LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBINGREGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIK
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON
Jl. Pemuda No. 32 Telp. (0231) 206558 Cirebon 45132
Website : http://www. unswagati-crb.ac.id
Email : [email protected]
Tahun Akademik 2013-2014
Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal :
...............................................
Mengetahui,
Dosen Akuntansi Sektor Publik
Tri Neliana, S.E.,M.Si.,Ak
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Sehingga kami dapat menyelesaikan
penulisan buku laporan Akuntansi Sektor Publik ini dengan baik. Dan kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang berada di kampus.
Khususnya kepada Ibu Tri Neliana, S.E.,M.Si.,Ak sebagai dosen mata kuliah
Akuntansi Sektor Publik yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
menjelaskan materi berjudul Regulasi dan Standar di Sektor Publik.
Tidak lupa juga, kami mengucapkan terima kasih kepada ketua jurusan
Akuntansi Ibu Rawi, S.E., M.Si.Akt, serta rekan-rekan yang telah membantu dalam
penulisan laporan ini.
Laporan ini disusun berdasarkan kegiatan yang dilakukan selama mengikuti
kegiatan belajar mengajar di kampus dengan berbagai masukan dan saran dari
semua pihak yang terkait, serta pengalaman yang semakin berkembang di
lingkungan pendidikan maupun di lingkungan kampus.
Tujuan laporan ini disusun adalah mahasiswa mampu mencari alternatif
pemecahan masalah akuntansi sektor publik lebih luas dan mendalam, melatih
mahasiswa dalam berpikir aktif, aspiratif dan secara kritis.
Kami sebagai penyusun memohon maaf apabila dalam penyusunan buku
laporan ini terdapat kesalahan. Kami juga menyadari bahwa laporan ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami membuka saran dan kritiknya dari
berbagai pihak demi sempurnanya laporan ini. Kami sangat menghargai saran dan
kritik yang dapat membangun dalam penyusunan buku laporan untuk selanjutnya
yang lebih baik.
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 2
Semoga laporan ini bermanfaat bagi semua pihak dan dapat berguna di
kemudian hari. Atas perhatian dan masukannya kami ucapkan terima kasih.
Semoga Allah selalu memberikan yang terbaik bagi kita semua dan selalu dalam
lindungan-Nya.
Cirebon, 15 September 2013
PENYUSUN
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 3
DAFTAR ISI
Hal
Lembar Pengesahan Dosen Pembimbing……..................................................... 1
Kata Pengantar............................................................................................................... 2
Daftar isi........................................................................................................................ 4
BAB I Pendahuluan...................................................................................................... 6
BAB II Konsepsi Teori………………………………………………………………. 8
1. Perkembangan Regulasi Terkait Organisasi Nirlaba……………………………….. 8
1.1. Regulasi tentang Yayasan………………….……………………………. 9
1.2. Regulasi tentang Partai Politik………….……………………………….. 10
1.3. Regulasi tentang Badan Hukum Milik Negara dan Badan Hukum
Pendidikan………………………………………………………………. 11
1.4. Regulasi tentang Badan Layanan Umum…………....…………………... 12
2. Perkembangan Regulasi Terkait Keuangan Negara…………………..………….…. 13
2.1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.…..... 13
2.2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara………………………………………………………………….... 15
2.3. Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum……………….………… 16
2.4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara……………….….. 17
2.5. Pelaksanaan Pemeriksaan……………………………………………….. 17
2.6. Hasil Pemeriksaan dan Tindak Lanjut…………………………………... 17
3. Perkembangan Regulasi Terkait Otonomi Daerah…………………………………. 18
3.1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah…………………………………………………………………… 19
3.2. Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah……………. 21
4. Perkembangan Standar Di Sektor Publik………………………………………….... 23
4.1. Standar Internasional Akuntansi Sektor Publik (IPSAS)………………... 23
4.2. PSAK 45…………………………………………………………………. 25
4.3. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)………………………………..... 27
5. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN)…………………………………… 29
5.1. Standar Umum SPKN……………………………………………………. 31
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 4
6. Lampiran Kerangka Konseptual Menurut SAP…………………………………….. 32
6.1. Lingkungan Akuntansi Pemerintahan……………………………………. 32
6.2. Pengguna dan Kebutuhan Informasi……………………………………... 34
6.3. Entitas Pelaporan…………………………………………………………. 35
7. Peranan dan Tujuan Pelaporan Keuangan………………………………................... 35
7.1. Peranan Pelaporan Keuangan…………………………………………….. 35
7.2. Tujuan Pelaporan Keuangan……………………………………………… 36
7.3. Komponen Laporan Keuangan…………………………………………… 37
8. Dasar Hukum Pelaporan Keuangan…………………………………………………. 37
8.1. Asumsi dasar……………………………………………………………… 37
8.2. Karakteristik Kualitatif…………………………………………………… 38
8.3. Prinsip Akuntansi dan Pelaporan Keuangan……………………………… 39
8.4. Kendala informasi yang Relevan dan Andal……………………………… 40
BAB III Daftar Pustaka……...…………………………………………………………. 41
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 5
PENDAHULUAN
Pada era keterbukaan seperti sekarang ini, informasi berperan penting bagi kita
semua. Informasi merupakan sarana komunikasi efektif antara anggota masyarakat
dengan anggota masyarakat dengan anggota masyarakat lainnya atau antara suatu etitas
tertentu dengan masyarakat di sekitarnya. Pada kondisi tersebut, penyajian infromasi
yang utuh akan menciptakan transparansi dan pada gilirannya akan mewujudkan
akuntabilitas publik.
Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya, kita mengetahui bahwa aktivitas
organisasi sektor publik mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Atas fakta itu, untuk
mencegah terjadinya penyalahgunaan yang merugikan masyarakat, organisasi sektor
publik perlu diatur dengan peraturan-peraturan. Nantinya, regulasi ini akan bersifat lebih
detail dibandingkan dengan regulasi yang mengatur sektor komersial mengingat sifatnya
yang mempengaruhi kepentingan orang banyak.
Selain itu, sebagai organisasi yang mengelola dana masyarakat, organisasi sektor
publik juga seyogyanya mampu memberikan pertanggungjawaban publik melalui
laporan keuangannya. Seperti yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan komersial,
informasi berupa laopran keuangan tersebut seharusnya merupakan hasil dari sebuah
proses akuntansi.
Untuk keperluan tersebut, dibutuhkan standar akuntansi yang dimaksudkan
menjadi acuan dan pedoman bagi para akuntan yang berada dalam organisasi sektor
publik. Standar akuntansi merupakan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum (PABU)
atau Generally Accepted Accounting Principle (GAAP). Berlaku umum bermakna bahwa
laporan keuangan suatu organisasi dapat dimengerti oleh siapapun dengan latar belakang
apa pun.
Penjelasan tentang hal ini terdapat dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) Nomor 1 paragraf 9 dan 10 yang menyatakan bahwa laporan
keuangan yang dibuat berdasarkan standar akuntansi yang tetap bisa memenuhi
kebutuhan semua pengguna yang meliputi investor sekarang, investor potensial,
karyawan, pemberi pinjaman, pemasok, kreditor lainnya, pemerintah dan lembaga-
lembaganya, serta masyarakat.
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 6
PABU penting karena jika PABU tidak ada, maka suatu entitas harus membuat
laporan keuangan dalam banyak format karena banyaknya pihak yang berkepentingan.
Dalam konteks lain, PABU yang diwujudkan dalam bentuk standar akan membantu para
akuntan dalam menerapkan prinsip-prinsip yang konsisten pada entitas yang berbeda.
PABU merupakan standar yang harus diikuti dimana pun profesi akuntan
berada, kecuali jika keadaan membenarkan adanya pengecualian terhadap standar yang
ada. Jika manajemen suatu perusahaan atau organisasi merasa bahwa keadaan yang
dihadapi tidak memungkinkan adanya ketaatan terhadap standar yang ada, maka
pengecualian dapat dilakukan, tentu saja disertai dengan pengungkapan yang memadai.
Dalam konteks organisasi sektor publik, sebuah paket standar akuntansi
tersendiri diperlukan karena kekhususan yang signifikan antara organisasi sektor publik
dengan perusahaan komersial, diantaranya adanya kewajiban pertanggungjawaban yang
lebih besar kepada publik atas penggunaan dana-dana yang dimiliki.
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 7
PERKEMBANGAN REGULASI DI SEKTOR PUBLIK
Regulasi di sektor publik dapat dibagi dalam dua bagian besar, yaitu perkembangan
regulasi yang terkait dengan organisasi nirlaba dan instansi pemerintahan. Kedua jenis
perkembangan ini perlu dibedakan mengingat sifat regulasi di sektor publik bersifat
spesifik untuk setiap jenis organisasi. Selain itu, di instansi pemerintah, regulasi yang
digunakan juga cenderung lebih rumit dan detail.
Perkembangan Regulasi Terkait Organisasi Nirlaba
Regulasi tentang Yayasan
Yayasan merupakan salah satu bentuk badan hukum yang keberadaannya telah
lama berkembang di Indonesia. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan
yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial,
keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.
Regulasi yang terkait dengan yayasan adalah Undang-Undang RI Nomor 16
Tahun 2001 tentang Yayasan. Undang-Undang ini dimaksudkan untuk menjamin
kepastian dan ketertiban hukum agar yayasan dapat berfungsi sesuai dengan maksud dan
tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada masyarakat.
Berikut isi Undang-Undang No.16/2001 secara ringkas :
1. Ketentuan Umum Yayasan yang meliputi pengertian yayasan beserta organ-organ
yang membentuknya, persyaratan kegiatan usaha yang dapat dilakukan, dan
kekayaan yayasan.
2. Tata cara Pendirian Yayasan sejak pengajuan pendirian, pembuatan akta, sampai
dengan permohonan pengesahannya ke Menteri Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia (sekarang bernama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia).
3. Tata cara perubahan Anggaran Dasar Yayasan.
4. Kewajiban pengumuman akta pendirian yayasan dalam Tambahan Berita Negara
Republik Indonesia.
5. Kekayaan Yayasan.
6. Organ yayasan yang terdiri atas pembina, pengurus, dan pengawas.
7. Laporan tahunan yang harus disampaikan.
8. Tata cara pemeriksaan dan pembubaran yayasan.
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 8
Undang-Undang ini diperbaharui dalam beberapa aspek dengan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001
tentang yayasan.
Berikut beberapa hal yang diubah pada UU 28/2004.
1. Memperjelas larangan pengalihan atau pembagian kekayaan yayasan. UU
16/2001 hanya menyebutkan bahwa kekayaan yayasan dilarang dialihkan atau
dibagikan secara langsung ataupun tidak langsung kepada pembina, pengurus,
pengawas, karyawan, atau pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap
yayasan. UU 28/2004 menambahkan bahwa dilarang dialihkan atau dibagikan
baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat
dinilai dengan uang dengan beberapa pengecualian yang diatur lebih detail.
2. Perubahan proses perolehan status badan hukum. Jika sebelumnya kewenangan
menteri dalam memberikan pengesahan akta pendirian yayasan sebagai badan
hukum dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan
HAM, permohonan kepada menteri di UU 28/2004 diajukan melalui notaris
yang membuat akta pendirian yayasan. Undang-undang ini juga menjelaskan
secara lebih detail dalam hal perspektif waktu tata cara pengesahan pendirian
yayasan.
3. Ketentuan baru mengenai tanggung jawab secara tanggung renteng oleh
pengurus yayasan untuk perbuatan hukum yang dilakukan oleh pengurus atas
nama yayasan sebelum yayasan memperoleh status badan hukum.
4. Jangka waktu pengumuman pendirian yayasan yang telah disetujui diperpendek
dari jangka waktu 30 hari (UU 16/2001) menjadi 14 hari (UU28/2004) terhitung
sejak tanggal akta pendirian yayasan disahkan.
5. Pembagian kekayaan sisa hasil likuidasi yayasan sebelumnya diatur hanya
diberikan pada yayasan lain yang memiliki kesamaan kegiatan atau diserahkan
pada negara. UU 28/2004 mengatur tambahan bahwa jika tidak diberikan pada
yayasan lain yang memiliki kesamaan kegiatan, sisa hasil likuidasi yayasan
dapat diberikan pada badan hukum lain yang memiliki kesamaan kegiatan
sebelum opsi diserahkan pada negara.
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 9
Selain dua undang-undang yang telah disebutkan, untuk lebih menjamin
kepastian hukum, pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun
2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang yayasan. PP ini memberikan
penjelasan yang lebih detail dan aplikatif dari ketentuan yang telah diatur dalam undang-
undang tentang yayasan, antara lain mengenai:
1. Pemakaian nama yayasan
2. Kekayaan awal yayasan
3. Tata cara pendirian yayasan oleh orang asing
4. Tata cara perubahan anggaran dasar
5. Syarat dan tata cara pemberian bantuan negara kepada yayasan
6. Syarat dan tata cara yayasan asing yang melakukan kegiatan di Indonesia
7. Syarat dan tata cara penggabungan yayasan
Regulasi tentang Partai Politik
Regulasi tentang partai politik telah dikembangkan sejak lama, tetapi
berkembang dengan pesat sejak era reformasi dengan sistem multipartainya. Undang-
undang yang pertama ada setelah era reformasi adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1999 tentang Partai Politik. Seiring dengan perkembangan masyarakat dan perubahan
sistem ketatanegaraan yang dinamis di awal-awal era reformasi, undang-undang ini
diperbarui dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai
Politik.
Undang-undang ini sudah mengatur pondasi dan hal-hal pokok mengenai partai politik,
antara lain:
1. Pembentukan partai politik
2. Asas, ciri, tujuan, fungsi, hak, dan kewajiban partai politik
3. Keanggotaan dan kedaulatan anggota partai politik
4. Kepengurusan partai politik
5. Peradilan perkara jika terjadi masalah di partai politik
6. Keuangan
7. Larangan-larangan untuk partai politik
8. Penggabungan partai politik
9. Pengawasan partai politik
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 10
Regulasi tentang Badan Hukum Milik Negara dan Badan Hukum Pendidikan
Badan Hukum Milik Negara (BHMN) adalah salah satu bentuk badan hukum di
Indonesia yang awalnya dibentuk untuk mengakomodasi kebutuhan khusus dalam
rangka “privatisasi” lembaga pendidikan yang memiliki karakteristik tersendiri,
khususnya sifat non-profit meski berstatus sebagai badan usaha.
Pada akhir tahun 2008, terdapat perkembangan baru pada dunia pendidikan
tinngi di Indonesia dengan disahkannya undang-undang tentang Badan Hukum
Pendidikan (BHP).
BHP adalah badan hukum penyelenggaraan pendidikan formal dengan
berprinsip nirlaba yang memiliki kemandirian dalam pengelolaannya dengan tujuan
memajukan satuan pendidikan.
Dalam pengelolaannya, BHP mendasarkan pada sepuluh prinsip berikut.
1. Nirlaba, artinya kegiatan yang dilakukan tidak dengan tujuan mencari laba sehingga
jika ada kelebihan hasil usaha, kelebihan tersebut diinvestasikan kembali untuk
meningkatkan mutu pendidikan.
2. Otonom, artinya kewenangan dan kemampuan untuk menjalankan kegiatan secara
mandiri baik dalam bidang akademik maupun non akademik.
3. Akuntabel, artinya kemampuan dan komitmen untuk mempertanggungjawabkan
semua kegiatan yang dijalankan pada seluruh pihak-pihak yang berkepentingan
(stakeholders).
4. Transparan, artinya kemampuan menyajikan informasi yang relevan secara tepat
waktu sesuai dengan peraturan perundangan dan standar yang berlaku.
5. Penjaminan mutu, artinya kegiatan sistematis dalam memberikan layanan
pendidikan formal yang memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan dan
meningkatkan mutu pelayanan pendidikan secara berkesinambungan.
6. Layanan prima, artinya orientasi dan komitmen untuk memberi layanan pendidikan
formal yang terbaik bagi peserta didik pada khususnya dan pemangku kepentingan
pada umumnya.
7. Akses yang berkeadilan, artinya memberikan pelayanan pendidikan kepada calon
peserta didik tanpa memandang latar belakang, agama, ras, etnis, gender, status
sosial, serta kemampuan ekonomi.
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 11
8. Keberagaman, artinya kepekaan dan sikap akomodatif terhadap berbagai perbedaan
pemangku kepentingan yang bersumber dari kekhasan agama, ras, etnis, dan budaya
masing-masing.
9. Keberlanjutan, artinya kemampuan untuk memberikan layanan pendidikan formal
kepada peserta didik secara terus-menerus.
10. Partisipasi atas tanggung jawab negara, artinya keterlibatan pemangku
kepentingan dalam penyelenggaraan pendidikan formal untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Berdasarkan amanat pasal 65, 66, dan 67 UU BHP, diatur beberapa mekanisme
perubahan universitas menjadi BHP sebagai berikut :
1. Untuk Perguruan Tinggi yang:
a. Didirikan oleh Pemerintah, harus berubah menjadi BHPP (Badan Hukum
Milik Pemerintah) dalam waktu 4 tahun (selambat-lambatnya tanggal 16
Januari 2013).
b. Berbentuk BHMN, harus berubah menjadi BHPP dalam waktu 3 tahun
(selambat-lambatnya tanggal 16 Januari 2012).
2. Untuk Perguruan Tinggi yang berada dalam naungan Yayasan, Perkumpulan,
maupun badan lainnya akan berubah menjadi BHP Penyelenggara dan harus
diubah Tata Kelolanya dalam waktu 6 tahun (selambat-lambatnya tanggal 16
Januari 2015).
Regulasi tentang Badan Layanan Umum
Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang
dan/ atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan. Dalam melakukan
kegiatannya, BLU didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Yang dapat menjadi BLU adalah satuan kerja pemerintah operasioanal yang
melayani publik, seperti layanan kesehatan, pendidikan, pengelolaan kawasan,
pengelolaan dana bergulir untuk usaha kecil dan menengah, lisensi, dan lain-lain.
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 12
Kriteria yang lebih lengkap bagi suatu satuan kerja untuk dapat menjadi BLU adalah:
1. Bukan kekayaan negara/daerah yang dipisahkan sebagai satuan kerja instansi
pemerintah.
2. Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi.
3. Berperan sebagai agen dari menteri/pimpinan lembaga induknya:
a. Kedua belah pihak menandatangani kontrak kinerja.
b. Menteri/pimpinan lembaga bertanggung jawab atas kebijakan layanan yang
hendak dihasilkan.
c. BLU bertanggung jawab menyajikan layanan yang diminta.
Perkembangan Regulasi Terkait Keuangan Negara
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
UU 17 Tahun 2003 adalah tonggak sejarah penting yang mengawali reformasi
keuangan negara kita menuju pengelolaan keuangan yang efisien dan modern. Berikut
beberapa hal penting yang diatur dalam undang-undang ini.
1. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
Presiden selaku Kepala Pemerintah memegang kekuasaan pengelolaan keuangan
negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan tersebut:
a. Dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskan dan Wakil
Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan
b. Dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna
anggaran/pengguna barang kementrian negara/lembaga yang dipimpinnya
c. Diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan
daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah
dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan
d. Tidak termasuk kewenangan dibidang moneter, yang antara lain meliputi
mengeluarkan dan mengedarkan uang yang diatur dengan undang-undang
2. Penyusunan dan pendapatan APBN
Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) merupakan wujud
pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang.
APBN harus sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan
kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara.
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 13
Jadi, hal penting yang ditekankan dalam UU ini penyususnan RAPBN harus
berpedoman kepada rencana kerja pemerintah dalam rangka mewujudkan
tercapainya tujuan bernegara.
Undang-undang ini juga menjabarkan tahapan penting dalam penyusunan
APBN yang diawali dengan penyampaian pokok-pokok kebijakan fiskal dan
kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada DPR, selambat-
lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan. Pembahasan RUU tentang APBN,
disertai nota keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada dewan
perwakilan Rakyat pada bulan agustus. Pengambilan keputusan oleh DPR mengenai
RUU tentang APBN dilakukan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun
anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
3. Penyusunan dan penetapan APBD
Seperti halnya APBN, undang-undang ini juga menjabarkan tahapan penting
dalam penyusunan APBD yang diawali dengan penyampaian kebijakan umum
APBD (KUA) sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD, selambat-
lambatnya pertengahan juni tahun berjalan.
Pemerintah daerah bersama DPRD membahas prioritas dan plafon anggaran
sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat daerah. APBD
yang disetujui oleh DPRD terperinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program,
kegiatan dan jenis belanja. Apabila DPRD tidak menyetujui rancangan peraturan
daerah, pemerintah daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya untuk
membiayai keperluan setiap bulan sebesar APBD tahun anggaran sebelumnya.
4. Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah,
serta pemerintah / lembaga asing
a. Pemerintah pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan
pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter.
b. Pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada pemerintah
daerah berdasarkan undang-undang perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Pemerintah pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada
pemerintah daerah atau sebaliknya. Pemberian pinjaman hibah tersebut
dilakukan setelah mendapat persetujuan DPR.
5. Hubungan keuangan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah,
perusahaan swasta, serta badan pengelola dana masyarakat
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 14
a. Pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan
menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah
b. Mentri keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan
negara
c. Gubernur/bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan kepada
perusahaan daerah
d. Pemerintah pusat dapat melakukan penjualan privatisasi perusahaan negara
setelah mendapat persetujuan DPR
e. Pemerintah daerah dapat melakukan penjualan prifatisasi perusahaan daerah
setelah mendapat persetujuan DPRD
6. Pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD
Presiden dan para kepala daerah wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN/APBD kepada DPR/DPRD berupa:
a. Laporan Realisasi Anggaran
b. Neraca
c. Laporan arus kas
d. Catatan atas laporan keuangan
Yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
Penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara
menimbulkan hak dan kewajiban negara yang perlu dikelola dalam suatu sistem
pengelolaan keuangan negara. Pengelolaan keuangan negara sebagaimana dimaksud
dalam UUD 1945 perlu dilaksanakan secara profesional, terbuka dan bertanggungjawab
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang diwujudkan dalam APBN dan APBD.
UU perbendaharaan indonesia tersebut tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan
pengelolaan keuangan negara yang sesuai dengan tuntutan perkembangan demokrasi,
ekonomi dan teknologi. Oleh karena itu, UU tersebut perli diganti dengan UU baru yang
mengatur kembali ketentuan dibidang perbendaharaan negara, sesuai dengan tuntutan
perkembangan demokrasi, ekonomi, dan teknologi modern.
Perbendaharaan negara dalam UU ini adalah pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan
yang ditetapkan dalam APBN dan APBD.
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 15
Sesuai dengan pengertian tersebut, UU nomor 1 tahun 2004 ini mengatur:
1. Ruang lingkup dan asas umum perbendaharaan negara
2. Kewenangan pejabat perbendaharaan negara
3. Pelaksanaan pendapatan dan belanja negara/daerah
4. Pengelolaan uang negara/daerah
5. Pengelolaan piutang dan utang negara/daerah
6. Pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah
7. Penatausahaan dan pertanggungjawaban APBN/APBD
8. Pengendalian intern pemerintah
9. Penyelesaian kerugian negara/daerah
10. Pengelolaan keuangan badan layanan umum
Selain menjadi landasan hukum dalam pelaksanaan reformasi pengelolaan
keuangan Negara pada tingkat pemerintah pusat, undang-undang ini juga berfungsi untuk
memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah dalam kerangka
negara kesatuan republik indonesia (NKRI).
Fungsi perbendaharaan tersebut terutama meliputi perencanaan kas yang baik,
pencegahan agar sampai terjadi kebocoran dan penyimpanga, pencairan sumber
pembiayaan yang paling murah dan pemanfaatan dana yang menganggur (idle cash)
untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya keuangan. Upaya untuk menerapkan
prinsip-prinsip pengelolaan keuangan yang selama ini lebih banyak dilaksanakan didunia
usaha dalam pengelolaan keuangan pemerintah, tidaklah dimaksudkan untuk
menyamakan pengelolaan keuangan sektor pemerintah dengan pengelolaan keuaangan
sektor swasta.
Pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum
Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, dapat dibentuk
badan layanan umum yang bertugas memberikan pelayanan kepada masayarakat berupa
penyediaan barang dan jasa yang diperlukan dalam rangka memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kekayaan Badan Layanan Umum
merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan
sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan BLU yang bersangkutan.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 16
Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang
dilakukan secara independen, objektif dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan
untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Keuangan negara meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara dan
pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan undang-undang,
laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan dipublikasikan.
Pemeriksaan terdiri atas pemeriksaan keuangan, yaitu atas pemeriksaan atas laporan
keuangan, pemerikaan kinerja (pemeriksaan ataas pengelolaan keuangan negara yang
terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek
efektifitas), dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
Pelaksanaan pemeriksaan
Penentuan objek pemeriksaan, perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan, penentuan
waktu dan metode pemeriksaan, serta penyusunan dan penyajian laporan pemeriksaan
dilakukan secara bebas dan mandiri oleh BPK. BPK memperhatikan permintaan, saran
dan pendapat lembaga perwakilan.
BPK dapat mempertimbangkan informasi dari pemerintah, bank sentral dan
masyarakat. BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan aparat pengawasan intern
pemerintah. Laporan hasil pemeriksaan intern pemerintah wajib disampaikan kepada
BPK.
Hasil Pemeriksaan dan Tidak Lanjut
Pemeriksa menyusun laporan hasil pemeriksaan setelah pemeriksaan selesai dilakukan.
Jika diperlukan, pemeriksaan dapat menyusun laporan interim pemeriksaan.
1. Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah memuat opini
2. Laporan hasil pemeriksaan atas kinerja memuat temuan, kesimpulan dan
rekomendasi
3. Laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu memuat kesimpulan
Perkembangan Regulasi terkait Otonomi Daerah
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 17
Pemerintah melaksanakan otonomi daerah dalam rangka penyelenggaraan
urusan pemerintah yang lebih efisien, efektif, dan bertanggung jawab. Pemberian
otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat.
Disamping itu, melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan
daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan dan kekhususan, serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem
negara kesatuan republik indonesia.
Isi undang-undang nomor 22 tahun 1999 sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan, ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah
yang lebih efisien. Dengan demikian, dikeluarkanlah undang-undang pengganti berikut:
1. Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, dan
2. Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara
pusat dan daerah.
Perkembangan undang-undang otonomi daerah
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 18
UU 5 / 1974
UU 22 / 1999
UU 25 / 1999
UU 32 / 2004
UU 33 / 2004
UU 17 / 2003
UU 1 / 2004
UU 15 / 2004
UU 25 / 2004
Perubahan undang-undang tentang pemerintah daerah ini merupakan salah satu
hal signifikan yang berperan penting dalam perkembangan pelaksanaan otonomi daerah.
Perubahan itu sendiri dilandasi oleh beberapa hal berikut :
1. Adanya semangat disentralisasi yang menekankan pada upaya efektifitas dan
efesiensi pengelolaan sumber daya daerah, khususnya keuangan daerah dengan
tujuan meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah.
2. Adanya semangat tata kelolaq yang baik (good governance) yang
mengedepankan perlunya transparansi, akuntanbilitas dan mendekatkan
masayarakat dalam proses pengambilan keputusan.
3. Adanya konsekuensi berupa penyerahan urusan dan perdanaan (money follows
function) yang mengatur hak dan kewajiban daerah terkait keuangan daerah.
4. Perlunya penyelarasan dengan paket UU keuangan negara, yaitu UU nomor 17
tahun 2003 tentang keuangan negara, UU nomor 1 tahun 2004 tentang
perbendaharaan negara, UU nomor 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan dan
tanggung jawab keuangan negara, serta UU nomor 25 tahun 2004 tentang sistem
perencanaan pembangunan nasional.
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
Undang-undang ini mengatur otonomi yang didefinisikan sebagai otonomi
seluas-luasnya dalam arti daerah memiliki kewenangan mengatur semua urusan
pemerintahan, selain urusan-urusan yang menjadi urusan pemerintah, yaitu politik luar
negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.
Otonomi yang bertanggung jawab dimaksudkan sebagai otonomi yang dalam
penyelenggaraannya benar-benar sejalan dengan maksud dan tujuan pemberian otonomi
yang pada dasarnya bertujuan memberdayakan daerah dalam rangka mewujudkan
keejahteraan rakyat.
Secara keseluruhan, UU 32/2004 mengatur pokok-pokok tentang: (a)
pembentukan daerah dan kawasan khusus, (b) pembagian urusan pemerintahan, (c)
pemerintahan daerah, (d) perangkat daerah, (e) keuangan daerah, (f) praturan daerah dan
peraturan kepala daerah, (g) kepegawaian daerah, (h) pembinaan dan pengawasan, serta
(i) desa. Terkait keuangan daerah, UU ini menggariskan prinsip bahwa “uang mengikuti
fungsi”.
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 19
Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah diikuti dengan pemberian sumber-
sumber penerimaan yang cukup kepada daerah, mengacu pada Undang-Undang tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dimana
besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara
pemerintah dan daerah. Dengan demikian, semua sumber keuangan yang melekat pada
setiap urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan
daerah.
Dari implikasi ketentuan diatas, daerah berhak mendapatkan sumber keuangan
yang antara lain berupa: kepastian tersedianya pendanaan dari pemerintah sesuai dengan
urusan pemerintah yang diserahkan; kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak
dan retribusi daerah serta hak mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional
yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya; hak mengelola kekayaan daerah
dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber
pembiayaan.
Dalam konteks pertanggung jawaban dan akuntabilitas keuangan, UU 32/2004
sejalan dengan UU 17/2003. Dalam Undang-Undang tentang Keuangan Negara, terdapat
penegasan di bidang pengelolaan keunagan, yaitu kekuasaan pengeolaan keuangan
negara adalah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan dan sebagai kekuasaan
pengelolaan keuangan negara dari presiden diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota
selaku kepala pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili
pemerintah daerah dalam kepemilikan kakayaan daerah yang dipisahkan. Ketentuan ini
bertimplikasi pada pengaturan pengelolaan keuangan daerah, yaitu
gubernur/bupati/walikota brtanggung jawab atas pengelolaan keuangan daerah sebagai
bagian dari kekuasaan pemerintahan daerah. Dengan demikian, pengaturan pengelolaan
dan pertanggungjawaban keuangan daerah melekat dan menyatu dengan pengaturan
pemerintahan daerah, yaitu dalam Undang-Undang mengenai Pemerintah Daerah.
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 20
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah mencakup
pembagian keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah secara proporional,
demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan
daerah. Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, penyerahan, pelimpahan, dan
penugasan urusan pemerintahan kepada daerah secara nyata dan bertanggung jawab
harus diikuti dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional
secara adil, termasuk perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah.
Sebagai daerah otonomi, penyelenggara pemerintah dan pelayanan tersebut dilakukan
berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, partisipasi dan akuntabilitas.
Agar pendanaan penyelenggaraan pemerintah dapat terlaksana secara efisien dan
efektif serta untuk mencegah tumpang tindih ataupun tidak teredianya pendanaan pada
suatu bidang pemerintahan, diatur pendanaan penyelenggaraan pemerintah, diatur
pendanaan penyelenggaraan pemerintah. Penyelenggaraan pemerintah yang menjadi
kewenangan daerah dibiayai dari APBD, sedangkan penyelenggaraan kewenangan
pemerintah yang menjadi tanggung jawab pemerintah dibiayai dari APBN, baik
kewenangan pusat yang didekonsentrasikan kepada gubernur maupun ditugaskan kepada
pemerintah daerah dan/atau desa atau sebutan lainnya dalam rangka tugas pembantuan.
Dana perimbangan merupakan pendanaan daerah yang bersumber dari APBN
yang terdiri atas dana bagi hasil (DBH), dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi
khusus (DAK). Selain dimaksudkan untuk membantu daerah dalam mendanai
kewenangannya, dana perimbangan juga bertujuan mengurangi ketimpangan sumber
pendanaan pemerintah antara pusat dan daerah serta untuk mengurangi kesenjangan
pendanaan pemeritah antardaerah. Ketiga komponen dana perimbangan ini merupakan
sistem transfer dana dari pemerintah serta merupakan satu kesatuan yang utuh.
DBH adalah dana yang bersumber dari yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dibagihasilkan kepada daerah berdasarkan angka persentas tertentu. Pengaturan
DBH dalam Undang-Undang ini merupakan penyelarasan dengan Undang-Undang
nomor 7 Tahun 1983 tentng Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapak kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 21
DAU bertujuan bagi pemerataan kemampuan keuangan antardaerah yang
dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antardaerah melalui
penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. DAU suatu
daerah ditentukan atas besar-kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu daerah yang
merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal
capacity). Dalam Undang-Undang ini, formula celah fiskal dan penambahan variabel
DAU ditegaskan kembali. Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar, tetapi
kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil. Sebaliknya, daerah
yang potensi fiskalnya keci, tetapi kebutuhan fiskal besar akan memperoleh alokasi DAU
relatif besar. Secara implisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai faktor
pemerataan kapasitas fiskal.
DAK dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus di
daerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional,
khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar
masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan
pembangunan daerah.
Pinjaman daerah merupakan salah satu sumber pembiayaan yang bertujuan
mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah yang meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat. Pemiayaan yan bersumber dari pinjaman harus dikelola secara benar agar
tidak berdampak negatif bagi keuangan daerah sendiri serta stabilitas ekonomi dan
moneter secara nasional. Oleh karena itu, pinjaman daerah perlu mengikuti kriteria,
persyartan, mekanisme, dan sanksi pinjaman daerah yang diatur dalam undang-undang
ini.
Undang-undang ini juga menegaskan bahwa daerah dilarang melakukan
pinjaman langsung ke luar negeri. Pinjaman yang bersumber dri luar negeri hanya dpat
dilakukan melalui pemerintah dengan mekanisme penerusan pinjaman. Pengaturan ini
dimaksudkan agar terdapat prinsip kehati-hatian da kesinambungan fiskal dalam
kebijakan fiskal dan moneter oleh pemerintah. Di lain pihak, pinjaman daerah tidak
hanya dibatasi untuk membiayai prasarana dan sarana yang menghasilkan penerimaan,
tetapi juga dapat untuk mebiayai proyek pembangunan prasarana dasar masyarakat
walaupun tidak menghasilkan penerimaan. Selain itu, dilakukan pembatasan pinjaman
dalam rangka pengendalin defisit APBD dn batas kumulatif pemerintah daerah.
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 22
PERKEMBANGAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIK
Untuk organisasi nirlaba (yang dimiliki perorangan atau swasta), IAI telah
menerbitkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 45 tentang
“Organisasi Nirlaba”. PSAK ini berisi tentang kaidah-kaidah serta prinsip-prinsip yang
harus diikuti oleh organisasi nirlaba dalam membuat laporan keuangan. Namun, PSAK
45 tersebut belum mengakomodasi praktik-praktik akuntansi yang diperlukan dalam
suatu entitas yang dimiliki pemerintah, baik itu embaga pemerintah sendiri maupun
organisasi nirlaba yang dimilikinya (misalnya : rumah sakit dan universitas).
Pada lingkup internasional, telah terdapat sebuah standar akuntansi bagi
organisasi sektor publik yang disusun oleh Federasi Akuntansi Internasional
(International Federation of Accountants-IFAC), standar itu disebut Standar
Internasional Akuntansi Sektor Publik (International Publc Sector Accounting Standard-
IPSAS).
Standar Internasional Akuntansi Sektor Publik (International Public Sector
Accounting Standards-IPSAS
Federasi Akuntan Internasional (International Federation of Accountants-IFAC)
membentuk sebuah komite khusus yang bertugas menyusun standar akuntansi sektor
publik. Komite tersebut diberi nama “The Public Sector Committee” dan bertugas
menyusun sebuah standar akuntansi bagi organisasi sektor publik yang berlaku secara
internasional yang kemudian disebut International Publc Sector Accounting Standards
(PSAS). Dalam pelaksanaannya, komite tersebut tidak hanya menyusun standar, tetapi
juga membuat program yang sistematis yang mendorong aplikasi IPSAS oleh entitas-
entitas publik di seluruh dunia.
Untuk mendukung tugasnya dalam meyuun standar, komite mengacu pada
standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards-IAS) yang
sekarang dikenal dengan International Financial Reporting Standard (IFRS), khususnya
pada pernyataan-pernyataan yang sesuai dengan konteks dan karakteristik akuntansi
sektor publik. Selain IAS, komite juga menggunakan sumber-sumber lain sebagai acuan,
seperti peraturan perundangan, asosiasi profesi, dan berbagai organisasi lain yang
bergerak untuk berkepentingan dalam akuntansi sektor publik.
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 23
IPSAS dapat digunakan oleh para pembuat standar di negara bersangkutan untuk
pengembangan standar baru atau untuk merevisi standar yang ada guna meningkatkan
komparabilitas laporan keuangan organisasi sektor publik secara internasional.
Sementara itu, bagi negara yang belum mengembangkan standar akuntansi untuk
pemerintahan dan organisasi sektor publik, IPSAS dapat digunakan sebagai pedoman
dalam menyusun standar dimaksud.
Jadi, IPSAS adalah standar akuntansi bagi organisasi sektor publik yang berlaku
secara internasional dan dapat dijadikan acuan oleh negara-negara di seluruh dunia untuk
mengembangkan standar akuntansi khusus sektor publik di negaranya.
IPSAS bertujuan:
1. Meningkatkan kualitas dari tujuan utama dalam melaporkan keuangan sektor
publik,
2. Menginformasikan secara lebih jelas pembagian alokasi sumber daya yang
dilakukan oleh entitas sektor publik,
3. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas entitas sektor publik.
Cakupan yang dicakup dalam IPSAS meliputi seluruh organisasi sektor publik,
termasuk lembaga pemerintahan, baik pemerintah pusat, pemerintah regional (provinsi),
pemerintah daerah (kabupaten/kota), maupun komponen-komponen kerjanyan (dinas-
dinas).
Basis akuntansi yang digunakan oeh IPSAS adalah basis akrual walaupun
terdapat cash basis IPSAS dalam IPSAS yang merupakan acuan standar pelaporan
keuangan untuk entitas sektor publik yang memilih menggunakan basis kas.
Berikut ini 26 pernyataan IPSAS berbasis akrual:
IPSAS # 1 : Presentation of Financial Statements
IPSAS # 2 : Cash Flow Statements
IPSAS # 3 : Accounting Policies, Changes in Accounting Estimates and Errors
IPSAS # 4 : The Effects of Changes in foreign Exchange Rates
IPSAS # 5 : Borrowing Cost
IPSAS # 6 : Consolidated Financial Statements & Accounting for Controlled Entities
IPSAS # 7 : Accounting for Investments in Associates
IPSAS # 8 : Financial Reporting of Interests in Joint Venture
IPSAS # 9 : Revenue from Exchange Exchange Transasctions
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 24
IPSAS # 10 : Hyperinflationary Economies
IPSAS # 11 : Construction Contracts
IPSAS # 12 : Inventories
IPSAS # 13 : Leases
IPSAS # 14 : Events After the Reporting Date
IPSAS # 15 : Financial Instruments : Diclosure and presentation
IPSAS # 16 : Investment Property
IPSAS # 17 : Property, Plant, and Equipment
IPSAS # 18 : Segment Reporting
IPSAS # 19 : Provisions, Contingent Liabilities and Contingent Assets
IPSAS # 20 : Related Party Disclosures
IPSAS # 21 : Impairment of Non-Cash generating Assets
IPSAS # 22 : Disclosure of Financial Information
IPSAS # 23 : Revenue from Non-Exchange Transactions (Taxes and Transfers)
IPSAS # 24 : Presentation of Budget Information in Financial Statements
IPSAS # 25 : Employee Benefit
IPSAS # 26 : Impairtment of Cash and Generating Asset
PSAK 45
Sampai saat ini PSAK 45 merupakan satu-satunya pernyataan standar yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) yang mengatur pelaporan keuangan
organisasi nirlaba. Standar ini diadopsi dari Statement of Financial Accounting (FAS)
Nomor 17 tentang Financial of Non-for-Profit Organizations.
PSAK 45 disusun dengan pemikiran bahwa organisasi nirlaba memiliki
karakteristik organisasi yang berbeda dengan organisasi bisnis. Organisasi nirlaba dapat
diatur, lebih mudah dipahami, memiliki relevansi, dan daya banding yang tinggi.
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 25
Dalam PSAK 45, dijelaskan bahwa pernyataan in berlaku bagi laporan keuangan
yang disajikan oleh organisasi nirlaba yang memiliki karakteristik berikut.
1. Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapkan
pembayaran kembali atau manfaat ekonomi yang sebanding dengan sumber daya
yang diberikan.
2. Menghasilkan barang dan/atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba. Kalau suatu
entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak dibagikan kepada para pendiri
atau pemilik entitas terebut.
3. Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis. Hal itu berarti
kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus
kembali, atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian
sumber daya entitas pada saat likuidasi atau pembubaran entitas.
Selain 3 hal diata, PSAK 45 juga menyatakan secara tersurat bahwa pernyataan tidak
berlaku bagi lembaga pemerintah, departemen dan unit-unit sejenis lainnya. Hal ini
disebabkan lembaga-lembaga tersebut masuk dalam organisasi yang berbentuk instansi
pemerintah yang mengikuti SAP dalam dasar penyusunan laporan keuangannya.
Berikut beberapa hal yang diatur dalam PSAK 45.
1. Tujuan utama Laporan Keuangan
Tujuan laporan keuangan bagi organisasi nirlaba adalah menyediakan informasi
yang relevan yang memenuhi kepentingan para penyumbang, anggota organisasi,
kreditor, dan pihak lain yang menyediakan sumber daya bagi organisasi nirlaba.
2. Jenis-jenis laporan keuangan organisasi nirlaba
Laporan keuangan organisasi nirlaba meliputi laporan posisi keuangan pada akhir
periode tahunan, laporan aktivitas, serta laporan arus kas untuk suatu period
pelaporan, dan catatan atas laporan keuangan.
3. Contoh bentuk laporan keuangan organisasi nirlaba
PSAK 45 memberikan contoh format laporan keuangan untuk organisasi nirlaba.
Contoh-contoh ini akan dijelaskan lebih lanjut pada bab 7 tentang laporan
keuangan.
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 26
Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)
Komite SAP adalah sebuah cerita panjang seiring dengan perjalanan reformasi
keuagan di Indonesia. Kebutuhan standar dan pembentukan komite penyusunan mulai
muncul ketika desakan untuk penerapan IPSAS di Indonesia semakin kuat.
Ada enam eksposure draft yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Sekor
Publik-IAI:
1. Penyajian laporan keuangan
2. Laporan arus kas
3. Koreksi surplus defisit, kesalahan fundamental, dan perubahan kebijakan
akuntansi
4. Dampak perubahan nilai tukar mata uang luar negeri
5. Kos pinjaman
6. Laporan keuangan konsolidasi dan entitas kendalian
Publikasi tersebut menjadi tantangan bagi pemeritah untuk segera bergerak cepat
mengeluarkan Standar Akuntansi Pemerintah. Sampai kemudian, sebelum UU tentang
keuangan negara ditetapkan, menteri keuangan RI telah menetapkan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor: 308/KMK.012/2002 Tanggal 13 Juni 2002 tentang Komite Standar
Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah (KSAP), sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan keputusan Menteri Keuangan Nomor: 379/KMK.012/2004
Tanggal 6 Agustus 2004.
Selanjutnya, dengan dikeluarkannya UU Nomor 1 Tahun 2004, penetapa komite
SAP dilakukan dengan Keputusan Presiden (Keppres) telah diterbitkan Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2004 tentang Komit Standar Akuntansi
Pemerintahan pada tanggal 5 Oktober 2004, yang telah diubah dengan keputusan telah
diterbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2004 tentang
Komit Standar Akuntansi Pemerintahan pada tanggal 5 Oktober 2004, yang telah diubah
dengan Keputusan Preiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2005 Tanggal 5 Januari
2005.
KSAP bertugas mempersiapkan penyusunan konsep Rancangan Peraturan
pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) sebagai prinsip-prinsip
akuntansi yang wajib diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan
pemerintah pusat da/atau pemerintah daerah.
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 27
KSAP terdiri atas Komite Konsultatif dan Komite Kerja. Komite Konsultatif
bertugas memberi konsultasi dan pendapat dalam rangka perumusan konsep Rancangan
Peraturan Pemerintah tentang SAP. Komite Kerja bertugas mempersiapkan, merumuskan
dan menyusun konsep Rancangan Peraturan Pemerintah tentang SAP, serta dapat
membetuk kelompok kerja dalam melaksanakan tugasnya.
Dalam menyusun SAP, KSAP menggunakan materi yang diterbitkan oleh:
1. International Federation of Accountant,
2. International Accounting Standards Committee,
3. International Monetary Fund,
4. Ikatan Akuntan Indonesia,
5. Financial Accounting Standards Board,
6. Goverenmental Accouning Standards Board,
7. Perundang-undangan dan peraturan pemerintahan lain yang berlaku di Repulik
Indonesia,
8. Organisasi profesinal lainnya di berbagai negara yang membidangi pelaporan
keuangan, akuntansi, dan audit pemerintahan.
SAP diterapkan di lingkup pemerintahan, baik di pemerintah pusat dan
departemen-departemennya maupun di pemerintah daerah dan dinas-dinasnya.
Penerapan SAP diyakini akan berdampak pada peningkatan kualitas pelaporan keuangan
di pemerintah pusat dan daerah. Ini berarti informasi keuangan pemerintahan akan dapat
menjadi dasar pengambilan keputusan di pemerintahan serta terwujudnya transparantasi
dan akuntabilitas.
Berikut ini adalah proses penyusunan SAP:
1. Identifikasi topik
2. Konsultasi topik kepada komite pengarah
3. Pembentukan kelompok kerja
4. Riset terbatas oleh kelompok kerja
5. Draf awal dari kelompok kerja
6. Pembahasan draf awal oleh komitee kerja
7. Pengambilan keputusan oleh komitee kerja
8. Pelaporan kepada komitee pengarah dan persetujuan atas draf publikasian
9. Peluncuran draf publikasian
10. Dengar pendapat publik dan dengar pendapat terbatas
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 28
11. Pembahasan tanggapan dan masukan atas draf publikasian dari dengar pendapat
12. Permintaan pertimbangan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
13. Pembahasan tanggapan BPK
14. Finalisasi standar
15. Pemberlakuan standar
16. Sosialisasi awal standar
Standard Akuntansi Pemerintah (SAP) ini terdiri atas sebuah kerangka koseptual dan
sebelas pernyataan berikut:
PSAP 01 Penyajian Laporan Keuangan
PSAP 02 Laporan Realisasi Anggaran
PSAP 03 Laporan Aliran Kas
PSAP 04 Catatan atas Laporan Keuangan
PSAP 05 Akuntansi Persediaan
PSAP 06 Akuntansi Investasi
PSAP 07 Akuntansi Aset Tetap
PSAP 08 Akuntansi Kontruksi dalam Pengerjaan
PSAP 09 Akuntansi Kewajiban
PSAP 10 Koreksi Kesalahan
PSAP 11 Laporan Keuangan Konsolidasian
Perkembangan terbaru dari SAP ini adalah rencana berlakunya SAP yang
berbasis akrual secara penuh. Hal ini terkait dengan amanat yang tertera pada Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 36 yang meneyebutkan
bahwa ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendpatan dan belnja dalam
Standard Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang berbasis akrual dilaksanakan selambat-
lambatnya dalam 5 tahun sejak UU tersebut ditetapkan.
STANDARD PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA (SPKN)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah mengembangkan sebuah standard
penting yang akan menjadi panduan dalam proses audit di Indonesia. Standard tersebut
adalah Standard Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN). Standard ini menjadi acuan
bagi auditor pemerintah dalam melaksanakan tugasnya sebagai pemeriksa. SPKN ini
hanya mengatur mengenai hal-hal yang belum diatur oleh Standard Profesional Akuntan
Publik (SPAP), yang merupakan standard audit bagi perusahaan.
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 29
SPKN memuat persyaratan profesional yang harus dipenuhi oleh setiap
pemeriksa/auditor, mutu pelaksanaan pemeriksaan/audit, dan persyaratan laporan
pemeriksaan yang profesional. Dengan mendasarkan pelaksanaan pemeriksaan/audit
kepada SPKN, kredibilitas informasi dilaporkan oleh entitas yang diperiksa. SPKN ini
berlaku untuk:
1. Badan Pemeriksa Keuangan RI
2. Akuntan publik atau pihak lainnya yang melakukan pemeriksaan atas
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK-
RI
3. Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), termasuk Satuan Pengawasan
Intern (SPI) BUMN/BUMD sebagai acuan dalam menyusun standard
pemeriksa sesuai dengan kedudukan, tugas pokok, dan fungsi masing-masing
4. Pihak-pihak lain yang ingin menggunakan SPKN
Sebagai acuan audit di sektor pemerintahan, SPKN memberikan kerangka dasar
untuk menerapkan secara efektif standar pekerjaan lapangan dan pelaporana. SPKN
memberikan suatu standard umum yang berkaitan dengan persyaratan
kemampuan/keahlian staf, independensi organisasi pemeriksa dan pemeriksa secara
individual, pelaksanaan kemahiran profesional secara cermat dan seksama, serta
pengendalian mutu hasil pekerjaan.
SPKN membagi audit/pemeriksaan menjadi tiga jenis:
1. Pemeriksaan Keuangan
Pemeriksaan ini bertujuan memberikan keyakinan yang memadai mengenai
kewajaran dari penyajian suatu laporan keuangan dalam segala hal yang
material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2. Pemeriksaan Kinerja
Pemeriksaan kinerja merupakan pemeriksaan yang dilakukan secara objektif
dan sistematis terhadap bukti-bukti, untuk dapat memberikan penilaian secara
independen atas kinerja suatu entitas.
3. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu
Pemeriksaan dengan tujuan tertentu dapat bersifat pemeriksaan (examination),
penelaahan (review), dan prosedur yang disepakati untuk menghasilkan suatu
kesimpulan tentang keandalan suatu asersi entitas yang diperiksa.
Standar Umum SPKN
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 30
Standar umum SPKN memberikan kerangka dasar yang penting untuk
menerapkan standard pekerjaan lapangan dan standard pelaporan secara efektif. Oleh
karena itu,standard umum SPKN harus diikuti oleh semua pemeriksa/auditor dan
organisasi pemeriksa, baik pemerintahan aupun non-pemerintahan, yang melakukan
audit/pemeriksaan. Standards umum SPKN ini akan dijelaskan secara sekilas sebagai
berikut :
1. Persaratan kemampuan/keahlian
Standar umum pertama SPKN mengharuskan audit di lakukan oleh staf yang
secara kolektif memiliki pengetahuan,keahlian dan pengalaman yang dibutuhkan
untuk melaksanaksan audit. Mereka harus memiliki pengetahuan yang
mendalam tentang pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
Negara.
2. Persyaratan Independensi
Standar umum kedua SPKN mengtur tentang independensi auditor. Standar ini
mengharuskan organisasi pemeriksaan dan opera pemeriksanya untuk
mempertahankan indenpendensinya sehingga pendapat,kesimpulan,pertimbangan
atau rekomenasi dari hasil pemeriksaan tidak memihak.
3. Penggunaaan kemahiran professional secara cermat dan saksama
Dalam pelaksanaan pemeriksaan dan penyusun laporannya, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan saksama
memperhatikan prisip-prinsip pelayanan atas kepentingan publik serta
memelihara integritas,objektifitas,dan independensi dalam menerapkan
kemahiran profesionalnya terhadap setiap aspek perkerjaannya.
4. Pengendalian Mutu
Setiap organisasi pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan berdasarkan standar
pemeriksaan harus memilki system pengadilan mutu memadai yang harus
ditelaah oleh pihak lain yang kompeten.
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 31
LAMPIRAN: KERANGKA KONSEPTUAL MENURUT SAP
Kerangka konseptual SAP berfungsi sebagai pedoman jika terdapat masalah
akuntansi yang belum dinyatakan dalam SAP. Namun, jika terjadi pertentangan antara
kerangka konseptual dan standar akuntansi, maka ketentuan standar akuntansi
diunggulkan relative terhadap kerangka konseptual ini. Berikut hal-hal yang dibahas
dalam kerangka konseptual SAP.
1. Tujuan kerangka konseptual
2. Lingkungan akuntansi pemerintah
3. Pengguna dan kebutuhan informasi para pengguna
4. Entitas pelaporan
5. Peranan dan tujuan pelaporan keuangan,serta dasar hokum
6. Asumsi dasar, karakteristik kualitatif yang menentukan manfaat informasi dalam
laporan keuangan, prisip-prinsip, serta kendala informasi akuntansi
7. Definisi, pengakuan, dan pengukuran unsure-unsur yang membentuk laporan
keuangan
LINGKUNGAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN
Kerangka konseptual SAP menekankan perlunya pertimbangan ciri-ciri penting
lingkungan pemerintahan dalam menerapkan tujuan akuntansi dan pelopar keuangan.
Berikut ciri-ciri penting lingkungan pemerintahan dalam menetapkan tujuan akuntansi
dan pelaporan keuangan. Berikut ciri-ciri penting tersebut.
1. Cirri utama struktur pemerintahan dan pelayanan yang diberikan
a. Bentuk umum pemerintahan dan pemisahan kekuasaan
Dalam bentuk NKRI yang berasas demokrasi, kekuasaan ada ditangan rakyat.
Rakyat mendelegasikan kekuasaan kepada pejabat public melalui proses
pemilihan. Sejalan dengan pendelegasian kekuasaan ini adalah pemisahaan
wewenang diantara eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
b. Sistem pemerintahan otonomi dan transfer pendapatan antarpemerintah
Secara substansial, terdapat tiga lingkup pemerintahan dalam system
pemerintahan republic Indonesia, yaitu pemerintahan pusat, pemerintahan
propinsi, pemerintahan kabupaten atau kota. Pemerintahan yang lebih luas
cakupannya mengarahkan pemerintahan yang cakupannya lebih sempit.
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 32
c. Adanya pengaruh proses politik
Salah satu tujuan utama pemeritahan adalah meningkatkan kesejahteraan
seluruh rakyat. Sehubungan dengan itu, pemerintahan berupaya mewujudkan
keseimbangan fiskal dengan mempertahankan keuangan negara yang
bersumber dari pendapatan pajak dan sumber-sumber lainnya guna memenuhi
keinginan masyarakat.
d. Hubungan antar pembayaran pajak dengan pelayanan pemerintah
Jumlah pajak yang dipungut tidak berhubungan langsung dengan pelayanan
yang diberikan pemerintahan pada wajib pajak. Pajak yang dipungut dan
pelayanan yang diberikan oleh pemerintah mengandung sifat-sifat tertentu
yang wajib dipertimbangkan dalam mengembangkan laporan keuangan,
antara lain sebagai berikut :
1) Pembayaran pajak bukan merupakan sumber pendapatan yang sifatnya
sukarela.
2) Jumlah pajak yang dibayar ditentukan oleh basis pengenaan pajak
sebagaimana ditentuakan oleh peraturan perundang-undangan, seperti
hasil yang diperoleh, kekayaan yang dimiliki, aktifitas bernilai tambah
ekonomis, atau nilai kenikmatan yang diperoleh.
3) Efisiensi pelayanan yang diberikan pemerintahan dibandingkan dengan
pungutan yang digunakanuntuk pelayanan dimaksud sering sukar diukur
sehubungan dengan monopoli pelayanan oleh pemerintah dengan
dibukannya kesempatan pada pihak lain untuk menyelenggarakan
pelayanan yang biasannya dilakukan pemerintah, seperti layanan
pendidikan dan kesehatan, pengukuran efisiensi pelayanan pemerintah
menjadi lebih mudah.
4) Pengukuran kualitas dan kuantitas berbagai pelayanan yang diberikan
pemerintah adalah relatif sulit.
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 33
2. Ciri keuangan pemerintah yang penting bagi pengendalian
a. Anggaran sebagai pernyataan kebijakan publik, target fiskal, dan alat
pengendalian
Anggaran mengoordinasikan aktivitas belanja pemerintah dan memberi
landasan bagi upaya perolehan pendapatan dan pembiayaan oleh pemerintah
untuk suatu periode tertentu yang biasanya mencakup periode tahunan.
Dengan demikian, fungsi anggaran di lingkungan pemerintah mempunyai
pengaruh penting dalam akuntansi dan pelaporan keuangan, antara lain
karena:
1) Anggaran merupakan pernyataan kebijakan publik
2) Anggaran merupakan target fiskal yang menggambarkan keseimbangan
antara belnja, pendapatan, danpembiyaan yang diinginkan
3) Anggaran menjadilandasan pengadilan yang memiliki konsekuensi
hukum
4) Anggaran memberi landasan penilaian kinerja pemerintah
5) Hasil pelaksanaan anggaran dituangkan dalam laporan keuangan
pemerintah sebagai pertanyaan pertanggung jawaban pemerintah kepada
publik.
b. Investasi dalam asset yang tidak langsung menghasilkan pendapatan
Pemerintah menginvestasikan dana yang besar dalam bentuk aset yang tidak
secar langsung menghasilkan pendapat bagi pemerintah, seperti gedung
perkantoran, jembatan, jalan, taman, dan kawasan reservasi.
c. Kemungkinan penggunaan akuntansi dan untuk tujuan pengendalian
Akuntansi dana (fund accounting) merupakan system kauntansi dan
pelaporan keuangan yang lazim diterapkan dilingkungan pemerintah yang
memisahkan kelompok dan menurut tujuannya.
Penggunaan dan kebutuhan informasi
Laporan keuangan pemerintah disusun untuk memenuhi kebutuhan informasi dari
semua kelompok pengguna.
Beberapa kelompok utama pengguna laporan keuanagn pemerintah yaitu;
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 34
1. Masyarakat
2. Para wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga pemeriksa
3. Pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi dan
pinjaman,
4. Pemerintah
Pemerintah harus meperhatikan informasi yang di sajikan dalam laporan
keuangan untuk keperluan perencanaan, pengadilan, dan pengambilan keputusan.
Entitas pelaporan
Ketentuan peraturan perundang-undagawajib menyampaikan laporan pertanggung
jawaban berupa laporan keuangan yang terdiri atas :
1. Pemerintahan pusat
2. Pemerintah daerah
3. Satuan organisasi dilingkungan pemerintah pusat / daerah, atau
4. Organisasi lainnya, jika menurut peraturan perundang-undangan wajib
menyampaikan laporan keuangan.
Peranan dan Tujuan Pelaporan Keuangan
Peranan Pelaporan Keuangan
Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi
keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas laporan selama satu
periode pelaporan.
Hasil yang dicapai dalm pelaksanaan kegiatan secara sistematis dan struktur pada
suatu periode pelaporan untuk kepentingan berikut.
1. Akuntabilitas
Mempertanggung jawabkan pengelolaan sumberdaya serta pelaksaan kebijakan
yang dipercayakan pada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah di
tetapkan secara periodik.
2. Manajemen
Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan suatu etitas
pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi perencanaan,
pengelolaan dan pengendalian atas seluruh asset, kewajiban serta ekuitas dana
pemerintahan untuk kepentingan masyarakat.
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 35
3. Transparansi
Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujr kepada masyarakat
berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat berhak mengetahui secara terbuka
dan menyeluruh.
4. Keseimbangan antargenerasi (intergenerational equity)
Membantu para pengguna dalam mengetahui kecukupan pemerimaan
pemerimtah pada priode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran yang di
alokasikan dan apakah generasi mendatang diasumsikan akan ikut menanggung
beban pengeluaran tersebut.
Tujuan Pelaporan Keuangan
Pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan informasi yang bermanfaat bagi
para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan
ekonomi, sosial, maupun politik dengan cara-cara berikut :
1. Menyediakan informasi mengenai kecupan penerimaan periode berjalan untuk
membiayai seluruh pengeluaran
2. Menyediakan informasi mengenai kesesuaian cara memperoleh sumber daya
ekonomi dan alokasinya dengan anggarannya ditetapkan dan peraturan
perundang-undangan.
3. Menyediakan informasi mengenai sumber daya ekonomi yang menggunakan
dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah dicapai
4. Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai
kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya.
5. Meyediakan informasi mengenai informasi mengenai posisi keuangan dan
kondisi entitas pelaporan
6. Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi mengenai keuangan entitas
pelaporan
Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan menyediakan informasi
mengenai pendapat, belanja, transfer, dana cadangan, pembiyayaan, aset, kewajiban,
ekuitas dana, arus kas suatu entitas pelaporan.
Komponen laporan keuangan
Laporan keuangan pokok terdiri atas:
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 36
1. Laporan realisasi anggaran,
2. Neraca,
3. Laporan arus kas,
4. Catatan atas laporan keuangan.
Dasar Hukum Pelaporan Keuangan
Pelaporan keuangan pemerintah diselenggarakan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang mengatur keuangan pemerintah, antara lain:
1. UUD Republik Indonesia, khususnya bagi yang mengatur keuangan Negara,
2. Undang-undang dibidang Negara,
3. Undang-undang tentang anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN),
4. Peraturan perundang-undanganyang mengatur tentang pemerintah daerah,
khususnya yang mengatur keuangan daerah,
5. Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perimbangan keuangan
pusat dan daerah,
6. Ketentuan perundang-undanga tentang pelaksanaan anggaran pendapatan dan
belanja Negara/daerah,
7. Peraturab perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang keuangan pusat
dan daerah.
Asumsi Dasar
Berikut asumsi dasar dalam pelaporan keuangan di lingkungan pemerintah adalah
anggapan yang diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu dibuktikan agar standar
akuntansi dapat diterapkan.
1. Asumsi kemandirain entitas
Asumsi kemandirian entitas, baik entitas pelaporan maupun akuntansi, berarti
setiap unit organisasi dianggap sebagai unit yang mandiri dan wajib menyajikan
laporan keuangan sehingga tidak terjadi kekacauan antar unit instansi
pemerintahan dalam pelaporan keuangan.
2. Asumsi kesinambungan entitas
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 37
Laporan keuangan disusun dengan asumsi bahwa entitas akan berlanjut
keberadaanya. Dengan demikian pemerintah diasumsikan tidak bermaksud
melakukan likuindasi atas entitas pelaporan dalam jangka pendek.
3. Asumsi keterukuran dalam satuan uang (monetary measurement).
Laporan keuangan entitas pelaporan harus menyajikan setiap kegiatan yang
diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang.
Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan
Karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu
diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujaunnya. Agar dapat
memenuhi kualitas yang memenuhi kualitas yang dikehendaki, laporan keuangan
pemerintah harus memenuhi empat karakteristik berikut.
1. Relevan
Laporan keuangan dikatakan relevan apabila informasi termuat didalamnya dapat
memengaruhi keputisan pengguna dengan membantu mereka megevaluasi
peristiwa masalalu atu masa kini memprediksi masa depan (predictive value), dan
menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi mereka (feedback value). Selain itu
suatu informasi dapat dikatakan relevan jika disajikan tepat waktu dan lengkap.
2. Andal
Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan dan
kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta dapat diverifikasi.
Penggunaan informasi yang relevan, tetapi hakikat atau penyajiannya tidak dapat
diandalkan, maka informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan.
3. Dapat dibandingkan
Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna jika dapat
dibandingkan dalam dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau laporan
keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya.
4. Dapat dipahami
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami oleh pengguna
dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas
pemahaman para pengguna.
Prinsip Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 38
Berikut delapan prinsip yang digunakan dalam akuntansi dan pelaporan keuangan
pemerintah
1. Basis akuntansi
Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis
kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam Laporan
Realisasi Anggaran, dan basis akrual untuk pengakuan asset, kewajiban, dan
ekuitas dalam Neraca.
2. Prinsip nilai historis
Nilai historis lebih dapat diandalkan daripada penilaian yang lain karena lebih
objektif dan dapat diverifikasi. Jika tidak diketahui nilai historisnya, maka asset
dan kewajiban dapat dicatat sebesar nilai wajarnya.
3. Prinsip realisasi
Pendapatan yang tersedia yang telah diotorisasikan melalui anggaran pemerintah
selama satu tahun fiscal akan digunakan untuk membayar utang dan belanja pada
periode tersebut.
4. Prinsip substansi mengungguli bentuk formal
Informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan wajar transaksi atau peristiwa
lain yang seharusnya disajikan. Jadi, transaksi atau peristiwa lain tersebut perlu
dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi, dan bukan
hanya aspek formalitasnya.
5. Prinsip periodisitas
Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan entitas pelaporan perlu dibagi
menjadi periode-periode pelaporan sehingga kinerja entitas dapat diukur dan
posisi sumber daya yang dimilikinya dapat ditentukan.
6. Prinsip konsistensi
Perlakuan akuntansi yang sama diterapkan pada kejadian serupa dari periode ke
periode oleh suatu entitas pelaporan. Hal ini bukan berarti tidak boleh terjadi
perubahan dari satu metode akuntansi ke metode akuntansi yang lain.
Metode akuntansi yang dipakai dapat diubah dengan syarat bahwa metode yang
baru diterapkan mampu memberikan informasi yang lebih baik. Pengaruh atas
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 39
perubahan penerapan metode ini diungkapan dalam catatan atas laporan
keuangan.
7. Prinsip pengungkapan lengkap
Laporan keuangan menyajikan informasi yang dibutuhkan oleh pengguna secara
lengkap. Informasi-informasi tersebut dapat ditempatkan pada lembar muka
laporan keuangan atau dalam catatan atas laporan keuangan.
8. Prinsip penyajian wajar
Faktor pertimbangan sehat bagi penyusun laporan keuangan diperlukan ketika
menghadapi ketidakpastian peristiwa dan keadaan tertentu. Ketidakpastian seperti
itu diakui dengan mengungkapkan hakikat serta tingkatnya dengan menggunakan
pertimbangan sehat dalam penyusunan laporan keuangan.
Kendala informasi yang Relevan dan Andal
Kendala informasi akuntansi dan laporan keuangan adalah setiap keadaan yang tidak
memungkinkan terwujudnya kondisi yang ideal dalam mewujudkan informasi akuntansi
dan laporan keuangan yang relevan dan andal akibat keterbatasan atau karena alasan
kepraktisan. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut :
1. Materialitas
Informasi dipandang material apabila kelalaian untuk mencantumkan atau
kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan
ekonomi pengguna yang diambil atas dasar laporan keuangan.
2. Pertimbangan biaya dan manfaat
Manfaat yang dihasilkan informasi seharusnya melebihi biaya penyusunannya.
Oleh karena itu, laporan keuangan pemerintah tidak semestinya menyajikan
segala informasi yang manfaatnya lebih kecil dibandingkan dengan biaya
penyusunannya.
3. Keseimbangan antarkarakteristik kualitatif
Keseimbangan antarkaraktersitik kualitatif diperlukan untuk mencapai suatu
keseimbangan yang tepat di antara berbagai tujuan normative yang diharapkan
dipenuhi oleh laporan keuangan pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 40
Bastian, Indra. 2003. Akuntansi Sektor Publik di Indonesia. Yogyakarta: BPFE.
Baswir, Revrison. 1999. Akuntansi Pemerintah di Indonesia. Yogyakarta: BPFE.
Belkaoui, Ahmed. 1985. Accounting Theory. Edisi Kedua. Harcourt Brace Jovanovich
Publishing Co.
Coombs, H.M. dan D.E. Jenkins. 2002. Public Sector Financial Management. Edisi
Ketiga. Thomson Learning.
Ghozali, Achmad dan Anies Basalamah. 2002. Keuangan Negara. Badan Diklat STAN.
Ikatan Akuntan Indonesi. 2004. Standar Akuntansi Indonesia. Jakarta: IAI.
International Federation of Accountants. 2007. International Public Sector Accounting
Standard (IPSAS).
Jones, Rowan dan Maurice Pendlebury. 2000. Public Sector Accounting. Edisi Kelima.
Prentice Hall.
Mardiasmo. Akuntansi Sektor Publik. 1999. Yogyakarta: BPFE: UGM.
Nordiawan, Deddi, Iswahyudi Sondi Putra, dan Maulidah Rahmawati. 2007. Akuntansi
Pemerintah. Jakarta: Salemba Empat.
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.
Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Keuangan Informasi daerah.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
www.fasb.org
www.gasb.org
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIKHlm. 41