mineral dalam batuan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Daerah permukaan bumi diselimuti oleh lapisan batuan yang begitu tebal sehingga
memungkinkan adanya berbagai jenis batuan dan mineral yang menjadi penyusunnya. Sebagi
seorang yang akan bergelut pada bidang ilmu kebumian utamanya yang menyangkut dengan
ilmu geologi dan lebih terkhusus lagi yang berkaitan dengan ilmu tentang batuan dan mineral-
mineral yang menjadi penyusunnya, maka sangat perlu untuk kemudian sebagai seorang calon
ahli geologi yang tentunya memahami tentang segala aspek-aspek kebumian terutama yang
menyangkut tentang berbagai jenis batuan dan mineral. Sehingga dengan adanya praktikum ini
sangat membantu dalam analisis dan interpretasi ilmu-ilmu dalam mengenai batuan.
Batuan yang tersebar dipermukaan bumi ini dapat digolongkan kedalam tiga jenis
batuan yaitu: batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf yang dimana ketiga jenis batuan
tersebut memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda utamanya dengan mineral penyusun dari
setiap batuan, hal ini juga dapat dianalisis mengenai perbedaan-perbedaan pada setiap jenis
batuan.
1.2 Maksud dan Tujuan
Praktikum ini dilakukan dengan maksud agar setiap mahasiswa geologi khususnya
yang telah mengambil mata kuliah mineral optik ini dapat memahami bahwa setiap jenis batuan
memiliki karakteristik sifat optik pada jenis mineral yang dikandungnya baik pada batuan beku,
batuan sedimen maupun pada batuan metamorf.
Adapun tujuan diadakannya praktikum ini adalah sebagai berikut;
1. Untuk menghasilkan mahasiswa geologi yang mengerti tentang batuan dan mineral beserta sifat
khas yang dimilikinya
2. Mengetahui mineral khas yang ada pada batuan yang menjadi objek dalam analisis
3. Mengetahui nama mineral yang menjadi objek dalam analisis
1.3 Alat dan Bahan
Dalam praktikum ini alat dan bahan yang digunakan adalah ;
1. kertas A4
2. Lembar kerja praktikum
3. Alat tulis menulis
4. Lap kasar
5. Lap halus
6. Mikroskop polarisasi
7. Sayatan mineral
8. Pensil warna
9. Penuntun praktikum
10. Pensil
11. Tabel Mickel Levy
12. Kabel penghubung
1.4 Prosedur Kerja
1. Meletakkan mikroskop polarisasi di atas meja dengan cara memegang lengan Mikroskop
Polarisasi sedemikana rupa sehingga mikroskop berada dihadapan Pemakai.
2 Menyentringkan mikroskop
3 Menentukan perbesaran lensa objektif, lensa okuler dan perbesaran total dengan cara malihat
perbesaran lenda objektif dan lensa okuler.
4 Menentukan bilangan skala
5 Menentukan bukaan difragma
6 Menuliskan nomor urut dan nomor peraga
7 Menentukan jenis batuan
8 Menentukan kedudukan mineral (X,Y) dengan cara melihat kedudukan mineral pada skala
sumbu absis dan sumbu ordinat
9 Mendeskripsikan kenampakan mikroskopis dari batuan
10 Mendeskripsikan mineral dengan sifat-sifat optik yang dimiliki
11 Mempersentasekan mineral yang dikandung dalam batuan yang diamati pada tiga sudut pandag
yang berbeda dan mencatatkan nilai rata-rata kenampakan dari mineral
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Batuan Beku
Terminologi
Batuan beku adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil pembekuan daripada magma.
Magma adalah bahan cair pijar di dalam bumi, berasal dari bagian atas selubung bumi atau
bagian bawah kerak bumi, bersuhu tinggi (900 – 1300 oC) serta mempunyai kekentalan tinggi,
bersifat mudah bergerak dan cenderung menuju ke permukaan bumi.
Letak Pembekuan
Batuan beku dalam adalah batuan beku yang terbentuk di dalam bumi; sering disebut
batuan beku intrusi. Batuan beku luar adalah batuan beku yang terbentuk di permukaan bumi;
sering disebut batuan beku ekstrusi. Batuan beku hipabisal adalah batuan beku intrusi dekat
permukaan, sering disebut batuan beku gang atau batuan beku korok, atau sub volcanic intrusion.
Warna Batuan Beku
Warna segar batuan beku bervariasi dari hitam, abu-abu dan putih cerah. Warna ini
sangat dipengaruhi oleh komposisi mineral penyusun batuan beku itu sendiri. Apabila terjadi
percampuran mineral berwarna gelap dengan mineral berwarna terang maka warna batuan beku
dapat hitam berbintik-bintik putih, abu-abu berbercak putih, atau putih berbercak hitam,
tergantung warna mineral mana yang dominan dan mana yang kurang dominan. Pada batuan
beku tertentu yang banyak mengandung mineral berwarna merah daging maka warnanya
menjadi putih-merah daging.
Tekstur Batuan Beku
Tekstur adalah hubungan antar mineral penyusun batuan. Dengan demikian tekstur
mencakup tingkat visualisasi ukuran butir atau granularitas, tingkat kristalisasi mineral atau
kristalinitas, tingkat keseragaman butir kristal, ukuran butir kristal, dan bentuk kristal.
Tingkat Visualisasi Granularitas
Berdasarkan pengamatan dengan mata telanjang atau memakai loupe, maka tekstur
batuan beku dibagi dua, yaitu tekstur afanitik dan tekstur faneritik.
a. Afanitik adalah kenampakan batuan beku berbutir sangat halus sehingga mineral/kristal
penyusunnya tidak dapat diamati secara mata telanjang atau dengan loupe.
b. Fanerik (faneritik, firik = phyric) adalah apabila di dalam batuan tersebut dapat terlihat
mineral penyusunnya, meliputi bentuk kristal, ukuran butir dan hubungan antar butir (kristal satu
dengan kristal lainnya atau kristal dengan kaca). Singkatnya, batuan beku mempunyai tekstur
fanerik apabila mineral penyusunnya, baik berupa kristal maupun gelas/kaca, dapat diamati.
Apabila batuan beku mempunyai tekstur afanitik maka pemerian tekstur lebih rinci tidak dapat
diketahui, sehingga harus dihentikan. Sebaliknya apabila batuan beku tersebut bertekstur fanerik
maka pemerian lebih lanjut dapat diteruskan.
Tingkat kristalisasi atau kristalinitas
a. Holokristalin, apabila batuan tersusun semuanya oleh kristal.
b. Holohialin, apabila batuan tersusun seluruhnya oleh gelas atau kaca.
c. Hipokristalin, apabila batuan tersusun sebagian oleh kaca dan sebagian berupa kristal.
Tingkat Keseragaman Butir
a. Equigranular, apabila kristal penyusunnya berukuran butir relatif seragam. Tekstur sakaroidal
adalah tekstur dimana ukuran butirnya seragam seperti gula pasir atau gula putih.
b. Inequigranular, jika ukuran butir kristal penyusunnya tidak sama.
Ukuran butir kristal : < 1 mm ——– berbutir halus
1 – 5 mm ——– berbutir sedang
5 – 30 mm ——– berbutir kasar
> 30 mm ——– berbutir sangat kasar
Bentuk Kristal
a. Euhedral, jika kristal berbentuk sempurna/lengkap, dibatasi oleh bidang kristal yang ideal
(tegas, jelas dan teratur). Batuan beku yang hampir semuanya tersusun oleh mineral dengan
bentuk kristal euhedral, disebut bertekstur idiomorfik granular atau panidiomorfik granular.
b. Subhedral, jika kristalnya dibatasi oleh bidang-bidang kristal yang tidak begitu jelas, sebagian
teratur dan sebagian tidak. Tekstur batuan beku dengan mineral penyusun umumnya berbentuk
kristal subhedral disebut hipidiomorfik granular atau subidiomorfik granular.
c. Anhedral, kalau kristalnya dibatasi oleh bidang-bidang kristal yang tidak teratur. Tekstur
batuan yang tersusun oleh mineral dengan bentuk kristal anhedral disebut alotriomorfik granular
atau xenomorfik granular.
Secara tiga dimensi, bentuk kristal disebut :
a. Kubus atau equidimensional, apabila ketiga dimensinya sama panjang.
b. Tabular atau papan, apabila dua dimensi kristalnya lebih panjang dari satu dimensi yang lain.
c. Prismatik atau balok, jika dua dimensi kristalnya lebih pendek dari satu dimensi yang lain.
Bentuk ini ada yang prismatik pendek (gemuk) dan prismatik panjang (kurus, kadang-kadang
seperti jarum).
Di dalam batuan beku bertekstur holokristalin inequigranular dan hipokristalin
terdapat kristal berukuran butir besar, disebut fenokris, yang tertanam di dalam masadasar
(groundmass). Kenampakan demikian disebut tekstur porfir atau porfiri atau firik. Tekstur
holokristalin porfiritik adalah apabila di dalam batuan beku itu terdapat kristal besar (fenokris)
yang tertanam di dalam masadasar kristal yang lebih halus. Tekstur hipokristalin porfiritik
diperuntukkan bagi batuan beku yang mempunyai fenokris tertanam di dalam masadasar gelas.
Karena tekstur holokristalin porfiritik dan hipokristalin porfiritik secara mata telanjang dapat
diidentifikasi maka kenampakan tersebut dapat disebut bertekstur faneroporfiritik. Sebaliknya,
apabila fenokrisnya tertanam di dalam masadasar afanitik maka batuannya bertekstur
porfiroafanitik. Tekstur vitrofirik adalah tekstur dimana mineral penyusunnya secara dominan
adalah gelas, sedang kristalnya hanya sedikit (< 10 %).
Tekstur diabasik adalah tekstur dimana kristal plagioklas berbentuk prismatik panjang
(lath-like), berarah relatif sejajar dan di antaranya terdapat butir-butir lebih kecil daripada kristal
olivin dan piroksen. Tekstur gabroik adalah tekstur holokristalin, berbutir sedang – kasar (Æ : 1
– 30 mm), tersusun secara dominan oleh mineral mafik (olivin, piroksen, amfibol) dan plagioklas
basa. Tekstur granitik adalah tekstur holokristalin berbutir sedang-kasar tersusun oleh plagioklas
asam, alkali felspar, dan kuarsa. Tekstur pegmatitik adalah tekstur holokristalin kasar – sangat
kasar (Æ ³ 5 mm), tersusun oleh alkali felspar dan kuarsa. Tekstur dioritik sebanding dengan
tekstur gabroik dan granitik tetapi biasanya untuk batuan beku menengah.
Struktur Batuan Beku
1. Masif atau pejal, umumnya terjadi pada batuan beku dalam. Pada batuan beku luar yang cukup
tebal, bagian tengahnya juga dapat berstruktur masif.
2. Berlapis, terjadi sebagai akibat pemilahan kristal (segregasi) yang berbeda pada saat
pembekuan.
3. Vesikuler, yaitu struktur lubang bekas keluarnya gas pada saat pendinginan. Struktur ini
sangat khas terbentuk pada batuan beku luar. Namun pada batuan beku intrusi dekat permukaan
struktur vesikuler ini kadang-kadang juga dijumpai. Bentuk lubang sangat beragam, ada yang
berupa lingkaran atau membulat, elip, dan meruncing atau menyudut, demikian pula ukuran
lubang tersebut. Vesikuler berbentuk melingkar umumnya terjadi pada batuan beku luar yang
berasal dari lava relatif encer dan tidak mengalir cepat. Vesikuler bentuk elip menunjukkan lava
encer dan mengalir. Sumbu terpanjang elip sejajar arah sumber dan aliran. Vesikuler meruncing
umumnya terdapat pada lava yang kental.
4. Struktur skoria (scoriaceous structure) adalah struktur vesikuler berbentuk membulat atau elip,
rapat sekali sehingga berbentuk seperti rumah lebah.
5. Struktur batuapung (pumiceous structure) adalah struktur vesikuler dimana di dalam lubang
terdapat serat-serat kaca.
6. Struktur amigdaloid (amygdaloidal structure) adalah struktur vesikuler yang telah terisi oleh
mineral-mineral asing atau sekunder.
7. Struktur aliran (flow structure), adalah struktur dimana kristal berbentuk prismatik panjang
memperlihatkan penjajaran dan aliran.
Struktur batuan beku tersebut di atas dapat diamati dari contoh setangan (hand
specimen) di laboratorium. Sedangkan struktur batuan beku dalam lingkup lebih besar, yang
dapat menunjukkan hubungan dengan batuan di sekitarnya, seperti dike (retas), sill, volcanic
neck, kubah lava, aliran lava dan lain-lain hanya dapat diamati di lapangan.
Komposisi Mineral
Berdasarkan jumlah kehadiran dan asal-usulnya, maka di dalam batuan beku terdapat
mineral utama pembentuk batuan (essential minerals), mineral tambahan (accessory minerals)
dan mineral sekunder (secondary minerals).
1. Essential minerals, adalah mineral yang terbentuk langsung dari pembekuan magma, dalam
jumlah melimpah sehingga kehadirannya sangat menentukan nama batuan beku.
2. Accessory minerals , adalah mineral yang juga terbentuk pada saat pembekuan magma tetapi
jumlahnya sangat sedikit sehingga kehadirannya tidak mempengaruhi penamaan batuan. Mineral
ini misalnya kromit, magnetit, ilmenit, rutil dan zirkon. Mineral esensiil dan mineral tambahan di
dalam batuan beku tersebut sering disebut sebagai mineral primer, karena terbentuk langsung
sebagai hasil pembekuan daripada magma.
3. Secondary minerals adalah mineral ubahan dari mineral primer sebagai akibat pelapukan,
reaksi hidrotermal, atau hasil metamorfisme. Dengan demikian mineral sekunder ini tidak ada
hubungannya dengan pembekuan magma. Mieral sekunder akan dipertimbangkan
mempengaruhi nama batuan ubahan saja, yang akan diuraikan pada acara analisis batuan ubahan.
Contoh mineral sekunder adalah kalsit, klorit, pirit, limonit dan mineral lempung.
4. Gelas atau kaca, adalah mineral primer yang tidak membentuk kristal atau amorf. Mineral ini
sebagai hasil pembekuan magma yang sangat cepat dan hanya terjadi pada batuan beku luar atau
batuan gunungapi, sehingga sering disebut kaca gunungapi (volcanic glass).
5. Mineral felsik adalah adalah mineral primer atau mineral utama pembentuk batuan beku,
berwarna cerah atau terang, tersusun oleh unsur-unsur Al, Ca, K, dan Na. Mineral felsik dibagi
menjadi tiga, yaitu felspar, felspatoid (foid) dan kuarsa. Di dalam batuan, apabila mineral foid
ada maka kuarsa tidak muncul dan sebaliknya. Selanjutnya, felspar dibagi lagi menjadi alkali
felspar dan plagioklas.
6. Mineral mafik adalah mineral primer berwarna gelap, tersusun oleh unsur-unsur Mg dan Fe.
Mineral mafik terdiri dari olivin, piroksen, amfibol (umumnya jenis hornblende), biotit dan
muskovit.
Pemerian dan pengenalan mineral pembentuk batuan beku tersebut secara megaskopik
sudah harus dikuasai oleh para praktikan, seperti diberikan pada kuliah dan praktikum
kristalografi-mineralogi serta dipraktekkan lagi pada acara I pengenalan mineral pembentuk
batuan, praktikum petrologi ini. Untuk mengetahui genesa masing-masing mineral pembentuk
batuan tersebut di atas, praktikan dianjurkan untuk mempelajari Reaksi Seri Bowen yang
terdapat di dalam buku-buku literatur Petrologi (misal Middlemost, 1985, Magmas and
magmatic rocks, Longman, Inc., London, 266 p).
Penamaan / Klasifikasi
Berdasarkan letak pembekuannya maka batuan beku dapat dibagi menjadi batuan beku
intrusi dan batuan beku ekstrusi. Batuan beku intrusi selanjutnya dapat dibagi menjadi batuan
beku intrusi dalam dan batuan beku intrusi dekat permukaan. Berdasarkan komposisi mineral
pembentuknya maka batuan beku dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu batuan beku
ultramafik, batuan beku mafik, batuan beku menengah dan batuan beku felsik. Istilah mafik ini
sering diganti dengan basa, dan istilah felsik diganti dengan asam, sekalipun tidak tepat.
Termasuk batuan beku dalam ultramafik adalah dunit, piroksenit, anortosit, peridotit dan norit.
Dunit tersusun seluruhnya oleh mineral olivin, sedang piroksenit oleh piroksen dan anortosit oleh
plagioklas basa. Peridotit terdiri dari mineral olivin dan piroksen; norit secara dominan terdiri
dari piroksen dan plagioklas basa. Batuan beku luar ultramafik umumnya bertekstur gelas atau
vitrofirik dan disebut pikrit.
Batuan beku dalam mafik disebut gabro, terdiri dari olivin, piroksen dan plagioklas
basa. Sebagai batuan beku luar kelompok ini adalah basal. Batuan beku dalam menengah disebut
diorit, tersusun oleh piroksen, amfibol dan plagioklas menengah, sedang batuan beku luarnya
dinamakan andesit. Antara andesit dan basal ada nama batuan transisi yang disebut andesit basal
(basaltic andesit). Batuan beku dalam agak asam dinamakan diorit kuarsa atau granodiorit,
sedangkan batuan beku luarnya disebut dasit. Mineral penyusunnya hampir mirip dengan diorit
atau andesit, tetapi ditambah kuarsa dan alkali felspar, sementara palgioklasnya secara berangsur
berubah ke asam. Apabila alkali felspar dan kuarsanya semakin bertambah dan palgioklasnya
semakin asam maka sebagai batuan beku dalam asam dinamakan granit, sedang batuan beku
luarnya adalah riolit. Di dalam batuan beku asam ini mineral mafik yang mungkin hadir adalah
biotit, muskovit dan kadang-kadang amfibol. Batuan beku dalam sangat asam, dimana alkali
felspar lebih banyak daripada plagioklas adalah sienit, sedang pegmatit hanyalah tersusun oleh
alkali felspar dan kuarsa. Batuan beku yang tersusun oleh gelas saja disebut obsidian, dan apabila
berstruktur perlapisan disebut perlit. Nama-nama batuan beku tersebut di atas sering ditambah
dengan aspek tekstur, struktur dan atau komposisi mineral yang sangat menonjol. Sebagai
contoh, andesit porfir, basal vesikuler dan andesit piroksen. Penambahan nama komposisi
mineral tersebut umumnya diberikan apabila persentase kehadirannya paling sedikit 10 %.
Perkiraan persentase kehadiran mineral pembentuk batuan dan tabel klasifikasi batuan beku
dapat membantu memberikan nama terhadap batuan beku.
Tabel 3.4 Diagram persentase untuk perkiraan komposisi berdasarkan volume.
Tabel 3.5 Klasifikasi batuan beku (O’Dunn & Sill, 1986)
Batuan Piroklastika (Pyroclastic Rocks)
Batuan piroklastika adalah suatu batuan yang berasal dari letusan gunungapi, sehingga
merupakan hasil pembatuan daripada bahan hamburan atau pecahan magma yang dilontarkan
dari dalam bumi ke permukaan. Itulah sebabnya dinamakan sebagai piroklastika, yang berasal
dari kata pyro berarti api (magma yang dihamburkan ke permukaan hampir selalu membara,
berpendar atau berapi), dan clast artinya fragmen, pecahan atau klastika. Dengan demikian, pada
prinsipnya batuan piroklastika adalah batuan beku luar yang bertekstur klastika. Hanya saja pada
proses pengendapan, batuan piroklastika ini mengikuti hukum-hukum di dalam proses
pembentukan batuan sedimen. Misalnya diangkut oleh angin atau air dan membentuk struktur-
struktur sedimen, sehingga kenampakan fisik secara keseluruhan batuannya seperti batuan
sedimen. Pada kenyataannya, setelah menjadi batuan, tidak selalu mudah untuk menyatakan
apakah batuan itu sebagai hasil kegiatan langsung dari suatu letusan gunungapi (sebagai endapan
primer piroklastika), atau sudah mengalami pengerjaan kembali (reworking) sehingga secara
genetik dimasukkan sebagai endapan sekunder piroklastika atau endapan epiklastika.
Berdasarkan ukuran butir klastikanya, sebagai bahan lepas (endapan) dan setelah menjadi batuan
piroklastika, penamaannya seperti pada Tabel 3.6.
Bom gunungapi adalah klastika batuan gunungapi yang mempunyai struktur-struktur
pendinginan yang terjadi pada saat magma dilontarkan dan membeku secara cepat di udara atau
air dan di permukaan bumi. Salah satu struktur yang sangat khas adalah struktur kerak roti (bread
crust structure). Bom ini pada umumnya mempunyai bentuk membulat, tetapi hal ini sangat
tergantung dari keenceran magma pada saat dilontarkan. Semakin encer magma yang
dilontarkan, maka material itu juga terpengaruh efek puntiran pada saat dilontarkan, sehingga
bentuknya dapat bervariasi. Selain itu, karena adanya pengeluaran gas dari dalam material
magmatik panas tersebut serta pendinginan yang sangat cepat maka pada bom gunungapi juga
terbentuk struktur vesikuler serta tekstur gelasan dan kasar pada permukaannya. Bom gunungapi
berstruktur vesikuler di dalamnya berserat kaca dan sifatnya ringan disebut batuapung (pumice).
Batuapung ini umumnya berwarna putih terang atau kekuningan, tetapi ada juga yang merah
daging dan bahkan coklat sampai hitam. Batuapung umumnya dihasilkan oleh letusan besar atau
kuat suatu gunungapi dengan magma berkomposisi asam hingga menengah, serta relatif kental.
Bom gunungapi yang juga berstruktur vesikuler tetapi di dalamnya tidak terdapat serat kaca,
bentuk lubang melingkar, elip atau seperti rumah lebah disebut skoria (scoria). Bom gunungapi
jenis ini warnanya merah, coklat sampai hitam, sifatnya lebih berat daripada batuapung dan
dihasilkan oleh letusan gunungapi lemah berkomposisi basa serta relatif encer. Bom gunungapi
berwarna hitam, struktur masif, sangat khas bertekstur gelasan, kilap kaca, permukaan halus,
pecahan konkoidal (seperti botol pecah) dinamakan obsidian. Blok atau bongkah gunungapi
dapat merupakan bom gunungapi yang bentuknya meruncing, permukaan halus gelasan sampai
hipokristalin dan tidak terlihat adanya struktur-struktur pendinginan. Dengan demikian blok
dapat merupakan pecahan daripada bom gunungapi, yang hancur pada saat jatuh di permukaan
tanah/batu. Bom dan blok gunungapi yang berasal dari pendinginan magma secara langsung
tersebut disebut bahan magmatik primer, material esensial atau juvenile). Blok juga dapat berasal
dari pecahan batuan dinding (batuan gunungapi yang telah terbentuk lebih dulu, sering disebut
bahan aksesori), atau fragmen non-gunungapi yang ikut terlontar pada saat letusan (bahan
aksidental).
Berdasarkan komposisi penyusunnya, tuf dapat dibagi menjadi tuf gelas, tuf kristal dan
tuf litik, apabila komponen yang dominan masing-masing berupa gelas/kaca, kristal dan fragmen
batuan. Tuf juga dapat dibagi menjadi tuf basal, tuf andesit, tuf dasit dan tuf riolit, sesuai
klasifikasi batuan beku. Apabila klastikanya tersusun oleh fragmen batuapung atau skoria dapat
juga disebut tuf batuapung atau tuf skoria. Demikian pula untuk aglomerat batuapung, aglomerat
skoria, breksi batuapung, breksi skoria, batulapili batuapung dan batulapili skoria.
Petrogenesa Batuan Beku
Petrogenesa adalah bagian dari petrologi yang menjelaskan seluruh aspek terbentuknya
batuan mulai dari asal-usul atau sumber, proses primer terbentuknya batuan hingga perubahan-
perubahan (proses sekunder) pada batuan tersebut. Untuk batuan beku, sebagai sumbernya
adalah magma. Proses primer menjelaskan rangkaian atau urutan kejadian dari pembentukan
berbagai jenis magma sampai dengan terbentuknya berbagai macam batuan beku, termasuk
lokasi pembekuannya. Setelah batuan beku itu terbentuk, batuan itu kemudian terkena proses
sekunder, antara lain berupa oksidasi, pelapukan, ubahan hidrotermal, penggantian mineral
(replacement), dan malihan, sehingga sifat fisik maupun kimiawinya dapat berubah total dari
batuan semula atau primernya.
2.2 Batuan Sedimen
Batuan Sedimen adalah batuan beku atau metamorf yang mengalami proses litifikasi yaitu proses
kompaksi dan sementasi. Jenis-jenis Batuan Sedimen antara lain yaitu:
1. BREKSI
Breksi memiliki butiran-butiran yang bersifat coarse yang terbentuk dari sementasi fragmen-
fragmen yang bersifat kasar dengan ukuran 2 hingga 256 milimeter. Fragmen-fragmen ini
bersifat runcing dan menyudut. Fragmen-fragmen dari Breksi biasanya merupakan fragmen yang
terkumpul pada bagian dasar lereng yang mengalami sedimentasi, selain itu fragmen juga dapat
berasal dari hasil longsoran yang mengalami litifikasi.
Komposisi dari breksi terdiri dari sejenis atau campuran dari rijang, kuarsa, granit, kuarsit, batu
gamping, dan lain-lain.
2. KONGLOMERAT
Konglomerat hampir sama dengan breksi, yaitu memiliki ukuran butir 2-256 milimeter dan
terdiri atas sejenis atau campuran rijang, kuarsa, granit, dan lain-lain, hanya saja fragmen yang
menyusun batuan ini umumnya bulat atau agak membulat.
Pada konglomerat, terjadi proses transport pada material-material penyusunnya yang
mengakibatkan fragmen-fragmennya memiliki bentuk yang membulat
3. SANDSTONE
Sandstone atau batu pasir terbentuk dari sementasi dari butiran-butiran pasir yang terbawa oleh
aliran sungai, angin, dan ombak dan akhirnya terakumulasi pada suatu tempat. Ukuran butiran
dari batu pasir ini 1/16 hingga 2 milimeter. Komposisi batuannya bervariasi, tersusun terutama
dari kuarsa, feldspar atau pecahan dari batuan, misalnya basalt, riolit, sabak, serta sedikit klorit
dan bijih besi. Batu pasir umumnya digolongkan menjadi tiga kriteria, yaitu Quartz Sandstone,
Arkose, dan Graywacke.” alt=”" />
* QUARTZ SANDSTONE
Quartz sandstone adalah batu pasir yang 90% butirannya tersusun dari kuarsa.Butiran kuarsa
dalam batu pasir ini memiliki pemilahan yang baik dan ukuran butiran yang bulat karena
terangkut hingga jarak yang jauh. Sebagian besar jenis batu pasir ini ditemukan pada pantai dan
gumuk pasir.
* ARKOSE
Arkose adalah batu pasir yang memiliki 25% atau lebih kandungan feldspar. Sedimen yang
menjadi asal mula dari Arkose ini biasanya hanya mengalami sedikit perubahan secara kimia.
Sebagian arkose juga memiliki sedikit butiran-butiran yang bersifat coarse karena jarak
pengangkutan yang relatif pendek.
* GRAYWACKE
Graywacke adalah salah satu tipe dari batu pasir yang 15% atau lebih komposisinya adalah
matrix yang terbuat dari lempung, sehingga menghasilkan sortasi yang jelek dan batuan menjadi
berwarna abu-abu gelap atau kehijauan.
4. SHALE
Shale adalah batuan sedimen yang memiliki tekstur yang halus dengan ukuran butir 1/16 hingga
1/256 milimeter. Komposisi mineralnya umumnya tersusun dari mineral-mineral lempung,
kuarsa, opal, kalsedon, klorit, dan bijih besi. Shale dibedakan menjadi dua tipe batuan, yaitu batu
lanau dan batu lempung atau serpih. Batu lanau memiliki butiran yang berukuran anara batu
pasir dan batu serpih, sedangkan batu lempung memiliki chiri khas mudah membelah dan bila
dipanasi menjadi plastis.
5. LIMESTONE
Limestone atau batu gamping adalah batuan sedimen yang memiliki komposisi mineral utama
dari kalsit (CaCO3). Teksturnya bervariasi antara rapat, afanitis, berbutir kasar, kristalin atau
oolit. Batu gamping dapat terbentuk baik karena hasil dari proses organisme atau karena proses
anorganik. Batu gamping dapat dibedakan menjadi batu gamping terumbu, calcilutite, dan
calcarenite.
* CALCARENITE
Calcarenite memiliki ukuran butir 1/16 hingga 2 milimeter, batuan ini terdiri dari 50% atau lebih
material carbonate detritus, yaitu material yang tersusun terutama atas fosil dan oolit.
* CALCILUTITE
Calcilutite terbentuk jika ukuran butiran dari calcarenite berubah menjadi lebih kecil hingga
kurang dari 1/16 milimeter yang kemudiaan mengalami litifikasi.
* GAMPING TERUMBU
Batu Gamping terumbu terbentuk karena aktivitas dari coral atau terumbu pada perairan yang
hangat dan dangkal
6. SALTSTONE
Saltstone terdiri dari mineral halite (NaCl) yang terbentuk karena adanya penguapan yang
biasanya terjadi pada air laut. Tekstur dari batuan ini berbentuk kristalin.
7. GIPSUM
Gipsum tersusun atas mineral gipsum (CaSO4.H2O). Sama seperti dengan Saltstone, batuan ini
terbentuk karena kandungan uap air yang ada menguap. Tekstur dari batuan ini juga berupa
kristalin.
8. COAL
Coal atau batu bara adalah batuan sedimen yang terbentuk dari kompaksi material yang berasal
dari tumbuhan, baik berupa akar, batang, maupun daun. Teksturnya amorf, berlapis, dan tebal.
Komposisinya berupa humus dan karbon. Warna biasanya coklat kehitaman dan pecahannya
bersifat prismatik.
Batu bara terbentuk pada rawa-rawa pada daerah beriklim tropis yang airnya mengandung sedikit
oksigen. Bagian dari tumbuhan jatuh dan mengendap di dasar rawa semakin lama semakin
bertambah dan terakumulasi. Material tersebut lama-kelamaan terkubur oleh material di atasnya
sehingga tekanannya bertambah dan air keluar, dan kemudian mengalami kompaksi menjadi
batu-bara.
Rabu, 18 April 2012
Mineral optik
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mineral adalah suatu bahan atau unsur kimia, gabungan kimia atau suatu campuran dari
gabungan-gabungan kimia anorganis, sebagai hasil dari proses-proses fisis dan kimia khusus
secara alami. Mineral merupakan suatu bahan yang homogen dan mempunyai susunan atau
rumus kimia tertentu. Bila kondisi memungkinkan, mendapat suatu struktur yang sesuai, di mana
ditentukan bentuknya dari kristal dan sifat-sifat fisiknya. Bumi tersusun dari beberapa jenis
batuan dan batuan terdiri dari mineral-mineral dan sejumlah kecil bahan lain seperti bahan
organik. Mineral sendiri terdiri dari unsur-unsur yang bersenyawa. Unsur dalam hal ini adalah
benda yang tak dapat lagi dipisahkan secara kimia. Atom adalah partikel terkecil dari suatu unsur
yang memiliki sifat-sifat unsur tersebut dan terlalu kecil untuk dapat dilihat meskipun
menggunakan mikroskop.
Pengamatan yang dilakukan salah satunya berupa pengamatan mineral melalui nikol
silang dan nikol sejajar dan penganatan konoskop. pengamatan ini sangat penting sebab dalam
pengamatan ini akan diketahui sifat-sifat optik mineral, sehingga dapat ditentukan nama mineral
dari hasil pengamatan. Beberapa hal diatas merupakan faktor yang melatar belakangi
dilaksanakannya praktikum acara mineral inosilikat dan nesosilikat.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud diadakannya praktikum ini yaitu untuk mengaplikasikan apa yang didapatkan proses belajar
mengajar atau dalam perkuliahan. Sedangkan tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu
diharapkan praktikan dapat:
1) Menentukan sifat-sifat optik mineral dalam pengamatan nikol sejajar, nikol silang dan
pengamatan konoskop
2) Menentukan nama mineral dari sifat-sifat optik yang diamati
3) Dapat membedakan antara pengamatan nikol sejajar, nikol silang, dan pengamatan konoskop
4) Mampu menentukan sifat optik mineral yang diamati antara mineral inosilikat dan Philosilikat.
1.3. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam Praktikum ini yaitu :
1. kertas A4
2. Lembar kerja praktikum
3. Alat tulis menulis
4. Lap kasar
5. Lap halus
6. Mikroskop polarisasi
7. Sayatan mineral
8. Pensil warna
9. Penuntun praktikum
1.3. Prosedur Kerja
Prosedur kerja dalam pengamatan ortoskop nikol sejajar dan nikol silang untuk menentukan sifat-
sifat optik mineral adalah sebagai berikut:
a) Meletakkan mikroskop polarisasi di atas meja dengan cara memegang lengan Mikroskop
Polarisasi sedemikana rupa sehingga mikroskop berada dihadapan Pemakai.
b) Menyentringkan mikroskop
c) Menentukan nomor urut sampel
d) Menentukan nomor peraga dengan cara malihat nomor yang ada pada sampel mineral yang
diamati
e) Menentukan perbesaran lensa objektif, lensa okuler dan perbesaran total dengan cara malihat
perbesaran lenda objektif dan lensa okuler.
f) Menentukan bilangan skala
g) Menentukan kedudukan mineral (X,Y) dengan cara melihat kedudukan mineral pada skala
sumbu absis dan sumbu ordinat
h) Menentukan ukuran mineral dengan cara menentukan panjang mineral dengan menggunakan
benang silang berskala (mm) kemudian hasilnya dikalikan dengan bilangan skala
i) Menentukan warna mineral dengan cara diamati langsung warna yang nampak pada mikroskop
j) Menentukan pleokroisme dengan cara mengamati perubahan warna mineral pada ortoskop tanpa
nikol atau nikol sejajar bila meja objek diputar 90o. Pleokroisme lemah jika perbedaan warna
yang terjadi sangat kontras
k) Menentukan intensitas
l) Menetukan indeks bias mineral dengan cara:
1. Menutup sebagian jalan masuknya cahaya kedalam mineral dengan menggunakan benda yang
tidak tembus cahaya
2. Apabila bayangan gelap nampak pada posisi yang berlawanan dengan arah posisi penutupnya,
maka n min < n cb
3. Sebaliknya jika terlihat bayangan gelap nampak pada posisi yang searah dengan arah penutup
datangnya sinar, maka n min> n cb
m) Menentukan belahan mineral dengan cara: jika pada mineral terdapat berupa garis-garis lurus
yang sejajar satu dengan yang lainnya maka belahannya satu arah
n) Menentukan pecahan pada mineral dengan cara:
1) Jika pecahan memperlihatkan gelombang yang melengkung di permukaanya maka pecahannya
adalah concoidal
2) Jika pecahanya memperlihatkan permukaan bidang pecah kecil-kecil dengan bidang pecahan
yang masih mendekati bidang data maka pecahanya adalah even
3) Jika pecahan memperlihatkan permukaan yang tidak teratur dengan ujung-ujung yang runcing
maka pecahannya adalah hackly
4) Jika pecahan memperlihatkan pecahan kasar dengan permukaan yang tidak teratur dengan
ujung-ujung yang runcing maka pecahanya adalah uneven
5) Jika pecahan memperlihatkan pecahan yang halus kecil-kecil yang tajam menyerupai benang
atau serabut maka pecahannya adalah splintery
o) Menentukan bentuk mineral dengan cara:
I. Melihat bentuk mineral dengan kondisi dua dimensi
II. Jika kristal dibatasi oleh bidnag kristalnya sendiri maka bentuk mineralnya
euhedral
III. Jika kristalnya dibatasi oleh sebagian kristalnya sendiri maka bentuk
mineralnya subhedral
IV. Jika kristalnya sama sekali tidak dibatasi oleh bidang-bidang kristalnya sendiri
maka bentuk mineralnya Anhedral
p) Menentukan relief mineral dengan cara: semakin besar indeks bias, maka semakin tinggi relief
mineral tersebut.
q) Menentukan inklusi mineral
r) Menentukan W.I. maksimum mineral
s) Menentukan bias rangkap mineral
t) Menentukan kembaran mineral
u) Menentukan sudut gelap dengen cara:
I. Memutar meja objek ke kiri hingga terang maksimum dan mencatat skala
noniusnya
II. Memutar lagi meja objek ke kanan hingga gelapnya maksimum dan mencatat
skala noniusnya
v) Menentukan jenis gelapnya dengan cara:
1. Jika sudut gelapnya 0o atau 90o, maka gelapnya adalah gelapa sejajar (paralel).
2. Jika sudut gelapnya 45o, maka gelapnya dalah gelap simetris
3. Jika sudut gelapnya 1o-44o atau 46o-89o maka gelapnya adalah gelap miring.
4. Jika sudut gelapnya 3o maka gelapnya bergelombang.
w) Menentukan TRO dengan cara:
I. Memasukkan komparator keping gips
II. Jika terjadi gejala adisi, gambar kedudukan sumbu indikatrik mineral
III. Melihat posisi sumbu indikatrik mineral terhadap sumbu panjang kristalografi
mineral
IV. Jika Z sejajar atau kurang dari 45o terhadap sumbu panjang kristalografi, maka
tanda rentang optikalnya adalah length-slow
V. Jika sumbu X sejajar atau 45o terhadap sumbu panjang kristalografi, maka
orientasinya adalah length-fast
x) Menentukan sumbu optik
y) Menentukan tanda optik mineral
z) Menentukan gambar interferensi :
I. Penentuan isogir
II. Penentuan gelang warna
III. Penentuan sudut 2V
aa) Menentukan nama mineral.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Struktur Silikat
Golongan silikat merupakan mineral yang terpenting mengingat bahwa 25% dari
mineral-mineral yang diketahui berupa silikat. Mereka ini membentuk 90% lithosfer. Satuan
struktur dasar dari semua silikat ialah tetrareader dimana atom-Si dikelilingi oleh 4 atom-O.
didalam tetrareader bola-bola-O dengan radius 1,32 AE (satuan Angstrom) terdapat ion-Si+,
dengan radius 0,39 AE.
Silikat-silikat brupa kisi ion-ion (ionentralies), dimana anion-anionnya Si-O atau Si-Al-O
sedangkan kation-kationnya ialah unsur-unsur elektro-positif. Telah lama diketahui bahwa
perbandingan Si : O dalam silikat dapat mempunyai macam-macam nilai. Dalam silikat-silikat,
maka tetrareader-tetrareader-SiO4 dapat berada dalam 4 cara yang berbeda-beda:
a. Dalam gugus-gugusan.
b. Dalam bentuk rantai.
c. Dalam bentuk lapisan-lapisan.
d. Dalam bentuk susunan kisi berdimensi tiga.
STRUNZ (1941) membagi silikat-silikat dalam beberapa golongan yaitu:
1. Inosilikat
2. Nesosilikat
3. Tektosilikat
4. Sorosilikat
5. Phyllosilikat
6. Siklosilikat.
Dalam pembahasan ini khusus akan membahas tentang Inosilikat dan Philosilikat.
1. Inosilikat
Inosilikat (Chain Structure) (inos = serabut) dimana tetrareader-tetrareader-SiO4
membentuk rantai yang rendah dan tidak terbatas panjangnya. Jika dua dari oksigen digunakan
bersama dalam suatu cara untuk membuat satu rantai panjang terhubung SiO4 tetrahedral, kita
mendapat satu rantai silikat atau inosilikat. Dalam hal ini dasar unit struktural Si2O6-4 atau
SiO3-2. Kelompok ini merupakan dasar bagi kelompok piroksin mineral, seperti orthopiroksin
(Mg, Fe)SiO3 atau klinopiroksin Ca(Mg,Fe)Si2O6.
Terdapat dua macam perluasan berdimensi satu yang terdiri atas tetrareader-
tetrareader-SiO4 yang saling berhubungan.
1) Rantai SiO4 yang tunggal/sederhana
Rantai disini merupakan keseluruhan panjang dari suatu Kristal. Contoh-contoh
mineralnya yaitu:
a. Golongan Amfibol
Anthophyllit
Deret tremolo-actinolit
a. Tremolit
b. Actinolit
c. Deret hornblende
d. Hornblende
e. Arfvedsonit
b. Golongan piroksin
a) Deret enstatit
b) Enstatit
c) Hyperstene
d) Deret diopsit
e) Diopsit
f) Augit
g) Aegirit
h) Jadeit
i) Spodumen
Rhodonit MnSiO3
Wallastonit CaSiO3
Pectolit Ca2NaSiO8(OH)
Chrysocolla CuSiO3.2H2O
2) Rantai SiO4 yang majemuk/ganda
Keadaan ini terdapat pada amfibol-amfibol (Si4O11)6-. Pita-pita disini merupakan
penyambungan-penyambungan dari (SiO4O11). Dalam segi-6 yang dibentuk ion-ion O terdapat
cukup tempat bagi gugusan-OH yang tidak memerlukan yang lebih luas daripada ion-ion-O (1,32
AE) tetapi juga untuk ion-F” dimana radiusnya sebesar 1,33 AE. Bila Al menduduki sebagian
daripada tempat Si maka dalam kisi kristal akan terikat ion-ion positif yang bervalensi satu
seperti ion-K, sehingga akan netral lagi sifat kisi Kristal tadi.
Sudut-sudut belahannya sebesar 87o pada piroksin-piroksin dan 124o pada amfibol-amfibol,
ditentukan oleh tipe/jenis rantai yang berbeda-beda ini. Keadaan ini berjalan sejajar dengan
sumbu-c kristalografis. Hubungan rantai yang satu dengan yang lain disambung logam. Pengikat
ini ternyata lebih lemah daripada ikatan rantai-SiO4 sehingga bidang belahannya selalu terjadi
diantara rantai-rantainya. (lihat gambar 2.3)
2. Pilosilikat
Kelompok serpentin
Antigorit - Mg3Si2O5(OH)4
Krisotil - Mg3Si2O5(OH)4
Lizardit - Mg3Si2O5(OH)4
Kelompok mineral tanah liat
Haloysit - Al2Si2O5(OH)4
Kaolinit - Al2Si2O5(OH)4
Ilit - (K,H3O)(Al,Mg,Fe)2(Si,Al)4O10[(OH)2,(H2O)]
Montmorilonit - (Na,Ca)0.33(Al,Mg)2Si4O10(OH)2·nH2O
Vermikulit - (MgFe,Al)3(Al,Si)4O10(OH)2·4H2O
Talek - Mg3Si4O10(OH)2
Paligorskit - (Mg,Al)2Si4O10(OH)·4(H2O)
Pirofilit - Al2Si4O10(OH)2
Kelompok mika
Biotit - K(Mg,Fe)3(AlSi3)O10(OH)2
Muskovit - KAl2(AlSi3)O10(OH)2
Flogopit - KMg3(AlSi3)O10(OH)2
Lepidolit - K(Li,Al)2-3(AlSi3)O10(OH)2
Margarit - CaAl2(Al2Si2)O10(OH)2
Glaukonit - (K,Na)(Al,Mg,Fe)2(Si,Al)4O10(OH)2
Kelompok klorit
Klorit - (Mg,Fe)3(Si,Al)4O10(OH)2•(Mg,Fe)3(OH)6
3.
2.2. Pengamatan Konoskop
Cahaya pada kenampakan konoskop adalah cahaya konvergen, karena lensa kondensor
akan menghasikan cahaya mengkuncup yang menghasilkan suatu titik yang terfokus pada
sayatan mineral. Cahaya tersebut kemudian melewati sayatan kristal dan kemudian ditangkap
oleh lensa obyektif.
1. Sumbu Optik
Cahaya terpolarisir yang melewati mineral anisotrop, akan dibiaskan menjadi dua sinar
yang bergetar kesegala arah dengan kecepatan yang berbeda. Tetapi pada arah sayatan tertentu
sinar akan dibiaskan kesegala arah dengan kecepatan sama. Garis yang tegak lurus dengan arah
sayatan tersebut di.kenal sebagai Sumbu Optik.
Pada mineral-mineral yang bersisitim kristal tetragonal, hexagonal dan trigonal terdapat
dua sumbu indikatrik (sumbu arah getar sinar), yaitu sumbu dari sinar ordiner (biasa) dan sinar
ekstra ordiner (luar biasa). Pada mineral yang bersistim kristal tersebut, hanya ada satu
kemungkinan arah sayatan, dimana sinar yang terbias bergetar ke segala arah dengan kecepatan
sama. Oleh karena itu, mineral-mineral yang bersistin Kristal tetragonal, hexagonal dan trigonal
mempunyai Sumbu Optik Satu (Uniaxial). Sedangkan pada mineral-mineral yang bersistim
kristal orthorombik, nonoklin dan triklin terdapat tiga macam sumbu indikatrik, yaitu sumbu
indikatrik sinar X (paling cepat), sinar Y (intermediet) dan sinar Z (palinglambat). pada mineral-
mineral ini, ada dua kemungkinan arah sayatan, dimana sinar yang terbias bergetar ke segala
arah dengan kecepatan sama. Oleh karena itu mineral-mineral yang bersistem kristal demikian
mempunyai Sumbu Optik Dua (Biaxial).
2. Tanda Optik
Tanda Optik Mineral Sumbu Satu
Kecepatan sinar ordiner dan ekstra ordiner pada kristal sumbu satu (uniaxial) adalah
tidak sama. Pada mineral tertentu sinar ekstra ordiner lebih cepat dari sinar ordiner, tetapi pada
mineral lain sinar ordiner bisa lebih cepat dari sinar ekstra ordiner. Untuk mempermudah
pembahasan dari keragaman tersebut dibuat kesepakatan bahwa mineral uniaxial yang
mempunyai sinar ekstra ordiner lebih cepat dari sinar ordiner diberi Tanda Optik Negatif.
Sebaliknya untuk mineral uniaxial yang mempunyai sinar ordiner lebih cepat dari sinar ekstra
ordiner diberi Tanda Optik Posltif.
Tanda Optik Mineral Sumbu Dua
Pada mineral sumbu dua, kecepatan sinar X,sinar Y dan sinar Z adalah tertentu, artinya
pada setiap mineral sinar X merupakan sinar yang paling cepat, sinar Y merupakan sinar
intermediet dan sinar Z merupakan sinar paling lambat. Yang membedakan antara mineral satu
dengan lainnya adalah kedudukkan/posisi dari sumbu indikatrik sinar-sinar tersebut dikaitkan
dengan Garis Bagi Sudut Sumbu Optik. Mineral sumbu dua dikatakan nempunyai Tanda Optik
Positif, jika sumbu indikatrik sinar Z berimpit dengan Garis Bagi Sudut Lancip (BSl) atau
Centred Acute Bisectrix (Bxa) dan sumbu indikatrik sinar X berimpit dengan Garis Bagi Sudut
Tumpul (BSt) atau Centred Obtuse Bisectrix (Bxo). Sebaliknya jika sumbu indikatrik sinar Z
berimpit dengan Garis Bagi Sudut Tumpul (BSt) dan sumbu indikatrik sinar X berimpit dengan
Garis Bagi sudut Lancip (BSl), maka mineral tersebut mempunyai Tanda Optik Negatif.
3. Sudut Sumbu Optik (2V)
Sudut Sumbu Optik (2V) adalah sudut yang dibentuk oleh dua sumbu optik. oleh karena
itu sudut sumbu optik hanya didapatkan pada mineral sumbu dua. pada sayatan tertentu, dengan
memperhatikan gambar lnterferensinya, dapat dihitung besarnya sudut sumbu optik.
4. Gambar Interferensi Kristal Sumbu Satu (Uniaxial) dan Penentuan Tanda Optiknya.
Ada beberapa kenampakkan gambar interferensi pada kristal sumbu satu.
Kenampakkannya ini sangat bergantung pada arah sayatan terhadap sumbu optik.
Gambar Interferensi Terpusat
Terdapat pada sayatan yang dipotong tegak lurus sumbu optiknya (sayatan isotropik).
Memperlihatkan isogire dengan empat lengan, serta melatop persis di tengah.
Memperilhatkan gelang-gelang warna (isofase), banyaknya gelang-gelang ini sangat bergantung
pada harga bias rangkap masing-masing mineral. Makin besar harga bias rangkapnya, makin
banyak gelang-gelang warnanya.
Bila meja obyek diputar 360°, gambar interferensi tidak berubah sama sekali
Cara Penentuan Tanda Optik Gambar Interferensi Terpusat
a. Komponen sinar luar biasa selalu bergetar di dalam bidang yang memotong bidang pandangan
sebagai jari-jari.
b. Untuk mengetahui apakah sinar luar biasa merupakan sinar lambat atau cepat, maka
dipergunakan komparator.
c. Jika kwadran l dan 3 menunjukan gejala adisi (warna biru), sedang kwadran 2 dan 4
menunjukkan gejala substraksi (warna kuning-orange)berarti sinar luar biasa merupakan sinar
lambat, maka kristal mempunyai tanda optik positip. Sebaliknya jika kwadran l dan 3
menunjukkan gejala substraksi, kwadran 2 dan 4 menunjukkan gejala adisi, mineral mempunyai
tanda optik negatif.
5. Gambar Interferensi Tak Terpusat .
Terdapat pada sayatan Kristal yang dipotong miring terhadap sumbu optik.
Melatop dapat kelihatan dapat tidak (tetapi tidak ditengah-tengah).
Penentuan tanda optik sama dengan gambar interferensi terpusat, tetapi harus terlebih dahulu
menentukan posisi setiap kwadrannya.
6. Gambar Interferensi Sumbu Optik
Terdapat pada sayatan yang dipotong tegak lurus sb optik .
Tanya nampak satu lengan isogir .
Tergerakkan isogir berlawanan dengan pergerakan meja objek.
Gambar interferensi ini paling baik untuk menentukan sudut sumbu optik ( 2V ).
Penentuan Tanda Optik Gambar Interferensi Sumbu Optik
Pada mineral sumbu dua berlaku ketentuan bahwa tanda optik positif jika sinar yang berimpit
dengan Bsl adalah sinar Z, dan tanda optic negatif jika sinar yang berimpit dengan Bsl adalah
sinar X (Bst berimpit dengan sinar Z).
Arah getar sinar Y selalu tegak lurus dengan bidang sumbu optik (Bso). Maka pada gambar
interferensi sumbu optik arah getar sinar Y merupakan garis singgung dari isogir.
Sinar yang bergetar adalah sinar Y dan sinar yang berimpit dengan Bst ( karena pada sayatan ini
Bst membentuk sudut kurang dari 45° terhadap sayatan putar meja obyek sehingga kedudukan
isogir diagonal
Masukkan komparator dan amati perubahan warna interferensi pada sisi cembung isogir.
Jika terjadi gejala adisi maka sinar Y adalah sinar yang lebih cepat, berarti sinar lain yang bergetar
tegak lurus terhadapnya adalah sinar yang lebih lambat yaitu sinar Z
Dengan demikian sinar Z berimpit dengan Bst, maka tanda optiknya adalah negatif.
Sebaliknya jika terjadi gejala subtraksi, maka tanda optiknya positif
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Pada pengamata ini, dilakukan 3 macam pengamatan yaitu:
a. Pengamatan nikol sejajar yang sifat-sifat optik yang diamati yaitu pleokroisme, intensitas,
indeks bias, belahan, pecahan, bentuk, relief, dan inklusi.
b. Pengamatan nikol silang yang sifat-sifat optik yang diamati yaitu warna interferensi maksimum,
bias rangkap, kembaran, sudut gelapan, dan jenis gelapan.
c. Pengamatan konoskopik yang sifat-sifat optik yang diamati yaitu sumbu optik, tanda optik, dan
gambar interferensi yang meliputi isogir, gelang warna, dan sudut 2V.
2. pada pengamatan mineral ini diketahui bahwa nama mineral yang menjadi objek pengamatan
adalah mineral Quarsa dan Leucit
3. Perbedaan antara pengamatan nikol sejajar, nikol silang dan pengamatan konoskop yaitu pada
pengamatan nikol sejajar tidak mengginakan anslisator dan pada pengamatan konoskop
menggunakan analisator sedangkan pada pengamatan konoskop menggunakan pinhole dan lesa
amici betrand yang pada pengamatan nikol sejajar dan nikol silang tidak digunakan.
4. Perbedaan antara mineral inosilikat dan nesosilikat yaitu:
a. Pada mineral inosilikat memiliki belahan 1 arah, pecahan uneven, sedangkan pada mineral
nesosilikat tidak memiliki belahan dan pecahan.
b. Pada mineral inosilikat sudut gelapan lebih kecil dibandingkan pada mineral nesosilikat.
c. Gelang warna pada mineral inosilikat yaitu bias ganda lemah sedangkan pada mineral
nesosilikat gelang warnanya bias ganda kuat.
4.2. Saran
Setelah mengikuti praktikum pada acara ini ada beberapa saran yang ingin kami berikan
sebagai seorang praktikan, diantaranya adalah :
1. Saat melakukan pengamatan sebaiknya praktikum diberi kesempatan untuk mengambil gambar
dari kenampakan mikroskop baik pada saat pengamatan nikol sejajar, nikol silang maupun pada
saat pengamatan T.R.O agar dapat memperlancar proses asiatensi
2. Kepada asisten yang berhalangan untuk melakukan asistensi pada praktikan agar kiramya dapat
mekomunikasikannya dengan koordinator asisten agar praktikan tidak merasa dirugikan karena
alasan pengumpulan laporan