YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
Page 1: Mohammad Singgih: Perlu Standarisasi Informasi Geospasialold.presidentpost.id/wp-content/uploads/2014/09/TABLOID-TPP-5.pdfDalam tugas pengintegrasian tersebut, BIG dapat mengintegrasikan

Informasi geospasial memiliki peran penting sebagai alat bantu dalam perumusan kebijakan, pengambilan keputusan atau pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan ruang kebumian. Oleh karena itu, informasi geospasial yang dibuat harus memenuhi standar, baik dari aspek subyek, obyek maupun produk. Perluanya standarisasi itu untuk menjamin data yang dihasilkan lebih akurat dan presisi. “Jadi bukan data abal-abal,” kata Mohammad Singgih kepada The President Post di Jakarta, Senin (8/9/2014).

Menurut Singgih, hampir tidak ada kegiatan dalam kehidupan manusia tanpa informasi geospasial. Substansi dari informasi geospasial selalu terkait dengan lokasi, letak, dan posisi suatu objek atau kejadian yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi.

Informasi geospasial terdiri atas informasi geospasial dasar (IGD) maupun informasi geospasial tematik (IGT). IGD sekurang-kurangnya memuat data tentang garis pantai, hipsografi, perairan, nama rupabumi, batas wilayah, transportasi dan utilitas, bangunan dan fasilitas umum, dan penutup lahan. Dengan demikian IGD memuat data tentang batas wilayah, prasarana fisik untuk perpindahan manusia/barang dari satu tempat ke tempat lain, serta fasilitas umum yang berwujud bangunan.

Sedangkan pada IGT, data yang termuat didalamnya sesuai dengan sifat dan jenis tema dari IGT tersebut. Beberapa instansi pemerintah sudah memiliki IGT sesuai dengan kepentingannya. Terkait dengan IGT yang sudah dimiliki oleh masing-masing lembaga/kementerian, maka tugas BIG adalah melaksanakan pengintegrasian informasi geospasial tematik itu.

Dalam tugas pengintegrasian tersebut, BIG dapat mengintegrasikan lebih dari satu IGT yang di-selenggarakan oleh instansi pemerintah atau pemerintah daerah menjadi satu IGT baru. “IGT ini yang harus diperbanyak. Misalnya IGT tentang sentra ekonomi sehingga membantu dunia bisnis,” jelas Singgih. Pembuatan IGT wajib mengacu pada IGD, dan dilarang mengubah posisi dan tingkat ketelitian geometris bagian IGD atau membuat skala IGT lebih besar daripada skala IGD yang diacunya.

“Harus ada standarisasi, baik dari segi subyek, obyek maupun produknya,” tambah alumni Geodesi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta itu. Subyek menyangkut pihak yang melaksanakan kegiatan penyelanggaraan informasi geospasial, bisa berupa perorangan, kelompok orang atau badan usaha. Subyek ini harus memenuhi standar khusus sebelum mereka melakukan survey. “Harus ada semacam sertifikasi untuk pelaksana survey,” jelas Sekretaris Umum Ikatan Nasional Tenaga Ahli Konsultasi Indonesia (Intakindo) itu.

Sedangkan obyek menyangkut seluruh atau sebagian dari sebuah kegiatan dalam upaya menetapkan atau menentukan lokasi, letak, dan posisi suatu objek atau kejadian yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi yang dinyatakan dalam sistem koordinat tertentu. Harus ada kesamaan pandang dalam melihat obyek tersebut.

Sementara itu, aspek produk yaitu seluruh perolehan baik berupa data geospasial yakni data tentang lokasi geografis,dimensi atau ukuran, dan/atau karakteristik objek alam dan/atau buatan manusia, maupun

informasi geospasial yakni data geospasial yang sudah diolah sehingga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam pengambilan keputusan. Melalui standarisasi pada aspek subyek, obyek dan produk maka informasi geospasial yang dihasilkan memiliki keakuratan dan tingkat presisi yang sama. “Tumpang tindih data akan hilang,” tambah Singgih. Dia menambahkan, kebijakan satu peta (one map policy) harus segera diwujudkan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (UUIG).

Terkait dengan konsep Tol Laut yang dikemukakan oleh presiden terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla maka BIG perlu segera membuat Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) dan Peta Lingkungan Laut Nasional (LLN). “Keduanya merupakan peta dasar dalam IGD,” lanjutnya. Dalam peta LPI dan LLN, hipsografi digambarkan dalam bentuk garis kontur muka bumi, titik ketinggian di darat, batimetri, dan titik kedalaman di laut. (jok)

LIPUTAN KHUSUS / SEPTEMBER 2014 / MINGGU #2

The President PostT H E S P I R I T O F I N D O N E S I A

Sekretaris Redaksi:Nourul Ulfah

Redaktur:Inggit AgustinaJoko Harismoyo

Reporter:Heros Barasakti

Desainer Grafis:Nike Andriana

Marketing dan Event:Putri KenangaRonni Ferdy

Account Executive:Achmad IqbalIke Mayasari

Sirkulasi dan Distribusi:Maman PanjilesmanaRifki Amiroedin

Penanggung Jawab Website:Reza PartakusumaIrawan Bambang Sugeng

Alamat Redaksi dan Sirkulasi:Menara Batavia 2nd FloorJl. K. H. Mas Mansyur Kav. 126Jakarta 10220Ph. (021) 57930347Fax (021) 57930347Email Redaksi:[email protected]

Diterbitkan oleh PT. Media Prima Nusawww.readtpp.comwww.thepresidentpost.comwww.thepresidentpostindonesia.com

Didukung Oleh:

Riset dan Sumber Daya Manusia Bekerja Sama Dengan:

Mohammad Singgih: Perlu Standarisasi Informasi Geospasial

PRESIDENTUNIVERSITY

Editorial Staff

Editor In Chief:Rachmat Wirasena Suryo

Penasihat:Samsul HadiKunto HernansaputroAli Basyah Suryo

LEMBAGA KAJIAN NUSANTARA

www.readtpp.comWebsite Twitter @TPP_Indonesia Facebook The President Post Indonesia

Page 2: Mohammad Singgih: Perlu Standarisasi Informasi Geospasialold.presidentpost.id/wp-content/uploads/2014/09/TABLOID-TPP-5.pdfDalam tugas pengintegrasian tersebut, BIG dapat mengintegrasikan

LIPUTAN KHUSUS / SEPTEMBER 2014 / MINGGU #2h a l . 2 www.readtpp.comWebsite Twitter @TPP_Indonesia Facebook The President Post Indonesia

Pemimpin Harus Memiliki Kecerdasan SpasialSelain memiliki Kecerdasan Intelektual dan Kecerdasan Emosional yang baik, seorang pemimpin harus mempunyai kecerdasan Spasial (Spatial Intelligence). Kecerdasan Spasial sangat penting bagi setiap orang, terutama pemimpin, untuk membuat sebuah kebijakan agar tepat sasaran.

Menurut Howard Gardner, Kecerdasan Spasial adalah kemampuan seseorang untuk memvisualisasikan gambar di dalam kepala (dibayangkan) atau menciptakannya dalam bentuk dua atau tiga dimensi. Melalui kecerdasan spasial, seseorang bisa membuat atau membaca peta yang berisi informasi geospasial.

Informasi geospasial (IG), baik Informasi Geospasial Dasar (IGD) maupun Informasi Geospasial Tematik (IGT) adalah alat bantu untuk pembuatan kebijakan. Namun, peran informasi geospasial belum dimanfaat-kan dengan baik oleh pembuat kebijakan. “Kalau kita lihat peta ini, Wonosobo adalah daerah pertanian. Banyak tanaman tembakau di sana. Tapi tidak ada SMK Pertanian, yang ada SMK Pembangunan. Ini tidak nyambung,” kata Henny Lilywati, Ketua Lembaga Sertifikasi Profesi Geomatika, kepada The President Post di Jakarta, Selasa (9/9/2014).

Keberadaan IG yang lengkap akan memberikan gambaran yang lebih konprehensif dari suatu wilayah dan akan menghasilkan perencanaan yang lebih tepat tidak hanya dengan memperhatikan potensi yang ada di wilayahnya namun bagaimana mengintegrasikan dengan wilayah di sekitarnya agar terjadi saling mengisi atau melengkapi atau bersinergi satu dengan yang lain.

HENNYLILYWATI

Dengan Kecerdasan Spasial yang baik, lanjut Henny, seorang pemimpin bisa membuat kebijakan yang efektif dan efesien. Oleh karena itu, dia yakin kebijakan satu peta (One Map Policy) adalah solusi atas permasalahan yang dihadapi Indonesia saat ini.

Menurut mantan Deputi Bidang Infrastruktur Data Spasial Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) itu, kebijakan satu peta sudah diatur dalam Undang Undang tentang Informasi Geospasial (UU No. 4 tahun 2011). Meski UU IG itu sudah berusia tiga tahun tetapi sampai saat ini pemerintah, dalam hal ini Badan Informasi Geospasial, belum mempunyai Informasi Geospasial Dasar (IGD) seperti yang diamanatkan konstitusi. “Perlu terobosan-terobosan untuk mempercepat ketersediaan IGD itu,” lanjut perempuan kelahiran Padang, 16 Juli 1949 itu.

Langkah yang bisa diambil pemerintah, dari sisi kelembagaan, adalah dengan meningkatkan status Badan Informasi Geospasial (BIG) ke level kementeri-an atau digabung dengan kementerian lain agar memiliki kewenangan yang lebih luas ketika melakukan koordinasi dengan kementerian atau lembaga lain yang mempunyai Informasi Data Tematik (IGT). Dari aspek data, sebaiknya BIG tidak hanya fokus kepada kemampuan intern namun perlu melirik data yang telah tersedia di instansi lain untuk saling menukar data kemudian memverifikasi untuk menjadikannya ke dalam standar nasional.

Selain itu, pemerintah diminta membangun geoportal Informasi Geospasial. “Semua data tematik di-

integrasikan melalui geoportal di kantor presiden dan wakil presiden,” ujar Henny. Geoportal tersebut terhubung dengan semua Kementerian, Lembaga Negara, Pemda yang berisi data sosial, ekonomi, pendidikan dan lain-lain yang diisi oleh masing-masing instansi sesuai tugas dan ke-wenangannya.

Tentunya, untuk membangun IG dan geoportal dibutuhkan tenaga surveyor yang mencukupi. Sayangnya, tenaga surveyor di Indonesia masih sangat terbatas. Tugas pemerintah adalah menyiapkan tenaga surveyor yang professional dan berlisensi nasional.

Langkah lain yang harus diambil pemerintah adalah membuat pemetaan desa. Setiap desa harus memiliki data atau peta sederhana yang berisi informasi apa saja yang dimiliki desa, baik infrastruktur (bangunan fisik) maupun non fisik (ekonomi) berdasarkan pada potensi unggulan di masing-masing wilayah. “Peta seperti ini memudahkan investor untuk membuka usaha,” jelasnya.

Untuk menumbuhkan kesadaran terhadap Kecerdasan Spasial, Henny meminta pemerintah untuk menata ulang pelajaran Geografi di kurikulum sekolah dasar dan menengah serta melengkapinya dengan sarana praktek yang memadai. “Geografi dapat menjadi dasar dalam menjelaskan mata pelajaran lainnya seperti sejarah, lingkungan hidup, ekonomi dan lain-lain,” jelas Henny menutup pembicaraan. (jok)

Page 3: Mohammad Singgih: Perlu Standarisasi Informasi Geospasialold.presidentpost.id/wp-content/uploads/2014/09/TABLOID-TPP-5.pdfDalam tugas pengintegrasian tersebut, BIG dapat mengintegrasikan

LIPUTAN KHUSUS / SEPTEMBER 2014 / MINGGU #2www.readtpp.comWebsite Twitter @TPP_Indonesia Facebook The President Post Indonesia h a l . 3

CHAIRULBASRIACHMAD

Kembalikan Badan Pertanahan Nasional Seperti DuluRestrukturisasi Badan Pertanahan Nasional (BPN) tahun 2005 merupakan lonceng kehancuran bagi pelayanan pertanahan di Indonesia. Struktur, tugas pokok dan fungsi (tupoksi) BPN harus dikembalikan seperti dulu yang mengacu kepada Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).

Menurut Chairul Basri Achmad, mantan Deputi Informasi Pertanahan BPN, sejak tahun 2005 struktur

organisasi dan tupoksi BPN tidak lagi mengacu kepada amanat Hak Menguasai Negara seperti di-maksud pasal 2 UUPA (UU Nomor 5 tahun 1960). “Kebijakan penempatan jabatan dan pegawai sudah tidak lagi mengacu dan bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme,” ujar Chairul kepada The President Post, Kamis (4/9/2014) di Jakarta. Saat itu, karyawan masing - masing direktorat berasal dari instansi yang berbeda sehingga profesionalismenya sangat berbeda.

Bahkan, lanjutnya, ada beberapa Deputi yang semesti-nya tidak perlu ada karena hanya merupakan pekerjaan temporer yang bisa dikerjakan oleh be-berapa unit kerja yang ada di lingkunan BPN. “Mereka itu tidak ada kerjaan,” ujarnya.

Seringnya BPN berganti - ganti struktur menyebabkan badan ini tidak dapat melaksanakan amanat pasal 2 UUPA dengan baik dan sempurna. Akibatnya jumlah bidang tanah yang terdata di seluruh Indonesia apalagi bidang tanah yang terdaftar / bersertifikat sangat kecil dan masih sering didapat sertifikat yang tumpang tindih akibat keterbatasan sarana dan prasana maupun sumber daya manusianya.

“Kembalikan BPN seperti dulu dan mengacu pada UUPA,” tambah Chairul. Sesuai dengan amanat pasal 2 UUPA, BPN terdiri dari empat direktorat. Direktorat Penata Gunaan Tanah mempunyai tugas pokok dan fungsi melaksanakan ketentuan mengatur dan me-nyelenggerakan, peruntukkan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan tanah.

Sementara itu Direktorat Hak atas Tanah mempunyai tugas pokok dan fungsi menentukkan dan mengatur hubungan - hubungan hukum antara orang dengan tanah. Direktorat Landreform mempunyai tugas pokok dan fungsi menentukkan dan mengatur hubungan - hubungan hukum antara orang dengan tanah. Khususnya tanah - tanah redistribusi. Sedangkan Direktorat Pendaftaran Tanah mempunyai tugas pokok dan fungsi menentukan dan mengatur hubungan - hubungan hukum antara orang - orang dengan perbuatan - perbuatan hukum mengenai tanah. (jok)

Page 4: Mohammad Singgih: Perlu Standarisasi Informasi Geospasialold.presidentpost.id/wp-content/uploads/2014/09/TABLOID-TPP-5.pdfDalam tugas pengintegrasian tersebut, BIG dapat mengintegrasikan

h a l . 4 www.readtpp.comWebsite Twitter @TPP_Indonesia Facebook The President Post Indonesia

Setelah berganti nama dari Rumah Koalisi Indonesia Hebat menjadi Rumah Kreasi Indonesia Hebat, fungsi dan tugas RKIH pun berubah. Kini misi RKIH adalah mendayagunakan seluruh potensi relawan dengan berbagai keahlian dan kemampuan untuk mendorong dan membantu pelaksanaan pembangunan.

“Tugas memenangkan pilpres sudah selesai. Sudah lewat. Sekarang kita ingin berperan lebih luas dalam pembangunan,” ujar Ketua Umum RKIH Kris Budiharjo kepada The President Post di Jakarta, Selasa (9/9/2014). Untuk itu, RKIH memberi ruang yang seluas-luasnya kepada relawan untuk membentuk kelembagaan jaringan sesuai dengan kebutuhan.

Kelembagaan jaringan hasil inisiasi RKIH, di antaranya adalah Perempuan Indonesia Hebat, Generasi Muda Hebat, Rumah Budaya Hebat, Lembaga Kajian Nusantara Indonesia Hebat, LPPBI (Lembaga Pemantau Perijinan dan Birokrasi Indonesia) serta Gematrappi (Gerakan Masyarakat Transparansi Pelayanan Publik Indonesia).

Selain membentuk kelembagaan jaringan, RKIH juga membuat kegiatan yang melibatkan masyarakat. Misalnya, untuk menyambut pelantikan Joko Widodo

dan Jusuf Kalla, mereka menyiapkan Gelar Budaya Indonesia pada 8-9 Oktober 2014 di Monas. Beberapa kesenian yang akan ditampilkan dalam gelar budaya nanti, di antaranya wayang Jawa, kirab budaya, karnaval, dan seni budaya daerah mengelilingi Monas.

Sementara itu, menghadapi maraknya peredaran narkoba di masyarakat dan kampus, RKIH akan mengadakan pelatihan kader anti narkoba untuk ibu rumah tangga dan mahasiswa. Nantinya, relawan yang bekerjasama dengan instansi terkait akan menggelar pelatihan ke sekolah, kampus dan masyarakat mengenai bahaya narkoba.

Menurut Kris, masyarakat menginginkan adanya perubahan dalam kehidupan mereka. Agar perubahan itu berlangsung lebih cepat dan merata maka dibutuh-kan partisipasi masyarakat. “Intinya kita ingin dari kita untuk kita,” tambah Kris.

Dia mencontohkan saat berkunjung ke Papua beberapa hari yang lalu, masyarakat di sana ingin memiliki sawah seperti petani di daerah Jawa. “Langsung kita bikin. Sedang dikerjakan tuh, membuat sawah empat hektar,” jelasnya. Melalui RKIH, Kris dan seluruh relawan bukan hanya memberi masukan dan kritik kepada pemerintah tetapi juga memberi solusi. (jok)

RKIH Memberi Wadah untuk Berkreasi

KRISBUDIHARJO

LIPUTAN KHUSUS / SEPTEMBER 2014 / MINGGU #2

Page 5: Mohammad Singgih: Perlu Standarisasi Informasi Geospasialold.presidentpost.id/wp-content/uploads/2014/09/TABLOID-TPP-5.pdfDalam tugas pengintegrasian tersebut, BIG dapat mengintegrasikan

PT. WARTSILA INDONESIA

Cikarang Industrial EstateJl. Jababeka XVI Kav. W-28Cikarang-Bekasi 17530Phone: +62-21-8937654Fax: +62-21-8937660-61

Tempo Scan TowerJl. H.R Rasuna Said Kav. 3-4Jakarta 12950Phone: +62-21-57930515Fax: +62-21-57930516

Whatever your needs are, Wärtsilä services are close at hand. Our extensive network of service stations delivers the full range of Wärtsilä quality services anywhere in the world. Our personnel are fully equipped to deliver a tailored solution that will help you optimise the value of your installation throughout its lifetime. For more information please visit www.wartsila.com

YOUR ONE STOPSHOP FORALL SERVICES

h a l . 5

SULTAN SEPUHPRA ARIFNATADININGRAT

Cirebon akan Menjadi Kawasan Industri BaruKawasan industri di Bekasi dan Karawang, Jawa Barat sudah mulai jenuh. Selain ketersediaan lahan yang terbatas, kemacetan sudah semakin parah. Ditambah upah buruh yang melonjak. Cirebon menjadi salah satu alternatif untuk membangun kawasan industri baru.

Pemerintah pusat pun mulai melirik Cirebon sebagai daerah alternatif untuk kawasan industri. Pemerintah pun menyusun Master Plan Pengembangan Wilayah

Jabar Bagian Timur, termasuk wilayah Ciayumaja-kuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan), Sumedang, dan Ciamis.

Menurut Sultan Sepuh Pangeran Raja Adipati (PRA) Arif Natadiningrat, Cirebon mempunyai infrastruktur yang lengkap untuk kawasan industri. Di Cirebon terdapat pelabuhan, jalan tol yang menghubungkan Jakarta dan Jawa Tengah, bandara, stasiun logistik, serta kereta double track di jalur pantai utara Jawa (Pantura).

Cirebon juga menjadi titik temu beberapa daerah, baik di Jawa Barat maupun titik temu dengan Jawa Tengah. Di lokasi sekitar Cirebon juga terdapat infrstruktur pendukung untuk pembangunan kawasan industri. Di Sumedang, terdapat bendungan Jatigede, sementara di Indramayu akan dibangun pelabuhan batubara.

Akses ke Cirebon kian mudah. Menurut rencana PT. Kereta Api Indonesia (KAI) akan membangun jalur kereta Cirebon – Bandung. “Jalur shortcut ini melewati Bungur. Jadi kereta api tidak perlu lewat Cikampek,” ujar Sultan Arif saat berbincang dengan The President Post di Jakarta, belum lama ini.

Sultan menambahkan, Cirebon dulu memiliki berbagai industri seperti rotan, mebel, tambak, garam dan gula. Industri rotan di Cirebon, dulu mampu mengekspor 3.000-4.000 kontainer per bulan. “Sekarang sekitar 1.000-1.500 kontainer per bulan,” jelasnya. Industri mebel di Cirebon juga memberi kontribusi yang lumayan. Mebel kayu, baik polos mapun ukir cukup berkembang. Di zaman Belanda, Cirebon mempunyai 10 pabrik gula sehingga menjadi eksportir terbesar kedua di Indonesia. Namun, saat ini pabrik gula yang beroperasi tinggal lima.

Kini, di Cirebon Utara, akan dibangun kawasan industri seluas 2.000 hektar (ha). Di sekeliling Cirebon seperti Majalengka, Indramayu, dan Losari juga akan dibangun daerah industri. Agar masyarakat lokal tidak menjadi penonton, Sultan Arif berharap pemerintah menyiapkan lembaga pendidikan untuk membantu warga menjadi tenaga kerja siap pakai.

Sultan juga menginginkan, industrialisasi di Cirebon tidak akan menghilangkan budaya lokal. “Saya ingin Cirebon menjadi kota modern tapi budaya tetap terjaga. Seperti di Jepang dan Thailand,” ujar Sultan. (jok)

www.readtpp.comWebsite Twitter @TPP_Indonesia Facebook The President Post Indonesia LIPUTAN KHUSUS / SEPTEMBER 2014 / MINGGU #2

Page 6: Mohammad Singgih: Perlu Standarisasi Informasi Geospasialold.presidentpost.id/wp-content/uploads/2014/09/TABLOID-TPP-5.pdfDalam tugas pengintegrasian tersebut, BIG dapat mengintegrasikan

GEOSPASIAL

h a l . 6

Peran Informasi Geospasial Dalam Pengambilan Kebijakan

www.readtpp.comWebsite Twitter @TPP_Indonesia Facebook The President Post Indonesia

Agar kebijakan pembangunan yang diambil lebih efektif, efesien dan komunikatif, pemerintah perlu memiliki peta dan informasi geospasial yang akurat dan terpercaya. Melalui peta yang berisi data kondisi alam dan sosial ekonomi, pemerintah lebih mudah membuat kebijakan.

Betapa pentingnya informasi geospasial bagi pengambilan keputusan. Segala hal yang berhubungan dengan geospasial sudah diatur dalam Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (UUIG). Dalam UU ini, yang dimaksud geospasial atau ruang kebumian adalah aspek ke-ruangan yang menunjukkan lokasi, letak dan posisi suatu objek atau kejadian yang berada di bawah, pada atau di atas permukaan bumi yang dinyatakan dalam sistem koordinat tertentu.

Sedangkan data geospasial adalah data tentang lokasi geografis, dimensi atau ukuran, dan/atau karakteristik objek alam dan/atau buatan manusia yang berada di bawah, pada atau di atas permukaan bumi. Informasi geospasial, yang terdiri atas informasi geospasial dasar (IGD) dan informasi geospasial tematik (IGT), merupakan data geospasial yang sudah diolah sehingga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam perumusan kebijakan pengambilan keputusan dan/atau pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan ruang kebumian.

Penyelengggaraan Informasi geospasial dasar menjadi tanggung jawab penuh Badan Informasi Geospasial (BIG). Sebenarnya, IGT adalah wewenang dari sektoral, namun BIG berperan sebagai integrator sekaligus “filling the gap” atas informasi tematik yang dihasilkan oleh sektoral.

Undang-undang ini menekankan bahwa informasi geospasial harus dijamin kemutakhirannya dan keakuratannya serta diselenggarakan secara terpadu. Hal ini untuk menghindari adanya kekeliruan, kesalahan, dan tumpang tindih informasi yang beraki-bat pada ketidakpastian hukum, inefesiensi anggaran pembangunan, dan inefektivitas informasi.

Informasi geospasial adalah informasi yang sangat berharga dan dapat digunakan untuk mengelola sumber daya alam, penyusunan rencana tata ruang, dan perencanaan lokasi investasi. Tak hanya itu, informasi geospasial juga dapat digunakan untuk menentukan garis batas wilayah, pertanahan, kepariwisataan, dan pertahanan keamanan.

Ketersediaan informasi geospasial yang akurat dan terpercaya dapat meningkatkan pengambilan keputusan yang lebih efisien, efektif, dan komunikatif. Selembar peta mengandung beragam informasi yang menyangkut aspek keruangan atau informasi geospasial. Dalam peta, informasi tersebut berupa fakta yang terdapat pada daerah atau wilayah, meliputi kondisi alam maupun sosial ekonominya.

Mengacu pada UU No. 4 tahun 2011 tentang informasi geospasial, BIG memiliki tugas pokok dan fungsi yang lebih luas. BIG tidak hanya bertugas mengkoordinasikan dan melaksanakan kegiatan survei dan pemetaan, tetapi juga membangun informasi geospasial yang dapat dipertanggungjawabkan dan mudah diakses. Agar terselenggara dengan baik, BIG mencanangkan penerapan kebijakan satu peta (One Map Policy). Nantinya peta tersebut menjadi satu- satunya referensi nasional.

Kebijakan Satu Peta merupakan program pemerintah yang dikoordinasikan oleh Badan Informasi

Geospasial (BIG). Kebijakan Satu Peta merupakan implementasi dari Undang-Undang tentang Informasi Geospasial. Berdasarkan Undang- Undang tersebut, BIG memiliki 3 mandat yaitu membangun Informasi Geospasial Dasar (IGD), membina penyelenggaraan Informasi Geospasial Tematik (IGT) yang diselenggarakan oleh Kementerian/Lembaga lain serta membangun Infrastruktur Jaringan Informasi Geospasial. Kebijakan Satu Peta merupakan kebijakan yang mengkoordi-nasikan serta mensinkronkan kegiatan kementeri-an/lembaga terkait Informasi Geospasial Tematik.

Sebenarnya, dari dulu lembaga/kementerian sudah mempunyai peta sendiri-sendiri sesuai dengan kepentingannya. Namun, melalui Kebijakan Satu Peta ini, peta milik lembaga/kementeraian akan diperbaharui dengan informasi yang lebih akurat. Diharapkan peta baru itu bisa menjadi acuan bagi pemerintah untuk membuat kebijakan pembangun-an yang efektif dan efesien.

Untuk mengetahui lebih jauh tentang Geospasial, Rumah Kreasi Indonesia Hebat bekerjasama dengan The President Post menyelenggarakan diskusi panel berjudul “Kebangkitan Bangsa Melalui One Map Policy”. Hadir sebagai keynote speaker Dr.Ir. Siti Nurbaya, Msc dan didukung oleh tiga panelis Dr. Ruddy Tambunan, Prof.Dr.Ir. Ketut Wikantika, MCS; dan Ir. Henny Lilywati, M. Surv. Sc; serta moderator Ir. Mohammad Singgih, MEngSc.

Diskusi Panel tersebut akan diselenggarakan di President Lounge, Menara Batavia, Jakarta, hari Kamis tanggal 11 September 2014. (jok)

LIPUTAN KHUSUS / SEPTEMBER 2014 / MINGGU #2

Page 7: Mohammad Singgih: Perlu Standarisasi Informasi Geospasialold.presidentpost.id/wp-content/uploads/2014/09/TABLOID-TPP-5.pdfDalam tugas pengintegrasian tersebut, BIG dapat mengintegrasikan

h a l . 7www.readtpp.comWebsite Twitter @TPP_Indonesia Facebook The President Post Indonesia

NALDIHAROEN

Memangkas Perizinan yang Tumpang Tindih

Prefunction Hall A

LIPUTAN KHUSUS / SEPTEMBER 2014 / MINGGU #2

Gerah dengan banyaknya peraturan dan perizinan yang tumpang tindih, Naldi Haroen Nazarruddin mendirikan Lembaga Pemantau Perijinan Birokrasi Indonesia (LP2BI). Lembaga yang berada di bawah naungan Rumah Kreasi Indonesia Hebat (RKIH) itu akan mengkaji perizinan yang ada di semua lembaga pemerintah agar transparan, baik persyaratan maupun waktu pengurusannya.

Sebagai pengusaha batubara, Naldi merasakan bagaimana susahnya mengurus perizinan usaha. “Harus melewati banyak instansi dan butuh waktu lama,” ujar Naldi saat berbincang dengan The President Post di Jakarta, Selasa (9/9/2014). Terkadang, peraturan satu instansi bertentangan dengan peraturan lainnya sehingga menyulitkan masayarakat.

“Kami akan mengkaji seluruh perizinan yang ada,” tambah lulusan Geologi, Universitas Padjadjaran, Bandung itu. Pada tahap awal, LP2BI akan meminta kepada instansi pemerintah untuk menandatangani MoU (memorandum of understanding). Tidak ada alasan bagi instansi mana pun untuk menolak MoU tersebut karena tujuannya untuk memudahkan perizinan.

Setelah mendapat MoU dengan instansi pemerintah, Dewan Pakar LP2BI akan mengkaji seluruh perizinan dan peraturan yang ada, mana yang tumpang tindih dan perlu dihapus. Menurut Naldi, organisasinya mempunyai Dewan Pakar yang terdiri dari pengusaha-pengusaha terkait. “Jadi mereka tahu betul perizinan mana yang menghambat investasi,” lanjut pria kelahiran Bukit Tinggi, 15 Okotber 1950 itu.

Hasil kajian itu nantinya diberikan kepada pemerintah/presiden sebagai bahan masukan. Dengan demikian, pemerintah bisa memotong birokrasi yang berbelit. Beberapa instansi yang menjadi prioritas adalah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perhubungan dan Kementerian Kehutanan.

“ESDM kita prioritaskan karena menyangkut Bahan Bakar Minyak (BBM),” kata Naldi yang juga menjabat sebagai Ketua BBM Watch. Sementara di Kementerian Kehutanan, banyak peraturan yang tumpang tindih. Menurut Naldi, pembangunan tol Samarinda-Balikapan terhambat karena melewati hutan lindung. Hal seperti ini seharusnya tidak perlu terjadi jika presiden melakukan koordinasi dengan kementerian terkait sehingga pembangunan yang memiliki dampak luas untuk masyarakat tidak terganggu. (jok)

Page 8: Mohammad Singgih: Perlu Standarisasi Informasi Geospasialold.presidentpost.id/wp-content/uploads/2014/09/TABLOID-TPP-5.pdfDalam tugas pengintegrasian tersebut, BIG dapat mengintegrasikan

h a l . 8

INFRASTRUKTUR

Infrastruktur di Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara tetangga. Indonesia harus mengejar ketertinggalan itu dengan me-ningkatkan kerjasama pemerintah dan swasta (public private partnership).

Menurut World Economic Forum 2013-2014, competitiveness Index kualitas infrastruktur jalan di Indonesia menduduki peringkat 61 dari 148 negara, sedangkan menurut Word Bank 2014, Logistic Performance Index yang salah satunya dipengaruhi infrastruktur jalan, Indonesia pada peringkat 53 dari 155 Negara. “Kita harus mengejar ketinggalan infrastruktur itu,” kata Tri Widjajanto Joedosastro dalam Seminar Infrastruktur berjudul “Perkuatan Pembangunan Infrastruktur Bagi Terwujudnya Indonesia Hebat 2015-2019” yang diselenggarakan oleh Rumah Kreasi Indonesia Hebat bekerja sama dengan The President Post di President Lounge, Jakarta, Kamis (4/9/2014).

Buruknya sistem transportasi di Indonesia, ujar Budhi M. Suyitno disebabkan oleh faktor eksternal dan internal. Faktor internal adalah terdapatnya ke-senjangan antara daerah maju dan terbelakang, kelemahan akses ke pasar nasional dan internasional. “Juga terdapat tumpang tindih antara aturan pusat, daerah dan instansi,” kata Sekjen Akademi Ilmu

Optimalkan Peran Public Private PartnershipPengetahuan Indonesia (AIPI) itu. Sementara itu Akhmad Suraji dari Komite Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Lembaga Pengembang-an Jasa Konstruksi (LPJK) Nasional mengatakan pembangunan infrastruktur harus disesuaikan dengan kondisi geografis di mana sebagian besar wilayah Indonesia terdiri dari lautan. Dia pun menyarankan agar pemerintah fokus membangun infrstruktur teknis/ekonomi yang menjadi kewajiban negara, seperti membangun pembangkit listrik, telekomunika-si, bendungan, saluran irigasi, jalan dan jembatan serta transportasi (kereta api, pelabuhan, bandara).

Untuk membangun infrastruktur strategis tahun 2015-2019, pemerintah memerlukan dana Rp 3.386,47 trilyun. Tahun 2010-2013, realisasi investasi infrastruktur dari sewasta hanya sebesar 14,4%.

Oleh karena itu, Suraji menyarankan agar pemerintah mendorong skema pembiayaan alternatif (creative financing scheme). Bentuknya bisa bermacam-macam seperti Infrastructure Bond yang penggunaannya dikhususkan hanya untuk pembiayaan proyek-proyek infrastruktur, Penugasan BUMN, , Private Finance Initiative (PFI) dengan multi-year contract 15 hingga 30 tahun, Performance-Based Annuity Scheme (PBAS), serta pembangunan infrastruktur berbasis

partisipasi masyarakat (community-based infrastructure).

Salah satu swasta yang turut mengembangkan infrastruktur adalah Jababeka. Menurut Kukuh Sulaksono, General Manager Jababeka Infrastruk-tur, swasta bisa berperan dalam membangun kota baru berbasis industri manufaktur. Dia mengambil contoh Jababeka di kawasan Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Tahun 1990-an, Jababeka dibangun untuk mengatasi industri yang terpusat di Jakarta. “Dalam 20 Tahun kota tumbuh pesat yang dihuni 2 juta penduduk. Dilengkapi sarana-prasarana modern dan berkelas dunia,” ujarnya. Bahkan, Jababeka menjadi pusat kegiatan Industri nasional yang berkontribusi 35 % terhadap Produk Domes-tik Bruto (PDB) Nasional .

Dari keberhasilan membangun Jababeka di Cikarang, pihaknya akan mengembangkan 100 kota baru dengan kategori medium ke bawah. Kukuh mengingatkan pentingnya indfrastruktur dalam pengembangan kota. Dari tujuh faktor kunci keberhasilan sebuah kota, lima di antaranya menyangkut infrastruktur yaitu jalan tol, ketersediaan air, akses pelabuhan, jaringan telekomunikasi dan penyediaan energi/gas. (jok)

www.readtpp.comWebsite Twitter @TPP_Indonesia Facebook The President Post IndonesiaLIPUTAN KHUSUS / SEPTEMBER 2014 / MINGGU #2


Related Documents