YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
Page 1: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Hukum Tindak Pidana Khusus

Page 2: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

A. Pengertian

Pengertian pertama kali dikenal istilah Hukum Pidana Khusus, sekarang

diganti dengan istilah Hukum Tindak Pidana Khusus. Timbul pertanyaan

apakah ada perbedaan dari kedua istilah ini. Secara prinsipil tidak ada

perbedaan antara kedua istilah ini. Oleh karena yang dimaksud dengan

kedua istilah itu adalah UU Pidana yang berada di luar Hukum Pidana Umum

yang mempunyai penyimpangan dari Hukum Pidana Umum baik dari segi

Hukum Pidana Materil maupun dari segi Hukum Pidana Formal.

Kalau tidak ada penyimpangan tidaklah disebut hukum Pidana Khusus atau

Hukum Tindak Pidana Khusus. Hukum tindak pidana khusus mengatur

perbuatan tertentu atau berlaku terhadap orang tertentu yang tidak dapat

dilakukan oleh orang lain selain orang tertentu. Oleh karena itu hukum tindak

pidana khusus harus dilihat dari substansi dan berlaku kepada siapa Hukum

Tindak Pidana Khusus itu

Page 3: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Hukum Tindak pidana khusus ini diatur dalam UU di luar Hukum Pidana

Umum. Penyimpangan ketentuan hukum pidana yang terdapat dalam UU

pidana merupakan indikator apakah UU pidana itu merupakan Hukum Tindak

Pidana Khusus atau bukan. Sehingga dapat dikatakan bahwa Hukum Tindak

Pidana Khusus adalah UU Pidana atau Hukum Pidana yang diatur dalam UU

pidana tersendiri. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Pompe yang

mengatakan : “Hukum Pidana Khusus mempunyai tujuan dan fungsi

tersendiri” .

UU Pidana yang dikualifikasikan sebagai Hukum Tindak Pidana Khusus ada

yang berhubungan dengan ketentuan Hukum Administrasi Negara terutama

mengenai penyalahgunaan kewenangan. Tindak pidana yang menyangkut

penyalahgunaan kewenangan ini terdapat dalam perumusan tindak pidana

korupsi.

Page 4: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

B. Dasar Hukum

UU Pidana yang masih dikualifikasikan sebagai Hukum Tindak Pidana Khusus adalah

UU No 7 Drt 1955 (Hukum Pidana Ekonomi), UU No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun

2002 dan UU No 1/Perpu/2002 dan UU No 2/Perpu/2002.

Hukum Tindak Pidana Khusus mengatur perbuatan tertentu atau untuk orang/golong-

an tertentu. Hukum Tindak Pidana Khusus menyimpang dari Hukum Pidana Materiil

dan Hukum Pidana Formal. Penyimpangan diperlukan atas dasar kepentingan hukum.

Dasar Hukum UU Pidana Khusus dilihat dari hukum pidana adalah Pasal 103 KUHP.

Pasal 103 ini mengandung pengertian :

1. Semua ketentuan yang ada dalam Buku I KUHP berlaku terhadap UU di luar KUHP

sepanjang UU itu tidak menentukan lain.

2. Adanya kemungkinan UU termasuk UU Pidana di luar KUHP, karena KUHP tidak

mengatur seluruh tindak pidana di dalamnya (tidak lengkap dan tidak mungkin

lengkap).

Perundang-undangan Pidana :

1. UU pidana dalam arti sesungguhnya, yaitu hak memberi pidana dari negara;

2. Peraturan Hukum Pidana dalam arti tersendiri, adalah memberi sanksi pidana

terhadap aturan yang berada di luar hukum pidana umum

Page 5: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Apabila diperhatikan suatu undang-undang dari segi hukum pidana ada bebebarapa substansi:

1. UU saja yang tidak mengatur ketentuan pidana (seperti UU No 1 Tahun 1974, UU No 7/1989

yang diubah dengan UU No 3/2006, UU No 8/1974 yang diubah dengan UU No 43/1999, UU No

22/1999 yang diubah denghan UU No 32/2004 , UU No 4 / 2004, UU No 23/1999 yang diubah

dengan UU No 3/2004).

2. UU yang memuat ketentuan pidana, maksudnya mengancam dengan sanksi pidana bagi

pelanggaran terhadap pasal-pasal tertentu yang disebut dalam Bab ketentuan pidana. (seperti

UU No 2/2004, UU No /1999, UU No 8/1999, UU No 7/1996, UU No 18/1997 yang diubah

dengan UU No 34/2000, UU No 23/2004, UU No 23/20020, UU No 26/2000).

3. UU Pidana, maksudnya undang-undang yang merumuskan tindak pidana dan langsung

mengancam dengan sanksi pidana dengan tidak mengatur bab tersendiri yang memuat

ketentuan pidana. (seperti UU No 31/1999, UU No 20/2002, UU No 1/Perpu/2000, UU No

15/2002 yang diubah dengan UU No 25/2003)

4. UU Hukum Pidana adalah undang-undang yang mengatur ketentuan hukum pidana. Undang-

undang ini terdiri dari undang-undang pidana materil dan formal (undang-undang acara pidana).

Kedua undang-undang hukum pidana ini dikenal dengan sebutan “Kitab Undang-undang Hukum

Pidana, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana” (seperti KUHP, UU No 8/ 1981 tentang

KUHAP, KUHP Militer).

5. Hukum Pidana Khusus ada yang berhubungan dengan Hukum administrasi ( HPE, Hk. Pidana

Fiscal, UU No 31 th 1999 khusus masalah penyalahgunaan kewenangan).

Page 6: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

C. Kekhususan T.P. Khusus.

Hukum Tindak Pidana Khusus mempunyai ketentuan khusus dan penyimpangan

terhadap hukum pidana umum, baik dibidang Hukum Pidana Materiil maupun dibidang

Hukum Pidana Formal. Hukum Tindak Pidana Khusus berlaku terhadap perbuatan

tertentu dan atau untuk golongan / orang-orang tertentu. Adapun kekhususan dari

Tindak Pidana Khusus dapat berupa :

1. Kekhususan Hukum Tindak Pidana Khusus dibidang Hk. Pidana Materil.

Penyimpangan dalam pengertian menyimpang dari ketentuan Hukum Pidana Umum

dan dapat berupa:

- Menentukan sendiri yang sebelumnya tidak ada dalam HPU disebut dengan

ketentuan khusus.

- Hukum Pidana bersifat elastis (ketentuan khusus).

- Percobaan dan membantu melakukan tindak pidana diancam dengan hukuman.

(menyimpang).

- Pengaturan tersendiri tindak pidana kejahatan dan pelanggaran (ket. khs)

- Perluasan berlakunya asas teritorial (ekstra teritorial). (menyimpang/ket.khs)

- Sub. Hukum berhubungan / ditentukan berdasarkan kerugian keuangan dan

perekonomian negara (ket. Khs)

Page 7: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

- Pegawai Negeri merupakan Sub. Hukum tersendiri.(ket. khs).

- Mempunyai sifat terbuka, maksudnya adanya ketentuan untuk memasukkan tindak

pidana yang berada dalam UU lain asalkan UU lain itu menetukan menjadi tindak

pidana (ket.khus).

- Pidana denda + 1/3 terhadap korporasi. (menyimpang).

- Perampasan barang bergerak, tidak bergerak (ket. khs).

- Adanya pengaturan tindak pidana selain yang diatur dalam UU itu.(ket.khs).

- Tindak pidana bersifat transnasional. (ket.khs).

- Adanya ketentuan yurisdiksi dari negara lain terhadap tindak pidana yang terjadi.

(ket.khs).

- Tindak pidananya dapat bersifat politik ( ket.khs).

- Dapat pula berlaku asas retro active.

Page 8: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

2. Penyimpangan terhadap Hukum Pidana Formal, dapat berupa :

- Penyidikan dapat dilakukan oleh Jaksa maupun Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

- Perkara pidana khusus harus didahulukan dari perkara pidana lain;

- Adanya gugatan perdata terhadap tersangka / terdakwa TP Korupsi.

- Penuntutan Kembali terhadap pidana bebas atas dasar kerugian negara;

- Perkara pidana Khusus di adili di Pengadilan khusus (HPE);

- Dianutnya Peradilan In absentia;

- Diakuinya terobosan terhadap rahasia bank;

- Dianutnya Pembuktian terbalik;

- Larangan menyebutkan identitas pelapor;

- Perlunya pegawai penghubung;

Page 9: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

D. Ruang Lingkup Tindak Pidana Khusus

- Tindak Pidana Korupsi

- Tindak Pidana Pencucian Uang

- Tindak Pidana HAM Berat

- Tindak Pidana Terorisme

- Tindak Pidana Narkotika

- Tindak Pidana Lingkungan Hidup

- Tindak Pidana Perdagangan Orang

- Tindak Pidana Anak

- Tindak Pidana Kehutanan

- Dll.

Page 10: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

TINDAK PIDANA KORUPSI

Page 11: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Pengelolaan Keuangan Negara / Daerah ?????

KKN

Page 12: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

PENDAHULUAN

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalulintas atau hubungan–hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara

Pengertian penegakan hukum dapat pula ditinjau dari sudut obyeknya, yaitu dari segi hukumnya

Dengan uraian diatas jelaslah kiranya bahwa yang dimaksud dengan penegakan hukum itu merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum, baik dalam artian formil yang sempit maupun dalam arti materil yang luas, sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subyek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara

Page 13: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

INDONESIA NEGARA HUKUM.     Segala sesuatu yang ada di indonesia diatur oleh hukum,           - Hukum yang tertulis.           - Hukum yang tidak tertulis/ adat / kebiasaan.           - Hukum

Dilihat dalam garis - garis besarnya, dengan berpijak pada kodifikasi sebagai sumber utama atau sumber pokok hukum pidana, hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik yang memuat ketentuan-ketentuan tentang :

1. Aturan Umum Hukum Pidana dan Aspek Larangan Berbuat yang

Disertai Ancaman Pidana.

2. Kesalahan dan pertanggungjawaban pidana pada diri sipembuat (Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan).

3. Tindakan dan upaya - upaya yang boleh atau harus dilakukan negara melalui alat-alat perlengkapannya.

Page 14: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

PEMAHAMAN TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI

Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang merusak dan mengancam sendi-sendi kehidupan bangsa. Pelbagai peraturan peraturan perundang-undangan yang dimaksudkan untuk memberantas korupsi telah diterbitkan. Namun, praktik korupsi masih terus berulang dan semakin kompleks dalam realisasinya.

Pada tahun 2010, menurut data Pacific Economic and Risk Consultansy, Indonesia menempati urutan teratas sebagai negara terkorup di Asia. Jika dilihat dalam kenyataan sehari-hari korupsi hampir terjadi disetiap tingkatan dan aspek kehidupan masyarakat. Mulai dari mengurus Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Proyek Pengadaan Barang/Jasa di instansi pemerintah, sampai proses penegakkan hukum.

Tanpa disadari, korupsi muncul dari kebiasaan yang dianggap lumrah dan wajar oleh masayarakat umum, seperti memberi hadiah kepada Pejabat / Pegawai Negeri atau keluarganya sebagai imbal jasa sebuah pelayanan. Kebiasaan itu dipandang lumrah sebagai kebiasaan dari budaya ketimuran. Kebiasaan koruptif ini lama-lama menjadi bibit-bibit korupsi yang nyata.

Page 15: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Kebiasaan berperilaku koruptif yang terus berlangsung di kalangan masyarakat salah satunya disebabkan karena masih kurangnya pemahaman mereka terhadap pengertian korupsi. Selama ini, kosakata korupsi sudah populer di Indonesia. Hampir semua orang pernah mendengar kata korupsi. Dari mulai rakyat yang tinggal di pedalaman, mahasiswa, pegawai negeri, orang swasta, aparat penegak hukum sampai pejabat negara. Namun jika ditanya kepada mereka apa itu korupsi, jenis perbuatan apa saja yang bisa dikategorikan tindak pidana korupsi? Hampir dipastikan sangat sedikit yang bisa menjawab secara benar bentuk / jenis korupsi sebagaimana dimaksud oleh undang-undang.

Pengertian korupsi sebenarnya telah dimuat secara tegas di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagian besar pengertian korupsi didalam undang-undang tersebut dirujuk dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang lahir sebelum negara ini merdeka. Namun hingga saat ini pemahaman masyarakat terhadap pengertian korupsi masih sangat kurang.

Menjadi lebih memahami pengertian korupsi juga bukan sesuatu hal yang mudah. Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kebiasaan berperilaku koruptif yang selama ini dianggap sebgai hal wajar dan lumrah dapat dinyatakan sebagai Tindak Pidana Korupsi. Seperti Gratifikasi (pemberian hadiah) kepada penyelenggara negara dan berhubungan dengan jabatannya, jika tidak dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat menjadi salah satu bentuk Tindak Pidana Korupsi.

Mengetahui bentuk / jenis perbuatan yang bisa dikategorikan sebagai korupsi adalah upaya dini untuk mencegah agar seseorang tidak melakukan korupsi.

Page 16: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Apa Yang Dimaksud Dengan Korupsi ? Korupsi bersasal bahasa latin “Corruptio,” atau “Corruptos”

Kata tersebut kemudian diadopsi ke dalam beberapa bahasa, diantaranya yaitu :Bahasa Inggris : Corruption ( Corrupt )Bahasa Belanda : CorruptieBahasa Indonesia : Korupsi

Korupsi secara harfiah bisa berarti :1. Kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan

ketidakjujuran2. Perbuatan yg buruk (penggelapan, uang, penerimaan uang sogok, dsb)3. Perbuatan yg kenyataan menimbulkan keadaan yg bersifat buruk

Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang dalam 30 buah Pasal dalam UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan ke dalam 7 (tujuh) bentuk / jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi.

Page 17: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Ketigapuluh bentuk / jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokan sebagai berikut :

1. Kerugian keuangan negara2. Suap - Menyuap3. Penggelapan dalam jabatan4. Pemerasan5. Perbuatan curang6. Benturan kepentingan dalam pengadaan7. Gratifikasi

Page 18: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

18

KORUPSI

UU NO 31 TH 1999

JO

UU NO 20 TH 2001

KERIGIAN KEUANGAN

NEGARAPs 2 & 3

SUAP MENYUAP

Ps 5,6,11,12,13

PENGGELAPAN DLM

JABATANPs 8, 9,

Ps 10.a,b c PERBUATAN PEMERASANPs 12, e,g, f

PERBUATAN CURANG

Ps 7 ayat (1) a,b,C,d

Ps 7 (2) Ps 12.b

Benturan Kepentingan

Ps 12 iGratifikasiPs 12 c

TPK UU No 31 th 1999 Jo UU No 20 Th 2001

Page 19: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Selain defenisi tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan diatas, masih ada tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Jenis tindak pidana lain tersebut tertuang dalam Pasal 21, 22, 23, dan 24 Bab III UU No.31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.Janis tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsiterdiri atas :1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi.2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak

benar.3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka.4. Saksi atau Ahli yang tidak memberika keterangan atau memberi

keterangan palsu.5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan

keterangan atau memberi keterangan palsu.6. Saksi yang membuka identitas pelapor.

Page 20: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

TINDAK TINDAK PIDANA PIDANA

KORUPSI KORUPSI SEBAGAI SEBAGAI EKSTRAEKSTRA

ORDINARY ORDINARY CRIMECRIME

TINDAK TINDAK PIDANA PIDANA

KORUPSI KORUPSI DAPAT DAPAT

BERAKIBAT BERAKIBAT MERUSAK MERUSAK

PEREKONOMIAN PEREKONOMIAN NEGARANEGARA

TREND TREND SEMAKIN SEMAKIN CANGGIH CANGGIH

CARA YANG CARA YANG DIGUNAKAN DIGUNAKAN

PELAKUPELAKU

Page 21: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

EKSTRA ORDINARY CRIME (Kejahatan Luar Biasa):

Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana yang tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional, tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan karena itu maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu “kejahatan luar biasa”.

Page 22: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Upaya Penanggulangannya : Untuk menanggulangi kejahatan yang luar biasa tersebut

diperlukan suatu kebijakan sosial (sosial policy). Kemudian dijabarkan dalam kebijakan penegakan hukum

(law enforcement policy). Pada tataran tersebut dirumuskan dan ditegakkan pula

kebijakan pidana (criminal policy). Dengan demikian tampak bahwa kebijakan pidana

merupakan bagian dari kebijakan penegakan hukum yang secara keseluruhan berada dalam suatu sistem kebijakan sosial. Oleh karena itu kebijakan pidana harus memiliki sinkronisasi dengan kebijakan penegakan hukum, sedangkan kebijakan penegakan hukum harus pula searah dan dijiwai oleh kebijakan sosial atau arah kebijakan penyelenggaraan negara pada umumnya.

Page 23: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Trend Perkembangan :

Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam kehidupan masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat, serta modus operandi yang digunakan juga semakin canggih.

Page 24: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Faktor-faktor penyebab korupsi di Indonesia meliputi 4 aspek, yaitu:

1.Aspek perilaku individu, yaitu faktor-faktor internal yang mendorong

seseorang melakukan korupsi, seperti adanya sifat tamak, moral yang kurang kuat menghadapi godaan, penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan hidup yang wajar, kebutuhan hidup yang mendesak, gaya hidup konsumtif, malas atau tidak mau bekerja keras, serta tidak diamalkannya ajaran-ajaran agama secara benar.

Page 25: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

2. Aspek Organisasi.

yaitu kurang adanya keteladanan dari pimpinan, kultur organisasi yang tidak benar, sistem akuntabilitas yang tidak memadai, kelemahan sistem pengendalian manajemen, manajemen cenderung menutupi perbuatan korupsi yang terjadi dalam organisasi.

Page 26: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

3.Aspek masyarakat, yaitu berkaitan dengan lingkungan masyarakat

dimana individu dan organisasi tersebut berada, seperti nilai-nilai yang berlaku yang kondusif untuk terjadinya korupsi, kurangnya kesadaran bahwa yang paling dirugikan dari terjadinya praktek korupsi adalah masyarakat dan mereka sendiri terlibat dalam praktek korupsi, serta pencegahan dan pemberantasan korupsi hanya akan berhasil bila masyarakat ikut berperan aktif. Selain itu adanya penyalah artian pengertian-pengertian dalam budaya bangsa Indoenesia.

Page 27: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

4.Aspek peraturan perundang-undangan,

yaitu terbitnya peraturan perundang-undangan yang bersifat monopolistik yang hanya menguntungkan kerabat dan atau kroni penguasa negara, kualitas peraturan perundang-undangan yang kurang memadai, judicial review yang kurang efektif, penjatuhan sanksi yang terlalu ringan, penerapan sanksi tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undangan.

Page 28: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

MENGAPA KORUPSI TERJADI

KORUPSI

Tiga Aspek :

prepared by mulia ardi

Institusi/Administrasi

Manusia

Sosial/Budaya

Page 29: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

1. Kerugian Keuangan Negara ; Pasal 2 Pasal 3

2. Suap – Menyuap ;• Pasal 5 Ayat (1) huruf a• Pasal 5 Ayat (1) huruf b• Pasal 13• Pasal 5 Ayat (2)• Pasal 12 huruf a• Pasal 12 huruf b• Pasal 11• Pasal 6 Ayat (1) huruf a• Pasal 6 Ayat (1) huruf b• Pasal 6 Ayat (2)• Pasal 12 huruf c• Pasal 12 huruf d

Page 30: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

3. Penggelapan Dalam Jabatan ; Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 huruf a Pasal 10 huruf b Pasal 10 huruf c4. Pemerasan ; Pasal 12 huruf e Pasal 12 huruf g Pasal 12 huruf f5. Perbuatan Curang ; Pasal 7 Ayat (1) huruf a Pasal 7 Ayat (1) huruf b Pasal 7 Ayat (1) huruf c Pasal 7 Ayat (1) huruf d Pasal 7 Ayat (2) Pasal 12 huruf h

Page 31: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

6.Benturan Kepentingan Dalam Pengadaan ; Pasal 12 huruf i

7.Gratifikasi ; Pasal 12 B jo. Pasal 12 C 8. Tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak

pidana korupsi. Tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak

pidana korupsi tertuang dalam Pasal 21, 22, dan 24 Bab III UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang terdiri dari :

Page 32: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

1. Pasal 21 : Merintangi Proses Pemeriksaan Perkara Korupsi

2. Pasal 22 jo Pasal 28 :Tidak Memberi Keterangan atau Memberi Keterangan Yang Tidak Benar

3. Pasal 22 jo Pasal 29 : Bank Yang Tidak Memberikan Rekening Tersangka

4. Pasal 22 jo Pasal 35 : Saksi atau Ahli Yang Tidak Memberi Keterangan atau Memberi Keterangan Palsu

5. Pasal 22 jo Pasal 36 : Orang Yang Memegang Rahasia Jabatan Tidak Memberikan Keterangan atau Memberi Keterangan Palsu

6. Pasal 24 jo Pasal 31 : Saksi Yang Membuka Identitas Pelapor .

Page 33: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA KORUPSI Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk tindak pidana

korupsi, harus memenuhi rumusan unsur-unsur sebagaimana termuat dalam masing-masing Pasal, yaitu :

Unsur Pasal 2 : Setiap orang ; Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi ; Dengan cara melawan hukum ; Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Unsur Pasal 3 : Setiap orang ; Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau

korporasi ; Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana ; Yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan ; Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Page 34: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Unsur Pasal 5 ayat (1) huruf a : Setiap orang ; Memberi sesuatu atau menjanjikan sesuatu ; Kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara ; Dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam

jabatannya sehingga bertentangan dengan kewajibannya.

Unsur Pasal 5 ayat (1) huruf b : Setiap orang ; Memberi sesuatu ; Kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara ; Karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan

dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

Unsur Pasal 13 : Setiap orang ; Memberi hadiah atau janji ; Kepada Pegawai Negeri ; Dengan mengingat kekuasan atau wewenang yang melekat pada

jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap, melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut.

Page 35: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Unsur Pasal 5 ayat (2) : Pegawai Negeri atau Penyelanggara Negara ; Menerima pemberian atau janji ; Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b

Unsur Pasal 12 huruf a : Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara ; Menerima hadiah atau janji ; Diketahuinya bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk

menggerakkannya agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya ;

Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkannya agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

Unsur Pasal 12 huruf b : Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara ; Menerima hadiah ; Diketahuinya bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau

karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya ;

Patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

Page 36: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Unsur Pasal 11 : Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara ; Menerima hadiah atau janji ; Diketahuinya ; Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena

kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya dan menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

Unsur Pasal 6 Ayat (1) huruf a : Setiap orang ; Memberi atau menjanjikan sesuatu ; Kepada hakim ; Dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang

diserahkan kepadanya untuk diadili.

Unsur Pasal 6 Ayat (1) huruf b : Setiap orang ; Memberi atau menjanjikan sesuatu ; Kepada Advokat yang menghadiri sidang pengadilan ; Dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat

yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.

Page 37: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Unsur Pasal 6 Ayat (2) : Hakim atau Advokat ; Yang menerima pemberian atau janji ; Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Ayat (1) huruf a

atau huruf b.

Unsur Pasal 12 huruf c : Hakim ; Menerima hadiah atau janji ; Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji

tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.

Unsur Pasal 12 huruf d : Advokat yang menghadiri sidang di pengadilan ; Menerima hadiah atau janji ; Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji

tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.

Page 38: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Unsur Pasal 8 Pegawai Negeri atau selain pegawai negeri yang

ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu ;

Dengan sengaja ; Menggelapkan atau membiarkan orang lain mengambil

atau membiarkan orang lain menggelapkan atau membantu dalam melakukan perbuatan itu ;

Uang atau Surat Berharga ; Yang disimpan karena jabatannya.

Unsur Pasal 9 Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan

menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu ;

Dengan sengaja ; Memalsu ; Buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan

administrasi.

Page 39: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Unsur Pasal 10 hurf a Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan

menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu ;

Dengan sengaja ; Menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak

dapat dipakai ; Barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan

atau membuktikan dimuka pejabat yang berwenang ; Yang dikuasainya karena jabatan.

Unsur Pasal 10 hurf b : Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yang

ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu ;

Dengan sengaja ; Membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan,

merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai ; Barang, akta, surat, atau daftar sebagaimana disebut pada pasal

10 huruf a.

Page 40: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Unsur Pasal 10 huruf c Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yang

ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu ;

Dengan sengaja ; Membantu orang lain Menghilangkan, menghancurkan,

merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai ; Barang, akta, surat, atau daftar sebagaimana dimaksud pada

Pasal 10 huruf a.

Unsur Pasal 12 huruf e : Pegawai Negeri atau penyelenggara negara ; Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain ; Secara melawan hukum ; Memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau

menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya.

Menyalagunakan kekuasaan.

Page 41: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Unsur Pasal 12 huruf g : Pegawai negeri atau penyelenggara negara ; Pada waktu menjalankan tugas ; Meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang ; Seolah-olah merupakan hutang kepada dirinya ; Diketahuinya bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang.

Unsur Pasal 12 huruf f : Pegawai negeri atau penyelenggara negara ; Pada waktu menjalankan tugas ; Meminta, menerima, atau memotong pembayaran ; Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau

kepada kas umum ; Seolah olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain

atau kas umum mempunyai hutang kepadanya. Diketahuinya bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang.

Page 42: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Unsur Pasal 7 Ayat (1) huruf a : Pemborong, Ahli Bangunan, atau Penjual Bahan Bangunan ; Melakukan perbuatan curang ; Pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan bahan bangunan ; Yang dapat membahayakan keamanan orang atau keamanan barang

atau keselamatan negara dalam keadaan perang.

Unsur Pasal 7 Ayat (1) huruf b: Pengawas bangunan atau pengawas penyerahan bahan bangunan ; Membiarkan dilakukannya perbuatan curang pada waktu membuat

bangunan atau menyerahkan bahan bangunan ; Dilakukan dengan sengaja ; Sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 Ayat (1) huruf a

Unsur Pasal 7 Ayat (1) huruf c : Setiap orang ; Melakukan perbuatan curang ; Pada waktu menyerahkan barang keperluan TNI dan atau

Kepolisian negara RI ; Dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan

perang.

Page 43: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Unsur Pasal 7 Ayat (1) huruf d : Orang yang bertugas mengawasi penyerahan

barang keperluan TNI dan atau Kepolisian RI Membiarkan perbuatan curang (sebagaimana

dimaksud pada Pasal 7 ayat 1 huruf c) ; Dilakukan dengan sengaja.

Unsur Pasal 7 Ayat (2) : Orang yang menerima penyerahan bahan

bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang keperluan TNI dan atau Kepolisian negara RI ;

Membiarkan perbuatan curang ; Sebagaimana dimaksud Pasal 7 Ayat (1)

huruf a atau huruf c.

Page 44: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Unsur Pasal 12 huruf h Pegawai negeri atau penyelenggara negara ; Pada waktu menjalankan tugas menggunakan tanah

negara yang diatasnya ada hak pakai Seolah olah sesuai dengan peraturan perundang-

undangan ; Telah merugikan yang berhak ; Diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan.

Unsur Pasal 12 huruf I : Pegawai negeri atau penyelenggara negara ; Dengan sengaja ; Langsung atau tidak langsung turut serta dalam

pemborongan pengadaan atau persewaan. Pada saat dilakukan perbuatan untuk seluruh atau

sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.

Page 45: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Unsur Pasal 12 huruf b: Pegawai negeri atau penyelenggara negara ; Menerima gratifikasi ; Yang berhubungan dengan jabatan dan

berlawanan dengan kewajibannya atau tugasnya.

Penerimaan gratifikasi tersebut tidak dilaporkan kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari sejak diterimanya gratifikasi.

Unsur Pasal 21 : Setiap orang ; Dengan sengaja ; Mencegah, merintangi atau menggagalkan ; Secara langsung atau tidak langsung ; Penyidikan , penuntutan dan pemeriksaan disidang

terdakwa maupun para saksi dalam perkara korupsi.

Page 46: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Unsur pasal 22 jo. Pasal 28 : Tersangka ; Dengan sengaja ; Tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu

; Tentang keterangan harta bendanya atau harta benda istri

suaminya atau harta benda anaknya atau harta benda setiap orang atau korporasi yang diketahui atau patut diduga mempunyai hubungan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka.

Unsur Pasal 22 jo Pasal 29 : Orang yang ditugaskan oleh bank ; Dengan sengaja ; Tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan

palsu tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa.

Unsur Pasal 22 jo. Pasal 35 : Saksi atau ahli ; Dengan sengaja ; Tidak memberikan keterangan atau memberikan

keterangan yang isinya palsu.

Page 47: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Unsur Pasal 22 jo. Pasal 36 : Orang yang karena pekerjaan, harkat,

martabat atau jabatannya yang diwajibkan menyimpan rahasia ;

Dengan sengaja ; Tidak memberikan keterangan atau

memberikan keterangan yang isinya palsu.

Unsur Pasal 24 jo Pasal 31: Saksi ; Menyebut nama atau nama alamat pelapor

atau hal-hal lain yang memungkinkan diketahuinya identitas pelapor.

Page 48: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Menerima Hadiah atau Janji berhubungan dengan Jabatannya

Pasal 11

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta

Pegawai negeri atau penyelenggara negara Menerima hadiah atau janji Padahal diketahuinya Atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan

karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungannya dengan jabatannya.

Page 49: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Pasal 5 ayat (1) huruf a Memberi atau menjanjikan sesuatu; kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara; dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu

dalam jabatannya; yang bertentangan dengan kewajibannya.

Menyuap Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara

Dipidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah

Page 50: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Pasal 7 ayat (1) huruf a Pemborong, ahli bangunan, atau penjual bahan bangunan; Melakukan perbuatan curang; Pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan bahan

bangunan ; Yang dapat membahayakan keamanan orang atau keamanan

barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang .

Pemborong Berbuat Curang

Dipidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah

Page 51: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Pasal 7 ayat (1) huruf b Pengawas bangunan atau pengawas penyerahan bahan bangunan; Membiarkan dilakukannya perbuatan curang pada waktu membuat

bangunan atau menyerahkan bahan bangunan ; Dilakukan dengan sengaja ; Sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) huruf a .

Pengawas Membiarkan Kecurangan

Dipidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah

Page 52: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Pasal 12 huruf e

Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar: Pegawai negeri atau penyelenggara negara; Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau

orang lain; Secara melawan hukum; Memaksa seseorang memberikan sesuatu,

membayar, atau menerima bayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;

Menyalahgunakan kekuasaannya.

Pegawai Negeri / Penyelenggara Negara Memeras

Page 53: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Turut Serta Dalam Pengadaan

Pasal 12 huruf i

Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar: Pegawai negeri atau penyelenggara negara; Dengan sengaja; Langsung atau tidak langsung turut serta dalam

pemborongan, pengadaan, atau persewaan; Pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau

sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.

Page 54: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Pasal 12B ayat (1)

Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut: yang nilainya Rp 10 juta atau lebih, pembuktian bahwa

gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;

yang nilainya kurang dari Rp 10 juta pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.

GRATIFIKASI

Page 55: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Pengertian Gratifikasi menurut penjelasan pasal 12 B UU No. 20 Tahun 2001

Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik .

Pengecualian Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1) :

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Page 56: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Sanksinya

Pasal 12B ayat (2)

Pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Page 57: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Pelaporan dan Penentuan Status Gratifikasi

30

HARI

KERJA

7 Hari Kerja sejak ditetapkan statusnya

Pasal 16, 17 & 18 UU No. 30 th. 2002

Waktu 30 hari kerja

sejak diterima

Pasal 12C UU No.

20 th 2001

Penerima Gratifikasi

Laporan Tertulis kepada KPK

Dapat memanggil Penerima Gratifikasi

SK Pimpinan KPK ttg

Status Gratifikasi

Proses Penetapan Status

Pimpinan KPK melakukan penelitian

Penerima Gratifikasi

Menteri Keuangan

Page 58: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Modus Operandi Korupsi

PENYIMPANGANPROSEDUR

PENGADAAN BARANG / JASA INSTANSI PEMERINTAH

TIDAK SESUAI PERATURAN PER UU AN.

BUKU/DAFTAR YG BIASA DIGUN PEMERIKSAAN ADM

MARK - UP

PERBUATANCURANG

GRATIFIKASI( SUAP )

PENGGELAPAN

PEMALSUAN

HARGA / JUMLAH-PERENCANAAN, -PELAKSANAAN

-PELAPORAN

PENGADAAN BARANG/JASA TIDAK SESUAI OWNER ESTIMATE

PENERIMA TIDAK MELAPOR KEPADA KPK

UANG DAN SURAT BERHARGA DALAM JABATAN

DALAM JABATANPEMERASAN

TERLIBAT PEMBORONGAN, PENGADAAN,PERSEWAAN PADAHAL IA PENGURUS/PENGAWAS

Page 59: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Sebagaimana UU NO 31 / 1999 yang telah diubah denganUU NO 20 / 2001Pelaku KORUPSI

-Perbuatan curang, membahayakan keamanan umum (Psl 7)PEMBORON

G

-Suap (Psl 5,6,11,12,13)

-Setiap orang-Pegawai negeri-Penylgr negara-Hakim-Advokat

-UU Lain yang menyebut -----korupsi

SUBYEK

PERBUATAN

AKIBAT

SETIAP ORANG

-Merugikan Ku /

ekonomi Negara

-Merugikan individu,

instansi, dunia usaha

& masyarakat

-Bangsa dan negara

terpuruk

-Memperkaya diri, orang lain, koorporasi secara melawan hukum (Psl 2)-Menguntungkan diri, orang lain, koorporasi dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana karena jabatan /kedudukan (Psl 3)

-Pegawai negeri-Selain PN

-Penggelapan uang/surat berharga (Psl 8)-Pemalsuan, menghilangkan, merusakkan buku-buku/daftar-daftar (Psl 9, 10)

Page 60: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Melawan Hukum untuk Memperkaya Diri dan Menyalahgunakan Kewenangan

Pasal 2 (Break of Law) secara melawan hukum; memperkaya diri sendiri atau

orang lain atau korporasi;

Setiap Orangatau

Korpo-rasi

Yang dapat merugikan keuangan

negara atau perekonomian

negara

Pasal 3 (Abuse of Power)- dengan tujuan menguntungkan

diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi;

- menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan;

ECW Neloe

Formil dan materiil(perbuatan tercela)

Page 61: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Keuangan / Perekonomian negaraUnsur Keuangan Negara :

Seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau tidak dipisahkan (termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena:

1. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban pejabat negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah.

2. berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban BUMN/BUMD, Yayasan, Badan Hukum, dan perusahaan yg menyertakan modal negara, atau perusahaan yg menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian degan negara.

Unsur Perekonomian Negara :Penjelasan Umum UU No.31 Tahun 1999 menjelaskan sebagai berikut :Pengertian perekonomian negara adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat mandiri yg didasarkan pada kebijakan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di daerah sesuai dengaan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan masyarakat.

Kerugian keuangan / perekonomian negara harus dibuktikan secara konkrit (didasarkan alat bukti yang sah) tidak boleh menggunakan asumsi, kerugian yang propestif; walaupun kegiatan institusi negara tersebut mendapat keuntungan tidak berarti perbuatan terdakwa tidak merugikan negara

Page 62: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Korporasi :

adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.

Page 63: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

PERLUASAN PENGERTIAN PEGAWAI NEGERI

1. Orang yang mendapat gaji, upah dari negara atau korporasi.

2. Orang yang menerima Modal atau fasilitas dari negara. Yang dimaksud dengan fasilitas dari negara adalah

perlakuan istimewa yang diberikan dalam berbagai bentuk misalnya bunga pinjaman yang tidak wajar, pemberian ijin yang eksklusif termasuk keringanan biaya masuk, pemberian harga atau pajak yang tidak wajar (bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku).

Page 64: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

PIDANA KHUSUS

PENANGANAN TINDAK PIDANA KORUPSI

PREVENTIF (Pencegahan)

REPRESIF (Penindakan)

Pelaksanaan Program

Binmatkum

Penyelidikan

Penyidikan

Penuntutan

Page 65: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

UPAYA PENEGAKAN HUKUM :

Preventif, yaitu strategi yang diarahkan untuk mencegah terjadinya tindak pidana dengan cara menghilangkan atau meminimalkan faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya tindak pidana.

Detektif, yaitu strategi yang diarahkan untuk mengidentifikasi tindak pidana yang sering terjadi.

Represif, yaitu strategi yang diarahkan untuk menangani atau memproses pelaku tindak pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Page 66: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor
Page 67: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

PERAN SERTA MASYARAKAT

1. Pasal 41 UU 31/1999 Jo UU 20/2001 : Pada intinya masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.

2. Wujud dari peran serta masyarakat tersebut berupa : Hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan

telah terjadi tindak pidana korupsi. Hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan

memberikan informasi adanya dugaan TPK kepada Aparat Penegak Hukum yang menangani perkara TPK.

Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab kepada penegak hukum yang menangani TPK.

Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu 30 hari.

Hak untuk memperoleh perlindungan hukum

Page 68: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor
Page 69: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Penyelidikan Adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

Tugas penyelidikan adalah sangat penting karena merupakan landasan yang kuat didalam menunjang tugas penyidikan.

Sumber Informasi Sebagai Dasar Penyelidikan Tindak Pidana Korupsi didapat dari :

1. Laporan atau Pengaduan Masyarakat2. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI3. Temuan sendiri.4. Media massa.

L / satuan operasiL / satuan TOL / satuan penyelidikanJaksa

Kesim

pu

lan

Page 70: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Kegiatan penyelidikan dilakukan segera setelah aparat penegak hukum menerima informasi / laporan / pengaduan tentang dugaan adanya suatu tindak pidana korupsi. Kegiatan penyelidikan ditujukan untuk Mencari, Menggali, Mengumpulkan Bahan Keterangan, dan Data-Data sebanyak dan selengkap mungkin dari berbagai sumber, baik dilakukan secara terbuka maupun tertutup, yang selanjutnya bahan keterangan dan data-data tersebut diolah dalam satu proses sehingga menghasilkan suatu kesimpulan.

Oleh karena tugas penyelidikan berfungsi sebagai dasar untuk tugas penyidikan selanjutnya maka hasil tugas penyelidikan tersebut diharapkan dapat memberikan kesimpulan bahwa :Apakah suatu peristiwa pidana itu adalah merupakan suatu kejahatan yang sekaligus dapat menentukan arah dan alat bukti yang telah diperoleh, sehingga dapat mempermudah penyidikanya.

Selanjutnya dari bahan keterangan dan data maupun dokumen yang diperoleh tersebut diolah dalam satu proses analisa yuridis sehingga menghasilkan suatu kesimpulan tentang “Apakah suatu perkara yang dilakukan penyelidikan tersebut telah diperoleh ataupun ditemukan bukti permulaan / bukti awal yang cukup telah terjadinya suatu tindak pidana ?”

Page 71: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

“ BUKTI PERMULAAN “

Dalam hal Penyidik yang melakukan Penyidikan menetapkan seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya patut diduga sebagai tersangka pelaku tindak pidana, maka penetapan Penyidik itu harus didasarkan pada “Bukti Permulaan” (Prima Facie Evident)

Demikian pula dalam hal Penyidik melakukan tindakan penangkapan terhadap seorang yang diduga keras sebagai pelaku tindak pidana, maka perintah penangkapan itu harus didasarkan pada “Bukti Permulaan”

“ BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP “ Adalah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana.

Sekurang-kurangnya terdapat 2 (dua) alat bukti yang sah.

ALAT BUKTI YANG SAH :

1. Keterangan Saksi

2. Keterangan Ahli

3. Surat

4. Petunjuk

5. Keterangan Terdakwa

Page 72: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Dalam penjelasan Pasal 17 KUHAP diterangkan bahwa : “Yang dimaksud dengan Bukti Permulaan yang cukup ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bukyi Pasal 1 butir 14”

Pasal tersebut menunjukkan bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betul melakukan tindak pidana.

Dengan membaca penjelasan Pasal 17, ternyata apa yang dimaksud dengan Bukti Permulaan (Prima Facie Evident) masih tetap tidak jelas, apakah bukti permulaan itu berbentuk Barang Bukti ataukah berbentuk Alat Bukti Yang Sah.

Hal ini dapat menimbulkan munculnya berbagai penafsiran, berhubung tindakan Penyidikan itu mempunyai tujuan utama untuk mengumpulkan Bukti yang pada akhirnya akan bermuara pada penyajian pembuktian di muka sidang Pengadilan, maka penafsiran terhadap pengertian “Bukti” harus didasarkan dan tidak boleh dilepaskan dari pengertian “Alat-Alat Bukti Yang Sah”

Dengan demikian dapat diketahui bahwa alat pembuktian yang berlaku dan bernilai untuk memutuskan bahwa terdakwa benar-benar bersalah melakukan tindak pidana adalah “Alat Bukti Yang Sah” sekurang-kurangnya sebanyak 2 (dua) alat bukti yang sah.

Page 73: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Untuk dapat lebih memahami bahwa yang dimaksud dengan pengertian Bukti Untuk dapat lebih memahami bahwa yang dimaksud dengan pengertian Bukti Permulaan itu adalah merupakan alat bukti yang sah, maka hal tersebut perlu Permulaan itu adalah merupakan alat bukti yang sah, maka hal tersebut perlu dikaitkan dengan keseluruhan proses peradilan perkara pidana yang dimulai dikaitkan dengan keseluruhan proses peradilan perkara pidana yang dimulai dari proses PENYIDIKAN, yaitu dalam bentuk serangakaian tindakan dari proses PENYIDIKAN, yaitu dalam bentuk serangakaian tindakan PENYIDIK dalam hal dan menurut cara-cara yang diatur dalam KUHAP untuk PENYIDIK dalam hal dan menurut cara-cara yang diatur dalam KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan “Bukti” (alat-alat bukti dan barang bukti) yang mencari serta mengumpulkan “Bukti” (alat-alat bukti dan barang bukti) yang dengan bukti itu tindak pidana yang ditangani menjadi terang / jelas dengan bukti itu tindak pidana yang ditangani menjadi terang / jelas (jenis/kualifikasinya, apakah pencurian, penggelapan, penipuan, penganiayaan, (jenis/kualifikasinya, apakah pencurian, penggelapan, penipuan, penganiayaan, pembunuhan, atau korupsi) dan sekaligus untuk menentukan dan menemukan pembunuhan, atau korupsi) dan sekaligus untuk menentukan dan menemukan siapa orang yang menjadi tersangka pelaku tindak pidana yang sedang siapa orang yang menjadi tersangka pelaku tindak pidana yang sedang ditangani oleh Penyidik yang bersangkutan.ditangani oleh Penyidik yang bersangkutan.

Sebagai target utama dari tindakan penyidikan adalah mengumpulkan bukti Sebagai target utama dari tindakan penyidikan adalah mengumpulkan bukti yang terdiri dari barang bukti dan alat bukti yang sah.yang terdiri dari barang bukti dan alat bukti yang sah.

Dengan demikian alat bukti yang dikumpulkan/diketemukan/diperoleh dalam Dengan demikian alat bukti yang dikumpulkan/diketemukan/diperoleh dalam pemeriksaan Penyidikan tersebut dinamakan sebagai Bukti Permulaan, karena pemeriksaan Penyidikan tersebut dinamakan sebagai Bukti Permulaan, karena kedudukan dan dan fungsinya baru sebagai “Calon Alat Bukti Yang Sah”.kedudukan dan dan fungsinya baru sebagai “Calon Alat Bukti Yang Sah”.

Calon alat bukti tersebut setelah disajikan atau diajukan oleh Penuntut Umum Calon alat bukti tersebut setelah disajikan atau diajukan oleh Penuntut Umum di muka persidangan, maka calon alat bukti yang sah atau bukti permulaan di muka persidangan, maka calon alat bukti yang sah atau bukti permulaan tersebut benar-benar berubah menjadi “Alat Bukti Yang Sahtersebut benar-benar berubah menjadi “Alat Bukti Yang Sah

Page 74: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Penyidikan Adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Kegiatan penyidikan tindak pidana korupsi bertujuan untuk mencari dan menemukan unsur-unsur tindak pidana korupsi berikut alat bukti yang sah. Dengan demikian dalam kegiatan penyidikan ini diarahkan pada konstruksi pasal-pasal yang disangkakan.

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 109 Ayat (1) KUHAP yang berbunyi : “Dalam hal Penyidik telah mulai melakukan suatu penyidikan peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada Penuntut Umum.” Pemberitahuan tersebut disampaikan oleh Penyidik kepada Penuntut Umum melalui SPDP.

Page 75: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Sasaran / target tindakan Penyidikan adalah mengupayakan PEMBUKTIAN tentang tindak pidana yang terjadi, agar tindak pidananya menjadi terang / jelas dan sekaligus menemukan siapa tersangka pelakunya.

Adapun yang dimaksud dengan “Pembuktian” adalah upaya menyajikan / mengajukan alat-alat bukti yang sah dan barang bukti di depan sidang Pengadilan untuk membuktikan kesalahan terdakwa sesuai dengan Surat Dakwaan Penuntut Umum.

Upaya pembuktian dilakukan dengan cara-cara yang diatur dalam KUHAP, yaitu dengan melakukan kegiatan / tindakan mencari / menemukan / mengumpulkan / menyita alat-alat bukti yang sah dan barang bukti, yang selanjutnya melalui proses penuntutan, alat-alat bukti tersebut oleh Penuntut Umum diajukan ke depan persidangan .

Page 76: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Dari ketentutan tersebut diatas menimbulkan Penafsiran yang berbeda-beda tentang pengertian Pra Penuntutan, yaitu :

1. Pra Penuntutan ditafsirkan sebagai sarana koordinasi antara Penyidik dengan Penuntut Umum sebelum Berkas Perkara dinyatakan lengkap oleh Penuntut Umum.

2. Kewenangan Penuntut Umum untuk memberikan petunjuk dan pengarahan kepada Penyidik untuk kesempurnaan Berkas Perkara.

3. Segala tindakan Penuntut Umum yang dilakukanya, sebelum Berkas Perkara dilimpahkan ke Pengadilan.

Dalam Dalam Pasal 14 Huruf (b) KUHAPPasal 14 Huruf (b) KUHAP menyebutkan bahwa : menyebutkan bahwa :““Penuntut Umum mempunyai wewenang mengadakan Pra Penuntut Umum mempunyai wewenang mengadakan Pra Penuntutan apabila ada kekurangan-kekurangan pada penyidikan Penuntutan apabila ada kekurangan-kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentutan Pasal 110 Ayat (3) dan Ayat (4) dengan memperhatikan ketentutan Pasal 110 Ayat (3) dan Ayat (4) dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan dari dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan dari penyidikan.”penyidikan.”

PRA PENUNTUTAN

Page 77: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

PROSES PRA PENUNTUTAN DI KEJAKSAAN

1. Segera setelah Pihak Kejaksaan menerima Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Penyidik, maka diterbitkan P-16 (Surat Perintah Penunjukan Jaksa Penuntut Umum Untuk Mengikuti Perkembangan Penyidikan Perkara Tindak Pidana).

2. Apabila setelah pengiriman SPDP, namun Penyidik belum juga menyerah-kan hasil penyidikannya kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU), maka pihak Kejaksaan menerbitkan P-17 (Surat Permintaan Perkembangan Hasil Penyidikan)

3. Apabila setelah pengiriman SPDP, Penyidik segera menyerahkan berkas perkara, maka Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang bersangkutan segera memeriksa dan meneliti berkas perkara tersebut.

4. Apabila dan pemeriksaan dan penelitian berkas perkara tersebut, JPU berpendapat masih diperlukan penyempurnaan, maka diterbitkan P-18 dan P-19 untuk penyidik.P-18 : Surat pemberitahuan bahwa hasil penyidikan belum lengkap.P-19 : Surat pengembalian berkas perkara disertai dengan petunjuk

untuk dilengkapi.

Page 78: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

5. Bahwa Penyidik memiliki waktu selama 14 (empat belas) hari untuk melakukan penyidikan tambahan dalam rangka penyempurnaan berkas perkara.

6. Apabila dalam kurun waktu 14 hari, ternyata Penyidik belum menyelesai-kan penyidikan tambahan atau Penyidik belum mengembalikan berkas perkara tersebut ke Kejaksaan, maka pihak Kejaksaan menerbitkan P-20 (Surat Pemberitahuan Bahwa Waktu Penyidikan Tambahan Sudah Habis).

7. P-21 (Surat Pemberitahuan Hasil Penyidikan Sudah Lengkap) diterbit-kan oleh Kejaksaan apabila hasil pemeriksaan dan penelitian berkas perkara yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang ditunjuk untuk mengikuti perkembangan penyidikan memberikan kesimpulan bahwa Berkas Perkara tersebut telah memenuhi syarat FORMIL dan MATERIIL.

8. Apabila setelah diterbitkan P-21, namun Penyidik belum juga menyerah-kan tanggung jawab tersangka berikut barang buktinya kepada Penuntut Umum, maka pihak Kejaksaan segera menerbitkan P-21 A (Surat Pemberitahuan Susulan Hasil Penyidikan Sudah Lengkap) kepada Penyidik, dengan permintaan agar Penyidik segera menyerahkan tanggung jawab tersangka dan barang buktinya dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Page 79: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

PENYIDIK menyerahkan Berkas Perkara Hasil Penyidikan kepada PENUNTUT UMUM. Penyerahan Berkas Perkara dari PENYIDIK kepada PENUNTUT UMUM dilakukan dalam 2 (dua) tahap, yaitu :

Penyerahan Berkas Perkara TAHAP PERTAMA

Penyerahan Berkas Perkara TAHAP KEDUA

TAHAP PERTAMA :

Penyidik hanya menyerahkan Berkas Perkara Hasil Penyidikan

TAHAP KEDUA :

Penyidik menyerahkan tanggung jawab Tersangka dan Barang Bukti

PRA PENUNTUTAN PENUNTUTAN

1

2

Page 80: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

PENERIMAAN BERKAS PERKARA TAHAP-1

Setelah berkas perkara diterima dari Penyidik , tugas Jaksa Penuntut Umum adalah melakukan penelitian berkas perkara yang difokuskan kepada :

1. Kelengkapan formal, yakni meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan formalitas / persyaratan, tata cara penyidikan, yang harus dilengkapi dengan Surat Perintah, Berita Acara. Izin/ Persetujuan Ketua Pengadilan , disamping penelitian kwantitas kelengkapan syarat formal, perlu diteliti pula kwalitan kelengkapan syarat formal, yakni keabsahannya sesuai ketentuan Undang –Undang.

2. Kelengkapan materiil: yakni kelengkapan informasi, data, fakta dan alat bukti yang diperlukan bagi kepentingan pembuktian. Kriteria yang dapat digunakan sebagai tolok ukur kelengkapan materiil antara lain :

Pasal 8 ayat (3) huruf a KUHAP

Page 81: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

YAKNI meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan formalitas / persyaratan, yang diantaranya meliputi : Tatacara penyidikan yang harus dilengkapi dengan surat perintah Berita Acara Izin atau persetujuan pengadilan.

Disamping penelitian kuantitas kelengkapan syarat formil perlu diteliti pula kualitas kelengkapan syarat formal, yakni keabsahannya sesuai ketentuan UU.

KELENGKAPAN FORMIL

Page 82: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

KELENGKAPAN MATERIIL

1. Apa yang terjadi (tindak pidana beserta kwalifikasi dan pasal yang dilanggar);

2. Siapa pelaku, siapa siapa yang melihat, mendengar, mengalami peristiwa itu (tersangka, saksi – saksi/ ahli);

3. Bagaimana perbuatan itu dilakukan (modus operandi);4. Dimana perbuatan itu dilakukan (locus delicti);5. Bilamana perbuatan dilakukan (tempus delicti)6. Akibat apa yang ditimbulkannya (ditinjau secara victimologis)7. Apa yang hendak dicapai dengan perbuatan itu (motivasi yang

mendorong pelaku).8. Kelengkapan materiil terpenuhi bila segala sesuatu yang

diperlukan bagi kepentingan pembuktian telah tersedia sebagai hasil penyidikan.

Page 83: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

PENERIMAAN BERKAS PERKARA TAHAP-2

TERSANGKA BARANG BUKTI

PENYERAHAN TANGGUNG JAWAB

Penerimaan tersangka dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana kebenaran tentang : Keterangan-keterangan tersangka dalam BAP; Identitas tersangka (guna mencegah terjadinya Error in Persona; status tersangka (ditahan/tidak, Residivis atau pemula) maupun kemungkinan ada tambahan keterangan dari tersangka.

HAL-HAL YANG PERLU DITELITI :

1. Kuantitas (jumlah, ukuran, takaran/timbangan atau satuan lainnya)

2. Kualitas (harga, nilai , mutu, kadar dan lain lain)

3. Kondisi (baik, rusak, lengkap/ tidak lengkap).

Pasal 8 ayat (3) huruf b KUHAP

Page 84: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

PENUNTUTAN

Adalah tindakan PENUNTUT UMUM untuk melimpahkan perkara Adalah tindakan PENUNTUT UMUM untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang dengan permintaan supaya cara yang diatur dalam undang-undang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh HAKIM di sidang pengadilan.diperiksa dan diputus oleh HAKIM di sidang pengadilan.

““Penuntut Umum berwenang melakukan Penuntut Umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu tindak pidana didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke Pengadilan yang melimpahkan perkara ke Pengadilan yang berwenang mengadiliberwenang mengadili””

( Pasal 137 KUHAP )( Pasal 137 KUHAP )

““Penuntut Umum melimpahkan perkara ke Penuntut Umum melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri dengan permintaan agar Pengadilan Negeri dengan permintaan agar segera mengadili perkara tersebut disertai segera mengadili perkara tersebut disertai dengan Surat Dakwaandengan Surat Dakwaan””

( Pasal 143 ayat (1) KUHAP )( Pasal 143 ayat (1) KUHAP )

Page 85: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

PROSES PENUNTUTAN DI KEJAKSAAN

1. Setelah PENYIDIK menyerahkan tanggung jawab tersangka berikut barang buktinya ke Kejaksaan, maka pada saat itu juga JPU melakukan Pemeriksaan terhadap Tersangka dan barang Bukti (Formulir Model : BA-15)

2. Selanjutnya diterbitkan Surat Perintah Penunjukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Untuk Penyelesaian Tindak Pidana (Formulir Model : P-16 A)

3. Berkaitan dengan penahanan terdakwa, maka diterbitkan Surat Perintah Penahanan / Pengalihan Jenis Penahanan (Formulir Model : T-7)

4.4. Dalam hal dilakukan penahanan, maka Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dalam hal dilakukan penahanan, maka Jaksa Penuntut Umum (JPU) melakukan penahanan terhadap Tersangka di Rumah Tahanan melakukan penahanan terhadap Tersangka di Rumah Tahanan (RUTAN) setempat.(RUTAN) setempat.

5.5. JPU merubah dan menyempurnakan Rencana Dakwaan (RENDAK) JPU merubah dan menyempurnakan Rencana Dakwaan (RENDAK) menjadi Surat Dakwaan (Formulir Model : P-29).menjadi Surat Dakwaan (Formulir Model : P-29).

6.6. Setelah Surat Dakwaan sempurna, JPU melimpahkan perkara ke Setelah Surat Dakwaan sempurna, JPU melimpahkan perkara ke Pengadilan disertai dengan Formulir Model : P-31 (Tanda Terima Surat Pengadilan disertai dengan Formulir Model : P-31 (Tanda Terima Surat Pelimpahan Perkara Acara Pemeriksaan Biasa).Pelimpahan Perkara Acara Pemeriksaan Biasa).

Pelimpahan tersebut meliputi : Berkas Perkara, Surat Dakwaan, Barang Pelimpahan tersebut meliputi : Berkas Perkara, Surat Dakwaan, Barang BuktiBukti

Page 86: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

7. Setelah JPU menerima “Penetapan Hari Sidang” dari Pengadilan Negeri, maka JPU membuat dan mengirimkan Surat Panggilan kepada: Saksi - Saksi (Formulir Model : P-37) Terdakwa (Formulir Model : P-38)Guna hadir di persidangan pada hari yang telah ditetapkan

8. JPU menghadiri seluruh proses persidangan di Pengadilan Negeri

9. JPU membuat dan menyampaikan Surat Tuntutan (Formulir Model : P-42)

10. JPU menyampaikan sikap terhadap Putusan Majelis Hakim.- Menerima Putusan Majelis Hakim- Melakukan upaya hukum (Formulir Model : P-46)

11. JPU melaksanakan eksekusi terhadap Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (Formulir Model : P-48)

Page 87: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

ALAT BUKTI YANG SAH & BARANG BUKTI

Dalam praktik hukum / praktik penegakan hukum, ternyata bahwa para Pejabat Penyidik pada saat mulai mengayunkan langkah pertamanya dalam melakukan PENYIDIKAN maka secara otomatis dan secara langsung sudah terkait dan sudah terikat dengan ketentuan-ketentuan pembuktian yang diatur dalam KUHAP. Bahkan yang menjadi target penting dalam kegiatan penyidikan adalah upaya mengumpulkan alat-alat pembuktian untuk membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi.

Demikian pula dalam hal Penyidik menentukan seseorang berstatus tersangka, setidak-tidaknya penyidik harus sudah menguasai alat pembuktian yang disebut “BUKTI PERMULAAN” selanjutnya apabila penyidik sudah melakukan upaya paksa, misalnya : penahanan terhadap orang yang dianggap sebagai pelaku tindak pidana (tersangka), maka tindakan penyidik tersebut paling kurang harus didasarkan pada “BUKTI YANG CUKUP”

Page 88: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Dengan demikian, meskipun upaya pembuktian yang paling penting dan menentukan itu adalah pada tingkat pemeriksaan perkara di muka sidang pengadilan, namun upaya pengumpulan sarana pembuktian itu sudah berperan dan berfungsi pada saat penyidik mulai melakukan tindakan penyidikan.

Dalam proses PENUNTUTAN, terutama pada saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyusun Surat Dakwaan, semuanya itu sangat dipengaruhi dan didasarkan pada kesempurnaan serta keberhasilan tindakan penyidikan, terutama dalam upaya Penyidik mengumpulkan sarana pembuktian yang akan disajikan atau diajukan oleh JPU di depan sidang Pengadilan.

Dengan kata lain, keberhasilan penyidikan akan mendukung keberhasilan tindakan penuntutan, dan keberhasilan tindakan penuntutan akan menghasilkan PUTUSAN Pengadilan yang adil sebagaimana diupayakan oleh Penyidik dan dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum dan didambakan oleh Pencari Keadilan.

Page 89: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

ALAT BUKTI

Alat Bukti Yang Sah sebagaimana tercantum dalam Pasal 184 KUHAP adalah sebagai berikut :

1 KETERANGAN SAKSI

2 KETERANGAN AHLI

3

4

5

S U R A T

PETUNJUK

KETERANGAN TERDAKWA

Page 90: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

KETERANGAN SAKSI

Adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana berupa keterangan saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri, dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.

Keterangan Saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di muka Sidang Pengadilan.

Keterangan dari saksi yang tidak disumpah, meskipun sesuai satu dengan yang lain bukan merupakan alat bukti yang sah. (Pasal 185 ayat 7 KUHAP).

Keterangan Saksi yang diberikan dalam pemeriksaan penyidikan tersebut diberikan dibawah sumpah (Pasal 116 ayat 1), maka keterangan saksi itu berlaku sebagai alat bukti yang sah.

Keterangan Saksi kepada Penyidik yang dituangkan dalam BAP berlaku sebagai alat bukti “SURAT” (Pasal 187 huruf b atau d KUHAP)

Tidak berlaku sebagai Keterangan Saksi, apabila keterangan itu diperoleh dari orang lain (testimonium de auditu)

Saksi a charge : Saksi yang memberatkan Terdakwa.

Saksi a de charge : Saksi yang meringankan Terdakwa.

Page 91: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

KETERANGAN AHLI

Adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki “KEAHLIAN KHUSUS” tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan (di Sidang Pengadilan)

Keterangan Ahli adalah apa yang seorang AHLI nyatakan di Sidang Pengadilan. (Pasal 186 KUHAP)

Keterangan Ahli dapat diberikan pada waktu pemeriksaan oleh Penyidik atau Penuntut Umum yang dituangkan dalam bentuk “Laporan” dan dibuat “Dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.”

Jika hal tersebut tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh Penyidik atau Penuntut Umum, maka pada waktu pemeriksaan di Sidang Pengadilan diminta untuk memberikan keterangan dan dicatat dalam BAP (Sidang). Keterangan tersebut diberikan setelah ia (orang ahli) mengucapkan sumpah atau janji dihadapan Hakim.

Dalam hal Penyidik untuk kepentingan Peradilan menangani seorang korban, baik luka, keracunan, ataupun mati diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan “Keterangan Ahli” kepada Ahli Kedoketran Kehakiman (Kedokteran Forensik) atau dokter dan/atau ahli lainnya (Pasal 133 ayat 1 KUHAP)

Page 92: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

ALAT BUKTI SURATAdalah surat yang dibuat atas kekuatan sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah.

A. Berita Acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh Pejabat Umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat, atau yang dialaminya sendiri disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu.

B. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh Pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggungjawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan.

C. Surat keterangan dari seorang Ahli yang memuat perndapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya.

D. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain. surat

Page 93: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

ALAT BUKTI PETUNJUK

Adalah Perbuatan, Kejadian, atau Keadaan yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana.

Petunjuk dimaksud hanya dapat diperoleh dari :

KETERANGAN SAKSI

S U R A T

KETERANGAN TERDAKWA

PERBUATAN

KEJADIAN

KEADAAN

PETUNJUK

Kekuatan pembuktian alat bukti PETUNJUK sangat ditentukan oleh unsur-unsur subjektif (arif bijaksana, kecermatan, keseksamaan dalam hati nurani) dari Hakim.

Page 94: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

KETERANGAN TERDAKWAAdalah apa yang Terdakwa nyatakan di Sidang Pengadilan tentang perbuatan yang ia lakukan atau ia ketahui sendiri atau ia alami sendiri

Keterangan Terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal didakwakan kepada Terdakwa. ( Pasal 182 ayat 2 KUHAP )

Keterangan Terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain.

1. Bisa berisi pengakuan Tersangka / Terdakwa atas Sangkaan / Dakwaan; atau

2. Bisa berisi pengingkaran / pemungkiran atas Sangkaan / Dakwaan.

KETERANGAN TERDAKWA :

Page 95: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

BARANG BUKTI

Penyitaan :

Adalah serangkaian tindakan Penyidik untuk mengambil alih atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam Penyidikan, Penuntutan, dan Pengadilan.

Berdasarkan pengertian / penafsiran otentik sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 butir 16 KUHAP tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa benda yang disita / benda sitaan yang juga dinamakan “BARANG BUKTI” tersebut adalah berfungsi / berguna untuk kepentingan pembuktian Penyidikan, Penuntutan, dan Pengadilan.

Page 96: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Benda sitaan yang berstatus sebagai barang bukti adalah berfungsi untuk kepentingan pembuktian. Namun apabila dikaitkan dengan keberadaan alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP, maka dapat diketahui secara jelas bahwa barang bukti “tidak termasuk” sebagai alat bukti yang sah.

Meskipun KUHAP tidak memberikan penjelasan secara tersurat (eksplisit) mengenai kedudukan dan fungsi barang bukti (Corpus Delicti), namun apabila hal tersebut dihubungkan dengan pasal-pasal lain dalam KUHAP, maka barang bukti tersebut dapat berubah atau menghasilkan alat bukti yang sah.

Contoh 1 : Penyidik pada waktu melakukan pemeriksaan penyidikan perkara pembuhuhan, penyidik melakukan penyitaan terhadap barang bukti berupa senjata tajam yang diduga digunakan untuk melakukan pembunuhan, baju milik korban, dan sandal dengan bercak darah yang diduga milik pelaku pembunuhan. Kemudian Penyidik mengirimkan mayat dan BB tersebut ke Laboratorium Forensik / Ahli Kedokteran Kehakiman untuk mendapatkan Visum Et Repertum dan laporan/surat keterangan ahli. Atas permintaan Penyidik berdasarkan Pasal 133 jo 86 KUHAP, maka ahli forensik membuat laporan / keterangan hasil pemeriksaannya dalam bentuk “KETERANGAN AHLI” dan Visum Et Repertum. Dengan demikian BB yang disita oleh Penyidik dan BB berupa mayat korban pembunuhan tersebut telah berubah menjadi alat bukti yang sah berupa KETERANGAN AHLI dan Visum Et Repertum (Pasal 184 jo 186 jo 187 huruf c KUHAP)

Page 97: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

Contoh 2 : Dalam perkara pencurian, penggelapan, atau penipuan, apabila Barang Bukti (benda sitaan)dari hasil kejahatan yang berupa perhiasan cincin, gelang, atau kalung diajukan di muka persidangan maka sesuai dengan Pasal 181 KUHAP – HAKIM KETUA Sidang memperlihatkan kepada Terdakwa segala “Barang Bukti” dan menanyakan kepadanya apakah ia mengenal barang itu. Jika perlu BB itu diperlihatkan juga oleh HAKIM KETUA Sidang kepada Saksi. Apabila atas pertanyaan HAKIM KETUA Sidang terdakwa dan saksi memberikan keterangan bahwa mengenal BB yang diajukan di muka persidangan disertai “Penjelasan” yang berkaitan dengan BB tersebut, maka BB tersebut telah berubah menjadi Alat Bukti Yang Sah dalam bentuk “KETERANGAN SAKSI” dan “KETERANGAN TERDAKWA”

Berdasarkan uraian–uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa meskipun Benda Sitaan sebagai Barang Bukti secara yuridis formal tidak termasuk sebagai Alat Bukti Yang Sah, namun dalam proses praktik hukum / praktik peradilan, BB tersebut secara materiil dapat berubah dan berfungsi sebagai Alat Bukti Yang Sah.

Disamping itu keberadaan Barang Bukti di muka persidangan dapat juga berfungsi sebagai sarana untuk mendukung dan memperkuat “KEYAKINAN HAKIM” dalam memutus kesalahan atau menjatuhkan pidana terhadap terdakwa. Atas dasar itu maka dalam proses pemeriksaan di muka persidangan, seringkali HAKIM menunda sidang disebabkan PENUNTUT UMUM tidak/belum mengajukan BB di muka sidang pengadilan.

Page 98: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

`

PROSEDUR PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA PROSEDUR PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSIKORUPSIDI KEJAKSAAN REPUBLIK DI KEJAKSAAN REPUBLIK

INDONESIAINDONESIA

LaporanLaporanMasyarakat/ Masyarakat/ Hasil temuanHasil temuanInstansi lainInstansi lain

DitelaahDitelaah

HasilHasiltelaahtelaah

anan

Tidak ditindak Tidak ditindak lanjutilanjuti

Tidak ada Tidak ada bukti bukti

permulaanpermulaan

Ada Ada

Indikasi Indikasi TPTP

Surat Surat PerintahPerintah

PenyelidikaPenyelidikann

Penunjukan Penunjukan Jaksa Jaksa

PenyelidikPenyelidik

ProsesProsesPenyelidikanPenyelidikan

HasilHasilPenyelidikPenyelidik

anan

Dihentikan Dihentikan PenyelidikanPenyelidikan

Bukan Bukan merupakan merupakan

tindak tindak pidana/tidak pidana/tidak cukup bukticukup bukti

Dikirim ke Dikirim ke Instansi lainInstansi lain

Bukan Bukan merupakan merupakan

tindak pidana tindak pidana korupsikorupsi

Cukup BuktiCukup Bukti

TAHAP TAHAP PENYIDIKANPENYIDIKAN

Page 99: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

`

TAHAP TAHAP PENYIDIKANPENYIDIKAN

Penunjukan Penunjukan Jaksa PenyidikJaksa Penyidik

Surat PerintahSurat PerintahPenyidikanPenyidikan

ProsesProsesPenyidikanPenyidikan

Pemeriksaan Pemeriksaan Saksi, Ahli & Saksi, Ahli & TersangkaTersangka

PenggeledahaPenggeledahan / Penyitaan n / Penyitaan Barang BuktiBarang Bukti

Penahanan Penahanan TersangkaTersangka

Hasil Hasil PenyidikanPenyidikan

SP SP 33

DihentikaDihentikanPenyidiknPenyidik

anan

TAHAP TAHAP PENUNTUTANPENUNTUTAN

Tembusan Tembusan KPKKPK

SPDPSPDP

Cukup BuktiCukup Bukti

Bukan merupakan

tindak pidana / Tidak Cukup

Bukti

Dikembalikan untuk dilengkapi

Penelitian Penelitian kelengkapan kelengkapan

berkasberkas

Berita Acara Berita Acara PendapatPendapat

Lengkap

PenunjukaPenunjukan JPUn JPU

Page 100: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

`

PenunjukaPenunjukan JPUn JPU

Penetapan /Penetapan / Keputusan Keputusan Ketua PN /Ketua PN /

Hakim Hakim Surat Surat

DakwaanDakwaan

Surat Surat PelimpahaPelimpaha

n n PerkaraPerkara

• Dakwaan

• Berkas Perkara

• Barang bukti

PENGADILAN NEGERIPENGADILAN NEGERI

PembacaaPembacaan Tuntutann Tuntutan

Surat Surat TuntutanTuntutan

Proses Proses

PersidangPersidanganan

PutusanPutusan

UPAYA UPAYA HUKUHUKU

MM

Satu Pihak Tidak

Menerima

Sikap Sikap Kedua Kedua belah belah pihakpihak

EksekusiEksekusi

Kedua Pihak

Menerima

UPAYA HUKUMUPAYA HUKUM• BandingBanding• KasasiKasasi• Kasasi Demi Kasasi Demi

Kepentingan Kepentingan HukumHukum

• GrasiGrasi• Peninjauan Peninjauan

KembaliKembali

Page 101: Materi Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus Tipikor

MEJA MAJELIS HAKIM

MEJA

PENU

NTU

T UM

UM M

EJA

PEN

ASI

HA

T H

UK

UM

KURSI SAKSI / AHLI

PENGUNJUNG SIDANG

Penu

ntut

Um

um

Hakim Ketua Hakim AnggotaHakim Anggota

Panitera

Kursi Pemeriksaan

Terd

akw

aPe

nasi

hat H

ukum

Rohaniawan

Panji Pengayoman


Related Documents