YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript

LCA Perbandingan Konstruksi Jalan Aspal Hotmix dan Jalan Beton

LCA Perbandingan Konstruksi Jalan Aspal Hotmix dan Jalan BetonTeknokimia Nuklir 2011

A. PENDAHULUANDalam dua dekade sejak dimulainya pertemuan yang dimotori oleh United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) pada tahun 1992 yang dihadiri oleh 170 negara, perubahan cuaca dan ancaman terhadap lingkungan menjadi agenda yang penting bagi negara industri dan negara yang sedang berkembang. Tujuan UNFCC adalah menjaga kestabilan efek gas rumah kaca pada tingkat tertentu di negara masing-masing sehingga tidak menimbulkan gangguan terhadap manusia (Egenhofer et al. 2004). Pertemuan ini dilanjutkan pada tahun 1997 dan menghasilkan sebuah perjanjian internasional yang lebih dikenal dengan Protokol Kyoto. Tujuan dari perjanjian tersebut untuk mengurangi emisi efek gas rumah kaca. Selain tujuan tersebut, juga ditetapkan enam jenis emisi gas rumah kaca yang terdiri Carbon dioxide (CO2), Methane (CH4), Nitrous dioxide (NO), Hydrofluorocarbons (HFCs), Perfluorocarbons (PFCs) dan Sulphur hexafluoride (SF62) (United Nations 1998). Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Bernstein (2007), Monahan & Powell (2011) dan You et al. (2011) menunjukkan bahwa emisi karbon dioksida (CO) merupakan salah satu gas rumah kaca yang sangat signifikan pengaruhnya terhadap perubahan iklim.Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan untuk mengurangi dampak dari emisi karbon dioksida terhadap lingkungan. Beberapa instrumen dan indikator dikembangkan untuk melakukan asesmen terhadap dampak lingkungan yang disebabkan oleh emisi karbon dioksida. Instrumen dan indikator yang telah dikembangkan meliputi Life Cycle Assessment (LCA), Strategic Environmental Assessment (SEA), Environment Impact Assessment (EIA),Environmental Risk Assessment (ERA), Cost Benefit Analysis (CBA), Material Flow Analysis (MFA), Ecological Footrprint dan Carbon Footprint (Finnveden, et. al. 2009). Makalah ini berfokus pada peran LCA yang digunakan oleh material konstruksi. Material konstruksi sebagai produk yang dihasilkan melalui sebuah proses pabrikasi, tidak dapat dilepaskan dari siklus dimiliki oleh LCA. LCA memiliki sebuah siklus yang dapat dimulai dari kegiatan ekstrasi bahan mentah, proses produksi, transportasi, operasi dan sampai pada proses daur ulang. Dengan ruang lingkup siklus tersebut, maka LCA dapat memberikan informasi dampak lingkungan dari kegiatan yang menghasilkan produk. Produk yang dimaksud dapat terdiri dari barang dan jasa.Penelitian yang dilakukan oleh Bribin, et. al. (2011) menunjukkan bahwa material konstruksi turut berperan terhadap peningkatan efek gas rumah kaca, khususnya karbon dioksida. Pada Gambar 1. menunjukkan persentase kontribusi emisi karbon dioksida dari beberapa material konstruksi yang digunakan per m2 pada bangunan gedung. Berdasarkan Gambar 1. dapat diperoleh informasi bahwa material konstruksi yang memiliki signfikansi sebagai sumber emisi karbon dioksida terdiri dari semen, keramik dan baja.

Apabila dianalisis lebih lanjut, semen dan keramik memang memiliki persentase yang signifikan dibandingkan baja. Besarnya emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari keramik lebih banyak dihasilkan pada proses manufaktur saja. Sedangkan semen masih membutuhkan proses lebih lanjut untuk mewujudkan fungsinya. Proses lebih lanjut yang dimaksud adalah proses pencampuran dengan material agregat, pasir, air dan aditif kemudian dilanjutkan pada proses pengecoran. Oleh karena itu, semen memiliki signfikansi sebagai kontributor emisi karbon dioksida. Demikian halnya dengan baja, pada proses manufaktur juga akan menghasilkan emisi karbon dioksida. Namun demikian, baja juga masih membutuhkan proses atau tahap berikutnya yang sama kompleksnya dengan semen. Sehingga semen dan baja dapat disimpulkan merupakan material yang sangat signifikan sebagai sumber emisi karbon dioksida. Penelitian-penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Mikulcic, et. al. (2013) dan Siitonen, et al, (2010), menunjukkan bahwa industri manufaktur semen dan baja menghasilkan emisi karbon paling besar. Liu,et. al. (2012), Vatopoulos dan Tzimas (2012) dan Worrel, et. al. (2001) menyatakan bahwa industri semen berkontribusi 5%-7% dari total emisi karbon dioksida (CO) yang dihasilkan di seluruh dunia. Wang et. al. (2008), Kundak et. al. (2009), Sodsaia dan Rachdwaong (2012) , dan Zhang et. al. (2012) melakukan penelitian pada industri baja. Berdasarkan penelitian tersebut, industri baja menghasilkan emisi karbon dioksida (CO2) sebesar 5% sampai 6% dari total emisi karbon dioksida (CO2).Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada industri semen dan baja hanya menunjukkan besarnya emisi karbon dioksida yang dihasilkan pada siklus manufaktur saja. Sedangkan besarnya emisi karbon dioksida yang dihasilkan pada kegiatan pasca manufaktur belum terindentifiasi. Dengan adanya LCA, maka LCA dapat digunakan sebagai alat bantu untuk mengestimasi besarnya emisi karbon dioksida pada tahapan kegiatan berikutnya.

B. DASAR TEORILife cycle assessment (LCA)Menurut ISO 14040, LCA adalah sebuah teknik yang digunakan untuk melakukan asesmen terhadap dampak lingkungan yang berhubungan dengan suatu produk. Tahap pertama pada LCA adalah menyusun dan menginventarisasi masukan dan keluaran yang berhubungan dengan produk yang akan dihasilkan. Kemudian melakukan evaluasi terhadap potensi dampak lingkungan yang berhubungan dengan masukan dan keluaran dari produk tersebut; serta menginterprestasikan hasil analisis dan asesmen dampak dari setiap tahapan yang berhubungan dengan objek studi. LCA dapat memberikan informasi dampak dampak lingkungan dari siklus produk dari ekstrasi bahan mentah, proses produksi, penggunaan produk dan waste dari produk yang dihasilkan dari sebuah kegiatan produksi.Pada Gambar 2 menunjukkan tahapan LCA yang dibagi menjadi empat tahapan yaitu:a. tujuan, ruang lingkup dan definisi tahap pertama dari LCA, yaitu mendefinisikan ruang lingkup studi termasuk mendefinisikan fungsi dari masing masing bagian, batasan studi.b. analisis inventori tahap kedua pada LCA adalah melakukan inventarisasi masukan dan keluaran yang berhubungan dengan ruang lingkup studi.c. asesmen dampak pada tahapan ini, dilakukan evaluasi terhadap dampak potensi terhadap lingkungan dengan menggunakan hasil dari life cycle inventory dan menyediakan informasi untuk menginterpretasikan pada fase terakhird. interprestasi tahap akhir analisis daur hidup memberikan simpulan, rekomendasi, dan pengambilan keputusan berdasarkan batasan studi yang telah ditetapkan pada tahap pertama.

Ruang lingkup pada LCA dapat dibagi menjadi empat macam ruang lingkup yaitu:a. Cradle to grave, ruang lingkup pada bagian ini dimulai dari raw material sampai pada pengoperasian produk.b. Cradle to gate, ruang lingkup pada analisis daur hidup dimulai dari raw material sampai ke gate sebelum proses operasi.c. Gate to gate merupakan ruang lingkup pada analisis daur hidup yang terpendek karena hanya meninjau kegiatan yang terdekat.d. Cradle to cradle merupakan bagian dari analisis daur hidup yang menunjukkan ruang lingkup dari raw material sampai pada daur ulang material.

Skema dari ruang lingkup LCA dapat dilihat pada Gambar 3.

Peran LCA pada material konstruksiStudi terhadap dampak lingkungan telah dimulai pada tahun 1960-1970-an. Fokus dari studi dampak lingkungan terbatas pada tahap penggunaan produk. Pada tahun 1969, studi dampak lingkungan dilakukan pada produk yang dihasilkan oleh Coca Cola. Pada awal tahun 1980-an, mulai muncul pemikiran untuk mengimplementasikan LCA pada sektor konstruksi dengan fokus pada penggunaan sumber daya (Buyle, et. al. 2013). Pada tahun 1990-an,merupakan periode perkembangan LCA sebagai instrumen yang digunakan untuk melakukan asesmen dampak lingkungan. Society of Environmental Toxicology and Chemistry (SETAC) merupakan organisasi nonprofit yang pertama mulai mengimplementasikan konsep LCA pada penelitian yang berhubungan dengan lingkungan.Kemudian pada tahun 1994, Organization for Standardization (ISO) menetapkan LCA sebagai standar instrumen yang dapat digunakan untuk melakukan analisis dampak lingkukngan pada semua industri. Penetapan LCA diatur di dalam ISO 14040.LCA berkembang pesat pada tahun 2000-an. Diawali di Eropa yang menetapkan kebijakan bahwa semua produk harus mengimplementasikan ISO 14040. Penetapan kebijakan tersebut diatur oleh European Commission on Integrated Product Policy (ECIPP). Dalam perkembangannya ECIPP mengembangkan konsep LCA menjadi sebuarh pedoman yang dituangkan ke dalam International Reference Life Cycle Data System Handbook (ILCD) dan dipublikasikan pada tahun 2010 (Buyle, et. al. 2013). Perkembangan tersebut ditindaklanjuti oleh United Nations Environment Program (UNEP) dan SETAC dengan menyusun sebuah instrumen penilaian bagi industri yang mengklaim dirinya sebagai penghasil produk ramah lingkungan (Buyle, et. al. 2013). Envrionmental Product Declarations (EPDs) merupakan istilah yang sering digunakan untuk mendeklarasikan produk ramah lingkungan. Setelah ditetapkannya EPDs, maka era ini menjadi awal pesat berkembangnya implementasi LCA pada sektor konstruksi termasuk manufaktur material konstruksi. Bahkan berkembang sampai pada penetapan standar penggunaan material konstruksi yang berlabel EPDs pada bangunan. Sehingga bangunan yang menggunakan material berlabel EPDs dapat diaudit apakah memiliki atau tidak nilai keberlanjutan. Pada Tabel 1. menunjukkan implementasi LCA pada material konstruksi.

Berdasarkan Tabel 1. masing-masing penelitian memiliki keunikan pada level dan ruang lingkup. Level penelitian dapat dilakukan pada proses manufaktur material dan proyek. Sedangkan pada ruang lingkup meliputi cradle to cradle, cradle to gate, cradle to site dan cradle to install. Pada penelitian yang akan dilakukan berfokus pada material semen, baja tulangan dan ready mix dengan metode LCA pada ruang lingkup cradle to installation. Berikut ini merupakan sebagian kecil dari model peran LCA material semen yang akan dikembangkan pada penelitian ini. Pada Gambar 4. menunjukkan model LCA produk semen curah

Gambar 4 menjelaskan bahwa LCA yang terjadi pada ruang lingkup di proses manufaktur semen dan batas akhir dari bagian ini, semen diolah dalam bentuk semen curah kemudian didelivery ke batching plant. Pada batching plant, semen curah akan digunakan sebagai bahan baku beton sesuai dengan mix design yang diminta oleh pihak proyek. Sedang tahap berikutnya adalah beton yang telah dibuat di batching plant di delivery ke proyek hingga pada proses pengecoran. Gambar 5 merupakan kelanjutan dari Gambar 4. Gambar 5 merupakan proses yang ada di batching plant. Proses yang terjadi pada Gambar 5 meliputi muat material semen, pasir, agregat dan air ke dalam pan mixer, kemudian dicampur sehingga menjadi beton. Tahap selanjutnya beton dimuat ke dalam ready mix yang akan menuju ke site. Sumber daya yang dibutuhkan pada model ini meliputi semen, pasir, agregat, air, dozer, pan mixer dan truck ready mix. Tahap berikutnya adalah beton akan dibawa ke proyek dengan menggunakan ready mix dan dilanjutkan pekerjaan pengecoran.

Pada Gambar 4 dan Gambar 5 menunjukkan siklus yang terbagi ke dalam beberapa tahap kegiatan. Masing-masing kegiatan membutuhkan sumber daya. Sumber daya meliputi tenaga kerja, material, peralatan dan bahan bakar. Sumber daya yang erat hubungannya dengan efek gas rumah kaca adalah bahan bakar, maka bahan bakar menjadi masukan yang penting bagi tiap-tiap tahapan. Sedangkan keluarannya adalah emisi karbon dioksida. Emisi karbon dioksida terbagi menjadi 2 yaitu emisi langsung dan emisi tidak langsung. Emisi langsung adalah emisi yang dihasilkan dari kegiatan proses kontruksi. Sedangkan emisi tidak langsung berasal dari manufaktur material konstruksi yaitu semen dan baja.

C. METODELOGIMetodelogi yang dilakukan adalah dengan,1. Mengumpulkan segala data dan informasi mengenai proses konstruksi yang melibatkan pengecoran semen.2. Menganalisis proses pembangunan/konstruksi3. Menganalisis LCA konstruksiD. PEMBAHASANGoal Defenition and Scoping1. Defenisi dan Deskripsi1. Konstruksi Jalan Aspal hotmixKonstruksi jalan aspal hotmix atau disebut juga perkerasan fleksibel (flexible pavement) merupakan perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan ikat pada lapisan permukaan dan atau lapisan pondasi atas atau ATB (asphalt treated base) dengan metode pencampuran material panas pada suhu tinggi (>100oC) (Aly, M. A., 2004).1. Konstruksi Jalan BetonKonstruksi jalan beton atau disebut juga perkerasan beton semen merupakan perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan ikat ditambahkan agregat (agregat kasar umumnya terbuat dari batu kerikil atau dihancurkan seperti kapur , atau batu granit , ditambah agregat halus seperti pasir ), air dan kimia pencampuran (Aly, M. A., 2004).

2. Proses Pembuatan1. Konstruksi Jalan aspal Hotmix

Gambar 1. Skema proses konstruksi Jalan aspal hotmix (Wirahadikusumah, 2012)Pembetonan : 1. Persiapan bahan campuran1. Penakaran1. pengadukan1. pengangkutan1. penuangan/pengecoran1. pemadatan1. penyelesaian akhir

1. Konstruksi Jalan BetonPekerjaan penulanganPembuatan bekistingPenyiapan tanah dan lapis pondasi

Perawatan beton (28 hari) dengan penyemprotan air u/ menghindari penguapan yg berlebihan (0.3 ltr/m2) dan penutupan karung goni basah (7 hari)

ScopeConstruction Roadway

Hot mixed AsphaltConcrete RoadRaw MaterialsConstruction processImpact analysisUrban Roadway with length 1 Km.

3. Masalah Lingkungan yang akan ditinjauKonstruksi jalan bukan hanya memberikan dampak positif namun juga menimbulkan dampak lingkungan yang cukup besar pula termasuk tingkat konsumsi energy dan emisi gas rumah kaca (GRK). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kegiatan konstruksi telah menyumbang emisi dan dampak terhadap lingkungan. Khusus pada konstruksi jalan, sebuah penelitian tentang life cycle assessment terhadap dampak lingkungan pekerjaan pembangunan jalan baru di Texas Amerika Serikat, menyimpulkan bahwa terdapat emisi 18.56 ton CO2 pada pembangunan 3.2 mil proyek jalan tersebut (Rajagopalan, 2007). Berdasarkan informasi di atas, maka penulis meninjau masalah lingkungan yang akan ditimbulkan oleh setiap proses kontruksi jalan beton dan aspal hotmix. Adapun pendekatan analisis dapat dilihat melalui skema life cycle analysis berikut INPUTn ton material bahan bakun GJ bahan bakarn GJ batu baran ton air

PROSES AWAL

PROSES AKHIR

Emisi CO2OUTPUTPROSESLIMBAH : PADAT, CAIR, B3KEBISINGAN & KUALITAS UDARA

Gambar 2. Skema Life Cycle Analysis Konstruksi Jalan Beton dan Aspal hotmix

4. Inventory Analysisa. Identifikasi dan kuantifikasi energy yang akan di pakaiTabel 1. Konsumsi energy yang digunakan untuk memproduksi per ton aspal dan per m3 beton pada konstruksi jalan.MaterialAspal HotmixBeton

Diesel 3.19 MJ/ton aspal48.68 MJ/m3 beton

Batubara 2.84 ton/ton aspal-

Heating oil285 MJ/ton aspal-

Listrik 36 MJ/ton aspal16.72 MJ/m3 Beton

Sumber : Hkan Stripple, 2001. Life Cycle Assessment of Road A Pilot Study for Inventory Analysis.

b. Identifikasi dan kuantifikasi air dan material dasar yang dikonsumsiTable 2. Material dasar dan konsumsi air dalam kontruksi jalan aspal hotmix dan beton untuk panjang jalan 1 km (freeway in urban roadway)MaterialUnitAspal HotmixBeton

AspalTon775.25(1)-

SemenTon-3646(3)

Agregat Ton728.74(2)34850(3)

Fly ashTon-404(3)

Besi penulanganTon-151(3)

airTon17.551641(3)

Catatan : volume beton = 6472 m3 (3)c. Identifikasi material yang akan lepas ke lingkungan

Table 3. Material yang akan dilepaskan ke lingkunganMaterialunit per ton Aspal Hotmix (1)per m3 Beton(1)Aspal Hotmix(2)Beton(2)

Gas

COg1.18E+016.34E+009.15E+034.10E+04

CO2g3.44E+043.28E+052.67E+072.12E+09

SO2g5.20E+014.04E+024.03E+042.61E+06

NOxg1.19E+028.51E+029.23E+045.51E+06

CH4g1.07E-023.15E-028.30E+002.04E+02

N2Og5.18E-021.95E-014.02E+011.26E+03

HCg1.85E+00-1.43E+03-

Cair

BODg1.14E+00-8.84E+02-

CODg2.07E+008.69E-021.60E+035.62E+02

Pg1.02E-01-7.91E+01-

Ng3.05E-011.32E-022.36E+028.54E+01

B3

Oilg3.92E-032.79E-023.04E+001.81E+02

phenolg5.98E-033.79E-024.64E+002.45E+02

radoaktive wastecm39.95E-022.80E-017.71E+011.81E+03

environmental hazardous wasteg1.58E+01-1.22E+04-

Padat

ashesg4.97E+001.40E+013.85E+039.06E+04

dustg-4.02E-02-2.60E+02

demolition wastecm31.07E+003.00E+008.30E+021.94E+04

Sumber :1 Hkan Stripple, 2001. Life Cycle Assessment of Road A Pilot Study for Inventory Analysis.2hasil perhitungan dengan factor pengali Aspal =775.25 (ton aspal/km panjang jalan) (Wirahadikusumah, 2012) dan factor pengali beton = 6472 (m3/km panjang jalan) (Nicolas, et al, 2011).

5. Impact AssessmentImpact Assesment yang dikaji dalam tulisan ini meliputi tingkat emisi yang dihasilkan dari pekerjaan konstruksi jalan Aspal Hotmix dan jalan beton (semen) dengan asumsi panjang jalan 1 km dengan jenis jalan freeway untuk urban roadway mengacu pada AASHTO Design dan dampak yang diakibatkan oleh kontruksi tersebut baik dari aspek lingkungan maupun kesehatan dan kenyamanan manusia yang berada di sekitar lokasi konstruksi. 1. Emisi CO2 dan Konsumsi EnergiTabel 4. Konsumsi Energi yang digunakan pada kontruksi jalan hotmix aspal dan beton per km panjang jalan.MaterialUnitAspal HotmixBeton

Diesel GJ2.47315.06

Batubara GJ2.200.00

Heating oilGJ220.950.00

Listrik GJ27.91108.21

TotalGJ253.53423.27

Sumber : Data sekunder, 2013Berdasakan hasil inventori data konsumsi energy pada Table 1 dengan mengalikan kebutuhan aspal/ km panjang jalan dan kebutuhan beton per/km panjang jalan, maka diperoleh total jumlah energy yang digunakan untuk konstruksi aspal hotmix adalah 253.53 GJ dan konstruksi jalan beton 423,27 GJ. Dengan demikian kontruksi jalan beton menghabiskan energy jauh lebih besar dari kebutuhan energy untuk kontruksi jalan aspal hotmix. Hal ini berarti semakin besar konsumsi energy yang digunakan semakin besar pula emisi dan polusi yang akan ditimbulkan dan secara langsung akan berdampak pada lingkungan terutama emisi gas rumah kaca (GRK).Table 5. Emisi CO2 yang dihasilkan dari konstruksi jalan Aspal Hotmix dan beton per km panjang jalan.Materialunitfaktor emisi (Kg CO2e/Kg material)emisi CO2 (Kg CO2e/Kg material)

Aspal HotmixBeton

AspalKg16.781.32E+07 -

SemenKg0.928 -1.91E+06

Agregat Kg0.00322.37E+037.30E+02

Fly ashKg0.01 -9.25E+03

Besi penulanganKg1.24 -2.44E+07

AirKg0.0058.92E+014.25E+02

TotalKg CO2/km panjang jalan1.32E+072.63E+07

Sumber : Data sekunder, 2013.

Gambar 3. Grafik Total Emisi CO2 pada konstruksi Jalan Aspal hotmix dan beton.Berdasarkan hasil perhitungan pada table 5 menunjukkan bahwa kontruksi jalan beton menyumbang emisi CO2 yang besar dibandingkan jalan aspal hotmix. Total emisi CO2 pada kajian LCA disini terbatas pada emisi CO2 yang digunakan pada bahan baku konstruksi aspal hotmix maupun beton. Semakin besarnya emisi CO2 yang dihasilkan oleh suatu konstruksi akan memberikan dampak khususnya pada Efek Rumah kaca (Global Warming Potensial), dengan demikian banyaknya konsentrasi CO2 di atmosfir menyebabkan suhu udara di bumi semakin meningkat dan akan menyebabkan es kutub utara mencair sehingga meningkatkan air permukaan laut (sea water level), selain itu akan menimbulkan perubahan iklim secara global (climate change) yang akan berdampak pada pergeseran pola tanam, ketersediaan air dan produktivitas tanaman akan menurun.1. Dampak Lingkungan dan kesehatan manusia dari limbah yang dihasilkanDampak lingkungan yang ditimbulkan dari limbah yang dihasilkan pada setiap kontruksi jalan aspal hotmix dan beton akan di bagi dalam 3 aspek yaitu :1. Pencemaran udara Komponen pencemaran udara dapat di lihat pada Tabel 3, dimana konsentrasi komponen pencemaran udara (CO,SO2, NOx, CH4, N2O, debu dan abu) yang dihasilkan pada konstruksi jalan lebih besar dibandingkan jalan aspal hotmix, namun konsentrasi gas HC (hydrocarbon) pada kontruksi aspal lebih besar. Besarnya konsentrasi gas-gas tersebut di atmosfir akan meningkatnya kadar asam di udara dan menjadi pemicu terjadinya hujan asam dan secara langsung akan berdampak pada vegetasi/tanaman, tanah dan air. Hujan asam dapat meningkatkan tingkat keasamaan sungai dan danau yang mengakibatkan matinya ikan-ikan dan penghuni habitat kedua tempat tersebut.Peningkatan partikel padat di udara (debu), jelaga dan lain-lain menghalangi radiasi surya yang mencapai permukaan bumi dengan cara membaurkannya. Hal ini menyebabkan penurunan suhu di permukaan bumi, selain itu Partikel padat berupa debu dan jelaga di atmosfer dapat bertindak inti kondensasi yang dapat merangsang turunnya hujan. Dampak lanjut dari terganggunya kualitas udara terhadap kesehatan dan kenyamanan manusia antara lain: 1. Debu : menyebabkan iritasi kulit, iritasi mata, sesak nafas, bronchitis dan fibriosis paru-paru. 1. SO2 : menyebabkan bau yang tidak enak, konjungtiva mata, pusing, mual, batuk dan oedema paru-paru. 1. CO : mengurangi kandungan O2 dalam darah, sehingga menimbulkan nafas pendek, sakit kepala, pusing, melemahnya daya penglihatan dan pendengaran. 1. NO2 : mengganggu sistem pernafasan. 1. HC : menyebabkan leukemia dan kanker. 1. Pencemaran TanahPada kegiatan kontruksi jalan juga akan berdampak pada pencemaran tanah dimana proses penimbunan bahan material kontruksi dan pembukaan lahan jalan di lokasi konstruksi serta pengerjaan kontruksi itu sendiri. Komponen sumber pencemaran tanah dapat dilihat pada table 3 yang menunjukkan bahwa adanya limbah hasil sisa-sisa bahan material (demolition waste) dari proses kontruksi yang dibiarkan pada suatu tempat akan menyebabkan pencemaran tanah. Pada table tersebut juga menunjukkan bahwa kontruksi jalan beton menghasilkan limbah sampah sisa material yang lebih besar dibandingkan dengan kontruksi jalan aspal. Selain itu pencemaran tanah juga diakibatkan oleh limbah cair, padat dan limbah B3. Limbah B3 yang dihasilkan dari konstruksi jalan beton lebih besar dibandingkan dengan kontruksi jalan aspal hotmix. limbah B3 tersebut mengandung zat radioaktif yang akan berefek langsung terhadap kesehatan manusia khususnya pemicu kanker dan cacat permanen pada anak. 1. Pencemaran airPencemaran air yang diakibatkan dari proses kontruksi jalan baik jalan beton maupun aspal hotmix dapat dilihat dari komponen pencemarnya yaitu konsentrasi BOD, COD, Phospat dan Nitrogen yang dihasilkan. Berdasarkan table 3 menunjukkan bahwa kontruksi jalan aspal hotmix menghasilkan konsentrasi BOD, COD, P dan N lebih tinggi dibandingkan dengan kontruksi jalan beton. Hal ini dimungkinkan karena drum penyimpanan aspal yang terkena air hujan atau dimana komponen penyusun aspal merupakan senyawa karbon yang menghasilkan BOD, COD, P dan N yang tinggi akan mengalir pada saluran drainase dan menyebabkan pencemaran air. Tingginya kadar polutan, akan menyebabkan perubahan signifikan dalam pH air dan sedikitnya jumlah oksigen dalam air juga memiliki efek termal dan ini akan menyebabkan kematian ikan dan makhluk lain dari habitat sungai.1. Dampak terhadap kenyaman hidup manusia (Tingkat Kebisingan)Kegiatan yang dapat menimbulkan kebisingan antara lain pengoperasian kendaraan dan peralatan pada saat konstruksi jalan. Konstruksi jalan aspal hotmix maupun jalan beton menimbulkan kebisingan yang sama dari peralatan kontruksi di lapangan. Table berikut ini menyajikan data sumber kebisingan dan level kebisingan yang ditimbulkan.

Sumber :(Matilainen 1986,.Ympristnsuojelu tien- ja maarakennustiss.(Environmental Protection in Road Construction and Earthworks). RIL 163.Helsinki. dan Naturvrdsverket. 1983. Byggbuller. Publication nr 1561. Solna. 65 p)Adapun dampak dari kebisingan adalah terganggunya kesehatan dan kenyamanan antara lain: gangguan pendengaran, gangguan percakapan, gangguan tidur, gangguan psikologis, gangguan produktivitas kerja dan gangguan emosional.

6. InterpretationBerdasarkan hasil evaluasi dari inventory analysis dan impact assessment, seperti input material dan energy yang digunakan pada kontruksi jalan dengan panjang 1 km serta emisi dan dampak yang dihasilkan terhadap lingkungan dan kesehatan manusia, maka kontruksi jalan aspal hotmix masih menjadi alternative meskipun memiliki beberapa kelemahan dibandingkan jalan beton khususnya kelemahan pada kekuatan jalan dan kontruksinya dalam menahan beban serta perawatan yang intensif. Namun pada kajian LCA ini terbatas pada input material dan energy yang digunakan serta emisi yang dihasilkan terhadap lingkungan dan kesehatan manusia, tidak melihat dari aspek teknis dan struktur jalan.

E. KESIMPULANBerdasarkan pembahasan Life Cycle Assessment, dapat disimpulkan bahwa,1. Penakaran daur hidup (LCA) adalah suatu metode pengukuran dampak suatu produk tertentu terhadap ekosistem yang dilakukan dengan mengidentifikasikan, mengukur, menganalisis, dan menakar besarnya konsumsi energi, bahan baku, emisi serta faktor-faktor lainnya yang berkaitan dengan produk tersebut sepanjang siklus hidupnya.2. Dari tulisan ini, dapat dibandingkan pemilihan yang tepat dalam proses konstruksi jalan asapal menggunakan aspal hotmix atau beton.3. Dalam analisis LCA konstruksi jalan aspal hotmix lebih baik dibanding jalan aspal beton meskipun dalam segi kekuatan jalan, jalan beton lebih baik.

Daftar Pustaka

Hermawan dkk. 2013. Peran LCA pada material konstruksi dalam upaya menurunkan dampak emisi karbon dioksida pada efek rumah kaca. Konferensi Nasional Teknik Sipil 7, Universitas Sebelas Maret (UNS). Surakarta.Megasari, Kartini dkk.___. Penakaran Daur Hidup untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara Kapasitas 50 KW. Reskiana. 2013. Aplikasi LCA dalam Pemilihan Material Konstruksi.


Related Documents