YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript

Modul Alergi ImunologiMAKALAH VAKSIN PERTUSISKelompok 6

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA April 2012

DAFTAR ISI

BAB IPENDAHULUANLATAR BELAKANGTUJUANSASARAN

BAB IIPENGGOLONGAN VAKSIN

BAB IIIPENGELOLAAN VAKSINPENYIMPANAN VAKSINPENGGUNAAN VAKSINEFEK SAMPING VAKSININDIKASI DAN KONTRA INDIKASI VAKSIN

BAB IVPENUTUP

BAB VDAFTAR PUSTAKA

BAB 1PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANGVaksinasi adalah suatu tindakan dimasukannya suatu mikroorganisme kedalam tubuh sehingga terjadi produksi antibodi atau respon imun humoral terhadap mikroorganisme penyebab infeksi atau terhadap toksinnya.Kita mengenal mikroorganisme patogen dalam bentuk virus, bakteri, fungi, protozoa, dan cacing. Sampai saat ini hanya vaksin bakteri dan virus saja yang sudah berhasil dibuat. Dalam makalah ini kita akan membahas mengenai vaksin pertusis , sebelum membahas mengenai vaksin pertusis alangkah baiknya kita mengenal apa itu pertusis.Pertusis (batuk rejan, whooping cough) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri pada saluran pernafasan oleh bakteri Bordetella pertussis. Vaksin pertusis sendiri terdiri dari dead vaccine dalam bentuk whole cell-organism, atau bentuk acellular yang berisi protein toksin yang dimurnikan , dicampur dengan beberapa antigen lain.Pertusis dapat diderita oleh orang dari semua kelompok usia, tetapi mungkin serius sekali pada bayi. Penyakit ini dapat dicegah dengan imunisasi pada usia dua, empat dan enam bulan. Injeksi booster diperlukan untuk anak yang berusia 4 tahun serta anak remaja dan orang dewasa yang sedang tinggal dan bekerja dengan anak-anak kecil.

II. TUJUANDengan dibuatnya makalah ini kita ingin mengedukasikan kepada para pembaca mengenai apa itu pertusis, bagaimana gejala-gejalanya, serta bagaimana cara menghindari maupun untuk pengobatannya.

III. SASARAN Semua kelompok usia karena pertusis dapat menyerang siapa saja, tetapi mungkin serius sekali pada bayi.Orang dewasa yang sedang tinggal dan bekerja dengan anak-anak kecil.

IV. PENGERTIANVaksin pada prinsipnya adalah suspense mikroorganisme yang dilemahkan (attenuated) ataupun dimatikan (killed), yang bisa berupa bakteri, virus, maupun protein antigenic dari berbagi organisme. Vaksin ini diberikan pada manusia dengan tujuan untuk mencegah, meringankan, ataupun mengobati berbagai penyakit menular. Vaksin sendiri adalah imunogen (antigen) bagi tubuh. Namun, dengan perkembangan bioteknologi yang ada, imunogen-imunogen ini dapat dimodifikasi dan dimasukkan ke dalam tubuh, tanpa menyebabkan sakit pada kondisi normal dan sehat. Saat antigen ini dimasukkan ke dalam tubuh, maka system imun tubuh akan membuat respon untuk mengenali antigen tersebut, dan diingat sebagi memori, sehingga pada pajanan yang kedua kali dan seterusnya, antibody-antibodi yang telah terbentuk akan mampu mengenali pathogen tertentu secara spesifik.1Pertusis merupakan infeksi saluran pernapasan yang akut dan menular. Pada umumnya, pertusis ini menginfeksi anak kecil. Pathogen yang ditimbulkan disebabkan oleh terinfeksinya anak oleh Bordetella pertusis. Penyakit ini memiliki nama lain berupa tussis quinta, whooping cough, atau batuk rejan.Setelah periode inkubasi sekitar dua minggu, akan terdapat catarrhal stage untuk sekitar dua minggu yang bisa berupa demam ringan, bersin, hidung berair, ataupun batuk kering. Setelah fase tersebut, akan timbul paroxysmal stage yang berlangsung selama tiga sampai empat minggu. Kondisi yang ditampilkan sangat khas sesuai dengan nama stase, yaitu batuk paroksismal. Batuk tipe ini adalah di mana pasien mengalami inspirasi dalam, kemudian diikuti dengan batuk pendek, cepat dan berurutan. Hal ini akan berlanjut sampai udara lepas dari paru dan akan diakhiri dengan suara batuk yang panjang. Inspirasi yang dilakukan akan berbunyi. Hal ini disebabkan oleh adanya penutupan glottis spasmodic. Stadium akhir dari penyakit ini disebut convalescent stage. Pada stase ini, gejala paroksismal akan berkurang dan pada akhirnya akan hilang.Pasien pada penyakit ini bisa saja mengalami komplikasi pada alat pernapasan, alat pencernaan serta pada susunan saraf. Komplikasi pada alat pernapasan bisa berupa otitis media, bronchitis, bronkopenumonia, atelektasis, empisema, bronkiektasis, serta pemburukan tuberculosis. Kondisi lanjut pada saluran pencernaan bisa bermanifestasi berupa emasiasi, prolapsus rectum, hernia, ulkus di ujung lidah, serta stomatitis. Selain itu, pasien bisa mengalami epistaksis hemoptisis serta perdarahan subkonjungtiva. Terapi yang diberikan pada umumnya berupa simptomatis. Pemberian antibiotika untuk mengatasi infeksi, tetrasiklin bisa untuk mengatasi stomatitis. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan vaksinasi pertusis.2Di Indonesia, vaksinasi untuk pencegahan pertusis dilaksanakan secara terprogram dan diberikan bersama vaksin difteri serta tetanus, atau sering disebut dengan vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus). Ketiga kombinasi vaksin ini juga sering disebut dengan vaksin tripel.Vaksin pertusis sendiri merupakan sebuah suspense organism Bordetella pertussis yang dimatikan (vaksin sel-utuh) atau fraksi dari organism tersebut (disebut : aselular). Vaksin ini bisa berupa cair maupun yang dapat teradsorbsi pada alumunimun hidroksida, aluminium fosfat dan teresuspensi. Vaksin pertusis yang aselular merupakan vaksin pertusis yang dibuat dari kkomponen antigenic Bordotella pertusis yang dimurnikan. Vaksin aselular ini biasanya akan lebih sedikit memberikan efek samping dari pada sel utuh yang dimatikan.Vaksin DPT sendiri diberikan sesuai dengan jadwal yang disarankan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada tahun 2004, yaitu pada bulan ke-2, ke-4, ke-6, ke-18 serta pada tahun ke-5 pasca partus.3

BAB IIPENGELOLAAN VAKSIN

Vaksin pertusis (The original pertussis vaccine) adalah suatu killed whole organism; cellular vaccine ini sangat efektif dan melindungi sekitar 90% vaccine dari komplikasi hebat, akan tetapi vaksin ini diperkirakan dapat menyebabkan kelainan neurologis pada sebagian kecil anak., sehingga tidak diberikan pada anak dengan progressive neurological disorders.Suatu subunit vaccine telah dibuat dan digunakan secara luas; acellular vaksin ini dibuat dari pertussis toxins, dan kurang protektif dibandingkan intact but non-living pertussis vaccine. Bentuk vaksin subunit dari vaksin pertusis ini adalah vaksin DTP.4DTP adalah vaksin untuk penyakit diphtheria, tetanus, dan pertusis. Vaksin diphtheria dan tetanus adalah suatu toxoid yang merupakan purified protein yang tidak memberikan danger signal. Kedua vaksin tersebut dikombinasi dengan vaksin pertusis, suatu intact but non-living organisms yang dapat merangsang imunitass alamiah, sehingga dalam bentuk DTP, respon imun akan diperbaiki. Difteri sendiri adalah penyakit tersumbatnya jalan napas akibat bakteri Corynebacterium Diphteriae menghasilkan eksotoksin yang mengakibatkan reaksi inflammasi dan terbentuknya pseudomembran yang menutupi jalan napas.Tetanus juga disebabkan oleh bakteri yaitu Clostridium tetani. Ia adalah penyakit syaraf yang dicirikan kejang-kejang di berbagai bagian tubuh. Infeksi Clostridium tetani tergolong unik karena hanya masuk lewat luka. Saat seseorang terluka, terdapat serabut syaraf yang terpapar ke udara luar. Dari sinilah Clostridium tetani masuk dan merambat ke berbagai bagian syaraf lainnya. Akibat paling parah adalah penyerangan ke otak, pusat dari syaraf sehingga bisa mematikan.Vaksin DPT(Difteri, Pertusis, Tetanus) adalah vaksin yang terdiri dari toxoid difteri dan tetanus yang dimurnikan serta bakteri pertusis yang telah di inaktivasi. Dan terabsorbsi kedalam 3mg/ml aluminium fosfat. Potensi vaksin per dosis tunggal adalah 4 IU pertusis. Vaksin ini dalam bentuk cairan. Vaksin DPTyang telah di buka boleh digunakan selama 4 minggu, dengan ketentuan : vaksin belum kadaluarsa vaksin disimpan dalam suhu 2-8C tidak pernah terendam air sterilitasnya terjaga.5

DTP merupakan vaksin yang paling mungkin menyebabkan demam. Hal ini disebabkan komponen vaksin Pertusis di dalamnya. Karenanya DTP disempurnakan menjadi DTaP dengan memilih bagian terpenting dari kuman pertusis. Namun penyempurnaan ini melalui proses rekayasa genetik sehingga harga vaksin DTaP jauh lebih mahal dari DTwP (DTP yang pertama).Terdapat dua jenis vaksin DTP yaitu:1DTwP (diphtheria, tetanus and whole-cell pertussis) = vaksin DTP yang berisi sel bakteri Pertusis utuh terdiri dari ribuan antigen, termasuk antigen yang tidak diperlukan, sehingga sering menimbulkan reaksi panas tinggi, bengkak, merah, nyeri ditempat suntikan 2.DTaP (diphtheria, tetanus, acellullar pertussis) = vaksin DTP yang berisi bagian bakteri pertusis yang tidak utuh dan hanya mengandung sedikit antigen yang dibutuhkan saja, sehingga jarang menimbulkan reaksi tersebut. Karena proses pembuatan DTaP lebih rumit, maka harganya jauh lebih mahal.

BAB IIIPENGELOLAAN VAKSIN

I. PENYIMPANAN VAKSINVaksin adalah produk biologis yang terbuat dari kuman, komponen kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan yang berguna untuk merangsang timbulnya kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu.6 Semua vaksin merupakan produk biologis yang rentan sehingga memerlukan penanganan khusus. Berselang suatu waktu, vaksin akan kehilangan potensinya, yaitu kemampuan untuk memberikan perlindungan terhadap suatu penyakit.7 Beberapa situasi yang mempengaruhi vaksin antara lain: pengaruh kelembaban (humidity effect).Kelembaban hanya berpengaruh terhadap vaksin yang disimpan terbuka atau penutupnya tidak sempurna (bocor), pengaruh kelembaban sangat kecil dan dapat diabaikan jika kemasan vaksin baik, misalnya dengan kemasan ampul atau botol tertutup kedap (hermatically sealed ).8Pengaruh suhu (temperature effect).Suhu adalah faktor yang sangat penting dalam penyimpan vaksin karena dapat menurunkan potensi maupun efikasi vaksin yang bersangkutan apabila disimpan pada suhu yang tidak sesuai.8 Suhu penyimpanan vaksin yang tepat akan berpengaruh terhadap umur vaksinsebagaimana tabel berikut:

Tabel tersebut menunjukan bahwa untuk jenis vaksin sensistif panas dapat disimpan pada lemari es dan freezer. Umur vaksin polio akan lebih lama bila disimpan pada suhu freezer jika dibandingkan bila disimpan pada suhu lemari es. Apabila terjadi penyimpangan terhadap suhu penyimpanan yang direkomendasikan, maka akan berpengaruh terhadap umur vaksin, sebagaimana tabel berikut:

b. Pengaruh sinar matahari (sunlight effect).Setiap vaksin yang berasal dari bahan biologi harus dilindungi dari terhadap pengaruh sinar matahari langsung maupun tidak langsung, sebab bila tidak demikian, maka vaksin tersebut akan mengalami kerusakan dalam waktu singkat.9 Kemasan vaksin saat ini disertai dengan label VVM (vaccine vial monitoring) yang berfungsi sebagai indikator paparan panas, sehingga petugas dengan mudah dapat mengenali vaksin yang telah terpapar suhu panas dengan membaca perubahan pada label VVM.10

Penyimpanan VaksinAgar vaksin tetap mempunyai potensi yang baik sewaktu diberikan kepada sasaran maka vaksin harus disimpan pada suhu tertentu dengan lama penyimpanan yang telah ditentukan di masing-masing tingkatan administrasi. Cara penyimpanan untuk vaksin sangat penting karena menyangkut potensi dan daya antigennya. Dibawah ini merupakan gambaran tentang lama penyimpanan vaksin disetiap tingkatan:

Susunan vaksin dalam lemari es harus diperhatikan karena suhu dingin dari lemaries/freezer diterima vaksin secara konduksi.

Vaksin yang berasal dari virus hidup (polio,campak) pada pedoman sebelumnya harus disimpan pada suhu di bawah 0oC. Dalam perkembangan selanjutnya, hanya vaksin polio yang masih memerlukan suhu di bawah 0oC di provinsi dan kabupaten/kota, sedangkan vaksin campak dapat disimpan di refrigerator pada suhu 2-8 oC. Adapun vaksin lainnya harus disimpan pada suhu 2-8 oC.11-12

Kerusakan vakisin di bawah suhu 0oCDPT-Hep B-0,5 oCMaks Jam

DPT, DT-5 oC s/d -10 oCMaks 1,5 s/d 2 jam

(Thermo Stability of Vaccines, WHO, 1998)

Stabilitas vaksinKategori+37 oC+25 oC+5 oC

DPT14 Hari90 Hari 3 Tahun

Hal-Hal yang perlu diperhatikan:1. Pengaruh Suhu: Dapat menurunkan potensi dan efikasi vaksin, jika disimpan pada suhu yang tidak sesuai.2. Pengaruh Sinar Matahari: Usahakan agar vaksin tidak terkena sinar Matahari langsung.3. Pengaruh Kelembaban: Apabila kemasannya sudah baik, maka pengaruh kelembaban sangat kecil, misalnya menggunakan botol atau ampul yang tertutup kedap.Pembekuan saat penyimpanan1. Kesalahan Pada Perawatan Thermostat pada lemari es yang tidak berfungsi dengan benar Thermometer pengukur suhu pada lemari es tidak valid 2. Ketidaktahuan Petugas (Human Error) Paradigma petugas bahwa lebih dingin akan lebih baik Sering merubah posisi thermostat Petugas Baru:- Ketidaktahuan sifat vaksin- Ketidaktahuan tata cara penyimpanan vaksin- Ketidaktahuan packaging vaksin3. Penyimpanan vaksin yang padat sehingga tidak mempunyai ruang sirkulasi.Pembekuan saat pengepakanTerjadi karena tidak mengikuti petunjuk, bahwa Cold Pack harus dikeluarkan dulu dari freezer dan tunggu selama 30 menit sampai 1 jam baru kemudian masuk ke dalam box vaksin. Yang terjadi di lapangan: Dengan alasan karena waktu mendesak, tidak sempat melakukan aturan yang dianjurkan sehingga cold pack dari freezer langsung masuk ke dalam box vaksin. Sehingga aturan penggunaaan Cold Pack untuk Freeze Sensitive Vaccine di rubah menjadi Cool Pack.

Mencegah pembekuan vaksin1.Lemari Es dengan Buka Atas Selalu letakkan vaksin yang peka pembekuan (DTP, DT, DTP-HB jauh dari evaporator. Beri jarak 1- 2 cm antar kotak vaksin untuk sirkulasi udara Letakkan termometer dan Freeze-Tag di antara kotak vaksin yang peka pembekuan. 2. Lemari Es Rumah Tangga (Tidak direkomendasikan) Selalu letakkan vaksin yang peka pembekuan (DTP, DT, DTP-HB) jauh dari evaporator. Jangan letakkan vaksin di pintu. Beri jarak 1-2 cm antar kotak vaksin untuk sirkulasi udara. Letakkan termometer dan freeze tag diantara kotak vaksin yang peka pembekuan. Selalu letakkan botol berisi air (cool pack) di bagian bawah lemari es.Pemeliharaan lemari es1.Perawatan Harian Periksa dan catat suhu lemari 3 x sehari pagi, siang, dan sore. Periksa kondisi Freeze-Tag. Hindarkan seringnya buka tutup pada lemari es. Bila suhu sudah stabil antara 2-8 oC pada lemari es atau -15 s/d -25 oC pada freezer. Posisi termostat jangan diubah-ubah dan agar diberi selotip.

2.Perawatan Mingguan Periksa kestabilan bunga es pada dinding bagian dalam lemari es. Bersihkan bagian luar lemari es untuk menghindari karat. Periksa steker listrik pada stop kontak, jangan sampai kendor. 3.Perawatan Bulanan Bersihkan bagian dalam lemari es. Bersihkan kerapatan karet pintu. Bersihkan engsel pintu, bila perlu diberi pelumas. Bersihkan karet pintu, bila perlu beri bedak.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan vaksin

1. Vaksin tidak boleh dikeluarkan dari refrigerator/freezer kecuali untuk pemakaian atau pengiriman.2. Pintu refrigerator jangan terlalu sering dibuka (WHO menganjurkan maksimum 4 x sehari).3. Vaksin harus disimpan di refrigerator /freezer segera setelah diterima.4. Setiap personil/staf yang bertanggung jawab terhadap penanganan vaksin harus mengetahui cara penyimpanan yang benar.5. Refrigerator/freezer hanya dipergunakan untuk penyimpanan vaksin saja.6. Proses defrost harus dilakukan jika terjadi penumpukan es lebih dari 1 cm, dan selama proses pendefrosan vaksin harus disimpan pada vaccine carrier box dan dimonitor suhunya.7. Harus ditunjuk seorang personil dan cadangan untuk bertanggung jawab terhadap penanganan vaksin.8. Setiap penyimpanan vaksin harus mempunyai alat pengukur suhu yang disertifikasi dan dikalibrasi.9. Seluruh pengukur suhu tersebut harus tersambung pada sistem alarm.10. Suhu harus dicatat 3x sehari untuk memastikan suhu yang sesuai dengan persyaratan dan setiap personil yang menangani vaksin harus mengetahui batas rendah & tinggi suhu yang diisyaratkan.11. Setiap personil tersebut harus mendapatkan training tentang pentingnya penanganan & transportasi vaksin yang baik.12. Penyimpanan vaksin harus memungkinkan aliran sirkulasi udara yang baik untuk setiap produk. 13. Diluent harus disimpan pada suhu kamar.14. Seluruh vaksin jerap harus disimpan di tempat yang terhindar dari suhu beku dan kontak langsung dengan es.

II. PENGGUNAAN VAKSINJadwal Imunisasi Oleh IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia):

VaksinasiUsia jadwal pemberianBooster fungsi

DPT2 bulan dosis 14 bulan dosis 26 bulan dosis 318 bulan booster 15 tahun booster 2Difteri,pertusis,tetanus

Vaksin DTP diberikan pada umur > 6 minggu. Dapat diberikan vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan Hepatitis B atau Hib. Ulangan DTP umur 18 bulan dan 5 tahun.Jadwal imunisasi.13Cara PemberianVaksin harus dikocok dulu untuk menghomogenkan suspense. Vaksin harus disuntikkan secara intramuskuler atau secara subkutan yang dalam. Bagian anterolateral paha atas merupakan bagian yang direkomendasikan untuk tempat penyuntikan. (Penyuntikan di bagian pantat pada anak-anak tidak direkomendasikan karena dapat mencederai syaraf pinggul). Tidak boleh disuntikkan pada kulit karena dapat menimbulkan reaksi local. Satu dosis adalah o,5 ml. Pada setiap penyuntikan harus digunakan jarum suntik dan syringe yang steril.Vaksin DPT adalah vaksin 3-in-1 yang bisa diberikan kepada anak yang berumur kurang dari 7 tahun. Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk suntikan, yang disuntikkan pada otot lengan atau paha. Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II) dan 4 bulan (DPT III); selang waktu tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT ulang diberikan 1 tahun setelah DPT III dan pada usia prasekolah (5-6 tahun).

Jika anak mengalami reaksi alergi terhadap vaksin pertusis, maka sebaiknya diberikan DT, bukan DPT. Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal, sebaiknya diberikan booster vaksin DPT pada usia 14-16 tahun kemudian setiap 10 tahun (karena vaksin hanya memberikan perlindungan selama 10 tahun, setelah 10 tahun perlu diberikan booster).

Hampir 85% anak yang mendapatkan minimal 3 kali suntikan yang mengandung vaksin difteri, akan memperoleh perlindungan terhadap difteri selama 10 tahun.

III. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI

IndikasiUntuk Imunisasi secara simultan terhadap difteri, tetanus dab batuk rejam.

KontraindikasiTerdapat beberapa kontra indikasi yang berkaitan dengan suntikan pertama DTP. Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala-gejala serius keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi dari komponen pertussis. Imunisasi DTP kedua tidak boleh diberikan kepada anak yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama DTP. Komponen pertussis harus dihindarkan, dan hanya dengan diberi DT untuk meneruskan imunisasi ini. Untuk individu penderita HIV baik dengan gejala maupun tanpa gejala harus diberi imunisasi DTP sesuai dengan standar jadual tertentuJika anak sedang menderita sakit yang lebih serius dari pada flu ringan, imunisasi DPT bisa ditunda sampai anak sehat. Jika anak pernah mengalami kejang, penyakit otak atau perkembangannya abnormal, penyuntikan DPT sering ditunda sampai kondisinya membaik atau kejangnya bisa dikendalikan.

IV. EFEK SAMPING VAKSINDPT sering menyebakan efek samping yang ringan, seperti demam ringan atau nyeri di tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi karena adanya komponen pertusis di dalam vaksin. Pada kurang dari 1% penyuntikan, DPT menyebabkan komplikasi berikut: Demam tinggi (lebih dari 40,5 Celsius) Kejang Kejang demam (resiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah mengalami kejang atau terdapat riwayat kejang dalam keluarganya) Syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon).1-2 hari setelah mendapatkan suntikan DPT, mungkin akan terjadi demam ringan, nyeri, kemerahan atau pembengkakan di tempat penyuntikan. Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan demam, bisa diberikan asetaminofen (atau ibuprofen). Untuk mengurangi nyeri di tempat penyuntikan juga bisa dilakukan kompres hangat atau lebih sering menggerak-gerakkan lengan maupun tungkai yang bersangkutan.Reaksi yang terjadi setelah pemberian imunisaasi adalah demam ringan/sedang disertai rasa ngantuk , rewel , menangis , tidak nafsu makan , muntah yang muncul beberapa jam setelah imunisasi dan biasanya hilang spontan. Abses dan rasa nyeri pada tempat suntikkan 1-2 hari , kadang reaksi yang berat juga terjadi seperti demam dan kejang . hal ini biasanya disebabkan oleh unsure pertusisnya. Kontra indikasi vaksin DPT ini adalah bila sang anak sakit parah, riwayat kejang bila demam (>38C), dan mempunyai penyakit immunodefisiensi. (IDAI 2001 ; Suririnah,2007)

BAB IVPENUTUPImunisasi DPT adalah upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit Difteri, Pertusis, Tetanus dengan cara memasukkan kuman difteri, pertusis, tetanus yang telah dilemahkan dan dimatikan kedalam tubuh sehingga tubuh dapat menghasilkan antibodi yang pada saatnya nanti digunakan tubuh untuk melawan kuman penyakit tersebut.Saat ini sudah disadari adanya kaitan yang erat antara keadaan psikis, baik mental emosional, dengan sistem neurologi, sistem imun, serta sistem endokrin yang ada dalam setiap individu. Pendekatan ini member pengetahuan kepada kita bahwa unsur-unsur mulai tingkat molekul dan selular saling berkomunikasi satu sama lain.

BAB VDAFTAR PUSTAKA

1. Kamus Kedokteran Dorland.3rd ed. Jakarta; Buku Kedokteran EGC: 2012.2. Wiradharma W, Wiradharma K, Rusli R. konsep dasar vaksinasi. In: Wiradharma K, editor. Jakarta: Sagung Seto; 2012.3. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran. 3rd ed. Jakarta; Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: 2000.4. Wiradharma W, Wiradharma K, Rusli R. konsep dasar vaksinasi. In: Wiradharma K, editor. Jakarta: Sagung Seto; 2012.5. Departemen Kesehatan RI. Panduan Teknis Pengelolaan Vaksin dan Rantai Dingi. Jakarta; Ditjen PP dan PL; 2005.6. Parslow Tristram G. Immunogent, Antigens & Vaccine. In: Medical Immunology.10th Ed. Mc.Graw Hill: A Lange Medical Book; 2003.p.70-75.7. Nossal. Vaccines. In: Fundamental Immunology. 5th Ed. Philadelphia; Lippincott Williams & Wilkins Company USA: 2003.p.1328-30.8. Centers for Disease Control and Prevention. Guidelines for Maintaning and Managing The Vaccine Cold Chain. New York; MMWR: 2003.p.1023-1025.9. World Health Organization .Thermostability of Vaccines; 1998.10. World Health Organization. Getting Started with Vaccine Vial Monitors: Question and Answer on The Fields Operational. New York: Bull WHO; 2002.11. World Health Organization. Ensuring Quality of Vaccines at Country Level- A Guidelines for Health Staff. New York; Bull WHO: 2002.12. World Health Organization. Users Handbook for Vaccine Cold Room or Freezer Room. New York; Bull WHO: 2002.13. Jadwal imunisasi anak . Ikatan Dokter Anak Indonesia. (available at: http://www.idai.or.id/upload/Jadwal_Imunisasi_2011.pdf, accessed on 20th September 2012).

Jadwal Imunisasi Anak Umur 0 18 tahun Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Tahun 2011

Jenis vaksinUmur pemberian vaksin

Bulan TahunLhr 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 24 3 5 6 7 8 10 12 18

Hepatitis B 1 2 3Polio 0 1 2 3 4 5BCG 1DTP 1 2 3 4 5 6 (Td) 7 (Td)Hib 1 2 3 4PCV 1 2 3 4Rotavirus 1 2 3Influenza Diberikan 1 kali per tahun

Campak 1 2MMR 1 2Tifoid Ulangan tiap 3 tahun

Hepatitis A 2 kali, interval 6-12 bulan

Varisela 1 kali

HPV* 3 kali*HPV = Human Papilloma Virus

KeteranganVaksin Hepatitis B diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahirVaksin Polio diberikan pada kunjungan pertama. Bayi yang lahir di RB/RS diberikan vaksin OPV saat

bayi dipulangkan untuk menghindari transmisi virus vaksin kepada bayi lain. Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dapat diberikan vaksin OPV atau IPV.

Vaksin BCG optimal diberikan pada umur 2 sampai 3 bulan. Bila vaksin BCG akan diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin. Bila uji tuberkulin pra-BCG tidak dimungkinkan, BCG dapat diberikan, namun harus diobservasi dalam 7 hari. Bila ada reaksi lokal cepat di tempat suntikan (accelerated local reaction), perlu dievaluasi lebih lanjut (diagnostik TB).

Vaksin DTP diberikan pada umur > 6 minggu. Dapat diberikan vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan Hepatitis B atau Hib. Ulangan DTP umur 18 bulan dan 5 tahun. Program BIAS: disesuaikan dengan jadwal imunisasi Kementerian Kesehatan. Untuk anak umur di atas 7 tahun dianjurkan vaksin Td.

Vaksin Campak diberikan pada umur 9 bulan, vaksin penguat diberikan pada umur 5-7 tahun. Program BIAS: disesuaikan dengan jadwal imunisasi Kementerian Kesehatan.

VaksinPneumokokus

dapat diberikan pada umur 2, 4, 6, 12-15 bulan. Pada umur 7-12 bulan, diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan; pada umur > 1 tahun diberikan 1 kali, namun keduanya perlu dosis ulangan 1 kali pada umur > 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali

VaksinRotavirus

monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14 minggu, dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin rotavirus monovalen selesai diberikan sebelum umur 16 minggu dan tidak melampaui umur 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen : dosis ke-1 diberikan umur 6-12 minggu, interval dosis ke-2, dan ke-3 4-10 minggu, dosis ke-3 diberikan pada umur < 32 minggu (interval minimal 4 minggu).

Vaksin Varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, terbaik pada umur sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada umur > 12 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.

Vaksin MMR dapat diberikan pada umur 12 bulan, apabila belum mendapat vaksin campak umur 9 bulan. Selanjutnya MMR ulangan diberikan pada umur 5-7 tahun.

Vaksin Influenza diberikan pada umur > 6 bulan, setiap tahun. Untuk imunisasi primer anak 6 bln < 9 tahun diberi 2 x dengan interval minimal 4 minggu

Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur 10 tahun. Jadwal vaksin HPV bivalen 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen 0,2,6 bulan.