YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
Page 1: Makalah OA Dr. Singgih

MAKALAH REUMATOLOGI

OSTEOARTRITIS

Oleh :

Achmad Diyas Kusuma 0910710022

Diana Bonton Wardanita 0910710055

Muhammad Cholis Hidayat 0910713053

Rifqi Aulia Destiansyah 0910713031

Pembimbing/Penguji:

dr. C. Singgih Wahono, Sp.PD-KR

LABORATORIUM ILMU PENYAKIT DALAM

RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Page 2: Makalah OA Dr. Singgih

2014

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Osteoartritis merupakan bentuk artritis yang paling sering terjadi dan

penyakit sendi yang banyak diderita oleh orang dewasa dan tua di seluruh dunia.

Pada pasien osteoartritis terjadi degerasi sendi yang dicirikan dengan hilangnya

kartilago, remodelling tulang dan melemahnya otot periartikular yang

menyebabkan nyeri dan instabilitas pada sendi (Felson et al, 2006).

Sepertiga dari orang dewasa di dunia mempunyai tanda radiologi dari

osteoartritis (Felson et al, 2006). Akan tetapi penelitian menemukan pada

populasi dewasa yang menderita OA di lutut, tangan, atau pinggul hanya 8,9%.

OA di lutut merupakan yang paling sering diderita, berkisar 6 % di seluruh

populasi dewasa. Prevalensi OA lutut meningkat pada usia 70 hingga 74 tahun,

sebesar 40 %. Di Indonesia, prevalensi osteoartritis mencapai 5% pada usia <40

tahun, 30% pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia >61 tahun. Untuk

osteoartritis lutut prevalensinya cukup tinggi yaitu 15,5% pada pria dan 12,7%

pada wanita (Soeroso et al, 2009).

Pasien dengan OA mengalami beberapa disabilitas aktivitas fisik dan

sering kali memberikan efek negatif terhadap kualitas kehidupan pasien.

Disabilitas yang memburuk bisa berhubungan dengan nyeri pada sendi yang

mengarah pada kelemahan otot.

Penyebab pasti terjadinya osteoartritis masih diperdebatkan. Tetapi,

beberapa sebab yang diyakini mampu menyebabkan osteoartritis bisa berupa

penyakit degeneratif sendi yang disebabkan trauma, charcot joint, inflamasi

disebabkan gout, sistem imun, atau sepsis, keturunan, endokrin, ataupun

metabolic disorder (Felson et al, 2006).

Penemuan klinis untuk mendiagnosis pasien menderita OA adalah nyeri

pada sendi, terutama sendi-sendi besar, umur lebih dari 50 tahun, ada kekakuan

Page 3: Makalah OA Dr. Singgih

lebih dari 30 menit, krepitus, bengkak tetapi tidak hangat atau panas. Untuk lab

findingnya berupa sedimentasi eritrosit, rheumatoid factor, atau cairan sinovial

yang menandakan osteoartritis (jernih, bersih, atau sel darah putih kurang dari

2000/mm3). Pada gambaran radiografi, sendi-sendi yang terkena OA akan

tampak gambaran osteofit (Zhang W, 2010).

Penatalaksanaan pasien OA meliputi perbaikan terhadap faktor resiko OA,

Non-medication treatment dengan kompres hangat dan dingin, transcutaneous

electrical nerve stimulation (TENS), pijat dan suplemen nutrisi. Serta pengobatan

yang dengan pilihan obat golongan Acetaminophen, NSAIDs, narkotik (misalnya

tramadol), injeksi kortikosteroid, Hyaluronic acid subtitutes. Selain itu dapat

dilakukan pembedahan (Hochberg, M.C. et al., 2012). Melihat penyakit OA yang

sering ditemui dalam praktik dokter umum sehari – hari maka diperlukan kajian

mendalam mengenai OA dari mulai etiologi sampai pencegahannya.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mengambil rumusan

masalah sebagai berikut

1. Apakah penyebab dari osteoartritis ?

2. Bagaimanakah perjalanan penyakit/patogenesis dari osteoartritis ?

3. Bagaimanakah kriteria diagnosis osteoartritis ?

4. Bagaimanakah terapi untuk osteoartritis ?

1.3. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan makalah ini

adalah sebagai berikut

1. Mengetahui penyebab osteoartritis

2. Mengetahui patogenesis osteoartritis

3. Mengetahui kriteria diagnosis osteoartritis

4. Mengetahui tatalaksana osteoartritis

Page 4: Makalah OA Dr. Singgih

1.4. Manfaat

Manfaat penulisan makalah ini adalah penulis mengetahui dari mulia

etiologi sampai terapi maupun pencegahan.

Page 5: Makalah OA Dr. Singgih

BAB II

ISI

2.1 Epidemiologi

Osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi degeneratif yang progresif

dimana tulang rawan kartilago yang melindungi ujung tulang mulai rusak, disertai

perubahan reaktif pada tepi sendi dan tulang subkondral yang menimbulkan rasa

sakit dan hilangnya kemampuan gerak (DEPKES, 2006). Pengertian lain

menyebutkan OA adalah kelainan sendi yang mengakibatkan perubahan

patologis dari struktur sendi secara bersamaan, dengan jenis patologisnya

seperti kehilangan struktur tulang rawan hyalin pada sendi (merupakan kelainan

utama), peningkatan tebal dan sklerosis dari lapisan subchondral pada sendi

(akibat peningkatan pertumbuhan osteofit pada tepi sendi, peregangan capsul

sendi, sinovitis dan kelemahan otot penghubung sendi) dan hal tersebut

disebabkan oleh hilangnya makanisme protektif dari sendi (Fauci, 2008).

Berdasar literatur, kejadian dan prevalensi OA masih dinilai kurang

karena masalah mendefinisikan dan menentukan onset dari penyakit tersebut.

Perkiraan di seluruh dunia menunjukkan bahwa 9,6% pria dan 18% wanita ≥ 60

tahun memiliki gejala OA. Osteoartritis merupakan penyebab utama dari

gangguan mobilitas dan merupakan penyakit peringkat tertinggi di antara

penyakit muskuloskeletal yang berkontribusi terhadap sekitar 50% dari beban

penyakit manula (Wolf, 2003).

Berdasarkan data prevalensi dari National Centers for Health Statistics,

diperkirakan 15.8 juta (12%) orang dewasa antara 25-74 tahun mempunyai

keluhan sesuai OA. Prevalensi dan tingkat keparahan OA berbeda-beda antara

rentang usia dewasa dan usia lanjut.2 Sebagai gambaran, 20% pasien dibawah

45 tahun mengalami OA tangan dan hanya 8,5% terjadi pada usia 75-79 tahun.

Sebaliknya, OA lutut terjadi <0.1% pada kelompok usia 25-34 tahun, tetapi terjadi

10-20% pada kelompok 65-74 tahun. OA lutut moderat sampai berat dialami 33%

pasien usia 65-74 tahun dan OA panggul moderat sampai berat dialami oleh

50% pasien dengan rentang usia yang sama. The National Arthritis Data Work

Group dengan menggunakan The First National Health and Nutritional

Examination Survey (NHANES I) dan data lain meramalkan, bahwa pada tahun

Page 6: Makalah OA Dr. Singgih

2020 diperkirakan 18,2% masyarakat Amerika akan menderita OA. Perempuan

di Amerika ternyata lebih sering terkena OA; perempuan tua mempunyai

kemungkinan terkena OA lutut dan tangan dua kali lipat daripada laki-laki. OA

lutut menyerang perempuan kulit hitam dua kali lipat dibanding kulit putih. OA

panggul lebih sering menyerang Kaukasia dibanding ras China, East Indian, dan

Indian (Hansen, 2005).

Insidensi OA panggul dan lutut mendekati 200 per 100.000 orang per

tahun. Insidensi OA panggul lebih banyak pada perempuan dibandingkan laki-

laki, sedangkan insidensi OA lutut antara perempuan dan laki-laki sama. Pada

laki-laki insidensi OA lutut dan panggul meningkat sesuai dengan pertambahan

umur, tetapi pada perempuan tidak berubah (DEPKES, 2006).

2.2 Etiologi

Penyebab dari osteoarthritis (OA) ini berhubungan dengan klasifikasi dari

OA, yaitu OA primer (idiopatik) dan OA sekunder (karena penyakit lain). Terdapat

beberapa teori tentang etiologi penyakit OA, akan tetapi masih tetap menjadi

perdebatan (DEPKES, 2006); Soeroso dkk, 2006). Penyebab OA bukan tunggal,

OA merupakan gangguan yang disebabkan oleh multifaktor, antara lain usia,

mekanik, genetik, humoral (esterogen, interleukin-1, TGF-β, PGE2, PDGF, dan

lain-lain) dan faktor kebudayaan-pekerjaan. Menipisnya rawan sendi diawali

dengan retak dan terbelahnya permukaan sendi di beberapa tempat yang

kemudian menyatu dan disebut sebagai fibrilasi. Di lain pihak pada tulang akan

terjadi pula perubahan sebagai reaksi tubuh untuk memperbaiki kerusakan.

Perubahan itu adalah penebalan tulang subkondral dan pembentukan osteofit

marginal, disusul kemudian dengan perubahan komposisi molekular dan struktur

tulang yang merupakan tanda dari OA (DEPKES,2006; Soeroso dkk, 2006;

Fauci,2008).

2.3 Patogenesis

Salah satu mekanisme terjadinya osteoartritis adalah kerusakan pada

kartilage artikular karena trauma yang menyebabkan pelepasan enxim degradatif

oleh kondrosit yang membuat pembentukan abnormal oleh matrix. Hal tersebut

kemudian menyebabkan terbentuknya OA. Kartilage pada sendi pasien OA lebih

mudah terbentuk dibandingkan sendi normal dengan beban mekanisme yang

Page 7: Makalah OA Dr. Singgih

sama. Kondrosit menjaga homeostatis dari kartilage artikular dengan melakukan

sintesis kolagen, proteoglikan, dan proteinase. OA terjadi ketika terjadi kegagalan

dari kondrosit untuk mempertahankan homeostatis antara synthesis dan

degradasi. Contohnya, hipertrofi kondrosit akan memiliki matrix sekunder yang

abnormal yang akan meningkatkan collagen II dan aggrecan, meningkatkan

eskpresi collagen X, upregulasi matrix metalloprteinase 13 dan memicu

kalsifikasi (Vamecq et al, 2005)

Diferensiasi kondrosit juga dapat terjadi ketika collagen tipe I, III, dan IV

muncul dengan jumlah di atas normal. Tipe collagen tersebut tidak muncul pada

kartilage orang dewasa. Degradasi dari matrix sekunder meningkatkan produksi

dari proteinase akibat aktivasi sitokin, prostaglandin, nitric oxide, peroxide, dan

fragmen fibronectin. Inflamasi diproduksi oleh sel sinovial fragmen pencerna

kartilage yang dilepaskan ke sendi dan menyebabkan kondrosit melepaskan

metalloproteinase, sitokin, dan faktor inflamasi lainnya (Soeroso dkk, 2009)

Gambar 2.1 Patogenesis Molekul osteoartritis.

Page 8: Makalah OA Dr. Singgih

Osteoblast juga berperan dalam pembentukan OA. Osteoblast pada pasien

OA memproduksi lebih banyak alkaline phosphatase, osteocalcin, insulin-like

growth factor, dan urokinase dibandingkan dengan osteoblast normal saat

degradasi dari matrix kartilage. Protease utama yang terlibat dalam OA adalah

metalloprotease yang aktif saat degradasi kertilage. Keseimbangan protease

terjadi pada pasien OA sehingga menyebabkan kerusakan kartilage (Soeroso

dkk, 2009)

Perubahan yang terjadi pada OA adalah:

1. Tulang rawan sendi

a. Gangguan atau perubahan matriks kartilago.

Berhubungan dengan peningkatan konsentrasi air yang disebabkan:

- gangguan mekanik,

- degradasi makromolekul matriks, atau

- perubahan metabolisme kondrosit.

b. Respon kondrosit terhadap gangguan atau perubahan matriks dengan

meningkatkan sintesis dan degradasi matriks, serta berproliferasi.

c. Kegagalan respon kondrosit mengakibatkan kerusakan tulang rawan

sendi disertai dan diperparah oleh penurunan respon kondrosit.

Kehilangan proteoglikan dari matriks menyebabkan chondromalacia

(pelunakan tulang rawan)

2. Perubahan Tulang subchondral yang mengikuti degenerasi tulang rawan

sendi.

a. peningkatan densitas tulang subchondral akibat dari pembentukan

lapisan tulang baru pada trabekula.

b. pembentukan rongga-rongga yang menyerupai kista yang mengandung

jaringan myxoid, fibrous, kartilago. Remodeling tulang disertai dengan

kerusakan tulang sendi rawan mengubah bentuk sendi

Page 9: Makalah OA Dr. Singgih

3. Jaringan Periartikuler mengalami reaksi inflamasi

Berdasar patogenesisnya, OA dibagi menjadi 2, yaitu OA primer atau

idiopatik, dimana kausanya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya

dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi.

OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin,

inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta

imobilisasi yang terlalu lama. OA primer lebih sering ditemukan dibanding

OA sekunder (Soeroso dkk, 2009).

2.4 Faktor Resiko

Berikut ini adalah beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan

osteoartritis, yaitu:

1. Umur

OA lebih sering dihubungkan dengan proses degeneratif. Berkaitan

dengan perubahan fisis dan biokimia yang terjadi sejalan dengan

bertambahnya umur, yaitu penurunan jumlah kolagen dan kadar air.

2. Jenis kelamin

Pada usia sebelum 55 tahun, osteoartritis banyak diderita baik oleh

wanita maupun pria. Sedangkan setelah usia 55 tahun, penyakit ini lebih

umum ditemukan pada wanita (Dugdale, 2010). Hal ini menunjukkan

adanya peran hormonal pada patogenesis OA (Soeroso dkk, 2009).

Wanita lebih sering terkena OA lutut dan banyak sendi. Sedangkan laki-

laki lebih sering terkena OA pada paha, pergelangan tangan, dan leher

(Soeroso dkk, 2009). OA pada wanita banyak terdapat pada bagian

medial lutut dengan deformitas valrus. Faktor penyebabnya diduga oleh

karena diameter sagital dan tranversal ujung proximal tibia daerah

permukaan sendi lebih besar pada wanita. Hal ini menunjukkan bahwa

Page 10: Makalah OA Dr. Singgih

lutut wanita lebih besar daya tumpu per unit area permukaan sendi

(Berenbaum, 2008).

3. Suku bangsa

OA lebih jarang diantara orang kulit hitam dan Asia daripada Kaukasia.

OA lebih sering dijumpai pada orang Indian daripada orang kulit putih. Hal

ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan

pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan (Soeroso dkk,

2009).

4. Genetik

Adanya kelainan jaringan kartilago atau kelainan struktur dan fungsi sendi

(Berenbaum, 2008). Pada ibu dari seorang wanita dengan OA pada sendi

interfalang distal (nodus Heberden) terdapat 2 kali lebih sering OA pada

sendi-sendi tersebut, dan anak-anak perempuannya cenderung

mempunyai 3 kali lebih sering daripada ibu dan anak-anak perempuan

dari wanita tanpa OA tersebut. Adanya mutasi dalam gen prokolagen II

atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti

kolagen tipe IX dan XII, protein pengikat atau proteoglikan dikatakan

berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada OA tertentu

(terutama OA banyak sendi).

5. Pengausan (wear and tear)

Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak rawan

sendi melalui dua mekanisme yaitu pengikisan dan proses degenerasi

karena bahan yang harus dikandungnya.

6. Kegemukan

Faktor kegemukan akan menambah beban pada sendi penopang berat

badan. Sebaliknya nyeri atau cacat yang disebabkan oleh osteoartritis

mengakibatkan seseorang menjadi tidak aktif dan dapat menambah

kegemukan.

Page 11: Makalah OA Dr. Singgih

7. Cedera sendi, pekerjaan, dan olahraga. Kegiatan fisik yang dapat

menyebabkan osteoartritis adalah trauma yang menimbulkan kerusakan

pada integritas struktur dan biomekanik sendi tersebut. Pemakaian sendi

yang terus menerus dan cedera sendi mempunyai kaitan yang kuat

dengan OA lutut satu sisi (Berenbaum, 2008).

8. Aktivitas tertentu dapat menjadi predisposisi OA cedera traumatik

(misalnya robeknya meniscus, ketidakstabilan ligamen) yang dapat

mengenai sendi.

9. Akibat penyakit radang sendi lain.

Infeksi (artritis rematord; infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan reaksi

peradangan dan pengeluaran enzim perusak matriks rawan sendi oleh

membran sinovial dan sel-sel radang.

10. Joint Malalignment

Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka rawan

sendi akan membal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil /

seimbang sehingga mempercepat proses degenerasi.

11. Penyakit endokrin

Pada hipertiroidisme, terjadi produksi air dan garam-garam proteglikan

yang berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehingga merusak sifat

fisik rawan sendi, ligamen, tendo, sinovia, dan kulit. Pada diabetes

melitus, glukosa akan menyebabkan produksi proteaglikan menurun.

12. Deposit pada rawan sendi.

Hemokromatosis, penyakit Wilson, akronotis, kalsium pirofosfat dapat

mengendapkan hemosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis, kristal

monosodium urat/pirofosfat dalam rawan sendi.

2.5 Diagnosis

Dalam menegakkan diagnosis OA, beberapa tahap perlu

dilakukan meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik, dan foto x-ray. Dokter bisa

Page 12: Makalah OA Dr. Singgih

memulai pertanyaan untuk anamnesa dari keluhan utama pasien, bagaimana

pasien mendeskripsikan nyeri sendinya. Bagaimana awal sakitnya, dan

prognosis dari nyeri sendi. Dokter juga perlu menanyakan problem kesehatan

lainnya dan menanyakan kepada keluarga pengobatan yang diterima pasien apa

saja. Pertanyaan dan jawaban yang akurat akan membantu dokter menegakkan

diagnosis.

Anamnesa

Keluhan utama pada OA lutut, dari intensitas nyeri lutut, memberat

dengan aktivitas seperti menuruni tangga, dan limitasi fungsi sendi lutut. Riwayat

penyakit saat ini berupa nyeri perlu ditanyakan, onset dari nyeri, aktivitas yang

memperberat nyeri seperti memanjat, berjalan jauh, berdiri dari kursi. Instabilitas

lutut, fungsi lutut yang terbatas dengan mobilitas yang terganggu dan kesulitan

dengan aktivitas yang biasa dilakukan.

Pada riwayat masa lalu, pernah dilakukan operasi lutut, menderita artritis

baik karena gout ataupun inflamasi. Untuk riwayat sosial, pasien mengalami

penuruan fungsi dan limitasi dalam bekerja ataupun menjalankan tanggung

jawabnya sehari-hari, dan menikmati waktu senggang.

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menilai refleks dan kekuatan otot dari

sendi yang terkena. Selain itu juga pasien akan diminta untuk melakukan

aktivitas seperti berjalan, membungkukkan badan dan membawa beban untuk

menilai kemampuannya dalam melakukan aktivitas normal (NIAMS, 2010).

Kelainan yang ditemukan dalam pemeriksaan fisis diantaranya (Soeroso dkk,

2009):

1. Hambatan gerak.

Perubahan ini sering ada meskipun pada OA yang masih dini secara

radiologis. Biasanya beratambah berat dengan semakin beratnya

penyakit, sampai sendi hanya bisa digoyangkan dan menjadi kontraktur.

Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah gerakan) maupun

eksentris (salah satu gerakan saja).

Page 13: Makalah OA Dr. Singgih

2. Krepitasi

Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klinis OA lutut. Awalnya hanya

berupa perasaan akan ada sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien

atau dokter yang memeriksa. Dengan bertambah beratnya penyakit,

krepitasi dapat terdengar sampai jarak tertentu. Krepitasi ini timbul akibat

hilangnya rawan sendi dan permukaan sendi yang sudah tidak rata lagi

(Wardhani, 2009).

3. Pembengkakan sendi yang sering asimetris

Pada OA yang lebih lanjut bisa disertai pembengkakan sendi karena

adanya pengumpulan cairan dalam ruang sendi yang biasanya tak

banyak (<100 cc). Ini disebabkan oleh sinovitis dan proliferasi di daerah

tepi rawan sendi dan tulang.

Sebab lain ialah karena adanya osteofit, yang dapat mengubah permukaan sendi

(Wardhani, 2009).

1. Tanda-tanda peradangan

Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan

gerak, rasa hangat yang merata dan warna kemerahan) mungkin dijumpai

pada OA karena adanya sinovisitis. Biasanya tanda-tanda ini tak

menonjol dan timbul belakangan, seringkali dijumpai di lutut, pergelangan

kaki, dan sendi-sendi kecil tangan dan kaki.

2. Perubahan bentuk (deformitas) sendi yang permanen

Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur sendi yang lama,

perubahan permukaan sendi, berbagai kecacatan, dan gaya berdiri dan

perubahan pada tulang dan permukaan sendi.

3. Perubahan gaya berjalan

Keadaan ini hampir selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan

berat badan. Terutama dijumpai pada OA lutut, sendi paha dan OA tulang

Page 14: Makalah OA Dr. Singgih

belakang dengan stenosis spinal. Pada sendi-sendi lain, seperti tangan, bahu,

siku, dan pergelangan tangan, OA juga menimbulkan gangguan fungsi.

1. Kriteria diagnosis OA lutut (salah satu diantara kriteria dibawah ini)

Anamnesa dan pemeriksaan

fisik

Anamnesa, pemeriksaan fisik dan

radiologis

Anamnesa, pemeriksaan fisik dan

laboratoris

Diagnosis OA lutut jika: Bila

ditemukan nyeri sendi disertai 3

dari kriteria 2-7.

1. Nyeri lutut + 3 diantara

tanda berikut :

2. Umur >50 tahun

3. Kaku sendi <30 menit

4. Krepitasi pada gerakan aktif

5. Pembesaran sendi

6. Nyeri tulang

7. Tidak hangat pada

perabaan sendi

Diagnosis OA lutut jika

didapatkan butir 1 disertai

osteofit pada gambaran

radiologis disertai salah satu

dari kriteria 2, 3 atau 4.

1. Nyeri lutut dan 1 diantara

berikut :

2. Umur 50 tahun

3. Kaku sendi < 30 menit

4. Krepitasi pada gerakan aktif

dan osteofit

Diagnosis OA ditegakkan bila

ditemukan nyeri sendi lutut

disertai 5 dari kriteria 2-10

1. Nyeri lutut + 5 diantara

berikut :

2. Umur >50 tahun

3. Kaku sendi<30 menit

4. Krepitasi pada gerakan aktif

5. Pembesaran sendi

6. Nyeri tulang

7. Tidak hangat pada perabaan

8. LED < 40mm/jam

9. Rheumatoid faktor <1:40

10. Analisis cairan sendi

menunjukkan OA

Tabel 2.1. Kriteria diagnosis OA lutut

Page 15: Makalah OA Dr. Singgih

Derajat OA Intepretasi Derajat

OA

Hasil radiologis

Derajat 0 Normal Tidak ada gambaran abnormal

Derajat 1 Meragukan Osteophyte kecil

Derajat 2 Minimal Definite osteophyte, Unipaired joint space

Derajat 3 Sedang Osteophyte jelas, ruang antar sendi mulai

menyempit

Derajat 4 Berat Ruang antar sendi menyempit dan ada

sklerosis

Tabel 2.2 Klasifikasi OA (berdasar radiologis menurut Kellgreb-Lawrence

pada OA lutut)

2. Kriteria diagnosis OA tangan

Adalah dengan adanya nyeri atau kaku pada jari tangan dan 3 dari berikut

tanda berikut :

Pembesaran sendi dan 2 atau lebih dari DIP II-III, PIP II-III dan

MCP I (D/S)

Pembesaran sendi 2 atau lebih DIP

Pembengkakan MCP < 3 sendi

Deformitas pada sendi yang disebut diatas > 1.

3. Kriteria diagnosis OA panggul

Nyeri panggul pada saat melakukan rotasi internal pada sendi

panggul kurang dari 150 dan jumlah ESR (Erythrocyte

Sedimentation Rate) < 45 mm/jam

Nyeri panggul pada saat melakukan rotasi internal pada sendi

panggul lebih dari 150 disertai dengan nyeri pada pagi hari

(morning stiffness) dengan durasi kurang dari 60 menit dan umur

lebih dari 50 tahun

Nyeri panggul disertai dengan minimal 2 dari kriteria berikut :

o ESR < 20 mm/jam

Page 16: Makalah OA Dr. Singgih

o Terdapat gambaran osteofit pada femoral dan/atau

acetabular

o Penyempitan celah sendi (American College of

Rheumatology, 1991)

4. Kriteria diagnosis OA tulang belakang

Spurling’s test (merotasi kepala dan menekan, positif apabila

terdapat nyeri pada bagian ipsilateral saat dirotasi) positif

Lhermitte sign positif

ROM pada leher berkurang

Hasil pada pencitraan (X-rays, CT Scan, MRI) menunjukkan

degenerasi diskus, menyempitnya celah sendi dan spur pada

tulang (Baron, 2007)

Gambar 2.2 Lhermitte sign

Page 17: Makalah OA Dr. Singgih

2.6 Penatalaksanaan Osteoarthritis Secara Umum

Penalaksanaan pada OA memerlukan penilaian sebagai berikut

(Wachjudi dkk,2006):

a. Penilaian terhadap sendi: jumlah sendi yang terkena, nyeri sendi atau

perartikular, derajatkerusakan, instabilitas, inflamasi, hambatan gerak

dan disabilitas.

b. Penilaian terhadap penderita: akibat dan beratnya nyeri, afeksi,

beratnya stress, gangguan fungsi organ, komorbid, masalah social-

ekonomi, kualitas hidup dan pandangannya terhadap penyakit

reumatik.

Tabel 2.3. Modalitas Penatalaksanaan OA (Wachjudi dkk, 2006)

A. Non farmakologis

1. Edukasi (Perawatan Sendiri, konsep nyeri)

2. Exercise, penguatan otot, perbaikan lebar jangkauan gerakan

3. Memodifikasi faktor resiko: penurunan berat badan, alas kaki

yang sesuai, pengaturan kegiatan, pemakaian tongkat, alat-

alat pembantu, spin

4. Terapi fisik: panas, dingin, rangsangan, elektrik

B. Farmakologis

1. Topikal: gel OAINS, Capsaicin

2. Injeksi local: kortikosteroid, Hyaluronan

3. Obat-obat peroral: analgesic, OAINS, anti depresan, dan

disease modifying OA drugs.

C. Operatif

1. Intervensi fisik invasive bilas athroscopy, irigasi.

2. Atroplasti: osteotomy penggantian send

Page 18: Makalah OA Dr. Singgih

2.6.1 Terapi non Farmakologis

Penatalaksanaan OA ini bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan

meminimalisasi fungsional dari sendi. Gangguan ini disebabkan oleh adanya

inflamasi, kelemahan pada sendi dan instabilitas sendi, jadi target pengobatan

dari OA ini adalah mencegah atau mengatasi hal tersebut. Terapi dari OA

meliputi terapi non farmakologis, farmakologis dan terapi rehabilitasi, dimana

pasien dengan keluhan yang ringan dan sedang mungkin hanya akan

membutuhkan terapi non farmakologis, sedangkan pada pasien dengan nyeri

dan mulai terhambat dalam kesehariannya mungkin membutuhkan keduanya

(Fauci,2008).

Terapi non-farmakologis digunakan pada keadaan OA yang disebabkan

khususnya oleh mekanisme mekanik, sehingga dapat meningkatkan persebaran

yang baik dari ketaran dan stabilitas sendi. Terapi non-farmakologis antara lain

sebagai berikut (DEPKES, 2006; Fauci,2008):

1. Menghindari aktivitas yang berlebihan dari sendi yang dapat

menimbulkan rasa nyeri

2. Latihan penguatan otot yang menghubungkan sendi

3. Penggunaan protektor sendi seperti splinting, brace atau yang lain

untuk mengurangi beban sendi selama pergerakan.

4. Penurunan berat badan, dengan dilakukan hal ini maka bisa

menurunkan beban sendi 6-12 kali tiap penurunan 1 kg berat

badan.

5. Range-of-motion exercises, yang tidak meregangkan sendi;

isometric exercises, yang meregangkan otot; serta latihan

peregangan isometrik dan isotonik.

6. Latihan atau olah raga rutin yang ringan, hal ini paling aman

dilakukan di air.

7. Terapi pembedahan, Bagi banyak orang, operasi dapat

menghilangkan rasa sakit dan cacat akibat OA. Operasi dilakukan

untuk:

a. Mengambil serpihan-serpihan tulang dan kartilago di sendi

bila menyebabkan simtom mekanis dari mengunci dan

buckling.

Page 19: Makalah OA Dr. Singgih

b. Menghaluskan permukaan tulang dan mereposisi tulang

c. Mengganti sendi.

Saat ini, lebih dari 80% dari kasus bedah OA adalah

penggantian sendi panggul dan lutut. Setelah operasi dan

rehabilisasi, pasien biasanya hilang rasa nyeri dan bengkaknya

berkurang , dan lebih mudah bergerak.

8. Edukasi untuk mengurangi nyeri, antara lain dengan cara :

a. Handuk hangat, kantung panas (hot packs), atau mandi air

hangat, dapat mengurangi kekakuan dan rasa sakit.

b. Kadang kantung es (cold packs) dibungkus handuk dapat

menghilangkan rasa sakit atau mengebalkan bagian yang

ngilu. Tanyakan kepada dokter atau terapi mana yang

lebih cocok bagi pasien. Untuk OA di lutut, pasien dapat

memakai sepatu dengan sol tambahan yang empuk untuk

meratakan pembagian tekanan akibat berat, dengan

demikian akan mengurangi tekanan di lutut.

2.6.2. Terapi Farmakologis

ACR (The American College of Rheumatology) dan OARSI (Osteoarthritis

Research Society International) telah mempublikasikan rekomendasinya untuk

OA. Yang pertama dari pedoman ACR, bahwa pemakaian OAINS non – selektif

lebih efektif untuk mengobati nyeri pada OA. Karena biaya dan resiko efek

samping dari penggunaan OAINS, ACR merekomendasikan pasien dengan nyeri

OA yang ringan hingga sedang awalnya diobati menggunakan acetaminophen.

Pasien yang tidak berespon dengan pemberian acetaminophen maka bisa

diberikan OAINS. Jika nyeri sedang hingga berat pada OA maka terapi awal

dengan OAINS non – selektif bisa digunakan (American College of

Rheumatology, 2008)

Pedoman OARSI menyatakan bahwa acetaminophen (sampai 4

gram/hari) bisa menjadi analgesik oral yang efektif untuk terapi nyeri OA yang

ringan hingga sedang pada pasien OA lutut atau panggul. Pedoman ini

mengingatkan bahwa efikasi dan keamanan penggunaan acetaminophen jangka

panjang hingga dosisnya 4 gram/hari masih dipertanyakan. Pedoman ini

merekomendasikan farmakoterapi alternatif ketika pasien tidak berespon dengan

Page 20: Makalah OA Dr. Singgih

terapi acetaminophen untuk nyeri OA yang ringan hingga sedang, atau ketika

nyeri OA lebih berat. OAINS merupakan resep yang tepat ketika digunakan dosis

efektif rendah dalam waktu yang sebisa mungkin singkat (Zhang W, Muskowitz

RW, Niki G dkk, 2008)

Obat-obat dibawah ini yang sering dipakai pada OA :

a. Parasetamol (Asetaminofen; Bodrex, Biogesic, Farmadol, Fasgo)

ACR (American College of Rheumatology) merekomendasikan

parasetamol sebagai obat pertama dalam penatalaksanaan nyeri,

karena relatif aman, efikasi, dan harga murah dibanding NSAID.

Penghilang rasa sakit setara dengan aspirin, naproksen, ibuprofen,

dan beberapa OAINS bagi beberapa pasien dengan OA. Walau

demikian ada beberapa pasien mempunyai respons lebih baik

dengan OAINS.

Tidak mengurangi peradangan

Tidak mengiritasi lambung, relatif lebih aman, harga lebih murah

Peringatan: pasien dengan penyakit hati, peminum berat alkohol, dan

yang minum antikoagulan atau OAINS harus hati-hati minum

parasetamol

Drug of choice bagi pasien dengan masalah ginjal (Altman, 2000)

b. OAINS (Obat Anti inflamasi non-steroid)

1. OAINS non – selektif

Rentang dosis obat yang bebas dibeli untuk Ibuprofen (Farsifen,

Anafen, Bodrex Extra) adalah 200 – 400 mg 3 kali sehari, sampai

maksimal 1200 mg / hari; maksimal dosis di resep adalah 3200 mg/hari.

Selaras dengan Ibuprofen, dosis maksimal obat yang bebas dibeli seperti

naproxen (Xenifar) adalah 660 mg/hari, walaupun dosis maksimal lewat

resep adalah 1500 mg/hari (Shceiman and Sidote, 2010)

2. OAINS Selektif

OAINS selektif COX-2 menurunkan insidens komplikasi saluran

cerna bagian atas dibandingkan agen non-selektif. Disamping profil

kemananan yang dimilikinya, OAINS selektif COX-2 meningkatkan resiko

kejadian dari infark miokard dan iskemik dari serebrovaskular ketika

Page 21: Makalah OA Dr. Singgih

golongan obat ini diteliti untuk nyeri artritis dan pencegahan polip saluran

cerna. Contoh obat golongan ini yang masih dipakai adalah celecoxib

(Celebrex). Dosis yang direkomendasikan adalah 200 mg/hari (Scheiman

and Sidote, 2010).

Gambar 2.3 Diagram Jalur Cyclooxygenase

c. Glukosamin (Artriox, Artritin, Bonilav) dan Chondroitin (Cartiflex, Cartin,

Osteor-C), Keduanya efektif untuk subkelompok pasien dengan rasa nyeri

yang moderat sampai parah.

d. Obat-obat lain

a. Obat luar: krem, gosok, spray (capsaicin spray), metilsalisilat

b. Kortikosteroid (Metilprednisolon, Prednison) antiinflamasi yang

kuat, dapat diberikan secara suntik pada sendi . Ini adalah

tindakan untuk jangka pendek, tidak disarankan untuk lebih dari 2-

3 x suntik per tahun. Tidak diberikan per oral.

c. Asam hyaluronidase: disuntikkan di sendi, biasanya untuk OA

lutut. Zat ini adalah komponen dari sendi, terlibat dalam lubrikasi

dan nutrisi sendi.

Page 22: Makalah OA Dr. Singgih

BAB III

PENUTUP

Penyebab dari osteoarthritis (OA) ini berhubungan dengan klasifikasi dari

OA, yaitu OA primer (idiopatik) dan OA sekunder (karena penyakit lain).

(DEPKES, 2006; Soeroso dkk, 2006). Penyebab OA adalah multifaktor, antara

lain usia, mekanik, genetik, humoral (esterogen, interleukin-1, TGF-β, PGE2,

PDGF, dan lain-lain) dan faktor kebudayaan-pekerjaan. Osteoarthritis dimulai

dari adanya injury pada sendi, yang diakibatkan oleh predisposisi faktor-faktor

resiko, sel kondrosit pada tulang melakukan pembelahan mitosis. Saat proses

mitosis dan clustering ini sedang tinggi, mengakibatkan deplesi dari proteoglikan

pada matriks yang menyelubungi kondrosit (karena proses katabolik yang lebih

besar). Hal tersebut mengakibatkan kerusakan pada matriks kolagen, tulang

rawan membengkak dari penarik ion menjadi molekul air. Proses kemudian

adalah apoptosis sel kondrosit pada lapisan basal tulang rawan. Kehilangan

tulang rawan pada permukaan sendi, terjadilah kelainan pada tulang subkondral

dan sehingga muncul stimulasi growth factor dan sitokin oleh osteoklas dan

osteoblas pada lapisan subkondral ini. Sebagai hasilnya adalah penebalan dan

kekakuan atau pengerasan pada lapisan subkondral.

Diagnosa osteoarthritis dapat ditegakkan dengan anamnesa seperti ada

riwayat trauma, sakit sendi, hasil pemeriksaan fisik seperti limitasi gerak sendi,

krepitasi, tanda-tanda peradangan pada sendi, deformitas pada sendi dan

terakhirnya pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan radiologis, x-ray

bilateral, 2 sendi dan 2 sisi pada sendi yang sakit, pemeriksaan immunologi,

pemeriksaan cairan sendi.

Manajemen pada pasien osteoartritis bukan saja menghilangkan nyeri

pada penderita, tetapi meliputi edukasi pada pasien tentang penyakitnya dan

terapinya, bagaimana mengontrol nyeri, memperbaiki fungsi sendi, dan

mengurangi disabilitas. Manajemen yang optimal memerlukan kombinasi antara

nonfarmakologis, farmakologis, dan pembedahan.

Page 23: Makalah OA Dr. Singgih

DAFTAR PUSTAKA

American College of Rheumatology ad hoc group on use of selective and

nonselective nonsteroidal antiinflammatory drugs. Recommendations for

use of selective and nonselective nonsteroidal antiinflammatory drugs: an

American College of Rheumatology white paper. Arthritis Rheum.

2008;59:1058-1073

Altman RD. 1987. Diagnostic and Therapeutic Subcommitee of American College

of Rheumatology. Criteria for the classification of the Osteoarthritis.

Scandinavian Journal of Rheumatology. 1987;31-39

Altman EM, Bennett JS, Daugherty A, et al. Use of nonsteroidal antiinflammatory

drugs: an update for clinicians: a scientific statement from the American

Heart Association. Circulation. 2007;115:1634-1642.

Baron ME. Cervical Spondylosis: Diagnosis and Management. eMedicine

Neurology. 2007

Brandt KD, Lohmaner LS and Dohrety M. 1998. Management in Ostearthritis. In

Brandt KD, Doherty M, Lohmander LS (eds). Osteoarhritis. Oxford Med.

Ubl., Oxford: 250-388

Bhatt DL, Scheiman J, Abraham NS, et al. ACCF/ACG/AHA 2008 expert

consensus document on reducing the gastrointestinal risks of antiplatelet

therapy and NSAID use: a report of the American College of Cardiology

Foundation Task Force on Clinical Expert Consensus Documents.

Circulation. 2008;118:1894-1909.

Chan FK, Abraham NS, Scheiman JM, et al. Management of patients on

nonsteroidal anti-inflammatory drugs: a clinical practice recommendation

from the First International Working Party on Gastrointestinal and

Page 24: Makalah OA Dr. Singgih

Cardiovascular Effects of Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs and Anti-

platelet Agents. Am J Gastroenterol. 2008;103:2908-2918.

Curhan GC, Willett WC, Rosner B, et al. Frequency of analgesic use and risk of

hypertension in younger women. Arch Intern Med. 2002;162:2204-2208.

Dunn G, Ganapathy S, Chan VWS. Surgical Palliative Care and Pain Management, An Issue of Anesthesiology Clinics. Elsevier Health Sciences; 2012; 510 - 515

Forman JP, Rimm EB, Curhan GC. Frequency of analgesic use and risk of

hypertension among men. Arch Intern Med. 2007;167:394-399.

Grosser T, Fries S, FitzGerald GA. Biological basis for the cardiovascular

consequences of COX-2 inhibition: therapeutic challenges and

opportunities. J Clin Invest. 2006;116:4-15.

Lewis SC, Langman MJ, Laporte JR, et al. Dose-response relationships between

individual nonaspirin nonsteroidal antiinflammatory drugs (NANSAIDs)

and serious upper gastrointestinal bleeding: a meta-analysis based on

individual patient data. Br J Clin Pharmacol. 2002;54:320-326.

National Collaborating Centre for Chronic Conditions. The care and management

of osteoarthritis in adults. National Institute for Healthand Clinical

Excellence. 2008;NICE clinical guideline 59.

Soeroso J, Subagyo H, Kalim Handono dkk. Osteoarthritis. PAPDI. Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI; 2006; 1195 - 1202

Scheiman, James M., Sidote, David. Which NSAID for your patient with

osteoarthritis?. The Journal of Family Practice; 2010

Towheed TE, Judd MJ, Hochberg MC, et al. Acetaminophen for osteoarthritis.

Cochrane Database Syst Rev. 2006;(1):CD004257

Page 25: Makalah OA Dr. Singgih

Vamecq J, Latruffe N. 1999 Medical Significance of Peroxisome proliferatr-

activated receptors. Lancet 354: 141-48.

Wachjudi, RG, Dewi, Sumartini, Hsmijoyo, Laniyati, Pramudiyo, Rardi. 2006.

Diagnosis dan Terapi Penyait Reumatik Sagung seto:Jakarta.; 52-61

Wilcox CM, Allison J, Benzuly K, et al. Consensus development conference on

the use of nonsteroidal anti-inflammatory agents, including

cyclooxygenase-2 enzyme inhibitors and aspirin. Clin Gastroenterol

Hepatol. 2006;4:1082-1089

Zhang W, Muskowitz RW, Niki G, et al. OARSI recommendations for the

management of hip and knee osteoarthritis, part II: OARSI evidence-

based, expert consensus guidelines. Osteoarthritis Cartilage.

2008;16:137-162


Related Documents