YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript

ANATOMI dan FISIOLOGI KANDUNG EMPEDU

ANATOMI dan FISIOLOGI KANDUNG EMPEDU

1. Anatomi

Kandung empedu (vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada permukaan visceral hepar. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus, dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol di bawah pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya ke atas, belakang, dan kiri. Collum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.Pembuluh arteri kandung empedu adalah A. cystica, cabang A. hepatica kanan. V. cystica mengalirkan darah langsung ke dalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.

Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan A. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju ke kandung empedu berasal dari plexus coeliacus.

Variasi anatomik misalnya double folded atau double twisted sangat sering ditemukan, juga kandung empedu yang besar, non obstruktif, sering dijumpai pada penderita alkoholisme atau diabetes melitus.

2. Fisiologi

Vesica fellea berperan sebagai reservoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml. Vesica fellea mempunyai kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel - sel thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli.

Empedu dibentuk oleh sel-sel hati yang ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai duodenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.

Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-90%.

CHOLECYSTITIS

1. Kolesistitis Akut

A. Pengertian

Radang kandung empedu (Kolesistitis akut) adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam.

B. Etiologi dan Patogenesis

Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah statis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) yang terletak di duktus sistikus yang menyebabkan statis cairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus). Bagaimana statis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis akut, masih belum jelas. Diperkirakan banyak faktor yang berpengaruh, seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin, dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.

Kolesistitis akut akalkulus dapat timbul pada pasien yang dirawat cukup lama dan mendapat nutrisi secara parenteral, pada sumbatan karena keganasan kandung empedu, batu di saluran empedu, atau merupakan salah satu komplikasi penyakit lain seperti demam tifoid dan diabetes melitus.

C. Gejala Klinis

Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan serta kenaikan suhu tubuh. Kadang-kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi ringan sampai dengan gangren atau perforasi kandung empedu. Penderita kadang mengalami demam, mual, dan muntah, Pada orang lanjut usia, demam sering kali tidak begitu nyata dan nyeri lebih terlokalisasi hanya pada perut kanan atas.D. Pemeriksaan Fisik

Teraba masa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis lokal (tanda Murphy).E. Laboratorium

Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin 75th) mempunyai prognosis jelek di samping kemungkinan banyak timbul komplikasi pasca bedah.

2. Kolesistitis Kronik

Kolesistitis kronik lebih sering dijumpai di klinis, dan sangat erat hubungannya dengan litiasis dan lebih sering timbulnya perlahan-lahan.

A. Pengertian

Kolesistitis kronis adalah peradangan menahun dari dinding kandung empedu, yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat.

B. Etiologi

Kolesistitis kronis terjadi akibat serangan berulang dari kolesistitis akut, yang menyebabkan terjadinya penebalan dinding kandung empedu dan penciutan kandung empedu. Pada akhirnya kandung empedu tidak mampu menampung empedu.

Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan angka kejadiannya meningkat pada usia diatas 40 tahun. Faktor resiko terjadinya kolesistitis kronis adalah adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya.

C. Gejala Klinis

Timbulnya gejala bisa dipicu oleh makan makanan berlemak. Gejalanya sangat minimal dan tidak menonjol, seperti dispepsia, rasa penuh di epigastrium, dan nausea khususnya setelah makan makanan berlemak tinggi, yang kadang-kadang hilang setelah bersendawa.D. Radiologi Kolesistografi oral, ultrasonografi, dan kolangiografi dapat memperlihatkan kolelitiasis dan afungsi kandung empedu. Pada USG, dinding menjadi sangat tebal dan eko cairan lebih terlihat hiperekoik. Sering terdapat pada kolesistitis kronik lanjut dimana kandung empedu sudah mengisut. Kadang-kadang hanya eko batunya saja yang terlihat.

Endoscopic retrograde choledochopancreaticography (ERCP) sangat bermanfaat untuk memperlihatkan adanya batu di kandung empedu dan duktus koledokus.

Kolesistogram (untuk kolesistitis kronik): Menyatakan batu pada sistem empedu.

CT Scan: Dapat menyatakan kista kandung empedu, dilatasi duktus empedu, dan membedakan antara ikterik obstruksi /non obstruksi.

MRI

E. Diagnosis

Diagnosis kolesistitis kronik sering sulit ditegakkan. Riwayat penyakit batu kandung empedu di keluarga, ikterus dan kolik berulang, nyeri lokal di daerah kandung empedu disertai tanda Murphy positif dapat menyokong menegakkan diagnosis.

F. Penatalaksanaan

Pengobatan yang biasa dilakukan adalah pembedahan. Kolesistektomi bisa dilakukan melalui pembedahan perut maupun melalui laparoskopi. Penderita yang memiliki resiko pembedahan tinggi karena keadaan medis lainnya, dianjurkan untuk menjalani diet rendah lemak dan menurunkan berat badan. Bisa diberikan antasid dan obat-obat antikolinergik.

G. Pencegahan

Seseorang yang pernah mengalami serangan kolesistitis akut dan kandung empedunya belum diangkat, sebaiknya mengurangi asupan lemak dan menurunkan berat badannya.

I. ANATOMI DAN FISIOLOGI LAMBUNG

1. Anatomi LambungLambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di bawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung menyerupai bentuk J, dan bila penuh, berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal lambung adalah 1 sampai 2 liter. Secara anatomi lambung terdiri dari :

a. Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak sebelah kiri osteum kardium dan biasanya penuh terisi gas. b. Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah kurvatura minor.c. Antrum pilorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot tebal membentuk spinter pilorus.d. Kurvatura minor, terdapat disebelah kanan lambung terbentang dari osteum kardiak sampai pilorus.e. Kurvatura mayor, lebih panjang dari kurvatura minor terbentang dari sisi kiri osteum kardiakum melalui fundus ventrikuli menuju kanan sampai ke pilorus inferior. Ligamentum gastro lienalis terbentang dari bagian atas kurvatura mayor sampai ke limpa.f. Osteum kardiakum, merupakan tempat dimana eosofagus bagian abdomen masuk ke lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pilorik. Lambung tersusun juga atas 4 lapisan , yakni :

a. Tunika Serosa (Lapisan luar)Merupakan bagian dari peritonium viseralis. Dua lapisan peritonium viseralis menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum kemudian terus memanjang ke hati membentuk omentum minus. omentum minus adalah tempat yang sering terjadi penimbunan cairan (pseudokista pankreatikum) akibat penyakit pankreatitis akut.

Lipatan peritonium yang keluar dari satu organ menuju organ lain disebut ligamentum. Pada kurvatura mayor, peritonium terus ke bagian bawah membentuk omentum majus yang menutupi usus halus dari depan seperti sebuah apron besar.

b. Muskularis

Terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan longitudinal (bagian luar), lapisan sirkular (bagian tengah), dan lapisan oblik (bagian dalam). Susunan serabut otot yang unik ini memungkinkan berbagai macam kontraksi yang diperlukan untuk memecah makanan menjadi partikel partikel yang kecil, mengaduk, dan mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung, dan mendorongnya ke arah duodenum.

c. SubmukosaTersusun atas areolar longgar yang menghubungkan lapisan mukosa dengan lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa bergerak peristaltik. Lapisan ini juga mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan saluran limfe.

d. MukosaTersusun atas lipatan lipatan longitudinal disebut rugae, yang memungkinkan terjadinya distensi lambung sewaktu diisi makanan. Terdapat beberapa kelenjar pada lapisan ini, yakni :

a. Kelenjar kardia, berada di dekat orifisium kardia dan menyekresiakn mucus.

b. Kelenjar fundus atau gastric,terletak di fundus dan pada hamper seluruh korpus lambung. kelenjar gastri memiliki tiga tipe utama sel. Sel-sel parietal menyekresikan HCl dan factkr intrinsik. Factor intrinsik diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 di dalam usus halus. Kekurangan factor intrinsic akan mengakibatkan terjadinya anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher) ditemukan di leher kelenjar fundus dan menyekresikan mukus.

2. Fisiologi Lambung

Fungsi motorik lambung terdiri atas :a. Menampung, menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi sedikit dicerna dan bergerak pada saluran cerna. Menyesuaikan peningkatan volume tanpa menambah tekanan dengan relaksasi reseptif otot polos, diperantarai oleh nervus vagus dan dirangsang oleh gastrin. b. Mencampur, memecahkan makanan menjadi partikel partikel kecil dan mencampurnya dengan getah lambung melalui kontraksi otot yang mengelilingi lambung. Kontraksi peristaltik diatur oleh suatu irama listrik intrinsik dasar.c. Pengosongan lambung, diatur oleh pembukaan spinter pilorus yang dipengaruhi oleh viskositas, volume, keasaman, aktivitas osmotik, keadaan fisik, serta oleh emosi, obat obatan, dan olah raga. Fungsi pencernaan dan sekresia. Pencernaan protein oleh pepsin dan HCl dimulai di sini; pencernaan karbohidrat dan lemak oleh amilase dan lipase dalam lambung kecil peranannya.b. Sintetis dari pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang dimakan, peregangan antrum, alkalinisasi, dan rangsangan vagus.c. Sekresi faktor intrinsikd. Sekresi mukus, membentuk selubung yang melindungi lambung serta berfungsi sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut.e. Sekresi bikarbonat, bersama dengan sekresi gel mukus, tampaknya berperan sebagai barier dan asam lumen dan pepsin. Getah Cerna Lambung

HCl

: untuk mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin, sebagai disinfektan, serta merangsang pengeluaran sekretin dan kolesistokinin pada usus halus. Lipase

: memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Renin

: mengendapkan protein pada susu (kasein) dari air susu (ASI) Pepsin

: memecah putih telur menjadi asam amino ( albumin dan pepton). Mukus

: untuk melindungi dinding lambung dari kerusakan akibat asam HCl.Pengaturan Sekresi Lambung

Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjadi fase sefalik, gastric, dan intestinal.

a. Fase sefalik, sudah dimulai bahkan sebelum makanan masuk ke lambung, yaitu akibat melihat, mencium, dan memikirkan, atau mengecap makanan. Fase ini diperantarai seluruhnya oleh saraf vagus dan dihilangkan dengan vagotomi. Sinyal neurogenik yang menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks serebsi atau pusat nafsu makan. Impuls eferen kemudian dihantarkan melalui saraf vagus ke lambung. Hal ini mengakibatkan kelenjar gastric terangsang untuk menyekresikan HCl, pepsinogen, dan menambah mucus. Fase sefalik menghasilkan sekitar 10% dari sekresi lambung normal yang berhubungan dengan makanan.

b. Fase gastric, dimulai saat makanan mencapai antrum pylorus. Distensi antrum juga dapat menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari reseptor-resptor pada dinding lambung. Impuls tersebut berjalan menuju medulla melalui aferen vagus dan kembali ke lambung melalui eferen vagus; impuls ini merangsang pengeluaran hormone gastrin dan secara langsung juga merangsang kelenjar-kelenjar lambung. Gastrin dilepas di antrum dan kemudian dibawa oleh aliran darah menuju kelenjar lambung, untuk merangsang sekresi. Pelepasan gastrin juga dirangsang oleh pH alkali, garam empedu di antrum, dan terutama oleh protein makanan dan alcohol. Membrane sel parietal di fundus dan korpus lambung mengandung reseptor untuk gastrin, histamine, dan asetilkolin, yang merangsang sekresi asam. Setelah makan, gastrin dapat beraksi dan juga dapat merangsang pelepasan histamine dari sel enterokromafin dari mukosa untuk sekresi asam.

Fase sekresi gastric menghasilkan lebih dari duapertiga sekresi total lambung setelah makan, sehingga merupakan bagian terbesar dari total sekresi lambung harian yang berjumlah sekitar 2.000ml. fase gastric dapat terpengaruh oleh reseksi bedah pada antrum pylorus, sebab disinilah pembentukan gastrin.

c. Fase intestinal, dimuali oleh gerakan kimus dari lambung ke duodenum. Fase sekresi lambung diduga sebagian besar bersifat hormonal. Adanya protein yang tercerna sebagian dalam duodenum merangsang pelepasan gastrin di usus, suatu hormone yang menyebabkan lambung terus-menerus menyekresikan sejumlah kecil cairan lambung.

Distensi usus halus menimbulkan refleks enterogastrik, diperantarai oleh pleksus mienterikus, saraf simpatis, dan vagus, yang menghambat sekresi dan pengosongan lambung. Adanya asam (pH kurang dari 2,5), lemak, dan hasil-hasil pemecahan protein menyebabkan lepasnya beberapa hormone di usus. Sekretin, koleksitokinin, dan peptida pengahambat gastric, semuanya memiliki efek inhibisi terhadap sekresi lambung.

A. DEFENISI

a. Gastritis :

Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung. (1Keadaan ini dapat diakibatkan dari (4:

1. Makanan yang mengiritasi mukosa lambung

2. Eksoriasi mukosa lambung yang berlebihan oleh sekret peptik lambung sendiri

3. Peradangan bakteriB. KLASIFIKASIMenurut Update Sydney System membagi berdasarkan pada topografi, morfologi, dan etiologi. Secara garis besar gastritis dibagi menjadi 3 tipe (1 :

1. Monahopik

2. Atropik

3. Bentuk khusus

Selain pembagian tersebut diatas, terdapat suatu bentuk kelainan pada gaster yang digolongkan sebagai gastropati. Disebut demikian karena secara histopatologik tidak menggambarkan radang.

Klasifikasi menurut Update Sydney System memerlukan tindakan gastroskopi.

Klasifikasi lain dari gastritis adalah (31. Gastritis akut : merupakan kelainan klinis akut yang jelas penyebabnya dengan tanda dan gejala yang khas. Biasanya ditemukan sel inflamasi akut dan netrofil.

2. Gastritis kronik : Penyebabnya tidak jelas, sering bersifat multifaktor dengan perjalanan klinik yang bervariasi. Kelainan ini berkaitan dengan infeksi H. PyloriDua jenis gastritis yang paling sering terjadi yaitu gastritis superficial akut dan gastritis atrofik kronik (2.C. PATOFISIOLOGITerdapat gangguan keseimbangan faktor agresif dengan faktor defensif yang berperan dalam menimbulkan lesi pada mukosa. Faktor-faktor tersebut yang berperan menimbulkan lesi pada mukosa. Faktor-faktor tersebut dapat dilihat pada tabel (3:

Dalam keadaan normal, faktor defensif dapat mengatasi faktor agresif sehingga tidak terjadi kerusakan atau kelainan patologi.

Tabel (1) : Faktor agresif dan protektifFaktor agresifFaktor defensif

Asam lambung

Pepsin

AINS

Empedu

Infeksi virus

Infeksi bakteri H. pylori Bahan korosif : asam dan basa kuat Mukus

Bikarbonas mukosa

Prostaglandin mikrosirkulasi

Patogenesis H.pylori ( gastritis

Setelah kuman memasuki saluran cerna, bakteri H.pylori harus menghindari aktivitas bakterisidal yang terdapat dalam isi lumen lambung, dan masuk ke lapisan mukus. Produksi urease dan motilitas sangat penting berperan pada langkah awal infeksi ini. Urease meng-hidrolisis urea menjadi karbondioksida dan ammonia, sehingga H.pylori mampu bertahan hidup dalam lingkungan yang asam. Aktivitas enzim ini diatur oleh suatu saluran urea yang tergantung pH (pH-gated urea chanel), Ure-I, yang terbuka pada pH yang rendah, menutup aliran urea pada keadaan netral. Motilitas bakteri sangat penting pada kolonisasi, dan flagel H. pylori sangat baik beradaptasi pada lipatan-lipatan / relung-relung lambung.

D. ETIOLOGIa. Gastritis Akut (3Penyebab penyakit ini antara lain :

Obat-obatan; Aspirin, obat antiinflamasi nonsteroid (AINS)

Alkohol

Gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung; trauma, luka bakar, sepsis.

b. Gastritis Kronik (3 Jelas berhubungan dengan infeksi H. pylori apalagi jika ditemukan ulkus pada pemeriksaan penunjang.

Infeksi kuman Helicobacter pylori merupakan kausa gastritis yang amat penting. Di negara berkembang prevalensi infeksi kuman H.pylori pada orang dewasa adalah 90 %. Sedangkan pada anak-anak prevalensi H. pylori lebih tinggi lagi. Di Indonesia, prevalensi infeksi kuman H. pylori yang dinilai dengan urea breath test menunjukkan tendensi menurun

Pada awal infeksi kuman H.pylori mukosa lambung akan menunjukkan respons inflamasi akut. Secara endoskopik sering tampak sebagai erosi dan tukak multiple antrum atau lesi hemoragik. Gastritis akut akibat H.pylori sering diabaikan oleh pasien sehingga berlanjut menjadi kronik.

Gangguan fungsi sistem imun dihubungkan dengan gastritis kronik setelah ditemukan autoantibodi terhadap faktor intristik dan terhadap secretory canalicular structure sel parietal pada pasien dengan anemia pernisiosa. Pasien gastritis kronik yang mengandung antibodi sel parietal dalam serumnya dan menderita anemia pernisiosa, mempunyai ciri-ciri khusus sbb; menderita gastritis kronik yang secara histologik menunjukkan gambaran gastritis kronik atropik, predominasi korpus dan pada pemeriksaan darah menunjukkan hipergastrinemia. Pasien-pasien tersebut sering juga menderita penyakit lain yang diakibatkan oleh gangguan fungsi sistem imun.

Terdapat jenis virus yang dapat menginfeksi mukosa lambung misalnya enteric rotavirus dan calicivirus. Kedua jenis virus tersebut dapat menyebabkan gastroenteritis, tapi secara histopatologi tidak spesifik.

Jamur Candida species, Histoplasma capsulatum, dan Mukonaceae dapat menginfeksi mukosa gaster hanya pada pasien immunocompromized.

Obat anti-inflamasi non-steroid merupakan penyebab gastropati yang amat penting, dari hanya berupa keluhan berupa nyeri uluhati sampai pada tukak peptik dengan komplikasi perdarahan saluran cerna bagian atas.

E. GEJALA KLINIS

Kebanyakan gastritis tanpa gejala. Mereka yang mempunyai keluhan biasanya berupa keluhan yang tidak khas. Keluhan yang sering dihubungkan dengan gastritis adalah nyeri panas dan pedih di uluhati disertai mual kadang-kadang sampai muntah. Keluhan-keluhan tersebut sebenarnya tidak berkorelasi dengan baik dengan gastritis dan tidak dapat digunakan sebagai alat evaluasi keberhasilan pengobatan.(1Dispepsia adalah kumpulan gejala klinis yang meliputi (2 ;

- Nyeri perut (abdominal discomfort)

- Rasa pedih di ulu hati

- Mual, muntah

- Nafsu makan berkurang

- Rasa lekas kenyang

- Perut kembung

- Rasa panas didada dan perut

- Regurguitasi

- Ruktus

E. DIAGNOSIS (1

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran endoskopi dan histopatologi. Gambaran endoskopi yang dapat dijumpai adalah eritema, eksudatif, flat-erosion, raised erosion, perdarahan, endematous rugae. Perubahan-perubahan histopatologi selain menggambarkan perubahan morfologi sering juga dapat menggambarkan proses yang mendasari, misalnya otoimun atau respon adaptif mukosa lambung. Perubahan-perubahan yang terjadi berupa degradasi epitel, hyperplasia foveolar, infiltrasi netrofil, inflamasi sel mononuklear, folikel limpoid, atropi, intestinal metaplasia, hyperplasia sel endokrin, kerusakan sel parietal. Pemeriksaan histopatologi sebaiknya juga menyertakan pemeriksaan kuman H. pylori. (1

Untuk Gastritis akut, ada 3 cara dalam menegakkan diagnosis, yaitu gambaran klinis, gambaran lesi mukosa akut di mukosa lambung berupa erosi atau ulkus dangkal dengan tepi rata pada endoskopi, dan gambaran radiologi (atrofi; mukosa yg menipis, hipertrofi; mukosa kasar bisa disertai dengan hipersekresi, foto 3 lapis). (3

Diagnosis gastritis kronik ditegakkan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi biopsi mukosa lambung. Perlu pula dilakukan kultur untuk membuktikan adanya infeksi H. pylori apalagi jika ditemukan ulkus baik pada lambung ataupun pada duodenum mengingat angka kejadiang cukup tinggi yakni 100 %. (3Pemeriksaan penunjang (4:

1. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap ( bila ditemukan leukositosis ( terdapat tanda infeksi)

2. Radiologis : gambaran atrofi/hipertrofi mukosa gaster , foto 3 lapis ( khas untuk gastritis (dengan kontras ganda)

3. Endoskopi : lokasi terbanyak kelainan di lambung ialah sekitar angulus, antrum, dan prepilorus.

4. Gastroskopi : untuk melihat mukosa lambung, misalnya warna, licin tidaknya mukosa lambung, ada tidaknya kelainan, dimana letak kelainan ditemukan. (mulai dari fundus, korpus, dinding anterior, dan posterior, kurvatura minor dan mayor, angulus, antrum, prepilorus, dan pilorus)

4. pemeriksaan histopatologi

F. PENGOBATAN

Oleh karena gastritis sangat erat hubungannya dengan sindroma dispepsia, maka diagram berikut memberi gambaran alur penatalaksanaan dispepsia (4:

DISPEPSIA

Usia < 55 th,

Usia > 55 th atau < 55 th

alarm symptom (-)

alarm symptom (+)

Terapi empiris 2 mgg :

Rujuk gastroenterologi

- antasida

fasilitas endoskopi (+)

- H2RA /PPI

- Prokinetik

Sembuh (STOP) Tidak (serologi H.pylori)

(+)

(-)

Alaram symptom :

Muntah

- Demam

Hematemesis

- BB menurun

Pengobatan gastritis akut, faktor utama adalah menghilangkan etiologinya. Diet lambung, dengan porsi kecil dan sering. Obat-obatan ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung, berupa antagonis reseptor H2, inhibitor pompa proton, antikolinergik, dan antasid. Juga ditujukan sebagai sitoprotektor, berupa sukralfat dan prostaglandin.(3Pada pusat-pusat pelayanan kesehatan dimana endoskopi tidak dapat dilakukan, penatalaksanaan diberikan seperti pada pasien dengan sindroma dispepsia, apalagi jika tes serologi negatif. Pertama-tama yang dilakukan adalah mengatasi dan menghindari penyebab pada gastritis akut, kemudian diberikan pengobatan empiris berupa antasid, antagonis H2/ PPI dan obat-obatan prokinetik. Jika endoskopi dapat dilakukan, dilakukan terapi eradikasi kecuali jika hasil CLO (rapid ureum test) , kultur, dan PA ketiganya negatif atau hasil serologi negatif.

Contoh regimen untuk eradikasi infeksi H. pylori : (1Obat 1Obat 2Obat 3Obat 4

PPI dosis gandaKlarithomisin

(2 x 500 mg)Amoksisilin

(2 x 1000 mg)

PPI dosis gandaKlarithomisin

(2 x 500 mg)Metronidazol

(2 x 500 mg)

PPI dosis gandaTetrasiklin

(4 x 500 mg)Metronidazol

(2 x 500 mg)Subsalisilat/

subsitral

Regimen diberikan selama 1 minggu.

DOSIS :

1. PPI (Proton Pump Inhibitor) :

- Omeprazole2 x 20 mg

- Lansoprazole2 x 30 mg

- Rabeprazole2 x 10 mg

- Esomeprazole2 x 20 mg

2. Amoksisilin

2 x 1000 mg/hr

3. Klaritromisin

2 x 500 mg/hr

4. Metronidazol

3 x 500 mg/hr

5. Tetrasiklin

4 x 250 mg/hr

Terapi eradikasi juga diberikan pada seleksi khusus pasien yang menderita penyakit-penyakit sbb (3 :

- Sangat dianjurkan :

1. Ulkus duodeni

2. Ulkus ventrikuli

3. Pasca reseksi kangker lambung dini

- Dianjurkan:

1. Dispepsi tipe ulkus

2. Gastritis kronis aktif berat (PA)

3. Gastropati AINS

4. Gastritis erosiva berat

5. Gastritis hipertrofik

- Tidak dianjurkan :

1. Penderita asimtomatis

Terapi lini kedua/ terapi kuadripel (1

Terapi lini kedua dilakukan jika terdapat kegagalan pada lini pertama. Kriteria gagal ; 4 minggu pasca terapi, kuman H. pylori tetap positif berdasarkan pemeriksaan UBT/HpSA atau histopatologi.

Urutan prioritas

Collodial bismuth subcitrate + PPI + Amoksisilin + Klaritromisin

Colloidal bismuth subcitrate + PPI + Mentronidazol + Klaritromisin

Collodial bismuth subcitrate + PPI + Metronidazol +Tetrasiklin

( pengobatan dilakukan selama 1 minggu

Dosis Collodial bismuth subcitrate : 4 x 120 mgBila terapi lini kedua gagal, sangat dianjurkan pemeriksaan kultur dan resistensi H.pylori denga media transport MIU.

DAFTAR PUSTAKA(1 Sudoyo, Aru W. Dkk.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1 edisi IV. 2006. Pusat Penerbitan, Depatermen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hlm. 337.

(2 Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 1995. Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta. Hlm. 376.

(3 Mansjoer , Arief., et al. Editor. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi II. jilid II. 2001. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hlm. 492.

(4 Hadi, Sujono. Gastroenterologi. 2002. Penerbit PT. Alumni, Bandung. Hlm. 181.


Related Documents