YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
Page 1: paru - bronkiektasis stase paru

BRONKIEKTASIS

Bronkiektasi adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi

(ektasi) dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik,

persisten dan irreversibel. (1,2)

Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam

dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis, otot-otot polos bronkus,

tulang rawan dan pembuluh darah, bronkus yang terkena adalah bronkus kecil.

Dinegeri barat prevalensi 1,3%, di indonesia tidak ada laporan pasti penyakit ini.(2.3)

Etiologi

1. Kongenital

Bronkiektasi hampir mengenai seluruh cabang bronkus, biasnya disertai

penyakit kongenital lainnya seperti : Mucoviscidosis (Fibro kistik paru), Sindrom

Kartagener, (bronkiektasis kongenital, sinusitis paranasal dan situs inversus) hipo

dan agama globulinemia)

2. Kelainan didapat

Bronkiektasi paling sering disebabkan karena infeksi dan obstruksi bronkus

seperti korpus alienum, karsinoma bronkus, atau tekanan dari luar lainya terhadap

bronkus

Perubahan patologi anatomis

Tempat predisposisi bronkiektasi adalah lobus tengah paru kanan, bagian

lingula paru kiri lobus atas, segmen basal pada lobus bawah kedua paru. Bronkus

yang terkena umumnya bronkus ukuran sedang, sedangkan bronkus besar jarang

terkena dan dapat mengenai satu segmen paru saja.(2)

Pada bronkiektasis, keluhan-keluhan timbul umumnya sebagai akibat adanya

hal berikut :

1) adanya kerusakan dinding bronkus,

2) adanya kerusakan fungsi bonkus,

3) adanya akibat lanjut bronkiektasis atau komplikasi dan sebagainya.

1

Page 2: paru - bronkiektasis stase paru

Kerusakan dinding bronkus berupa dilatasi dan distorsi dinding bronkus,

kerusakan elemen elastic, tulang rawan, otot-otot polos, mukosa dan silia, kerusakan

tersebut akan menimbulkan stasis sputum, gangguan ekspektorasi, gangguan reflex

batuk dan sesak nafas.

Ada 3 variasi kelainan anatomis bronkiektasis .(3):

1. Bentuk Tabung (Tubular, cylindrical, Fusiform bronchiectasis) yang merupakan

bronkiektasis yang paling ringan, dan sering ditemukan pada bronkiektasis yang

menyertai bronkitis kronik

2. Bentuk Kantong (Saccular Bronchiectasis) yang merupakan bentuk klasik, ditandai

dengan adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat ireguler. Bentuk ini

kadang kadang berbentuk kista (Cystic Bronchiectasis)

3. Varicose Bronchiectasis bentuk ini diantara bentuk batang dan bentuk kantong.

Istilah ini digunakan karena perubahan bentuk broncus menyerupai varises

pembuluh darah

Patogenesis

Patogenesis bronkiektasis tergantung penyebabnya, jika kongenital faktor

penyebabnya tidak diketahui, diduga erat hubungannya dengan faktor genetik dan

faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam kandungan. Ada beberapa faktor

yang diduga ikut berperan antara lain :

1. Faktor obstruksi bronkus

2. Faktor infeksi pada bronkus atau paru

3. Faktor adanya beberapa penyakit tertentu seperti fibrosis paru, asthmatic

pulmonary, eusinophilia.

4. Faktor intrinsik dalam bronkus atau paru.(4)

Kelainan fungsi paru yang terjadi sangat bervariasi dan tingkatan beratnya

tergantung pada luasnya kerusakan parenkim paru dan komplikasi yang terjadi.

Akibatnya dapat dijumpai pasien bronkiektasis ringan tanpa kelaianan fungsi paru

atau ringan, bronkiektasis sedang dan berat. Selain itu perlu dinyatakan bahwa

kelainan fungsi paru (faal ventilasi) yang terjadi selain jenisnya tidak sama( artinya

bisa tipe obstruktif, restriktif atau campuran), jenis kelainannya juga tidak khas(2)

2

Page 3: paru - bronkiektasis stase paru

Gambaran Klinis

Gejala dan tanda klinis tergantung pada luas dan beratnya penyakit, lokasi

kelainannya dan ada atau tidak adanya komplikasi lanjut. Keluhan-keluhannya

1. Batuk

Batuk produktif berlangsung kronik dan frekuen, jumlah sputum bervariasi

umumnya jumlahnya banyak terutama pagi hari. Sputum bisa mukoid, purulen,

dapat memberikan bau tidak sedap. Pada kasus yang sudah berat, misalnya pada

saccular bronkiektasis, sputum jumlahnya banyak sekali, purulen dan apabila

ditampung 11 beberapa lama tampak terpisah menjadi 3 lapisan; a.) Lapisan atas

agak keruh terdiri atas mukus, b.) Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva atau

ludah., c.) Lapisan terbawah keruh, terdiri atas nanah dan jaringan nekrotik dari

bronkus yang rusak (cellular debris).

2. Hemoptisis

3. Sesak napas (dispnea)

4. Demam berulang

Kelainan Fisis

Pada pemeriksaan fisis, mungkin pasien sedang mengalami batuk-batuk

dengan pengeluaran sputum, sesak napas, demam atau sedang batuk darah. Tanda

fisis umum yang dapat ditemukan meliputi sianosis, jari tabuh, manifestasi klinis

komplikasi bronkiektaisis. Pada kasus yang berat dapat ditemukan tanda-tanda kor

pulmonari kronik maupun payah jantung.

Pada pemeriksaan fisis paru biasanya ditemukan ronki basah yang jelas pada

lobus bawah yang terkena dan keadaannya menetap dari waktu ke waktu, atau ronki

basah ini hilang sesudah pasien mengalami drainase postural. Dan timbul lagi pada

waktu lain. Apabila bagian paru yang diserang amat luas dapat terjadi retraksi dinding

dada dan berkurangnya gerakan pada dada daerah yang terkena serta dapat terjadi

pergeseran mediastinum ke daerah paru yang terkena. Wheezing sering ditemukan

apabila terjadi obstruksi bronkus.(5.6)

Laboratorium

Kelainan labor tidak khas, pada keadaan lanjut dan sudah ada insufisiensi paru

dapat ditemukan polisitemia sekunder, anemia, leukositosis. Urin umumnya normal,

kecuali sudah ada amiloidosis terdapat proteinuria.

3

Page 4: paru - bronkiektasis stase paru

Radiologis

Gambaran foto dada bervariasi tergantung berat ringannya kelainan.

Gambaran khas untuk bronchiectasis menunjukkan adanya kista-kista kecil dengan

fluid level, mirip seperti sarang tawon (honey comb appearance) pada daerah yang

terkena, biasanya hanya 13% kasus. Bisa juga gambaran pneumonia, fibrosis dan

kolaps (atelektasis), bahkan seperti gambaran paru normal (7%).(2)

Kelainan faal paru

Kapasitas vital dan kecepatan aliran udara ekspirasi satu detik pertama

terdapat tendensi menurun, juga pada analisa gas darah, terjadi penurunan PaO2 yang

menunjukkan abnormalitas regional maupun difus distribusi ventilasi, yang

berpengaruh pada perfusi paru.

Tingkatan beratnya penyakit :

1. Bronkiektasis Ringan, batuk-batuk, sputum bisa hijau, hemoptisis ringan, pasien

tampak sehat dan fungsi paru normal. Foto dada normal.

2. Bronkiektasis Sedang, batuk produktif terjadi tiap saat, sputum timbul tiap saat

umumnya warna hijau, serta berbau busuk, sering ada hemoptisis, pasien masih

tampak sehat, fungsi paru normal, jarang ada jari tabuh. Pada pemeriksaan fisik

paru ada ronki basah kasar pada daerah paru yang terkena, foto dada normal.

3. Bronkiektasis Berat, sputum produktif dengan sputum banyak berwarna kotor dan

berbau, sering ditemukan pneumonia, hemoptisis, nyeri pleura. Bila ada obstruksi

saluran napas akan ditemukan adanya dispnea, sianosis, atau tanda kegagalan paru.

Pada pemeriksaan fisis ditemukan ronki kasar pada daerah yang terkena. Pada foto

dada ditemukan penambahan bronchovascular marking, dan multiple cyst

containing fluid levels (honey comb appearance)

Diagnosis

Diagnosis kadang mudah diduga, yaitu hanya dengan anamnesis saja.

Diagnosis pasti dapat ditegakkan apabila ditemukan adanya dilatasi dan nekrosis

dinding bronkus dengan bronkografi, bronchogram dan CT-scan. Bronkografi tidak

selalu dapat dikerjakan. CT-Scan menjadi alternatif pemeriksaan karena tidak bersifat

invasif dan hasilnya akurat, sensitivitas dan spesifisitas lebih dari 95% ( 2,3)

4

Page 5: paru - bronkiektasis stase paru

Dignosis Banding

1. Bronkitis kronik

2. Tuberkulosis paru

3. Abses Paru

4. Penyakit paru penyebab hemoptisis, karsinoma paru, adenoma paru, dll

5. fistula bronkopleural dengan empiema.

Komplikasi

1. Bronkitis kronik

2. Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis

3. Pleuritis

4. Efusi pleura atau empiema

5. Abses metastase di otak

6. Hemoptisis

7. Sinusitis

8. Kor pulmonari kronik

9. Kegagalan napas

10. Amiloidosis

Pengobatan

1. Pengobatan Konservatif

• Pengelolaan Umum: Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien,

memperbaiki drainase sekret bronkus (melakukan drainase pustural, mencairkan

sputum yang kental, mengatur posisi tempat tidur pasien dan mengontrol infeksi

saluran napas)

• Pengelolaan khusus: Kemoterapi , drainase sekret dengan bronkoskop,

• Pengobatan simptomatik: terhadap obstruksi bronkus, hipoksia, hemoptisis, dan

demam.

2. Pengobatan pembedahan

Tujuan mengangkat (reseksi) segmen bronkus yang terkena, bronkiektasi yang

terbatas yang tidak respon dengan konservatif dan infeksi berulang. Kontra indikasi

5

Page 6: paru - bronkiektasis stase paru

pada bronkiektasis dengan PPOK, bronkiektasi berat, dan dengan komplikasi

korpulmonal kronik dekompensata.

Pencegahan

1. Pengobatan dengan antibiotik

2. Tindakan vaksinasi terhadap pertusis dan lain-lain

Prognosis

Tergantung berat ringan penyakit dan luas penyakit saat pasien pergi berobat

pertama kali, pemilihan pengobatan secara tepat dapat memperbaiki prognosis

penyakit. Pada kasus berat dan tidak diobati, prognosis jelek, survival tidak lebih dari

5-15 tahun. Kematian biasanya karena pneumonia, empiema, payah jantung kanan,

hemoptisis.(2,3)

6

Page 7: paru - bronkiektasis stase paru

KOR PULMONAL KRONIK

Kor Pulmonal merupakan hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan akibat

hipertensi pulmonal yang disebabkan penyakit parenkim paru dan atau pembuluh

darah paru yang tidak berhubungan dengan kelainan jantung kiri, atau dikenal juga

dengan perubahan struktur dan fungsi ventrikel kanan.

Menurut Braunwahl (1980), Kor Pulmonal Kronik adalah : Keadaan

patologis akibat hipertrofi / dilatasi ventrikel kanan yang disebabkan oleh hipertensi

pulmonal. Penyebabnya antara lain: penyakit parenkim paru, kelainan vaskuler paru

dan gangguan fungsi paru karena kelainan thoraks. Tidak termasuk kelainan vaskuler

paru yang disebabkan kelainan ventrikel kiri, vitium cordis, penyakit jantung bawaan,

penyakit jantung iskemik dan infark miokard akut. PPOK merupakan penyebab

utama insufisiensi respirasi kronik dan kor pulmonal diperkirakan 80-90%

penyebabnya adalah PPOK. (7)

Etiologi

1. Penyakit pembuluh darah paru

2.Tekanan darah pada arteri pulmonal oleh tumor mediastinum, aneurisma,

granuloma, atau fibrosis.

3. Penyakit neuro muskular dan dinding dada

4. Penyakit yang mengenai aliran udara paru, alveoli, termasuk PPOK (7, 8)

Patofisiologi

Penyakit paru kronis akan mengakibatkan;

1. Berkurangnya vascular bed paru, dapat disebabkan oleh semakin terdesaknya

pembuluh darah oleh paru yang mengembang atau kerusakan paru

2. Asidosis dan hiperkapnia

3. Hipoksia alveolar, yang akan merangsang vasokonstriksi pembuluh paru

4. Polisitemia dan hiperviskositas darah

Keempat hal diatas akan menyebabkan hipertensi pulmonal, dalam jangka

panjang akan mengakibatkan hipertropi dan dilatasi ventrikel kanan dan menjadi

gagal jantung kanan.

7

Page 8: paru - bronkiektasis stase paru

Berdasarkan perjalanan penyakitnya, Kor Pulmonal Kronik dibagi menjadi 5

fase, yakni: (8,9)

Fase: 1

Pada fase ini belum nampak gejala klinis yang jelas, selain ditemukannya

gejala awal penyakit paru obstruktif menahun (ppom), bronkitis kronis, tbc lama,

bronkiektasis dan sejenisnya. Anamnesa pada pasien 50 tahun biasanya didapatkan

adanya kebiasaan banyak merokok.

Fase: 2

Pada fase ini mulai ditemukan tanda-tanda berkurangnya ventilasi paru.

Gejalanya antara lain: batuk lama berdahak (terutama bronkiektasis), sesak napas /

mengi, sesak napas ketika berjalan menanjak atau setelah banyak bicara. Sedangkan

sianosis masih belum nampak. Pemeriksaan fisik ditemukan kelainan berupa:

hipersonor, suara napas berkurang, ekspirasi memanjang, ronchi basah dan kering,

wheezing. Letak diafragma rendah dan denyut jantung lebih redup. Pemeriksaan

radiologi menunjukkan berkurangnya bronchovascular pattern, letak diafragma

rendah dan mendatar, posisi jantung vertikal.

Fase: 3

Pada fase ini nampak gejala hipoksemia yang lebih jelas. Didapatkan pula

berkurangnya nafsu makan, berat badan berkurang, cepat lelah. Pemeriksaan fisik

nampak sianotik, disertai sesak dan tanda-tanda emfisema yang lebih nyata.

Fase: 4

Ditandai dengan hiperkapnia, gelisah, mudah tersinggung kadang somnolens.

Pada keadaan yang berat dapat terjadi koma dan kehilangan kesadaran.

Fase: 5

Pada fase ini nampak kelainan jantung, dan tekanan arteri pulmonal

meningkat. Tanda-tanda peningkatan kerja ventrikel, namun fungsi ventrikel kanan

masih dapat kompensasi. Selanjutnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan kemudian

terjadi gagal jantung kanan. Pemeriksaan fisik nampak sianotik, bendungan vena

jugularis, hepatomegali, edema tungkai dan kadang ascites

8

Page 9: paru - bronkiektasis stase paru

Gejala klinis

Dimulai dengan PPOK, kemudian PPOK dengan hipertensi pulmonal, dan

akhirnya menjadi PPOK dengan hipertensi pulmonal serta gagal jantung kanan.

Diagnosis ditemukan tanda PPOK, asidosis dan hiperkapnia, hipoksia, polisitemia

dan hiperviskositas darah, hipertensi pulmonal (EKG dengan P pulmonal dengan

deviasi aksis ke kanan dan hipertrofi ventrikel kanan, foto torak tampak pelebaran

daerah cabang paru hilus, ekokardiografi dengan ditemukan RVH), hipertropi/dilatasi

ventrikel kanan dan gagal jantung kanan (peningkatan tekanan vena jugularis,

hepatomegali, asites maupun edema tungkai)

Tatalaksana

1. Konseling ( penyuluhan ).

2. Memperbaiki fungsi pernafasan dan pengobatan terhadap obstruksi kronis.

3. Memperbaiki fungsi jantung dan pengobatan gagal jantung kongestif. (8)

Konseling

Memberikan edukasi agar pasien menghindari segala jenis polusi udara dan

berhenti merokok. Memperbaiki ventilasi ruangan-ruangan dalam rumah. Latihan

pernafasan dengan bimbingan ahli fisioterapi.

Memperbaiki Fungsi Paru

Selain upaya latihan pernafasan di atas, diperlakukan pemberian medikamentosa.

a. Bronkodilator

Beta 2 adrenergik selektif ( Terbutalin atau Salbutamol ). Berkhasiat

vasodilator pulmoner, sehingga diharapkan dapat menambah aliran darah paru. Setiap

pemberian bronkodilator hendaknya mempertimbangkan efek sampingnya yaitu

berdebar, gemetar dan lemas.

b. Mukolitik dan ekspektoran

Mukolitik berguna untuk mencairkan dahak dengan memecah ikatan rantai

kimianya, sedangkan ekspektoran untuk mengeluarkan dahak dari paru.

c. Antibiotika

Pemberian antibiotika diperlukan karena biasanya kelainan parenkim paru

disebabkan oleh mikro-organisme, diantaranya: Hemophylus influenzae dan

Pneumococcus. Dapat pula disebabkan oleh Staphylococcus dan bakteri Gram negatif

9

Page 10: paru - bronkiektasis stase paru

seperti: Klebsiella. Idealnya, pemberian antibiotika disesuaikan dengan hasil kultur

sputum

Oksigenasi

Peningkatan PaCO2 (tekanan karbondiosida arterial) dan asidosis pada

penderita PPOM disebabkan tidak sempurnanya pengeluaran CO2 sehingga

menimbulkan hipoksemia. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian oksigen 20-30 %

melalui masker venturi. Dapat pula diberikan oksigen secara intermitten dengan kadar

30-50 % secara lambat 1-3 liter permenit.

Pengobatan pada gagal jantung kanan

Diuretika

Pemberian diuretika seperti furosemid atau hidroklorotiazid diharapkan dapat

mengurangi kongesti edema dengan cara mengeluarkan natrium dan menurunkan

volume darah. Sehingga pertukaran udara dalam paru dapat diperbaiki, dan hipoksia

maupun beban jantung kanan dapat dikurangi.

Digitalis

Preparat digitalis ( digoxin, cedilanid dan sejenisnya ) perlu diberikan kepada

penderita dengan Gagal Jantung kanan berat. Pemberian digitalis penderita Cor

Pulmonale harus hati-hati karena mudah terjadi intoksikasi digitalis. Lebih-lebih pada

usia lanjut, toleransi terhadap digitalis menurun sehingga lebih mudah terjadinya

intoksikasi. Demikian pula kondisi hipoksemia akan meningkatkan kepekaan

terhadap digitalis yang berujung pada terjadinya intoksikasi.

Prognosis

Prognosis Cor Pulmonale sangat jelek dikarenakan kerusakan parenkim paru

yang berlangsung lama dan irreversile. Pengobatan bersifat simptomatis, karena pada

umumnya kondisi penyakit sudah dalam fase lanjut. Berdasarkan penelitian, angka

kemungkinan masa hidup berkisar antara 18 bulan (Flint) sampai 30,8 bulan dengan

angka kematian setelah 5 tahun mencapai 68 % (Stuart Harris dan Ude)(8,9)

10

Page 11: paru - bronkiektasis stase paru

ILUSTRASI KASUS

Telah dirawat seorang pasien laki-laki 52 tahun di bangsal penyakit dalam

RSUP dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 2 Agustus 2010 sampai dengan sekarang

dengan

Keluhan Utama : Sesak nafas meningkat sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang :

• Sesak nafas meningkat sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit.

Sesak nafas tidak dipengaruhi oleh makanan, cuaca dan emosi.

Sesak nafas bertambah dengan aktivitas dan berkurang dengan

istirahat. Sesak saat berbaring ada dan pasien merasa lebih suka jika

berbaring dengan bantal yang lebih tinggi, terbangun pada malam

hari karena sesak tidak ada. Pasien merasa sesak jika dahak susah

dikeluarkan. Pasien sudah dirawat di Rumah Sakit Solok selama 10

hari kemudian dirujuk ke Rumah Sakit M Djamil karena tidak ada

perbaikan.

• Pasien mudah merasakan lelah sejak 1 tahun yang lalu, sehingga

pasien mengurangi aktivitas fisik.

• Batuk bertambah sejak 10 hari yang lalu, batuk berdahak dan

berwarna hijau serta berbau amis. Batuk sudah dirasakan pasien

sejak berumur 10 tahun, batuk berkurang dan hilang jika pasien

sudah bisa mengeluarkan dahak. Batuk biasanya meningkat saat

jam 10-12 siang. Batuk berdarah pernah dialami pasien saat

berumur 25 tahun namun setelah itu tidak pernah dialami pasien

lagi. Pasien pernah dirawat di Bangsal Paru RSUP M Djamil tahun

2002 dan dikatakan menderita bronkiektasi.

• Penurunan nafsu makan sejak 10 hari yang lalu, pasien hanya

makan susu dan roti saja. Mual dan muntah tidak ada.

• Kedua kaki sembab sejak 10 hari yang lalu.

• Demam sering dirasakan pasien, biasanya demam tidak tinggi, tidak

menggigil, saat masuk rumah sakit pasien tidak demam.

• Penurunan berat badan tidak ada,

• Keringat malam tidak ada, nyeri dada tidak ada

11

Page 12: paru - bronkiektasis stase paru

• BAK tidak ada keluhan

• BAB tidak ada keluhan

Riwayat Penyakit Dahulu :

• Pasien pernah mendapatkan pengobatan Tuberkulosis pada tahun

1976 selama lebih kurang 10 tahun.

Riwayat Penyakit Keluarga :

• Tidak ada anggota keluarga yang sakit serupa

Riwayat Pekerjaaan, Sosial, Ekonomi. Kejiwaan dan Kebiasaan

• Pasien adalah seorang PNS dan mempunyai 3 orang anak

• Pasien biasa berolahraga sepak bola, bulutangkis dan tenis meja

namun satu tahun belakangan ini aktivitas tersebut dikurangi karena

pasien mudah terasa lelah.

• Pasien merokok lebih kurang 2 bungkus sehari (28 batang rokok)

saat berumur 25 tahun sampai berumur 35 tahun. Setelah itu pasien

tidak pernah merokok lagi sampai sekarang.

Indeks Brinkman (280 = sedang)

Pemeriksaan Umum

Kesadaraan : CMC Keadaan Umum : Sedang

Tekanan Darah : 100/70 mmHg Status Gizi : Baik

Frekuensi Nadi : 90 x/mnt BB : 48 kg

Frekuensi Nafas : 36 x/mnt TB : 162 cm

Suhu : 360C BMI : 18.2 kg/m2

Ikterus : (-) Kesan : Normoweight

Edema : (+)

Anemia : (-)

Kulit : Tidak ada kelainan

Kelenjar Getah Bening : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Kepala : Tidak ada kelainan

Rambut : Hitam, bercampur dengan uban

12

Page 13: paru - bronkiektasis stase paru

Mata : Konjungtiva tidak anemis

Sklera tidak iketrik,

Telinga : Tidak ada kelainan

Hidung : Tidak ada kelainan

Tenggorokan : Tidak ada kelainan

Gigi dan Mulut : Caries (+), gigi tidak lengkap

Leher : JVP 5+2 cmH2O

Kelenjar tiroid tidak membesar

Paru

Inspeksi : Simetris kiri dan kanan statis dan dinamis

Palpasi : Fremitus meningkat di kiri dan kanan

Perkusi : Redup di kiri = kanan

Auskultasi : Bronkhovesikuler, rhonki (+), kasar di seluruh

lapangan paru, whezing (-)

Jantung

Inspeksi : Iktus tidak terlihat

Palpasi : Iktus teraba LMCS RIC V, tidak kuat angkat

Perkusi : Batas Jantung kanan : LSD, Atas : RIC II, kiri :

LMCS

RIC V, Thrill (-), pinggang jantung (+)

Auskultasi : Bunyi jantung murni, teratur, M1 > M2, P2 > A2,

Bising pan sistolik grade 3, blowing, punctum

maksimum di RIC IV linea parasternalis sinistra

Abdomen

Inspeksi : Perut tidak membuncit, kolateral (-), sikatrik (-)

Palpasi : Hepar teraba 1 jari bac, kenyal, permukaan rata, tepi

tumpul, Nyeri tekan (-), Hepatojugular refluks (+),

lien tidak teraba, Pulsasi epigastrium (+)

Perkusi : Timpani, shiffting dullness (-)

Auskultasi : Bising usus (+) N

Punggung : Costa Vertebrae Angle Nyeri tekan (-), nyeri ketok (-)

Alat kelamin : Tidak diperiksa

13

Page 14: paru - bronkiektasis stase paru

Anus : Tidak diperiksa

Anggota Gerak : Reflek fisiologis (+/+), Edema (+/+), Clubbing finger

(+)

Laboratorium

Hemoglobin : 13.3 gr/dl

Leukosit : 10.400/mm3

Hematokrit : 43%

Trombosit : 425.000/mm3

DC : 0/1/0/74/20/5

Urinalisa

Makroskopis

Warna : kuning

Mikroskopis Kimia

Lekosit : 1-2/LPB Protein : (-)

Eritrosit : 0-1/LPB Glukosa : (-)

Silinder : (-) Bilirubin : (-)

Kristal : (-) Urobilinogen : (+)

Epitel : (+) Benda Keton : (-)

Feses

Makroskopis

Warna : Coklat

Konsistensi : Lembek

Darah : (-)

Lendir : (-)

Mikroskopis

Lekosit : 0-1/LPB

Eritrosit : (-)

Amuba : (-)

Telur Cacing : (-)

EKG

- HR : 90 x/’ - ST elevasi (-)

- Irama : Sinus - ST depresi (-)

- Aksis : RAD - Q patologis : (-)

- Gel P : P Pulmonal - S V1 + RV5 < 35 mm

- PR interval : 0,16 detik - R/S di V1 > 1

- QRS komplek: 0,08 detik - T inverted : (-)

14

Page 15: paru - bronkiektasis stase paru

Kesan : RVH dan RAH

Diagnosis Kerja

Diagnosis Primer : Bronkiektasis Terinfeksi

Kor Pulmonal Kronik

Diagnosis Banding : Tuberkulosis Paru Terinfeksi

Terapi ;

• Istirahat / Diet Jantung II/ Oksigen 2 Liter/menit

• IVFD D5% 12 jam/kolf

• Inj. Cefotaxime 2 x1 gr iv

• Inj. Furosemide 1x 20 mg iv

• Inj. Bisolvon 3 x 1 A

• Nebulizer Combivent tiap 6 jam

• Ambroksol syrup 3 x 5 cc

• Alprazolam 1 x 0.5 mg

• Bisacodyl 1 x 2 tablet

• Kontrol intensif dan balance cairan

• Pasang kateter

Anjuran ;

• Rontgen torak AP

• Astrup

• Kultur dan Sensitivitas sputum

• Sputum 24 jam

• BTA sputum I,II,III

• Profil lipid/faal hepar/faal ginjal

• Spirometri

• Echocardiografi

• CT Scan Thoraks

15

Page 16: paru - bronkiektasis stase paru

FOLLOW UP

3 Agustus 2010 (Perawatan hari 2)

S/ Sesak nafas (+), batuk (+), demam (-)

O/ KU: Sedang Ksdrn : CMC TD : 100/60mmHg

Nafas : 32 x/mnt Nadi : 92 x/mnt Suhu : 36,80 C

Laboratorium :

Total Protein

Albumin

Globulin

SGOT

SGPT

5.5 g/dl

3.0 g/dl

2.5 g/dl

39 U/I

36 U/I

Total Kolesterol

HDL-C

LDL-C

Trigliserida

Ureum

Kreatinin

131 mg/dl

33 mg/dl

85 mg/dl

64 mg/dl

44 mg/dl

0.9 mg/dl

Astrup

Hasil Analisa Gas Darah

• PH : 7,36

• P CO2 : 44 mmHg

• P O2 : 58 mmHg

• HCO3- : 25 mmol/L

• BE : 0.5 mmol/L

• S O2 : 88%

Kesan : Hipoksemia

Sikap : Sungkup NRM 10 L/menit intermittent

Hasil Ro Thoraks PA :

Pulmo : Tampak gambaran honey comb appearance disertai infiltrat disekitarnya

pada lapangan bawah kedua paru

Tampak infiltrat dilapangan atas kedua paru

Cor : Kardiomegali

Sinus costrofrenicus kiri dan kanan lancip, diafragma baik

Kesan : TB Paru dupleks + BE terinfeksi dan Kardiomegali

16

Page 17: paru - bronkiektasis stase paru

Konsul Konsulen Pulmonologi :

Kesan : Bronkiektasis terinfeksi

DD : Tuberkulosis Paru terinfeksi

Advis : Kultur Sputum

BTA I, II, III

CT Scan Thoraks

Sputum 24 jam

Konsul Konsulen Kardiologi :

Kesan : CPC ec Bronkiektasis

Advis : Inj. Furosemide 1x 20 mg iv

Alprazolam 1 x 0.5 mg

Bisacodyl 1 x 2 tablet

Ekhokardiografi

BTA I : -

Jam 22.00

S/ Sesak nafas (+) bertambah, batuk (+), pasien terlihat gelisah

O/ KU: jelek Ksdrn : CMC TD : 100/60mmHg

Nafas : 32 x/mnt Nadi : 110 x/mnt Suhu : 36,80 C

Astrup

Hasil Analisa Gas Darah

• PH : 7,47

• P CO2 : 40 mmHg

• P O2 : 39 mmHg

• HCO3- : 29 mmol/L

• BE : 5.4 mmol/L

• S O2 : 73%

Kesan : Hipoksemia berat

17

Page 18: paru - bronkiektasis stase paru

Konsul ICU :

Advis : Perbaiki oksigenase dengan Simple Mask 10 L/menit kontinue

4 Agustus 2010 (Perawatan hari 3)

S/ Sesak berkurang, batuk (+) os sudah mau makan, sembab di kaki berkurang

O/ KU: sedang Ksdrn : CMC TD : 100/70mmHg

Nafas : 30 x/mnt Nadi : 90 x/mnt Suhu : 36,60 C

Hasil Analisa Gas Darah

• PH : 7,37

• P CO2 : 46 mmHg

• P O2 : 108 mmHg

• HCO3- : 27.2 mmol/L

• BE :1.4 mmol/L

• S O2 : 98%

Kesan : Hipoksemia sudah teratasi

Sikap : Sungkup Simple Mask 10 L/menit intermittent

BTA II : -

6 Agustus 2010 (Perawatan hari 5)

S/ Sesak berkurang, batuk (+),

O/ KU: sedang Ksdrn : CMC TD : 100/70mmHg

Nafas : 22 x/mnt Nadi : 90 x/mnt Suhu : 36,50 C

CT Scan Thoraks :

- Tampak fibroinfiltrat dilapangan atas kedua paru

- Tampak gambran lusen bulat-bulat dinding tebal (honey comb

appearance) pada segmen 4, 5 ,6 , 7, 8, 9 dan 10 paru kiri dan kanan

disertai infiltrat sekitarnya.

- Tambak gambaran abses pada lapangan bawah paru kiri

- Tidak tampak pembesaran KGB

- Tidak tampak efusi pleura

18

Page 19: paru - bronkiektasis stase paru

- Trakeobronkial tree terbuka

- Jantung dan Mediastinum baik

Kesan : TB Paru dupleks + BE terinfeksi

BTA III : -

Kesan : Tuberkulosis paru dapat disingkirkan

Konsul Konsulen Pulmonologi :

Advis : Chest Fisiotherapy

9 Agustus 2010 (Perawatan hari 8)

S/ Sesak berkurang, batuk (+) os sudah mau makan

O/ KU: sedang Ksdrn : CMC TD : 100/60mmHg

Nafas : 20 x/mnt Nadi : 90 x/mnt Suhu : 36,60 C

Hb

Leukosit

Trombosit

Hematokrit

DC

14.2 g/dl

17.800/mm3

222.000/mm3

37 %

0/1/1/74/20/5

Ureum

Kreatinin

Total protein

Albumin

Globulin

42 mg/dl

0.9 mg/dl

5.5 g/dl

3.0 g/dl

2.5 g/dlKesan : Leukositosis dengan shift to the left

Ekhokardiografi :

Dimensi Ruang Jantung : Dilatasi RV dan RA

Kontraktilitas LV : Menurun EF 46 %

Segmental Wall Motion : Paradoxical movement

Katup : Tricuspidal Regurgitasi Moderate

Doppler : E/A > 1

Kesan : Dilatasi RV dan RA

TR Moderate

Sesuai dengan gambaran CPC

19

Page 20: paru - bronkiektasis stase paru

Spirometri tidak bisa dilakukan karena pasien tidak dapat meniup alat dengan baik

sehingga hasilnya tidak valid.

Dilakukan chest fisioterapi hari I

Kultur Sputum : Klebsiella Sp

Sensitif : Ampisillin Sulbactam

Advis : Ganti antibiotik dengan Ampisillin Sulbactam 3 X 1 gram

20

Page 21: paru - bronkiektasis stase paru

DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien laki-laki berumur 52 tahun dengan diagnosis akhir :

• Bronkiektasis terinfeksi

• Kor Pulmonal Kronik

Bronkiektasis ditegakkan dari adanya anamnesis adanya batuk yang produktif

yang telah dialami pasien sejak berumur 10 tahun, batuknya hampir dialami setiap

hari oleh pasien jumlah dahak paling banyak dirasakan pasien saat jam 10-12 siang

yang kadang berwarna putih dan kadang kehijauan dan berbau amis. Adanya riwayat

batuk darah pada pasien juga mendukung diagnosis bronkiektasis. Adanya demam

yang hilang timbul tapi tidak ada penurunan berat badan dan keringat malam. Pasien

mengatakan pernah dirawat 8 tahun yang lalu dengan diagnosa bronkiektasis dan

dianjurkan untuk kontrol teratur. Pada pemeriksaan fisik ditemukan jari tabuh pada

pasien, tidak ada tanda-tanda sianosis dan pada pemeriksaan paru terdengar suara

nafas bronkovesikuler dengan ronkhi basah kasar hampir diseluruh lapangan paru.

Pada pemeriksaan labaratorium sederhana ditemukan adanya leukositosis dengan

shift to the left yang menunjukkan adanya proses infeksi kronis pada pasien ini.

Sedangkan pada foto dada ditemukan gambaran honey comb appearanc dan

gambaran infiltrat disekitarnya. Pada pemeriksaan CT Scan Thoraks dapat kita

temukan adanya honey comb appearance di segmen 4-10 paru kiri dan kanan. Dari

hasil diatas pasien dikategorikan sebagai bronkiektasis berat. Awalnya kita juga

mencurigai adanya infeksi Tuberkulosis Paru pada pasien ini, tapi setelah mengetahui

riwayat penyakit dahulu pasien dan pemeriksaan sputum BTA I. II dan III negatif,

diagnosis tuberkulosis dapat disingkirkan.

Untuk menilai kapaistas fungsional paru pada pasien ini seharusnya dilakukan

sprometri namun gagal dilakukan karena pasien tidak dapat meniup alat spirometri

dengan benar sehingga hasilnya tidak valid.

Penatalaksanaan pada pasien ini dengan konservatif yaitu pemberian

antibiotik, mukolitik, ekspektoran, oksigenasi adekuat, dan drainase sputum dengan

fisioterapi. Pembedahan pada pasien tidak bisa dilakukan katena bronkiektasi yang

terjadi cukup luas dengan melibatkan segmen paru kiri dan kanan dan sudah terjadi

Kor Pulmonal Kronik.

21

Page 22: paru - bronkiektasis stase paru

Diagnosis Kor Pulmonal Kronik ditegakkan berdasarkan keluhan pasien saat

datang berobat, yakni adanya kaki sembab dan mudah merasa lelah yang merupakan

tanda hipoksemia yang sudah dirasakan sejak 1 tahun belakangan ini. Dan pada

pemeriksaan fisik ditemukan edema kaki, pulsasi epigastrium, tanda-tanda

pembesaran jantung kanan berupa pergeseran iktus kordis ke lateral dan adanya

bising sistolik di ostium trikuspid. Disertai bunyi Suara II yang lebih keras di ostium

pulmonal dibandingkan di ostium Aorta yang merupakan tanda-tanda adanya

hipertensi pulmonal. Hepatomegali dan peninggian tekanan vena jugularis ini sesuai

dengan gagal jantung kanan.

Pada ECG ditemukan adanya deviasi aksis ke kanan diikuti dengan S

persisten di Lead V5 dan V6 dan perbandingan R/S di V1 < 1 yang semuanya

patognomis untuk pembesaran Ventrikel Kanan. Dari Ekhokardiografi diteumkan

adanya pembesaran ruang jantung Ventrikel Kanan dan Atrium Kanan.

Untuk Penatalaksanaan kor Pulmonal kronik pada pasien ini meliputi

konseling untuk menghindari segala jenis polutan dan latihan pernafasan yang

dibantu oleh ahli fisioterapi, memperbaiki fungsi paru dan memperbaiki fungsi

jantung. Obat-obatan yang diberikan yaitu bronkodilator, mukolitik dan ekspektoran,

antibiotik, oksigenasi dan pemberian diuretika.

Prognosis pada pasien ini jelek karena telah mengalami bronkiekrasis berat

dengan adanya Kor Pulmonal Kronik. Angka kematian setelah 5 tahun mencapai

68%.

22

Page 23: paru - bronkiektasis stase paru

DAFTAR PUSTAKA

1. Prendergast TJ,MD &Ruoss SJ,MD. Pulmonary Disease.Pathophysiology of Disease:

An introduction to Clinical Medicine, Fourth Edition. International Edition

2003:219-259.

2. Rahmatullah P. Bronkiektasis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II edisi IV,

FKUI Jakarta, 2007: 1035-1039

3. Weiberger SE. Bronchiectasis. Harrison’s Principles of Internal Medicine Volume II.

16 edition New York: Mc Graw-Hill, 2005; 1541-1543

4. Fishman, A., Bronchiectasis in Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders .4th

edition, McGraw Hill. 2008

5. Weycker D, Edelsberg J, Oster G, et al: Prevalence and economic burden of

bronchiectasis. Clin Pulm Med 12:2005,

6. Patel IS, Vlahos I,Wilkinson TMA, et al: Bronchiectasis, exacerbation indices and

inflammation in chronic obstructive pulmonary disease. Am J Respir Crit Care

Med 170:400, 2004.

7. Harun S, Wijaya IP. Kor Pulmonal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I

edisi IV, FKUI Jakarta, 2007: 1680-1681.

8. Hatmoko, Cor Pulmonale dalam Medical Review 2, Palaran, Samarinda. 2006

9. Moerdowo,R.M, Prof. dr, Kor Pulmonal Kronik, FK-Unud, RS. Sanglah, Denpasar

Bali, 2004.

23


Related Documents