YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
Page 1: P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n ... · 4 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l 575 135 2206
Page 2: P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n ... · 4 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l 575 135 2206

2 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l

REFLEKSI 2019

Pemilihan Umum Serentak Tahun 2019 telah terselenggara. Pemilu sebagai bentuk

demokrasi prosedural, telah menghasilkan pemerintahan baru, yakni Presiden dan Wakil

Presiden, DPR, DPD, dan DPRD diseluruh wilayah Indonesia. Namun Pemilu 2019 masih

menyisakan pekerjaan rumah yang belum usai, juga memberikan tantangan baru bagi

pemerintahan terpilih dalam penyelenggaraan negara yang demokratis dan konstitusional.

Pertama, Pemilu 2019 masih menyisakan residu penegakan hukum pemilu.

Dilantiknya Anggota DPR dan DPRD periode 2019 – 2024, tidak serta merta menjadi

penanda pemilu telah usai sepenuhnya. Muncul sengketa hukum yang mestinya tuntas

sebagai bagian dari proses penegakan hukum pemilu. Seperti penentuan caleg terpilih

(PAW PDIP) dan kasus pergantian caleg terpilih (Gerindra – Mulan Jamela dkk),

seharusnya diselesaikan dalam perselisihan hasil di Mahkamah Konstitusi yang merupakan

penanda telah berakhirnya pemilu. Akan tetapi, justru muncul sempalan sempalan

mekanisme diluar prosedur hukum yang telah ditentukan dalam UU Pemilu.

Atas kondisi penegakan hukum pemilu itu, KODE Inisiatif melakukan assessment awal,

atas penerapan electoral justice system di Indonesia. Assesment yang menggunakan

istrumen panduan International IDEA ini, secara menyeluruh melingkupi 40 pertanyaan

mengenai prinsip penegakan hukum, kelembagaan, waktu penanganan, dan lainnya.

Hasilnya, ada 6 persoalan yakni sebagai berikut:

1. Tumpang Tindihnya Kewenangan Lembaga Penegakan Hukum Pemilu

Seperti kewenangan Bawaslu menangani pelanggaran administrasi dalam

proses rekapitulasi hasil pemilu dengan kewenangan MK menyelesaikan

perselisihan hasil pemilu. Penanganan sengketa pencalonan (kasus OSO), antara

MK, MA, dan PTUN. Sengketa hasil pemilu antara MK dengan Mahkamah Partai dan

Pengadilan Negeri (Mulan Jamela cs). Batasan kewenangan masing-masing mesti

dipertegas sehingga persinggungan kewenangan semakin jelas dan tidak tumpang

tindih. Komitmen kelembagaan yang memang akan sulit jika masing-masingnya

merasa memiliki kewenangan untuk menyelesaikan.

2. Minimnya Pendidikan Keahlian bagi Bawaslu sebagai Lembaga EJS

Pejabat Bawaslu (keanggotaan maupun pendukung) diberbagai tingkatan belum

mendapatkan pendidikan secara berkelanjutan dan intensif terkait dengan tugas

dan fungsinya. Umumnya setelah terpilih, pejabat Bawaslu langsung dibebankan

dengan pelaksanaan tugas rutin dalam penanganan pelanggaran dan menjadi

pemutus (hakim) dalam sengketa pemilu. Karena itu, kedepan perlu dibangun

pendidikan secara intensif bagi pejabat Bawaslu dalam penegakan hukum pemilu.

Page 3: P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n ... · 4 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l 575 135 2206

3 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l

3. Penegakan Etika Penegak Hukum Pemilu oleh DKPP dan majelis etik lainnya.

Penegakan etik lembaga penegak hukum pemilu (EJS) yakni Bawaslu dan KPU

telah berjalan, melalui DKPP untuk tingkat kabupaten hingga pusat. Namun proses

penanganan kode etik cenderung tidak memiliki batasan waktu yang jelas bahkan

cenderung lama. Begitu juga penanganan etik oleh kelembagaan lainnya yang

terlibat dalam penegakan hukum pemilu seperti MK, PN, PT, PTUN, MA, serta

penegak hukum lainnya. Karena itu, kedepan perlu penataan penangaan etik

kelembagaan EJS agar sesuai sifat penyelenggaraan pemilu yang cepat dengan

limitasi waktu terbatas.

4. Proses Penegakan Hukum Murah dan Aksessibel

Prinsip pengajuan laporan dan permohonan tidak dipungut biaya, baik di

Bawaslu, DKPP maupun Mahkamah Konstitusi. Lembaga EJS juga sudah

melaksanakan prinsip pelayanan yang sama untuk semua pihak. Hal ini ditunjukkan

dengan diperlakukannya para pihak secara adil tanpa memandang suku, agama, ras

dan kelompok gender tertentu. Seluruh proses penegakan hukum pemilu juga dapat

diakses dengan mudah oleh public.baik itu melalui siaran langsung, online bahkan

public dapat menyaksikan ditempatnya secara langsung. Putusan atas proses

seperti Putusan DKPP dan MK dapat langsung diakses. Namun pekerjaan rumah

bagi Bawaslu, belum memiliki system publikasi putusan sengketa yang terintegrasi

dan cepat untuk seluruh jenjang.

5. Transparansi Proses namun Belum Mampu Memberikan Perlindungan Bagi

Pemilih

Sistem pelaporan pelanggaran dan sengketa, tidak memiliki sistem perlindungan

dan kerahasiaan pelapor. Sistem yang dibangun tidak didesain untuk memberikan

perlindungan dan mengakomodir kerahasiaan pelapor, namun baru sebatas

berorientasi pada upaya meningkatkan partisipasi untuk melaporkan dugaan

pelanggaran.

6. Akuntabilitas vs Timeliness

Penegakan hukum pemilu berorientasi pada kecepatan proses. Namun juga

menuntut akuntabilitas baik proses maupun mekanisme penanganan, serta sangat

rigit dan kaku.

Page 4: P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n ... · 4 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l 575 135 2206

4 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l

575

135

2206

17610

DPR RI

DPD RI

DPRD Prov

DPRD Kab/Kota

Sumber: Data KPU, diolah KODE Inisiatif

Kedua, konteks pelaksanaan demokrasi substansial, muncul harapan bahwa

pemerintahan baru mampu menerjemahkan kehendak publik melalui penyelenggaraan

Negara yang demokratis dan konstitusional. Pemilu 2019, telah menghasilkan 1 orang

pasang calon Presiden dan Wakil Presiden, 575 Anggota DPR, 135 Anggota DPD, serta

2.206 Anggota DPRD di 34 Propinsi, dan 17.610 Anggota DPRD di 512 Kabupaten/Kota.

Namun tantangannya, Pemilu

2019 telah menghasilkan peta koalisi

partai politik yang tidak berimbang,

tersentralisasi pada kekuatan pendukung

pemerintah terpilih. Sentralisasi partai

politik pada satu kekuatan, bisa menjadi

tantangan sendiri.

Satu sisi, kebijakan pemerintahan

akan sangat efektif dan mudah untuk

dibangun. Namun disisi lainnya,

pengambilan kebijakan tanpa kontrol

yang berimbang justru dapat

menjerumuskan pemerintahan dengan

menghasilkan kebijakan yang tidak

responsif (Philippe Nonet dan Philip

Selznick, Law and Society in Transition:

Toward Responsive Law (New York:

Harper and Row, 1978). Kasus

perubahan UU KPK, dan pembahasan

RUU KUHP memperlihatkan bagaimana

respon publik yang sangat kuat atas

kebijakan yang nirpartisipasi.

PDIP, 128

Golkar,85

Gerindra, 78

Nasdem, 59

PKB, 58

Demokrat54

PKS, 50

PAN, 44 PPP, 19

PEROLEHAN KURSI PARTAI DI DPR

Koalisi Pemerintah

74%

Oposisi9%

Tidak Menentukan Sikap17%

PETA KEKUATAN DI PARLEMEN 2020 - 2024

Sumber: diolah KODE Inisiatif dari berbagai sumber

Sumber: Data KPU, diolah KODE Inisiatif

Page 5: P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n ... · 4 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l 575 135 2206

5 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l

PROYEKSI 2020

Ada beberapa momentum penting di Tahun 2020 yang perlu dicermati. Pertama, akan

diselenggarakan rangkaian terakhir pilkada serentak sebelum keserentakan secara

nasional 2024. Kedua, Konteks pengambilan kebijakan, pemerintahan telah menyiapkan

sejumlah rancangan undang-undang dalam program legislasi nasional sepanjang 5 tahun.

Terlihat bahwa pemerintah sedang memberikan prioritas untuk penataan regulasi,

khususnya dalam bidang ekonomi (33 RUU), sumber daya alam (27 RUU), kesejahteraan

sosial (11 RUU), penegakan hukum (5 RUU), dan paket politik (4 RUU).

A. Pilkada Serentak 2020

Pilkada Serentak 2020 akan diselenggarakan di 270 daerah, yakni 9 Pemilihan

Gubernur, 224 Pemilihan Bupati, dan 37 Pemilihan Walikota. Tantangannya, praktik

penyelenggaraan pemilu (2019) berkembang sangat pesat bahkan meninggalkan

pengaturan dan praktik pilkada. Pengaturan Pilkada dan Pemilu menggunakan undang-

undang berbeda, sehingga pemilih, peserta pemilu, dan penyelenggara harus melakukan

penyesuaian. Pendaftaran pemantau pemilu tidak lagi kepada Bawaslu dan kembali ke

KPU. Kewenangan penanganan pelanggaran administrasi oleh Bawaslu tidak lagi

menghasilkan Putusan namun Rekomendasi. Bawaslu Kabupaten/Kota kembali menjadi

lembaga adhoc, serta syarat pencalonan akan berbeda beda.

Sedangkan bagi Partai Politik, Pilkada 2020 merupakan pondasi awal menyusun

kekuatan menghadapi Pemilu Serentak 2024. Memenangkan pilkada, menjadi modalitas

pemenangan Pemilu 2024 dengan menggunakan kekuatan kepala daerah dan potensinya.

Berdasarkan itu, ada beberapa isu krusial yang perlu diantisipasi:

1. Demokrasi Partisipatif

Kasus operasi tangkap tangan salah satu Komisioner KPU, akan berdampak

terhadap kinerja, moralitas dan semangat, serta kepercayaan terhadap penyelenggara.

Namun tantangan lebih besar justru pada kepercayaan pemangku kepentingan

terhadap sistem demokrasi yang telah dibangun.

Pasca kasus itu, penyelenggara pemilu mesti lebih kuat untuk melakukan penataan

di internal penyelenggara. Juga meyakinkan publik bahwa sistem demokrasi melalui

penyelenggaraan pemilu dan pilkada langsung merupakan pilihan yang terus mesti

dijaga. Keterlibatan publik secara langsung justru mesti ditingkatkan, karena

kepentingan elit politik sangat kuat dan potensial menimbulkan penyimpangan. Oleh

karena itu, bangunan demokrasi yang dipilih kedepannya mesti melibatkan partisipasi

publik yang lebih luas.

Page 6: P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n ... · 4 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l 575 135 2206

6 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l

2,757

1,543

2,566

4,506

2,524

802

5,814

18,995

Pilkada 2015

Pilkada 2017

Pilkada 2018

Pemilu 2019

Temuan & Laporan Pelanggaran

Temuan

Laporan

Sumber: Data Bawaslu, diolah KODE Inisiatif

2. Penyelenggaraan Pilkada

a. Regulasi

Penataan regulasi akan menjadi tantangan bagi penyelenggara pemilu baik KPU

dan Bawaslu. Praktik penyelenggaraan yang berkembang, seperti rencana

rekapitulasi elektronik, penyesuaian kondisi kelembagaan Bawaslu (adhoc vs

permanen), penegakan hukum pilkada, dan lainnya, perlu penataan regulasi. Namun

tantangannya, revisi UU Pilkada tidak masuk dalam prioritas pembahasan, menanti

putusan MK juga membutuhkan waktu. Saat inipun masih ada 3 permohon

pengujian Undang-Undang Pilkada di MK, jika diputus ditengah proses tentu

berpotensi mengganggu tahapan berjalan.

Oleh karena itu, KPU dan Bawaslu mesti dengan segera melakukan penataan

regulasi. Bukan hanya kecepatan, namun akurasi dan konstitusionalitasnya mesti

dipastikan. Sebab, regulasi regulasi itu potensial dipersoalkan oleh pihak

berkepentingan dan diuji konstitusionalitas, ketika dianggap melanggar hak hak

peserta pilkada.

b. Partisipasi Penegakan Hukum

Partisipasi dalam penggunaan hak pilih cukup tinggi. Rata rata diatas lima puluh

persen, seperti Pilkada Serentak 2015 (69,23%), 2017 (74,5%), 2018 (73,24%) dan

Pemilu 2019 (81,69%). Meskipun di daerah tertentu, partisipasi bisa sangat rendah

dibanding rata rata nasional. Seperti partisipasi dalam Pilkada Kota Medan 2015,

hanya 26%.

Namun partisipasi mestinya tidak hanya dimaknai sebatas menggunakan hak

pilih, mestinya juga partisipasi dalam penegakan hukum pemilu. Kecenderungan

Pilkada, proses penanganan pelanggaran berangkat dari laporan baik oleh kandidat,

tim sukses/simpatisan maupun pemilih. Berbeda dengan Pemilu 2019 yang justru

didominasi oleh temuan yang berasal dari kerja pengawasan Bawaslu.

Page 7: P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n ... · 4 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l 575 135 2206

7 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l

Tantangan kedepan, partisipasi penegakan hukum pemilu masih akan

didominasi oleh Bawaslu, kandidat dan simpatisannya. Oleh karena itu, perlu

didorong partisipasi publik untuk turut terlibat dalam penegakan hukum.

Penegakan hukum pemilu tidak hanya menjadi domain Bawaslu atau kandidat dan

simpatisannya. Namun keterlibatan pemantau pemilu dan pemilih bisa

dioptimalkan.

3. Kandidasi

a. Kecenderungan Calon Tunggal Meningkat

Calon tunggal muncul setelah Putusan MK No.100/PUU-XIII/2015 yang menguji

UU 8/2015. Sebelum dibatalkan MK, UU Pilkada mengharuskan minimal 2 orang

pasang calon untuk bisa menyelenggarakan pilkada. Jika tidak, pelaksanaan pilkada

di daerah itu akan ditunda pada pilkada tahun berikutnya.

Sejak pemberlakuannya 2015, jumlah calon tunggal terus mengalami

peningkatan dari 3 (2015), naik menjadi 9 (2017), dan 16 daerah pilkada calon

tunggal pada 2018.

Kedepan, potensi calon tunggal akan naik. Selain karena kecenderungannya naik,

juga digunakannya peluang ini sebagai strategi pemenangan oleh kandidat. Hampir

seluruh pilkada dengan calon tunggal dimenangkan calon tunggal, kecuali Pilkada

Kota Makasar 2018.

b. Hukum Sebagai Strategi Pemenangan Pilkada

Penggunaan mekanisme hukum sebagai strategi pemenangan potensial

dilakukan oleh peserta Pilkada. Celah hukum seperti calon tunggal, akan digunakan

sejak awal, tidak hanya dengan cara borong dukungan partai. Ada beberapa strategi

Sumber: Data KPU, diolah KODE Inisiatif

Page 8: P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n ... · 4 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l 575 135 2206

8 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l

hukum lainnya seperti: (1) menggunakan sengketa pencalonan untuk tidak

meloloskan kandidat lain. Beberapa kasus sengketa pencalonan di Bawaslu dengan

melibatkan pihak terkait, potensial digunakannya sebagai ruang penghambat yang

strategis. (2) Penggunaan instrument penanganan pelanggaran untuk

mendiskualifikasi kandidat lain. Sejumlah regulasi membuka peluang diskualifikasi

kandidat seperti politik uang, tidak melaporkan dana kampanye, petahana

melakukan penggantian pejabat dan lainnya.

Model kecurangan dalam pilkada tidak akan jauh berbeda dengan pola yang

berkembang selama ini. Seperti Pilkada 2018, pelanggaran masa kampanye dan

masa tenang, meliputi pelanggaran alat peraga kampanye, politisasi birokrasi,

politik uang, kampanye diluar jadwal dan lainnya. Model pelanggaran seperti HOAX

dan SARA seperti Pemilu Serentak 2019 tidak cukup signifikan. Sebab kompetisinya

tidak tersentralisasi seperti Pilpres. Koalisi partai juga cenderung cair dan

pragmatis. Meskipun demikian, soal Hoax dan SARA perlu diwaspadai.

Sumber: Data Bawaslu, diolah KODE Inisiatif

115179

1532

871

680

657

148

137

187

Pelanggaran APK

Politisasi Birokrasi (Fasilitas Negara)

Kampanye Luar Jadwal

Politik Uang

Kampanye di Tempat Terlarang

Kampanye Tanpa Izin

Pelibatan Anak

Mengganggu Ketertiban Umum

Pelanggaran Kampanye dan Masa Tenang Dalam Pilkada 2018

Page 9: P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n ... · 4 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l 575 135 2206

9 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l

1124

152

134

122

Keterlibatan BUMN/BUMD

Keterlibatan ASN, Perangkat Desa &Pejabat Daerah

Penggunaan Fasilitas Negara

Pejabat Tanpa Cuti Kampanye

Sumber: Data Bawaslu, diolah KODE Inisiatif

Pelanggaran Politisasi Birokrasi dan Penggunaan Fasilitas Negara

Pelanggaran terkait APK memang mendominasi, namun yang perlu

diantisipasi dan menjadi isu krusial adalah terkait politik uang dan politisasi

birokrasi. Sepanjang pelaksanaan pilkada, kedua jenis pelanggaran ini selalu muncul

dan menjadi perhatian serius karena bisa berdampak secara signifikan terhadap

hasil pemilihan. Berdasarkan data Pilkada 2018 lalu, modus politik uang cukup

beragam mulai dari menjanjikan atau memberi uang, pemberian sembako,

pengobatan gratis, bazar murah hingga door prize. Kasus serupa dalam politik uang

potensial akan kembali terjadi dalam Pilkada 2020.

Selain politik uang, politisasi birokrasi menjadi isu krusial yang potensial

digunakan dalam Pilkada 2020. Kasus ini dapat mengganggu pelaksanaan pilkada

demokratis. Ada beberapa modus yang sering terjadi, seperti penggunaan fasilitas

negara, keterlibatan ASN, perangkat desa dan pejabat daerah, keterlibatan

BUMN/BUMD, bahkan banyak kasus pejabat tidak melakukan cuti dalam

pelaksanaan kampanye

535

35

19

14

37

40

Politik Uang

Pemberian Door Prize

Bazar Murah

Pengobatan Gratis

Pembagian Sembako

Menjanjikan Uang

Sumber: Data Bawaslu, diolah KODE Inisiatif

Pelanggaran Politik Uang Dalam Pilkada 2018

Page 10: P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n ... · 4 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l 575 135 2206

10 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l

4. Potensi Sengketa

Jumlah perkara perselisihan hasil pilkada yang ditangani MK cukup tinggi. Pilkada 2015

dan 2017, lebih dari separuhnya diajukan sengketa. Seperti 2015, dari 264 pilkada – 152

kasus diajukan ke MK. Begitu juga 2017, dari 101 pilkada – 60 kasus ditangani MK. Namun

untuk 2018 persentasenya menurun, dari 171 pilkada – 72 kasus ditangani MK. Menurunnya

persentase kasus 2018, dipengaruhi pelaksanaan Pemilu Serentak 2019 yang jadwalnya

berdekatan. Perselisihan Hasil Pilkada berlangsung bulan Juli 2018 dan pada saat yang sama

pencalonan anggota DPR, DPD dan DPRD sedang berlangsung. Sehingga tidak banyak

kandidat yang mempertaruhkan sumberdayanya untuk sengketa di MK, dan

menggunakannya untuk maju dalam Pemilu 2019.

Jika melihat kenaikan prosentase 2015 – 2017, dan faktor penurunan kasus 2018

karena berhimpitan dengan tahapan Pemilu 2019, maka potensi sengketa 2020 akan

mengalami kenaikan. Muncul kesadaran bahwa hukum menjadi strategi untuk

memenangkan perkara. Perselisihan hasil pilkada akan menjadi ruang pertarungan

akhir untuk menang, juga ruang pengaduan atas ketidakpuasan terhadap proses

penyelenggaraan.

5. Potensi Konflik

Setiap daerah pilkada memiliki potensi konfliknya masing-masing. Menurut data

Sistem Nasional Pemantauan kekerasan (SPNK) periode 2002 -2015, ada sejumlah

daerah tercatat mengalami konflik. Sistem SNPK ini merupakan sistem informasi

tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Dimana

152

60

72

264

101

171

Pilkada 2015

Pilkada 2017

Pilkada 2018

Perbandingan Jumlah Pilkada & Sengketa Hasil

Jml Pilkada Jml Sengketa

Sumber: Putusan MK, Diolah KODE Inisiatif

Page 11: P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n ... · 4 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l 575 135 2206

11 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l

proyek SNPK dipimpin oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia

dan Kebudayaan (PMK), dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

Berdasarkan data SPNK itu, 9 dari 9 propinsi yang akan menyelenggarakan

Pilkada 2020, memiliki riwayat konflik. Tertinggi berada di Sulawesi Tengah dengan

885 sejarah konflik, Kalimantan Tengah 553, Sulawesi Utara 475, Jambi 111, Bengkulu

105, Sumatera Barat 85, Kalimantan Selatan 71, Kepulauan Riau 68, Kalimantan Utara

19.

105

111

71

553

19

68

885

475

85

BENGKULU

JAMBI

KALIMANTAN SELATAN

KALIMANTAN TENGAH

KALIMANTAN UTARA

KEPULAUAN RIAU

SULAWESI TENGAH

SULAWESI UTARA

SUMATERA BARAT

Sumber: Data SPNK, diolah KODE Inisiatif

Provinsi Pilkada 2020 Yang Memiliki Sejarah Konflik

Page 12: P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n ... · 4 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l 575 135 2206

12 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l

Sedangkan dari 161 kabupaten dan kota penyelenggara Pilkada 2020, terdapat

88 daerah yang memiliki sejarah konflik. Memang konflik yang terjadi cukup beragam

mulai dari kriminalitas, konflik tata kelola pemerintahan, konflik pemilihan dan jabatan,

konflik identitas dan konflik sumber daya, kekerasan dalam penegak hukum dan

lainnya

608

391

309

306

234

209

193

112

99

99

Makassar

Medan

Surabaya

Poso

Manado

Palu

Ternate

Kab. Bima

Bandar Lampung

Sompu

Sumber: Data Bawaslu, diolah KODE Inisiatif

10 Daerah dengan Sejarah Konflik Terbanyak

Page 13: P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n ... · 4 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l 575 135 2206

13 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l

Peta Sejarah Konflik di 88 Daerah dari 270 Daerah Yang Akan Pilkada di Tahun 2020

Page 14: P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n ... · 4 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l 575 135 2206

14 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l

B. Kebijakan Pemerintah Konstitusional

Secara umum, kebijakan pemerintah melalui pembentukan undang-undang akan sangat

rawan mengabaikan rambu rambu dalam konstitusi. Apalagi jika melihat peta koalisi partai

yang tersentralisasi pada kekuatan pemerintah. Kebijakan hukum yang akan dilahirkan

potensial terjebak pada orientasi kemudahan sehingga mengabaikan konstitusionalitasnya.

Jika berangkat dari pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi, ada banyak

kebijakan serupa yang akhirnya diuji hingga dibatalkan/ ditafsirkan oleh MK.

Paling tidak, sepanjang 16 Tahun Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang

terhadap UUD 1945, kebijakan tentang Pemerintahan Daerah (utamanya Pilkada) paling

banyak diuji, selanjutnya hukum pidana, pemilu, kekuasaan kehakiman dan penegakan

hukum. Artinya, banyak kebijakan yang potensial dipersoalkan konstitusionalitasnya di

Mahkamah Konstitusi.

Sumber: Buku Membaca 16 Tahun MK oleh KODE Inisiatif

212

161

159

145

84

83

65

54

48

44

37

34

33

28

27

25

24

23

22

19

16

13

5

1

Pemda

Hukum pidana

Pemilu

Kekuasaan Kehakiman

Penegakan hukum

Parpol, Parlemen & Kementerian Negara

Hukum bisnis

Sumber daya alam

Ketenagakerjaan

Pajak dan bea

Pendidikan

Keuangan Negara

Sosial & Identitas Nasional

Informasi & Pelayanan Publik

Jaminan social

Kesehatan

Birokrasi & Kependudukan

APBN

Hukum perdata

Transportasi & Lalu Lintas

Agraria

perundang-undangan

Keamanan & Pertahanan Nasional

Tidak Disebutkan

Kategori Pengujian UU di MK

Page 15: P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n ... · 4 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l 575 135 2206

15 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l

Hal itulah yang mestinya diperhatikan oleh Pemerintah dan DPR. Apalagi telah

ditetapkannya Prolegnas 2020-2024. Paling tidak ada 248 undang-undang yang akan

dibahas dalam periode ini. Undang-undang terkait ekonomi dan bisnis menjadi regulasi

yang paling banyak direncakan untuk dibahas. Seperti RUU tentang Sistem Perindustrian

Nasional, Sistem Perekonomian Nasional, BUMN, Investasi Penanaman Modal Daerah, OJK,

Finansial Teknologi, dan lainnya. Selanjutnya terkait Sumber Daya Alam, Sosial Budaya dan

Identitas Nasional, Pemerintah Daerah, kesehatan dan lainnya.

Kategori Ekonomi dan Bisnis memang menjadi kategori rancangan undang-undang

paling banyak. Bahkan tidak menutup kemungkinan, materi RUU di kategori lain

bersinggungan dengan persoalan ekonomi dan bisnis. Misalnya, kategori Sumber Daya

Alam berhimpitan dengan penanaman modal, sehingga seperti RUU tentang Kehutanan,

RUU tentang Pertembakauan, RUU tentang Perkelapasawitan, RUU tentang Pertambangan

Mineral dan Batu Bara, RUU tentang Pemanfaatan Tenaga Surya, dan RUU tentang Minyak

dan Gas Bumi dibuat atau ditinjau kembali untuk menciptakan iklim yang ramah dengan

investasi.

Ada pula dalam kategori Pemerintahan Daerah, RUU tentang Badan Usaha Milik

Desa akan dirancang untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian di basis

pemerintahan yang paling rendah. Di sisi lain, bidang Ekonomi dan Bisnis juga disilangkan

dengan pemanfaatan teknologi, sehingga salah satu rancangan undang-undang pada

kategori Teknologi Informasi dan Pelayanan Publik, yaitu RUU tentang Transportasi

Daring, disusun untuk menjawab tantangan bisnis transportasi berbasis internet yang saat

ini menjadi kebutuhan sehari-hari publik yang tidak terelakkan.

Data kebijakan bidang ekonomi di atas sejalan dengan wacana pemerintahan

Presiden Jokowi dalam penataan regulasi di Indonesia. Presiden memberikan perhatian

cukup besar terhadap perkembangan perekonomian nasional dan iklim investasi. Salah

satu yang paling menjadi perhatian dan prioritas Presiden adalah terkait pembentukan

omnibuslaw yakni terkait “Ketentuan dan Fasilitasi Perpajakan untuk Penguatan

Perekonomian”, dan “Cipta Lapangan kerja”.

Kebijakan ambisius ini akan terkait dengan penataan 82 undang-undang dan 1.100

pasal yang dinilai tumpang tindih dan menghambat investasi (Sofyan Jalil – Menteri

ATR/BPN).1 Pembahasan ini melibatkan perwakilan lembaga/ kementerian, pengusaha,

kepala daerah, akademisi, dan tokoh masyarakat. Akan tetapi terkait Omnibuslaw Cipta

Lapangan Kerja, dianggap minim melibatkan perwakilan buruh.2

1 https://katadata.co.id/berita/2019/12/27/mengenal-omnibus-law-jurus-pamungkas-pemerintah-menarik-investasi 2 Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI). https://bisnis.tempo.co/read/1281097/omnibus-law-cipta-lapangan-kerja-kspsi-buruh-tak-dilibatkan/full&view=ok

Page 16: P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n ... · 4 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l 575 135 2206

16 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l

33

27

18

16

13

12

12

11

11

11

10

10

8

8

7

7

6

5

5

5

4

4

2

2

1

Ekonomi dan Bisnis

Sumber Daya Alam

Sosial-Budaya dan Identitas Nasional

Pemerintahan Daerah

Kesehatan

Hukum Perdata

Birokrasi dan Kependudukan

Pertahanan dan Keamanan Nasional

Ketenagakerjaan

Jaminan Sosial

Perpajakan

Hukum Pidana

Keuangan Negara

Agraria

Transportasi dan Perhubungan

Teknologi Informasi dan Pelayanan Publik

Kekuasaan Kehakiman

Perundang-Undangan

Penegakan Hukum

Pendidikan

Partai Politik, Parlemen, dan Kementerian Negara

Lingkungan Hidup dan Tata Ruang

Kepemudaan dan Olahraga

Hukum Internasional

Pemilihan Umum

Sumber: Data website DPR, diolah KODE Inisiatif

Jumlah Kategori Prolegnas 2020-2024

Melihat kuatnya orientasi pemerintah untuk pertumbuhan ekonomi dan bisnis,

maka tidak dipungkiri jika kebijakan itu potensial mengabaikan aspek konstitusionalitas

sebuah undang-undang. Aspek kepastian hukum penting menjadi orientasi, namun

persamaan dihadapan hukum juga tidak dapat diabaikan. Misalnya, ketika pemerintah

berorientasi pada kepastian hukum dalam berusaha, maka pada saat yang sama mesti

dilihat juga keseimbangan kepentingan aktor terdampak dari pengambilan kebijakan. Agar

prinsip persamaan dihadapan hukum tidak terlanggar. Begitu juga jika kebijakan ekonomi

akan diberlakukan, ada aspek dalam konstitusi yang mesti diperhatikan, seperti setiap

orang memiliki hak untuk bekerja dan mendapatkan imbalan yang layak.

Page 17: P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n ... · 4 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l 575 135 2206

17 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l

Aspek konstitusionalitas kebijakan itu akan sangat luas, oleh karena itu dalam

pengambilan kebijakan mesti memperhatikan tidak hanya satu aspek namun lebih

komprehensif. Hal ini bisa dilihat dari pengalaman Mahkamah Konstitusi memutus

pengujian undang-undang terhadap UUD 1945. Ada banyak ketentuan dalam konstitusi

yang sering menjadi rujukan MK dalam memutus perkara.

Paling banyak, MK mendasarkan pada ketentuan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945

terkait kepastian hukum dan persamaan dihadapan hukum. Selanjutnya ada beberapa

ketentuan yang sering dirujuk seperti Pasal 27 ayat (1), Pasal 28I ayat (2), Pasal 1 ayat (3),

Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 dan lainnya. Ketentuan itu menyangkut soal persamaan

dihadapan hukum dan pemerintahan, bebas dari perlakuan diskriminatif, Negara hukum,

pembatasan atas hak melalui undang-undang, hak yang sama dalam pemerintahan, hak

bekerja dan mendapatkan imbalan yang layak, hak untuk mendapat perlindungan diri,

keluarga, harkat dan martabat, serta harta benda, serta hak memperjuangkan hak kolektif.

Sumber: Buku Membaca 16 Tahun MK, KODE Inisiatif

Berdasarkan hal itu, maka sepanjang 2020 terkait kebijakan yang menyangkut

perekonomian dan bisnis serta kebijakan terkait lainnya, potensial dan rawan

bertentangan dengan konstitusi. Juga tidak menutup kemungkinan kebijakan pada

umumnya yang telah menjadi prioritas pengambilan kebijakan oleh pemerintah dan DPR.

Seperti kebijakan terkait paket politik, khususnya UU Pemilu. Berdasarkan data

kategori pengujian UU di MK, terkait dengan pemilu, baik Pemilu, Penyelenggara Pemilu,

265

71

60

48

44

39

38

35

34

29

28D (1)

27 (1)

28I (2)

1 (3)

28J (2)

28D (3)

28D (2)

28G (1)

28C (2)

28H (2)

10 Pasal UUD 1945 Paling Sering Digunakan MK dalam Putusan

Page 18: P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n ... · 4 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l 575 135 2206

18 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l

Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden, dan Pilkada, merupakan undang-undang paling banyak

diujikan di MK. Pembahasan UU Pemilu mesti belajar dari banyaknya ketentuan dalam UU

Pemilu yang pada akhirnya dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Sehingga dalam

perubahan UU Pemilu tidak hanya berorientasi pada kepentingan politik semata, namun

mesti memperhitungkan aspek konstitusionalitasnya.

Oleh karena itu, penting bagi Pemerintah, DPR, dan pemangku kepentingan lainnya

untuk memperhatian putusan MK. Mematuhi dan menjalankan apa yang memang menjadi

pertimbangan MK yang merupakan pengawal konstitusi. Jika tidak, banyak kebijakan yang

pada akhirnya berkali kali dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi karena tidak sejalan

dengan semangat Undang-Undang Dasar 1945.

C. Peran KODE Inisiatif

Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (KODE Inisiatif), pada 2020 genap berusia 5 tahun.

Oleh karena itu, melihat perkembangan demokrasi dan konstitusi terkini, telah

menetapkan arah baru kelembagaan. Lebih berorientasi pada terwujudnya “Pemilu dan

Penyelenggaraan Negara yang Konstitusi”.

Konteks penyelenggaraan Pemilu, perhatian terbesar KODE justru pada desain dan

proses penegakan hukum. Memang perlahan dilakukan penataan, namun ada sejumlah

perbaikan yang mesti terus diupayakan. Menyangkut desain penegakan hukum, agenda

lama yang memang selalu luput dari perhatian. Revisi UU Pemilu (juga Pilkada), hanya

berfokus pada aspek aspek sistem pemilu. Itupun aspek konstitusionalitasnya hampir

selalu kedodoran. Oleh karena itu, konteks perubahan kebijakan pemilu, selain soal desain

penegakan hukum pemilu juga diberikan perhatian lebih pada aspek konstitusionalitas UU

Pemilu.

Namun berbicara demokrasi, mestinya tidak berhenti pada prosedur semata yakni

pemilihan umum. Pemerintahan hasil pemilu diharapkan mampu menjadi kanal

kepentingan warga Negara, dengan menghasilkan kebijakan yang konstitusional, tentu

demokratis pula. Oleh karena itu, terhadap kebijakan kebijakan penyelenggaraan Negara,

akan mendapatkan porsi lebih, untuk memastikan bahwa kebijakan hukum yang dibentuk

oleh pemerintah dan DPR konstitusional.

KODE Inisiatif sedang menyiapkan beberapa produk, seperti Constitutional Alert (CA),

Legislation Review (LR), dan Constitutional Review (CR) untuk mendorong kebijakan

konstitusional. Constitutional Alert memberikan peringatan dini kepada pengambil

kebijakan, apakah rancangan undang-undang yang sedang disusunnya memiliki potensi

pertentangan dengan konstitusi. Bahkan jika dibutuhkan, kajian lebih mendalam dalam

bentuk Legislation Review akan disiapkan. Bagaimana merumuskan kebijakan yang

konstitusional, baik dengan mengidentifikasi putusan putusan MK terdahulu, maupun

Page 19: P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n ... · 4 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l 575 135 2206

19 |P e m i l u d a n P e m b e n t u k a n K e b i j a k a n N e g a r a K o n s t i t u s i o n a l

menganalisa perintah UUD 1945. Namun jika pada akhirnya sebuah UU dibatalkan atau

ditafsirkan MK, Constitutional Review akan membantu menyebarluaskan pertimbangan

MK. Selain itu bentuk penataan pembentuk undang-undang pasca putusan MK yang harus

dilakukan. Oleh karena itu, aspek hukum yang dilihat akan sangat luas, tidak hanya

kebijakan politik (pemilu) juga kebijakan dibidang ekonomi, sosial, penegakan hukum dan

lainnya. Namun yang akan dilihatnya adalah aspek konstitusionalitas kebijakan tersebut.

Contact Person:

Ketua Kode Inisiatif Veri Junaidi 0852 6300 6929

Manajer Program M. Ihsan Maulana 0812 9290 9933

Koordinator Riset Violla Reininda 0821 1672 2151

Koordinator Kolese Konstitusi Rahmah Mutiara M. 0813 1876 6026


Related Documents