Terlihat sebagai cincin darah.Telur yang seperti ini tidak boleh dimakan.

2.1.7.Faktor-faktor yang menentukan kualitas telur

Secara keseluruhan kualitas sebutir telur tergantung pada kualitas isi telur dan

kulit telur. Selain itu, berat telur juga menjadi salah satu faktor yang ikut menentukan

kualitasnya.

a. Kualitas interior telur

Untuk menentukan kualitas isi telur dapat dilihat dari bagian telur disebelah

kanan dalam. Beberapa faktor yang menentukan kualitas isi telur di antarannya

kondisi ruang udara, kuning telur, dan putih telur.

1. Ruang Udara

Telur yang segar memiliki ruang udara yang lebih kecil dibandingkan telur

yang sudah lama. Di luar negeri, kualitas telur dapat dikelompokkan berdasarkan

ukuran kedalaman ruang udaranya. Berikut ini pembagian kualitas telur berdasarkan

ukuran kedalaman ruang udaranya:

Page 16: Pengawetan Pangan

16

Kualitas AA memiliki kedalaman ruang udara 0,3 cm.

Kualitas A memiliki kedalaman ruang udara 0,5 cm.

Kualitas B memiliki kedalaman ruang udara lebih dari 0,5 cm.

2. Kuning Telur

Telur yang segar memiliki kuning telur yang tidak cacat, bersih, dan tidak

terdapat pembuluh darah. Selain itu, di dalam kuning telur tidak terdapat bercak

daging atau bercak darah.

3. Putih Telur

Putih telur dari telur yang segar adalah tebal dan diikat kuat oleh chalaza.

Untuk telur kualitas AA, putih telur harus bebas dari titik daging atau tidak darah.

Tabel 1. Kriteria penentuan kualitas telur

Bagian TelurKualitas Telur

AA A B

1. kulit telur - bersih- tidak retak- bentuk normal

- bersih- tidak retak-bentuk normal

- terang, ada sedikit noda- tidak retak-bentuk kadang-kadang tidak normal

2. ruang udara - 0,3 cm atau lebih kecil

-0,5 cm atau lebih kecil

- lebih dari 0,5 cm

3. putih telur - jernih- pekat - jernih- agak pekat - jernih- encer

4. kuning telur - letak terpusat baik- kuning jernih- bebas dari noda

- letak berpusat baik- kung jernih-kadang-kadang ada sedikit noda

- letak tidak terpusat- kurang jernih- kadang-kadang ada noda

Page 17: Pengawetan Pangan

17

2.1.8. Kualitas Eksterior Telur

Kualitas telur sebelah luar ditentukan oleh kondisi kulit telurnya. Berikut ini

beberapa parameter yang dapat dijadikan ukuran untuk menentukan kualitas telur

sebelah luar.

1. Kebersihan kulit telur

Kualitas telur semakin baik jika kulit telur dalam keadaan bersih dan tidak ada

kotoran apa pun.

2. Kondisi kulit telur

Kondisi kulit telur dapat dilihat dari tekstur dan kehalusannya. Kualitas telur

akan semakin baik jika tekstur kulitnya halus dan keadaan kulit telurnya utuh serta

tidak retak.

3. Warna kulit

Warna kulit telur ayam ras ada dua, yaitu putih dan coklat. Perbedaan warna

kulit tersebut disebabkan adanya pigmen cephorpyrin yang terdapat pada permukaan

kulit telur yang berwarna coklat relative tebal dibandingkan yang kulit telur yang

berwarna putih. Tebal kulit telur yang berwarna coklat rata-rata 0,51 mm, sedangkan

tebal kulit telur yang berwarna putih rata-rata 0,44 mm. oleh karenanya, kualitas telur

yang berwarna coklat lebih baik dibandingkan telur yang berwarna putih. Dalam

penyimpanan, telur yang berkulit coklat lebih awet dibandingkan telur yang berwarna

putih.

Page 18: Pengawetan Pangan

18

4. Bentuk telur

Bentuk telur yang baik adalah proporsional, tidak berbenjol-benjol, tidak

terlalu lonjong, dan juga tidak terlalu bulat.

5. Berat telur

Tabel 2. klasifikasi telur berdasarkan beratnya

Klasifikasi Berat/butir (gram)

Jumbo 68,5

Sangat besar 61,4

Besar 54,3

Medium 47,2

Kecil 40,2

Pee wee < 40

2.1.9.Penentuan kualitas telur

Kualitas telur secara keseluruhan ditentukan oleh kualitas isi telur dan kualitas

kulit telur. Oleh karennya, penentuan kualitas telur dilakukan pada kedua bagian telur

tersebut.

a. Penentuan kualitas isi telur

Secara umum, kualitas isi telur dapat dikategorikan baik jika tidak terdapat

bercak darah atau bercak lainnya, belum pernah dierami yang ditandai dengan tidak

adanya bercak calan embrio, kondisi putih telurnya kental dan tebal, serta kuning

telurnya tidak pucat.

Untuk menentukan kualitas isi telur dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu

peneropongan dan pengukuran dengan micrometer dalam satuan haugh unit.

Page 19: Pengawetan Pangan

19

1. Peneropongan

Pada prinsipnya, peneropongan merupakan pemeriksaan telur dengan cahaya.

Bagi pembeli, peneropongan ini berguna untuk menghindari agar tidak tertipu

membeli telur yang telah dierami.

2. Haugh unit

Haugh unit merupakan satuan yang digunakan untuk mengetahui kesegaran

isi telur, terutama bagian putih telur. Untuk mengukurnya, telur harus dipecah lalu

ketebalan putih telur diukur dengan alat micrometer. Telur yang segar biasanya

memiliki putih telur yang tebal. Biasanya haugh unit dapat ditentukan dengan

menggunakan tebal konversi. Semakin tinggi nilai haugh unit suatu telur

menunjukkan bahwa kualitas telur semakin baik.

Penentuan kualitas telur berdasarkan haugh unit menurut standar United State

Departement of Agriculture (USDA) adalah sebagai berikut:

1. Nilai haugh unit kurang dari 31 digolongkan kualitas C.

2. Nilai haugh unit antara 31-60 digolongkan kualitas B.

3. Nilai haugh unit antara 60-72 digolongkan kualitas A.

4. Nilai haugh unit lebih dari 72 digolongkan kualitas AA.

Haugh Unit (HU) digunakan untuk menentukan kualitas telur yang menyatakan

hubungan antara berat telur dengan tinggi albumen. HU dinyatakan dengan rumus:

HU = 100 log (H + 7,57 – 1,7 W0,37)

Keterangan: H = tinggi albumen kental (mm)

W = berat telur (gram)

Page 20: Pengawetan Pangan

20

3. Kecerahan kuning telur

Kecerahan kuning telur merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan

untuk menentukan kualitas telur. Untuk menentukan kualitas kuning telur dapat

digunakan alat troche yolk colour fan. Berdasarkan pengukuran dengan alat tersebut

maka warna kuning telur yang baik berada pada kisaran angka 9-12.

b. Penentuan kualitas kulit telur

          Kualitas kulit telur dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu dengan

1. Specific gravity

Cara ini hanya dapat dilakukan pada telur-telur segar atau telur dengan kantung

udara kecil. Penentuan kualitas telur dengan cara ini dibutuhkan alat berupa

keranjang, ember dan larutan garam.

Tabel 3. Perbandingan air dan garam yang dibutuhkan untuk mendapatkan nilai

spesific gravity

Air

(liter)

Garam

(gram)

Specific gravity

3 276 1,060

3 298 1,065

3 320 1,070

3 342 1,075

3 365 1,080

3 390 1,085

3 414 1,090

3 438 1,095

3 462 1,100

Page 21: Pengawetan Pangan

21

2. Peneropongan.

Selain untuk mengetahui kualitas isi telur, peneropongan dapat pula digunakan

untuk membantu mengetahui kualitas kulit telur. Cara ini terutama digunakan untuk

mengetahui retak halus yang tidak dapat dilihat secara jelas dengan mata biasa.

2.2. Laju Respirasi

Respirasi adalah proses pemecahan komponen organik ( zat hidrat arang, lemak

dan protein) menjadi produk yang lebih sederhana dan energy. Aktivitas ini ditujukan

untuk memenuhi kebutuhan energi sel agar tetap hidup. Komoditi dengan laju

respirasi tinggi menunjukan kecenderungan lebih cepat rusak. Pengurangan laju

respirasi sampai batas minimal pemenuhan kebutuhan energy sel tanpa menimbulkan

fermentasi akan dapat memperpanjang umur ekonomis produk. Manipulasi faktor ini

dapat dilakukan dengan teknik pelapisan (coating), penyimpanan suhu rendah, atau

memodifikasi atmosfir ruang penyimpanan.

Selama proses respirasi dan metabolisme berlangsung dikeluarkan CO2 dan air

dan dikonsumsi oksigen yang ada disekitarnya. Komposisi dari udara di ruang

penyimpanan mempunyai pengaruh yang besar terhadap sifat-sifat bahan segar yang

disimpan. Baik kandungan oksigen dan karbon dioksida saling mempengaruhi

metabolisme komoditi. Komposisi udara secara normal terdiri dari O2 (20%), CO2

(0.03%), N2 (78.8%). Dengan melakukan modifikasi atmosfer di sekitar komoditi

tersebut dapat menghasilkan beberapa keuntungan terhadap komoditi tersebut.

Modifikasi komposisi udara dilakukan dengan menurunkan kadar oksigen dan

atau meningkatkan kandungan karbon dioksida (CO2). Pada umumnya udara yang

semakin menipis kandungan oksigennya serta semakin meningkat kandungan karbon

Page 22: Pengawetan Pangan

22

dioksida akan mengakibatkan menurunnya laju aktivitas pernapasan dari komoditi

segar.

Oksigen dalam udara tidak dapat dihilangkan sama sekali dari atmosphere,

karena adanya oksigen masih diperlukan untuk menjaga berlangsungnya metabolisme

secara normal. Di bawah 1 – 3% oksigen, banyak komoditi justru mengalami banyak

kerusakan. Demikian halnya dengan konsentrasi CO2. Batas toleransi komoditi

terhadap gas-gas tersebut bervariasi. Beberapa komoditi tidak tahan pada konsentrasi

CO2 tinggi. Beberapa komoditi tahan pada konsentrasi CO2 1% sedang komoditi lain

tahan pada 20% atau lebih.

Laju respirasi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal

adalah faktor yang berasal dari dalam bahan, meliputi tingkat perkembangan organ,

komposisi kimia jaringan, ukuran produk, pelapisan alami, dan jenis jaringan. Faktor

eksternal adalah faktor yang berasal dari lingkungan sekeliling bahan, meliputi suhu,

ketersediaan oksigen, karbon dioksida, dan luka pada bahan.

Metode yang umum digunakan untuk menurunkan laju respirasi produk segar

adalah pengontrolan suhu ruang penyimpanan. Menurut Kays (1991), untuk beberapa

produk, dengan kenaikan suhu penyimpanan sebesar 100C akan mengakibatkan

naiknya laju respirasi sebesar 2 sampai 2.5 kali, tetapi di atas suhu 350C laju respirasi

akan menurun karena aktivitas enzim terganggu yang menyebabkan terhambatnya

difusi oksigen.

2.3. Reaksi Pencoklatan Enzimatis

Reaksi pencoklatan merupakan fenomena yang penting yang terjadi pada

makanan hingga proses dan penyimpanan. Reaksi pencoklatan dapat dialami oleh

buah-buahan dan sayur-sayuran yang tidak berwarna. Reaksi ini disebut reaksi

pencoklatan karena menyebabkan warna makanan berubah menjadi coklat. Ada

beberapa hal yang menyebabkan terjadinya reaksi pencoklatan, salah satunya adalah

Page 23: Pengawetan Pangan

23

keberadaan enzim. Reaksi pencoklatan ini dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu

reaksi pencoklatan enzimatis dan reaksi pencoklatan non-enzimatis.

Reaksi pencoklatan enzimatis adalah proses kimia yang terjadi pada sayuran

dan buah-buahan oleh enzim polifenol oksidase yang menghasilkan pigmen warna

coklat (melanin). Proses pencoklatan enzimatis memerlukan enzim polifenol oksidase

dan oksigen untuk berhubungan dengan substrat tersebut. Enzim-enzim yang dikenal

yaitu fenol oksidase, polifenol oksidase, fenolase/polifenolase, enzim-enzim ini

bekerja secara spesifik untuk substrat tertentu (Winarno, 1995). Reaksi ini dapat

terjadi bila jaringan tanaman terpotong, terkupas, dan karena kerusakan secara

mekanis. Reaksi ini banyak terjadi pada buah-buahan atau sayuran yang banyak

mengandung substrat senyawa fenolik seperti catechin dan turunannya yaitu tirosin,

asam kafeat, asam klorogenat, serta leukoantosianin. Adapun reaksi pencoklatan

adalah sebagai berikut :

Polifenol oksidase Polimerase

Polifenol Quinon + H2O Melanin

Reaksi pencoklatan enzimatis pada bahan pangan ini memiliki dua macam

dampak yaitu dampak yang menguntungkan dan juga dampak yang merugikan.

Dampak yang menguntungkan misalnya saja pada teh hitam, teh oolong dan teh

hijau. Reaksi pencoklatan enzimatis bertanggung jawab pada warna dan flavor yang

terbentuk.(Fennema, 1996). Begitu juga yang terjadi pada produk pangan lain seperti

misalnya kopi. Polifenol oksidase juga bertanggung jawab pada karakteristik warna

coklat keemasan pada buah-buahan yang telah dikeringkan seperti kismis, buah prem,

dan buah ara

Page 24: Pengawetan Pangan

24

2.4. Reaksi Pencoklatan Non Enzimatis

2.4.1. Proses browning nonenzimatik.

Proses Browning non Enzimatis disebabkan oleh reaksi pencoklatan tanpa

pengaruh enzim, biasanya terjadi saat pngolahan berlangsung. Contohnya proses

karamelisasi pada gula, yaitu proses pencokelatan yang disebabkan karena

bertemunya gula reduksi dan asam amino (penyusun protein)pada suhu tinggi dan

waktu lama.

Gula merupakan bagian dari Karbohidrat. Tepung terigu dan pati (amilum)

adalah gula kompleks, biasa cisebut dengan polisakarida.Reaksi pencoklatan secara

nonenzimatik pada umumnya ada tiga macam reaksi pencoklatan nonenzimatik yaitu

karamelisasi, reaksi Maillard, dan pencoklatan akibat vitamin C.

a. Karamelisasi

Bila suatu larutan sukrosa diuapkan maka konsentrasinya akan meningkat,

demikian juga titik didihnya. Keadaan ini akan terus berlangsung sehingga seluruh air

menguap semua. Bila keadaan tersebut telah tercapai dan pemanasan diteruskan,

maka cairan yang ada bukan lagi terdiri dari air tetapi cairan sukrosa yang lebur. Titik

lebur sukrosa adalah 1600C. Bila gula yang telah mencair tersebut dipanaskan terus

sehingga suhunya melampaui titik leburnya, misalnya pada suhu 1700C, maka

mulailah terjadi karamelisasi sukrosa. Reaksi yang terjadi bila gula mulai hancur atau

terpecah-pecah tidak diketahui pasti, tetapi paling sedikit melalui tahap-tahap seperti

berikut: Mula-mula setiap molekul sukrosa dipecah menjadi sebuah molekul glukosa

dan sebuah fruktosan (Fruktosa yang kekurangan satu molekul air). Suhu yang tinggi

mampu mengeluarkan sebuah molekul air dari setiap molekul gula sehingga

terjadilah glukosan, suatu molekul yang analog dengan fruktosan. Proses pemecahan

Page 25: Pengawetan Pangan

25

dan dehidrasi diikuti dengan polimerisasi, dan beberapa jenis asam timbul dalam

campuran tersebut.

b. Reaksi Maillard

Reaksi Maillard adalah reaksi yang terjadi antara karbohidrat, khususnya gula

pereduksi dengan gugus amina primer. Hasil reaksi tersebut menghasilkan bahan

berwarna cokelat, yang sering disebut dikehendaki atau kadang-kadang malahan

menjadi pertanda penurunan mutu.

Reaksi Maillard berlangsung melalui tahap-tahap sebagai berikut:

1. Suatu aldosa bereaksi bolak-balik dengan asam amino atau dengan suatu

gugus amino dari protein sehingga menghsilkan basa Schiff.

2. Perubahan terjadi menurut reaksi Amadori sehingga menjadi amino ketosa.

3. Dehidrasi dari hasil reaksi Amadori membentuk turunan-turunan

furfuraldehida, misalnya dari heksosa diperoleh hidroksi metil furfural.

4. Proses dehidrasi selanjutnya menghasilkan hasil antara metil α-dikarbonil

yang diikuti penguraian menghasilkan reduktor-reduktor dan α-dikarboksil

seperti metilglioksal, asetol, dan diasetil.

5. Aldehid-aldehid aktif dari 3 dan 4 terpolemerisasi tanpa mengikutsertakan

gugus amino (disebu kondensasi aldol) atau dengan gugusan amino

membentuk senyawa berwarna cokelat yang disebut melanoidin.

c. Pencoklatan Akibat Vitamin

Vitamin C ( asam askorbat) merupakan suatu senyawa reduktor dan juga dapat

bertindak sebagai precursor untuk pembentukan warna cokelat nonenzimatik. Asam-

asam askorbat berada dalam keseimbangan denga asam dehidrokaskorbat. Dalam

suasana asam, cincin lakton asam dehidroaskorbat terurai secara irreversible dengan

Page 26: Pengawetan Pangan

26

membentuk suatu senyawa diketogulonati kemudian berlangsung reaksi Maillard dan

proses pencoklatan.

d. Proses Terjadinya Browning

Proses pencoklatan enzimatik akan terjadi apabila adanya reaksi antara enzim

fenol oksidase dan oksigen dengan substrat tersebut, Pada umumnya ada tiga macam

reaksi pencokelatan nonenzimatik yaitu karamelisasi, reaksi millard, dan

pencokelatan akibat vitamin C. dalam suasana asam, cincin lakton asam

dehidroaskorbat terurai secara irreversible dengan membentuk suatu senyawa

diketogulonaat, dan kemudian berlangsunglah reaksi Maillard dan proses

pencokelatan. Karamelisasi terjadi pada suatu larutan sukrosa yang diuapkan maka

konsentrasinya akan meningkat, begitu juga titik didihnya sehingga seluruh air akan

menguap semua. Bila keadaan tersebut telah tercapai dan pemanasan diteruskan,

maka cairan yang ada bukan lagi terdiri dari air tetapi cairan sukrosa yang melebur.

Reaksi maillard berlangsung melalui beberapa tahap yaitu, suatu aldosa bereaksi

bolak-balik dengan asam amino atau dengan suatu gugus amino dari protein sehingga

menghasilkanbasa Schiff. Perubahan terjadi menurut aksi Amodori sehingga menjadi

amino ketosa. Dehidrasi dari hasil selanjutnya menghasilkan hasil antara metal α-

dikarbonil yang diikuti penguraian menghasilkan redukstor-reduktor dan α-

dikarboksil seperti metilglioksal, aseton, dan diasetil. Aldehida-aldehida aktif dari 3

dan 4 terpolimerisasi tanpa mengikutsertakan gugus amino (hal ini disebut

kondensasi aldol) atau dengan gugusan amino membentuk senyawa berwarna cokelat

yang disebut melanoidin.

2.5. Sifat Fungsional Protein

2.5.1. Protein

Page 27: Pengawetan Pangan

27

   Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Tidak seperti

bahan makronutrien lainnya (karbohidrat, lemak), protein ini berperan lebih penting

dalam pembentukan biomolekul daripada sumber energi. Namun demikian apabila

organisme sedang kekurangan energi, maka protein ini dapat juga di pakai sebagai

sumber energi. Keistimewaan lain dari protein adalah strukturnya yang selain

mengandung N, C, H, O, kadang mengandung S, P, dan Fe (Sudarmadji, 1989).

Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena

zat ini disamping berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur, Protein adalah

sumber asam- asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak

dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung pula posfor,

belerang dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan

tembaga (Budianto, A.K, 2009).

Protein merupakan molekul yang sangat besar, sehingga mudah sekali

mengalami perubahan bentuk fisik maupun aktivitas biologis. Banyak faktor yang

menyebabkan perubahan sifat alamiah protein misalnya : panas, asam, basa, pelarut

organik, pH, garam, logam berat, maupun sinar radiasi radioaktif. Perubahan sifat

fisik yang mudah diamati adalah terjadinya penjendalan (menjadi tidak larut) atau

pemadatan (Sudarmadji. S, 1989). Ada protein yang larut dalam air, ada pula yang

tidak larut dalam air, tetapi semua protein tidak larut dalam pelarut lemak seperti

misalnya etil eter. Daya larut protein akan berkurang jika ditambahkan garam,

akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Apabila protein dipanaskan atau

ditambahkan alkohol, maka protein akan menggumpal. Hal ini disebabkan alkohol

menarik mantel air yang melingkupi molekul-molekul protein. Adanya gugus amino

Page 28: Pengawetan Pangan

28

dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul protein, menyebabkan protein

mempunyai banyak muatan dan bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam

maupun basa). Dalam larutan asam (pH rendah), gugus amino bereaksi dengan H+,

sehingga protein bermuatan positif. Bila pada kondisi ini dilakukan elektrolisis,

molekul protein akan bergerak kearah katoda. Dan sebaliknya, dalam larutan basa

(pH tinggi) molekul protein akan bereaksi sebagai asam atau bermuatan negatif,

sehingga molekul protein akan bergerak menuju anoda (Winarno. F.G, 1992).

2.5.2.Denaturasi

Denaturasi Protein adalah proses perubahan struktur lengkap dan karakteristik

bentuk protein akibat dari gangguan interaksi sekunder, tersier, dan kuaterner

struktural seperti suhu, penambahan garam, enzim dll. Karena fungsi biokimia

protein tergantung pada tiga dimensi bentuknya atau susunan senyawa yang terdapat

pada asam amino. Hasil denaturasi adalah hilangnya aktivitas biokimia yang terjadi

didalam senyawa protein itu sendiri. Denaturasi protein juga tidak mempengaruhi

kandungan struktur utama protein yaitu C, H, O, dan N. Meskipun beberapa protein

mengalami kemungkinan untuk kehilangan kandungan senyawa mereka karakteristik

struktural saat Denaturasi. Namun, kebanyakan protein tidak akan mengalami hal

tersebut, hanya saja tidak menutup kemungkinan juga protein akan berubah struktur

kecil didalamnya saat proses denaturasi terjadi. Bagaimanapun, untuk perubahan

denaturasi secara umum, prosesnya sama dan tidak dapat diubah. ( Stoker, 2010).

Denaturasi akibat panas menyebabkan molekul-molekul yang menyusun

protein bergerak dengan sangat cepat. sehingga sifat protein yaitu hidrofobik  menjadi

terbuka. Akibatnya, semakin panas, molekul akan bergerak semakin cepat dan

Page 29: Pengawetan Pangan

29

memutus ikatan hidrogen didalamnya. Denaturasi akibat asam / basa terjadi ketika

adanya penambahan kadar asam atau basa pada garam protein yang dapat memutus

kandungan struktur dari protein tersebut karena terjadi subtitusi ion negatif dan

positif pada garam dengan ion positif dan negatif pada asam atau basa.

Denaturasi akibat campuran logam berat pada protein, hal ini terjadi karena

ikatan sulfur pada protein tertarik oleh ikatan logam berat sehingga proses denaturasi

terjadi dengan adanya perubahan struktur kandungan senyawa pada protein tersebut

saat ion pada protein bereaksi dengan ion logam berat yang tercampur didalamnya.

(Vladimir. 2007).

2.5.3.Koagulasi

Denaturasi, koagulasi dan redenaturasi dapat dibedakan sebagai berikut.

Denaturasi protein adalah suatu keadaan telah terjadinya perubahan struktur protein

yang mencakup perubahan bentuk dan lipatan molekul, tanpa menyebabkan

pemutusan atau kerusakan lipatan antar asam amino dan struktur primer protein.

Koagulasi adalah denaturasi protein akibat panas dan alkohol (Winarno, 2002).

Redenaturasi adalah denaturasi protein yang berlangsung secara reveresibel

(Poedjiadi, 1994). Panas dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan

interaksi hidrofobik nonpolar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan

energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar

sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan molekul tersebut. Protein telur mengalami

denaturasi dan terkoagulasi selama pemasakan. Beberapa makanan dimasak untuk

mendenaturasi protein yang dikandung supaya memudahkan enzim pencernaan dalam

mencerna protein tersebut (Ophart, 2003).

Page 30: Pengawetan Pangan

30

Protein akan mengalami koagulasi apabila dipanaskan pada suhu 50ºC atau

lebih. Koagulasi ini hanya terjadi bila larutan protein berada titik isolistriknya

(Poedjiadi, 1994). Pada pH iso-elektrik (pH larutan tertentu biasanya berkisar 4 – 4,5

di mana protein mempunyai muatanpositif dan negatif sama, sehingga saling

menetralkan) kelarutan protein sangat menurun atau mengendap, dalam hal ini pH

isolistrik albumin adalah 4,55-4,90. Pada temperatur diatas 60ºC kelarutan protein

akan berkurang (koagulasi) karena pada temperatur yang tinggi energi

kinetik molekul protein meningkat sehingga terjadi getaran yang cukup kuat untuk

merusak ikatan ataustruktur sekunder, tertier dan kuartener yang menyebabkan

koagulasi (Blogspot, 2007).

2.5.4.Titik Isoelektrik

Titik Isoelektrik adalah derajat keasaman atau pH ketika suatu makromolekul

bermuatan nol akibat bertambahnya proton atau kehilangan muatan oleh reaksi asam-

basa. Pada koloid, jika pH sama dengan titik isoelektrik, maka sebagian atau semua

muatan pada partikelnya akan hilang selama proses ionisasi terjadi. Jika pH berada

pada kondisi di bawah titik isoelektrik, maka matan partikel koloid akan bermuatan

positif. Sebaliknya jika pH berada di atas titik isoelektrik maka muatan koloid akan

berubah menjadi netral atau bahkan menjadi negatif.

Titik  isoelektrik dapat  ditentukan  berdasar  kekeruhan  dan  endapan  karena 

pada titik  dekat isoelektrik akan terjadi gaya tolak-menolak  elektrostatik  yang

menyebabkan kelarutan minimum, sehingga terjadi kekeruhan. Setiap jenis protein

memiliki titik isoelektrik yang berbeda-beda. Pada titik isolistrik protein mempunyai

muatan positif dan negatif yang sama, sehingga tidak bergerak ke arah elektroda

Page 31: Pengawetan Pangan

31

positif maupun negatif apabila ditempatkan di antara kedua elektroda tersebut.

Protein mempunyai titik isolistrik yang berbeda-beda. Titik isolistrik protein

mempunyai arti penting karena pada umumnya sifat fisika dan kimia erat

hubungannya dengan pH isolistrik ini. Pada pH di atas titik isolistrik protein

bermuatan negatif, sedangkan di bawah titik isolistrik, protein bermuatan positif.

2.6. Mempertahankan Warna Daging

Mioglobin merupakan pigmen utama yang bertanggungjawab pada warna

daging. Bentuk mioglobin salah satunya adalah oxymioglobin. Bentuk lain dari

mioglobin ditandai adanya oxidasi besi dari heme didalam mioglobin dari bentuk Fe

2+ (ferrous) menjadi Fe 3+ (ferric), disebut sebagai metmioglobin dan berwarna

coklat. Metmiglobin adalah pigmen utama penyebab penyimpangan warna daging

yang normal sebagai akibat dari oksidasi atom besi. Nampaknya merupakan pigmen

merah kecoklatan yang tidak diinginkan. Reaksi ini dapat reversible sepanjang ada

senyawa pereduksi, seperti NADH (nicotinamide adenine dinucleotide) didalam

daging.

Pada nilai pH < 5,4, oksidasi mioglobin akan terjadi. pH yang rendah akan

menyebabkan denaturasi terhadap protein globin yang mempertahankan heme dan

berikutnya mengakibatkan pelepasan oksigen dari heme demikian juga oksidasi

molekul besi. Asam adalah agen oksidasi yang dikenal baik dan oleh karena itu

mengoksidasi mioglobin tereduksi menjadi metmioglobin. Karena pH menurun

secara kontinu, maka tingkat oksidasi yang terjadi akan meningkat.

Page 32: Pengawetan Pangan

32

Perubahan warna daging dapat juga dihubungkan dengan kontaminasi bakteri

aerobik atau anaerobik tergantung pada kondisi dimana terjadi. Permintaan oksigen

yang tinggi bagi bakteri aerobik pada fase logaritmik dari pertumbuhan

mengakibatkan pembentukan metmioglobin, menghasilkan pengaruh terhadap

perubahan warna. Peningkatan jumlah bakteri aerobik mengakibatkan permukaaan

daging berubah warnanya dari merah oksimioglobin menjadi coklat metmiglobin dan

kemudian ke ungu mioglobin tereduksi. Setelah pembentukan metmioglobin, oksidasi

lebih lanjut yang merubah mioglobin disebabkan oleh enzim dan bakteri yang akan

menghasilkan warna coklat, hijau, dan senyawa –senyawa dengan penampilan

memudar. Ada 2 macam warna daging, yaitu :

1. PSE (Pale Soft Exudative) 

Daging berwarna light red. Hal ini disebabkan perlakukan pada hewan sebelum

disembelih. Biasanya hewan dikarantina sebelum disembelih dan diberikan pakan.

Apabila pakan yang dimakan oleh hewan banyak maka kelebihan karbohidrat yang

berasal dari pakan yang dikonsumsi akan dirubah dalam tubuh ternak menjadi

glikogen (pati hewan) yang akan disimpan didalam hati dan otot. Selama hewan

hidup ATP banyak diproduksi dari metabolise glikogen secara aerob. Ketika hewan

telah mati maka ATP yang tersisa masih banyak sehingga mengakibatkan  waktu

umtuk masuk fase rigor mortis lama,setelah hewan mati,glikogen dirombak menjadi

asam laktat dalam kondidi anaerob. Asam laktat yang terbentuk  banyak dan akan

terakumulasi sehingga menyebabkan penurunan PH cepat dan tajam.PH yang turun

mengakibatkan WHC protein turun dan memperbanyak air bebas. Air bebas  akan

melarutkan mioglobin. Hal ini akan membuat warna yang terbentuk adalah light red.

Page 33: Pengawetan Pangan

33

2. DCM (Dark  Firm Muscle).

Apabila pakan yang dimakan ternak sedikit maka sisa ATP dan glikogen 

setelah hewan disembelih hanya sedikit.  Waktu untuk masuk fase rigor mortis lebih

cepat. Asam laktat yang terbentuk sedikit sehingga PH tidak mengalami penurunan

yang significan . WHC protein tidak menurun secara significant menyebabakan

sedikitnya air bebas. Mioglobin tidak banyak terlerut dalam air bebas sehingga warna

daging menjadi merah gelap.

Aplikasi antioksidan seperti asam askorbat, asam sitrat, a tokoferol dan

sebagainya dapat membantu mempertahankan warna. Selain itu, aplikasi nitrit dan

nitrat juga dapat mempertahankan warna merah daging. Pada pengolahan daging

dengan menggunakan garam nitrit (proses kuring), nitrit akan bereaksi dengan heme

membentuk kompleks nitrit-heme yang disebut nitrosomioglobin berwarna merah

gelap. Bentuk nitrosomioglobin tidak terlalu stabil dan bisa teroksidasi menjadi

bentuk metmioglobin. Proses pemanasan akan mendenaturasi bagian globin

membentuk nitrosohemokrom yang stabil. Nitrosohemokrom ini menghasilkan warna

merah muda yang merupakan warna utama daging kuring. Proses ini memerlukan

suhu 650C.

2.7. Karakteristik Karbohidrat

Pati adalah salah suatu bahan penyusunan yang paling banyak dan luas

terdapat di alam,sebagai karbohidrat cadangan pangan pada tanaman. Sebagian besar

pati di simpan dalam akar,umbi,akar,biji buah dan umbi lapis.simpan cadangan

tersebut berada dalam bentuk granula-granula berukuran lebih besar,disebut dengan

Page 34: Pengawetan Pangan

34

pati cadangan. Pati adalah salah satu hodrokoloid yang di gunakan oleh industry

pangan sebagai pengental ataupun pembentukan gel.Hidrokoloid lainya meliputi

gum,pectin,gelatin selulosa agar,keraganan alginate dan lain-lain. Di samping peran

tersebut diatas, banyak pati di gunakan untuk pengikat lemak dan pembantu

pembentukan emulsi.

2.7.1. Struktur Pati

Pati alami polimer karbohidrat yang di susun dalam tanaman melalui

pengikatan kimiawi dari ratusan hingaa ribuan satuan-satuan glukosa,untuk molekul

yang berantai panjang.Satuan dasar pati adalah anhidroglukosa,atau lebih tepatnya

dinamakan a-D-anhidroglukopiranosa,karena pengikatanya satuan glukosa satu sama

lain berakibat kehilangan satu molekul air yang semula terikat dalam bentuk gugus

hidroksil.

Amilopektin umumnya merupakan penyusun utama kebanyakan granula pati

(Howling, 1947). Fraksi amilosa dalam granula pati pada umumnya berkisar 22-26%,

sedangkan amilopektin antara 74-78%. Kandungan amilosanpada pati ubi kayu

sekitar 18%,pada pati gandum sekitar 25%,pada pati jagung sekitar 26%,pada pati ubi

jalar sekitar 20% dan pada pati sorgum sekitar 27%(Whistler dan Smart,1953.)

Perbedaan sifat-sifat amilosa dan amilopektin mengenai reaksi dengan iodine,

krisnalitas ,kelarutan dalam air, dan kemantapan dalam larutan banyak air dpt dilihat

pada Tabel perbandingan berat amilosa dan amilopektin yang terkandung dalam

granula pati dengan demikian menentukan sifat-sifat granula yang bersangkutan.

Page 35: Pengawetan Pangan

35

Perbedaan sifat – sifat amilosa dan amilopektin

Sifat - Sifat Amilosa Amilopektin

Reaksi dengan Iodin Biru kelam Merah Ungu

Berat molekul 250.000 1.000.000

Analisis sinar-X Kristalinitas tinggi Amorf

Kelarutan dalam air Larut Tak larut

Kemantapan dalam larutan Retrogradasi Mantapdalam air

Macam-macam bentuk granula pati umumnya adalah bulat,lomjong (bulat

telur), ataupun bersegi banyak(Kerr,1950; Yoslyn, 1970). Ciri-ciri yang lain adalah

bentuk dan ukuran granula,letak hilum,keberadaan atau ketiadaan striasi yang

mungkin sebagian atau seluruh nya melingkari hium, dan ketampakan granula jika di

amati dengan sinar tropolar yaitu tampak terdapat bagian gelap berbentuk seperti

silang (birefrigensi).

Macam-macam bentuk granula pati umumnya adalah bulat, lonjong, ataupun

bersegi banyak. Ukuran granula pati umumnya berkisar antara 1 mikron sampai 100

mikron. Granula pati komersial berukuran terkecil ialah granula pati beras, yaitu

sekitar 3 – 8 µm. Granula pati beras berbentuk segi banyak, dengan

berkecenderungan membentuk kelompok – kelompok. Granula pati tapioka

Page 36: Pengawetan Pangan

36

berbentuk bulat dan bulat seperti terpotong pada salah satu sisi membentuk seperti

drum ketel. Ukuran granula pati tapioka sekitar 4 – 5 µm, banyak granula-granula

menunjukkan keberadaan hilum di bagian tengahnya. Granula pati jagung adalah

membulat dan bersegi banyak, ukurannya antara 3 – 26 µm, hilum pada granula

terletak di tengah. Pati jagung komersial berwarna biru bila diberi Iodin, karena

kandungan amilosanya yang tinggi, sedangkan pati varietas ketan menjadi berwarna

kemerahan karena kandungan amilopektin yang tinggi. Granula pati gandum tampak

pipih, bulat, dan lonjong, dengan kecenderungan mengelompok menjadi dua macam

ukuran, yaitu yang kecil berukuran 2 – 10 µm, dan yang besar antara 20 – 35 µm.

Granula pati kentang adalah yang terbesar ukurannya di antara pati-pati komersial,

yaitu antara 5 – 100 µm. Bentuknya kentang adalah bulat telur, granulanya

mempunyai hilum terletak di dekat ujung. Granula ini juga menunjukkan keberadaan

striasi.

Molekul-molekul pada granula pati berbentuk bangunan dengan susunan

sebagai berikut :

a. Susunan molekul-molekul amilosa teratur dengan arah jari-jari.

b. Daerah amorf terdiri atas amilopektin.

Daerah kompak (kristalin) tersusun atas molekul-molekul amilosa

2.7.2. Gelatinisasi

Sebagian tersebar penggunaan pati adalah berkaitan dengan lingkungan yang

banyak mengandung.Salah satu fungsi pati,terutama pada olahan pangan .adlah dlam

Page 37: Pengawetan Pangan

37

pengendalian sifat-sifat tekstur dan reologi. Ciri-ciri utama pati yang menetukan

fungsi ini adalah gelatinisasi dan retrogradasi.

Cara-cara lain untuk menentukan tingkatan gelatinisasi pati ialah dengan

mengukur kemampuan pengikatan air, differential scanning calori-metry, amilografi

dapat juga digunakan untuk penentuan suhu tersebut.Tingkatan gelatinisasi dapat

ditentukan menggunakan enzim, berdasar kenyataan bahwa makin tinggi tingkat

gelatinisasi, pati mudah dicerna oleh enzim.Perubahan yang paling mudah diamati

selama pemanasan suspensi pati adalah kenaikan kejernihan dan kekentalan suspensi

pati. Pada pemanasan berlanjut, kekentalan pasta berangsur-angsur meningkat, karena

penggelembungan granula lebih lanjut. Kenaikan kekentalan ini akhirnya mencapai

puncak. Kemudian selanjutnya kekentalan turun pada saat terjadi kerusakan granula

yang terjadi karena pengadukan. Akhirnya kesetimbangan dicapi antara granula-

granula pati utuh dengan potongan-potongan granula pati yang tersebar berupa

koloid. Granula-granula pati gandum yang sudah mengalami gelatinisasi, tampak

kempes karena sebagian besar penyusun terutama amilosa telah lepas keluar.

Konsentrasi pati yang dimasak mempengaruhi perilaku granula pati selama

pemasakan, khususnya pada kemampuan penggelumbungan granula. Konsentrasi

kritis adalah berat pati yang dapat menyerap air 100 ml seluruhnya setelah pemasakan

hingga terjadi penggelembungan granula pati terbesar. Jika konsentrasi granula pati

lebih besar daripada nilai konsentrasi kritis, granula – granula pati dapat membentuk

fase yang berkesinambungan yang terdiri atas granula – granula pati yang sudah

menggelembung dan semua air yang tersedia terperangkap. Konsentrasi granula pati

Page 38: Pengawetan Pangan

38

yang kurang dari nilai konsentrasi kritis, mengakibatkan terdapat air bebas dan

pemisahan fase granula menggelembung dari larutan. Penggelembungan lebih lanjut

berakibat molekul – molekul pati menjadi memisah dari jaringan ikatan mula – mula

dan menyebar ke seluruh medium.

2.7.4. Retrogradasi

Pada pendinginan, kejernihan pati menurun dan kekentelan meningkat.Jika

campuran pati kental di aduk selama pendinginan, gaya tarik antara molekul-molekul

pati di biarkan tanpa pengadukan, ikatan inter-molekuler terbentuk antara granula-

granula pati dan potonganpotongan granula pati, yang mengakibatkan sol pati

terbentuk, Gel tersebut tampak buram dan sifatnya tegar.Retrogradasi berakibat

terbentuk gel yang tegar. Beberapa jenis olahan pangan dikehendaki teksturnya yang

kenyal dan tegar. Sifat ini dapat diperoleh dengan menggunakan bahan dasar berpati

yang banyak mengandung amilosa. Laju retrogradasi dipengaruhi oleh suhu, ukuran,

bentuk, dan kepekatan molekul – molekul pati oleh keberadaan bahan lain.

Retrogradasi juga digunakan sebagai penentu tekstur dan reologi. Retrogradasi ini

menyebabkan pengerutan dan sineresis gel pati, jika dibiarkan lama dan pengaruhnya

makin besar jika pangan dibekukan dan kemudian dilelehkan.

2.7.5.Pati dan Penyusunan Pangan Lainnya

Pangan olahan terdri dari atas gabungan campuran beebagai jenis penyusunan.

Interaksi antara pati dengan penyusunan pangan lainya adalah menarik perhatian

paara peneliti, karena berkaitan dengan sifat-sifat fungsional karbohidrat nabati

Page 39: Pengawetan Pangan

39

tersebut.penyusunan pangan selain pati, seperti gula,asam,basa,lipida, dan garam

dapat mempengaruhi prilakuk geletinisasi dan retrogradasi pati, maupun sifat-sifat

fisik pasta dan gelnya.

1. Interaksi Pati dengan Pemanis Interaksi antara pati dengan bahan pemanis dapat

dinyatakan kedalam dua hal :

Karbohidrat, khususnya sukrosa untuk menghambat gelatinisasi

Keberadaan pati dapat merubah pola kemanisan.

Gula pada umumnya memperlambat gelatinisasi pati, karena gula menyerap

air. Suhu gelatinisasi pati dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi gula yang

dicampurkan. Makin tinggi konsentrasi gula dalam suspensi pati dalam air, suhu

gelatinisasi makin tinggi. Pada umumnya pemanis karbohidrat meningkatkan suhu

gelatinisasi pati, dengan urutan kemampuan meningkatkan sebagai berikut : sukrosa

> glukosa > fruktosa. Gula-gula mempunyai pengaruh pada gelatinisasi dan pada

pengurangan kekentalan pasta pati. Sakarida-sakarida yang banyak mengandung

gugus hidroksil tersebut cenderung memantapkan gel pati dan mengurangi

kecenderungan untuk retrogradasi.

2. Pengaruh pH

Kisaran pH pati umumnya antara 5,0 – 7,0. Pemasakan pada pH 5,0atau kurang

dari 7,0 atau diatas pH 7,0 cenderung merendahkan suhu gelatinisasi dan

mempercepat tata cara pemasakan keseluruhannya. Pada pH yang sangat asam,

hidrolisis ikatan – ikatan glukosidik dapat terjadi, dengan akibat menurunkan

Page 40: Pengawetan Pangan

40

kekentalan gel. Pengaruh asam terhadap perilaku pati selama gelatinisasi menjadi

berkurang karena keberadaan gula dengan konsentrasi tinggi. Penambahan gula

sukrosa dengan konsentrasi tinggi mengurangi kecenderungan menggelembung dan

juga menghambat hidrolisis. Penyebab terjadi suspense yang tidak kental se3telah

pemanasan adalah mungkin karena pencegahan penggelembungan pati karena

pemasakan yang kurang, bukannya lewat masak yang berakibat hidrolisis.

3. Pengaruh Lipida

Faktor yang mempengaruhi tingkat penggelembungan granula pati dan sifat gel

pati:

Keadaan alami granula pati

Keadaan atau suasana lingkungan pembentukan gel

Keberadaan bahan tambahan

Lemak tidak jenuh yang bersifat cair sampai lemak padat yang mudah retak

pada suhu kamar memunyai pengaruh yang sama, yaitu menurunkan kekentalan pasta

pati, pada pemanasan granula pati dalam air. Lemak yang memisah dapat mencegah

pembetukan struktur gel yang homogen.

2.8. Emulsi

Emulsi adalah suatu sistem yang terdiri dari dua fluida yang tidak bercampur,

fase dispersinya tersebar sebagai butiran-butiran (<100 nm) dalam fase kontinyu.

Cairan yang membentuk globula-globula kecil disebut fase dispersi atau fase

diskontinyu, dan cairan tempat terdispersinya globula-globula tersebut disebut fase

Page 41: Pengawetan Pangan

41

kontinyu (misalnya air). Air dan minyak adalah dua fase yang berbeda dan bila

dicampur dengan adanya agensia pengemulsi dapat terbentuk suatu kombinasi

campuran stabil dan disebut suspense koloidal (Kramlich, 1971). Emulsifikasi adalah

proses pembentukkan suatu campuran yang berasal dari 3 fase yang berbeda.

Umumnya ditambahkan komponen ketiga yang berupa emulsifier untuk

mempertahankan stabilitas emulsi. Ada dua bentuk jenis emulsi bahan pangan yaitu :

1. Emulsi air (w) dalam minyak (o), w/o

Sistem dimana butiran-butiran air tersebar dalam minyak

Contoh : margarine, mentega

2. Lemak (o) dalam air (w), o/w

Sistem dimana butiran-butiran lemak tersebar dalam air

Contoh : mayonnaise, salad draising, krim, es krim

Homogenisasi di dalam teknologi pencampuran, emulsifikasi dan suspense

dikenal sebagai operasi yang pada dasarnya terdiri dari dua tahap, yaitu pertama

pengecilan ukuran droplet (fase terdispersi) pada fase bagian dalam dan kedua yang

merupakan tahap simultan pendistribusian droplet ke dalam fase kontinyu.

Pada umumnya emulsi bersifat tidak stabil, yaitu dapat pecah atau lemak dan

air akan terpisah, tergantung dari keadaan lingkungannya. Untuk menstabilkan sistem

emulsi biasanya ditambahkan emulsifier. Stabilitas emulsi dipengaruhi oleh :

1. Suhu selama proses emulsifikasi

2. Ukuran partikel lemak

3. pH

4. Jumlah dan type protein yang larut

5. Viscositas (kekentalan) emulsi

Daya kerja emulsifier terutama disebabkan oleh bentuk molekulnya yang

dapat terikat baik pada minyak maupun air. Bila emulsifier tersebut lebih terikat pada

air atau lebih larut dalam air (polar) maka dapat lebih membantu terjadinya dispersi

Page 42: Pengawetan Pangan

42

minyak dalam air sehingga terjadilah emulsi minyak dalam air (o/w), contoh : susu.

Bila emulsifier lebih larut dalam minyak (nonpolar) terjadilah emulsi air dalam

minyak (w/o), contoh margarin, dan mentega. Emulsifier yang banyak terdapat di

alam adalah fosfolipida, lesitin dan fosfatidil etanolamina. Fosfolipida merupakan

turunan lemak, yang sebuah asam lemaknya tersubstitusi oleh asam fosfat yang

teresterifikasi dengan gliserol pada salah satu atom karbon ujungnya. Jenis asam

lemak yang terdapat pada atom karbon lain dalam gliserol sangat tergantung dari

jenis fosfolipidnya, biasanya satu dari dua asam lemak tersebut merupakan asam

lemak tidak jenuh. Gelatin dan albumen (putih telur) adalah protein yang bersifat

sebagai emulsifier dengan kekuatan biasa, kuning telur merupakan emulsifier kuat.

Paling sedikit sepertiga kuning telur terdiri dari lemak, tetapi yang menyebabkan

daya emulsifier yang kuat adalah kandungan lesitinnya yang terdapat dalam bentuk

kompleks sebagai lesitin-protein. Untuk lebih menjelaskan bagaimana kerja

emulsifier akan diberikan ilustrasi sebagai berikut; bila butir-butir lemak telah

terpisah karena adanya tenaga mekanik (pengocokan), maka butir-butir lemak yang

terdispersi tersebut segera terselubungi oleh selaput tipis emulsifier. Bagian molekul

emulsifier yang nonpolar larut dalam lapisan luar butir-butir lemak, sedangkan bagian

yang polar menghadap ke pelarut (air-continous phase).

Bila minyak dan air saja dikocok bersama-sama, akan terbentuk butir-butir

lemak, dan terbentuklah suatu emulsi; tetapi bila dibiarkan partikel-partikel minyak

akan bergabung lagi dan memisahkan diri dari molekul-molekul air. Jenis emulsi ini

dikenal sebagai emulsi temporer. Karena itu, harus cepat digunakan, atau harus

dikocok lagi sebelum waktu pemakaian. Contoh emulsi temporer adalah French

dressing.

Page 43: Pengawetan Pangan

43

III

ALAT BAHAN DAN PROSEDUR KERJA

3.1. Perubahan Pasca Panen Telur

a. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:

Timbangan

Candler

Pengukur kedalaman kantung udara

Gelas piala

Tissue/lap

Jangka sorong

Haughmeter

pH meter

Nampan kaca

b.Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:

Telur ayam ras

Larutan garam

c.Prosedur Kerja

Peningkatan Kantung Udara

Page 44: Pengawetan Pangan

44

Mengoperasikan alat candler.

Menyimpan telur pada lubang candler.

Mengamati kantung udara.

Menandai kantung udara menggunakan pensil.

Mengukur kedalaman kantung udara.

Penurunan Berat Telur

Menimbang berat telur dan mencatat hasilnya.

Mengamati penurunan berat telur tiap minggu.

Penurunan Berat Jenis Telur

Mempersiapkan larutan garam dengan berbagai konsentrasi.

Memasukkan telur kedalam larutan garam.

Mengamati penurunan berat jenis telur.

Peningkatan pH Telur

Memecahkan telur diatas nampan kaca.

Memisahkan kuning telur dan putih telur.

Mengukur pH masing-masing menggunakan pH meter.

Peningkatan Keenceran Putih dan Kuning Telur

Memecahkan telur diatas nampan kaca.

Mengukur tinggi putih telur dan kuning telur.

Mengukur rata-rata lebar kuning telur.

Page 45: Pengawetan Pangan

45

3.2. Laju Respirasi Telur

a. Alat

Selang kecil

Desikator

Gelas ukur

Seperangkat alat titrasi

Mikrometer skrup

Jangka sorong

Plat kaca

Nampan

Toples kecil (larutan kapur 1

buah, larutan NaOH 3 buah)

Toples besar (tempat telur)

Aerator

Lilin/malam

b. Bahan

Telur sebanyak 2 kg

HCl

Kapur

NaOH

Page 46: Pengawetan Pangan

46

c. Prosedur Kerja

1. Pertama siapkan telur sebanyak kurang lebih 2kg

2. Lakukan pengukuran blanko selama 1 jam.

3. Keluarkan cairan NaOH sebanyak 5 ml, beri indikiator PP, lalu

titrasi dengan HCl. Catat hasilnya.

4. Isi kembali toples kecil dengan NaOH.

5. Lalu masukkan telur kedalam wadah toples besar yang telah

disiapkan.

6. Lakukan hal yang sama tiap minggu sampai pada minggu ke empat

(1 bulan).

7. Setelah 4 minggu telur dipecahkan kemudian ditimbang beratnya.

3.3. Reaksi Pencoklatan Enzimatis

3.3.1. Reaksi Pencoklatan

a. Alat :

Pisau Stainless

Pisau Besi

Piring kecil

b. Bahan :

Apel

Belimbing

Lobak

Terong ungu

Wortel

c. Cara kerja :

1. Siapkan piring kecil

2. Ambil sayuran dan buah-buahan (apel, belimbing, lobak, terong ungu dan

wortel) kelompokan menjadi 2 kelompok.

3. Secara bersamaan lakukan pengirisan sayuran dan buah-buahan.

Kelompok pertama diirisdengan pisau stainless steel, kelompok kedua

diiris dengan pisau besi.

Page 47: Pengawetan Pangan

47

4. Letakkan setiap irisan sayuran dan buah-buahan pada piring kecil amati

perubahan yang terjadi setelah 15 menit.

3.3.2. Pencegahan Pencoklatan Enzimatis Dengan Mengurangi KontakOksigen

a. Alat

Mangkok plastik

Pisau stainless steel

b. Bahan :

Sayuran dan buah-buahan (apel, belimbing, lobak, terong ungu dan

wortel).

Larutan garam 2.5 %

Larutan gula 20 %

c. Cara kerja :

1. Setiap kelompok menyiapkan 4 buah mangkok sebagai berikut : mangkok

kosong, mangkok berisi air, mangkok berisi larutan garam 2,5 % ,

mangkok berisi larutan gula 20%.

2. Cuci, kupas dan iris (dengan pisau stainless steel ) sayuran dan buah-

buahan dan segera masukkan masing-masing 2 iris ke dalam mangkok.

3. Biarkan selama 15 menit, lalu amati dan bandingkan warna serta tekstur

dari masing-masing perlakuan.

3.3.3. Pencegahan Pencoklatan Enzimatik dengan menonaktifkan enzimpolifenol oksidase (PFO)

a. Alat

Mangkok 15 buah

Pisau stainles

b. Bahan

Sayuran dan buah-buahan (apel, belimbing, lobak, terong, wortel) yang

telah dipotong.

Page 48: Pengawetan Pangan

48

Larutan Na bisulfit, asam askorbat, asam sitrat.

c. Cara kerja :

Potong kecil sayuran dan buah-buahan.

Siapkan larutan asam askorbat, Na bisulfit dan asam sitrat masing

masing dimasukan ke dalam 5 mangkok kecil.

Masukan secara bersamaan semua sayuran ke dalam masing masing

larutan.

Tunggu 15 menit kemudian amati tekstur dan perubahan warna yang

terjadi.

Hasil perendaman yang telah diamati kemudian kukus dan rebus.

Amati lagi perubahan yang terjadi.

3.4. Reaksi Pencoklatan Non Enzimatis

a. Alat

Tabung Reaksi

Penangas air/bunsen

b. Bahan

Tepung Karbohidrat

Gula Pasir

Antioksidan

Tepung Protein

c. Cara Kerja

1. Efek Antioksidan

Menyiapkan 15 tabung reaksi untuk 3 sample dan 5 antioksidan

Page 49: Pengawetan Pangan

49

Menimbang 1 gram sample dan dimasukan kedalam tabung reaksi

Menambahkan 0,05 gram antioksidan kecuali kontrol

Memanaskan sample sampai terjadi perubahan warna

Mengamati perubahan warna

2. Efek pH

Menyiapkan 12 tabung reaksi untuk 3 sample dan 4 pH

Menimbang 1 gram sample dan dimasukan kedalam setiap tabung reaksi

Mengatur pH sample pada setiap tabung reaksi

Memanaskan sample sampai terjadi perubahan warna

Mengamati lama waktu perubahan warna

3. Efek Kombinasi Antioksidan dan pH

Menyiapkan 15 tabung reaksi untuk 3 sample dan 4 pH

Menimbang 1 gram sample dan dimasukkan kedalam setiap tabung reaksi

Menambahkan 0,005 gram antioksidan

Mengatur pH sample pada setiap tabung reaksi

Memanaskan sample sampai terjadi perubahan warna

Mengamati lama waktu perubahan warna

3.5. Sifat Fungsional Protein

a. Alat

Tabung Reaksi

Pipet

Penangas Air

Labu ukur

Gelas piala 250 ml

Thermometer

Pengaduk

Page 50: Pengawetan Pangan

50

b. Bahan :

Larutan casein 0,5%

Larutan buffer asetat dengan pH 6,0-5,3, - 5,0 – 4,7 dan 3,8

Larutan NaOH IN

Larutan asam asetat 0,1 N

3.6. Mempertahankan Warna Daging

a. Alat

Tabung reaksi

penangas air

b. Bahan

Daging cacah segar (daging giling)

Pereaksi : sendawa, vitamin C, aquadest, asam asetat 95%

c. Cara Kerja

1. Disiapkan tabung reaksi sebanyak 18 buah.

2. Bahan pengawet disiapkan sebagai berikut :

1. Efek pH

Tabel 4. Efek pH terhadap warna daging

Daging /Pereaksi

Tabung Reaksi

1 2 3 4

Daging (g) 5 5 5 5Akuades (ml) 5 5 5 5Ph 4 5 6 7

Tabel 5. Efek Sendawa dan pH terhadap warna daging

Daging /Pereaksi Tabung Reaksi

Page 51: Pengawetan Pangan

51

1 2 3

Sendawa (g) 1 1 1Daging (g) 5 5 5Akuades (ml) 5 5 5pH 4 5 6

Tabel 6. Efek Vitamin C dan pH terhadap warna dagingDaging /Pereaksi Tabung Reaksi

1 2 3

Vitamin C (g) 1 1 1Daging (g) 5 5 5Akuades (ml) 5 5 5pH 4 5 6

Tabel 7. Efek kombinasi sendawa, Vitamin C dan pHDaging /Pereaksi Tabung Reaksi

1 2 3

Sendawa (g) 1 1 1Vitamin C (g) 0,5 0,5 0,5Daging (g) 5 5 5Akuades (ml) 5 5 5pH 4 5 6

3. Daging cacah segar dimasukan kedalam tabung reaksi

4. Setiap tabung reaksi ditambahkan 2-3 tetes asam cuka (asam asetat) 95%

dan diaduk

5. Biarkan selama 15 menit dan amati perubahan warnanya

6. Tabung reaksi di masukkan dalam gelas piala yang berisi air dan didihkan

selama 15 menit

7. Tabung reaksi diangkat, diamati perubahan yang terjadi

3.7. Karakteristik Karbohidrat

3.7.1. Pemeriksaan Granula Pati

a. Bahan:

Page 52: Pengawetan Pangan

52

1. Tepung beras

2. Tepung Tapioka

3. Terigu

4. Tepung Jagung

b. Peralatan

1. Beaker Glass 100cc

2. Sendok Kecil

3. Gelas Pengaduk

4. Mikroskopik

5. Object Glass dan Penutup

c. Cara Kerja

1. Siapkan 4 buah beaker glass, beri masing-masing 1 sendok tepung

2. Tambahkan aquades, aduk dengan gelas pengaduk

3. Buat preparat dari jenis-jenis pati, kemudian amati dan gambar bentuk

granula pati yang terlihat dibawah mikroskop

4. Buat preparat baru, tambahkan 1-2 tetes larutan yodium dalam KI 0,01 N,

gambar yang terlihat dibawah mikroskop

3.7.2 Gelatinisasi Pati

a. Bahan

1. Bahan Beras

2. Tapoca

3. Terigu

4. Tepung Jagung

b. Peralatan

1. Termometer

2. Lainnya sama

Page 53: Pengawetan Pangan

53

c. Cara Kerja

A. 1. Siapkan 4 buah beaker glass, beri masing-masing 1 sendok tepung

2. Tambahkan aquades, aduk dengan gelas pengaduk

3. Panaskan dalam oven sampai kering

4. Amati Perubahan yang terjadi

B. 1. Panaskan 100cc air dalam beaker glass, hingga mencapai suhu 60,70,80,dan

1000C

2. Masukan 1 sendok pati kedalam setiap beaker glass dan aduk

3. Amati perubahan yang terjadi

4. Tambahkan 1-2 tetes larutan yodium dalam KI 0,01N

5. Amati perubahan yang terjadi

6. Buat preparat dan amati dengan mikroskop dan gambar hasilnya

3.7.3. Hidrolisis Pati

a. Cara Kerja

1. 30 gr pati dilarutkan dalam 100 ml HCl 1%

2. Panasakan dalam penangas air dengan suhu 60-700C selama 10 menit, 20

menit, 30 menit

3. Amati perubahan yang terjadi

3.8. Emulsi

a. Alat :

- Mikroskop

b. Bahan :

- Margarine - Merica

Page 54: Pengawetan Pangan

54

- Obyek glass

- Kaca penutup

- Tabung reaksi

- Penangas air

- Beaker glass

- Mentega

- Kuning telur

- Susu

- Minyak goreng

- Detergent

- Garam

- Asam asetat

- Aquades

- Methyline blue

- Sudan III

c. Prosedur Kerja

1. Stuktur Mikroskopis dari Emulsi

Teteskan air susu pada kaca objek. Tambahkan setetes akuades,

tutup dengan watch glass (hindarkan adanya gelembung udara),

amati di bawah mikroskop.

Letakkan seulas tipis mentega pada kaca objek, tutup hati-hati

dengan watch glass, amati di bawah mikroskop.

Lakukan hal yang sama seperti pada langkah satu atau dua pada

minyak goreng, margarine, dan mayonnaise.

2. Stabilitas Relatif Zat Pengemulsi

Siapkan 4 tabung reaksi, tambahkan ke dalam masing-masing

tabung reaksi 3 minyak dan 3 ml asam asetat.

Ke dalam masing-masing tabung masukkan 1 mg (1 ml) zat-zat :

a)garam, b) merica, c) kuning telur, d) ditergent.

Kocok ke empat tabung tersebut dalam waktu yang bersamaan dan

segera simpan dalam rak tabung reaksi.

Amati kecepatan memecah masing-masing emulsi menjadi 2

lapisan dan stabilitas relative masing-masing zat pengemulsi.

3. Menentukan Jenis Emulsi

Buat campuran methyline blue dan Sudan III (50:50).

Page 55: Pengawetan Pangan

55

Letakkan sejumlah kecil sampel (air susu, margarine, mentega)

pada kaca obyek. Teteskan campuran pewarna (tidak diaduk) dan

tutup dengan watch glass.

Amati di bawah mikroskop dan identifikasi jenis emulsinya.

4. Pengaruh Pemanasan dengan Emulsi

Timbang 5 gram bahan (margarine, mentega, mayonnaise)

masukkan dalam tabung reaski.

Tabung reaksi dimasukkan ke dalam penangas air.

Amati perubahan yang terjadi sewaktu bahan masih panas.

IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Page 56: Pengawetan Pangan

56

4.1. Perubahan Pasca Panen

4.1.1. Hasil Pengamatan

Tabel 8. Penurunan Berat Telur Selama PenyimpananNo Berat

Telur/Berat Jenis Telur

Berat Telur (gr)Minggu

IIMinggu

IIIMinggu

IVMinggu

V1 63 gr/1.094 63 gr 63 gr 61 gr -2 65 gr/1.094 65 gr - - -3 60 gr/1.094 60 gr 59 gr - -4 63 gr/1.086 63 gr 62 gr 60 gr 60 gr5 61 gr/1.094 61 gr 60 gr 59 gr 57 gr6 70 gr/1.086 - - - -

Tabel 9. Peningkatan Kedalaman Kantung UdaraNo Berat

Telur/Berat Jenis Telur

Kedalaman Kantung Udara (cm)Minggu

IMinggu

IIMinggu

IIIMinggu

IVMinggu

V1 63 gr/1.094 0.91 1.8 3.02 3.79 -2 65 gr/1.094 2.10 3.08 - - -3 60 gr/1.094 1.70 1.89 2.01 - -4 63 gr/1.086 1.55 1.83 2.0 3.0 3.065 61 gr/1.094 1.61 2.31 2.71 3.03 3.556 70 gr/1.086 1.96 - - - -

Tabel 10. Peningkatan pH Telur Selama PenyimpananNo Berat

Telur (gr)

pHMg I Mg II Mg III Mg IV Mg V

A Y A Y A Y A Y A Y1 63 - - - - - - 8.87 6.71 - -2 65 - - 8.53 7 - - - - - -3 60 - - - - 8.78 6.8 - - - -4 63 - - - - - - - - 8.96 6.775 61 - - - - - - - - 8.97 6.566 70 8.24 6.53 - - - - - - - -Keterangan : Mg = Minggu A = Albumen Y = Yolk

Tabel 11. Suhu Albumen dan Yolk Telur Selama PenyimpananNo Berat

Telur Suhu (0C)

Mg I Mg II Mg III Mg IV Mg V

Page 57: Pengawetan Pangan

57

(gr) A Y A Y A Y A Y A Y1 63 - - - - - - 26.1 20.6 - -2 65 - - 25.6 26.1 - - - - - -3 60 - - - - 25.6 25.6 - - - -4 63 - - - - - - - - 26.1 26.15 61 - - - - - - - - 25.6 26.16 70 26.

126.1 - - - - - - - -

Keterangan : Mg = Minggu A = Albumen Y = Yolk

Tabel 12. Penurunan Indeks Putih Telur dan Kuning TelurNo Berat

Telur (gr)

Indeks (%)Mg I Mg II Mg III Mg IV Mg V

A Y A Y A Y A Y A Y1 64 - - - - - - 2.77 19.08 - -2 66 - - 3.05 25.11 - - - - - -3 60 - - - - 6 19 - - - -4 63 - - - - - - - - 3.95 17.545 69 - - - - - - - - 2.71 14.846 73 9.8 36 - - - - - - - -Keterangan : Mg = Minggu A = Albumen Y = Yolk

Tabel 13. Penurunan Haugh Unit Telur Selama PenyimpananNo Berat

Telur/Berat Jenis Telur

Haugh UnitMinggu

IMinggu

IIMinggu

IIIMinggu

IVMinggu

V1 64 gr/1.094 - - - 49.72 -2 66 gr/1.094 - 44.78 - - -3 60 gr/1.094 - - 83.79 - -4 63 gr/1.086 - - - - 73.295 69 gr/1.094 - - - - 55.416 73 gr/1.086 90.60 - - - -

4.1.2. Pembahasan

Dari hasil pengamatan, diperoleh data pengamatan pascapanen telur yaitu

penurunan berat telur selama penyimpanan, peningkatan kedalaman kantung

udara, peningkatan pH telur selama penyimpanan, suhu albumen dan yolk selama

penyimpanan, penurunan indeks putih telur dan kuning telur, dan penurunan

haugh unit telur selama penyimpanan. Untuk pengamatan penurunan berat telur

selama penyimpanan, data pengamatan menunjukkan bahwa telur 1 dengan bobot

Page 58: Pengawetan Pangan

58

63 gram (sangat besar) pada minggu ke empat mengalami penurunan sebesar 2

gram sehingga beratnya menjadi 61 gram. Keseluruhan telur yang diamati tidak

mengalami perubahan bobot yang signifikan. Bobot telur yang menurunsering

dijumpai pada telur yang telah lama simpan. Hal ini terkait oleh adanya

prosesrespirasi pada telur, penguapan gas-gas dalam telur melalui pori-pori telur

serta reaksi-reaksi yang terjadi akibat lama penyimpanan atau pengaruh mikroba

pengrusak misalnya

Salmonella sp. Bobot telur ini adalah salah satu komponen yang

menentukan haugh unit dalam penilaian kualitas telur.

Pada pengamatan peningkatan kedalaman kantung udara, didapati bahwa

peningkatan kedalaman kantung udara setiap telur meningkat secara cukup

signifikan. Hal ini terjadi karena faktor penyimpanan telur. Semakin lama telur

disimpan, kadar air semakin berkurang (menguap) sehingga kantong udara

semakin besar. Keadaan ini menyebabkan berat jenis telur turun. Sedangkan pada

pengamatan peningkatan pH telur selama penyimpanan didapati bahwa

peningkatan pH telur pada albumen telur menjadi lebih basa dan yolk telur

menjadi lebih asam setiap minggunya. Lain halnya pada pengamatan suhu

albumen dan yolk selama penyimpanan dimana tidak terjadi perubahan suhu pada

telur setiap minggunya.

Pada pengamatan penurunan indeks putih telur dan kuning telur, terjadi

penurunan indeks albumin dan indeks yolk. Indeks albumen adalah perbandingan

tinggi albumen dengan setengah jumlah dari panjang dan lebar albumen dikalikan

100%. Indeks albumen bervariasi antara 0,054 sampai dengan 0,174. Apabila telur

disimpan, makin lama indeks albumen akan menurun dan semakin kecil, ini

disebabkan karena putih telur semakin encer.Sedangkan indeks yolk dihitung

dengan perbandingan antara tinggi yolk dengan diameter rata-rata yolk dikalikan

Page 59: Pengawetan Pangan

59

100%. Indeks kuning telur yang baik berkisar antara 0,40 sampai 0,42, apabila

telur terlalu lama disimpan, maka indeks yolk menurun menjadi 0,25 atau kurang.

Hal ini disebabkan kuning telur semakin encer dan semakin lebar. Telur yang baru

mempunyai indeks yolk sebesar 0,30 sampai dengan 0,50.

Pada pengamatan penurunan haugh unit telur selama penyimpanan sangat

dipengaruhi oleh kekentalan albumin dan berat telur. Penurunan berat telur yang

terjadi dan penurunan tinggi albumen yang terjadi hampir disetiap perlakuan telur

mempengaruhi penurunan haugh unit pada telur yang disimpan, karena pada

penurunan bobot telur dan tinggi albumen factor yang mempengaruhi nilai HU,

dimana nilai HU ialah nilai tingkat kualitastelur. Semakin rendah nilai HU maka

semakin menurun pula tingkat kualitas telur tersebut,begitu sebaliknya.

4.2. Laju Respirasi Telur

4.2.1. Hasil Pengamatan

Perhitungan Laju Respirasi CO2 / kg telur = ½ x ml blanko – ml contoh x N HCl x

berat molekul CO2

Minggu I ½ (10-2) x 0,05 x 28 = 5,9 mg CO2 / kg telur

Minggu II ½ (10-2) x 0,05 x 28 = 5,6 mg CO2 / kg telur

Minggu III ½ (15-2) x 0,05 x 28 = 16,8 mg CO2 / kg telur

Minggu IV ½ (30-2) x 0,05 x 28 = 18,6 mg CO2 / kg telur

Tabel 14. Laju Respirasi

Minggu ml HCL ml Blanko Laju Respirasi (MgCO2)

1 1,53 10 5,93

2 2 10 5,6

3 3 15 16,8

4 3,5 30 18,55

4.2.2. Pembahasan

Page 60: Pengawetan Pangan

60

Respirasi adalah proses pemecahan makanan sehingga dihasilkan energi.

Umumnya makhluk hidup mengambil oksigen untuk respirasi. Dari proses

respirasi ini akan dihasilkan energi, uap air dan gas karbondioksida sebagai sisa

pemecahan molekul makanan. Energi yang dihasilkan selama respirasi digunakan

untuk seluruh aktivitas dalam proses kehidupan.Telur memiliki sensitifitas tinggi

terhadap kerusakan. Telur yang telah disimpan lebih dari 2 minggu sangat rawan

kerusakan. Biasanya telor akan berbau busuk dan tidak bisa dikonsumsi.Dilihat

dalam hasil pengamatan, telur yang disimpan dalam desikator mengalami

penurunan mutu dari minggu ke minggu. Laju respirasinya pun menurun dari

minggu ke minggu. Hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan O2 dalam

desikator semakin menipis, dan kandungan CO2 semakin bertambah. Dengan

demikian, daya awet telur pun bertambah walaupun tetap mengalami penurunan

mutu, tetapi daya awetnya lebih panjang dibandingkan telur yang disimpan dalam

suhu ruangan. Telur dibungkus dilapisi oleh kerabang yang berfungsi sebagai

pelindung terhadap gangguan fisik, tetapi juga mampu berfungsi untuk pertukaran

gas untuk  respirasi (pernafasan).Karbondioksida adalah gas yang umumnya

dihasilakan pada respirasi hewan Kerabang telur memiliki pori-pori sebagai

media lalu lintas gas oksigen (O2) dan karbon dioksida (CO2) selama proses

penetasan. Oksigen diperlukan embrio untuk proses pernapasan dan

perkembangannya sehingga laju respirasi ini penting untuk diamati.

4.3. Reaksi Pencoklatan Enzimatis

Page 61: Pengawetan Pangan

61

4.3.1. Hasil Pengamatan

Tabel 15. Warna sayuran dan buah-buahan akibat pengirisan

Sayuran/ buah-buahan Pisau besi Pisau Stainless

Apel Tetap Tetap

Belimbing Tetap Tetap

Lobak Tetap Tetap

Terong ungu Tepi coklat Tetap

Wortel Tepi coklat Tetap

Gambar 1. Hasil pemotongan buah dan sayur yang di potong pisau besi

(kiri) dan pisau stanless (kanan)

Tabel 16. Pencegahan pencoklatan enzimatis dengan mengurangi kontak oksigen

Page 62: Pengawetan Pangan

62

Sayur/buah Tanpa air + air Garam 2,5%

Gula 20%

Apel , Warna Teksur

Tidak coklatLembek

Tidak coklatSedikit rapuh

Coklat Agak keras

Coklat sekaliAgak lembek

Belimbing, WarnaTekstur

Coklat sekaliKenyal

Sedikit coklatKenyal

Sedikit coklatKenyal

Coklat sekaliKeras

Lobak, Warna Tekstur

Tetap Agak lentur

Tetap Keras

TetapKeras

Tetap Keras

Terong unguWarnaTekstur

Coklat sekaliLembek

Agak coklat

Keras

Coklat

Agak keras

Coklat sekali

Agak lembek

Wortel , warna tekstur

Tetapkeras

Tetap Keras

Tetap Keras

Tetap Keras

Gambar 2. Hasil tanpa perendaman, air, garam, gula(kanan ke kiri)

Page 63: Pengawetan Pangan

63

Tabel 17 . Pencegahan Pencoklatan Enzimatik dengan menonaktifkan enzim

polifenol okoksidase (PFO)

Bahan Perendaman Blansing

Na bisulfat As askorbat

As. sitrat rebus Kukus

Apel Agak putih

Kuning Lebih putih

Coklat terang

Coklat terang

Agak lembek

lembek Lebih keras

Lembek Keras

Lobak Agak coklat

Kuning Lebih putih

Normal Normal

Keras Normal Lembek Agak lembek

Keras

Wortel Normal Normal Lebih cerah

normal Coklat

Lembek Normal Lembek Agak lembek

Agak keras

Terong Agak coklat

Coklat Putih Coklat Coklat kehitaman

Lembek sekali

Kenyal Lembek kenyal Lembek

Belimbing Agak coklat

Lebih coklat

Putih Coklat Coklat sekali

Lembek keras Lembek lembek Agak keras

Page 64: Pengawetan Pangan

64

Gambar 3 . Hasil Perendaman dengan Na bisulfit, asam sitrat, asam

askorbat.

4.3.2.Pembahasan

Reaksi pencoklatan

Reaksi pencoklatan (browning) dapat terjadi pada sayur dan buah, juga

umbi-umbian. Reaksi ini disebut reaksi pencoklatan, karena memang merubah

warna asal bahan menjadi warna coklat. Reaksi pencoklatan ini bisa terjadi karena

bantuan enzim (browning enzimatic) atau tanpa bantuan enzim (browning non-

enzimatic).

Umbi merupakan komoditas yang mudah mengalami pencoklatan setelah

dikupas. Hal ini disebabkan oksidasi dengan udara sehingga terbentuk reaksi

pencoklatan oleh pengaruh enzim yang terdapat di dalam bahan pangan tersebut

antara oksigen dan suatu senyawa phenol yang dikatalisis oleh polyphenol

oksidase.

Browning enzymatic atau reaksi pencoklatan enzimatis adalah proses kimia

yang terjadi pada sayuran dan buah-buahan oleh enzim polifenol oksidase yang

menghasilkan pigmen warna coklat (melanin). Proses pencoklatan enzimatis

memerlukan enzim polifenol oksidase dan oksigen untuk berhubungan dengan

substrat tersebut. Enzim-enzim yang dikenal yaitu fenol oksidase, polifenol

oksidase, fenolase/polifenolase, enzim-enzim ini bekerja secara spesifik untuk

substrat tertentu (Winarno, 1995). Reaksi ini dapat terjadi jika jaringan tanaman

Page 65: Pengawetan Pangan

65

terpotong, terbelah, tergigit, atau cara apapun yang dapat menyebabkan luka pada

tanaman.

Pemotongan menggunakan pisau yang berbeda, akan menyebabkan

perbedaan waktu pencoklatan yang berbeda pula, pisau stainless steel terbuat dari

baja yang cenderung tidak bereaksi dengan bahan yang dipotongnya, sedangkan

pisau yang terbuat dari bahan selain stainless steel, misalkan pisau besi akan cepat

bereaksi/ mudah teroksidasi dibandingkan dengan pisau stainless steel.

Dari data hasil pengamatan di atas, terjadi reaksi pencoklatan pada wortel

dan terong yang dipotong menggunakan pisau besi. Sedangkan warna yang tetap

pada apel, lobak dan belimbing. Disini ada hal yang mengganjal pada apel yang

tidak mengalami perubahan pemotongan dengan menggunakan pisau besi. Hal inii

bisa disebabkan karena sampel tidak terlalu bersinggungan dengan pisau besi

tersebut. Lazimnya reaksi pencoklatan denga pemototongan menggunakan pisau

besi akan lebih cepat dibandingkan dengan pisau stainless.

Pencegahan pencoklatan enzimatis dengan mengurangi kontak oksigen

Kecepatan pencoklatan enzimatis dapat dilakukan inaktifasi PPO dengan

panas, penghambatan PPO secara kimiawi (dengan asidulan, pengaturan pH,

pengkelat, atau kofaktor esensial yang terikat pada enzim), agen pereduksi (asam

askorbat & eritrobat), pengurangan oksigen (pengemasan vakum, perendaman

gula, pelapisan edible film), enzim proteolitik, ataupun dengan madu (Hartoyo A

et al 2010). 

Terong dan belimbing yang tidak direndam, direndam dengan air, air garam

2,5% dan air gula 20% mengalami perubahan warna menjadi coklat dan juga

teksturnya berubah menjadi lembek tetapi yang lebih positif berwarna coklat yang

tidak direndam. Pada lobak dan wortel semua perlakuan menunjukan tidak ada

perubahan warna (tetap warna asal), hal ini bisa dikarenakan karena sayuran ini

tidak memiliki enzim polifenol oksidase. Sedangkat pada apel perubahan warna

terlihat pada perendaman dengan menggunakan garam, hal ini karena garam tidak

dapat menjadi inhibitor untuk apel.

Page 66: Pengawetan Pangan

66

Pencegahan pencoklatan menurut Anonim (2011) dapat dilakukan dengan

cara sebagai berikut:

a.   Pengurangan oksigen (O2) atau penggunaan antioksidan, misalnya vitamin

C ataupun senyawa sulfit. Antioksidan dapat mencegah oksidasi

komponen-komponen fenolat menjadi quinon berwarna gelap. Sulfit dapat

menghambat enzim fenolase pada konsentrasi satu ppm secara langsung

atau mereduksi hasil oksidasi quinon menjadi bentuk fenolat sebelumnya,

sedangkan penggunaan vitamin C dapat mereduksi kembali quinon

berwarna hasil oksidasi (o-quinon) menjadi senyawa fenolat (o-difenol)

tak berwarna. Asam askorbat selanjutnya dioksidasi menjadi asam

dehidroaskorbat. Ketika vitamin C habis, komponen berwarna akan

terbentuk sebagai hasil reaksi polimerisasi dan menjadi produk antara yang

irreversibel. Jadi produk berwama hanya akan terjadi jika vitamin C yang

ada habis dioksidasi dan quinon terpolimerisasi.

b.   Mengkontrol reaksi browning enzimatis dengan menambahkan enzim

mometiltransferase sebagai penginduksi.

c.   Mengurangi komponen-komponen yang bereaksi browning melalui

deaktivasi enzim fenolase yang mengandung komponen Cu (suatu

kofaktor esensial yang terikat pada enzim PPO). Chelating agent EDTA

atau garamnya dapat digunakan untuk melepaskan komponen Cu dari

enzim sehingga enzim menjadi inaktif.

d.   Pemanasan untuk menginaktivasi enzim-enzim. Enzim umumnya bereaksi

optimum pada suhu 30-40ºC. Pada suhu 45ºC enzim mulai terdenaturasi

dan pada suhu 60ºC mengalami dekomposisi.

e.   Penambahan sulfit. Larutan sulfit bertujuan untuk mencegah terjadinya

browning secara enzimatis maupun non enzimatis, selain itu juga sulfit

berperan sebagai pengawet.

f.    Pemberian asam sitrat. Asam sitrat adalah asam trikarboksilat yang tiap

molekulnya mengandung tiga gugus karboksilat. Selain itu ada satu gugus

hidroksil yang terikat pada atom karbon di tengah. Asam sitrat termasuk

Page 67: Pengawetan Pangan

67

asidulan, yaitu senyawa kimia yang bersifat asam dan ditambahkan pada

proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan.

Pencegahan Pencoklatan Enzimatik dengan menonaktifkan enzim polifenol

okoksidase (PFO)

Kecepatan perubahan pencoklatan enzimatis dapat dihambat oleh beberapa

inhibitor, biasanya cara yang dilakukan adalah perlakuan perendaman diantaranya

adalah dengan cara perendaman air, perendaman asam sitrat dan perendaman

sulfit. Perlakuan-perlakuan tersebut memiliki perbedaan kekuatan penghambatan

reaksi pencoklatan. Berikut akan dijelaskan sedikit tentang sulfit dan sitrat:

1) Sulfit

Senyawa sulfit sejak lama digunakan sebagai bahan pengawet makanan.

Sejarah mencatat bahwa bangsa Mesir kuno dan bangsa Romawi telah

menggunakan asap hasil pembakaran belerang untuk sanitasi dalam pembuatan

anggur. Ada dua tujuan yang diinginkan dari penggunaan sulfit, yaitu: (1) untuk

mengawetkan (sebagai senyawa anti mikroba), dan (2) untuk mencegah

perubahan warna bahan makanan menjadi kecoklatan (Muchtadi 1989).

Sulfit dapat mencegah timbulnya reaksi pencoklatan baik yang enzimatis

ataupun non enzimatis. Keampuhan sulfit dalam hal mencegah reaksi pencoklatan

dan sekaligus mengawetkan belum dapat disaingi oleh bahan kimia lain. Itulah

sebabnya mengapa sulfit luas sekali pemakaiannya. Misalnya untuk sayuran dan

buah-buahan kering, beku, asinan, manisan, sari buah, konsentrat, pure, sirup,

anggur minuman dan bahkan untuk produk-produk daging serta ikan yang

dikeringkan (Muchtadi 1989).

Gas belerang dioksida dan sulfit dalam tubuh akan dioksidasi menjadi

senyawa sulfat yang tidak berbahaya, yang kemudian akan dikeluarkan melalui

urin. Mekanisme detoksifikasi ini cukup mampu untuk menangani jumlah sulfit

yang termakan. Itulah sebabnya dalam daftar bahan aditif makanan, sulfit

Page 68: Pengawetan Pangan

68

digolongkan sebagai senyawa GRAS (generally recognized as safe) yang berarti

aman untuk dikonsumsi (Muchtadi 1989).

Namun demikian, dosis penggunaannya dibatasi, karena pada konsentrasi

lebih besar dari 500 ppm (bagian per sejuta), rasa makanan akan terpengaruhi.

Selain itu, pada dosis tinggi sulfit dapat menyebabkan muntah-muntah. Dan juga

senyawa ini dapat menghancurkan vitamin B1. Itulah sebabnya sulfit tidak boleh

digunakan pada bahan makanan yang berfungsi sebagai sumber vitamin B1

(Muchtadi 1989).

2) Sitrat

Asam sitrat merupakan senyawa intermediet dari asam organik yang

berbentuk kristal atau serbuk putih. Sifat-sifat asam sitrat antara lain: mudah larut

dalam air, spiritus, dan ethanol, tidak berbau, rasanya sangat asam, serta jika

dipanaskan akan meleleh kemudian terurai yang selanjutnya terbakar sampai

menjadi arang. Asam sitrat merupakan agen pengkelat. Asam sitrat menghambat

terjadinya pencoklatan karena dapat mengkompleks ion tembaga yang dalam hal

ini berperan sebagai katalis dalam reaksi pencoklatan. Selain itu, asam sitrat juga

dapat menghambat pencoklatan dengan cara menurunkan pH seperti halnya pada

asam asetat sehingga enzim PPO menjadi inaktif (Winarno, 1997).

Page 69: Pengawetan Pangan

69

4.4. Reaksi Pencoklatan Non Enzimatis

4.4.1.Hasil Pengamatan

Tabel 18. Efek kombinasi antioksidan terhadap kecepatan perubahan warna

Bahan Kontrol BHT As.Askorbat Na Bisulfat

Gula pasir 15 detik 54 detik 31 detik 37 detik

Tepung KH 22 detik 76 detik 45 detik 48 detik

Tepung protein

10 detik 13 detik 22 detik 12 detik

Tabel 19. Efek pH terhadap kecepatan perubahan warna

Bahan pH 5 pH 6 pH 7 pH 8

Gula pasir 1 menit 10 detik

1 menit 21 detik

48 detik 1 menit 11 detik

Tepung KH 36 detik 53 detik 45 detik 27 detik

Tepung protein

1 menit 5 detik

1 menit 24 detik

58 detik 1 menit

Tabel 20. Efek pH kombinasi antioksidan dan pH

Page 70: Pengawetan Pangan

70

Bahan pH 5 pH 6 pH 7 pH 8

Gula pasir 56 detik 1 menit 26 detik

1 menit 26 detik

1 menit 11 detik

Tepung KH 1 menit 16 detik

1 menit 3 detik

38 detik 22 detik

Tepung protein

2 menit 43 detik

1 menit 40 detik

2 menit 12 detik

1 menit 38 detik

4.4.2.Pembahasan

Reaksi pencoklatan non-enzimatis yaitu karamelisasi, reaksi Maillard, dan

pencoklatan akibat vitamin C. Namun, hanya akan dibahas karamelisasi dan

reaksi Maillard saja. Warna coklat karamel didapat dari pemanasan larutan

sukrosa dengan amonium bisulfat seperti yang digunakan pada minuman cola,

minuman asam lainnya, produk-produk hasil pemanggangan, sirup, permen, pelet,

dan bumbu kering. Larutan asam (pH 2-4,5) ini memiliki muatan negatif

(Fennema 1996). Terdapat tiga kelompok karamel, yaitu karamelan, karamelen,

dan karamelin, yang masing-masing memiki bobot molekul berbeda(Hartoyo A et

al 2010).

Reaksi Maillard terjadi antara gugus amin (asam amino) dan gula pereduksi

(gugus keton atau aldehidnya). Pada akhir reaksi terbentuk pigmen coklat

melanoidin yang memiliki bobot molekul besar. Reaksi yang diawali dengan

reaksi antara gugus aldehid atau keton pada gula dengan asam amino pada protein

ini membentuk glukosilamin. Selain gugus aldehid/keton dan gugus amino, faktor

yang memengaruhi reaksi Maillard, adalah suhu, konsentrasi gula, konsentrasi

amino, pH, dan tipe gula.

Berkaitan dengan suhu, reaksi ini berlangsung cepat pada suhu 100oC

namun tidak terjadi pada suhu 150oC. Kadar air 10-15% adalah kadar air terbaik

untuk reaksi Maillard, sedangkan reaksi lambat pada kadar air yang terlalu rendah

atau terlalu tinggi. Pada pH rendah, gugus amino yang terprotonasi lebih banyak

sehingga tidak tersedia untuk berlangsungnya reaksi ini. Umumnya molekul gula

Page 71: Pengawetan Pangan

71

yang lebih kecil bereaksi lebih cepat dibanding molekul gula yang lebih besar.

Dalam hal ini, konfigurasi stereokimia juga memengaruh, misalnya pada sesama

molekul heksosa, galaktosa lebih reaktif dibanding yang lain (Hartoyo A et al

2010).

4.5. Sifat Fungsional Protein

4.5.1. Hasil Pengamatan

Tabel 21 .Hasil Pengamatan Uji Titik Isoelektrik Protein

No

Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 0,01 N asam asetat (ml) 0 0 0 0 0 0

2 0,1 N asam asetat (ml) EK EK EK

3 1,0 N asam asetat (ml) K

4 Akuades (ml)

5 Kasein dalam 0,1 N asetat (ml)

Ket: 0 = Tidak ada perubahanK = Ada keruhanE = Ada endapan

Tabel 22. Hasil Pengamatan Pengaruh Temperatur

Suhu Pepsin 2% Bromelin

5°-10°C 5 menit 5 menit

40°-45°C 10 menit 7 menit

60°-65°C 18 menit 8 menit

75°-80°C 25 menit Tidak terjadi koagulasi

85°-90°C 28 menit 12 menit

Page 72: Pengawetan Pangan

72

Tabel 23. Hasil Pengamatan Pengaruh pH Protein

pH Waktu Koagulasi

5,5 ±0,1 16 detik

6,0 ±0,1 1 menit 40 detik

6,5 ±0,1 4 menit 37 detik

7,0 ±0,1 27 menit

8,0 ±0,1 37 menit

Tabel 24. Hasil Pengamatan Penambahan Kalsium

Susu segar Pepsin (1 ml) Bromelin (10 ml)

0,25 ml 5 menit 13 menit

0,50 ml 3 menit 12 menit 5 detik

0,75 ml 2 menit 12 menit

Kontrol (tanpa

CaCl₂)

31 menit 58menit

4.5.2. Pembahasan

Pengaruh Temperatur

Temperatur merupakan hal yang sangat penting untuk penjagaaan kualitas,

terutama pada bahan yang mengandung nilai gizi tinggi yaitu protein seperti yang

terdapat pada susu, telur dan bahan lainnya. Pada uji koagulasi ini setelah sampel

dipanaskan dengan temperatur yang berbeda-beda sesuai yang ada pada data,

Page 73: Pengawetan Pangan

73

sedikit demi sedikit mengalami mengalami kerusakan pada protein. Ketika

dipanaskan dengan suhu 85°C-90°C pada sampel yang ditambah dengan pepsin

cukup lama pada perubahan koagulasinya, namun pada sampel yang dicampur

dengan bromein tidak terjadi perubahan koagulasi yang disebabkan dengan

temperatur yang cukup panas.

Pengaruh pH

Pada praktikum ini untuk mengatur pH maka ditambahkan asam asetat 10%

atau NaOH 0.2 N sehingga pada masing-masing gelas dengan ukuran yang

berbeda-beda dihasilkan jumlah waktu yang berbeda-beda pula. Kemudian

masing-masing gelas piala tersebut dipanaskan sampai temperatur 40-42° C, lalu

ditambahkan 1 ml larutan enzim pepsin 2% sambil diaduk dengan cepat maka

akan membuka gugus reakif yang ada pada rantai polipeptida dan selanjutnya

akan terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau yang

berdekatan. Sehingga untuk menghasilkan pengaturan pada pH terjadi koagulasi

dengan waktu yang berbeda.

Pengaruh Penambahan Kalsium

Pengaruh penambahan kalsium sampai terjadinya waktu koagulasi cukup

lama dan banyaknya sampel juga mempengaruhi terjadinya koagulasi, sehingga

pada penambahan campuran pada sampel yaitu Pepsin (1 ml) dan Bromelin (10

ml) koagulasi lebih lama pada sampel yang ditambahkan Bromelin (10 ml)

dibandingkan dengan Pepsin (1 ml).

Page 74: Pengawetan Pangan

74

Page 75: Pengawetan Pangan

75

4.6. Mempertahankan Warna Daging

4.6.1 Hasil Pengamatan

Tabel 25. Perubahan warna daging tanpa pemanasan

Perlakuan Warna (coklat gelap, coklat, merah, merah terang)

Kecepatan pembentukan warna (detik)

4 5 6 7 4 5 6 7

pH Coklat

Merah

Merah

Coklat tua

30 detik

30 detik

30 detik

30 detik

Sendawa dan pH

Merah

Coklat pucat

Coklat pucat

17 detik

18 detik

7 detik

Vitamin C dan pH

Merah pucat

Merah pucat

Merah

20 detik

20 detik

20 detik

Sendawa, pH, Vit C

Coklat

Coklat gelap

Merah

28 detik

25 detik

32 detik

Tabel 26. Perubahan warna daging dengan pemanasan

Perlakuan Warna (coklat gelap, coklat, merah, merah terang)

Kecepatan pembentukan warna (detik)

4 5 6 7 4 5 6 7

pH Coklat tua Coklat Coklat tua

Coklat

tua

4 menit

4 menit

4 menit

4 menit

Sendawa dan pH

Coklat kemerahan

Coklat Coklat gelap

3 menit 4 detik

3 menit 10 detik

3 menit 12 detik

Vitamin C dan pH

Coklat keabuan

Coklat keabuan

Coklat tua

3 menit

3 menit

3 menit 38 detik

Page 76: Pengawetan Pangan

76

Sendawa, pH, Vit C

Merah gelap/

coklat

Coklat gelap

Coklat gelap

240 310 380

Page 77: Pengawetan Pangan

77

4.6.2 Pembahasan

Proses pemanasan dan oksidasi dapat menyebabkan perubahan warna

daging. Dari merah menjadi coklat. Oleh karena itu, untuk mempertahankan

warna merah dari daging dilakukan penggunaan bahan kimia garam nitrat dan

nitrit (sendawa) atau penggunaan antioksidan. Dalam pengolahan daging,

penggunaan sendawa tidak hanya ditujukan untuk mendapatkan warna daging

yang merah, tetapi juga untuk mendapatkan rasa dan bau (flavor) yang khas,

disamping itu sebagai pengawet tetapi penggunaannya harus dibatasi karena dapat

terbentuknya senyawa nitrosamine yang merupakan prekursor kanker.

Pemanasan menyebabkan protein globin terdenaturasi dan besi (II) akan

dioksidasi menjadi besi (III). Pigmen daging yang dimasak akan berwarna coklat

abu-abu dan disebut hemikrom atau metmioglobin terdenaturasi. Warna coklat

abu-abu ini merupakan warna khas daging segar yang dimasak. Jika didalam

daging yang dimasak terdapat senyawa pereduksi, maka besi (III) dapat direduksi

menjadi besi (II) dan menghasilkan hemokrom yang berwarna merah muda.

Mioglobin terdenaturasi pada suhu antara 80 – 85OC. Aplikasi antioksidan seperti

asam askorbat, asam sitrat, asam tokoferol dan sebagainya dapat membantu

mempertahankan warna. Selain itu, aplikasi nitrit dan nitrat juga dapat

mempertahankan warna merah daging. Pada pengolahan daging dengan

menggunakan garam nitrit (proses kuring), nitrit akan bereaksi dengan heme

membentuk kompleks nitrit-heme yang disebut nitrosomioglobin berwarna merah

gelap. Bentuk nitrosomioglobin tidak terlalu stabil dan bisa teroksidasi menjadi

bentuk metmioglobin. Proses pemanasan akan mendenaturasi bagian globin

membentuk nitrosohemokrom yang stabil. Nitrosohemokrom ini menghasilkan

warna merah muda yang merupakan warna utama daging curing.

Page 78: Pengawetan Pangan

78

Daging merupakan sumber protein, lemak, vitamin dan mineral. Daging

segar mudah mengalami kerusakan oleh mikroorganisme sehingga daging harus

diberi pengawet. Salah satu cara pengawetan daging yaitu curing. Proses curing

membutuhkan NaCl, Na-nitrit, Na-nitrat, dan bahan lain yang dapat menambah

cita rasa. Fungsi nitrit adalah menstabilkan warna merah daging, dan menghambat

pertumbuhan bakteri pembusuk. Tetapi nitrit merupakan prekusor dari nitrosamin

yang bersifat karsinogenik. sumber vitamin C diharapkan mampu untuk

menurunkan residu nitrit dan dapat mempertahankan warna merah daging.

4.7. Karakteristik Karbohidrat

4.7.1.Hasil Pengamatan

Tepung Ketan Tepung Terigu

Tepung Jagung Tepung Tapioka

Tepung Beras

Gambar 4. Granula Pati Secara Mikroskopis

Page 79: Pengawetan Pangan

79

Tepung Ketan Tepung Terigu

Tepung Jagung Tepung Tapioka

Tepung Beras

Gambar 4. Gelatinasasi Secara Mikroskopis

4.7.2.Pembahasan

Berbeda (1 sampai 100 um) tergantung pada jenis tanamannya. Granula tersebut ada yang berkemlompok dan sendiri-sendiri. Karena adanya perbedaan bentuk, ukuran dan letak vilum dari granula pati, maka pengenalan jenis-jenis pati dapat dilakukan secara mikroskopis.

Gelatinisasi Pati

Pati mempunyai kemampuan untuk membentuk gel, sehingga sering digunakan untuk pengental dalam pengolahahan makanan. Sifat-sifat ini akan mempengaruhi tekstur dari makanan, dan pengaruhnya mempunyai kaitan erat dengan perubahan-perubahan sifat yang dialami granula pati selama pemanasan dalam air.

Perubahan yang terjadi pada granula pati selama pemanasan dalam air sebagai berikut:

Page 80: Pengawetan Pangan

80

a) Zat pat umumya mengandung air 8-12%, tergantung dari jenis pati dan kelembaban udara sekitar. Karena zat pati terdiri dari molekul-molekul glukosa yang banyak mengandung gugus OH (hidroksi), maka zat pati mudah sekali mengikat air melalui ikatan hydrogen, sehingga akan mengakibatkan letak rantai molekul berjauhan. Bila dilihat dibawah mikroskop akan tampak pengembangan atau pembekakakn granula.

b) Granula pati tidak larut dlam air dingin, tapi mampu mengabsorbsi air sampai 30%, proses ini bersifat reversible

c) Bila suspense pati dipanaskan, maka pada kisaran suhu tertentu akan tampak granula-granula pati membengkak karena menyerap air dengan cepat, sehingga viskositas larutan meningkat. Bila pemanasan dilanjutkan, maka granula pati akan pecah ditandai dengan menurunna viskositas. Proses ini bersifat ireversibel. Kisaran suhu yang menunjukan gejala-gejala tersebut dinamakan suhu gelatinisasi. Suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh jenis pati, ukuran granula, dan faktor-faktor lingkungan (garam, gula, dll)

Hidrolisis Pati

Aplikasi pati dalam pengolahan pangan memiliki beberapa kekurangan, diantaranya tidak larut dalam air dingin, viskositas rendah dan pengenalan setelah mengalami pemasakan, selain itu terjadi retrogradasi dari pati gelatinisasi menyebabkan sineresisi atau pemisahan air dalam sistem pangan. Hidrolisis adalah salah satu upaya untuk memodifikasi pati dalam upaya memperbaiki kekurangan tadi, sehingga granula pati stabil selama proses pengolahan dan untuk membuat pati cocok untuk diaplikasikan pada berbagai makanan dan industri.

4.8. Emulsi

4.8.1.Hasil Pengamatan

Page 81: Pengawetan Pangan

81

4.8.1.1.Struktur Emulsi Secara Mikroskopis

Susu Minyak

Mentega Margarine

Mayonnaise

Gambar 5. Struktur Mikroskopis dari Emulsi

4.8.1.2. Stabilitas Relatif Zat Pengemulsi

Page 82: Pengawetan Pangan

82

Tabel 27. Stabilitas Relatif Zat Pengemulsi

No Minyak + Asetat + … Hasil

1 Garam Lapisan terpisah sempurna

2 Kuning telur Lesithin tidak terlalu terpisah karena pada

kuning telur terdapat zat hidrofobik dan

hidrofilik

3 Detergen Minyak tidak terlihat

4.8.1.3.Menentukan Jenis Emulsi

Susu

(oil in water)

Margarine

(water on oil)

Mentega

Page 83: Pengawetan Pangan

83

(water on oil)

Gambar 6. Jenis Emulsi Secara Mikroskopis

4.8.1.4.Pengaruh Pemanasan dengan Emulsi

Tabel 28. Pengaruh Pemanasan Emulsi

Mentega Warna kuning jernih

Ada endapan terpisah warna putih

Kembali ke bentuk semula

Margarine Warna kuning keruh

Tidak ada endapan

Kembali ke bentuk semula

Mayonnaise Emulsi stabil, tidak berubah/tetap

4.8.2.Pembahasan

Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan

kandungan yang berbeda-beda. Tetapi lema dan minyak sering kali ditambahkan

dengan sengaja ke bahan makanan dengan berbagai tujuan. Dalam pengolahan

bahan pangan, minyak dan lemak berfungsi sebagai media penghantar panas,

seperti minyak goreng, mentega putih, mentega, dan margarine. Selain itu,

penambahan lemak dimaksudkan untuk menambah kalori serta memperbaiki

tekstur dan citarasa.

Lemak berasal dari hewani dan tumbuhan (nabati). Lemak hewani banyak

mengandung sterol yang disebut kolesterol, sedangkan pada lemak nabati

Page 84: Pengawetan Pangan

84

mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh

sehingga umumnya berbentuk cair.

Adanya pigmen menyebabkan lemak berwarna. Warna lemak tergantung

dari macam pigmennya. Adanya karotenoid menyebabkan warna kuning

kemerahan. Karotenoid sangat larut dalam minyak dan merupakan hidrokarbon

dengan banyak ikatan tidak jenuh. Bila minyak dihidrogenisasi maka akan terjadi

hidrogenisasi karotenoid dan warna merah akan berkurang. Selain itu, perlakuan

pemanasan juga akan mengurangi warna pigmen, karena karotenoid tidak stabil

pada suhu tinggi. Inilah sebab pada margarine saat dipanaskan warnanya menjadi

keruh karena mengandung banyak ikatan tidak jenuh, tidak seperti mentega

(lemak hewani).

Lemak dan minyak termasuk ke dalam kelompok senyawa yang disebut

lipida, yang pada umumnya mempunyai sifat sama yaitu tidak larut dalam air.

Dalam penanganan dan pengolahan bahan pangan, perhatian lebih banyak

ditujukan pada suatu bagian dari lipida, yaitu trigliserida atau neutral fat. Lemak

merupakan bahan padat dalam suhu kamar, sedang minyak dalam bentuk cair

dalam suhu kamar, tetapi keduanya terdiri dari molekuk-molekul trigliserida.

Lemak mengandung asam lemak jenuh tinggi secara kimia tidak mengandung

ikatan rangkap, sehingga mempunyai titik lebur yang tinggi. Minyak memiliki

kandungan asamlemak jenuh yang rendah dan tingginya kandungan asam lemak

tidak jenuh, yang memiliki satu atau lebih ikatan rangkap di antara atom-atom

karbonnya, sehingga mempunyai titik lebur yang rendah.

Titik keruh ditentukan dengan cara memanaskan minyak dan ditambah

pelarut sampai terlarut sempurna, kemudian didinginkan. Pada suhu tertentu,

campuran mulai terpisah dan akan terjadi kekeruhan. Suhu itu disebut titik keruh.

Pelarut yang digunakan pada saat praktikum adalah asam asetat. Titik keruh ini

tergantung dari adanya asam lemak bebas. Lemak dan minyak yang baik

digunakan untuk pembuatan minyak goreng adalah oleo, stearin, oleo oil, lemak

babi, atau lemak nabati.

Lemak dari susu dapat dipisahkan dari komponen lain dengan baik melalui

proses pengocokan atau churning. Dengan cara tersebut, secara mekanik film

Page 85: Pengawetan Pangan

85

protein di sekeliling globula lemak retak dan pecah, sehingga memungkinkan

globula lemak menggumpal dan menyusup ke permukaan. Mentega sendiri

memiliki emulsi air dalam minyak dengan kira-kira 18% air terdispersi di dalam

80% lemak dengan sejumlah protein yang bertindak sebagai zat pengemulsi

(emulsifier).

Margarine meerupakan pengganti mentega dengan rupa, konsistensi, rasa,

dan nilai gizi yang hampir sama. Margarine juga merupakan emulsi air dalam

minyak, dengan persyaratan mengandung tidak kurang 80% lemak. Lemak yang

digunakan dimurnikan terlebih dahulu, kemudian dihidrogenisasi sampai

mendapat konsistensi yang diinginkan. Lemak diaduk, diemulsikan dengan susu

skim yang telah dipasteurisasi, dan diinokulasi dengan bakteri yang sama seperti

pada pembuatan mentega. Sesudah diinokulasi 12-24 jam sehingga terbentuk

emulsi sempurna, kadang-kadang ditambahkan emulsifier seperti lesitin, gliserin,

atau kuning telur.

Mayonnaise adalah bahan pangan berupa emulsi setengah padat yang dibuat

dari minyak nabati, cuka/lemon juice, kuning telur, dan bumbu lainnya.

Mayonnaise merupakan emulsi minyak dalam air dengan kuning telur yang

berfungsi sebgai emulsifier. Pada dasarnya paling sedikit sepertiga kuning telur

terdiri dari lemak, tetapi yang menyebabkan daya emulsifier yang kuat adalah

kandungan lesitinnya yang terdapat dalam bentuk kompleks sebagai lesitin-

protein. Lecithin adalah istilah umum pada setiap kelompok warna kecoklatan dan

zat-kuning lemak yang terdapat pada hewan dan jaringan tumbuhan, serta kuning

telur yang terdiri dari asam fosfat, kolin, asam lemak, gliserol, glycolipids,

trigliserida, dan fosfolipid (misalnya, fosfatidilkolin, phosphatidylethanolamine,

dan phosphatidylinositol). 

Page 86: Pengawetan Pangan

86

V

KESIMPULAN

Penyimpanan telur dapat mengurangi nilai kualitas telur maupun gizinya

seiring dengan waktu penyimpanan yang dilakukan. Sehingga diperlukan

perlakuan penyimpanan yang baik untuk menjaga kualitas telur. Selain itu,

sebaiknya telur yang akan dikonsumsi tidak terlalu lama disimpan.

Modifikasi komposisi udara dilakukan dengan menurunkan kadar oksigen

dan atau meningkatkan kandungan karbon dioksida (CO2). Udara yang semakin

menipis kandungan oksigennya serta semakin meningkat kandungan karbon

dioksida akan mengakibatkan menurunnya laju aktivitas pernapasan dari komoditi

segar seperti telur.Telur dibungkus dilapisi oleh kerabang yang berfungsi sebagai

pelindung terhadap gangguan fisik. Lapisan kerabang juga mampu berfungsi

untuk pertukaran gas untuk  respirasi (pernafasan).

Reaksi pencoklatan dalam bahan pangan dapat dihambat oleh beberapa

perlakuan, yaitu : perendaman air, perendaman pada larutan asam sitrat, dan pada

larutan sulfit. Berdasarkan hasil penelitian beberapa kelompok, inhibitor

pencoklatan enzimatis yang paling baik adalah sulfit atau asam sitrat , lalu

perendaman air, dan yang paling cepat mengalami pencoklatan adalah yang

langsung terkena udara luar. Faktor-faktor yang dapat pengaruhi kecepatan

pencoklatan, yaitu: 1) penggunaan jenis pisau untuk memotong, 2) jenis larutan

perendaman, 3) ukuran potongan bahan, 4) sterilnya alat yang digunakan, dan 5)

higinitas operator. Penggunaan perendaman dengan suatu memang dapat

mencegah pencoklatan, tapi kita harus mengetahui dulu apakah layak dimakan

atau tidak, penggunaan dosis larutannya, sebab keamanan pangan adalah hal yang

paling penting dalam mengkonsumsi suatu makanan.

Page 87: Pengawetan Pangan

87

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. Proses Browning pada Bahan Pangan dan Pencegahannya.

http://lordbroken.wordpress.com/2011/09/24/proses-browning-pada-

bahan-pangan-dan-pencegahannya/ . Diakses pada 21 Mei 2013, Makassar.

Buku Ajar Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran: Sumedang. Tim Dosen. 2012.

Fennema OR. 1996. Food Chemistry. New York: Marcell Dekker Inc.

Gunawan.2010.Asam Amino.Terhubung berkala (http://www.scribd.com/doc/12936574/ Asam-Amino-Non-Esensial) diakses 21 Mei 2013

Guntoro, Suprio dan I Made Rai Yasa. 2005. Penggunaan Limbah Kakao Terfermentasi Untuk Pakan Ayam Buras Petelur. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 8, No. 2 edisi Juli : Balai PengkajianTeknologi Pertanian Bali. Hantoro, Agustinus. dkk., 2002.

Kusmiadi, R. 2008. Mengapa Apel Berwarna Coklat Setelah Dikupas. Tersedia: http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Mengapa%20Apel%20Ber

warna%20Coklat%20Setelah%20diKupas&&nomorurut_artikel=150

Mewaspadai Penanganan Telur Ayam. Jurnal DimensiVol.5, No.2 edisi Juni : Warta Sains dan Teknologi ISTECS-Japan.Haryoto. 1996.

Muchtadi, D. 1989. Sulfit Dipermasalahkan dan Nitrit Dikurangi?. Tersedia: http://web.ipb.ac.id/~tpg/de/pubde_fdsf_sulfit.php .

Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. Penebar swadaya :Jakarta.

Pengawetan Telur Segar. Penerbit Kanisius : Yogyakarta.Sarwono, B. 1996.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press :

Tanti.2009.Protein.Terhubung berkala (http://id.shvoong.com/exactsciences/biology/1902571-Protein) diakses 21 Mei 2013

Vaclavik, Vickie. A dan Elizabeth W. Cristian. 2008. Essential of Food Science

Third Edition. Springer Science + Business Media : New York

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta

Yogyakarta.


Related Documents