PERENCANAAN PEMBANGKITAN DAYA ENERGI ELEKTRIK
Operasi ekonomis sangatlah penting untuk sebuah sistem tenaga listrik untuk mengembalikan modal yang telah diinvestasikan. Tarif ditetapkan oleh sebuah badan pengatur dan penting nya pengamanan tekanan tempat bahan bakar pada perusahaan tenaga listrik untuk memperoleh efisiensi maksimum yang memungkinkan. Efisiensi maksimum mengurangi biaya kilowattjam pada konsumen dan biaya pada perusahaan yang mensupplai kilowattjam yang juga meningkatkan harga bahan bakar, buruh, supplai dan perawatan.
OPERASI EKONOMIS SISTEM TENAGA LISTRIK
Ekonomis operasional melibatkan pembangkitan daya dan pentransmisian yang dapat dibagi kedalam dua bagian; satu berhubungan dengan biaya minimum produksi daya dan disebut penjadualan ekonomis (economic dispatch) dan yang lain berhubungan dengan rugi-rugi transmisi minimum dari daya yang dibangkitkan ke beban. Untuk kondisi beban khusus, penjadwalan ekonomis menentukan daya keluaran dari setiap pembangkit (dan setiap unit pembangkit dalam satu pusat pembangkit) yang akan meminimalisasi biaya bahan bakar keseluruhan yang diperlukan untuk melayani beban sistem. Dengan demikian, penjadualan ekonomis fokus pada koordinasi biaya produksi pada semua pembangkit tenaga listrik yang beroperasi pada sistem dan merupakan penekanan utama pada bagian ini.
Masalah rugi-rugi minimum dapat diasumsikan dalam beberapa bentuk tergantung pada bagaimana pengendalian aliran daya dalam sistem dievaluasikan. Masalah penjadualan ekonomis dan juga masalah rugi-rugi minimum dapat diselesaikan dengan cara program aliran daya optimal (optimal power-flow(OPF) program). Perhitungan OPF dapat dilihat sebagai rangkaian perhitungan aliran daya Newton-Raphson yang konvensional dimana parameter yang dapat dikontrol secara otomatis ditambahkan untuk memenuhi batasan-batasan jaringan dan meminimalisasi fungsi objektive yang khusus. Pada bab ini kita akan menggunakan pendekatan klasik penjadualan ekonomis.
Pertama-tama kita akan mempelajari pendistribusian keluaran pembangkitan antara generator atau unit pembangkit dalam sebuah pusat pembangkit yang paling ekonomis. Metode yang kita kembangkan yang juga menggunakan penjadualan ekonomis keluaran pembangkit untuk beban yang diberikan sistem tanpa mempertimbangkan rugi-rugi transmisi. Kemudian kita mengekspresikan rugi-rugi transmisi sebagai sebuah fungsi out put dari pembangkit-pembangkit yang bervariasi. Kemudian kita menentukan bagaimana keluaran dari setiap pembangkit dari sebuah sistem penjadualan untuk mendapatkan biaya minimal dari daya yang disupplai ke beban.
Karena beban total dari sistem tenaga listrik berubah-ubah sepanjang hari, kontrol keluaran daya pembangkit yang terkoordinir sangat lah penting untuk memastikan pembangkitan ke beban seimbang sehingga frekuensi sistem akan dekat dengan nilai operasi nominal, biasa nya 50 atau 60 hz. Berdasarkan hal itu, masalah pengontrolan pembangkit otomatis (automatic generation control) dikembangkan dari sudut pandang steady-state. Juga karena beban harian bervariasi, penggunaan harus ditentukan berdasarkan dasar ekonomis, mana generator start-up, mana yang shut-down dan urutannya bagaimana. Prosedur perhitungan untuk membuat keputusan itu disebut pengaturan unit pembangkit (unit commitment), yang juga dikembangkan pada level perkenalan pada bab ini.
1. DISTRIBUSI BEBAN ANTAR UNIT DALAM SATU PUSAT PEMBANGKIT
Pendekatan awal pada penjadualan ekonomis untuk mensupplai daya dari pembangkit yang paling efisien pada beban ringan. Seiring beban naik, daya akan disupplai oleh pembangkit yang paling efisien sampai titik maksimum efisiensi yang dicapai oleh pembangkit tersebut. Kemudian untuk kenaikan beban berikut nya, pembangkit paling efisien kedua akan dijalankan untuk memberikan daya ke sistem dan pembangkit ketiga tidak akan bekerja sampai titik efisiensi maksimum pembangkit kedua dicapai. Meskipun dengan rugi-rugi transimisi yang diabaikan, metode ini gagal untuk mengurangi biaya.
Untuk menentukan distribusi ekonomis beban antara unit pembangkit yang bervariasi (terdiri dari turbin, generator dan penyedia uap), biaya operasi variabel dari unit pembangkit harus dituliskan sebagai fungsi daya keluaran. Biaya bahan bakar merupakan faktor mendasar dalam pembangkit bahan bakar fosil dan biaya bahan bakar nuklir juga dapat dituliskan sebagai fungsi keluaran. Kita mengacu pada diskusi kita tentang ekonomis biaya bahan bakar dengan kenyataan bahwa biaya yang lain yang merupakan fungsi daya keluaran dapat dimasukkan dalam persamaan biaya yang lain yang merupakan fungsi daya keluaran dapat dimasukkan dalam persamaan biaya bahan bakar(fuel-cost).
Sebuah kurva masukan-keluaran yang merupakan plot masukan bahan bakar untuk pembangkit bahan bakar fosil dalam British thermal units (Btu) per jam terhadap daya keluaran dari unit pembangkit dalam megawatt diperlihatkan pada gambar 1. ordinat kurva dikonversikan dikonversikan ke rupiah per jam dengan mengalihkan masukan bahan bakar dengan biaya bahan bakar dalam rupiah per juta Btu.
0
1
2
3
4
5
6
100 200 300 400 500
1
Inp
ut
bah
an
bakar
Btu
/jam
Daya keluaran (MW)
Gambar 1. Kurva masukan-keluaran untuk unit pembangkit yang memprlihatkan masukan bahan bakar terhadap daya keluaran.
109
Jika demikian sebuah garis digambar melalui titik asal pada kurva masukan keluaran, kemiringan dapat digambarkan dalam juta Btu per jam dibagi dengan keluaran dalam mega watt, atau ratio masukan bahan bakar dalam btu ke energi keluaran dalam kilowattjam. Ratio ini disebut head rate dan berbanding terbalik dengan efisiensi bahan bakar (fuel efficiency). Oleh karen itu, heat rate yang lebih rendah menyatakan efisiensi bahan bakar yang lebih tinggi.
Efisiensi bahan bakar masksimum terjadi pada titik dimana kemiringan dari garis asal di titik kurva yang merupakan titik puncak minimum, yaitu , dititik yang merupakan garis singgung kurva. Untuk unit dimana kurva masukan keluaran diperlihatkan pada gambar 1, efisiensi maksimum adalah pada keluaran kira-kira 280 MW, yang membutuhkan masukan 2,8x109
Btu/jam. Heat rate adalah 10.000 Btu/kWh dan efisiensi bahan bakar 31%.
Tentu saja permintaan bahan bakar untuk keluaran yang tertentu dengan mudah dikonversikan ke dalam rupiah per megawattjam. Seperti yang dapat dilihat, kriteria untuk distribusi beban antara 2 unit berdasarkan apakah kenaikan beban pada satu unit seiring dengan beban turun pada unit yang lain dengan hasil jumlah yang sama dalam kenaikan atau penurunan biaya total. Jadi, kita harus memperlihatkan kenaikan biaya bahan bakar (incremental fuel cost) yang ?MWh oleh kemiringan kurva masukan keluaran pada dua unit. Jika kita menuliskan ordinat dari kurva masukan keluaran dalam rupiah/jam dan
fi = masukan unit i , rupiah/jam (Rp/jam)
Pgi = keluaran unit i = megawatt (MW)
Kenaikan biaya bahan bakar dari unit dalam rupiah per megawattjam adalah dfi/dpgi dimana biaya bahan bakar rata-rata (average fuel cost) pada unit yang sama adalah fi/Pgi. Jadi jika kurva masukan keluaran dari unit 1 merupakan fungsi kuadrat, maka dapat dituliskan:
fi= ai P2gi + biPgi + Ci Rp/jam (1)
Jika unit memiliki kenaikan biaya bahan bakar dan dinotasikan dengan ,yang didefinisikan:
i= dfi = ai Pgi + bi Rp/MWh (2) dPgi
Dimana a;, b; dan c;, merupakan konstanta. Kenaikan biaya bahan bakar pada keluaran tertentukurang lebih merupakan biaya tambahan dalam rupiah per jam untuk kenaikan keluaran sebesar 1 MW. Sebenar nya , kenaikan ditentukan dengan mengukur kemiringan dari kurva masukan keluaran dan mengalihkannya dengan biaya per Btu dalam unit yang tepat.
Plot yang khusus dari kenaikan biaya bahan bakar terhadap keluaran daya diperlihatkan pada gambar 2. Gambar ini diperoleh dengan mengukur kemiringan kurva masukan keluaran pada gambar 1 untuk keluaran yang bervariasi dengan menggunakan harga bahan bakar $1,30 per juta Btu. Bagaimanapun , biaya bahan bakar dalam besaran Btu tidak dapat diperkirakan, dan pembacaan tidak bisa mengasumsikan bahwa gambaran biaya sepanjang pembebanan ini dapat diaplikasikan pada setiap waktu.
Gambar 2 memperlihatkan bahwa kenaikan biaya bahan bakar cukup linear dengan memperhatikan keluaran daya pada range yang cukup luas. Pada kerja analisis kurvanya biasanya diperkirakan dengan satu atau dua garis lurus. Garis yang Putus-putus dalam gambar 2 merupakan perwakilan yang baik dari kurvanya. Persamaan yang menjadi:
Jadi ketika daya keluaran 300 MW, kenaikan biaya ditentukan oleh pendekatan linier kurang lebih $12,68/MWh. Nilai 1 merupakan pendekatan biaya tambahan (additional cost) per jam dari kenaikan daya keluaran Pgi sebesar 1 MW. Kenaikan biaya yang sebenarnya pada 300 MW adalah $12,50/MWh, tetapi keluaran daya ini dekat pada titik diviasi maksimum antara nilai sebenarnya dan pendekatan linier dari kenaikan biaya. Untuk ketelitian yang lebih baik, dua garis lurus dapat digambarkan untuk mewakili kurva ini pada range diatas dan dibawah kurva.
9,80126,0 gigi
i PdP
dfi
Gambar 2. Kurva kenaikan biaya bahan bakar (Incremental Fuel Cost) terhadap output untuk unit pembangkit dimana kurva masukan keluarannya terlihat pada gambar 1.
100 600500400300200
10
12
14
16
Daya Keluaran (MW)
Pendekatan Linier
Kenaikan yang sebenarnya
Bia
ya
Ke
na
ika
n B
ah
an
Ba
ka
r ($
/ M
Wh
)
Sekarang kita memiliki latar belakang untuk memahami penjadualan ekonomis yang menuntun pendistribusian beban antar unit pembangkit dalam satu atau lebih pusat pembangkit dalam sistem. Sebagai contoh, misalkan total keluaran dari sebuah pusat pembangkit khusus disuplai oleh dua pembangkit dan pembagian beban antar unit pembangkit ini sedemikian rupa sehingga biaya kenaikan bahan bakar salah satunya lebih besar daripada yang lain. Sekarang, misalnya beberapa beban ditransfer dari unit pembangkit dengan biaya kenaikan yang lebih besar ke unit pembangkit dengan biaya kenaikan yang lebih kecil. Mengurangi beban pada satu unit pembangkit dengan kenaikan biaya yang lebih tinggi akan mengakibatkan pengurangan biaya yang lebih besar dibandingkan kenaikan biaya untuk menambahkan jumlah beban yang sama ke unit dengan biaya kenaikan yang lebih kecil. Transfer beban dari satu ke yang lain dapat dilanjutkan dengan pengurangan biaya bahan bakar total sampai kenaikan biaya bahan bakar dari kedua unit pembangkit sama.
Alasan yang sama dapat berlaku untuk pusat pembangkit yang Alasan yang sama dapat berlaku untuk pusat pembangkit yang terdiri lebih dari dua unit pembangkit. Jadi, pembagian beban terdiri lebih dari dua unit pembangkit. Jadi, pembagian beban ekonomis antara unit pembangkit dalam satu pusat pembangkit, ekonomis antara unit pembangkit dalam satu pusat pembangkit, kriterianya adalah kriterianya adalah semua unit pembangkit harus beroperasi semua unit pembangkit harus beroperasi pada kenaikan biaya bahan bakar (incremental fuel cost) pada kenaikan biaya bahan bakar (incremental fuel cost) yang sama.yang sama.
Ketika kenaikan biaya bahan bakar dari setiap unit pembangkit Ketika kenaikan biaya bahan bakar dari setiap unit pembangkit dalam satu pusat pembangkit hampir linier dengan asumsi daya dalam satu pusat pembangkit hampir linier dengan asumsi daya keluaran berada dalam range operasi merupakan suatu keluaran berada dalam range operasi merupakan suatu pertimbangan, persamaan yang mewakili kenaikan biaya bahan pertimbangan, persamaan yang mewakili kenaikan biaya bahan bakar sebagai fungsi linier dari daya keluaran akan memudahkan bakar sebagai fungsi linier dari daya keluaran akan memudahkan perhitungan.perhitungan.
Economic Dispatch Neglecting Losses and No Generator Limits.
Tambahan biaya bahan bakar (incremental fuel cost) versus daya out put untuk kurva input output gambar 1. Bila biaya bahan bakar masing-masing unit dalam suatu pusat pembangkit hampir linear terhadap keluaran daya pada suatu daerah operasi yang sedang ditinjau linear dari keluaran daya, perhitungan dapat dilakukan dengan:
1. Misalkan Ifc berbagai nilai untuk
2. Memperoleh keluaran yang bersesuaian dari masing-
masing unit pembangkit
3. Menambahkan keluaran / mendapatkan beban dari
pusat pembangkit untuk masing - masing nilai yang
dimisalkan tersebut.
Generator diasumsikan beroperasi pada bus yang sama seperti pada gambar (3).
CC11 CCnnCC22
Pg1 Pg2 Pgn
PD
Pada saat rugi daya pada saluran transmisi diabaikan maka:
n
igiD PP
1
...................................(3)
sehingga biaya Ct merupakan penjumlahan dari biaya setiap unit pembangkit.
n
iit CC
1
..........................................(4)
2iiiii PP ..................(5) =
Catatan:
iC= biaya produksi daya listrik setiap pembangkit.
Menurut ” Lagrange ” fungsi kendala dapat diaplikasikan untuk fungsi tujuan sebagai berikut:
)(1
n
iigDt PPCL .........................(6)
Kalau ini diadakan defrensial parsial maka diperoleh:
02
gP
L .....................................................(7)
0L
..................................................(8)
Pada kondisi awal; (pers.7), diperoleh jawaban:
0)10(
gi
t
P
C
bilamana :
tC 1C 2C nC + +
maka diperoleh:
gi
i
gi
t
P
C
P
C
sehingga pada kondisi operasi ekonomis yang optimum adalah:
gi
i
P
Ci = 1,2,…….,n . ……………………………..(9)
giii P2 ………………………………......(10)
Dari pers (3) :
n
iDgi PP
1
Maka dapat diperoleh:
i
igiP
2
……………………………………….(11)
atau :
n
i i
n
i i
iDP
1
1
2
1
2
…………………………….(12)
Dengan melihat pers(11), maka PD dapat ditulis:
D
n
i i
i P
1 2
………………………….(13)
Berdasar pada pers (13) bahwa fungsi
DPf )(
…………………………………………..(14)
sehingga dengan menggunakan expansi deret Taylor dan mengambil
titik operasi k
Dk
kk P
d
dff
)(
)()( )(
)(
..................................(15)
atau :
)(k )(
)(
)(
)(
)(
)( k
gi
k
k
k
d
dP
P
d
df
P
……………..(16) =
atau:
)(k =
i
kP
2
1
)(………………………………………(17)
Dan bilamana:
)()()1( kkk …………………………………..(18)
Maka
n
i
k
igDk PPP
1
)()(........................................(19)
OPERASI OPTIMAL SISTEM TENAGA LISTRIK
1.Tujuan utama dari operasi system tenaga listrik memenuhi kebutuhan daya demand dengan biaya yang minimum, dimana sistem harus aman dengan dampak terhadap lingkungan di bawah standar, mempunyai keandalan yang memenuhi standar dan dapat melayani permintaan secara continue sepanjang waktu. Berkaitan dengan itu dalam mencapai tujuan di atas, maka perlu dijadualkan pembangkit secara efisien atau dengan OPF. Dengan OPF maka biaya total produksi dari suplai/pembangkit minimum.
2. Pemodelan Biaya Bahan Bakar Pembangkit Thermal.
Di atas telah dijelaskan tujuan operasi optimal secara umum, pada bagian ini dibahas model biaya bahan bakar untuk pembangkit thermal yang beroperasi optimal. Model biaya bahan bakar di sini adalah berkaitan dengan daya aktif yang diproduksi oleh pembangkit. Timbul suatu pertanyaan mengapa daya aktif yang menjadi pokok pembahasan, karena bahan bakar digunakan pada penggerak mula, sedangkan telah diketahui bahwa penggerak mula menghasilkan daya aktif. Pembahasan bahwa bahan bakar yang merupakan input dan keluaran adalah daya aktif. Demikian model biaya bahan bakar dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut:
........................... (1)
persamaan (1) biasa disebut model input-output (F - P), dengan kurva input – output seperti gambar 1
2)( pppF
Gambar 1. Kurva Input – Output sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Thermal
Dalam satuan standar International (SI) yang merupakan input adalah thermal dengan satuan MJ/h atau Kcal/h dan satuan British Temperature Unit dalam satuan Mbtu/h dengan daya keluaran dalam satuan Mega Watt (MW). Biaya total operasi sistem tenaga listrik adalah terdiri dari : biaya bahan bakar, biaya pegawai dan biaya pemeliharaan.
Heat rate kurva inpu-output seperti gambar 1 yang merupakan contoh untuk pembangkit listrik tenaga uap dengan bahan bakar batu bara, minyak bumi dan gas
Gambar 2. Kurva incremental heat
Tabel 1. Net Present Rates untuk bahan bakar fosil yang digunakan pada pembangkit listrik Thermal dan variasi beban
100 % 80 % 60 % 40 % 25 %
Fossil FuelUnit
RatingOutputMJ/kWh
OutputMJ/kWh
OutputMJ/kWh
OutputMJ/kWh
OutputMJ/kWh
Coal 50 11,59 11,69 12,82 12,82 14,13
Oil 50 12,12 12,22 12,59 13,41 14,78
Gas 50 12,13 12,43 12,81 13,64 15,03
Coal 200 10,01 10,09 10,41 11,07 12, 21
Oil 200 10,43 10,52 10,84 11,54 12,72
Gas 200 10,59 10,68 11,01 11,72 12,91
Coal 400 9,49 9,53 9,75 10,31 11,25
Oil 400 9,91 9,96 10,18 10,77 11,75
Gas 400 10,01 10,06 10,29 10,88 11,88
Coal 600 9,38 9,47 9,77 10,37 11,40
Oil 600 9,80 9,90 10,20 10,84 11,91
Gas 600 9,91 10,01 10,31 10,96 12,04
Coal 800/1200 9,22 9,28 9,54 10,14
Oil 800/1200 9,59 9,65 9,92 10,55
Gas 800/1200 9,70 9,75 10,03 10,67
Karakteristik incremental Heat rate dapat diperlihatkan seperti pada gambar 2 yaitu versus P. Satuan dari heat tare adalah MJ/KWh. Heat rate untuk pembangkit listrik tenaga uap dengan bahan bakar batu bara, minyak bumi atau gas. Dapat dilihat pada tabel. 1.
Pada operasi ekonomi pembangkit listrik secara umum yang telah diberikan seperti pada persamaan 1. Dalam menentukan harga parameter pada persamaan (1), dapat dilakukan dengan meminimisasi dan memberikan simbol J
Untuk memperoleh jawaban , defrensial parsial J disamakan dengan nol
22 )}({ PiFPPiJ i
0)]([21
2
PiFPPiJ n
ii
0)]([21
2
PiFPPiPJ n
iii
0)]([21
22
PiFPPiPJ n
iii
Persamaan disusun kembali, diperoleh:
n
ii
n
ii
n
i
PFPPin11
2
1
)()( .............................. (2)
n
iii
n
ii
n
ii
n
i
PFPPPPi11
3
1
2
1
)(
n
iii
n
ii
n
ii
n
ii PFPPPP
1
2
1
4
1
3
1
2 )(
.............................. (3)
.............................. (4)
Dengan menyelesaikan persamaan linear di atas, maka dapat ditentukan nilainya seperti contoh di bawah
Contoh.
Data untuk kurva tingkat panas heat rate yang diharapkan untuk
sebuah unit pembangkit listrik dalam sebuah pusat pembangkit listrik
tenaga thermal yang ditunjukkan di bawah ini
MW 70 75 112,5 150
Btu/kWh 8200 8150 7965 7955
a. Carilah titik corresponding pada kurva input-output (input
dalam Btu/h).
b. Carilah parameter dari persamaan biaya dan,
Penyelesaian
a. Fungsi F(Pi ) sebagai masukan dan ditentukan untuk berbagai variasi beban (Pi ) seperti pada tabel yang dikalikan dengan daya output.
dengan demikian untuk: P1 = 70 MW, diperoleh:
F1 = 8200 x 70 x 103 = 574 x 106 Btu/jam.
Dengan cara yang sama dapat diperoleh:
Untuk P2 = 75 MW F2 = 611 x 106 Btu/h
Untuk P3 = 112, 5 MW F3 = 896 x 106 Btu/h
Untuk P4 = 150 MW F4 = 1190 x 106 Btu/h
b. Besaran yang telah diperoleh, dapat diurutkan sebagai
berikut untuk perhitungan selanjutnya.
n = 4 = 407,50 MW
= 45, 68125 x 103
= 5,5637 x 106
= 7,22 x 108
= 3,271 x 103 = 3,65305 x 105
= 4,43645 x 107
iP
2iP
3iP
4iP
iF
ii FP
ii FP 2
maka jawabannya:
)10 x 7,22()10 x 5,5637()1068125,45(
)10 x 5,5637()1068125,45()5,407(
)1068125,45()5,407(0
863
63
3
x
x
x
=
7
5
3
10 x 4,43645
10 x 3,65305
10 x 3,271
Dengan menyelesaikan persamaan di atas diperoleh dan,
69,23 =
=
=
6,98
3, 2828 x 10-3
Selanjutnya biaya bahan bakar dapat ditentukan dengan persamaan:
F( Pi ) = 69,23 + 6,98 P + 3, 2828 x 10-3 P2 M B t u / h
3. Operasi Optimal Pembangkit Listrik Tenaga Thermal
Pada pembahasan ini diambil m buah pembangkit thermal yang beroperasi pada suatu bus yang sama, seperti diperlihatkan pada gambar 3.
~ ~~
P1 Pm P2
1 2 m
PD
Gambar 3. m buah pembangkit thermal beroperasi pada satu bus yang sama
Pembangkit tersebut mempunyai biaya bahan yang berbeda yaitu (Fi) dengan daya aktif (Pi) yang dimodelkan dengan persamaan polynomial kuadrat, biaya bahan bakar total dari ”plant” adalah merupakan penjumlahan setiap unit pembangkit dengan satuan $/jam.
2
1iiii
m
i PPF
................................ (5)
dimana : iii dan , adalah suatu konstanta.
Dalam menentukan biaya minimum (F), maka persamaan (5) di deffrensial terhadap (Pi) dan disamakan dengan nol.
).........1(,0 midengandPi
dF ..........................(6)
Nilai optimal untuk daya yang dibangkitkan dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut:
i
iPi
2
................................................ (7)
Daya aktif optimal dan biaya minimal, kalau differensial derajat dua dari (F) terhadap Pi nilainya positif. Kondisi ini dapat diperoleh apabila nilai:
0i
Pada persamaan (7) dapat diperoleh daya yang dibangkitkan negatif apabila adalah positif nilainya untuk suatu pendefferensialan parsial dilakukan dua kali.
i idan
Masalah optimisasi untuk memperoleh biaya minimum maka kendalanya harus daya dalam keadaan seimbang, apabila rugi-rugi transmisi diabaikan fungsi kendala dapat dituliskan sebagai berikut:
m
iD PP1
)(
.................................................. (8)
Jika tidak ada fungsi kendala, maka persamaan (7) merupakan suatu penjumlahan seperti berikut:
m
i
im
iP
11 2
1)(
Dalam metode Lagrange fungsi kendala dapat dituliskan
m
iD PP1
)(
= 0
................................................ (9)
Kalau metode lagrange ( ) ditarafkan fungsi daya, maka diperoleh rumus:
m
iDT FPFF1
)]([
............................................ (10)
Kalau persamaan di atas didefferensia ke (Pi), diperoleh:
0 dPi
dF…………………………………. (11)
Perlu dicatat bahwa jika semua pembangkit independent t, dengan menggunakan metode pengali Lagrange diperoleh nilai yang sama yaitu:
= 1
1
P
F
= 2
2
P
F
…………………………… (12)
Selanjutnya yang merupakan pertambahan biaya dalam analisis optimisasi daya bahan bakar pada suatu system pembangkit energi listrik. Grafik pertambahan biaya pembangkitan seperti pada gambar 4 pada kondisi optimal dari persamaan (11) dapat dirumuskan menjadi:
02 2 ii P ………………………………… (13)
Gambar 4. Ilustrasi pertumbuhan biaya atau pertambahan pembebanan
Selanjutnya nilai dapat ditentukan dengan memperoleh persamaan yang diturunkan diperoleh:
m
i
m
i
iDP
1
1
1
2
……………………….. (14)
Pada akhirnya dalam pembangkitan optimal dengan penurunan diperoleh persamaan seperti:
i
iiP
2
………………………………. (15)
Contoh:
Dua buah unit pembangkit listrik tenaga thermal yang dioperasikan dalam satu bus memberikan model persamaan biaya sebagai berikut:
hGJPPF /00053,028,828,462 2111
hGJPPF /00056,065,844,488 2222
dimana P1 dan P2 dalam MW
Pembangkit daya ini mensuplai ke beban sebesar 1000 MW. Jika rugi transmisi diabaikan, tentukan besar daya yang disuplai masing-masing pembangkit dan nilai pertambahan biaya pembangkitan
Penyelesaian:
Dengan menggunakan persamaan (13) dan (9) diperoleh:
8,28 + 2 (0,00053) P - = 0
8,65 + 2 (0,00056) P1 - = 0
P1 + P2 = 1000 MW
Dengan menyelesaikan persamaan di atas diperoleh jawaban
P1 = 683,49 MW P2 = 316,51 MW
Selanjutnya diperoleh incremental cost
00,9
4. Perhitungan Rugi-rugi Transmisi
Masalah operasi optimal telah dibicarakan pada bagian (3) di atas dimana keseimbangan daya dengan rugi transmisi diabaikan. Pada bagian ini untuk operasi ekonomis sistem tenaga listrik ditinjau rugi-rugi transmisi, ambil statu sistem seperti pada gambar (6), sistem radikal dengan satu pembangkit.
~
TL
PD PG
Pusat Beban
Gambar 6. Sistem transmisi radial
Mencari rugi daya P1 dengan daya yng dipasok oleh pembangkit PG ke pusat PD
Diagram ekivalen dari sistem di atas adalah seperti pada gambar 7.
Va
I
PajXR
Gambar 7. Rangkaian ekivalent sistem radial
Pada gambar diperoleh rugi-rugi transmisi:
RIPL
23
dimana R adalah tahanan dari saluran dalam Ohm/phasa. Arus dapat diperoleh dari :
I
I = aa
a
V
P
cos3
Pa = daya yang dibangkitkan oleh generator
Va = tegangan line to line (phasa ke phasa)
= factor daya generatoracos
Dengan asumsi ke dua persamaan di atas, diperoleh :
LP = 2
22cos
a
aa
PV
R
Asumsikan bahwa tegangan generator Va dan acos
konstan maka diperoleh:
2aL PBP ………………………………. (16)
dimana:
aaV
RB
22cos
Kalau ditinjau dari dua sumber pemasok daya ke pusat beban seperti
pada gambar 8.
~ ~
TL
P1
P2
PD
I
P1jXR
Pf1
PD
P2
Gambar 8. Sistem radial dengan dua sumber pemasok pada demand PD
Berdasarkan pada persamaan (16) maka rugi daya dapat diperoleh:
2111 PBPL
dimana :
11B = 22
1 PfV
RV1 = tegangan bus generator P1
pf1 = faktor daya pada bus 1
Tinjau dua sumber pemasok daya pada pusat beban seperti pada gambar 9.
~ ~
V1 Z1 Z2 V2
P2
PD
P1
Gambar 9. Dua saluran radial yang terhubung ke beban
Dua pembangkit terhubung ke bus pusat beban dengan tahanan masing-masing R1D dan R2D sehingga rugi daya adalah :
DDL RIRIP 2
2
21
2
1 33
2
221
22
2212
12
1
1 PpfV
RP
pfV
R DD =
2111 PBPL …………………………………………… (17)
Selanjutnya ditinjau sistem radial dengan tiga saluran seperti pada gambar 10.
~ ~
Z1 Z2
V1 V2
V3PD
Z3
Gambar 10. Sistem pemasok daya dua sumber dengan tiga saluran
Pada gambar 10, tiga saluran dua sumber pemasok daya yaitu P1 dan P2 unutk memenuhi permintaan PD. Pada saluran bus beban PD ada turunan R3D, sehingga diperoleh rugi saluran transmisi.
22222112
2111 2 PBPPBPBPL ……………………………….(18)
Besar arus dapat ditentukan dengan harga mutlak.
11
11
3 pfV
PI
22
22
3 pfV
PI
33
33
3 pfV
PI
Sekarang kalau diambil :
21 PPPD
Diperoleh :
33
223
3 pfV
PPI
kemudian disubsitusikan ke dalam persamaan (18), diperoleh:
2
121
2
1
1 PpfV
RP D
L
2
1133
2
3
3222
2
2
3
2 PPpfV
RP
pfV
R DD
Dengan demikian besar konstanta B dapat ditentukan, yaitu
23
2
3
32
1
2
1
111
pfV
R
pfV
RB DD ................................ (19)
23
2
3
32
2
2
2
222
pfV
R
pfV
RB DD ................................ (20)
................................ (21)
23
2
3
312
pfV
RB D
Contoh:
Pada gambar 11 dua sumber daya memasok daya ke beban dengan sistem tiga saluran, data diberikan dalam per unit (PU) adalah:
05,11 V 03,12 V 00,13 V; ;
R1D = 0,05 95,01 pf;
R2D = 0,04 95,02 pf
R3D = 0,03 85,03 pf
;
;
Tentukanlah persamaan rugi transmisi dengan menggunakan persamaan (19) sampai dengan (21) diperoleh:
22221185,01
03,0
95,005,1
05,0B = 0,062604705 = 0,0626
22222285,01
03,0
95,003,1
04,0B = 0,0937
221285,01
03,0B = 0,0415
maka diperoleh persamaan rugi daya saluran transmisi per unit sebagai berikut:
22222112
2111 2 PBPPBPBPL
2221
21 0937,00415,020626,0 PPPxPPL
LP = 2
2212
1 0937,0083,00626,0 PPPP
Masalah rugi daya pada saluran transmisi dijelaskan Korn’s,
dalam ”Korn’s Loss Formula” untuk suatu sistem pemasok daya dengan dua sumber dan satu pusat beban.
002201102
22221122
111 2 BPBPBPBPPBPBP ggggggL Atau dapat ditulis:
z
gijgj
ijgiL BPBPBPP1
0010
2
1
2
1
Selanjutnya dapat ditulis dalam bentuk persamaan matriks:
0020
1021
2
1
2221
121121 B
B
BPP
P
P
BB
BBPPP gg
g
g
ggL
Kalau jumlah pembangkit banyak dan jaringan, misalnya (m) maka Korn’s Loss Formula dapat ditulis:
j
m m
jiji
m
iiL PBPPBBP
1 11
010