YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
Page 1: Novia Nur R 1102912 Manajemen Stress Konflik Uts Ap415 2014

NAMA : NOVIA NUR R.

NIM : 1102912

MATA KULIAH : MANAJEMEN STRESS DAN KONFLIK

JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER

1. Konflik dalam Organisasi

a. Makna Konflik dalam Organisasi

Konflik dalam organisasi sering dilihat sebagai sesuatu yang negatif. Oleh sebab

itu, penanganan yang dilakukan pun diarahkan kepada pernyelesaian konflik.

Sebuah realita bahwa konflik merupakan sesuatu yang sulit dihindari karena

berkaitan erat dengan proses interaksi manusia. Karenanya, yang dibutuhkan

bukan meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya sehingga bisa membawa

dampak yang tidak negatif bagi organisasi. Akan tetapi tidak semua konflik

merugikan, asalkan konflik tersebut ditata dengan baik maka dapat

menguntungkan organisasi. Dan semua anggota bisa menjadikan konflik dalam

organisasi sebagai sebuah pembelajaran dan bagian pertimbangan atas banyaknya

pemikiran-pemikiran yang berbeda pada setiap anggota organisasi.

b. Faktor Penyebab Konflik dalam Organisasi

Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.

Setiap adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki

pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan

pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini

dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani

hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.

Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman,

tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa

terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.

Perbedaan latar belakang sehingga membentuk pribadi-pribadi yang

berbeda.

Page 2: Novia Nur R 1102912 Manajemen Stress Konflik Uts Ap415 2014

Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran

dan pendirian Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya

akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.

Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang yang

berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing

orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-

kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang

berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal

pemanfaatan Para tokoh menanggap hutan sebagai kekayaan budaya

yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan

tidak boleh ditebang. Para menbang pohon-pohon karena dianggap

sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau Bagi para

pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor

guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta

lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus

dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu

kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik

sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula

menyangkut bidang, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok

atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok

buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di

antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai,

sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk

dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.

Perubahan-perubahan yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.

Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika

perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan

tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada

Page 3: Novia Nur R 1102912 Manajemen Stress Konflik Uts Ap415 2014

masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang

mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada

masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat

berubah menjadi nilai-nilai masyarakat. Nilai-nilai yang berubah itu

seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja

dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan

kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam

formal Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-

nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah

menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat

dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat

atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di

masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk

perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat

yang telah ada.

c. Bentuk Konflik

Berdasarkan bentuknya, konflik dibagi atas tiga yaitu:

1. Pseudo Conflict

Pseudo Conflict atau konflik tersembunyi (konflik batin) adalah sebuah bentuk

konflik yang masih tersembunyi namun menuntuk kewaspadaan atau antisipasi

kalau-kalau muncul ke permukaan.

Contoh Pseudo Conflict: Konflik Batin

Seorang yang baru lulus dari SMK jurusan Teknik Informatika mendapat tawaran

pekerjaan di sebuah perusahaan periklanan. Perusahaan ini mengkhususkan diri

memproduksi iklan-iklan berbentuk animasi untuk ditampilkan di televisi.

Pemuda ini memang lulusan dari program studi Teknik Informatika, tetapi jurusan

yang diambil bukan multi media melainkan jurusan jaringan. Karena itu, ia tidak

tahu banyak mengenai program-program aplikasi yang dibutuhkan dalam

pembuatan animasi. Hal ini ia sadari betul. Ia sangat yakin jika ia terima tawaran

Page 4: Novia Nur R 1102912 Manajemen Stress Konflik Uts Ap415 2014

tersebut pasti tidak bisa bekerja dengan baik, bahkan akan mengecewakan

perusahaan tersebut. Namun di sisi lain, melihat sulitnya mencari lapangan kerja

dan besarnya gaji yang ditawarkan oleh perusahaan iklan itu, ia sangat ingin

menerima tawaran tersebut. Ia bingung untuk menentukan sikap, menerima atau

menolak tawaran itu. Pertentangan ini membuat dia murung sepanjang waktu.

2. Silent Conflict

Silent Conflict atau konflik semu adalah suatu bentuk konflik yang belum

dinyatakan dan masih bersifat koar-koar (adu mulut) atau istilah familiarnya

Perang Dingin.

Contoh Silent Conflict: Perang Dingin antara Rusia dengan Negara-negara Barat

(AS dan NATO)

“Rusia tidak menghendaki perang dingin, tetapi juga tidak takut menghadapinya.

Dan, kalau Pakta NATO berniat putus hubungan dengan Rusia, maka silahkan

saja. Itu tidak masalah bagi Rusia. Kalau karena itu, Rusia tidak diterima menjadi

anggota organisasi perdagangan dunia WTO, maka juga tidak apa-apa. Semua

syarat menjadi anggota WTO yang sudah diterima Rusia tapi merugikan

perekonomian negeri beruang merah itu akan dibekukan”. (petikan pidato

Presiden Rusia)

Babak baru perang dingin antara Rusia dan Barat telah dimulai. Indikasi

dimulainya perang dingin ini adalah silang pendapat Rusia dan Barat dalam

menyikapi berbagai persoalan seperti, rencana penempatan sistem anti rudal AS

di Eropa Timur, keluarnya Moskow dari perjanjian pengurangan senjata

konvensional di Eropa, keberatan Rusia atas usaha Barat untuk memisahkan

Kosovo dari Serbia, dideportasinya diplomat Rusia dan Inggris menyusul

meningkatnya aktifitas spionase kedua negara ini.

Page 5: Novia Nur R 1102912 Manajemen Stress Konflik Uts Ap415 2014

Sejak runtuhnya Uni Soviet dan pembubaran perjanjian Pakta Warsawa, dengan

pimpinan AS, NATO mempergunakan kesempatan berkurangnya keamanan di

Eropa Timur dan berkurangnya pengaruh Rusia di kawasan tersebut untuk

memperluas jangkauan kekuasaannya ke wilayah tersebut. Dalam kesempatan ini,

AS dalam usahanya melemahkan pertahanan Rusia, pada tahun 2001 dengan

sepihak telah keluar dari perjanjian pelarangan pengembangan Rudal anti Balistik

(ABM) yang disepakati pada tahun 1972, dan melaksanakan draf sistem anti rudal

di Eropa Timur. Oleh karenanya Rusia melihat rencana Wasington ini

mengancam stabilitas negaranya.

Setelah 17 tahun runtuhnya Uni Soviet, Rusia dan Barat belum pernah melakukan

langkah positif untuk menyelesaikan berbagai persoalan diantara mereka. Sebagai

dua kekuatan yang saling bersaing, Rusia dan Barat selalu mengejar kepentingan-

kepentingan yang saling bertentangan. Penentangan Rusia terhadap usaha Barat

untuk memisahkan Kosovo dari Serbia dapat dinilai sebagai persaingan mereka

dalam bidang Geostrategis. AS dan Uni Eropa tengah berusaha mengurangi

pengaruh tradisional Rusia di kawasan Balkan. Namun tekanan Barat atas Rusia

akan mempengaruhi pula perilaku negara ini di kawasan-kawasan lain di dunia.

Jelas sekali bahwa dalam rangka menghadapi ancaman-ancaman Barat, Rusia

akan memperkuat hubungannya dengan kekuatan-kekuatan regional seperti Cina

dan India, juga dengan lembaga-lembaga regional seperti Organisasi Kerjasama

Shanghai (SCO).

3. Actual Conflict

Actual Conflict adalah konflik yang nyata terjadi antara satu pihak dengan pihak

lain dengan menggunakan kekuatan fisik maupun senjata api dan senjata tajam.

Contoh Actual Conflict: Invasi Militer Amerika serikat ke Irak

Invasi Irak 2003 dengan kode “Operasi Pembebasan Irak” secara resmi mulai

pada tanggal 20 Maret 2003. Tujuan resmi yang ditetapkan Amerika Serikat

adalah untuk “melucuti senjata pemusnah masal Irak, mengakhiri dukungan

Page 6: Novia Nur R 1102912 Manajemen Stress Konflik Uts Ap415 2014

Saddam Hussein kepada terorisme, dan memerdekakan rakyat Irak”. Sebagai

persiapan, pada 18 Februari 100.000 tentara Amerika Serikat dimobilisasikan di

Kuwait. Amerika Serikat menyediakan mayoritas pasukan untuk invasi ini,

dengan dukungan dari pasukan koalisi yang terdiri dari lebih dari 20 negara dan

suku Kurdi di utara Irak. Invasi Irak 2003 inilah yang menjadi pembuka Perang

Irak.

Invasi Amerika terhadap Irak pada 20 Maret 2003 tepatnya pukul 05.35 waktu

Irak, yaitu negeri yang porak poranda akibat perang teluk serta perang

berkepanjangan ditambah dengan sanksi ekonomi yang dipaksakan PBB. Dengan

dalih keamanan dunia dengan menuduh Irak mengembangkan senjata pemusnah

masal, serta mengusung HAM dan demokrasi dengan menjatuhkan Rezim Sadam.

Menjadikan geram negara-negara eropa, bahkan seluruh dunia. Dan sekaligus hal

ini semakin memperjelas ambisi Amerika untuk menguasai dunia setelah

sebelumnya menguasai Afghanistan.

Okupasi yang kemudian dilakukan oleh pasukan koalisi pimpinan Amerika

Serikat mengakibatkan berlanjutnya peperangan antara para pemberontak dengan

pasukan koalisi. Tentara Baru Irak lalu dibentuk untuk menggantikan tentara lama

Irak setelah dibubarkan oleh koalisi, dan diharapkan tentara baru ini akan

mengambil alih tugas-tugas koalisi setelah mereka pergi dari Irak. Dan diantara

peperangan yang terjadi antara para pemberontak, koalisi, dan tentara baru Irak,

perang saudara antar kelompok mayoritas Syi’ah dan minoritas Sunni masih

berlanjut sampai sekarang. Sebab dan akibat terjadinya perang ini sampai kini

masih kontroversial.

d. Karakteristik Konflik

Konflik terjadi ketika ada dua atau lebih nilai, sudut pandang,prinsip, atau

pendapat berkontradiksi satu sama lain.

Konflik dapat terjadi:

1. Di dalam diri kita sendiri (konflik internal), yaitu ketika merasa tak lagi hidup

di dalam sistem nilai yang kita yakini sebagai kebaikan dan kebenaran.

Page 7: Novia Nur R 1102912 Manajemen Stress Konflik Uts Ap415 2014

2. Ketika kita merasa bahwa nilai, sudut pandang, prinsip, atau pendapat kita

sedang terancam (konflik eksternal).

3. Ketika kita merasa terancam oleh ketakutan dan kekhawatiran akibat

kekurangtahuan atau oleh sesuatu yang tidak kita ketahui, atau oleh rasa

kurangnya pencapaian (konflik eksternal). Ini bisa diselesaikan dengan terus

belajar.

e. Akibat dari Konflik

Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :

Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang

mengalami konflik dengan kelompok lain.

Keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.

Perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam,

benci, saling curiga dll.

Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.

Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.

Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat

memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi;

pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak

lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:

Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan

percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.

Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan

percobaan untuk "memenangkan" konflik.

Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan

percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.

Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan

untuk menghindari konflik.

Page 8: Novia Nur R 1102912 Manajemen Stress Konflik Uts Ap415 2014

f. “Conflict Resolution Strategies”

1. De-eskalasi Konflik

Di tahap pertama, konflik yang terjadi masih diwarnai oleh pertikaian bersenjata

yang memakan korban jiwa sehingga pengusung resolusi konflik berupaya untuk

menemukan waktu yang tepat untuk memulai (entry point) proses resolusi

konflik. Tahap ini masih berurusan dengan adanya konflik bersenjata sehingga

proses resolusi konflik terpaksa harus bergandengan tangan dengan orientasi-

orientasi militer. Proses resolusi konflik dapat dimulai jika mulai didapat indikasi

bahwa pihak-pihak yang bertikai akan menurunkan tingkat eskalasi konflik.

Kajian tentang entry point ini didominasi oleh pendapat Zartman (1985) tentang

kondisi “hurting stalemate”. Saat kondisi ini muncul, pihak-pihak yang bertikai

lebih terbuka untuk menerima opsi perundingan untuk mengurangi beban biaya

kekerasan yang meningkat. Pendapat ini didukung oleh Bloomfied, Nupen dan

Haris (2000). Namun, ripeness thesis ini ditolak oleh Burton (1990, 88-90) yang

menyatakan bahwa

“problem-solving conflict resolution seeks to make possible more accurate

prediction and costing, together with the discovery of viable options, that would

make this ripening unnecessary”.

Dengan demikian, entry point juga dapat diciptakan jika ada pihak ketiga yang

dapat menurunkan eskalasi konflik (Kriesberg: 1991). De-eskalasi ini dapat

dilakukan dengan melakukan intervensi militer yang dapat dilakukan oleh pihak

ketiga internasional berdasarkan mandat BAB VI dan VII Piagam PBB (Crocker,

1996).

Operasi militer untuk menurunkan eskalasi konflik merupakan suatu tugas berat

yang mendapat perhatian besar dari beberapa ageni internasional. UNHCR,

misalnya, telah menerbitkan suatu panduan operasi militer pada tahun 1995 yang

berjudul

“A UNHCR Handbook For The Military On Humanitarian Operations”.

Panduan yang sama juga telah dipublikasikan oleh Institute for International

Studies, Brown University pada tahun 1997 dengan judul “A Guide to Peace

Support Operations”.

Page 9: Novia Nur R 1102912 Manajemen Stress Konflik Uts Ap415 2014

2. Intervensi Kemanusiaan dan Negosiasi Politik

Ketika de-eskalasi konflik sudah terjadi, maka tahap kedua proses resolusi konflik

dapat dimulai bersamaan dengan penerapan intervensi kemanusiaan untuk

meringankan beban penderitaan korban-korban konflik (Anderson, 1996).

Intervensi kemanusiaan ini dilakukan dengan menerapkan prinsip mid-war

operations (Loescher dan Dwoty: 1996; Widjajanto: 2000). Prinsip ini –yang

merupakan salah satu perubahan dasar dari intervensi kemanusiaan di dekade 90-

an, mengharuskan intervensi kemanusiaan untuk tidak lagi bergerak di lingkungan

pinggiran konflik bersenjata tetapi harus bisa mendekati titik sentral peperangan.

Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa korban sipil dan potensi pelanggaran

HAM terbesar ada di pusat peperangan dan di lokasi tersebut tidak ada yang bisa

melakukan operasi penyelamatan selain pihak ketiga. Dengan demikian, bentuk-

bentuk aksi kemanusian minimalis yang hanya menangani masalah defisiensi

komoditas pokok (commodity-based humanitarianism) dianggap tidak lagi

memadai.

Intervensi kemanusiaan tersebut dapat dilakukan bersamaan dengan usaha untuk

membuka peluang (entry) diadakannya negosiasi antar elit. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa tahap ini kental dengan orientasi politik yang bertujuan

untuk mencari kesepakatan politik (political settlement) antara aktor konflik.

3. Problem-solving Approach

Tahap ketiga dari proses resolusi konflik adalah problem-solving yang memiliki

orientasi sosial. Tahap ini diarahkan menciptakan suatu kondisi yang kondusif

bagi pihak-pihak antagonis untuk melakukan transformasi suatu konflik yang

spesifik ke arah resolusi (Jabri: 1996, 149).

Transformasi konflik dapat dikatakan berhasil jika dua kelompok yang bertikai

dapat mencapai pemahaman timbal-balik (mutual understanding) tentang cara

untuk mengeskplorasi alternatif-alternatif penyelesaian konflik yang dapat

langsung dikerjakan oleh masing-masing komunitas. Alternatif-alternatif solusi

konflik tersebut dapat digali jika ada suatu institusi resolusi konflik yang

berupaya untuk menemukan sebab-sebab fundamental dari suatu konflik. Bagi

Burton (1990, 202), sebab-sebab fundamental tersebut hanya dapat ditemukan

Page 10: Novia Nur R 1102912 Manajemen Stress Konflik Uts Ap415 2014

jika konflik yang terjadi dianalisa dalam konteks yang menyeluruh (total

environment).

Aplikasi empirik dari problem-solving approach ini dikembangkan oleh misalnya,

Rothman (1992, 30) yang menawarkan empat komponen utama proses problem-

solving. Komponen pertama adalah masing-masing pihak mengakui legitimasi

pihak lain untuk melakukan inisiatif komunikasi tingkat awal. Komponen kedua

adalah masing-masing pihak memberikan informasi yang benar kepada pihak lain

tentang kompleksitas konflik yang meliputi sebab-sebab konflik, trauma-trauma

yang timbul selama konflik, dan kendala-kendala struktural yang akan

menghambat fleksibilitas mereka dalam melakukan proses resolusi konflik.

Komponen ketiga adalah kedua belah pihak secara bertahap menemukan pola

interaksi yang diinginkan untuk mengkomunikasikan signal-signal perdamaian.

Komponen terakhir adalah problem-solving workshop yang berupaya

menyediakan suatu suasana yang kondusif bagi pihak-pihak bertikai untuk

melakukan proses (tidak langsung mencari outcome) resolusi konflik.

4. Peace-building

Tahap keempat adalah peace-building yang meliputi tahap transisi, tahap

rekonsiliasi dan tahap konsolidasi. Tahap ini merupakan tahapan terberat dan

akan memakan waktu paling lama karena memiliki orientasi struktural dan

kultural.

Kajian tentang tahap transisi, misalnya, dilakukan oleh Ben Reily (2000, 135-283)

yang telah mengembangkan berbagai mekanisme transisi demokrasi bagi

masyarakat pasca-konflik . Mekanisme transisi tersebut meliputi lima proses

yaitu:

(1) pemilihan bentuk struktur negara;

(2) pelimpahan kedaulatan negara;

(3) pembentukan sistem trias-politica;

(4) pembentukan sistem pemilihan umum;

(5) pemilihan bahasa nasional untuk masyarakat multi-etnik; dan

(6) pembentukan sistem peradilan.

Page 11: Novia Nur R 1102912 Manajemen Stress Konflik Uts Ap415 2014

Tahap kedua dari proses peace-building adalah rekonsiliasi. Rekonsiliasi perlu

dilakukan jika potensi konflik terdalam yang akan dialami oleh suatu komunitas

adalah rapuhnya kohesi sosial masyarakat karena beragam kekerasan struktural

yang terjadi dalam dinamika sejarah komunitas tersebut .

Tahap terakhir dari proses peace-building adalah tahap konsolidasi. Dalam tahap

konsolidasi ini, semboyan utama yang ingin ditegakkan adalah “Quo Desiderat

Pacem, Praeparet Pacem”. Semboyan ini mengharuskan aktor-aktor yang relevan

untuk terus menerus melakukan intervensi perdamaian terhadap struktur sosial

dengan dua tujuan utama yaitu mencegah terulangnya lagi konflik yang

melibatkan kekerasan bersenjata serta mengkonstruksikan proses perdamaian

langgeng yang dapat dijalankan sendiri oleh pihak-pihak yang bertikai. (Miall:

2000, 302-344).

Dua tujuan tersebut dapat dicapai dengan merancang dua kegiatan.

Kegiatan pertama adalah mengoperasionalkan indikator sistem peringatan dini

(early warning system, Widjajanto: 2001) Sistem peringatan dini ini diharapkan

dapat menyediakan ruang manuver yang cukup luas bagi beragam aktor resolusi

konflik dan memperkecil kemungkinan penggunaan kekerasan bersenjata untuk

mengelola konflik. Sistem peringatan dini ini juga dapat dijadikan tonggak untuk

melakukan preventive diplomacy yang oleh Lund (1996, 384-385) didefinisikan

sebagai:

“preventive diplomacy, or conflict prevention, consists of governmental or non-

governmental actions, policies, and institutions that are taken deliberately to keep

particular states or organized groups within them from threatening or using

organized violence, armed force, or related forms of coercion such as repression

as the means to settle interstate or national political disputes, especially in

situations where the existing means cannot peacefully manage the destabilizing

effects of economic, social, political, and international change”.

Kedua, perlu dikembangkan beragam mekanisme resolusi konflik lokal yang

melibatkan sebanyak mungkin aktor-aktor non militer di berbagai tingkat eskalasi

konflik (Widjajanto: 2001). Aktor-aktor resolusi konflik tersebut dapat saja

melibatkan Non-Governmental Organisations (NGOs) (Aall:1996), mediator

Page 12: Novia Nur R 1102912 Manajemen Stress Konflik Uts Ap415 2014

internasional (Zartman dan Touval: 1996), atau institusi keagamaan (Sampson:

1997; Lederach: 1997).

Tulisan ini telah berusaha menghadirkan empat tahap resolusi konflik. Keempat

tahap resolusi konflik tersebut harus dilihat sebagai suatu kesatuan yang tidak

dapat dijalankan secara terpisah. Kegagalan untuk mencapai tujuan disatu tahap

akan berakibat tidak sempurnanya proses pengelolaan konflik di tahap lain.

Tahap-tahap tersebut juga menunjukkan bahwa resolusi konflik menempatkan

perdamaian sebagai suatu proses terbuka yang tidak pernah berakhir. Perdamaian

memerlukan upaya terus menerus untuk melakukan identifikasi dan eliminasi

terhadap potensi kemunculan kekerasan struktural di suatu komunitas

2. Organizational Stress Framework

a. Stress adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk

ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat

membuat produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada

dasarnya, stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental.

Sumber stress disebut dengan stressor dan ketegangan yang di akibatkan karena

stress, disebut strain.

b. Stres sifatnya universal, yaitu umum semua orang sama dapat merasakannya,

tetapi cara pengungkapannya yang berbeda atau diversity. Sesuai dengan

karakteristik individu, maka responnya berbeda- beda untuk setiap orang.

Seseorang yang mengalami stres dapat mengalami perubahan-perubahan yang

terjadi pada tubuhnya, antara lain :

1. Perubahan warna rambut kusam, ubanan, kerontokan

2. Wajah tegang, dahi berkerut, mimik nampak serius, tidak santai, bicara berat,

sulit tersenyum/tertawa dan kulit muka kedutan (ticfacialis)

3. Nafas terasa berat dan sesak, timbul asma

4. Jantung berdebar-debar, pembuluh darah melebar atau menyempit (constriksi)

sehingga mukanya nampak merah atau pucat. Pembuluh darah tepi (perifer)

terutama ujung-ujung jari juga menyempit sehingga terasa dingin dan

kesemutan.

Page 13: Novia Nur R 1102912 Manajemen Stress Konflik Uts Ap415 2014

5. Lambung mual, kembung, pedih, mules, sembelit atau diare.

6. Sering berkemih.

7. Otot sakit seperti ditusuk-tusuk, pegal dan tegang pada tulang terasa linu atau

kaku bila digerakkan.

8. Kadar gula meningkat, pada wanita mens tidak teratur dan sakit

(dysmenorhea)

9. Libido menurun atau bisa juga meningkat.

10. Gangguan makan bisa nafsu makan meningkat atau tidak ada nafsu makan.

11. Tidak bisa tidur

12. Sakit mental-histeris

c. Faktor Penyebab Stres dalam Organisasi

Penyebab stres yang akan kami kemukakan disini lebih banyak menyangkut

penyebab stres di dalam organisasi. Secara umum penyebab stres dapat

dikelompokkan menjadi (Gibson, 1996: 344-351)

a. Stressor Lingkungan Fisik

Stressor Lingkungan Fisik sering disebut Stressor Kerah Biru (Blue Collar

Stressors) karena mereka lebih merupakan masalah-masalah dalam

pekerjaan kasar atau dengan kata lain penyebab dari stres ini berhubungan

dengan lingkungan kerja fisik dan umum.

b. Stressor Individual

Penyebab stres individual adalah konflik peran dan kemenduaan atau

ambiguitas peran. Faktor lainnya yang cukup berperan sebagai stressor

individual ini adalah beban kerja yang berlebihan dan tidak adanya

pengendalian atas suatu situasi.

c. Stressor Kelompok

Karektiristik kelompok mampu menjadi stressor yang kuat bagi beberapa

individu. Hubungan yang jelek dan kepercayaan yang rendah, minat yang

rendah dalam menanggapi dan mencoba menghadapi masalah yang

dihadapi merupakan faktor penyebab stressor kelompok.

a. Stressor Organisasional

Page 14: Novia Nur R 1102912 Manajemen Stress Konflik Uts Ap415 2014

Penyebab timbulnya stress dalam organisasi antara lain adalah karena

tingkat partisipasi anggota organisasi dalam pengambilan keputusan

organisasi. Stressor lain adalah struktur organisasi karena stressor ini akan

mengakibatkan less satisfaction yang akan berakibat pada kinerja

organisasi yang buruk.

d. Pada dasarnya stres bersumber dari beberapa hal:

a. Factors intrinsic to the job (faktor-faktor yang melekat pada pekerjaan)

b. Rule in the organization (peranan dalam organisasi)

c. Relation within the organization (hubungan-hubungan dalam organisasi)

d. Career development (perkembangan karir)

e. Organization structure and climate (struktur dan iklim organisasi)

f. Organizational interface with outside (hubungan organisasi dengan pihak

luar)

g. Factors intrinsic to individual (faktor yang berasal dari dalam diri individu)

e. Stress dapat menyebabkan perasaan negatif atau yang berlawanan dengan apa

yang diinginkan atau mengancam kesejahteraan emosional. Stress dapat

menggangu cara seseorang dalam menyerap realitas, menyelesaikan masalah,

berfikir secara umum dan hubungan seseorang dan rasa memiliki. Terjadinya

stress dapat disebabkan oleh sesuatu yang dinamakan stressor,stressor ialah

stimuli yang mengawali atau mencetuskan perubahan. Stressor secara umum

dapat diklasifikasikan sebagai stressor internal atau eksternal.Stressor internal

berasal dari dalam diri seseorang (mis. Kondisi sakit,menopause, dll ). Stressor

eksternal berasal dari luar diri seseorang atau lingkuangan (mis. Kematian

anggota keluarga, masalah di tempat kerja, dll ).

Berbagai tekanan dan gangguan dalam sebuah organisasi tentunya pasti sangat

sering terjadi. Hal inilah yang perlu dihindari agar kinerja kerja tidak terganggu.

Semua bisa diatasi asalkan dapat mengindikasikan masalah yang kita hadapi itu

sendiri. Semakin seseorang mendapatkan tekanan di luar batas dari kemampuan

dirinya sendiri tentunya akan mengalami stress pula yang cukup berat dan sangat

mengganggu kerja otak termasuk dengan daya ingat.

Page 15: Novia Nur R 1102912 Manajemen Stress Konflik Uts Ap415 2014

Dampak dan akibat dari stress itu sendiri dalam buku Organizational Behavior

(Robbin), dikelompokkan menjadi tiga gejala, yaitu gejala fisiologis, psikologis,

dan perilaku.

Gejala Fisiologis, meliputi sakit kepala, tekanan darah tinggi, dan sakit

jantung.

Gejala Psikologis, meliputi kecemasan, depresi, dan menurunnya tingkat

kepuasan kerja.

Gejala Perilaku, meliputi perubahan produktivitas, kemangkiran dan

perputaran karyawan.

Lima jenis konsekuensi dampak stress yang potensial menurut T. Cox sebagai

berikut :

Dampak subjektif

Kecemasan, agresi, kebosanan, depresi, keletihan, frustasi, kehilangan

kesabaran, rendah diri, gugup, dan merasa kesepian.

Dampak perilaku

Kecenderungan mendapatkan kecelakaan, alkoholik, penyalahgunaan obat-

obatan, emosi yang tiba-tiba meledak, makan berlebihan, merokok

berlebihan, perilaku yang mengikuti kata hati, ketawa, dan gugup.

Dampak kognitif

Kemampuan mengambil keputusan yang jelas, konsentrasi yang buruk,

rentang perhatian yang pendek, sangat peka terhadap kritik, dan rintangan

mental.

Dampak fisiologis

Meningkatnya kadar gula, meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah,

kekeringan di mulut, berkeringat, membesarnya pupil mata, dan tubuh panas

dingin.

Dampak organisasi

Keabsenan, pergantian karyawan, rendah produktivitasnya, keterasingan

dari rekan sekerja, ketidakpuasan kerja, menurunnya keikatan dan kesetiaan

terhadap organisasi.

Page 16: Novia Nur R 1102912 Manajemen Stress Konflik Uts Ap415 2014

Tidak selamanya stress berdampak negatif, ada beberapa dampak positif dari

stress, yaitu :

Mendorong orang berpikir kreatif

Meningkatkan sistem kekebalan tubuh

Membuat tubuh menjadi lebih fit

Membantu memecahkan masalah

Pemulihan

Semua gejala-gejala yang disebutkan di atas tentu sangat membuat

ketidaknyamanan setiap orang. Ingin rasanya untuk terhindar dari segala tekanan

stress yang dialaminya. Bahkan sampai pada tingkatan stress yang tinggi dalam

gejala psikologis, seseorang bisa berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Tekanan

yang dirasa sudah cukup beratlah yang membuat dampak seperti itu.

f. Resolusi konflik merupakan suatu terminologi ilmiah yang menekankan

kebutuhan untuk melihat perdamaian sebagai suatu proses terbuka dan membagi

proses penyelesaian konflik dalam beberapa tahap sesuai dengan dinamika siklus

konflik. Penjabaran tahapan proses resolusi konflik dibuat untuk empat tujuan.

Pertama, konflik tidak boleh hanya dipandang sebagai suatu fenomena politik-

militer, namun harus dilihat sebagai suatu fenomena sosial.

Kedua, konflik memiliki suatu siklus hidup yang tidak berjalan linear. Siklus

hidup suatu konflik yang spesifik sangat tergantung dari dinamika lingkungan

konflik yang spesifik pula.

Ketiga, sebab-sebab suatu konflik tidak dapat direduksi ke dalam suatu variabel

tunggal dalam bentuk suatu proposisi kausalitas bivariat. Suatu konflik sosial

harus dilihat sebagai suatu fenomena yang terjadi karena interaksi bertingkat

berbagai faktor.

Terakhir, resolusi konflik hanya dapat diterapkan secara optimal jika

dikombinasikan dengan beragam mekanisme penyelesaian konflik lain yang

relevan. Suatu mekanisme resolusi konflik hanya dapat diterapkan secara efektif

jika dikaitkan dengan upaya komprehensif untuk mewujudkan perdamaian yang

langgeng.

Page 17: Novia Nur R 1102912 Manajemen Stress Konflik Uts Ap415 2014

g. Para ahli menggolongkan dua strategi coping yang biasanya digunakan oleh

individu, yaitu: problem-solving focused coping, dimana individu secara aktif

mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi

yang menimbulkan stres; dan emotion-focused coping, dimana individu

melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan

diri dengan dampak yang akan diitmbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang

penuh tekanan. Hasil penelitian membuktikan bahwa individu menggunakan

kedua cara tersebut untuk mengatasi berbagai masalah yang menekan dalam

berbagai ruang lingkup kehidupan sehari-hari (Lazarus & Folkman, 1984). Faktor

yang menentukan strategi mana yang paling banyak atau sering digunakan sangat

tergantung pada kepribadian seseorang dan sejauhmana tingkat stres dari suatu

kondisi atau masalah yang dialaminya. Contoh: seseorang cenderung

menggunakan problem-solving focused coping dalam menghadapai masalah-

masalah yang menurutnya bisa dikontrol seperti masalah yang berhubungan

dengan sekolah atau

h. pekerjaan; sebaliknya ia akan cenderung menggunakan strategi emotion-focused

coping ketika dihadapkan pada masalah-masalah yang menurutnya sulit dikontrol

seperti masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit yang tergolong berat

seperti kanker atau Aids.

i. Hampir senada dengan penggolongan jenis coping seperti dikemukakan di atas,

dalam literatur tentang coping juga dikenal dua strategi coping ,yaitu active &

avoidant coping strategi (Lazarus mengkategorikan menjadi Direct Action &

Palliative). Active coping merupakan strategi yang dirancang untuk mengubah

cara pandang individu terhadap sumber stres, sementara avoidant coping

merupakan strategi yang dilakukan individu untuk menjauhkan diri dari sumber

stres dengan cara melakukan suatu aktivitas atau menarik diri dari suatu kegiatan

atau situasi yang berpotensi menimbulkan stres. Apa yang dilakukan individu

pada avoidant coping strategi sebenarnya merupakan suatu bentuk mekanisme

pertahanan diri (lihat artikel: Mengenal Mekanisme Pertahanan Diri) yang

sebenarnya dapat menimbulkan dampak negatif bagi individu karena cepat atau

lambat permasalahan yang ada haruslah diselesaikan oleh yang bersangkutan.

Page 18: Novia Nur R 1102912 Manajemen Stress Konflik Uts Ap415 2014

Permasalahan akan semakin menjadi lebih rumit jika mekanisme pertahanan diri

tersebut justru menuntut kebutuhan energi dan menambah kepekaan terhadap

ancaman.

3. Keterkaitan antara stress dan konflik adalah mereka bisa menjadi penyebab dan akibat

satu sama lain. Misalkan bila bermula dari stress, seseorang dengan keadaan tidak stabil

yang mengalami stress, kemampuan sosialnya menjadi berkurang, semangatnya akan

turun, dan hal ini bisa meneimbulkan konflik bagi sekitarnya. Begitu pula sebaliknya,

berawal dari konflik antar individu, seseorang bisa mengalami stress karena tidak

menginginkan adanya masalah tersebut.

Referensi :

http://produktivitas.qacomm.com/blog/manajemen-konflik.html

http://nyamploengan.wordpress.com/2013/10/19/makalah-kelompok-2-konflik-dalam-organisasi/

http://firmandut.blogspot.com/2013/05/konflik-dalam-organisasi-dan-sumber.html

http://jannaluchuw.wordpress.com/2010/05/10/jenis-sifat-dan-bentuk-konflik/

http://coplouw.blogspot.com/2012/10/blog-post.html

http://dedeh89-psikologi.blogspot.com/2013/04/pengertian-stress.html

http://smanegeri1parado.blogspot.com/2011/03/stres-dalam-organisasi.html

http://khoyunitapublish.wordpress.com/2013/12/10/makalah-stress-dalam-organisasi/

http://5osial.wordpress.com/2010/02/11/empat-tahap-resolusi-konflik/

http://adipsi.blogspot.com/2010/06/strategi-coping.html


Related Documents