BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Millenium Development Goals (MDG’s) atau Tujuan Pembangunan Milenium merupakan
tujuan pembangunan global. Salah satu tujuan dalam MDG’s yaitu menurunkan angka gizi buruk
dari 17,9 persen pada tahun 2010 menjadi 15,1 persen pada tahun 2015. Target Millenium
Development Goals (MDG's) 2015 sebesar 15% tak tercapai. 50,51
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk, diantaranya adalah status sosial
ekonomi, ketidaktahuan ibu tentang pemberian gizi yang baik untuk anak, dan Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR), serta penyakit penyerta.10,11 Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai
masyarakat sedangkan ekonomi adalah segala usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan untuk
mencapai kemakmuran hidup.12 Sosial ekonomi merupakan suatu konsep dan untuk mengukur
status sosial ekonomi keluarga dilihat dari variabel tingkat pekerjaan.1 Selain status sosial
ekonomi, BBLR juga dapat mempengaruhi terjadinya gizi buruk, hal ini dikarenakan bayi yang
mengalami BBLR akan mengalami komplikasi penyakit karena kurang matangnya organ,
menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan gangguan gizi saat balita.13
Asupan makanan keluarga, faktor infeksi, dan pendidikan ibu juga bisa menjadi
penyebab kasus gizi buruk.14 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
faktor-faktor tersebut dengan kejadian gizi buruk. menunjukkan bahwa terdapat hubungan status
ekonomi, pendidikan ibu, pengetahuan ibu dalam monitoring pertumbuhan, perhatian dari ibu,
pemberian ASI, kelengkapan imunisasi, dan asupan makanan balita dengan kejadian gizi buruk.11
Rendahnya pendidikan dapat mempengaruhi ketersediaan pangan dalam keluarga, yang
selanjutnya mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi pangan yang merupakan penyebab
langsung dari kekurangan gizi pada anak balita.15 Selain pendidikan, pemberian ASI dan
kelengkapan imunisasi juga memiliki hubungan yang bermakna dengan gizi buruk karena ASI
dan imunisasi memberikan zat kekebalan kepada balita sehingga balita tersebut menjadi tidak
1
rentan terhadap penyakit. Balita yang sehat tidak akan kehilangan nafsu makan sehingga status
gizi tetap terjaga baik.16,17
Menurut data yang diperoleh dari Depkes (2010) memperlihatkan prevalensi gizi buruk
di Indonesia terus menurun dari 9,7% di tahun 2005 menjadi 4,9% di tahun 2010.6 Merujuk pada
data Direktorat Bina Gizi, terdapat beberapa provinsi yang tercatat memiliki jumlah penderita
gizi buruk yang cukup tinggi. Data Riset Kesehatan Dasar 2010, prevalensi gizi buruk di Pulau
Jawa yang tertinggi adalah Banten dan Jatim sebesar 4,8 %.51 Propinsi Jawa Timur merupakan
wilayah yang berpotensi dalam menyumbang tingginya jumlah penderita gizi buruk di negeri
Indonesia. Berdasarkan hasil survey Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo tahun 2014
ditemukan kasus gizi buruk sebesar 2,6% dari target kurang dari 5%. Angka kejadian gizi buruk
di Kecamatan Besuki tahun 2013 sebanyak 11 kasus dengan prevalensi 0,26% dan pada tahun
2014 sebesar 17 kasus dengan prevalensi 0,33%.
Gizi buruk merupakan masalah yang kompleks dan penyebab gizi buruk pada balita
mempunyai peranan yang bervariasi, sehingga peneliti tertarik untuk menganalisis faktor yang
mempengaruhi tingginya kasus gizi buruk di kecamatan besuki pada tahun 2014.
1.2 Masalah Penelitian
Masalah yang diangkat adalah kenaikan angka kejadian gizi buruk yaitu tahun 2013
sebesar 0,26 % menjadi 0,33 % pada tahun 2014 di wilayah kerja Puskesmas Besuki
Kabupaten Situbondo.
1.3 Pembatasan Masalah
Tidak semua faktor penyebab masalah gizi buruk diteliti karena adanya keterbatasan
waktu pengamatan. Penelitian kejadian gizi buruk difokuskan pada faktor pemberian ASI.
1.4 Rumusan Masalah
Apakah peranan ASI Ekslusif mempengaruhi tingginya kasus gizi buruk di kecamatan besuki
pada tahun 2014?
2
1.5 Tujuan Penelitian
1.5.1 Tujuan Umum
Menyusun upaya menurunkan kejadian gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Besuki
berdasarkan analisis faktor ASI.
1.5.2 Tujuan Khusus
Menganalisis pengaruh ASI terhadap kejadian gizi buruk di wilayah kerja
Puskesmas Besuki Kabupaten Situbondo.
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Bagi Peneliti
1. Mengimplementasikan ilmu dan pengetahuan kedokteran
2. Memperluas wacana tentang gizi buruk
1.6.2 Bagi Institusi Puskesmas Besuki Kabupaten Situbondo
Memberikan informasi dalam pengambilan keputusan untuk mengentaskan kejadian
kasus gizi buruk terkait faktor ASI.
1.6.3 Bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai peran ASI sebagai salah satu
faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk, sehingga dapat dilakukan upaya
pencegahan terjadinya gizi buruk.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Gizi Buruk
Gizi buruk merupakan istilah teknis yang biasanya digunakan oleh kalangan gizi,
kesehatan dan kedokteran.2 Gizi buruk adalah kondisi seseorang yang nutrisinya di bawah
rata-rata.21 Hal ini merupakansuatu bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi
menahun.2
Balita disebut gizi buruk apabilaindeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) < -3
SD.3Keadaan balita dengan gizi buruk sering digambarkan dengan adanya busung lapar.2
2.2 Pengukuran Gizi Buruk
Gizi buruk ditentukan berdasarkan beberapa pengukuran antara lain:
Pengukuran klinis : metode ini penting untuk mengetahui status gizi balita tersebut gizi
buruk atau tidak.Metode ini pada dasarnya didasari oleh perubahan-perubahan yang terjadi
dan dihubungkan dengan kekurangan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel
seperti kulit,rambut,atau mata.22
Misalnya pada balita marasmus kulit akan menjadi keriput sedangkan pada balita
kwashiorkor kulit terbentuk bercak-bercak putih atau merah muda (crazy pavement
dermatosis).23
Pengukuran antropometrik : pada metode ini dilakukan beberapa macam pengukuran
antara lain pengukuran tinggi badan,berat badan, dan lingkar lengan atas. Beberapa
pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas sesuai dengan usia
yang paling sering dilakukan dalam survei gizi.Di dalam ilmu gizi, status gizi tidak hanya
diketahui denganmengukur BB atau TB sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri, tetapi
juga dalam bentuk indikator yang dapat merupakankombinasi dari ketiganya.24
4
Berdasarkan Berat Badan menurut Umur diperoleh kategori :3
1. Tergolong gizi buruk jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.
2. Tergolong gizi kurang jika hasil ukur -3 SD sampai dengan < -2 SD.
3. Tergolong gizi baikjika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.
4. Tergolong gizi lebih jika hasil ukur > 2 SD.
Berdasarkan pengukuran Tinggi Badan (24 bulan-60 bulan) atau Panjang badan (0 bulan-
24 bulan) menurut Umur diperoleh kategori :3
1. Sangat pendek jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.
2. Pendek jika hasil ukur – 3 SD sampai dengan < -2 SD.
3. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.
4. Tinggi jika hasil ukur > 2 SD.
Berdasarkan pengukuran Berat Badan menurut Tinggi badan atau Panjang Badan:3
1. Sangat kurus jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.
2. Kurus jika hasil ukur – 3 SD sampai dengan < -2 SD.
3. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.
4. Gemuk jika hasil ukur > 2 SD.
Balita dengan gizi buruk akan diperoleh hasil BB/TB sangat kurus, sedangkan balita
dengan gizi baik akan diperoleh hasil normal.3
5
2.3 Klasifikasi Gizi Buruk
Gizi buruk berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi 3 :
2.3.1 Marasmus
Marasmus merupakan salah satu bentuk gizi buruk yang paling sering ditemukan
pada balita.25 Hal ini merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi buruk. Gejala
marasmus antara lain anak tampak kurus, rambut tipis dan jarang,kulit keriput yang
disebabkan karena lemak di bawah kulit berkurang, muka seperti orang tua (berkerut),
balita cengeng dan rewel meskipun setelah makan, bokong baggy pant, dan iga
gambang.26
Pada patologi marasmus awalnya pertumbuhan yang kurang dan atrofi otot serta
menghilangnya lemak di bawah kulit merupakan proses fisiologis.Tubuh
membutuhkan energi yang dapat dipenuhi oleh asupan makanan untuk kelangsungan
hidup jaringan. Untuk memenuhi kebutuhan energi cadangan protein juga digunakan.
Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan
energi tetapi juga untuk sistesis glukosa.27
2.3.2 Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah suatu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan oleh
asupan karbohidrat yang normal atau tinggi dan asupan protein yang inadekuat.4,5 Hal
ini seperti marasmus,kwashiorkor juga merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan
gizi buruk.25 Tanda khas kwashiorkor antara lain pertumbuhan terganggu, perubahan
mental,pada sebagian besar penderita ditemukan oedema baik ringan maupun berat,
gejala gastrointestinal,rambut kepala mudah dicabut,kulit penderita biasanya kering
dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih mendalam dan lebar,sering
ditemukan hiperpigmentasi dan persikan kulit,pembesaran hati,anemia ringan,pada
biopsi hati ditemukan perlemakan.24
Gangguan metabolik dan perubahan sel dapat menyebabkan perlemakan hati dan
oedema. Pada penderita defisiensi protein tidak terjadi proses katabolisme jaringan
yang sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi dengan jumlah kalori
6
yang cukup dalam asupan makanan. Kekurangan protein dalam diet akan
menimbulkan kekurangan asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis.
Asupan makanan yang terdapat cukup karbohidrat menyebabkan produksi insulin
meningkat dan sebagian asam amino dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang
akan disalurkan ke otot. Kurangnya pembentukan albumin oleh hepar disebabkan oleh
berkurangnya asam amino dalam serum yang kemudian menimbulkan oedema.27
2.3.3 Marasmiks-Kwashiorkor
Marasmic-kwashiorkor gejala klinisnya merupakan campuran dari beberapa
gejala klinis antara kwashiorkor dan marasmus dengan Berat Badan (BB) menurut
umur (U) < 60% baku median WHO-NCHS yang disertai oedema yang tidak
mencolok.28
2.4. Faktor risiko
Faktor risiko gizi buruk antara lain :
2.4.1 Asupan makanan
Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak
tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup atau salah mendapat makanan
bergizi seimbang, dan pola makan yang salah.2 Kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan balita
adalah air, energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.Setiap gram protein
menghasilkan 4 kalori, lemak 9 kalori, dan karbohidrat 4 kalori.Distribusi kalori dalam
makanan balita dalam keseimbangan diet adalah 15% dari protein, 35% dari lemak, dan
50% dari karbohidrat.Kelebihan kalori yang menetap setiap hari sekitar 500 kalori
menyebabkan kenaikan berat badan 500 gram dalam seminggu.26
Setiap golongan umur terdapat perbedaan asupan makanan misalnya pada golongan
umur 1-2 tahun masih diperlukan pemberian nasi tim walaupun tidak perlu disaring.Hal
ini dikarenakan pertumbuhan gigi susu telah lengkap apabila sudah berumur 2-2,5
tahun.Lalu pada umur 3-5 tahun balita sudah dapat memilih makanan sendiri sehingga
asupan makanan harus diatur dengan sebaik mungkin.Memilih makanan yang tepat untuk
balita harus menentukan jumlah kebutuhan dari setiap nutrien,menentukan jenis bahan
7
makanan yang dipilih, dan menentukan jenis makanan yang akan diolah sesuai dengan
hidangan yang dikehendaki.26
Sebagian besar balita dengaan gizi buruk memiliki pola makan yang kurang
beragam.Pola makanan yang kurang beragam memiliki arti bahwa balita tersebut
mengkonsumsi hidangan dengan komposisi yang tidak memenuhi gizi seimbang.
Berdasarkan dari keseragaman susunan hidangan pangan, pola makanan yang meliputi
gizi seimbang adalah jika mengandung unsur zat tenaga yaitu makanan pokok, zat
pembangun dan pemelihara jaringan yaitu lauk pauk dan zat pengatur yaitu sayur dan
buah.29Menurut penelitian yang dilaksanakan di Kabupaten Magelang, konsumsi
protein(OR 2,364) dan energi (OR 1,351) balita merupakan faktor risiko status gizi
balita.30
2.4.2 Status sosial ekonomi
Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat sedangkan ekonomi adalah
segala usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan untuk mencapai kemakmuran hidup.31
Sosial ekonomi merupakan suatu konsep dan untuk mengukur status sosial ekonomi
keluarga dilihat dari variabel tingkat pekerjaan.1 Rendahnya ekonomi keluarga, akan
berdampak dengan rendahnya daya beli pada keluarga tersebut. Selain itu rendahnya
kualitas dan kuantitas konsumsi pangan, merupakan penyebab langsung dari kekurangan
gizi pada anak balita. Keadaan sosial ekonomi yang rendah berkaitan dengan masalah
kesehatan yang dihadapi karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk mengatasi
berbagai masalah tersebut.12Balita dengan gizi buruk pada umumnya hidup dengan
makanan yang kurang bergizi.29
Bekerja bagi ibu mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga. Ibu yang
bekerja mempunyai batasan yaitu ibu yang melakukan aktivitas ekonomi yang mencari
penghasilan baik dari sektor formal atau informal yang dilakukan secara reguler di luar
rumah yang akan berpengaruh terhadap waktu yang dimiliki oleh ibu untuk memberikan
pelayanan terhadap anaknya.Pekerjaan tetap ibu yang mengharuskan ibu meninggalkan
anaknya dari pagi sampai sore menyebabkan pemberian ASI tidak dilakukan dengan
sebagaimana mestinya.32
8
Masyarakat tumbuh dengan kecenderungan bahwa orang yang bekerja akan lebih
dihargai secara sosial ekonomi di masyarakat.Pekerjaan dapat dibagi menjadi pekerjaan
yang berstatus tinggi yaitu antara laintenaga administrasi tata usaha,tenaga ahli teknik
dan ahli jenis, pemimpin,dan ketatalaksanaan dalam suatu instansi baik pemerintah
maupun swasta dan pekerjaan yang berstatus rendah antara lain petani dan operator alat
angkut.33 Menurut penelitian yang dilakukan di Kabupaten Kampar Kepulauan Riau
terdapat hubungan bermakna status ekonomi dengan kejadian gizi buruk p=0,0001.34.
2.4.3 Pendidikan ibu
Kurangnya pendidikan dan pengertian yang salah tentang kebutuhan pangan dan
nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia.Kemiskinan dan kekurangan
persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang
gizi.Salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan adalah pendidikan yang
rendah. Adanya pendidikan yang rendah tersebut menyebabkan seseorang kurang
mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupan.35 Rendahnya
pendidikan dapat mempengaruhi ketersediaan pangan dalam keluarga, yang selanjutnya
mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi pangan yang merupakan penyebab
langsung dari kekurangan gizi pada anak balita.36
Tingkat pendidikan terutama tingkat pendidikan ibu dapat mempengaruhi derajat
kesehatan karena pendidikan ibu berpengaruh terhadap kualitas pengasuhan anak.Tingkat
pendidikan yang tinggi membuat seseorang mudah untuk menyerap informasi dan
mengamalkan dalam perilaku sehari-hari. Pendidikan adalah usaha yang terencana dan
sadar untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi diri dan ketrampilan yang diperlukan oleh diri sendiri,
masyarakat, bangsa,dan negara.36
Jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal dan non formal yang bisa saling
melengkapi. Tingkat pendidikan formal merupakan pendidikan dasar,pendidikan
menengah,dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar merupakan tingkat pendidikan yang
melandasi tingkat pendidikan menengah. Tingkat pendidikan dasar adalah Sekolah Dasar
dan Sekolah Menengah Pertama atau bentuk lain yang sederajat, sedangkan pendidikan
9
menengah adalah lanjutan dari pendidikan dasar yaitu Sekolah Menengah Atas atau
bentuk lain yang sederajat. Pendidikan tinggi merupakan tingkat pendidikan setelah
pendidikan menengah yang terdiri dari program diploma, sarjana, magister, spesialis, dan
doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.36 Tingkat pendidikan berhubungan
dengan status gizi balita karena pendidikan yang meningkat kemungkinan akan
meningkatkan pendapatan dan dapat meningkatkan daya beli makanan. Pendidikan
diperlukan untuk memperoleh informasi yang dapat meningkatkan kualitas hidup
seseorang.35
2.4.4 Penyakit penyerta
Balita yang berada dalam status gizi buruk, umumnya sangat rentan terhadap
penyakit. Seperti lingkaran setan, penyakit-penyakit tersebut justru menambah rendahnya
status gizi anak.26Penyakit-penyakit tersebut adalah:
1. Diare persisten :sebagai berlanjutnya episode diare selama 14hari atau lebih yang
dimulai dari suatu diare cair akut atau berdarah (disentri).Kejadian ini sering
dihubungkan dengan kehilangan berat badan dan infeksi non intestinal. Diare
persisten tidak termasuk diare kronik atau diare berulang seperti penyakit sprue,
gluten sensitive enteropathi dan penyakit Blind loop.26
2. Tuberkulosis : Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, yaitu kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai
organ tubuh hidup lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi.
Bakteri ini tidak tahan terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terjadipada
malam hari. Tuberkulosis ini dapat terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru
maupun di luar paru.26
3. HIV AIDS : HIV merupakan singkatan dari ’human immunodeficiencyvirus’. HIV
merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia
(terutama CD4 positive T-sel dan macrophages– komponen-komponen utama sistem
kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini
mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang
akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.Sistem kekebalan dianggap defisien
10
ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan
penyakit- penyakit.26
Penyakit tersebut di atas dapat memperjelek keadaan gizi melalui gangguan
masukan makanan dan meningkatnya kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh. Terdapat
hubungan timbal balik antara kejadian penyakit dan gizi kurang maupun gizi
buruk.Anak yang menderita gizi kurang dan gizi buruk akan mengalami penurunan daya
tahan, sehingga rentan terhadap penyakit. Di sisi lain anak yang menderita sakit akan
cenderung menderita gizi buruk.26 Menurut penelitian yang dilakukan di Jogjakarta
terdapat perbedaan penyakit yang bermakna antara balita KEP dengan balita yang tidak
KEP(p=0,034) CI 95%.14
2.4.5 Pengetahuan ibu
Ibu merupakan orang yang berperan penting dalam penentuan konsumsi makanan
dalam keluaga khususnya pada anak balita.Pengetahuan yang dimiliki ibu berpengaruh
terhadap pola konsumsi makanan keluarga.Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi
menyebabkan keanekaragaman makanan yang berkurang. Keluarga akan lebih banyak
membeli barang karena pengaruh kebiasaan, iklan, dan lingkungan. Selain itu,
gangguan gizi juga disebabkan karena kurangnya kemampuan ibu menerapkan
informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari.35
2.4.6 Berat Badan Lahir Rendah
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500
gram tanpa memandang masa gestasi sedangkan berat lahir adalah berat bayi yang
ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir.15Penyebab terbanyak terjadinya BBLR
adalah kelahiran prematur. Bayi yang lahir pada umur kehamilan kurang dari 37
minggu ini pada umumnya disebabkan oleh tidak mempunyai uterus yang dapat
menahan janin, gangguan selama kehamilan,dan lepasnya plasenta yang lebih cepat
dari waktunya. Bayi prematur mempunyai organ dan alat tubuh yang belum berfungsi
normal untuk bertahan hidup di luar rahim sehingga semakin muda umur kehamilan,
fungsi organ menjadi semakin kurang berfungsi dan prognosanya juga semakin kurang
11
baik. Kelompok BBLR sering mendapatkan komplikasi akibat kurang matangnya organ
karena prematur.37
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) juga dapat disebabkan oleh bayi lahir kecil
untuk masa kehamilan yaitu bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan saat berada
di dalam kandungan.Hal ini disebabkan oleh keadaan ibu atau gizi ibu yang kurang
baik. Kondisi bayi lahir kecil ini sangat tergantung pada usia kehamilan saat dilahirkan.
Peningkatan mortalitas, morbiditas, dan disabilitas neonatus, bayi,dan anak merupakan
faktor utama yang disebabkan oleh BBLR.37 Gizi buruk dapat terjadi apabila BBLR
jangka panjang.Pada BBLR zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah
terkena penyakit terutama penyakit infeksi. Penyakit ini menyebabkan balita kurang
nafsu makan sehingga asupan makanan yang masuk kedalam tubuh menjadi berkurang
dan dapat menyebabkan gizi buruk.15
2.4.7 Kelengkapan imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun yaitu resisten atau kebal. Imunisasi terhadap
suatu penyakit hanya dapat memberi kekebalan terhadap penyakit tersebut sehingga
bila balita kelak terpajan antigen yang sama, balita tersebut tidak akan sakit dan untuk
menghindari penyakit lain diperlukan imunisasi yang lain. Infeksi pada balita penting
untuk dicegah dengan imunisasi.13 Imunisasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan
kekebalan terhadap suatu antigen yang dapat dibagi menjadi imunisasi aktif dan
imunisasi pasif. Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah
dilemahkan atau dimatikan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri
sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi sehingga kadar
antibodi dalam tubuh meningkat.16
Imunisasi juga dapat mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan
kemungkinan cacat atau kematian, menghilangkan kecemasan dan psikologi
pengobatan bila anak sakit, memperbaiki tingkat kesehatan,dan menciptakan bangsa
yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.34 Kelompok yang
paling penting untuk mendapatkan imunisasi adalah bayi dan balita karena meraka yang
12
paling peka terhadap penyakit dan sistem kekebalan tubuh balita masih belum sebaik
dengan orang dewasa.13
Sistem kekebalan tersebut yang menyebabkan balita menjadi tidak terjangkit
sakit. Apabila balita tidak melakukan imunisasi, maka kekebalan tubuh balita akan
berkurang dan akan rentan terkena penyakit. Hal ini mempunyai dampak yang tidak
langsung dengan kejadian gizi.Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali tetapi
dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit untuk
mempertahankan agar kekebalan dapat tetap melindungi terhadap paparan bibit
penyakit.
Macam- macam imunisasi antara lain:13
a. BCG : vaksin untuk mencegah TBC yang dianjurkan diberikan saat berumur 2 bulan
sampai 3 bulan dengan dosis 0,05 ml pada bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml pada
anak disuntikkan secara intrakutan.13
b. Hepatitis B : salah satu imunisasi yang diwajibkan dengan diberikan sebanyak 3 kali
dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan kedua kemudian 5 bulan antara
suntikan kedua dan ketiga.Usia pemberian dianjurkan sekurang-kurangnya 12 jam
setelah lahir.13
c. Polio : imunisasi ini terdapat 2 macam yaitu vaksi oral polio dan inactivated polio
vaccine.Kelebihan dari vaksin oral adalah mudah diberikan dan murah sehingga
banyak digunakan.13
d. DPT : vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan tetanus yang dimurnikan serta
bakteri pertusis yang diinaktivasi.13
e. Campak : imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak
pada anak karena termasuk penyakit menular. Pemberian yang dianjurkan adalah
sebanyak 2 kali yaitu pada usia 9 bulan dan pada usia 6 tahun.13
13
f. MMR : diberikan untuk penyakit measles,mumps,dan rubella sebaiknya diberikan
pada usia 4 bulan sampai 6 bulan atau 9 bulan sampai 11 bulan yang dilakukan
pengulangan pada usia 15bulan-18 bulan.13
g. Typhus abdominal : terdapat 3 jenis vaksin yang terdapat di Indonesia yaitu kuman
yang dimatikan, kuman yang dilemahkan, dan antigen capsular Vi polysaccharida.13
h. Varicella : pemberian vaksin diberikan suntikan tunggal pada usia diatas 12 tahun
dan usia 13 tahun diberikan 2 kali suntikan dengan interval 4-8mg.13
i. Hepatitis A: imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya hepatitis A yang
diberikan pada usia diatas 2 tahun.13
j. HiB : Haemophilus influenzae tipe b yang digunakan untuk mencegah terjadinya
influenza tipe b dan diberikan sebanyak 3 kali suntikan.13
Menurut penelitian yang dilakukan di Kabupaten Lombok Timur, imunisasi yang
tidak lengkap terdapat hubungan yang bermakna dengan kejadian gizi buruk
OR(95%CI) dari 10,3; p<0.001.11
2.4.8 ASI
Hasil yang dikeluarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia periode 1997-2003
cukup memprihatinkan yaitu bayi yang mendapatkan ASI eksklusif sangat rendah.9 Hanya
14% ibu di Indonesia yang memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif kepada bayinya sampai
enam bulan. Rata-rata bayi di Indonesia hanya menerima ASI eksklusif kurang dari dua bulan.
Sebanyak 86% bayi mendapatkan makanan berupa susu formula, makanan padat, atau
campuran antara ASI dan susu formula.25
Berdasarkan riset yang sudah dibuktikan di seluruh dunia, ASI merupakan makanan
terbaik bagi bayi sampai enam bulan, dan disempurnakan sampai umur dua tahun.29 Memberi
ASI kepada bayi merupakan hal yang sangat bermanfaat antara lain oleh karena
praktis,mudah,murah,sedikit kemungkinan untuk terjadi kontaminasi,dan menjalin hubungan
psikologis yang erat antara bayi dan ibu yang penting dalam perkembangan psikologi anak
tersebut. Beberapa sifat pada ASI yaitu merupakan makanan alam atau natural, ideal,
14
fisiologis, nutrien yang diberikan selalu dalam keadaan segar dengan suhu yang optimal dan
mengandung nutrien yang lengkap dengan komposisi yang sesuai kebutuhan pertumbuhan
bayi.27
Selain ASI mengandung gizi yang cukup lengkap, ASI juga mengandung antibodi atau
zat kekebalan yang akan melindungi balita terhadap infeksi. Hal ini yang menyebabkan balita
yang diberi ASI, tidak rentan terhadap penyakit dan dapat berperan langsung terhadap status
gizi balita.Selain itu, ASI disesuaikan dengan sistem pencernaan bayi sehingga zat gizi cepat
terserap. Berbeda dengan susu formula atau makanan tambahan yang diberikan secara dini
pada bayi. Susu formula sangat susah diserap usus bayi. Pada akhirnya, bayi sulit buang air
besar. Apabila pembuatan susu formula tidak steril, bayi akan rawan diare.29\
Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-
garam organik yang disekresi oleh kedua belah payudara ibu, sebagai makanan utama bayi.
ASI bukan minuman, namun ASI merupakan satu-satunya makanan tunggal paling sempurna
bagi bayi hingga usia 6 bulan. ASI mengandung seluruh zat gizi yang dibutuhkan bayi, secara
alamiah ASI dibekali enzim pencerna susu, sehingga organ pencernaan bayi mudah mencerna
dan menyerap gizi. Sistem pencernaan bayi usia dini belum memiliki cukup enzim pencerna
makanan, oleh karena itu memberikan ASI saja pada bayi sampai dengan umur 6 bulan,
sangat dianjurkan.54
ASI eksklusif adalah pemberian ASI selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain, seperti
susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat, seperti
pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin dan mineral dan obat
(Roesli, 2001). Setelah usia bayi 6 bulan, bayi mulai diberikan makanan pendamping ASI,
sedangkan ASI terus diberikan sampai 2 tahun.55
World Health Organization (WHO, 2005) mengatakan: “ASI adalah suatu cara yang tidak
tertandingi oleh apapun dalam menyediakan makanan ideal untuk pertumbuhan dan
perkembangan seorang bayi”. Oleh karena pemberian ASI eksklusif dapat memberikan
pertumbuhan bayi yang optimal.Target Millennium Development Goals (MDGs) ke-4 adalah
menurunkan angka kematian bayi dan balita (AKB) menjadi 2/3 dalam kurun waktu 1990-
2015 (AKB harus diturunkan dari 97 menjadi 32).Penyebab utama kematian bayi dan balita
15
adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50% kematian balita didasari oleh kurang gizi.
Pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai usia 2 tahun disamping
pemberian Makanan Pendamping ASI (MP ASI) secara adekuat terbukti merupakan salah satu
intervensi efektif dapat menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB).56
Rendahnya pemberian ASI Eksklusif di keluarga menjadi salah satu pemicu rendahnya
status gizi bayi dan balita. Prevalensi gizi kurang pada balita juga mengalami penurunan dari
37,5% pada tahun 1989 menjadi 24,6% pada tahun 2000 dan meningkat kembali menjadi 31%
pada tahun 2001, saat ini kasus gizi buruk (busung lapar) merebah, karena lemahnya sistem
kewaspadaan pangan dan gizi, serta menurunnya perhatian pemerintah terhadap kesehatan
masyarakat (Depkes RI, 2004).
Departemen Kesehatan telah mengadopsi pemberian ASI eksklusif seperti rekomendasi
dari WHO dan The United Nations Children’s Fund (UNICEF), sebagai salah satu program
perbaikan gizi bayi atau anak balita.Pemberian ASI eksklusif dapat menyelamatkan lebih dari
30.000 balita di Indonesia. Jumlah bayi di Indonesia yang mendapatkan ASI eksklusif terus
menurun karena semakin banyaknya bayi di bawah 6 bulan yang diberi susu formula.
Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) dari 1997 hingga 2002, jumlah bayi
dibawah usia enam bulan yang mendapatkan ASI eksklusif menurun dari 7,9% menjadi
7,8%.dan jumlah bayi di bawah enam bulan yang diberi susu formula meningkat dari 16,7%
menjadi 27,9%57.
Hasil RISKESDAS tahun 2010 menunjukan jumlah bayi dibawah umur 6 bulan yang
diberi ASI eksklusif hanya 15,3%. Menurut WHO (2000), bayi yang diberi susu selain ASI,
mempunyai risiko 17 kali lebih mengalami diare, dan tiga sampai empat kali lebih besar
kemungkinan terkena ISPA dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI (Depkes RI,2005),
karena adanya zat antibodi juga zat gizi lain seperti asam amino, dipeptid, heksose yang
menyebabkan penyerapan natrium dan air lebih banyak, sehingga mengurangi frekuensi diare
dan volume tinja.58
16
Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pemberian ASI terhadap dampak Gizi buruk di
Kecamatan Besuki Kabupaten Situbondo :
NO Faktor Bayi Faktor Ibu dan Keluarga Faktor Petugas
1 Bingung Putting Psikis Ibu Monitor dan evaluasi
2 Kelainan Bawaan Motivasi dan dukungan
keluarga
Pencatatan Pelaporan
3 Luka pada putting susu ibu Penyakit Penyerta Motivasi dan
dukungan tenaga
kesehatan
4 Bayi merasa tidak nyaman Pendidikan, Pengetahuan dan
sikap ibu mengenai pemberian
ASI
Konseling IMD
5 Kurangnya dukungan tenaga
kesehatan atau institusi
kesehatan tempat melahirkan
Social, ekonomi dan budaya
setempat
A. Faktor-faktor dari bayi
1. Bayi sering menangis
Sebab bayi menangis :
• Bayi merasa tidak aman
• Bayi merasa sakit
• Bayi Basah
• Bayi kurang gizi
Tindakan ibu : ibu tidak perlu cemas, karena akan mengganggu proses laktasi,
perbaiki posisi menyusui, periksa pakaian bayi: apakah basah, jangan biarkan bayi
menangis terlalu lama.
2. Bayi bingung putting
Nipple Confusion adalah keadaan yang terjadi karena bayi mendapat susuformula
dalam botol berganti-ganti dengan menyusu pada ibu. Terjadi karena mekanisme
menyusu pada puting berbeda dengan botol. Tanda-tanda : mengisap puting seperti
17
menghisap dot, menghisap terbutus-putusdan sebentar, bayi menolak
menyusu.Tindakan: jangan mudah memberi PASI,jika terpaksa berikan dengan
sendok atau pipet.
3. Bayi premature
Susui dengan sering,walau pendek-pendek, rangsang dengan sentuh langit-langit
bayi dengan jari ibu yang bersih, jika tidak dapat menghisap berikan dengan pipa
nasogastrik, tangan, dan sendok.
Uraian sesuai dengan umur bayi :
• Bayi umur kehamilan < 30 mgg : BBL < 1250 gr. Biasanya diberi cairan infus
selama 24-48 jam. Lalu diberikan ASI menggunakan pipa nasogastrik
• Usia 30-32 mgg : BBL 1250 – 1500 gram.
Dapat menerima ASI dari sendok, 2 kali sehari, namun masih menerima makanan
lewat pipa, namun lama kelamaan makanan pipa makin berkurang dan ASI
ditingkatkan.
• Usia 32-34 mgg : BBL 1500-1800 gram.
Bayi mulai menyusui langsung dari payudara namun perlu sabar.
• Usia > 34 mgg: BBL > 1800 gram.
Mendapatkan semua kebutuhan dari payudara.
4. Bayi kuning
Pencegahan : segera menyusui setelah lahir, dan jangan dibatasi atau susui
sesering mungkin. Berikan bayi kolustrum, kolustrum mengandung purgatif ringan,
yang membantu bayi untuk mengeluarkan mekonium. Bilirubin dikeluarkan melalui
feses, jadikolustrum berfungsi mencegah dan menghilangkan bayi kuning.
5. Bayi kembar
Ibu optimis ASI nya cukup, susui dengan football position, susui pada payudara
dengan bergantian untuk variasi bayi, dan kemampuan menghisap mungkin berbeda
6. Bayi sakit
Tidak ada alasan untuk menghentikan pemberian ASI. Untuk bayi tertentu seperti
diare, justru membutuhkan lebih banyak ASI untuk rehidrasi.Yakinkan ibu bahwa
alam telah menyiapkan air susu bagi semua makhluk, sesuai dengan kebutuhan. Oleh
karena itu semua ibu sebenarnya sanggup menyusui bayi kembar.
18
7. Bayi sumbing
Bayi tidak akan mengalami kesulitan menyusui, cukup dengan berikan posisi
yang sesuai, untuk sumbing pallatum molle ( langit-langit lunak ), dan pallatum durum
(langit-langit keras). Manfaat menyusui bagi bayi sumbing : melatih kekuatan otot
rahang dan lidah, memperbaiki perkembangan bicara, mengurangi resiko terjadinya
otitis media.
Untuk bayi dengan palatoskisis ( celah pada langit-langit ) : Menyusui dengan
posisi duduk, putting dan areola pegang saat menyusui, ibu jari ibu digunakan sebagai
penyumbat lubang, kalau mengalami labiopalatoskisis, berikan ASI dengan sendok,
pipet, dot panjang.
8. Bayi dengan lidah pendek ( Lingual Frenulum )
Keadaan ini jarang terjadi, dimana bayi mempunyai jaringan ikat
penghubunglidah dan dasar mulut yang tebal dan kaku, sehingga membatasi gerak
lidah, dan bayi tidak dapat menjulurkan lidah untuk menangkap puting.
Cara menyusui : Ibu membantu dengan menahan kedua bibir bayi segera setelah
bayi dapat menangkap puting dan areola dengan benar
9. Bayi yang memerlukan perawatan
Ibu ikut dirawat supaya pemberian ASI bisa dilanjutkan. Seandainya tidak
memungkinkan, ibu dianjurkan untuk memerah ASI setiap 3 jam dan disimpan
didalam lemari untuk kemudian sehari sekali daiantar kerumah sakit.Perlu ditandai
pada botol waktu ASI tersebut ditampung, sehingga dapat diberikan sesuai jam nya.
B. Faktor-faktor dari Ibu dan Keluarga
1. Perubahan sosial budaya
Ibu-ibu bekerja atau kesibukan sosial lainnya.
Kenaikan tingkat partisipasi wanita dalam angkatan kerja dan adanya emansipasi
dalam segala bidang kerja dan di kebutuhan masyarakat menyebabkan turunnya
kesediaan menyusui dan lamanya menyusui.
Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu botol.
Persepsi masyarakatkan gaya hidup mewah membawa dampak menurutnya
19
kesediaan menyusui. Bahkan adanya pandangan bagi kalangan terentu bahwa susu
botol sangat cocok buat bayi dan terbaik. Hal ini dipengaruhi oleh gaya hidup yang
selalu mau meniru orang lain, atau tanya untuk prestise.
Merasa ketinggalan zaman jika menyusui bayinya.
Budaya modern dan perilaku masyarakat yang meniru negara barat mendesak
para ibu untuk segera menyapih anaknya dan memilih air susu buatan sebagai jalan
keluarnya.
2. Faktor psikologis
Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita.
Adanya anggapan para ibu bahwa menyusui akan merusak penampilan.
Padahal setiap ibu yang mempunyai bayi selalu mengubah payudara, walaupun
menyusui atau tidak menyusui.
Tekanan batin.
Ada sebagian kecil ibu mengalami tekanan batin di saat menyusui bayi
sehingga dapat mendesak si ibu untuk mengurangi frekuensi dan lama menyusui
bayinya, bahkan mengurangi menyusui.
3. Faktor fisik ibu
Alasan yang cukup sering basi ibu untuk menyusui adalah karena ibu sakit, baik
sebentar maupun lama.Tetapi.sebenarnya jarang sekali ada penyakit yang
mengharuskan berhenti menyusui. Dari jauh lebih berbahaya untuk mulai memberi
bayi makanan buatan daripada membiarkan bayi menyusu dari ibunya yang sakit.
4. Faktor kurangnya petugas kesehatan
Masyarakat kurang mendapat penerangan atau dorongan tentang manfaat
pemberian ASI. Penyuluhan kepada masyarakat mengenai manfaat dan cara
pemanfaatannya.
5. Meningkatkan promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI.
Peningkatan sarana komunikasi dan transportasi yang memudahkan periklanan
distribusi susu buatan menimbulkan tumbuhnya kesediaan menyusui dan lamanya baik
di desa dan perkotaan. Distibusi, iklan dan promosi susu buatan berlangsung terus dan
20
bahkan meningkat titik hanya di televisi, radio dan surat kabar melainkan juga
ditempat-tempat praktek swasta dan klinik-klinik kesehatan masyarakat di Indonesia.
6. Penerangan yang salah justru datangnya dari petugas kesehatan sendiri yang
menganjurkan penggantian ASI dengan susu kaleng. Penyediaan susu bubuk di
Puskesmas disertai pandangan untuk meningkatkan gizi bayi, seringkali menyebabkan
salah arah dan meningkatkan pemberian susu botol.
Prornosi ASI yang efektif haruslah dimulai pada profesi kedokteran, meliputi
pendidikan di sekolah-sekolah kedokteran yang menekankan pentingnya ASI dan nilai
ASI pada umur 2 tahun atau lebih.
7. Faktor pengelolaan laktasi di ruang bersalin
Untuk menunjang keberhasilan laktasi, bayi hendaknya disusui segera atau sedini
mungkin setelah lahir.Namun tidak semua persalinan berjalan normal dan tidak semua
dapat dilaksanakan menyusui dini.Ada beberapa persalinan yang terpaksa tidak dapat
berjalan lancar dan terpaksa dilakukan dengan tindakan persalinan misalnya seksio
sesaria. Dengan mengingat hal diatas, pengelolaan laktasi dapat dikelompokkan 2 cara,
yaitu persalinan normal dan persalinan dengan tindakan.
a. Persalinan normal
Pada persalinan normal, ibu dan bayi dalam keadaan sehat.Oleh karena itu,
dapat segera dilaksanakan menyusui dini.Hal tersebut perlu oleh karena menyusui
dini mempunyai beberapa manfaat baik terhadap ibu maupun terhadap bayi.Kalau
bisa bayi disusukan ke kedua puting ibu secara bergantian.Setelah jalan nafasnya
dibersihkan, usahakan menyusui sedini mungkin dan tidak melebihi waktu lewat ½
jam sesudah lahir.
b. Persalinan dengan tindakan
Dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian masalah :
1. Persalinan dengan tindakan narkosa misalnya seksio sesaria menyusui dini perlu
ditunda sampai pasien sadar, karena ASI pada ibu dan tindakan ini mempunyai
efek terhadap bayi. Misalnya bayi menjadi mengantuk sehingga malas
menyusu.Sebaiknya sesudah ibu sadar ditanyakan dahulu untuk menyusui
bayinya pada saat tersebut.
21
2. Persalinan dengan tindakan tanpa narkosa. Persalinan dengan tindakan tanpa
narkosa yang kemungkinan mempunyai pengaruh pada bayi. Dalam hal ini bayi
tidak dapat menyusui secara aktif , oleh karena itu ASI diberi secara aktif pasif
yaitu dengan pipet/sendok. Walaupun demikian bila keadaan bayi
memungkinkan untuk diangkat menyusui dini dapat dilakukan seperti biasa.
Pendapat daripada ahli-ahli kesehatan dan kebiasaan rumah-rumah sakit
mempunyai dampak terhadap pendapat para ibu tentang alternatif pemberian
susu kepada bayi. Terutama bagi ibu-ibu yang melahirkan perlu sekali diberi
penyuluhan tentang cara-cara pemberian ASI yang menjamin kelancaran
produksi ASI sejak bayi lahir.
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. DESAIN PENELITIAN
Pada penelitian ini, desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif.
B. TEMPAT DAN WAKTU
Pengambilan data dilakukan di Puskesmas Besuki.Waktu pengambilan data dilakukan
selama 8 hari, yaitu sejak tanggal 22 November - 29 November 2014. Data yang diambil
dari hasil pengukuran antropometri balita 0-5 tahun yang mengikuti kegiatan skrining gizi
buruk di wilayah Puskesmas Besuki.
C. POPULASI DAN SAMPEL
1. Populasi
Balita usia 0-5 tahun di wilayah Puskesmas Besuki.
2. Sampel
Balita usia 0-5 tahun yang mengalami gizi buruk di wilayah Puskesmas Besuki.
D. SUMBER DATA
1. Data Primer
Data Primer diperoleh langsung dari hasil pengukuran antropometri balita 0-5
tahun yang mengikuti kegiatan skrining gizi buruk di wilayah Puskesmas Besuki
Kecamatan Besuki.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari catatan medik balita 0-5 tahun gizi buruk yang
dimiliki oleh bagian Gizi Puskesmas Besuki Kecamatan Besuki.
23
BAB IV
GAMBARAN UMUM
A. PROFIL KOMUNITAS UMUM
24
PENANGGUNGJAWABDr. YOAN NATALIA, LA
PUSTU BLORONANING
PONK. LANGKAPRISTA
PUSTU BLIMBINGTUTIK
PUSTU W. PAYUNGDOVI
PONK. S. REJOROBIATUL A.
PONK. JETISNINING
PONK. KALIMASCITRA
PONK. BESUKILINDA
PUSTU DEMUNGSHAFINA
PUSTU PESISIRKARTIKA
PENI : POLI UMUM
DENIEK : POLI KIA-KB Drg. UCIEK : POLI GIGI FITRI : KLINIK GIZI SAIFUDIN : UGD
- LABORATORIUM : - PANTI : KAMAR OBAT
& GUDANG OBAT - ARIESTA : AMBULAN- ENDANG : PUSLING
PENANGGUNGJAWABWAHYUDI PRANOTO
KOOORDINATOR UPAYA KESEHAAN PERORANGAN
KOOORDINATOR UPAYA PENUNJANG
SP2TPENDANG P.
KEPEG & UMUMIMAM FARAID
BIDANG BARANGNURHAYATI
BIDANG PENGELUARANPANTI EKO R.
BIDANG PENERIMANI NYOMAN
- PENJI : PUSKESMAS - DENIEK : KIA- HENY : KB- AULIA R. : UKS- UCIEK : UKGS- FITRI : PRB. GIZI- UDIN : KES. JIWA- KES. KERJA- AULIA : PROMKES- METAL : KESLING- UDIN : KES. INDRA- YUDI : BATRA- WIWIK : K. USILA- AULIA : KES. OR
PENANGGUNGJAWABAULIA RAHMAN
KOORDINATOR UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT
(PEMBERDAYAAN)
KOOR. TIM MANAJEMEN MUTUDrg. UCIEK F.
KEPALA TATA USAHASUJIANTO S. Kep
KEPALA PUSKESMASZAINUDDIN S. Kep., Ners
B. KONDISI GEOGRAFIS
Puskesmas Besuki merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Situbondo
yang terletak didaerah dataran rendah dan berbatasan dengan laut utara di sebelah utara,
sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Suboh, sebelah selatan berbatasan dengan
kecamatan Sumbermalang, serta sebelah barat berbatasan dengan kecamatan
Banyuglugur.
Luas wilayah kerja Puskesmas Besuki adalah 26,08 hektar, dan merupakan
dataran rendah. Luas wilayah per desa dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel Luas Wilayah Menurut Desa di Puskesmas Besuki
No. DESA LUAS ( hektar )
1. Besuki 2.31
2. Pesisir 0.56
3. Demung 3.59
4. Kalimas 0.60
5. Langkap 1.14
6. Bloro 2.68
7. Blimbing 4.97
8. Jetis 4.23
9. Widoropayung 2.51
10. Sumberejo 3.49
Jumlah Desa: 10 desa 26.08
Sumber data : Kecamatan Besuki dalam angka tahun 2014
25
C. KONDISI DEMOGRAFIS
Jumlah penduduk di Puskesmas Besuki tahun 2013 mencapai 61.211 jiwa. Sedangkan
masyarakat miskin (Maskin) di Puskesmas Besuki adalah 34209 jiwa dan yang termasuk
dalam sasaran program Jamkesmas sebanyak 27154 jiwa yang tersebar di 10 desa.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel jumlah penduduk, jumlah penduduk
miskin di Puskesmas Besuki Tahun 2013 , sebagai berikut :
No Nama Desa Jumlah Penduduk
Jumlah JAMKESMAS
Jumlah JAMKESDA
Jumlah JPS/JKD
1 Besuki 14.955 5.955 2.291 8.2462 Langkap 2.840 1.299 595 1.8943 Blimbing 6.355 2.758 388 3.1464 Widoropayung 4.447 2.143 669 2.8125 Sumberejo 2.114 1.484 173 1.6576 Jetis 7.536 3.571 410 3.9817 Kalimas 4.972 1.919 277 2.1968 Demung 4.363 1.505 458 1.9639 Pesisir 9.669 4.480 1.034 5.51410 Bloro 3.960 2.040 760 2.800
JUMLAH 61.211 27.154 7.055 34.209
Sumber Data : Survey Sasaran Prioritas Kec. Besuki Th.2013
26
D. KETENAGAAN DI PUSKESMAS BESERTA JARINGANNYA
Untuk ketenagaan berdasarkan tingkat pendidikan di Puskesmas Besuki beserta
jaringannya dapat dilihat pada tabel berikut:
No. Pendidikan
Status Kepegawaian
P N SP T T/kontrak/
THLP
1 Dokter Umum 2 -
2 Dokter Gigi 1 -
3 Apoteker - -
4 SKM 1 -
5 Akper 3 10
6 AKL - 1
7 AKZI 1 -
8 AKBID 5 23
9 SPRG - -
10 SAA - -
11 SPK 2 -
12 Bidan 1 -
13 SMAK - -
14 SPPH - -
15 SPAG - -
16 SLTA 3 -
17 SLTP 2 -
18 SD - -
J U M L A H 21 34
Sumber data: Data Dasar Puskesmas Besuki Tahun 2014
27
E. SARANA PELAYANAN KESEHATAN DI KECAMATAN
Secara umum jumlah sarana pelayanan kesehatan yang berada di Kecamatan
Besuki dapat dilihat pada tabel berikut:
NO JENIS SARANA YAN KES JUMLAH KETERANGAN
1 PUSKESMAS 1
2 PUSTU 5
3 POLINDES/PONKESDES 6
4 PUSLING 1
5 APOTEK 6
6 LABORATORIUM 3
TOTAL 22
Sumber data: Data Dasar Puskemas Besuki Tahun 2014
F. SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG
Dalam rangka pelaksanaan program JAMKESMAS di Puskesmas beserta
jaringannya dibutuhkan sarana dan prasarana penunjang berupa obat-obatan/unit farmasi,
laboratorium, Radiologi, ECG, USG maupun alat kesehatan lainnya yang dapat dilihat
pada tabel sebagai berikut :
No. Jenis Sarana Penunjang
Jumlah Sarana Penunjang
Kurang Cukup Lebih
1. Obat-obatan
2. Laboratorium
3. Bidan Kit
4. UKGM Kit
5. PHN Kit
6. Media Penyuluhan
Sumber data : Data Puskesmas Besuki Tahun 2014
28
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Menurut data yang diperoleh dari Depkes (2010) memperlihatkan prevalensi gizi buruk di
Indonesia terus menurun dari 9,7% di tahun 2005 menjadi 4,9% di tahun 2010.6 Merujuk pada
data Direktorat Bina Gizi, terdapat beberapa provinsi yang tercatat memiliki jumlah penderita
gizi buruk yang cukup tinggi. Data Riset Kesehatan Dasar 2010, prevalensi gizi buruk di Pulau
Jawa yang tertinggi adalah Banten dan Jatim sebesar 4,8 %.51 Propinsi Jawa Timur merupakan
wilayah yang berpotensi dalam menyumbang tingginya jumlah penderita gizi buruk di negeri
Indonesia. Berdasarkan hasil survey Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo tahun 2014
ditemukan kasus gizi buruk sebesar 2,6% dari target kurang dari 5%. Angka kejadian gizi buruk
di Kecamatan Besuki tahun 2013 sebanyak 11 kasus dengan prevalensi 0,26% dan pada tahun
2014 sebesar 17 kasus dengan prevalensi 0,33%.
A. PESISIR
Berdasarkan data skrining terhadap 9 balita di desa Pesisir, didapatkan 4 balita
mengalami gizi buruk dengan menggunakan indikator BB/TB yang sebelumnya dihitung
dengan menggunakan BB/U. Dari 4 balita tersebut, didapatkan :
- 1 balita memiliki riwayat mendapat pengobatan TB. Hal ini disebabkan adanya riwayat
kontak dengan penderita TB dewasa dan kurangnya pencahayaan serta ventilasi yang
memenuhi standard di rumah tersebut.
- 1 balita mengalami limfadenopathy e.c Infeksi Saluran Pernafasan Atas dengan gejala
demam, batuk, nyeri tenggorokan.
- 1 balita mengalami Stunted dimana tinggi badan kurang menurut umur yang ditandai
dengan keterlambatan pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam
mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai umur anak. Hal ini diakibatkan
kekurangan energy dan protein yang kronis.
29
B. BESUKI
Berdasarkan data skrining terhadap 25 balita di desa Besuki, didapatkan 16 balita
mengalami gizi buruk dengan menggunakan indikator BB/TB yang sebelumnya dihitung
dengan menggunakan BB/U. Dari 16 balita tersebut, didapatkan :
- 1 balita dengan Kongenital Construction Band Ring karena terjadi gangguan pada fase
blastogenesis. Hal ini disebabkan asupan mikronutrien yang tidak memadai.
- 1 balita dengan Microcephaly dan Down syndrome dengan penampilan fisik yang
menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal dengan bagian
anteroposterior kepala mendatar. Pada bagian wajah tampak sela hidung yang datar,
mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar. Terdapat tanda klinis lainnya
berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari serta jarak antara jari pertama dan kedua
baik tangan maupun kaki melebar. Hal ini disebabkan adanya kelainan kromosom.
- 1 balita dengan riwayat BBLR mengalami KPSP (Kuesioner Pra
SkriningPerkembangan) Penyimpangan di aspek motorik kasar.
- 1 balita didapatkan mengalami pembesaran kelenjar getah bening dan didapatkan Ayah
anak menderita TB Paru.
C. DEMUNG
Berdasarkan data skrining terhadap 11 balita di desa Demung, didapatkan 16 balita
mengalami gizi buruk dengan menggunakan indikator BB/TB yang sebelumnya dihitung
dengan menggunakan BB/U. Dari 6 balita tersebut, didapatkan :
- 1 balita memiliki riwayat mendapat pengobatan TB. Hal ini disebabkan adanya riwayat
kontak dengan penderita TB dewasa.
- 1 balita mengalami Stunted dimana tinggi badan kurang menurut umur yang ditandai
dengan keterlambatan pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam
mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai umur anak. Hal ini diakibatkan
kekurangan energy dan protein kronis.
D. JETIS
Berdasarkan data skrining terhadap 13 balita di desa Jetis, didapatkan 4 balita mengalami
gizi buruk dengan menggunakan indikator BB/TB yang sebelumnya dihitung dengan
menggunakan BB/U. Dari 4 balita tersebut, didapatkan :
30
- 1 balita mengalami Oxyuriasis yang disebabkan infeksi cacing oxyuris vermicularis
dengan gejala gatal di malam hari dan pada pagi hari keluar cacing pada dubur. Hal ini
disebabkan karena pasien kurang menjaga higienitas
E. BLIMBING
Berdasarkan data skrining terhadap 17 balita di desa Blimbing, didapatkan 3 balita
mengalami gizi buruk dengan menggunakan indikator BB/TB yang sebelumnya dihitung
dengan menggunakan BB/U. Dari 3 balita tersebut, didapatkan :
- 2 balita mengalami Stunted dimana tinggi badan kurang menurut umur yang ditandai
dengan keterlambatan pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam mencapai
tinggi badan yang normal dan sehat sesuai umur anak. Hal ini diakibatkan kekurangan
energy dan protein kronis.
F. BLORO
Berdasarkan data skrining terhadap 22 balita di desa Bloro, didapatkan 5 balita
mengalami gizi buruk dengan menggunakan indikator BB/TB yang sebelumnya dihitung
dengan menggunakan BB/U. Dari 5 balita tersebut, didapatkan :
- 1 balita mengalami Stunted dimana tinggi badan kurang menurut umur yang ditandai
dengan keterlambatan pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam
mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai umur anak. Hal ini diakibatkan
kekurangan energy dan protein kronis.
- 2 balita mengalami pembesaran kelenjar getah bening dengan riwayat batuk lama.
- 1 balita dengan bronkopneumonia yang disebabkan oleh infeksi dengan gejala batuk
yang disertai sesak nafas dan demam tinggi.
- 1 balita dengan mikrocepalus mengalami KPSP (Kuesioner Pra SkriningPerkembangan)
Penyimpangan dan yang merupakan penyakit gangguan perkembangan otak sehingga
ukuran kepala menjadi kecil yang bias terjadi akibat gangguan kromosom atau gangguan
saat kehamilan seperti TORCH, Infeksi Cacar air ataupun terpapar bahan kimia beracun.
- 1 balita dengan riwayat BBLR mengalami KPSP (Kuesioner Pra
SkriningPerkembangan) Penyimpangan di aspek motorik kasar.
31
G. LANGKAP
Berdasarkan data skrining terhadap 11 balita di desa Langkap, didapatkan 9 balita
mengalami gizi buruk dengan menggunakan indikator BB/TB yang sebelumnya dihitung
dengan menggunakan BB/U. Dari 9 balita tersebut, didapatkan :
- 1 balita mengalami Stunted dimana tinggi badan kurang menurut umur yang ditandai
dengan keterlambatan pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam
mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai anak. Hal ini diakibatkan
kekurangan energy dan protein, sering mengalami penyakit kronis, pemberian makan
yang tidak sesuai dan faktor kemiskinan.
- 1 balita dengan pembesaran kelenjar getah bening dan didapatkan nenek pasien
menderita penyakit TB Paru.
H. KALIMAS
Berdasarkan data skrining terhadap 4 balita di desa Kalimas, didapatkan 4 balita
mengalami gizi buruk dengan menggunakan indikator BB/TB yang sebelumnya dihitung
dengan menggunakan BB/U. Dari 4 balita tersebut, didapatkan :
I. WIDOROPAYUNG
Berdasarkan data skrining terhadap 20 balita di desa Widoropayung, didapatkan 8
balita mengalami gizi buruk dengan menggunakan indikator BB/TB yang sebelumnya
dihitung dengan menggunakan BB/U. Dari 8 balita tersebut, didapatkan :
-1 balita dengan riwayat BBLR mengalami KPSP (Kuesioner Pra
SkriningPerkembangan) Penyimpangan di aspek motorik kasar.
J. SUMBEREJO
Berdasarkan data skrining terhadap 12 balita di desa Sumberejo, didapatkan 4 balita
mengalami gizi buruk dengan menggunakan indikator BB/TB yang sebelumnya dihitung
dengan menggunakan BB/U. Dari 4 balita tersebut, didapatkan :
- 1 balita mengalami Stunted dimana tinggi badan kurang menurut umur yang ditandai
dengan keterlambatan pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam
32
mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai umur anak. Hal ini diakibatkan
kekurangan energy dan protein kronis.
Dari skrining gizi buruk terhadap balita dengan BGM di 10 desa di Kecamatan Besuki,
didapati bahwa hampir semua balita tersebut tidak mendapatkan ASI secara eksklusif . ASI
berupa emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi
oleh kedua belah payudara ibu, sebagai makanan utama bayi. ASI bukan minuman, namun
ASI merupakan satu-satunya makanan tunggal paling sempurna bagi bayi.
ASI mempunyai peranan yang penting selama masa emas tumbuh kembang anak terutama
selama 6 bulan awal pertumbuhan. Mengingat kandungan nutrisi ASI yang lengkap dan
cocok untuk bayi. Disamping itu pemberian ASI lebih praktis, mudah, murah, sedikit
kemungkinan untuk terjadi kontaminasi, dan menjalin hubungan psikologis yang erat antara
bayi dan ibu yang penting dalam perkembangan psikologi anak tersebut. ASI merupakan
makanan alam atau natural, ideal, fisiologis, nutrien yang diberikan selalu dalam keadaan
segar dengan suhu yang optimal dan mengandung nutrien yang lengkap dengan komposisi
yang sesuai kebutuhan pertumbuhan bayi.
Selain itu ASI juga mengandung antibodi atau zat kekebalan yang akan melindungi balita
terhadap infeksi. Hal ini yang menyebabkan balita yang diberi ASI, tidak rentan terhadap
penyakit sehingga berperan langsung terhadap status gizi balita karena ASI cepat terserap
sesuai dengan sistem pencernaan bayi.
ASI eksklusif adalah pemberian ASI selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain, seperti
susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat, seperti
pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin dan mineral dan obat.
Setelah usia bayi 6 bulan, bayi mulai diberikan makanan pendamping ASI, sedangkan ASI
terus diberikan sampai 2 tahun.
33
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Status sosial ekonomi, pendidikan ibu, penyakit penyerta dan pemberian ASI merupakan
faktor risiko yang mempengaruhi kejadian gizi buruk. Faktor risiko kejadian gizi buruk yang
paling dominan adalah Pemberian ASI.
6.2 Saran
6.2.1 Puskesmas
6.2.1.1 Peranan tenaga kesehatan lebih ditingkatkan dalam memberikan penyuluhan atau
petunjuk kepada ibu baru melahirkan dan ibu menyusui tentang manfaat ASI
Eksklusif.
6.2.1.2 Memotivasi ibu hamil dan keluarga saat ANC untuk memberikan ASI ekslusif
6.2.1.3 Petugas kesehatan mampu secara aktif memberikan informasi kepada masyarakat
tentang pentingnya pemberian ASI secara eksklusif pada bayi sejak lahir.
6.2.1.4 Perlu dilakukan skriningawal terhadap balita agar tidak mengalami gizi buruk
secara kronik.
6.2.1.5 Perlu dilakukan monitoring evaluasi lebih lanjut mengenai pelaporan pemberian
ASI eksklusif.
6.2.1.6 Perlu koordinasi dengan pemegang TB.
6.2.1.7 Perlu koordinasi dengan petugas konseling.
6.2.1.8 Meningkatkan IMD.
6.2.1.9 Meningkatkan peranan lintas sektor dalam memberikan pengetahuan kepada
masyarkat cara menyusui yang benar.
6.2.1.10Melakukan pendekatan kepada tokoh agama dan tokoh masyarkat mengenai
budaya pemberian ASI.
34
6.2.2. Masyarakat
6.2.1.1 Masyarakat diharapkan lebih aktif melakukan pemeriksaan kesehatan ibu dan
anak secara berkala ke Posyandu setempat.
6.2.1.2 Masyarakat diharapkan dapat berperan aktif dalam mengikuti kegiatan
penyuluhan yang diadakan oleh Puskesmas.
35
LAMPIRAN
PESISIR (22-11-2014)
No Nama Usia HasilPemeriksaan Status ASI Eksklusif
1 An.S 48bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalam batas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
N tidak
2 An.AP 47bl
n
BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalam
batas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
K Tidak
3 An. M 26bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalam batas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
N Tidak
4 An.R 54bl
n
BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalam
batas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Scabies
K Tidak
5 An.N 45bl
n
BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalam
batas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
Riwayat Tx TB
K Tidak
6 An.C 36bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalam batas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
N Tidak
7 An.E 13bl
n
BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (+), Dermatitis,
Scabies, Lymfadenopaty
K Tidak
8 An. A 29bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Shunted
N Tidak
9 An. L 18bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-) , Dermatitis
N Tidak
36
BESUKI (22-11-2014)
No Nama Usia HasilPemeriksaan Status ASI Ekskusif
1 An.A 27bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
N Tidak
2 An. N 48bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
N Tidak
3 An. I 11bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Kongenital
Construction band ring
N Tidak
4 An.A 19bl
n
BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
K Tidak
5 An.R 22bl
n
BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
K Tidak
6 An.MD 19bl
n
BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
Met (-)
K Tidak
7 An.H 7 bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Met(-)
N Tidak
8 An.H 36bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
N Tidak
9 An.N 42bl
n
BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
microcephaly down syndrome
K Tidak
10 An.R 21bl
n
BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
K Tidak
11 An.A 27bl
n
BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
K Tidak
12 An.S 32bl
n
BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
K Tidak
13 An.R 42bl BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P K Tidak
37
n dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
14 An.S 23bl
n
BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
K Tidak
15 An.K 48bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (+), evaluasi,
dermatitis atopik
N Tidak
16 An.F 44bl
n
BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
ISPA
K Tidak
17 An.S 24bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), met (-)
N Tidak
18 An.D 32bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), evaluasi
N Tidak
19 An.R 24bl
n
BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
evaluasi
K Tidak
20 An.A 40bl
n
BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
rhinitis+furunkel
K Tidak
21 An.A 42bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
N Tidak
22 An.H 37bl
n
BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB
(-),Deratitis
K Tidak
23 An.R 30bl
n
BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB
(-),evaluasi KPSP, DADR
K Tidak
24 An.MY 39bl
n
BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
ISPA
K Tidak
25 An.I 40bl BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P K Tidak
38
n dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (+),
Ayah Ps TB(+)
DEMUNG (24-11-2014)
No Nama Usia HasilPemeriksaan Status ASI Ekskusif
1 An.S 32bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal,
KGB (-), ISPA
K Tidak
2 An. F 39bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal,
KGB (-)
N Tidak
3 An.N 48bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal,
KGB (-), Post tx TB, Shunted
N Tidak
4 An.L 14bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal,
KGB (-)
K Tidak
5 An.F 30bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal,
KGB (-), ISPA
K Tidak
6 An.M 23bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal,
KGB (-), Konjungtivitis
N Tidak
7 An.Y 17bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal,
KGB (-)
N Tidak
39
8 An. S 19bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal,
KGB (-)
N Tidak
9 An. S 36bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal,
KGB (-)
K Tidak
10 An.N 31bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal,
KGB (-), imunisasitdklengkap
K Tidak
11 An.A 26bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal,
KGB (-)
K Tidak
JETIS (26-11-2014)
No Nama Usia HasilPemeriksaan Status ASI Ekskusif
1 An.S
A
34bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Met(-)
N Tidak
2 An. S 22bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Met (-), D-
iS KPSP
N Tidak
3 An.S 4bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
Met (-), Obs. Febris h.2
K Tidak
4 An.M 37bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Met(-),
Furunkel
N Tidak
5 An.F 37bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-)
N Tidak
6 An.F 28bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-),
N Tidak
40
Microcephaly
7 An.H 23bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB
(-),Met(-)
K Tidak
8 An. S 43bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-)
N Tidak
9 An. S 19bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB
(-),Met(-)
K Tidak
10 An.A 48bln BB/TB -2 s/d 2-3SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
Met(-), ISPA
K Tidak
11 An.S 11bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-), Obs.
Febris h.2
N Tidak
12 An.I 19bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-)
N Tidak
13 An.D 42bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-),
Oxyuris Vermicularis
N Tidak
BLIMBING ( 26-11-2014)
No Nama Usia HasilPemeriksaan Status ASI Ekskusif
1 An.MN 12bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalam
batas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
Met(-)
N Tidak
2 An. SK 40bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalam
batas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Met
(-)
N Tidak
3 An.SW 60bl BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalam K Tidak
41
n batas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Met
(-)
4 An.R 58bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalam
batas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
Met(-), Shunted
N Tidak
5 An.A 60bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalam
batas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
Met(-)
N Tidak
6 An.FH 19bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalam
batas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
Met(-), Shunted
N Tidak
7 An.R 49bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalam
batas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
Met(-)
N Tidak
8 An. A 23bl
n
BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
Met(-)
K Tidak
9 An. F 30bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
Met(-)
N Tidak
10 An.A 15bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
Met(-)
N Tidak
11 An.SN 39bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
Met(-)
N Tidak
12 An.A 36bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
Met(-)
N Tidak
13 An.R 16bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
N Tidak
42
Met(-)
14 An.R 25bl
n
BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
Met(-)
K Tidak
15 An.I 9bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
Met(-)
N Tidak
16 An.M 60bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
Met(-)
N Tidak
17 An.D 27bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
Met(-)
N Tidak
BLORO ( 27-11-2014)
No Nama Usia HasilPemeriksaan Statu
s
ASI Ekskusif
1 An.A 13bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
N Tidak
2 An. A 41bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
N Tidak
3 An. AK 40bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
N Tidak
4 An.MJ 14bl
n
BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
K Tidak
5 An.MB 41bl
n
BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
K Tidak
6 An.AD 11bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Shunted
N Tidak
7 An.MA 27bl BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas N Tidak
43
n normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
8 An. D 36bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
N Tidak
9 An. AY 10bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (+) auricular
sinistra, ISPA
N Tidak
10 An. M 41bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Shunted
N Tidak
11 An.AB 31bl
n
BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (+)
auriculadextra, R. Batuk lama.
K Tidak
12 An.MW 22bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Microcephal,
KPSP penyimpangan
N Tidak
13 An.SA 4bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
N Tidak
14 An.FS 4bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
N Tidak
15 An.M 25bl
n
BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), KPSP
Penyimpangan
K Tidak
16 An.A 58bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
N Tidak
17 An.MA 42bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
N Tidak
18 An.DP 19bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
N Tidak
19 An.FA 13bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
N Tidak
20 An.M 10bl
n
BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
N Tidak
44
21 An.MN 31bl
n
BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), GEA
N Tidak
22 An. A 25bl
n
BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
K Tidak
LANGKAP (28-11-2014)
No Nama Usia HasilPemeriksaan Status ASI
Ekskusif
1 An.A
N
20bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalam batas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Met (-)
K Tidak
2 An.BN 23bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
N Tidak
3 An.AF 49bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), dermatitis
K Tidak
4 An.N
K
20bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
K Tidak
5 An.NF 23bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
K Tidak
6 An.S 32bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Shunted
N Tidak
7 An.A 17bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
K Tidak
8 An. A 32bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (+), Nenek Ps TB.
K Tidak
9 An. A 32bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
K Tidak
10 An.SN 15bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
K Tidak
45
11 An.A
Q
42bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)
K Tidak
KALIMAS (28-11-2014)
No Nama Usia HasilPemeriksaan Status ASI Ekskusif
1 An.J 25bl
n
BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Met (-)
K Tidak
2 An.DR 22bl
n
BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Met (-), Obs.
Febris H.2
K Tidak
3 An.B 30bl
n
BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Met (-),
ISPA
K Tidak
4 An.C 32bl
n
BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (+),Met (-),
ISPA, Tetanggabatuk lama
K Tidak
WIDOROPAYUNG (29-11-2014)
No Nama Usia HasilPemeriksaan Status ASI Ekskusif
1 An.L 14bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-), GEA,
D-Is, ASI
N Tidak
2 An. F 27bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-), KPSP
Penyimpangan
N Tidak
3 An. J 27bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-)
K Tidak
4 An.O 36bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-),ISPA
N Tidak
46
5 An.B 9bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-),ISPA
N Tidak
6 An.P 8bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-)
K Tidak
7 An.V 16bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-)
N Tidak
8 An.R 19bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-)
K Tidak
9 An.A 26bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(+), D-Is
Atopik
N Tidak
10 An.A 41bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-),
Hiperaktif
K Tidak
11 An.I 17bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-), RUJUK
RPG
K Tidak
12 An.KA 60bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-)
N Tidak
13 An.B 60bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-)
N Tidak
14 An.I 35bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-)
N Tidak
15 An.S 29bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-)
N Tidak
16 An.Z 35bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-)
K Tidak
17 An.IB 17bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-)
N Tidak
18 An.D 33bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-)
N Tidak
47
19 An.A 17bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-)
K Tidak
20 An.I 42bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas
normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-)
K Tidak
SUMBER REJO (29-11-2014)
No Nama Usia HasilPemeriksaan Status ASI Ekskusif
1 An.H 11bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
Met(-)
N Tidak
2 An. S 39bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
Met(-), Shunted
N Tidak
3 An.M
R
12bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
Met(-), Rhonki Paru
N Tidak
4 An.SZ 13bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
Met(-)
N Tidak
5 An.KU 20bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
Met(-)
K Tidak
6 An.H 53bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
Met(-)
K Tidak
7 An.RD 29bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
Met(-)
K Tidak
8 An.MF 27bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
N Tidak
48
Met(-)
9 An.M 36bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
Met(-)
K Tidak
10 An.R 6bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
Met(-), ISPA
N Tidak
11 An.N 23bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
Met(-)
N Tidak
12 An.H 17bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P
dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),
Met(-)
N Tidak
49
JUMLAH PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF BALITA DI KECAMATAN BESUKI
KABUPATEN SITUBONDO JAWA TIMUR TAHUN 2013
NONAMA DESA
JUMLAH
BAYI
DIPERIKSA
EKSKLUSIF ( E0 - E5 )
DIPERIKS
A
JML.BAYI
PROYEKS
I
n %
1 BESUKI 215 142 66.0 215 119
2 PESISIR 173 152 87.9 173 80
3 DEMUNG 43 31 72.1 43 40
4 KALIMAS 111 83 74.8 111 42
5 LANGKAP 39 36 92.3 39 24
6 BLORO 49 36 73.5 49 34
7 BLIMBING 93 84 90.3 93 56
8 JETIS 80 71 88.8 80 65
9 WIDOROPAYUN
G
56 49 87.5 56 38
10 SUMBEREJO 27 23 85.2 27 17
.
50
DAFTAR PUSTAKA
1. Notoatmodjo S. Prinsip-Prinsip Dasar IlmuKesehatan Masyarakat.Jakarta : Rineka Cipta; 2003.
2. Pudjiadi S. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Jakarta: Gaya Baru; 2005.
3. Kementerian Kesehatan RI. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.Jakarta: Direktorat Bina Gizi; 2011.
4. Kumar S.Global Database on Child Growth and Malnutrition [Internet]. 2007[cited 2011 Desember 14].Available from:
http://Who.int//nutgrowthdb>.2007
5. Tropical Medicine Central Resource.Kwashiorkor (Protein – Calorie Malnutrition) [Internet].2008[cited 2011 Desember 14]. Available from:
http://tmcr.Usuhs.mil/tmcr/chapter16/Kwashiorkor.htm
6. Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI.Anak dengan Gizi Baik Menjadi Aset dan Investasi Bangsa di Masa Depan[Internet].2011[cited 2011 Desember 14].Available from: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1346-anak-dengan-gizi-baik-menjadi-aset-dan-investasi-bangsa-di-masa-depan.html
7. Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah[Internet].2010[cited 2011 Desember 14].Available from: http://www.docstoc.com/docs/66364904/Laporan-Akhir-EKPD-2010-Provinsi-Jawa-Tengah-oleh-Universitas-Diponegoro
8. Sudaryat S, Soetjiningsih.Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah.Denpasar:SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unud Denpasar; 2000.
9. World Health Organisation.Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.Jakarta: WHO Indonesia ; 2009.
10. Kusriadi.Analisis Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Kejadian Kurang Gizi Pada Anak Balita Di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)[karya tulis ilmiah].Bogor: Institut Pertanian Bogor; 2010.
11. Anwar K,Juffrie M,Julia M.Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk di Kabupaten Lombok Timur, Propinsi Nusa Tenggara Barat.Jurnal Gizi Klinik Indonesia [Internet].2005[cited 2011
51
Desember 14]:2(3):81-85.Available from:http://ijcn.or.id/v2/content/view/33/40/
12. Effendi.Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC; 1998.
13. Hidayat AAA.Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan.Jakarta:Salemba Medika;2008.
14. Razak AA,Gunawan IMA,Budiningsari RD. Pola Asuh Ibu Sebagai Faktor Risiko Kejadian Kurang Energi Protein (KEP) Pada Anak Balita.Jurnal Gizi Klinik Indonesia[Internet].2009[cited 2011 Desember 14]:6(2):95-103.Available from:
http://www.i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=10761
15. Kosim, Sholeh M.Buku Ajar Neonatologi Edisi I.Jakarta: Badan Penerbit IDAI;2008.
16. Supartini Y.Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak.Jakarta:EGC; 2002.
17. Mexitalia M. Air Susu Ibu dan Menyusui. Dalam: Sjarif DR, Lestari ED, Mexitalia M, Nasar SS, penyunting. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik. Edisi ke-1.Jakarta: IDAI;2011. hal. 77-95.
18. Hartono A. Asuhan Nutrisi Rumah Sakit.Jakarta: EGC; 1997.
19. Wahyuni S, Julia M, Budiningsari D. Pengukuran Status Gizi Pasien Anak Menggunakan Metode SGNA Sebagai Prediktor Lama Rawat Inap, Status Pulang dan Kejadian Malnutrisi di Rumah Sakit.Jurnal Gizi Klinik Indonesia [Internet].2005 [cited 2012 Mei 25]: 2(1): 80-84. Available from: http://dc183.4shared.com/doc/gV1MYaob/preview
20. Lada C, Aspatria U, Jutomo L. Kajian Jenis-Jenis Penyakit Infeksi dan Lamanya Perawatan Bagi Balita Penderita Gizi Buruk di Panti Rawat Gizi Panite Kabupaten Timor Tengah Selatan.Jurnal Gizi Klinik Indonesia [Internet].2007 [cited 2012 Mei 25]: 2(2): 1-5. Available from: http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1109819_2085-9341.pdf
21. Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2001.
22. Paryanto E.Gizi Dalam Masa Tumbuh Kembang.Jakarta:EGC;1997.
23. Soendjojo RD,Sritje H,Mien S.Menstimulasi Anak 0-1 Tahun.Jakarta:PT Elexmedia Komputindo.2000.
24. Departemen Kesehatan RI.Pemantauan Pertumbuhan Balita. Jakarta: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI;2002.
25. Kliegman R.Nelson Textbook of Pediatrics. USA: Saunders Elsevier;2007.
52
26. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Indonesia.Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta:Infomedika;2007.
27. Walker,Allan.Pediatric Gastrointertinal Disease.USA:DC Decker;2004.
28. Dini L.Konsumsi Pangan Tingkat Rumah Tangga Sebelum dan Selama Krisis Ekonomi.Jakarta:PT Gramedia Pustaka;2000.
29. Soekirman.Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.Jakarta:EGC;2000.
30. Rumiasih. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Buruk pada Anak Balita di Kabupaten Magelang[karya tulis ilmiah].Semarang: Universitas Diponegoro;2003.
31. Pius,Dahlan.Kamus Ilmiah Populer.Surabaya:Arkola;2001.
32. Departemen Kesehatan RI.Program Gizi Makro.Jakarta:Depkes RI;2002.
33. Soekanto,Soerjono.Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada;2000.
34. Taruna J.Hubungan Status Ekonomi Keluarga dengan Terjadinya Kasus Gizi Buruk pada Anak Balita di Kabupaten Kampar Provinsi Riau Tahun 2002[karya tulis ilmiah].Jakarta:Universitas indonesia;2002.
35. Abu A.Ilmu Sosial Dasar.Jakarta:Rineka Cipta;1997.
36. Departemen Kesehatan RI.Analisis Situasi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:Depkes RI;2004.
37. Tim Paket Pelatihan Klinik PONED.Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED).Jakarta:EGC;2008.
38. Dahlan S.Besar Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: PT Arkans;2006.
39. Retno S.Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita Setelah Mendapatkan PMT Pemulihan di Provinsi DKI Jakarta [karya tulis ilmiah]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2008.
40. Goode W.Sosiologi Keluarga. Jakarta: Bumi Aksara;2000.
41. Faiza R, Elnovriza D, Syafianti.Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang.Jurnal Media Gizi Keluarga [Internet].2007 [cited 2012 Juni1]:31(1):80-88.Available from: http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/311078088
42. Dewati M. Analisis Pengaruh Pendapatan Keluarga, Jumlah Anggota Keluarga, Tingkat Pendidikan Ibu dan Tingkat Pendidikan Ayah Terhadap Status Gizi Balita di Kecamatan
53
Polokarto Kabupaten Sukoharjo [karya tulis ilmiah].Solo: Universitas Negeri Sebelas Maret; 2008.
43. Oetomo D. Gizi Buruk Balita di Surakarta Dikaji dari Tingkat Pendidikan Ibu dan Pola Konsumsi Makan Balita [karya tulis ilmiah]. Surakarta: Universitas Negeri Sebelas Maret;2006.
44. Sumiati I. Evaluasi Penatalaksanaan Asuhan Gizi pada Balita Kurang Energi Protein di RSUD Ulin Banjarmasin [karya tulis ilmiah]. Malang: Universitas Brawijaya; 2007.
45. Nadimin. Hubungan Keluarga Sadar Gizi dengan Status Gizi Balita di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan. Jurnal Media Gizi Pangan
[Internet].2010 [cited 2012 Mei 28]:10(2):1-7. Available from: http://jurnalmediagizipangan.files.wordpress.com/2012/04/1-hubungan-keluarga-sadar-gizi-dengan-status-gizi-balita
46. Saputra M. Hubungan Antara Riwayat BBLR dengan Status gizi pada Anak Balita di Kelurahan Pringgokusuman Kecamatan Gedongtengen Kota Yogyakarta [karya tulis ilmiah]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2012.
47. Susanti E. Hubungan Berat Badan Lahir dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu [karya tulis ilmiah]. Bengkulu:Universitas Bengkulu ;2011.
48. Lingga NK.Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak Balita di Desa Kolam Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang [karya tulis ilmiah]. Medan:Universitas Sumatera Utara;2010.
49. Wahyuni. Hubungan Kelengkapan Imunisasi dan Pemberian Vitamin A dengan Status Gizi Balita di Kelurahan Titi Rantai dan Kelurahan Babura Kecamatan Medan Maru [karya tulis ilmiah]. Medan; UniversitasSumatera Utara;2005.
50.http://health.liputan6.com/read/520968/angka-penurunan-gizi-buruk-balita-sulit-penuhi-target-mdgs
51.Hans Obor (2011). Kasus gizi burukmasih tinggi [Online]. Available:
http://nttonlinenews.com/ntt/index.php?view=article&id=9426%3Akasus-gizi-buruk-masih-tinggi&option=com_content&Itemid=56.
52.http://www.bhasafm.co.id/kabupaten-situbondo-jadi-salah-satu-kantong-gizi-buruk-di-jawa-timur/
53.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34314/3/Chapter%20I.pdf
54
54.Arif, N. (2009).Panduan Ibu Cerdas ASI dan Tumbuh Kembang. Yogyakarta: MediaPressindo.
55. Prasetyono, 2009.Buku Pintar ASI eksklusif.Jogjakarta : Diva Pres.
56. Sitaresmi, M, N,. (2010). Isu Kebijakan Tentang Pemberian ASI secara Eksklusif,
http://kebijakan kesehatanindonesia.net/node/2, diakses 15 Februari 2014
57.Sutama,2008.Pemberian ASI Eksklusif Masih Rendah.
http://asiku.wordpress-.com/2008/08/07/pemberian-asi-eksklusif-masih-rendah/,diakses 24 Juni 2011.
58. Sidi, Ieda Poernomo Sigit, Dra, dkk.2003. Bahan Bacaan Manajemen Laktasi,Jakarta: Perkumpulan perinatologi Indonesia
59. Roesli, U, 2009. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta : PT. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara.
55