YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
Page 1: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI II

METODE MASERASI

Disusun Oleh :

Nama NIM

Resdha Arini 723901S.12.093

Ria Indriani 723901S.12.094

Rike Wigati 723901S.12.095

Risfi Herista 723901S.12.096

Riska Ayu Wulan Dira 723901S.12.097

Rismayanti 723901S.12.098

Riyan Saparida 723901S.12.099

Rizki Permatasari 723901S.12.100

Sadatunnisa 723901S.12.101

Titin Hartini 723901S.12.102

Tresensia Herni 723901S.12.103

Syarifah Shahnaz F. N. 723901S.11.091

Dosen Pembimbing :

Anita Apriliana, S.Si., M.Pharm., Apt

AKADEMI FARMASI SAMARINDA

LABORATORIUM TERPADU II

2014

Page 2: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sirsak (Annona muricata L) merupakan salah satu tanaman buah yang

berasal dari Karibia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan, buah sirsak

rasanya manis agak asam sehingga sering dipakai sebagai bahan jus buah.

Daging buahnya kaya akan serat. Setiap 100 g buah yang dapat dimakan

mengandung 3,3 g serat sehingga dapat memenuhi 13% kebutuhan serat per

hari. Selain itu, daging buahnya mengandung banyak karbohidrat (terutama

fruktosa), vitamin C (20 mg/100 g), B1 dan B2.

Awal tahun 90-an ditemukan semacam “jamu herbal” dari suku-suku

(tribes) di Amazon yang dapat menyembuhkan beberapa termasuk kanker.

Setelah diteliti oleh para ahli farmasi dari AS, ternyata ramuan tersebut

berasal dari daun pohon Graviola.Daun tersebut mengandung zat anti-kanker

yang disebut acetogenins, yang dapat membunuh sel-sel kanker tanpa

mengganggu sel-sel sehat dalam tubuh manusia.

Acetagonins adalah senyawa polyketides dengan struktur 30-32 rantai

karbon tidak bercabang yang terikat pada gugus 5-methyl-2-furanone.Rantai

furanone dalam gugus hydrofuranone pada C23 memiliki aktivitas

sitotoksik.Annonaceous acetogenin bekerja dengan menghambat produksi

ATP dengan mengganggu komplek 1 mitokondria.Saat ini, pemanfaatan

senyawa acetagonins sebagai obat hanya sebatas dengan meminum rebusan

daun sirsak saja, dan saat ini tidak ada acetagonins yang dijual

dipasaran.Dilihat dari fungsinya, acetagonins mempunyai peluang ekonomi

tinggi untuk diproduksi.

Salah satu kendala dalam pemanfaatan ekstrak daun sirsak adalah kurang

efisiennya pelarut yang digunakan selama ini.Oleh karena itu dilakukan

isolasi acetogenins merupakan pelarut polar. Daun sirsak (Annona muricata

L) adalah tanaman yang mengandung tannin, Keuntungan menggunakan

metode maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan

Page 3: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

sederhana dan mudah diusahakan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan

dengan menggunaakn metode maserasi.Selanjutnya ekstrak yang diperoleh

dapat digunakan untuk penelitian skrining fitokimia, ekstraksi cair-cair dan

kromatografi lapis tipis.

1.2 Tujuan

1. Mahasiswa diharapkan mampu membuat pereaksi, serta mengidentifikasi

senyawa metabolit sekunder yaitu senyawa golongan alkaloid, saponin,

flavonoid, tannin dan polifenol, terpenoid dan fenolat.

2. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan proses ekstraksi metabolit

sekunder dari tanaman/tumbuhan dengan beberapa metode ekstraksi, serta

memahami prinsip ekstraksi metode maserasi.

3. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan pemisahan (partisi) senyawa

metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak berdasarkan pada

perbedaan kepolaran pelarut dengan metode ekstraksi cair-cair.

4. Mahasiswa diharapkan mampu memahami prinsip dari KLT, menentukan

fase gerak dan fase diam, melakukan preparasi sampel dan menotolkan

sampel ke fase diam, serta mampu mengidentifikasi senyawa metabolit

sekunder dengan mengunakan pereaksi semprot.

1.3 Manfaat

Mahasiswa mampu melakukan pengujian skrining fitokimia pada suatu

tanaman, mampu melakukan proses ekstraksi metabolit sekunder dari

tanaman/tumbuhan dengan metode maserasi, mampu melakukan pemisahan

(partisi) dengan metode ekstraksi cair-cair, serta mampu memahami prinsip

dari KLT dan mengidentifikasi senyawa metabolit sekunder.

Page 4: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Uraian Tanaman

2.1.1 Morfologi

Daun sirsak adalah daun Annona muricata L., suku Annonaceae.

Pemerian.Daun berbau agak keras; rasa agak kelat.

Makroskopik. Daun tunggal, warna kehijauan sampai hijau

kecoklatan; helaian daun seperti kulit, bentuk bundar panjang,lanse atau

bundar telur terbalik, panjang helaian daun 6 cm sampai 18 cm, lebar 2 cm

sampai 6 cm. Ujung daun meruncing pendek,pangkal daun meruncing, tepi

rata; panjang tangkai daun lebih kurang 0,7 cm. Permukaan licin agak

mengkilat, tulang daun menyirip, ibu tulang daun menonjol pada

permukaan bawah.

Mikroskopik. Pada penampang melintang melalui tulang daun

tampak sel epidermis atas bentuk empat persgi panjang dengan dinding

bergelombang; kulikula tebal; sel epidemis bawah lebih kecil dari pada

epidermis atas, bentuk tidak beraturan dengan dinding bergelombang,

terdapat stomata; rambut penutup bentuk lurus , terdiri dari 2 sel sampai 3

sel, ujung tumpul. Mesofil meliputi jaringan palisade terdiri dari 1 lapis

sel, diantaranya terdapat sel sekresi, jaingan bungavkarang terdiri dari

beberapa lapis sel, diantaranya terdapat ruang antar sel yang lebar dan

terdapat sel sekresi. Pada tulang daun terdapat bekas pembuluh tipe

korateral, diantaranya, diantaranya terdapat jari-jari xilem; berkas

pembuluh dikelilingi oleh serabut; juga terdapat parenkim bernoktah dan

sel sel batu berdinding sel tebal; kolenkim terdapat pada bagian bawah

tulang daun, terdiri atas dua lapis sel. Pada sayatan paradermal epidermis

atas bentuk tidak beraturan dengan dinding bergelombang, tidak terdapat

stomata; epidermis bawa hampir sama dengan epidermis atas, bentuk tidak

beratura dengan dinding berelombang dengan stomata tipe anomositik;

rambut penutup panjang, terdiri dari dua sampai tiga sel, dinding tebal,

Page 5: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

lumen lebar fragmen pembuluh kayu dengan penebalan tangga sel satu

bundar, lumen kecil, bernoktah; fragmen mesofil dengan palisade; mesofil

dengan sel sekresi bentuk bundar dinding tebal; fragmen parenkim

bernoktah.

2.1.2 SistematikaKlasifikasi tumbuhan sirsak sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)

Sub Kelas : Magnolidae

Ordo : Magnoliales

Famili : Annonaceae 

Genus : Annona

Spesies : Annona muricata L.

2.1.3 Nama DaerahSumatera ; Deureuyan belanda (Aceh); tarutung olanda (Batak);

durio ulondra (Nias), durian belanda, nangka walanda (Melayu), durian

betawi, duian betawi (Minangkabau); jambu landa (Lampung). Jawa :

Nangkawalanda (Sunda); angka londa, nangkamanila, nangka sabrang,

molwa londa, surikaya welonda, srikaya welandi (Jawa); nangka buris,

nangka englan, nangka moris (Madura). Bali : Srikaya jawa. Nusatenggara

: naka , nakat, annona (Flores). Sulawesi : atis, mangka walanda (Sulawesi

Utara), lange lo walanda (Gorontalo); srikaya belanda (Makasar); srikaya

belanda(Bugis). Maluku : Anad walanda , tafena warata (Seram); anaal

wakano (Nusa Laut); naka loanda (Buru); durian, naka wolanda

(Halmahera); naka walanda (Ternate); naka lada (Tidore).

Page 6: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

2.1.4 Kandungan Kimia

Daun sirsak mengandung senyawa acetogenin, minyak esensial,

reticuline, loreximine, coclaurine, annomurine, higenamine.Buah sirsak

mengandung banyak karbohidrat, terutama fruktosa.Kandungan gizi

lainnya adalah vitamin C, vitamin B1 dan vitamin B2 yang cukup

banyak.Biji bersifat racun dan dapat digunakan sebagai insektisida alami,

seperti juga biji srikaya.

2.1.5 Khasiat

Daun sirsak bermanfaat menghambat sel kanker dengan menginduksi

apoptosis, antidiare, analgetik, anti disentri, anti asma, anthelmitic, dilatasi

pembuluh darah, menstimulasi pencernaan, mengurangi depresi

(McLaughlin, 2008).

2.2 Uraian Kandungan Kimia Tumbuhan

1. Alkaloida

Alkaloida merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang

terbesar.Alkaloida mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau

lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem

siklik.Alkaloida mempunyai aktivitas fisiologi yang menonjol sehingga

digunakan secara luas dalam bidang pengobatan (Harborne, 1987).

Ada tiga pereaksi yang sering digunakan dalam skrining fitokimia untuk

mendeteksi alkaloida sebagai pereaksi pengendapan yaitu pereaksi Mayer,

pereaksi Bouchardat, dan pereaksi Dragendorff (Farnsworth, 1966).

2. Flavonoida

Flavonoida mencangkup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat

pada seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungus sampai angiospermae.Pada

tumbuhan tinggi, flavonoida terdapat baik dalam bagian vegetatif maupun dalam

bunga.Pigmen bunga flavonoida berperan jelas dalam menarik burung dan

Page 7: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

serangga penyerbuk bunga.Beberapa fungsi flavonoida pada tumbuhan ialah

pengatur tumbuh, pengatur fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus serta

kerja terhadap serangga (Robinson, 1995).

3. Saponin

Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang

menyerupai sabun (bahasa latin sapo berarti sabun). Saponin tersebar luas

diantara tanaman tinggi.Saponin merupakan senyawa berasa pahit, menusuk,

menyebabkan bersin dan mengakibatkan iritasi terhadap selaput

lendir.Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang

menimbulkan busa jika dikocok.

Dalam larutan yang sangat encer saponin sangat beracun untuk ikan,

dan tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan sebagai racun ikan

selama beratus-ratus tahun (Robinson, 1995: Gunawan, et al, 2004).

4. Tanin

Tanin merupakan salah satu senyawa yang termasuk ke dalam golongan

polifenol yang terdapat dalam tumbuhan, yang mempunyai rasa sepat dan

memiliki kemampuan menyamak kulit.Tanin terdapat luas dalam tumbuhan

berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu

(Harborne, 1987).

Umumnya tumbuhan yang mengandung tanin dihindari oleh pemakan

tumbuhan karena rasanya yang sepat.Salah satu fungsi tanin dalam tumbuhan

adalah sebagai penolak hewan pemakan tumbuhan (herbivora) (Harborne, 1987).

5. Glikosida

Glikosida adalah senyawa yang terdiri atas gabungan gula dan bukan

gula.Bagian gula biasa disebut glikon sementara bagian bukan gula disebut

aglikon atau genin (Gunawan, et al, 2002).

Page 8: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

6. Glikosida Antrakuinon

Golongan kuinon alam terbesar terdiri atas antrakuinon.Beberapa

antrakuinon merupakan zat warna penting dan sebagai pencahar. Keluarga

tumbuhan yang kaya akan senyawa jenis ini adalah Rubiaceae, Rhamnaceae,

Polygonaceae.

Antrakuinon biasanya berupa senyawa kristal bertitik leleh tinggi, larut

dalam pelarut organik biasa, senyawa ini biasanya berwarna merah, tetapi yang

lainnya berwarna kuning sampai coklat, larut dalam larutan basa dengan

membentuk warna violet merah (Robinson, 1995).

7. Steroid/Triterpenoid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam

satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik,

yaitu skualen. Triterpenoid adalah senyawa tanpa warna, berbentuk kristal,

sering kali bertitik leleh tinggi dan aktif optik. Uji yang banyak digunakan ialah

reaksi Liebermann – Burchard (asam asetat anhidrida – H2SO4 pekat) yang

kebanyakan triterpena dan sterol memberikan warna hijau biru.Steroida adalah

triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana perhidrofenantren

(Harborne, 1987).dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini :

Gambar 1.Struktur dasar steroida dan sistem penomorannya

Page 9: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

Dahulu steroida dianggap sebagai senyawa satwa tetapi sekarang ini

makin banyak senyawa steroida yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan

(fitosterol).Fitosterol merupakan senyawa steroida yang berasal dari

tumbuhan.Senyawa fitosterol yang biasa terdapat pada tumbuhan tinggi yaitu

sitosterol, stigmasterol, dan kampesterol (Harborne, 1987).

2.3 Metode Ekstraksi Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi

dilakukan dengan cara merendam serbuksimplisia dalam cairan penyari.

Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel

yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karna adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka

larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga

terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan di dalam sel.

Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat

aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang

mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, dan

lain-lain.

Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol atau

pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah

timbulnya kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet, yang akan dibrikan

pada awal penyarian.

Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyaringan

kurang sempurna.

Maserasi pada umumnya dilakukan dengan cara: 10 bagian simplisia

dengan derajat halus yang cocok dimasukkan kedalam bejena, kemudian

dituangi dengan 75 bagian caira penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari

terlindungi dari cahaya,sambil diulang-ulang diaduk.Setelah 5 hari diserkai,

ampas diperas. Ampas ditambah cairan penyari secukupnya diaduk dan

diserkai, sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian. Benjena

Page 10: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

ditutup, dibiarkan ditempat sejuk, terlindungi dari cahaya, selama 2 hari

kemudian endapan dipisahkan.

Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya:

1. Degesti

Degesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan

lemah, yaitu pada suhu 40o-50o C. Cara maserasi ini hanya dapat

dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.

2. Maserasi dengan mesin pengaduk

Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus menerus waktu

peroses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.

3. Remaserasi

Cairan penyari dibagi 2. Seluruh serbuk simplisia dimaserasi

dengan cairan penyari pertama, sesudah diendapkan tuangkan dan

diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.

4. Maserasih melingkar

Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan

penyari selalu bergerak dan menyabar. Dengan cara ini penyari selalu

mengalir kembali secara berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan

melarutkan zat aktifnya. Cairan pencari ini dipompa dari bawah bejana

penyari.peroses ini dilakukan berulang-ulang,sehingga penyari jenuh

terhadap zat aktif.

Keuntungan cara ini:

1. aliran cairan penyari mengurangi lapisan bata

2. cairan penyari akan didistribusikan secara seragam, sehingga akan

memperkecil kepekatan setempat

3. waktu yang diperlukan lebih pendek.

5. Maserasi melingkar bertingkat

Pada maserasi melingkar penyarian tidak dapat dilaksanakan

secara sempurna, karena pemindahan massa akan berhenti bila

keseimbangan telah terjadi. Masalah ini dapat diatasi dengan maserasi

melingkar bertingkat (M.M.B).

Page 11: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

2.4 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia merupakan tahappendahuluan dalam suatu penelitian

fitokimiayang bertujuan untuk memberikan gambarantentang golongan

senyawa yang terkandungdalam tanaman yang sedang diteliti.

Metodeskrining fitokimia dilakukan dengan melihatreaksi pengujian warna

dengan menggunakansuatu pereaksi warna. Hal penting yang

berperanpenting dalam skrining fitokimia adalahpemilihan pelarut dan

metode ekstraksi(Kristianti dkk., 2008).

Skrining fitokimia atau penapisan kimia adalah tahapan awal untuk

mengidentifikasi kandungan kimia yang terkandung dalam tumbuhan, karna

pada tahap ini kita bisa mengetahui golongan senyawa kimia yang dikandung

tumbuhan yang sedang kita uji/teliti.

Metode yang digunakan dalam skrining fitokimia harus memiliki

persyaratan :

metodenya sederhana dan cepat

peralatan yang digunakan sesedikit mungkin

selektif dalam mengidentifikasi senyawa-senyawa tertentu

dapat memberikan informasi tambahan mengenai keberadaan senyawa

tertentu dalam kelompok senyawa yang diteliti.

Golongan senyawa kimia dapat ditentukan dengan cara:

uji warna

penentuan kelarutan

bilangan Rf

ciri spektrum UV

namun secara umum penentuan golongan senyawa kimia dilakukan denga

cara uji warna dengan menggunakan pereaksi yang spesifik karena

dirasakan lebih sederhana.

Senyawa kimia berdasarkan asal biosintesis, sifat kelarutan, gugus

fungsi digolongkan menjadi :

Senyawa fenol, bersifat hidrofil, biosintesisnya berasal dari asam

shikimat

Page 12: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

terpenoid, berasal dari lipid, biosintesisnya berasal dari isopentenil

pirofosfat

asam organik, lipid dan sejenisnya, biosintesisnya berasal dari asetat

senyawa nitrogen, bersifat basa dan bereaksi positif terhadap ninhidrin

atau dragendorf

gula dan turunannya

makromolekul, umumnya memiliki bobot molekul yang tinggi

Sedangkan berdasarkan biogenesisnya senyawa bahan alam

dikelompokkan menjadi :

Asetogenin : flavonoid, lipid, lignan, dan kuinon

karbohidra : monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida

isoprenoid : tepenoid, steroid, karotenoid

senyawa mengandung nitrogen : alkaloid, asam amino, protein, dan

nukleat

Dari semua kelompok senyawa, skrining fitokimia umumnya hanya

dilakukan terhadap kelompok senyawa fenol, terpenoid, dan senyawa

nitrogen.

1. senyawa fenol

Senyawa fenol ditandai dengan struktur cincin aromatik yang mengandung

satu atau dua penyulih hidroksil.cendrung mudah larut dalam air, contoh

senyawa : polifenol, flavonoid, tanin dan quinon.

2. senyawa terpenoid

Terpenoid  tersusun dari molekul unit isoprena (C5), digolongkan

berdasarkan jumlah isoprena dari senyawa tersebut, seperti: monoterpen,

dua isopren (C10), tiga isopren (C15), empat (C20), C25, C30, C35, C40 :

monoterpen (C10) dan seskuiterpen (C15) : mudah menguap,

komponen minyak atsiri

diterpen (C20) : lebih sukar menguap

triterpen (C30) : sterol dan saponin (senyawa yang tidak menguap)

pigmen karetonoid : tetraterpenoid (C40)

Page 13: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

3. senyawa nitrogen

Senyawa nitrogen yang ada pada tumbuhan seperti : asam amino,

amina, alkaloid, glikosida, sianogen, porfirin, purin, piridin, sitokinin dan

klorofil (pigmen porifirin), tetapai kelah terbesar dari senyawa nitrogen

adalah alkaloid.

Masalah pada skrining fitokimia biasanya adalah kesalahan

menafsirkan hasil analisis pengujian/skrining, seperti :

reaksi positif palsu adalah hasil pengujian menyatakan ada (positif),

tapi sebenarnya tidak ada (negatif), hal ini bisa disebabkan kesalahan

alat, atau pengaruh senyawa yang memiliki kesamaan sifat maupun

struktur atom yang identik

reaksi negatif palsu adalah hasil pengujian menyatakan tidak ada

(negatif), tapi sebenarnya ada (positif), hal ini bisa disebabkan kurang

sensitifnya alat, atau karena kadar didalam bahan uji terlalu sedikit, atau

bahan ujinya (ekstrak simplisia) tidak memenuhi syarat, oleh karena itu

senyawa yang tadinya ada hilang/rusak karna reaksi enzimatik maupun

hidrolisis.

2.5 Ekstraksi Cair-Cair

Pada ekstraksi cair-cair, zat yang diekstraksi terdapat didalam campuran

yang berbentuk cair.Ekstraksi cair-cair sering juga disebut ekstraksi pelarut,

banyak dilakukan untuk memisahkan zat seperti iod, atau logam-logam

tertentu dalam larutan air.

Ekstraksi cair-cair digunakan sebagai cara untuk memperlakukan

sampel atau clean-up sampel untuk memisahkan analit-analit dari komponen

matrix yang mungkin menggangu pada saat kuantifikasi atau deteksi analit.

Disamping itu, ekstraksi pelarut juga digunakan untuk memekatkan analit

yang ada didalam sampel dalam jumlah kecil sehingga tidak memungkinkan

atau menyulitkan untuk deteksi dan kuantifikasinya.Salah satu fasenya

seringkali berupa air dan faes yanglain pelarut organik seperti kloroform atau

petroleum eter.

Page 14: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

Senyawa-senyawa yang bersifat polar akan ditemukan didalam fase

air,sedangkan senyawa-senyawa yang bersifat hidrofobik akan masuk pada

pelarut anorganik. Analit yang tereksasi kedalam pelarut organik akan mudah

diperoleh kembali dengan cara penguapan pelarut, sedangkan analit yang

masuk kedalam fase air seringkali diinjeksikan secara langsung kedalam

kolom.

Hubungan zat terlarut yang terdistribusi diantara dua pelarut yang tidak

saling bercampur dinyatakan pertama kali oleh “"Walter nernst "” (1981) yang

dikenal dengan hukum distribusi atau partisi  “jika solut dilarutkan sekaligus

kedalam dua pelarut yang tidak saling bercampur, maka solut akan

terdistribusi diantara kedua pelarut. Pada saat setimbang perbandingan

konsentrasi solut berharga tetap pada suhu tetap.”

Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih dari suatu

campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Proses ini digunakan secara

teknis dalam skala besar misalnya untuk memperoleh vitamin, antibiotika,

bahan-bahan penyedap, produk-produk minyak bumi dan garam-garam.

logam. Proses inipun digunakan untuk membersihkan air limbah dan larutan

ekstrak hasil ekstraksi padat cair.

Ekstraksi cair-cair terutama digunakan, bila pemisahan campuran

dengan cara distilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan

aseotrop atau karena kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis.

Seperti ekstraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya

dua tahap, yaltu pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut,

dan pemisahan kedua fasa cair itu sesempurna mungkin.

Pada saat pencampuran terjadi perpindahan massa, yaitu ekstrak

meninggalkan pelarut yang pertarna (media pembawa) dan masuk ke dalam

pelarut kedua (media ekstraksi). Sebagai syarat ekstraksi ini, bahan ekstraksi

dan pelarut tidak saling melarut (atau hanya dalam daerah yang sempit).Agar

terjadi perpindahan masa yang baik yang berarti performansi ekstraksi yang

besar haruslah diusahakan agar terjadi bidang kontak yang seluas mungkin di

antara kedua cairan tersebut. Untuk itu salah satu cairan distribusikan menjadi

Page 15: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

tetes-tetes kecil (misalnya dengan bantuan perkakas pengaduk).Tentu saja

pendistribusian ini tidak boleh terlalu jauh, karena akan menyebabkan

terbentuknya emulsi  yang tidak dapat lagi atau sukar sekali dipisah.

Turbulensi pada saat mencampur tidak perlu terlalu besar. Yang penting

perbedaan konsentrasi sebagai gaya penggerak pada bidang batas tetap ada.

Hal ini berarti bahwa bahan yang telah terlarutkan sedapat mungkin segera

disingkirkan dari bidang batas. Pada saat pemisahan, cairan yang telah

terdistribusi menjadi tetes-tetes hanis menyatu kembali menjadi sebuah fasa

homogen dan berdasarkan perbedaan kerapatan yang cukup besar dapat

dipisahkan dari cairan yang lain.

Berbagai jenis metode pemisahan yang ada, ekstraksi pelarut atau juga

disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan

popular.Pemisahan ini dilakukan baik dalam tingkat makro maupun mikro.

Prinsip distribusi ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan

perbandingan tertentu antara dua zat pelarut yang tidak saling

bercampur.Batasannya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang

berbeda dalam kedua fase terlarut. Teknik ini dapat digunakan untuk kegunaan

preparatif, pemurnian, pemisahan serta analisis pada semua kerja.Berbeda

dengan proses retrifikasi, pada ekstraksi tidak terjadi pemisahan segera dari

bahan-bahan yang akan diperoleh (ekstrak), melainkan mula-mula hanya

terjadi pengumpulan ekstrak (dalam pelarut).

Suatu proses ekstraksi biasanya melibatkan tahap-tahap berikut:

1. Mencampurkan bahan ekstrak dengan pelarut dan membiarkannya saling

kontak. Dalam hal ini terjadi perpindahan massa dengan cara difusi pada

bidang antar muka bahan ekstraksi dan pelarut. Dengan demikian terjadi

ekstraksi yang sebenarnya, yaitu pelarut ekstrak.

2. Memisahkan larutan ekstrak dari refinat, kebanyakan dengan cara

penjernihan atau filtrasi.

3. Mengisolasi ekstrak dari larutan ekstrak dan mendapatkan kembali pelarut.

Umumnya dilakukan dengan mendapatkan kembali pelarut. Larutan

ekstrak langsung dapat diolah lebih lanjut atau diolah setelah dipekatkan.

Page 16: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

2.6 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu tehnik yang sederhana dan

banyak digunakan.Metode ini menggunakan lempeng kaca atau lembaran

plastik yang ditutupi penyerap untuk lapisan tipis dan kering bentuk silika gel,

alomina, selulosa dan polianida.Untuk menotolkan larutan cuplikan pada

lempeng kaca, pada dasarnya dgunakan mikro pipet/ pipa kapiler.Setelah itu,

bagian bawah dari lempeng dicelup dalam larutan pengulsi di dalam wadah

yang tertutup (Rudi, 2010).

Pemisahan campuran dengan cara kromatografi didasarkan pada

perbedaan kecepatan merambat antara partikel-partikel zat yang bercampur

pada medium tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari pemisahan secara

kromatografi dapat kita temui pada rembesan air pada dinding yang

menghasilkan garis-garis dengan jarak tertentu.

Tinta hitam merupakan campuran beberapa warna. Kita dapat

memisahkan campuran warna tersebut dengan cara kromatografi. Pemisahan

warna tinta dapat dilakukan dengan cara :

Tinta diteteskan pada ujung kertas saring (1,5 cm dari ujung)

Tinta dibiarkan hingga mongering

Ujung kertas saring dimasukkan dalam air sedalam 1 cm dan kertas saring

dipasang tegak

Air akan merambat naik

Tinta akan ikut merambat naik dan memisah menjadi beberapa Warna

( Sukarmin , 2004).

Penentuan jumlah komponen senyawa dapat dideteksi dengan

kromatografi lapis tipis (KLT) dengan menggunakan plat KLT yang sudah

siap pakai. Terjadinya pemisahan komponen-komponen pada KLT dengan Rf

tertentu dapat dijadikan sebagai panduan untuk memisahkan komponen kimia

tersebut dengan menggunakan kolom kromatografi dan sebagai fasa diam

dapat digunakan silika gel dan eluen yang digunakan berdasarkan basil yang

Page 17: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

diperoleh dari KLT dan akan lebih baik kalau kepolaraan eluen pada kolom

kromatografi sedikit dibawah kepolaran eluen pada KLT (Lenny, 2006).

Pada hakekatnya KLT merupakan metoda kromatografi cair yang

melibatkan dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak.Fasa geraknya berupa

campuran pelarut pengembang dan fasa diamnya dapat berupa serbuk halus

yang berfungsi sebagai permukaan penyerap (kromatografi cair-padat) atau

berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-

cair).Fasa diam pada KLT sering disebut penyerap walaupun berfungsi

sebagai penyangga untuk zat cair di dalam sistem kromatografi cair-

cair.Hampir segala macam serbuk dapat dipakai sebagai penyerap pada KLT,

contohnya silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida), kiselgur

(tanah diatomae) dan selulosa.Silika gel merupakan penyerap paling banyak

dipakai dalam KLT (Iskandar, 2007).

Page 18: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

BAB III

METODOLOGI PELAKSANAAN

3.1 Alat yang digunakan :

1. Gelas ukur

2. Batang pengaduk

3. Cawan porselin

4. Kertas saring

5. Erlenmeyer 500 ml

6. Beaker glass

7. Alumunium foil

8. Waterbath

9. Corong pisah

10. Pipet

11. Tabung reaksi

12. Rak tabung reaksi

13. Lempeng KLT

14. Bejana KLT

15. Kaca arloji

3.2 Bahan yang digunakan :

1. Simplisia daun sirsak

2. Etanol 70%

3. Pereaksi Mayer

4. Pereaksi Dragendrof

5. Pereaksi Bouchardat

6. Pereaksi Molish

7. Pereaksi Lieberman-bouchardat

8. Pereaksi Besi (III) klorida 1%

9. Pereaksi Timbal (II) asetat

10. Pereaksi Natrium hidroksida 2N

Page 19: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

11. Pereaksi Asam klorida 2N

12. Pereaksi Aluminium (III) klorida 5%

13. Pereaksi HCl 5%

14. Aquades

15. Metanol

16. Tissue

Page 20: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

Ditimbang 50 gram simplisia daun sirsak

Di dalam toples maserasi, ditambahkan 500 ml etanol 70% dan didiamkan 3

hari (tiap hari digojog)

Disaring ekstrak yang diperoleh dengan kertas saring

Ampasnya direndam kembali dengan etanol 70% sebanyak 500ml dan didiamkan selama 1 hari, di dalam toples maserasi

Disaring ekstrak yang diperoleh dengan kertas saring

Ekstrak cair yang diperoleh dikentalkan sesuai prosedur dengan rotary evaporator

Dimasukkan ke dalam botol yang telah ditimbang, lalu ditimbang kembali botol

tersebut dengan electronic balance

Ekstrak yang diperoleh disimpan di dalam botol tertutup rapat dan diletakkan di tempat

terlindung cahaya matahari langsung

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Ekstraksi Maserasi

Page 21: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas tangas air selama 2 menit, didinginkan lalu disaring

Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi MayerDiambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi BouchardatDiambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendrof

Endapan putih atau kuning Endapan coklat hitam Endapan merah bata

Alkaloid dianggap positif jika terjadi endapan atau paling sedikit dua atau tiga dari percobaan diatas.

Sebanyak 10 gram serbuk simplisia kemudian ditambahkan 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit

Sebanyak 10 gram serbuk simplisia kemudian ditambahkan 100 ml air panas

Disaring dalam keadaan panas

Diambil filtrat 5 ml lalu ditambahkan 0,1 gram serbuk Mg dan 1 ml HCl pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan biarkan memisah.

Merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol (+)

3.3.2 Skrining Fitokimia

1) Pemeriksaan Alkaloida

2) Pemeriksaan Flavanoida

Page 22: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

Sebanyak 0,5 gram sampel disari dengan 10 ml air suling. Disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna.

Diambil 2 ml larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida.

Biru atau hijau kehitaman (+)

0,5 gram sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat selama 10 detik

Terbentuk buih atau busa yang selama 1 tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm.

Pada penambahan 1 tetes larutan asam klorida 2 N, apabila buih tidak hilang menunjukkan adanya saponin.

1 gram sampel di maserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap.

Pada sisa ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat.

Timbul warna ungu atau merah kemudian berubah menjadi hijau biru menunjukkan adanya steroid triterpenoida

3) Pemeriksaan Tanin

4) Pemeriksaan Saponin

5) Pemeriksaan steroida/triterpenoida

Page 23: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

Serbuk simplisia sebanyak 3 gram disari dengan 30 ml campuran 7 bagian volume etanol 95% dan 3 bagian volume air sulung (7:3)

Didinginkan dan disaring. Pada 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 N

Direfluks selama 10 menit

Filtrat disari sebanyak 3 kali, tiap kali dengan 20 ml campuran 3 bagian volume kloroform dan 2 bagian volume isopropanolol p.

Pada lapisan kloroform ditambahkan natrium sulfat anhidrat P secukupnya disarin dan diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 500C.

Dikocok, didiamkan 5 menit, disaring

Dilarutkan sisanya dengan 2 ml metanol, kemudian diambil 0,1 ml larutan percobaan dimasukan ke dalam tabung reaksi, diuapkan di atas penangas air.

6) Pemeriksaan Glikosida

Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish, ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat.

Terbentuk cincin warna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya ikatan gula.

Page 24: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

Ekstrak kental daun sirsak sebanyak 25 mL

Ditambahkan 25 mL methanol dan 75 mL aquades

Partisi dengan metode cair-cair dengan pelarut n-Heksan (3x30 mL)

Diuapkan sehingga didapatkan ekstrak kental n-HeksanDipartisi dengan pelarut kloroform (3x30 mL)

Ekstrak methanol-air Ekstrak n-Heksan

Ekstrak etil asetat

Ekstrak etanol-air Ekstrak kloroform

Diuapkan sehingga didapatkan ekstrak kental kloroform

Ekstrak methanol-air

Dipartisi dengan pelarut etil asetat (3x30 mL)

Diuapkan sehingga didapatkan ekstrak kental etil asetat

3.3.3 Ekstraksi Cair-Cair

Ekstrak metanol, n-heksan, kloroform dan etil asetat diidentifikasi senyawa metabolitsekundernya dengan metode KLT.

Page 25: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

Di atas lapisan tipis, teteskan zat yang akan dikromatografikan dengan pipa kapiler, pada jarak kira-kira 1 cm dari bagian bawah kaca. Untuk plat yang

kecil noda berupa titik sedang plat yang sedang plat yang besar , 20 x 20 cm berupa deretan titik-titik sehingga membentuk garis. Biarkan beberapa saat

hingga kering.

Lapisan tipis yang mengandung cuplikan dimasukkan dalam suatu bejana yang berisi fasa bergerak.(Untuk lapisan tipis yang kecil dapat ditempatkan

dalam gelas piala).Bagian yang mengandung cuplikan dicelupkan dalam fasa bergerak, noda jangan sampai tercelup dalam pasa bergerak.

Setelah fasa bergerak naik sampai hampir ujung atas lapisan, lapisan tipis diambil dari bejana/gelas piala. Untuk plat kecil, batas fasa bergerak dan

noda-noda diberi tanda. Biarkan kering di udara.

Untukmengetahui lokasi dari noda(bila noda tidak kelihatan), makasetelah lapisantipis kecil kering dimasukkan dalam gelas piala

yang di dalamnya telah diberi kristalyood.

Tentukan harga Rfuntuk lapisan tipis yang kecil

Penanganan plat yang besar selanjutnya.Bila dikehendaki untuk mendapatkan hasil pemisahan, maka pita-pita yang merupakan komponen-komponen

senyawa masing-masing dikeruk dan dikumpulkan secara terpisah.Tiap-tiap bagian dicuci dengan kloroform yang kemudian perlu diuji lebih lanjut,

dengan menggunakan lapisan tipis, untuk mengetahui apakah masing-masing bagian merupakan komponen tunggal atau masih merupakan campuran.

3.3.4 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Page 26: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ekstraksi Maserasi

Tujuan Dilakukan percobaan ekstraksi adalah untuk memperoleh ekstrak

etanol dari daun sirsak yang selanjutnya akan digunakan dalam praktikum

berikutnya. Ekstraksi adalah proses penarikan senyawa aktif dari suatu

simplisia menggunakan pelarut tertentu, dimana ektraksi memiliki prinsip

umum yaitu difusi dan osmosis. Pada praktikum ini digunakan metode

maserasi karena tekstur sampel yang kami miliki bertektur lunak, dan hasil

ekstrak yang diperoleh dari maserasi lebih banyak dari metode lainnya.

Ekstraksi merupakan pemisahan suatu zat aktif dari campuran dengan

pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur

untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarutan yang lain.

Maserasi adalah salah satu jenis metode ekstrasi dengan sistem tanpa

pemanasan atau dikenal dengan istilah ekstrasi dingin. Ekstraksi senyawa

bahan alam digunakan dengan menggunakan teknik maserasi, yaitu suatu

teknik ekstraksi dingin dengan cara merendam sampel bahan alam dengan

menggunakan pelarut yang sesuai.

Pada percobaan ini untuk penyarian zat aktif, dilakukan dengan cara

merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama 2 jam dengan

modifikasi pengadukan sebanyak 2 kali. Digunakan sampel bahan alam

berupa daun sirsak, karena menurut teori di dalam daun sirsak tersebut

terkandung metabolit sekunder berupa berpotensi untuk dikembangkan dan

dilakukan penelitian lebih lanjut.. Hal yang pertama dilakukan adalah daun

sirsak yang akan digunakan dicuci hingga bersih lalu daun ditimbang bobot

basahny. Kemudian dijemur selama 3 hari dibawah matahari tidak langsung

dengan cara diletakkan di bawah sinar matahari langsung dan ditutup kain

hitam, tujuan dari penjemuran dibawah sinar matahari tidak langsung adalah

agar metabolit sekunder yang terdapat daun sirsak tidak rusak karena terkena

cahaya matahari langsung. Selanjutnya dihaluskan dengan cara blender

Page 27: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

menjadi serbuk dimaksudkan untuk memperkecil ukuran partikel sehingga

luas bidang sentuh semakin banyak supaya saat pelarutan dengan alkohol,

ekstrak yang diperoleh lebih maksimal.

Etanol digunakan sebagai pelarut karena etanol termasuk ke dalam

pelarut polar, sehingga sebagai pelarut diharapkan dapat menarik zat-zat aktif

yang juga bersifat polar. Etanol digunakan sebagai cairan penyari karena

lebih selektif, kapang dan khamir sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas,

tidak beracun, netral, dan etanol dapat bercampur dengan air pada segala

perbandingan, serta panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih rendah.

Etanol dapat memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut dan tidak

mengakibatkan pembengkakan membran sel. Keuntungan lainnya adalah

sifatnya yang mampu mengendapkan albumin dan menghambat kerja enzim.

Umumnya yang digunakan sebagai cairan pengekstraksi adalah campuran.

Setelah peralatan maserasi dan bahan-bahan yang akan digunakan telah

siap, selanjutnya dilakukan proses maserasi. Pertama dilakukan penimbangan

serbuk simplisia sebanyak 50 gram kemudian dimasukan ke dalam toples

kaca, lalu ditambakan 500 ml etanol 70% dan diaduk selama 2 jam dengan

alat pengaduk otomatis kecepatan 60 rpm. Digunakan pelarut etanol 70%

karena pelarut etanol 70% adalah pelarut yang paling sempurna dalam

melarutkan metabolit sekunder yang ada pada sampel daun sirsak karena

etanol 70% adalah etanol air sehingga senyawa metabolit sekunder dalam

daun sirsak yang larut air maupun yang larut lemak dapat tertarik. Maserasi

dilakukan selama 2 jam dengan kecepatan 60 RPM, kecepatan ini digunakan

karena sesuai dengan ukuran dan jumlah cairan maserasi yang digunakan.

Selanjutnya menyaring hasil rendaman sampel tersebut dengan menggunakan

kain kasa agar endapan yang ada pada sampel daun sirsak tidak ikut ke dalam

ekstrak cair daun sirsak yang disaring. Setelah proses pertama maserasi

dilakukan, kemudian ampas hasil maserasi dimaserasi kembali dengan proses

yang sama. Hasil maserat yang didapatkan sebanyak 1000 ml ekstrak cair

daun sirsak.

Page 28: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

Setelah didapatkan ekstrak daun sirsak yang cair, selanjutnya

dipanaskan di atas penangas air yang bertujuan untuk menguapkan sehingga

akan terpisah antara pelarut etanol yang digunakan dengan ekstrak daun

sirsak kental yang diperoleh. Dari hasil percobaan tersebut didapatkan

ekstrak kental daun sirsak sebanyak 25 mL.

Keuntungan dari maserasi yaitu mudah dan sederhana, selain itu hasil

yang diperoleh juga banyak, sedangkan kerugiannya yaitu membutuhkan

banyak pelarut, membutuhkan waktu yang lama dan penyariannya kurang

sempurna.

4.2 Skrining Fitokimia

No Uji Pereaksi Teori Hasil +/-

1 Alkaloid

Pereaksi mayerEndapan

putih/kuningEndapan kuning +

Pereaksi

Bouchardad

Endapan

coklat-hitam

Endapan coklat

hitam+

Pereaksi

dragendrof

Endapan

merah bataEndapan merah bata +

2 Flavonoid

Serbuk Mg, HCl

Pekat dan Amil

alcohol

Amil alcohol

warna merah,

kuning,jingga

Amil alcohol warna

kuning+

3 TaninPereaksi besi

(III) klorida

Biru atau

hijau

kehitaman

Hijau kehitaman +

4 Saponin Peraksi HCl 2N

Terbentuk

buih/ busa

tidak hilang

Terbentuk buih +

5 Glikosida Pereaksi Molish

dan asam sulfat

Terbentuk

cincin warna

ungu

- -

6 Steroida Asam asetat

anhidrat dan

asam sulfat

Menjadi hijau

biru

Hijau biru +

Page 29: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

pekat

Skrining fitokimia atau penapisan kimia adalah tahapan awal untuk

mengidentifikasi kandungan kimia yang terkandung dalam tumbuhan, karna

pada tahap ini kita bisa mengetahui golongan senyawa kimia yang

terkandung tumbuhan yang sedang kita uji/teliti. Metode yang digunakan

dalam pengujian ini adalah reaksi warna dan pengamatan terbentuknya

endapan. Dari proses skrining fitokimia ini, pengujian menghasilkan data

bahwa ekstrak positif mengandung senyawa golongan alkaloid melalui uji

pereaksi Meyer yang menghasilkan reaksi terbentuknya endapan kuning dan

sesuai dengan teori, Bourchadad yang menghasilkan reaksi terbentuknya

endapan coklat-hitam dan sesuai dengan teori, serta Dragendrof yang

menghasilkan reaksi terbentuknya endapan merah bata dan sesuai dengan

teori. Pengujian selanjutnya positif mengandung senyawa golongan flavonoid

melalui uji pereaksi Serbuk Mg, HCl Pekat dan Amil alcohol yang

menghasilkan dimana amil alcohol berwarna kuning dan sesuai dengan teori.

Positif mengandung senyawa golongan saponin karena pada uji pereaksi HCl

2N menghasilkan reaksi terbentuknya buih dan sesuai dengan teori, positif

mengandung senyawa golongan tannin melalui uji pereaksi FeCl3 yang

menghasilkan reaksi terbentuknya warna hijau kehitaman dan sesuai dengan

teori, positif mengandung senyawa golongan steroida melalui uji pereaksi

Asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat yang menghasilkan reaksi warna

menjadi hijau biru dan sesuai dengan teori. Sedangkan pada pengujian

senyawa glikosida tidak dilakukan.

4.3 Partisi Cair-Cair

Ekstraksi cair-cair adalah proses pemisahan zat terlarut di dalam 2

macam zat pelarut yang tidak saling bercampur atau dengan kata lain

perbandingan konsentrasi zat terlarut dalam pelarut organik dan air. Hal

tersebut memungkinkan karena adanya sifat senyawa yang dapat terlarut

dalam air dan ada pula senyawa yang dapat larut dalam pelarut organik.

Page 30: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

Dalam percobaan ini sampel yang digunakan adalah ekstrak etanol daun

sirsak. Percobaan pertama dilakukan pencampuran antara ekstrak etanol daun

sirsak sebanyak 25 mL dan n-heksan sebanyak 30 mL menggunakan corong

pisah. Kemudian di kocok beberapa menit, fungsi pengocokan ini agar

larutan n-Heksan tersebut dapat bercampur dengan ekstrak etanol daun

sirsak, sehingga terbentuk 2 fase dari cairan tersebut. Diamkan beberapa

menit agar terjadi dua pemisahan yaitu lapisan organik dan lapisan ekstrak.

Dalam proses pemisahan ini, senyawa yang bersifat nonpolar akan berada

dalam fase bawah sedangkan senyawa yang bersifat polar berada dalam fase

atas. Ini didasarkan oleh suatu penyataan bahwa suatu senyawa polar akan

larut pada pelarut nonpolar sedangkan senyawa polar akan larut pada pelarut

nonpolar atau sering disebut dengan istilah like dissolved like. Dimana

terdapat lapisan bagian atas adalah n-heksan dan lapisan bawah adalah

ekstrak etanol daun sirsak. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan berat jenis

antara etanol dan n-heksan. Berat jenis n-heksan lebih kecil yaitu 0,654 g/mL

sedangkan berat jenis etanol 0,798 gram/mL. Kemudian lapisan ekstrak daun

sirsak ditampung dalam Erlenmeyer dan ekstrak n-Heksan yang didapat juga

ditampung dalam Erlenmeyer yang berbeda. Percobaan ini dilakukan

sebanyak 3 kali.

Selanjutnya ekstrak etanol daun sirsak yang digunakan setelah proses

pencampuran dengan n-heksan digunakan dalam fraksi partisi dengan

kloroform. Pada pencampuran antara ekstrak etanol daun sirsak sebanyak 35

mL dengan kloroform sebanyak 30 mL, fungsi penambahan kloloform adalah

sebagai pelarut non polar dan merupakan larutan yang mudah menguap

sehingga sampel ekstrak tersebut tidak larut atau tidak beraksi dengan

kloroform. Kemudian di kocok beberapa menit, fungsi pengocokan ini agar

larutan kloroform tersebut dapat bercampur dengan ekstrak etanol daun

sirsak, sehingga terbentuk 2 fase dari cairan tersebut. Diamkan beberapa

menit agar terjadi dua pemisahan yaitu lapisan organik dan lapisan ekstrak.

Pada corong pisah lapisan berada pada lapisan bawah kloroform dan ekstrak

Page 31: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

daun sirsak pada lapisan atas. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan berat

jenis antara etanol dan kloroform. Berat jenis etanol lebih kecil yaitu 0,798

gram/mL sedangkan berat jenis kloroform adalah 1,474 g/mL sampai 1,479

g/mL. Kemudian lapisan ekstrak daun sirsak ditampung dalam Erlenmeyer

dan ekstrak kloroform yang didapat juga ditampung dalam Erlenmeyer yang

berbeda. Percobaan ini dilakukan sebanyak 3 kali.

Selanjutnya dilakukan pencampuran ekstrak daun sirsak dengan etil

asetat. Pada pencampuran antara ekstrak etanol daun sirsak sebanyak 35 mL

dengan etil asetat sebanyak 30 mL. Kemudian di kocok beberapa menit,

fungsi pengocokan ini agar larutan etil asetat tersebut dapat bercampur

dengan ekstrak etanol daun sirsak, sehingga terbentuk 2 fase dari cairan

tersebut. Diamkan beberapa menit agar terjadi dua pemisahan yaitu lapisan

organik dan lapisan ekstrak. Dimana pada corong pisah terdapat lapisan

ekstrak daun sirsak pada bagian atas dan etil asetat pada bagian bawah. Hal

ini terjadi karena adanya perbedaan berat jenis antara etanol dan etil asetat.

Berat jenis etanol lebih kecil yaitu 0,798 gram/mL sedangkan berat jenis etil

asetat 0,8945 gr/ml. Kemudian lapisan ekstrak daun sirsak ditampung dalam

Erlenmeyer dan ekstrak etil asetat yang didapat juga ditampung dalam

Erlenmeyer yang berbeda. Percobaan ini dilakukan sebanyak 3 kali.

Setelah itu pelarut yang sudah mengandung ekstrak diuapkan untuk

mendapatkan ektrak yang bersifat polar dan nonpolar yang kemudian akan

diuji dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) untuk mengidentifikasi

senyawa-senyawa yang terdapat dalam fase polar dan dalam fase nonpolar.

4.4 KLT (Kromatografi Lapis Tipis)Kromatografi adalah suatu metode pemisahan fisik, dimana komponen

yang dipisahkan terdistribusi dalam 2 fase. Salah satu fase tersebut adalah

suatu lapisan stasioner dengan permukaan yang luas yang lainnya seperti

fluida yang mengalir lembut disepanjang landasan stasioner. Ketika pita

tersebut melewati kolom, pelebaran disebabkan oleh rancangan kolom dan

kondisi pengerjaan dan dapat diterangkan secara kuantitatif dengan

Page 32: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

pengertian jarak dengan teori kolom adalah jantung kromatografi, pemisahan

sesungguhnya komponen dicapai dalam kolom.

Dalam teknik kromatografi, senyawa dapat dipisahkan menjadi

komponennya berdasarkan pendistribusian zat antara 2 fase, yaitu fase

diam(stasioner) dan fase gerak (mobil). Azas penting dalam kromatografi

adalah bahwa senyawa yang berbeda mempunyai koefisien distribusi yang

berbeda. Senyawa yang berinteraksi lemah dengan fase diam akan bergerak

lambat. Sebagian fase diam digunakan silika gel (SiO2.H2O). Permukaan

bahan ini memiliki kemampuan untuk menjerap senyawa organik.

Langkah pertama yang dilakukan dalam percobaan kromatografi lapis

tipis adalah menyiapkan plat silica gel sebagai fase diamnya yang memiliki

panjang 10 cm dan lebar 5 cm. Kemudian diberi tanda dibawah dan diatas

plat silica gel sebagai batas jarak tempuh noda (senyawa) setinggi 1 cm. Hal

ini dilakukan untuk memudahkan praktikan dalam mengukur jarak tempuh

noda. Dan disiapkan eluen yang terdiri dari asam asetat, air dan butanol

sebagai fase geraknya yang sebelum digunakan terlebih dahulu dijenuhkan

dengan menggunakan kertas saring hingga eluen naik sampai ke ujung atas

kertas saring.

Lalu ditotolkan ekstrak etanol daun sirsak, fraksi n-Heksan, fraksi

kloroform dan fraksi etil-asetat pada plat silica gel dengan menggunakan pipa

kapiler yang masing-masing noda diberi jarak sepanjang 1 cm. Setelah itu

dimasukkan ke dalam chamber yang telah berisi eluen (fase gerak) dan

didiamkan hingga eluen menempuh batas atas plat. Dan diamati dan diukur

jarak noda (senyawa) dengan bantuan sinar UV.

Dari hasil pengukuran maka dihitung Rf (Retention factor) masing-

masing noda atau senyawa.

Data 1

Rf1 = Jarak tempuh senyawa

Panjang fase diam =

6,810

= 0,68

Rf2 = Jarak tempuh senyawa

Panjang fase diam =

710

= 0,7

Rf3 = Jarak tempuh senyawa

Panjang fase d iam =

7,210

= 0,72

Page 33: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

Data 2

Rf1 = Jarak tempuh senyawa

Panjang fase diam =

6,710

= 0,67

Rf2 = Jarak tempuh senyawa

Panjang fase diam =

6,910

= 0,69

Rf3 = Jarak tempuh senyawa

Panjang fase diam =

7,310

= 0,73

Keterangan : Rf1 = ekstrak kental daun sirsak; Rf2 = fraksi etil asetat; Rf3 = fraksi kloroform.

Pada analisis Rf, data yang diambil adalah dengan jarak noda lebih atau

paling mendekati batas atas. Nilai Rf1 yaitu ekstrak etanol daun sirsak data 1

sebesar 0,68 dan data data 2 sebesar 0,67 ini membuktikan bahwa sifat eluen

yang non polar lebih mudah termigrasi pada bahan fase diam seperti silika

gel yang polar. Urutan campuran eluen berdasarkan kenaikan nilai Rf2 yaitu

fraksi etil asetat data 1 sebesar 0,7 dan data 2 sebesar 0,69; nilai Rf3 yaitu

fraksi kloroform data 1 sebesar 0,72 dan data 2 sebesar 0,73. Perbedaan jarak

yang ditempuh zat terlarut disebabkan karena dipengaruhi oleh kepolaran

masing-masing tinta tersebut sehingga harga Rf yang dihasilkan juga

berbeda.

Untuk fraksi n-Heksan tidak terlihat jarak tempuh noda (senyawa)

dikarenakan terjadi kesalahan saat proses penguapan fraksi n-Heksan terlalu

kering sehingga ditambahkan dengan 3ml n-Heksan sehingga membuat

konsentrasi senyawa yang ada di dalam fraksi n-Heksan sebelumnya menjadi

berkurang yang membuat tidak terlihatnya noda pada plat silica gel (fase

diam).

Page 34: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari praktikum yang dilakukan oleh praktikan dapat disimpulkan bahwa :

1. Senyawa metabolit sekunder yang teridentifikasi dari ekstrak daun sirsak

(Annona muricata L) melalui reaksi warna yaitu senyawa golongan

alkaloid, flavonoid, tannin dan steroid.

2. Proses ekstraksi metabolit sekunder dari daun sirsak (Annona

muricata L.) dengan beberapa metode ekstraksi maserasi menghasilkan

ekstrak cair sebanyak 1 L.

3. Pemisahan (partisi) senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam

ekstrak berdasarkan pada perbedaan kepolaran pelarut dengan metode

ekstraksi cair-cair. Menghasilkan fraksi n-Heksan, Etil Asetat, Kloroform

dan ekstrak kental.

4. Proses Kromatogrfi Lapis Tipis (KLT) menghasilkan 3 noda dari 4 fraksi

yang ditotolkan, dimana fraksi n-Heksan tidak menghasilkan noda, fraksi

Etil Asetat menghasilkan Rf = 0,7 (data 1) dan 0,69 (data 2), fraksi

Kloroform 0,72 (data 1) dan 0,73 (data 2), ekstrak kental 0,68 (data 1)

dan 0,67 ( data 2).

B. Saran

Diharapakan untuk praktikum selanjutnya dapat menggunakan

tanaman/tumbuhan yang lainnya, serta dapat menggunakan metode ekstraksi

dan identifikasi senyawa yang lainnya untuk pengembangan ilmu

pengetahuan sehingga dapat menambah wawasan mahasiswa.

Page 35: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

DAFTAR PUSTAKA

Burhan Nurgiantoro, Gunawan & Marzuki. 2002.Statistik Terapan Untuk Penelitian Ilmu Sosial. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia, Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI.1986. Sediaan Galenik. Depatermen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Farnsworth, N.R. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Plants.Journal ofPharmaceutical Sciences.Volume 55. No.3. Chicago: Reheis Chemical Company. Pages 263-264.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia. Penerjemah: Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung: Penerbit ITB. Hal 71, 76, 84-85, 96-97, 99, 102 dan 147.

Iskandar, Yusuf. 2007. Karakteristik Zat Metabolit Sekunder Dalam Ekstrak Bunga Krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) Sebagai Bahan Pembuatan Biopestisida.FMIPA. Semarang.

Kristianti, A. N, N. S. Aminah, M. Tanjung, danB. Kurniadi. 2008. Buku Ajar Fitokimia.Surabaya: Jurusan Kimia LaboratoriumKimia Organik FMIPA UniversitasAirlangga. P.47-48.

Lide, David. 2001. Handbook of Chemistry And Physic. Copyright CRC Press LLC.

Robinson, T. (1995).Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerjemah: K. Padmawinata, K. Edisi IV. Bandung: ITB Press. Hal 191, 196, 197.

Rohman,. A,. 2009. Kromatografi untuk Analisis Obat. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Rudi,L. 2010. Penuntun Dasar-Dasar Pemisahan Analitik. Universitas Haluoleo. Kendari.

Speight, James. G. 2006. The Chemistry and Technology of Petroleum. Taylor & Francis Group, LLC.

Sukarmin. 2004. Materi dan Perubahannya. Direktorat Pendidikan Menegah Kejuruan. Direktorat Jendral Dasar dan Menegah.Departemen Pendidikan Nasional.

Yazid,. E,.2005. Kimia Fisika untuk Paramedis.Andi.Yogyakarta.

Page 36: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

LAMPIRAN

Gambar 1.Penampang melintang daun sirsak Gambar 2. Mikroskopik simplisia daun sirsak

Gambar 3. Alat Maserasi. Keterangan : A. Bejana untuk maserasi berisi bahan yang

dimaserasi; B. Tutup; C. Pengaduk yang digerakkan secara mekani.

Page 37: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

Gambar 4. Identifikasi senyawa flavonoid Gambar 5. Identifikasi senyawa flavonoid

(a) (b) (c)

Gambar 6. Identifikasi senyawa alkaloid; (a) pereaksi Bouchardat, (b) pereaksi Dragen, (c) pereaksi Mayer

Gambar 7. Identifikasi senyawa saponin Gambar 8. Identifikasi senyawa tannin

Page 38: lAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MASERASI

Gambar 9. Partisi Cair-Cair

Gambar 10. Alat dan bahan KLT Gambar 11. Proses penotolan fraksi

Gambar 12. Pengamatan di bawah sinar UV


Related Documents