YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript

BAB I

PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Masalah

Pembangunan ekonomi merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi - institusi Nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Pembangunan ekonomi memiliki tiga tujuan inti antara lain peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup, peningkatan standar hidup (pendapatan, penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan) dan perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial (Todaro, 2006).

Salah satu indikator untuk menilai keberhasilan dari pembangunan ekonomi suatu negara adalah dilihat dari kesempatan kerja yang diciptakan dari pembangunan ekonomi. Namun, upaya untuk mengentaskan masalah pengangguran masih belum berhasil. Perluasan penyerapan tenaga kerja diperlukan untuk mengimbangi laju pertumbuhan penduduk usia muda yang masuk ke pasar tenaga kerja. Ketidak seimbangan antara pertumbuhan angkatan kerja dan penciptaan lapangan kerja akan menyebabkan tingginya angka pengangguran. Kemudian, meningkatnya angka pengangguran akan mengakibatkan pemborosan sumber daya dan potensi angkatan kerja yang ada, meningkatnya beban masyarakat, merupakan sumber utama kemiskinan dan mendorong terjadinya peningkatan keresahan sosial, serta manghambat pembangunan ekonomi dalam jangka panjang (Depnakertrans, 2004).

Menurut Kusumosuwidho (1981), kegiatan ekonomi harus tumbuh dan berkembang lebih cepat dari pertambahan jumlah orang yang mencari pekerjaan. Keadaan ini sangat diperlukan untuk memperkecil tingkat pengangguran terbuka (open employment).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Banten pada tahun 2007, sebanyak 31.573 penduduk Cilegon menganggur dari jumlah penduduk 338.027 jiwa. Pada tahun 2008 jumlah penduduk 343.599 jiwa, 29.171 jiwa adalah penganggura. pada tahun 2009 jumlah pengangguran 29.22 jiwa dari jumlah penduduk 349.162 jiwa, pada tahun 2010 sebanyak 37.397 jiwa adalah pengangguran dari jumlah penduduk 374.559 jiwa. Tahun 2011, jumlah penduduk Kota Cilegon 374.559 jiwa, 24.426 jiwa adalah pengangguran.Pertumbuhan ekonomi daerah yang dicerminkan oleh laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru ternyata tidak mampu merealisasikan harapan. Tambahan tenaga kerja yang terserap relatif kecil. Angka penganguran masih saja tinggi. Hal ini terjadi antara lain karena adanya pengaruh serikat kerja dan intervensi pemerintah dalam penentuan upah minimum. Sebab lain adalah banyaknya pencari kerja dengan tingkat pendidikan tertentu tidak sesuai dengan yang dibutuhkan pasar kerja.Kondisi yang ideal dari pertumbuhan ekonomi terhadap pertumbuhan tenaga kerja adalah ketika pertumbuhan ekonomi mampu menambah penggunaan tenaga kerja secara lebih besar (Dimas, 2009).1.2 Rumusan Masalah

Penyerapan tenaga kerja merupakan suatu kondisi adanya permintaan tenaga kerja yang tercermin dari tersedianya lapangan kerja sehingga penduduk yang bersedia dan mampu bekerja dapat memperoleh pekerjaan. peningkatan penyerapan tenaga kerja dapat mengurangi tingkat pengangguran.

Perekonomian Kota Cilegon belum mampu memperluas lapangan kerja, hal ini ditunjukkan dengan lebih besarnya jumlah angkatan kerja daripada jumlah kesempatan kerja pada sector formal. Kondisi ini berimplikasi pada tingginya tingkat pengangguran, yakni rata-rata mencapai 17 persen per tahun sejak tahun 2007 hingga 2011. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan tingkat pengangguran normal yang sebesar 4 persen, yakni jumlah pengangguran yang wajar terjadi dalam perekonomian. Oleh karena itu, perlu dianalisis lebih lanjut mengenai penyerapan tenaga kerja di Kota Cilegon.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis penyerapan tenaga kerja di sektor industri maupun sektor perdagangan di Kota Cilegon.

2. Untuk merumuskan kebijakan yang terkait dengan penyerapan tenaga kerja di Kota Cilegon.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menjadi masukan atau input bagi pengambil keputusan dan instansiinstansi terkait dalam perumusan kebijakan yang menyangkut perluasan penyerapan tenaga kerja dan pengurangan pengangguran di Kota Cilegon.

2. Memberi referensi dan gambaran yang mungkin akan berguna dikalangan akademis fakultas ekonomi dalam melanjutkan penelitian yang sejenis yang berkaitan dengan penelitian ini.

3. Sebagai bahan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan bagi penulis.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1 Landasan Teori2.1.1 Tenaga Kerja Menurut Badan Pusat Statistik, Tenaga Kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun atau lebih) yang bekerja atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja, dan yang sedang mencari pekerjaan.

Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang disebut tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

Menurut Simanjuntak (1998), tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Pencari kerja, bersekolah, dan mengurus rumah tangga walaupun tidak bekerja, tetapi mereka secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja. Mulyadi (2003) menyatakan bahwa tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja (berusia 15-64 tahun) atau jumlah penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga kerja mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktifitas tersebut.

Pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja dibedakan hanya oleh batas umur. Pada awalnya batasan umur penggolongan tenaga kerja di Indonesia sejak tahun 1971 adalah bilamana seseorang sudah berumur 10 tahun atau lebih. Pemilihan batasan umur ini berdasarkan kenyataan bahwa dalam umur tersebut sudah banyak penduduk bekerja atau mencari pekerjaan. Dengan bertambahnya kegiatan pendidikan dan penetapan kebijakan wajib belajar 9 tahun, maka jumlah penduduk dalam usia sekolah yang bekerja berkurang. Oleh karena itu, semenjak dilaksanakan SAKERNAS (Survei Angkatan Kerja Nasional) tahun 2001, batas umur penggolongan kerja yang semula 10 tahun atau lebih dirubah menjadi 15 tahun atau lebih. Indonesia tidak menggunakan batas umur maksimum dalam pengelompokkan usia kerja karena belum mempunyai jaminan sosial nasional. Hanya sebagian kecil penduduk Indonesia yang menerima tunjangan di hari tua, yaitu pegawai negeri dan sebagian kecil pegawai perusahaan swasta.

Tenaga kerja merupakan penduduk yang berumur didalam batas usia kerja. Tenaga kerja dibagi dalam dua kelompok yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah penduduk dalam usia kerja yang terlibat atau berusaha untuk terlibat dalam kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan jasa. Angkatan kerja terdiri dari golongan bekerja serta golongan menganggur dan mencari pekerjaan.

Bukan angkatan kerja adalah penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak mencari pekerjaan. Bukan angkatan kerja terdiri dari golongan yang bersekolah, golongan yang mengurus rumah tangga dan golongan lain-lain atau penerima pendapatan. Ketiga golongan dalam kelompok ini sewaktu-waktu dapat menawarkan jasanya untuk bekerja. Oleh sebab itu, kelompok ini sering juga dinamakan sebagai angkatan kerja potensial (potensial labor force).

Angkatan kerja dalam suatu perekonomian digambarkan sebagai penawaran tenaga kerja yang tersedia dalam pasar tenaga kerja. Angkatan kerja dibedakan menjadi dua subkelompok yaitu pekerja dan penganggur. Pekerja adalah orangorang yang bekerja, mencakup orang yang mempunyai pekerjaan dan memang sedang bekerja serta orang yang mempunyai pekerjaan namun untuk sementara waktu sedang tidak bekerja. Dikategorikan sebagai pekerja apabila waktu minimum bekerja yaitu selama satu jam selama seminggu yang lalu untuk kegiatan produktif sebelum pencacahan dilakukan. Adapun yang dimaksud dengan penganggur adalah orang yang tidak mempunyai pekerjaan atau berusaha mencari kerja dan belum bekerja minimal satu jam selama seminggu yang lalu sebelum dilakukan pencacahan.

Golongan bekerja dibedakan pula menjadi dua dua subkelompok yaitu bekerja penuh dan setengah pengangguran. Menurut pendekatan pemanfaatan tenaga kerja, bekerja penuh adalah pemanfaatan tenaga kerja secara optimal dari segi jam kerja maupun keahlian. Sedangkan setengah menganggur adalah mereka yang kurang dimanfaatkan dalam bekerja diukur dari segi jam kerja, produktivitas tenaga kerja dan penghasilan yang diperoleh.

Pengangguran adalah bagian dari angkatan kerja yang sekarang ini tidak bekerja dan sedang aktif mencari pekerjaan. Banyak sedikitnya pengangguran dapat mencerminkan baik buruknya suatu perekonomian. Indeks yang dipakai adalah tingkat pengangguran yang merupakan persentase jumlah orang yang sedang mencari pekerjaan terhadap jumlah orang yang menawarkan tenaga kerjanya (Kusumosuwidho, 1981). Menurut Dimas dan Nenik Woyanti (2009), pengangguran masih dikategorikan wajar atau normal selama indeks pengangguran masih dibawah 4%. Indeks pengangguran dapat dirumuskan sebagai berikut:

IP= x 100%Menurut Mankiw (2003), ada dua alasan penyebab adanya pengangguran. Pertama, dibutuhkannya waktu untuk mencocokkan antara para pekerja dengan pekerjaan (pengangguran friksional). Alasan kedua yaitu gagalnya upah melakukan penyesuaian sampai suatu kondisi dimana penawaran kerja sama dengan permintaannya, sehingga terjadi ketidak seimbangan dalam pasar tenaga kerja.

2.1.1.1 Penyerapan Tenaga KerjaPenyerapan tenaga kerja adalah banyaknya lapangan kerja yang sudah terisi yang tercermin dari banyaknya jumlah penduduk bekerja. Penduduk yang bekerja terserap dan tersebar di berbagai sektor perekonomian. Terserapnya penduduk bekerja disebabkan oleh adanya permintaan akan tenaga kerja. Oleh karena itu, penyerapan tenaga kerja dapat dikatakan sebagai permintaan tenaga kerja (Kuncoro, 2002).

2.1.1.2 Permintaan Tenaga KerjaPermintaan adalah suatu hubungan antar harga dan kuantitas. Sehubungan dengan tenaga kerja, permintaan tenaga kerja adalah hubungan antar tingkat upah (harga tenaga kerja) dan kuantitas tenaga kerja yang dikehendaki untuk dipekerjakan dalam jangka waktu tertentu.

Permintaan perusahaan terhadap tenaga kerja berbeda dengan permintaan konsumen terhadap barang dan jasa. Orang membeli barang karena barang itu memberikan nikmat (utility) kepada si pembeli. Sementara pengusaha mempekerjakan seseorang karena membantu memproduksikan barang atau jasa untuk dijual kepada konsumen. Oleh karena itu, kenaikan permintaan perusahaan terhadap tenaga kerja tergantung dari kenaikan permintaan masyarakat akan barang yang diproduksinya. Permintaan akan tenaga kerja yang seperti itu disebut derived demand (Simanjuntak, 1998).

Permintaan tenaga kerja berkaitan dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahan atau instansi tertentu, dimana keuntungan usaha yang didapat akan memberikan hasil yang maksimum. Secara umum permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh:

1. Perubahan tingkat upahPerubahan tingkat upah akan mempengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi perusahaan. Apabila digunakan asumsi tingkat upah naik maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut:

a. Naiknya tingkat upah akan menaikkan biaya produksi perusahaan, selanjutnya akan meningkatkan pula harga per unit produksi. Biasanya konsumen akan memberikan respon yang cepat apabila terjadi kenaikan harga barang, yaitu mengurangi konsumsi atau bahkan tidak membeli sama sekali (untuk barang sekunder dan tersier). Dalam jangka pendek kenaikan upah diantisipasi perusahaan dengan mengurangi produksinya. Turunnya target produksi mengakibatkan bekurangnya tenaga kerja yang dibutuhkan. Penurunan jumlah tenaga kerja karena turunnya skala produksi disebut dengan efek skala produksi atau scale effect.b. Kenaikan tingkat upah dalam jangka panjang akan direspon oleh perusahaan dengan penyesuaian terhadap input yang digunakan. Perusahaan akan menggunakan teknologi padat modal untuk proses produksinya dan menggantikan tenaga kerja dengan barang-barang modal seperti mesin dan lain-lain. Kondisi ini terjadi bila tingkat upah naik dengan asumsi harga barang-barang modal lainnya tetap. Penurunan penggunaan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan karena adanya penggantian atau penambahan penggunaan mesin-mesin disebut efek substitusi tenaga kerja atau substitution effect (capital intensive).Dampak kenaikkan tingkat upah terhadap permintaan tenaga kerja dalam jangka pendek maupun jangka panjang ditunjukkan oleh Gambar 2.2.

Gambar 2.2 menjelaskan bahwa kenaikkan upah akan mendapatkan respon yang berbeda pada permintaan tenaga kerja dalam jangka pendek dan jangka panjang. Kurva permintaan tenaga kerja dalam jangka panjang lebih landai atau elastis daripada kurva permintaan tenaga kerja dalam jangka pendek. Hal ini disebabkan karena dalam jangka panjang kenaikan upah akan disikapi perusahaan dengan mengkombinasikan penggunaan modal dan tenaga kerja yang memberikan biaya yang paling rendah. Oleh karena itu, perusahaan akan mengurangi penggunaan tenaga kerja sehubungan dengan upah tenaga kerja yang naik dan perusahaan akan menambah modal untuk mengimbangi pengurangan penggunaan tenaga kerja tersebut.

a. Perubahan permintaan hasil produksi oleh konsumen

Apabila permintaan akan hasil produksi perusahaan meningkat, perusahaan cenderung untuk menambah kapasitas produksinya. Untuk maksud tersebut perusahaan akan menambah penggunaan tenaga kerjanya.b. Harga barang modal turun

Apabila harga barang modal turun, maka biaya produksi turun dan tentunya mengakibatkan harga jual barang per unit ikut turun. Pada keadaan ini perusahaan akan cenderung meningkatkan produksi karena permintaan hasil produksi bertambah besar, akibatnya permintaan tenaga kerja meningkat pula.

2.1.1.3 Pasar Tenaga KerjaMenurut Simanjuntak (1998), pasar kerja adalah seluruh aktivitas dan pelaku-pelaku yang mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja. Pasar tenaga kerja dibutuhkan karena dalam kenyataannya terdapat banyak perbedaan- perbedaan di kalangan pencari kerja dan di antara lowongan kerja. Perbedaan- perbadaan tersebut antara lain:

a. Pencari kerja mempunyai tingkat pendidikan, keterampilan, kemampuan dan sikap pribadi yang berbeda.b. Setiap perusahaan menghadapi lingkungan yang berbeda: luaran (output), masukan (input), manajamen, teknologi, lokasi, pasar, dll, sehingga mempunyai kemampuan yang berbeda dalam memberikan tingkat upah, jaminan sosial dan lingkungan pekerjaan.

Baik pengusaha maupun pencari kerja sama-sama mempunyai informasi yang terbatas mengenai hal-hal yang dikemukakan dalam butir (a) dan (b). Keseimbangan antara permintaan dan penawaran tenaga kerja akan terjadi apabila pencari kerja menerima pekerjaan yang ditawarkan pada tingkat upah tertentu (W0) dan perusahaan bersedia mempekerjakan tenaga kerja pada tingkat upah itu pula. Pada titik keseimbangan E, kedua pihak (pencari kerja dan perusahaan) memiliki nilai kepuasan yang sama, dan pada tingkat upah W0 banyaknya tenaga kerja yang diminta maupun yang ditawarkan adalah seimbang, yaitu sama dengan L0. Titik keseimbangan E akan akan berubah apabila terjadi gangguan dipasar tenaga kerja sehingga mempengaruhi pergeseran kurva permintaan atau penawaran tenaga kerja.2.1.2 Teori UpahMinimumUpah menurut Tjiptoherijanto (1990) adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan dan dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan atas dasar suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan serta dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja termasuk tunjangan, baik untuk pekerja sendiri maupun untuk keluarganya.

Dalam persaingan murni pasar tenaga kerja, tingkat upah ditentukan oleh kekuatan pasar, sehingga seorang pekerja akan menerima upah berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran tenaga kerja dalam pasar tenaga kerja. Namun, dalam kenyataannya tingkat upah sangat bervariasi. Hal ini disebabkan antara lain oleh (Kertonogoro, 2001):

a. Penawar atau peminta tenaga kerja mempunyai kekuatan lebih di pasar tenaga kerja, sehingga ikut mempengaruhi upah (bukan price taker).

b. Berbagai intervensi yang dilakukan di pasar tenaga kerja oleh pemerintah, serikat pekerja dan pengusaha.

c. Faktor-faktor non moneter seperti lokasi pekerjaan dan kondisi kerja (risiko, keselamatan dan kesehatan).

d. Diskriminasi baik secara aktual maupun yang siprepsesikan berdasarkan gender, umur, ras dan suku baik secara nyata maupun secara teresembunyi. Upah minimum adalah upah yang ditetapkan secara minimum regional, sektoral regional maupun sub sektoral. Dalam hal ini upah minimum adalah upah pokok dan tunjangan. Upah minimum ditetapkan berdasarkan persetujuan dewan pengupahan yang terdiri dari pemerintah, pengusaha dan serikat pekerja. Tujuan dari ditetapkannya upah minimum adalah untuk memenuhi standar hidup minimum sehingga dapat mengangkat derajat penduduk berpendapatan rendah (Tjiptoherijanto, 1990).

Kebijakan upah minimum di Indonesia tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per-01/Men/1999 dan UU Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003. Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per-01/Men/1999 tentang Upah Minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Yang dimaksud dengan tunjangan tetap adalah suatu jumlah imbalan yang diterima pekerja secara tetap dan teratur pembayarannya, yang tidak dikaitkan dengan kehadiran ataupun pencapaian prestasi tertentu. Tujuan dari penetapan upah minimum adalah untuk mewujudkan penghasilan yang layak bagi pekerja. Beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan termasuk meningkatkan kesejahteraan para pekerja tanpa menafikkan produktifitas perusahaan dan kemajuannya, termasuk juga pertimbangan mengenai kondisi ekonomi secara umum.

Secara empiris ada tiga komponen yang dianggap mempengaruhi besarnya upah minimum, yaitu (Tjiptoherijanto, 1990):

a. Kebutuhan Fisik MinimumAdalah kebutuhan pokok seseorang yang diperlukan untuk mempertahankan kondisi fisik dan mentalnya agar dapat menjalankan fungsinya sebagai salah satu faktor produksi. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang minimum baik ditinjau dari segi jumlah maupun dari segi mutu barang dan jasa yang dibutuhkan, sehingga merupakan kebutuhan yang tidak dapat dihindari atau dikurangi lagi seperti makan, minum, bahan bakar, perumahan, pakaian, dll.

b. Indeks Harga KonsumenMerupakan petunjuk mengenai naik turunnya harga kebutuhan hidup. Naiknya harga kebutuhan hidup ini secara tidak langsung mencerminkan tingkat inflasi. Data IHK mencakup 160 macam barang yang dibagi menjadi empat kelompok pengeluaran, yaitu: makanan, sandang, perumahan dan aneka.

c. Pertumbuhan Ekonomi DaerahPertumbuhan ekonomi suatu daerah mencerminkan keadaan perekonomian di suatu daerah. Keadaan perekonomian ini akan mempengaruhi pertumbuhan dan kondisi perusahaan yang beroperasi didaerah yang bersangkutan. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan perekonomian di sutu daerah, maka semakin besar pula kesempatan berkembang bagi perusahaan- perusahaan yang beroperasi di daerah tersebut.

2.1.3 PDRB

PDRB merupakan penjumlahan nilai output bersih perekonomian yang ditimbulkan oleh seluruh kegiatan ekonomi di suatu wilayah tertentu (provinsi dan kabupaten /kota), dan dalam satu kurun waktu tertentu (satu tahun kelender). Kegiatan ekonomi yang dimaksud kegiatan pertanian, pertambangan, industri pengolahan, sampai dengan jasa.

Dalam penghitungannya, untuk menghindari hitung ganda, nilai output bersih diberi nama secara spesifik, yaitu nilai tambah (value added). Demikian juga, harga yang digunakan dalam perhitungan ini adalah harga produsen. Penilaian pada harga konsumen akan menghilangkan PDRB subsektor perdagangan dan sebagian subsektor pengangkutan.

2.1.3.1 Penghitungan PDRBHasil penghitungan PDRB disajikan menjadi dua bagian yaitu

1. PDRB Atas Harga Berlaku, dan 2. PDRB Atas Harga Konstan Tahun 2000.

1. Penghitungan Atas Dasar Harga Berlaku

PDRB atas dasar harga berlaku merupakan jumlah seluruh NTB atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun, yang dinilai dengan harga tahun yang bersangkutan.

NTB atas dasar harga berlaku yang didapat dari pengurangan NPB/Output dengan biaya antara masing-masing dinilai atas dasar harga berlaku. NTB menggambarkan perubahan volume/kuantum produksi yang dihasilkan dan tingkat perubahan harga dari masing-masing kegiatan, subsektor, dan sektor. Mengingat sifat barang dan jasa yang dihasilkan oleh setiap sektor, maka penilaian NPB/Output dilakukan sebagai berikut :

1. Untuk sektor primer yang produksinya bisa diperoleh secara langsung dari alam seperti pertanian, pertambangan dan penggalian, pertama kali dicari kuantum produksi dengan satuan standar yang biasa digunakan. Setelah itu ditentukan kualitas dari jenis barang yang dihasilkan. Satuan dan kualitas yang dipergunakan tidak selalu sama antara satu kabupaten/ kota dengan kabupaten/kota lainnya. Selain itu diperlukan juga data harga per unit/satuan dari barang yang dihasilkan. Harga yang dipergunakan adalah harga produsen, yaitu harga yang diterima oleh produsen atau harga yang terjadi pada transaksi pertama antara produsen dengan pembeli/konsumen. NPB/Output atas dasar harga berlaku merupakan perkalian antara kuantum produksi dengan harga masing-masing komoditi pada tahun yang bersangkutan. Selain menghitung nilai produksi utama, dihitung pula nilai produksi ikutan yang dihasilkan dengan anggapan mempunyai nilai ekonomi. Produksi ikutan yang dimaksudkan adalah produksi ikutan yang benar-benar dihasilkan sehubungan dengan proses produksi utamanya.2. Untuk sektor sekunder yang terdiri dari sektor industri pengolahan, listrik, gas dan air minum, dan sektor konstruksi, penghitungannya sama dengan sektor primer. Data yang diperlukan adalah kuantum produksi yang dihasilkan serta harga produsen masing-masing kegiatan, subsektor dan sektor yang bersangkutan. NPB/Output atas dasar harga berlaku merupakan perkalian antara kuantum produksi dengan harga masing-masing komoditi pada tahun yang bersangkutan. Selain itu dihitung juga produksi jasa yang digunakan sebagai pelengkap dan tergabung menjadi satu kesatuan usaha dengan produksi utamanya.3. Untuk sektor-sektor yang secara umum produksinya berupa jasa seperti sektor perdagangan,restoran dan hotel; pengangkutan dan komunikasi; bank dan lembaga keuangan lainnya; sewa rumah dan jasa perusahaan; serta pemerintah dan jasa -jasa, untuk penghitungan kuantum produksinya dilakukan dengan mencari indikator produksi yang sesuai dengan masing-masing kegiatan, subsektor, dan sektor. Pemilihan indikator produksi didasarkan pada karakteristik jasa yang dihasilkan serta disesuaikan dengan data penunjang lainnya yang tersedia. Selain itu diperlukan juga indikator harga dari masing-masing kegiatan, subsektor dan sektor yang bersangkutan. NPB/Output atas dasar harga berlaku merupakan perkalian antar indikator harga masing-masing komoditi/jasa pada tahun yang bersangkutan.

2. Penghitungan Atas Dasar Harga Konstan

Penghitungan atas dasar harga konstan pengertiannya sama dengan atas dasar harga berlaku, tetapi penilaiannya dilakukan dengan harga suatu tahun dasar tertentu. NTB atas dasar harga konstan menggambarkan perubahan volume/kuantum produksi saja. Pengaruh perubahan harga telah dihilangkan dengan cara menilai dengan harga suatu tahun dasar tertentu. Penghitungan atas dasar konstan berguna untuk melihat pertumbuhan ekonomi secara kesuluruhan atau sektoral. Juga untuk melihat perubahan struktur perekonomian suatu daerah dari tahun ke tahun.2.1.4 Hubungan Antar Variabel

Penyerapan tenaga kerja atau permintaan tenaga kerja pada dasarnya tergantung pada besarnya permintaan masyarakat terhadap output yang dihasilkan. Semakin besar permintaan terhadap output, maka akan semakin besar pula permintaan akan tenaga kerja. Apabila terjadi peningkatan permintaan tenaga kerja, maka dapat dikatakan bahwa penyerapan tenaga kerja juga meningkat.

2.1.4.1 Hubungan Upah dengan Penyerapan tenaga kerja

Menurut UU no 13 Tahun 2003, upah adalah hak pekerja atau buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja atau buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja atau buruh dan keluarganya atas suatu pekerja dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Besarnya upah ditentukan berdasarkan perjanjian antara pengusaha dengan pekerja atau serikat kerja.

Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 2003 mendefinisikan upah sebagai hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerja atas suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya.

Landasan sistem pengupahan di Indonesia adalah UUD Pasal 27 ayat 2 dan penjabarannya dalam hubungan industrial pancasila. Sistem pengupahan pada prinsipnya haruslah :

1. Mempunyai fungsi sosial yakni mampu menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya.2. Mencerminkan pemberian imbalan terhadap hasil kerja seseorang

3. Memuat pemberian intensif yang mendorong peningkatan produktivitas tenaga kerja dan pendapatan nasional.

Upah dibayarkan oleh perusahaan kepada pekerja berdasarkan tambahan output sehubungan dengan penambahan seorang karyawan atau disebut VMPPL (Value Marginal Physical of Labor). Persamaannya dapat ditulis sebagai berikut (Simanjuntak, 1998):

VMPPL = P x MPPL = Upah.............................................................. (2.8)

Tingkat upah memiliki hubungan negatif dengan penyerapan tenaga kerja.

Menurut Simanjuntak (1998), upah dipandang sebagai beban oleh perusahaan karena semakin besar tingkat upah akan semakin kecil proporsi keuntungan yang dinikmati oleh perusahaan. Oleh karena itu, kenaikkan tingkat upah direspon oleh perusahaan dengan menurunkan jumlah tenaga kerja.

Sesuai dengan penelitian Kuncoro (2002), bahwa besarnya tenaga kerja yang diserap dipengaruhi oleh tingkat upah riil. Menurut teori permintaan tenaga kerja, kuantitas tenaga kerja yang diminta akan menurun sebagai akibat dari kenaikkan upah. Apabila tingkat upah naik, sedangkan input lainnya tetap, berarti harga tenaga kerja relatif lebih mahal dari pada input lain. Situasi ini mendorong pengusaha untuk mengurangi penggunaan tenaga kerja yang harganya relatif mahal dengan input-input lain yang harga relatifnya lebih murah guna mempertahankan keuntungan yang maksimum.

2.1.4.2 Hubungan PDRB dengan Penyerapan Tenaga Kerja

Indikator yang sering dipakai untuk menilai kinerja perekonomian suatu negara adalah Produk Domestik Bruto (PDB), sedangkan indikator untuk melihat kinerja ekonomi suatu wilayah dalam suatu negara tertentu digunakan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), yang merupakan keseluruhan nilai tambah yang timbul akibat adanya berbagai aktivitas ekonomi yang dilakukan dalam suatu wilayah terutama yang dikaitkan dengan kemampuan wilayah tersebut dalam mengelola sumber daya yang dimiliki. Disebut domestik karena menyangkut batas wilayah dan dinamakan bruto karena telah memasukkan komponen penyusutan dalam perhitungannya. PDRB secara umum disebut juga agregat ekonomi, maksudnya angka besaran total yang menunjukkan prestasi ekonomi suatu wilayah. Dari agregat ekonomi ini selanjutnya dapat diukur pertumbuhan ekonomi. Untuk menghitung pertumbuhan ekonomi riil terlebih dahulu harus dihilangkan pengaruh perubahan harga yang melekat pada angka- angka agregat ekonomi menurut harga berlaku sehingga terbentuk harga agregat ekonomi menurut harga konstan.

Penelitian Okun (1980) dalam Dornbusch (1991) di Amerika Serikat yang dilatarbelakangi anggapan bahwa dari waktu ke waktu angkatan kerja mengalami pertumbuhan sehingga pengangguran akan naik kecuali jika output riil maupun kesempatan kerja mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Dalam bentuk pertumbuhan, Okun membuktikan bahwa tingkat pengangguran akan turun sebesar 0,4 persen setiap laju pertumbuhan PDB riil sebesar 1 persen per tahun. Hukum Okun ini merupakan hasil dari penelitian empiris sehingga hukum tersebut bukan merupakan hukum yang tetap, karena angka estimasi atas hubungan antara trend laju pertumbuhan output dan tingkat pengangguran akan berubah dari waktu ke waktu.

Pertumbuhan ekonomi yang meningkat memerlukan tenaga kerja tambahan sebagai faktor produksi untuk memenuhi permintaan agregat yang meningkat. Kondisi seperti ini terutama akan terjadi pada struktur perekonomian yang memiliki corak padat karya (labour intensive). Apabila struktur perekonomian suatu wilayah adalah capital intensive (padat modal), maka pertumbuhan ekonomi hanya akan meningkatkan kebutuhan modal dan tidak akan menyerap banyak tenaga kerja.

2.2 Penelitian TerdahuluTinjauan pustaka dari penelitian terdahulu dijelaskan secara sistematis tentang hasil-hasil penelitian yang didapat oleh peneliti terdahulu dan berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Hasil penelitian terdahulu diuraikan pada Tabel 2.2.Tabel 2.2

Penelitian TerdahuluNo Judul dan PenulisMetodologi Hasil Penelitian

1Judul:Upah Sistem

Bagi Hasil dan Penyerapan Tenaga Kerja

Penulis:Haryo Kuncoro

Tahun: 2002Data:Data panelJenis data: sekunderVariabel:- Dependen Variabel:Jumlah tenaga yang terserap- Independen Variabel:a. Upahb. Outputc. Variabel dummy perubahan teknologiAlat Analisis:Error Correction Model (ECM)Model Analisis:Model Permintaan tenaga kerjayang digunakan adalah fungsi permintaan tenaga kerja versi NaivelnLd = 0 + 1 ln W + 2 lnQ +P3T + 4PS + Dimana:- Ld = Penyerapan tenaga kerja- w/p = Upah riil- Q = Output- T = Teknologi- PS = Keuntungan perusahaana. Variabel upah lebih besar berpengaruh pada penyerapan tenaga kerja di industri tembakau daripada industri alas kaki. Hal ini disebabkan industri tembakau bersifat padat karya dan pada industri alas kaki walaupun cukup menyerap banyak tenaga kerja namun input modal masih tetap dominan.

b. Ouput signifikan berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja

2Judul : Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kecil (Studi Industri Mebel di Kota Semarang)

Penulis: M.Taufik Zamrowi

Tahun: 2007Data : time series pada tahun 2002-2004

Jenis Data : Primer dan Sekunder

Variabel :

Dependen variabel: Penyerapan tenaga kerja- Independen Variabel:

a. Tingkat upahb. Produktivitas tenaga kerja c. Modal

d. Pengeluaran tenaga kerja non upah

Alat Analisis:regresi linier berganda

Model Analisis:LnY = Ln 0 + 1LnX1 + 2LnX2+ 3LnX3 + 4LnX4 +

Dimana:

Y = Jumlah tenaga kerja yang terserap dalam sebulan

X1 = Tingkat upah pekerja

X2 = Produktivitas tenaga kerja

X3 = Modal kerja

X4 = Pengeluaran tenaga kerja non upah

o = ntersep

1, 2, 3, 4 = koefisien regresi parsial

= faktor pengganggua. a. Variabel upah/gaji berpengaruh negative dan signifikan terhadap permintaan tenaga kerja.

b. b. Variabel produktivitas berpengaruh negatif

c. dan signifikan terhadap permintaan tenaga kerja.

d. c. Variabel modal berpengaruh positif

e. dan signifikan terhadap permintaan tenaga kerja.

f. d. Variabel non upah sentra berpengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan tenaga kerja.

g. e. Secara simultan atau bersama-sama variabel non upah, modal, tingkat upah atau gaji dan produktivitas mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan.

h. f. Variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada industri kecil mebel di Kota Semarang adalah variabel modal

3Judul:Penyerapan

Tenaga Kerja di DKI Jakarta

Penulis: Dimas dan Nenik Woyanti

Tahun: 2009Data:Time series tahun 1990-2004

Jenis data: sekunder

Variabel:- Dependen Variabel:

Jumlah tenaga yang terserap

- Independen Variabel:

a. PDRB

b. Upah riil

c. Investasi riil

Alat analisis:OLS (Ordinary Least Square)

Model Analisis:LnY = 0 + i Ln X1 + i Ln X2+ i Ln X3 +

Dimana:

- 0 = Intersep

- 1 = koefisien regresi

yang ditaksir

- Y = Penyerapan tenaga kerja (Orang)

- X1 = PDRB (Rp Juta)

- X2 = Upah riil

- X3 = Investasi riil

- = faktor gangguan

stokastik- Ln = logaritma naturala. Variabel PDRB signifikan berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja.

b. Variabel upah riil dan investasi riil

signifikan berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja.

2.3 Kerangka Berfikir

Berdasarkan latar belakang dan landasan teori di atas, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah: PDRB dan upah minimum Kota merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di Kota Cilegon.

Gambar 1.1Kerangka Pemikiran Teoritis

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara atau kesimpulan yang diambil untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam suatu penelitian yang sebenarnya masih harus diuji secara impiris. Hipotesis yang dimaksud merupakan dugaan yang mungkin benar atau salah. Berdasarkan landasan teori, maka hipotesis dari penelitian ini adalah:a. PDRB berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota cilegon.b. Upah minimum diduga berpengaruh secara negatif terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota Cilegon.BAB IIIMETODE PENELITIAN

3.1 Definisi Operasional Variabel PenelitianDefinisi operasional merupakan petunjuk bagaimana variabel-variabel dalam penelitian diukur. Untuk memperjelas dan mempermudah pemahaman terhadap variabel-variabel yang akan dianalisis dalam penelitian ini, maka perlu dirumuskan definisi operasional yaitu sebagai berikut:

a. Penyerapan Tenaga Kerja (Y)Penyerapan tenaga kerja adalah banyaknya lapangan kerja yang sudah terisi yang tercermin dari banyaknya jumlah penduduk bekerja di Kota Cilegon. Jumlah penduduk bekerja atau bisa disebut dengan pekerja dinyatakan dalam satuan orang.

b. Upah (X1)Upah adalah biaya tenaga kerja yang dibayarkan kepada pekerja sebagai imbalan atas pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan terhadap pemberi kerja. Dalam penelitian ini upah yang digunakan adalah Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Kota Cilegon per tahun yang diterima oleh pekerja dengan satuan rupiah.

c. PDRB (X2)Produk Domestik Regoinal Bruto (PDRB) yakni jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan ekonomi di Kota Cilegon antara tahun 2003 2012 atas dasar harga konstan.3.2 Jenis dan Sumber DataJenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa deret berkala (time series) dan data primer. Data sekunder adalah data yang bukan diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti. Data sekunder biasanya telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data. Sedangkan data primer adalah data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh suatu organisasi atau perorangan langsung dari objeknya. Pada penelitian ini data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Banten dan Kota Cilegon (BPS).

Dalam penelitian ini digunakan data yang dimulai dari tahun 2003 hingga 2012. 3.3 Metode Analisis Data3.3.1 Uji Asumsi KlasikDalam melakukan analisis regresi berganda dengan metode OLS, maka pengujian model terhadap asumsi klasik harus dilakukan. Uji asumsi klasik tersebut antara lain sebagai berikut:

3.3.1.1 Uji NormalitasUji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu memiliki distribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini, untuk menguji apakah distribusi data normal atau tidak digunakan uji Jarque-Bera atau J-B Test. J-B Test membandingkan antara nilai J-B (2 hitung) terhadap 2 tabel (Chi-Square). Rumus yang digunakan (Insukindro, 2004) adalah:

JB = (N-k)/6 . [S2 + (K-3)2] ...........................................................(3.1)

dimana:

S = Swekness dari stochastic term error

K = Kurtosis dari stochastic term error

k = Banyaknya koefisien yang digunakan dalam persamaan

N = Jumlah observasi

Jika nilai J-B Test lebih besar dari 2 tabel, maka stochastic term error dari regresi tidak mengikuti distribusi normal.

3.3.1.2 Uji Multikolinearitas

Metode perhitungan ini digunakan untuk menghitung apakah ada korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi, maka dikatakan terdapat multikolinearitas ( Singgih Santoso, 1999).

Pedoman untuk multikolinearitas yang baik adalah dengan melihat angka toleransi dan angka faktor inflasi varian (VIF) yang berada di sekitar angka 1. Selain itu pengujian multikolinearitas dapat dilihat dari nilai R2 yang tinggi, F hitung yang tinggi dan t hitung yang ternyata signifikan, serta uji matrik korelasi yang menunjukkan sampai seberapa besar hubungan antar variable yang dipakai dalam model regresi. Jika pada koefisien korelasi antar dua variabel yang mempengaruhi tinggi, lebih dari 0,8 maka multikolinearitas merupakan masalah serius (Damodar Gujarati, 1997).

3.3.1.3 Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah suatu kondisi dimana variasi gangguan (i) untuk setiap variabel independen adalah tidak konstan dari satu pengamatan ke pengamatan lain. Heteroskedastisitas dapat diketahui salah satunya dengan melakukan Uji Park. Uji Park menggunakan logaritma natural dari residual sebagai variabel dependennya. Dimana kriteria pengujiannya adalah dengan melihat nilai probabilitas dari Uji-t. Apabila signifikan (0, ( i=2,3)= variabel independen secara parsial berpengaruh positif secara signifikan terhadap variable dependen.

Dalam pengujian hipotesis dengan uji t ini digunakan rumus sebagai berikut :

dimana:i= Koefisien regresi

Se(i)= Standart error koefisien regresi sedangkan kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:

Apabila t hitung > t statistik, maka Ho ditolak dan Hi diterima.

Apabila t hitung < t statistik, maka Ho diterima dan Hi ditolak.3.5.3 Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

Digunakan untuk menunjukkan apakah keseluruhan variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Perumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut :

a. Ho = seluruh variabel independen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.

b. Hi = seluruh variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.Rumus yang digunakan dalam uji F ini adalah sebagai berikut:

R2= Koefisien determinasi

N= Jumlah observasi

K= Jumlah variable

Sedangkan kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: Apabila F hitung < F tabel, maka H1 ditolak dan Ho diterima. Apabila F hitung > F tabel, maka H1 diterima dan Ho ditolak.BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Gambaran Umum Kota Cilegon

4.1.1 Kondisi Geografis

Kota Cilegon merupakan kota otonomi yang secara yuridis dibentuk berdasarkan UU No.15/1999. Sebagai kota yang berada di ujung barat Pulau Jawa, Kota Cilegon merupakan pintu gerbang utama yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Sumatera.

Secara geografis, Kota ini berada pada koordinat 5522460407 Lintang Selatan dan 1055405 1060511 Bujur Timur, yang dibatasi oleh :

Sebelah Barat : Selat Sunda Sebelah Utara : Kab. Serang Sebelah Timur : Kab. Serang Sebelah Selatan : Kab. Serang

Dengan luas 175,5 Km2, Kota Cilegon dibagi ke dalam 8 (delapan) kecamatan dan 43 kelurahan. Kota Cilegon memiliki iklim tropis dengan temperatur berkisar antara 21,9C 33,5C dan curah hujan rata-rata 100 mm per bulan.

4.1.2 Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Atas harga Konstan

di Kota CilegonProduk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu pencerminan kemajuan ekonomi suatu daerah, yang didefinisikan sebagai keseluruhan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan dalam waktu satu tahun di wilayah tersebut. Pendapatan regional per kapita atau PDRB perkapita sering digunakan sebagai salah satu indikator tingkat kemajuan atau tingkat kesejahteraan penduduk pada suatu wilayah. Dengan berkembangnya perekonomian tentunya berdampak pada tingkat kesejahteraan penduduk.Sejalan dengan perkembangan Kota Cilegon, kegiatan, pertumbuhan serta perkembangan ekonominya juga semakin pesat. Pertumbuhan ekonomi Kota Cilegon dapat dihitung berdasarkan nilai PDRB atas dasar harga konstan yang berarti bahwa nilai PDRB dihitung berdasarkan nilai semua barang dan jasa yang berlaku pada tahun dasar. Maksud perhitungan ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan rill ekonomi yang nilainya telah terbebas dari pengaruh harga baik inflasi maupun deflasi.Berdasarkan data pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Kota Cilegon terus berfluktuasi setiap tahunnya. Laju pertumbuhan ekonomi Kota Cilegon antara tahun 2004-2012 berada pada kisaran 4-6%, bahkan pada tahun 2012 pertumbuhan ekonomi Kota Cilegon tercatat sebesar 6,82%. Hal ini terjadi karena adanya pertumbuhan positif dari sektor-sektor ekonomi, terutama sektor industri pengolahan dan disusul oleh sektor perdagangan, hotel, restoran, sektor listrik dan gas dan beberapa sektor lainnya.

PDRB Kota Cilegon atas dasar harga konstan tahun 2000 pada tahun 2008 sebesar 11.047.32 milyar rupiah atau meningkat sekitar 5,02%, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2007, sedangkan untuk PDRB tahun 2010 sebesar 17.111.19 milyar rupiah atau meningkat sekitar 5,69 persen, lebih tinggi di bandingkan dengan tahun 2009.Tabel 4.1PDRB menurut harga konstan 2000 Kota Cilegon Tahun 2004-2012 (juta)Tahun PDRB

20038.281.367,51

20048.886.737,29

20059.440.708,14

20069.972.846,95

200710.518.939,33

200811.047.320,64

200911.580.598,11

201017.111.197,18

201118.288.289,69

201219.470.568,33

Sumber : Kota Cilegon Dalam Angka 2004-20124.1.3 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja di Kota CilegonPenyerapan tenaga kerja adalah banyaknya lapangan kerja yang sudah terisi yang tercermin dari banyaknya jumlah penduduk bekerja di Kota Cilegon. Jumlah penduduk bekerja atau bisa disebut dengan pekerja dinyatakan dalam satuan orang. Jumlah penyerapan tenaga kerja di Kota cilegon dapat dilihat pada tabel 4.2.

Situasi ketenagakerjaan di Kota Cilegon pada tahun 2010 menunjukan terjadinya peningkatan angkatan kerja dibandingkan tahun sebelumnya dengan persentase angkatan kerja tercatat sebesar 65,60 persen. Sektor yang menyerap tenaga kerja terbanyak adalah sektor perdagangan, rumah makan dan jas akomodasi yaitu sebesar 26,90 persen, diikuti oleh sektor industri sebesar 23,76 persen dan sektor jasa-jasa sebear 17,67 persen.

Pada tahun 2012 persentase angkatan kerja tercatat sebesar 65,74 persen, tetapi sektor industri hanya menyerap tenga kerja sebanyak 18,90 persen.

Tabel 4.2

Penyerapan Tenaga Kerja di Kota Cilegon Tahun 2004-2012 (jiwa)TahunPenyerapan Tenaga Kerja

2003107.673

2004112.353

2005120.557

2006115.183

2007115.183

2008127.241

2009130.787

2010151.129

2011161.448

2012159.760

Sumber : Kota Cilegon Dalam Angka Tahun 2003-20124.1.4 Perkembangan Upah Minimum Kota Cilegon

UMK Kota Cilegon dari tahun 2003 sampai 2012 selalu mengalami kenaikan di karenakan kebutuhan akan hidup yang selalu meningkat. Pada tahun 2006 UMK kota Cilegon mengalami kenaikan sebesar 20,54 persen menjadi 835.937, Pada tahun 2008 UMK di Kota Cilegon mengalami kenaikan sebesar 7,34 persen dari tahun sebelumnya. Tabel 4.3 akan memperlihatkan upah minimum kota cilegon dari tahun 2003-2012tabel 4.3Upah Minimum Kota Cilegon Tahun 2003-2012 (Rp)tahunUMK

2003635.000

2004650.000

2005693.500

2006835.937

2007905.000

2008971.400

20091.099.000

20101.174.000

20111.224.000

20121.340.000

4.2 Hasil Uji Statistik

Pada penelitian ini perhitungan atau pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Eviews 7 terhadap variabel dependen Penyerapan Tenaga Kerja (Y) dan variabel independen Upah Minimum Kabupaten/Kota (X1) dan Produk Domestik Regional Bruto/ PDRB (X2) Kota Cilegon dengan menggunakan data time series dari tahun 2003 sampai 2012.

Berdasarkan data-data yang diperoleh dan telah diolah, pada penelitian ini didapatkan hasil sebagai berikut :Tabel 4.4Rekapitulasi Data Hasil Regresi Linear Berganda

Dampak UMK dan PDRB terhadap Penyerapan Tenaga KerjaDi Kota Cilegon (2003-2012)

Dependent Variable: PENYERAPAN_TENAGA_KERJA

Method: Least Squares

Date: 06/22/14 Time: 03:20

Sample: 2003 2012

Included observations: 10

VariableCoefficientStd. Errort-StatisticProb.

C69045.456023.72511.462250.0000

UMK0.0076830.0152410.5040980.6297

PDRB0.0043150.0009194.6961050.0022

R-squared0.963520Mean dependent var130131.4

Adjusted R-squared0.953097S.D. dependent var20186.07

S.E. of regression4371.712Akaike info criterion19.84702

Sum squared resid1.34E+08Schwarz criterion19.93780

Log likelihood-96.23511Hannan-Quinn criter.19.74744

F-statistic92.44293Durbin-Watson stat2.274792

Prob(F-statistic)0.000009

4.3 Pengujian Hipotesis

4.3.1 Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.Berdasarkan tabel hasil regresi diatas (tabel 4.4) pengaruh variabel Upah Minimum Kabupaten/Kota (X1) dan Produk Domestik Regional Bruto/ PDRB (X2) terhadap Penyerapan Tenaga Kerja (Y) diperoleh nilai R2 sebesar 0.963520. Hal ini berarti variasi variabel independen (bebas) yaitu variabel Upah Minimum Kabupaten/Kota (X1) dan Produk Domestik Regional Bruto/ PDRB (X2) menjelaskan variasi variabel dependen yaitu Penyerapan Tenaga Kerja di Kota Cilegon sebesar 96,35 persen. Adapun sisanya variasi variabel lain dijelaskan diluar model yang tidak dimasukkan dalam model estimasi, atau disebabkan oleh disturbance error sebesar 3,65 persen. 4.3.2 Deteksi Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Pengujian terhadap pengaruh semua variabel independen di dalam model dapat dilakukan dengan uji simultan (uji F). Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Dari hasil regresi pengaruh variabel variable Upah Minimum Kabupaten/Kota (X1) dan Produk Domestik Regional Bruto/ PDRB (X2) terhadap Penyerapan Tenaga Kerja (Y) di Kota Cilegon, maka diperoleh F-tabel sebesar 11,46 sedangkan F-hitung sebesar 92.44293 dan nilai probabilitas F-statistik 0.000009. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen (F-hitung > F-tabel). Dalam hal ini variabel Upah Minimum Kabupaten/Kota (X1) dan Produk Domestik Regional Bruto/ PDRB (X2) secara bersama-sama mampu memberikan pengaruh yang signifikan Penyerapan Tenaga Kerja (Y) di Kota Cilegon.

4.3.3 Deteksi Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh masing-masing variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Dalam regresi pengaruh variabel Upah Minimum Kabupaten/Kota (X1) dan Produk Domestik Regional Bruto/ PDRB (X2) terhadap Penyerapan Tenaga Kerja (Y) di Kota Cilegon, dengan :5% berdasarkan nilai t-tabel tersebut dan dengan asumsi t-hitung > t-tabel, variabel independen yang signifikan terhadap variabel penyerapan tenaga kerja adalah produk domestik regional bruto/ PDRB (t-hitung dengan nilai probabilitas = 0.0022) sementara variabel yang tidak berpengaruh signifikan adalah Upah Minimum Kabupaten/Kota (t-hitung dengan nilai probabilitas = 0.6297).BAB VPENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil penelitian dan analisis mengenai Pengaruh Upah Minimum Kota Cilegon dan Pendapatan Domestik Regional Bruto Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Di Kota Cilegon (periode tahun 2003-2012), maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :1. Hasil Koefisien determinasi (R2) penelitian menunjukan bahwa besarnya R2 cukup tinggi yaitu 0.963520. Dimana 96,35 persen variasi variabel dependen yaitu penyerapan tenaga kerja dapat dijelaskan dengan baik oleh variabel-variabel independen yang meliputi upah minimum kota cilegon dan produk domestik regional bruto.2. Dari hasil estimasi regresi yang sudah dilakukan diketahui bahwa variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sedangkan upah minimum kota cilegon tidak berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal penelitian yang menyebutkan bahwa variabel PDRB berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja.3. Hasil uji F menunjukan bahwa F-hitung > F-tabel berarti secara keseluruhan variabel independen dalam penelitian yaitu upah minimum kota cilegon dan produk domestik regional bruto secara bersama-sama mempengaruhi penyerapan tenaga kerja sebagai variabel dependent.4. Hasil uji t menunjukan bahwa variabel upah minimum kota cilegon mempunyai hubungan yang tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Sedangkan variabel PDRB berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja.5.2 Kritik & SaranBerdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian di atas, maka pada bagian ini dikemukakan beberapa saran dan rekomendasi sebagai berikut:

a. Penetapan standar upah minimum oleh pemerintah masing-masing kabupaten/kota di wilayah provinsi banten perlu dilakukan secara tepat hingga batas tingkat upah tertentu agar pihak perusahaan tidak merasa dirugikan dalam membayar tenaga kerja. Dalam konteks ini, upah yang adil bukanlah upah yang menjamin buruh/karyawan/pegawai mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, melainkan upah yang tepat sama dengan kontribusi buruh/karyawan/pegawai terhadap perusahaan atau produktivitasnya. Jika yang menjadi masalah adalah bagaimana melindungi buruh/karyawan, maka pemerintah harus memberikan perlindungan yaitu buruh/karyawan/pegawai mendapatkan upah sesuai dengan produktivitasnya.

b. Dibutuhkan upaya pemerintah daerah provinsi banten secara lebih insentif untuk mengelola penyerapan tenaga kerja agar masyarakat yang belum bekerja bisa mendapat pekerjaan sehingga akan berdampak pada meningkatnya kesejahteraan daerah dan berkurangnya kesenjangan yang terjadi di eradesentralisasi fiskal.c. Pemerintah perlu mengadakan perbaikan atas regulasi, pengalokasian, pengkoordinasian misalnya dengan penyederhanaan manajemen keuangan baik di tingkat pusat maupun di daerah serta kerjasama/ koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah/ kota agar upaya untuk menyeimbangkan kualitas dan kuantitas hidup masyarakat di seluruh wilayah di Indonesia dapat terlaksana dengan optimal.

d. Pada hasil estimasi model, PDRB memberikan nilai elastisitas yang paling besar diantara variabel lainnya. Berdasarkan hasil ini maka diharapkan pemerintah kota cilegon dengan kewenangannya masing-masing untuk terus mengoptimalkan aktivitas sektor tersebut agar produksi atas barang dan jasa yang dihasilkan menjadi lebih besar sehingga pertumbuhan ekonomi (PDRB) di kedua sektor tersebut meningkat lebih cepat. Adapun cara yang dapat dilakukan adalah pemerintah kota cilegon memberikan kemudahan birokrasi perizinan yang pro bisnis dalam mendirikan perusahaan, khusus untuk produk manufaktur harus melarang ekspor barang mentah ataupun setengah jadi tanpa diolah menjadi barang jadi, tersedia infrastruktur pendukung produksi dan distribusi barang yang lebih memadai.Upah Minimum

Penyerapan Tenaga Kerja

PDRB

21


Related Documents