YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama:Ny.M

Jenis Kelamin

: Perempuan

Usia

: 70 tahun

Agama

: Islam

Suku

: SundaPendidikan Terakhir

: SMP

Status Pernikahan

: MenikahPekerjaan

: Ibu Rumah TanggaAlamat : BanjarTanggal Datang ke RS : Oktober 2014II. RIWAYAT PERAWATAN

a. Rawat Jalan

: Belum Pernahb. Rawat Inap

: Belum PernahIII. RIWAYAT PSIKIATRI

Tanggal

: Mei 2014Anamnesis didapatkan dari pasien yang dapat dipercaya.Keluhan Utama

Sulit Tidur.Riwayat Penyakit Sekarang

1,5 tahun yang lalu, suami pasien mengalami kecelakaan sehingga suami pasien tidak bisa berjalan, pasien sering memikirkan kesehatan suami, selain itu pasien juga merasa kesepian karena ditinggal jauh oleh anak-anaknya, pasien hanya seorang ibu rumah tangga, suami pasien sudah tidak bisa bekerja karena sakitnya, sehingga pasien sangat tergantung perekonomiannya dengan anak-anaknya, pasien sangat memikirkan kehidupannya sehari-hari untuk makan dan mengurus suami. Karena masalah ini pasien mulai sulit tidur. Pasien juga sering merasakan sakit kepala, badan terasa kaku, tekanan darah tinggi, kurang nafsu makan, Free Floating Feeling sulit fokus karena keluhan darah tingginya. Pasien berkonsultasi ke Puskesmas terdekat beberapa kali, di puskesmas pasien hanya diberikan captopril namun untuk keluahan sulit tidurnya tidak diberikan obat apapun, pasien kemudian berobat ke RS Swasta dan poli penyakit dalam RSU kota Banjar karena tidak ada perubahan untuk keluhan sulit tidurnya pasien dikonsultasikan ke Psikiater. Riwayat Penyait Dahulua. Gangguan psikiatrik

Pasien tidak memiliki gangguan psikiatri sebelumnyab. Gangguan Medik

6 bulan pasien kontrol rutin ke Puskemas dengan keluhan tekanan darah tinggi, rutin mendapatkan captopril, namun 1 minggu ini pasien tidak kontrol ke dokter.c. Gangguan Zat Psikoaktif

Pasien tidak pernah mengkonsumsi zat psikoaktif, alkohol dan merokok.Riwayat Kehidupan Pribadi

a. Riwayat Perkembangan Prenatal dan Perinatal

Pasien dilahirkan dalam keadaan yang sehat tidak ada trauma saat kehamilan dan saat kehamilan ibu pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan, pada saat persalinan ibu pasien ditolong oleh paraji. b. Riwayat Perkembangan Masa Kanak-kanak Awal (0 3 tahun)

Perkembangan fisiknya cukup baik, pola perkembangan motorik juga baik. Riwayat tumbuh kembang pasien baik (sesuai dengan usianya).c. Riwayat Kanak-kanak Pertengahan ( 3 11 tahun)

Pasien merupakan anak yang pendiam. Sejak sekolah, pasien tidak terlalu memiliki banyak teman, tidak pernah berkelahi / bermasalah di sekolah dan lingkungan tempat tinggal. Prestasi di sekolah biasa saja. d. Riwayat Masa Pubertas dan Remaja

Hubungan sosial

Sikap pasien terhadap orangtua, adik kandung, kerabat, dan tetangga cukup baik. Pasien dapat bergaul dengan baik dengan teman temannya.Riwayat pendidikan

Pendidikan terakhir pasien sampai SMP.Perkembangan kognitif

Pasien tidak memiliki gangguan belajar, prestasi belajar dinilai biasa saja.

Perkembangan motorik

Selama ini dirasa baik dan normal. Pasien mampu melakukan aktivitas dan kegiatan sehari-hari dengan baik seperti makan, minum, toilet, dan kebersihan diri.

Perkembangan emosi dan fisik

Pasien dinilai memiliki emosi yang biasa saja, kadang senang kadang juga sedih.

Riwayat psikoseksual

Pasien mulai menyukai lawan jenis saat SMP. e. Riwayat Masa DewasaRiwayat pekerjaan

Pasien seorang ibu rumah tangga.Riwayat pernikahan

Pasien sudah menikah dan memiliki tiga orang anak.Riwayat keagamaan

Pasien taat beribadah.Riwayat aktivitas sosial

Pasien bergaul cukup dengan tetangga sekitar, dan jarang mengikuti perkumpulan yang ada di sekitar rumahnyaRiwayat hukum

Pasien tidak pernah bermasalah secara hukum.

f. Riwayat Keluarga Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga, dengan satu suami dan tiga orang anak. Suami pasien berinisial S, 75 tahun sudah tidak bisa bekerja. Anak pertama pasien berinisial A, sudah menikah, dengan satu orang anak. Anak kedua berinisial L, sudah menikah, sudah memiliki satu orang anak. Anak ketiga berinisial E, sudah menikah, memiliki satu orang anak, dan sekarang bekerja bekerja sebagai pedagang. Kehidupan rumah tangga orang tua pasien harmonis.

Pasien adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Kakak pasien berjenis kelamin

laki-laki dengan jarak umur 3 tahun yang sekarang bekerja sebagai Pedagang. Dan adik pasien berjenis kelamin laki-laki dengan jarak umur 2 tahun yang sekarang mempunyai usaha warung. g. Situasi Kehidupan SekarangSaat ini pasien tinggal serumah dengan suami, dan satu orang anaknya yang sudah menikah. Kedua anak pasien yang sudah menikah, tinggal di rumah lain di luar kota.IV. STATUS MENTAL

A. Deskripsi UmumPenampilanPasien seorang perempuan, dengan tinggi 150 cm dan berat badan 48 Kg. Pasien berkulit sawo matang, berpakaian bersih dan cukup rapih. Cara berjalan pasien tampak tidak percaya diri. Perilaku dan aktivitas psikomotor

Pasien nampak khawatir dan cemas. Perhatian pasien cukup baik, konsentrasi pasien cukup baik. Pembicaraan (speech)

Cara berbicara

: spontan, relevan

Volume berbicara : sedang Kecepatan berbicara: sedangGangguan berbicara : tidak ada afasia, tidak ada disartria, tidak ada ekolalia. B. Alam Perasaan

Mood : khawatir Afek : cemas Kesesuaian: sesuaiC. Gangguan Persepsi

Halusinasi

Auditorik : Tidak ada Visual: Tidak Ada

Taktil

: Tidak ada

Gustatorik : Tidak ada

Ilusi

: Tidak ada

D. Gangguan Pikir Bentuk: Realistik, koheren, preokupasi. Proses Pikir Produktivitas

: Baik Kontinuitas

Blocking: Tidak ada. Assosiasi longgar: Tidak ada Inkoherensia: Tidak ada. Word salad: Tidak ada. Neologisme: Tidak ada. Flight of Idea : Tidak ada. Sirkumstansial : Tidak ada. Isi pikir

Gangguan isi pikiran

: Tidak ada Waham Bizarre

: Tidak ada Persekutorik/paranoid

: Tidak Ada Curiga

: Tidak Ada Kejar

: Tidak ada Referensi

: Tidak ada Kebesaran

: Tidak ada Thought of insertion

: Tidak ada Thought of broadcasting: Tidak ada Thought of withdrawal

: Tidak ada Delution of influence

: Tidak ada Obsesi

: Tidak ada Kompulsi

: Tidak ada Preokupasi pikiran

: Ada preoukupasi terhadap keluhan fisik E. Sensorium dan Kognitif

Kesadaran : Compos mentis

Orientasi : Baik Waktu (pasien mampu menyatakan sekarang ini siang/sore/malam)

Tempat (pasien dapat menyebutkan bahwa saat ini sedang berada di RS)

Orang (pasien tahu bahwa ia ke RSUD Banjar berobat dengan dokter Psikiatri)

Daya ingat : Baik

Daya ingat jangka panjang (pasien dapat mengingat alamat rumah, nama dan umur ketiga anaknya)

Daya ingat jangka pendek (pasien dapat mengingat menu sarapan pagi tadi)

Daya ingat yang baru-baru ini terjadi (pasien dapat mengingat terakhir pasien kontrol kepuskesmas) Daya ingat segera (pasien dapat mengingat nama dokter muda yang wawancara saat itu, dan dapat mengulang dengan baik urutan dua nama dokter muda Muflih, else)

Konsentrasi : Konsentrasi cukup baikF. Daya Nilai

Daya nilai sosial : BaikMenurut pasien mencuri adalah perbuatan tidak baik.

Uji daya nilai : Baik

Misalnya jika pasien menemukan dompet (dengan identitas pemilik) dijalan dan terdapat uang Rp. 1.000.000,- ia akan mengembalikan dompet beserta uang tersebut ke kantor Polisi

Daya nilai realitas: Tidak tergangguG. Reality Test Ability (RTA) : Tidak TergangguPasien tidak memiliki gangguan waham, halusinasi, ilusi. H. Tilikan : Tilikan derajat II

Pasien menyadari dirinya sakit, kadang juga tidakV. IKHTISAR PENEMUAN YANG BERMAKNA

RTA

: tidak terganggu Mood

: khawatir Afek

: cemas, sesuai Gangguan persepsi: Halusinasi (-), ilusi (-) Gangguan bentuk pikir : realistic, koheren Gangguan proses pikir : tidak ada Gangguan isi pikir

: Preokupasi keluhan fisik Tilikan

: Tilikan derajat II Faktor stressor: 1,5 tahun yang lalu, suami pasien mengalami kecelakaan sehingga suami pasien tidak bisa berjalan, pasien sering memikirkan kesehatan suami, selain itu pasien juga merasa kesepian karena ditinggal jauh oleh anak-anaknya, pasien hanya seorang ibu rumah tangga, suami pasien sudah tidak bisa bekerja karena sakitnya, sehingga pasien sangat tergantung perekonomiannya dengan anak-anaknyaVI. FORMULASI DIAGNOSTIK

Berdasarkan PPDGJ-III kasus ini digolongkan kedalam :

AKSIS I : F41.1 gangguan cemas menyeluruhPenderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya free floating atau mengambang)AKSIS II: Diagnosis tertunda

AKSIS III: HipertensiAKSIS IV: Masalah support systemAKSIS V: GAF SCALE 1 tahun 80-71 & GAF SCALE Pemeriksaan 70-61

VII. EVALUASI MULTIAKSIAL

AKSIS I : F41.1 gangguan cemas menyeluruhAKSIS II

: Diagnosis tertundaAKSIS III : Hipertensi

AKSIS IV : Masalah support systemAKSIS V : Global Assesment of Functioning (GAF) SCALE 1 tahun 80-71 &GAF pemeriksaan 70-61VIII. DAFTAR MASALAHa. Organobiologik: Hipertensib. Psikologi: khawatir, cemasc. Sosial: tidak ada masalahd. Keluarga: Hidup berdua dengan suami sakit, perekonomian yang kurang berkecukupan, bergantung pada pemberian anak.IX.PROGNOSIS

Faktor - faktor yang mendukung kearah prognosis baik:

Keluarga pasien masih mendukung pasien untuk sembuh.

Faktor - faktor yang mendukung kearah prognosis buruk:

Tidak adaKesimpulan prognosisnya adalah:

Quo ad vitam

: ad bonamQuo ad functionam: ad bonamQuo ad sanationam: ad bonamX. PENATALAKSANAAN

Rawat jalan1. Farmakoterapi

Serlof 25 mgAlganax 0,5 mg

Mf. Pulv. da in caps dtd VII (1-0-0)

Serlof 12,5 mg Clobazam 10 mgMf. Pulv. da in caps dtd VII (0-0-1) 2. Terapi Psikoterapia. Memotivasi pasien agar minum obat teratur dan kontrol rutin Dengan cara memberi tahu akibat yang terjadi apabila tidak rutin minum obat Memberi dukungan dan perhatian kepada pasien dalam menghadapi masalah serta memberikan dorongan agar lebih terbuka bila mempunyai masalah dan jangan memperberat pikiran dalam menghadapi suatu masalah. Dengan cara agar tidak memendam masalah sendiri, bahwa dengan bercerita dengan keluarga akan membuat pasien lebih tenang dan kemungkinan kambuh kecil.b. Memberikan edukasi kepada pasien bahwa obat yang diminum tidak menimbulkan ketergantungan justru sebagai pengontrol zat kimia di otak agar gejala yang dialami pasien bisa terkontrol dan pasien bisa menjalani kehidupan sehari-hari seperti sebelum sakit.

Hal ini sangat penting, karena banyak pasien merasa seperti berbeda dari orang lain. Sehingga pasien merasa tidak pantas untu berbaur ataupun bekerja. Hal ini harus dicegah, karena sesungguhnya dengan melakukan aktivitas rutin, seperti bekerja atau menyalurkan hobi, akan membantu kesembuhan pasien.3. Terapi Kognitif

Menjelaskan pada pasien tentang penyakit dan gejala-gejalanya, menerangkan tentang gejala penyakit yang timbul akibat cara berfikir, perasaan dan sikap terhadap masalah yang dihadapi.

Apabila tedapat beban pikiran yang berlebihan pada pasien akan menimbulkan kekambuhan gejala lagi, walaupun pasien diterapi obat. Hal ini pentingnya pengetahuan pasien tentang keadaan pasien tersebut.

4. Terapi Sosial

Melibatkan pasien secara aktif dalam kegiatan terapi aktivitas kelompok di RS agar ia dapat beraktivitas dan berinteraksi dengan lingkungannya.

Proses terapi aktivitas kelompok pada dasarnya lebih kompleks dari pada terapi individual, oleh karena itu untuk memimpinya memerlukan pengalaman dalam psikoterapi individual. Dalam kelompok terapis akan kehilangan sebagian otoritasnya dan menyerahkan kepada kelompok.

Terapis sebaiknya mengawali dengan mengusahakan terciptanya suasana yang tingkat kecemasannya sesuai, sehingga pasien terdorong untuk membuka diri dan tidak menimbulkan atau mengembalikan mekanisme pertahanan diri. Setiap permulaan dari suatu terapi aktivitas kelompok yang baru merupakan saat yang kritis karena prosedurnya merupakan suatu yang belum pernah dialami oleh anggota kelompok dan mereka dihadapkan dengan orang lain.

Setalah pasien berkumpul, mereka duduk melingkar, terapis memulai dengan memperkenalkan diri terlebih dahulu dan juga memperkenalkan co-terapis dan kemudian mempersilahkan anggota untuk memperkenalkan diri secara bergilir, bila ada anggota yang tidak mampu maka terapis memperkenalkannya. Terapis kemudian menjelaskan maksud dan tujuan serta prosedur terapi kelompok dan juga masalah yang akan di bicarakan dalam kelompok. Topik atau masalah dapat ditentukan oleh terapis atau usul pasien. Ditetapkan bahwa anggota bebas membicarakan apa saja, bebas mengkritik siapa saja termasuk terapis. Terapis sebaiknya bersifat moderat dan menghindarkan kata-kata yang dapat diartikan sebagai perintah.

Dalam prosesnya kalau terjadi blocking, terapis dapat membiarkan sementara. Blocking yang terlalu lama dapat menimbulkan kecemasan yang meningkat oleh karena terapisnya perlu mencarikan jalan keluar. Dari keadaan ini mungkin ada indikasi bahwa ada beberapa pasien masih perlu mengikuti terapi individual. Bisa juga terapis merangsang anggota yang banyak bicara agar mengajak temannya yang kurang banyak bicara. Dapat juga co-terapis membantu mengatasi kemacetan.

Kalau terjadi kekacauan, anggota yang menimbulkan terjadinya kekacauan dikeluarkan dan terapi aktivitas kelompokn berjalan terus dengan memberikan penjelasan kepada semua anggota kelompok. Setiap komentar atau permintaan yang datang dari anggota diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Terapis bukanlah guru, penasehat, atau bukan pula wasit. Terapis lebih banyak pasif atau katalisator. Terapis hendaknya menyadari bahwa tidak menghadapi individu dalam suatu kelompok tetapi menghadapi kelompok yang terdiri dari individu-individu.

Diakhir terapi aktivitas kelompok, terapis menyimpulkan secara singkat pembicaraan yang telah berlangsung / permasalahan dan solusi yang mungkin dilakukan. Dilanjutkan kemudian dengan membuat perjanjian pada anggota untuk pertemuan berikutnya.

5. Terapi Keluarga

Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai penyakit pasien, penyebabnya, faktor pencetus, perjalanan penyakit dan rencana terapi serta memotivasi keluarga pasien untuk selalu mendorong pasien mengungkapkan perasaaan dan pemikirannya.

Dikarenakan banyak keluarga pasien akibat stigma masyarakat, keluarga pasien menjadi malu, sehingga keluarga kekurangan empati terhadap pasien sendiri. Hal ini harus dicegah, dengan memberikan dukungan kepada keluarga, untuk menyayangi pasien selayaknya keluarga yang sedang sakit dan butuh perhatian keluarga untuk kesembuhannya.6. Terapi Pekerjaan

Memanfaatkan waktu luang dengan melakukan hobi atau pekerjaan yang bermanfaat.

Kita tanyakan pasien, tanyakan pekerjaan dahulu dan pekerjaan yang ditawari dari orang lain. Hal ini tentunya apabila insight of ilness pasien sudah baik dan tidak ada gejala. Kita bantu untuk memulihkan pekerjaan yang tepat sehingga pasien mempunyai aktifitas rutin sehari-hari layaknya orang normal.BAB IITINJAUAN PUSTAKA

GANGGUAN CEMAS MENYELURUH (F.41.1)

I. DEFINISI

Menurut Capernito (2001) kecemasan adalah keadaan individu atau kelompok mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivitas sistem saraf autonom dalam berespons terhadap ancaman yang tidak jelas, nonspesifik. Kecemasan merupakan unsur kejiwaan yang menggambarkan perasaan, keadaan emosional yang dimiliki seseorang pada saat menghadapi kenyataan atau kejadian dalam hidupnya. 1,2Kecemasan adalah perasaan individu dan pengalaman subjektif yang tidak diamati secara langsung dan perasaan tanpa objek yang spesifik dipacu oleh ketidaktahuan dan didahului oleh pengalaman yang baru. Berdasarkan definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan, tidak enak, khawatir dan gelisah. Keadaan emosi ini tanpa objek yang spesifik, dialami secara subjektif dipacu oleh ketidaktahuan yang didahului oleh pengalaman baru, dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal.1,2Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder) merupakan salah satu jenis gangguan kecemasan dengan karakteristik kekhawatiran yang tidak dapat dikuasai dan menetap, biasanya terhadap hal-hal yang sepele/tidak utama. Individu dengan gangguan cemas menyeluruh akan terus menerus merasa khawatir tentang hal-ha yang kecil/sepele. 1,2,3

II. GAMBARAN TENTANG KECEMASAN

Neale dkk (2001) mengatakan bahwa kecemasan sebagai perasaan takut yang tidak menyenangkan dan apprehension, dapat menimbulkan beberapa keadaan psikopatologis sehingga mengalami apa yang disebut gangguan kecemasan. Walaupun sebagai orang normal, diakui atau tidak, kita dapat saja mengalami kecemasan, namun kecemasan pada orang normal berlangsung dalam intensitas atau durasi yang tidak berkeanjangan sehingga individu dapat tetap memberikan respon yang adaptif.1,3Untuk memahami kecemasan yang mempengaruhi beberapa area dari fungsi-fungsi individu, Acocella dkk (1996) mengatakan bahwa kecemasan seharusnya melibatkan atau memiliki 3 komponen dasar, yaitu1, 4:

1. Adanya ungkapan yang subjektif (subjective reports) mengenai ketegangan, ketakutan dan tidak adanya harapan untuk mengatasinya.

2. Respon-respon perilaku (behavioral rensponses), seperti menghindari situasi yang ditakuti, kerusakan pada fungsi bicara dan motorik dan kerusakan tampilan untuk tugas-tugas kognitif yang kompleks.

3. Respon-respon fisiologis (physiological responses), termasuk ketegangan otot, peningkatan detak jantung dan tekanan darah, nafas yang cepat, mulut yang kering nausea, diare, dan dizziness.III. ETIOLOGI

Upaya untuk menjelaskan penyebab dari munculnya gangguan kecemasan, Accocella dkk (1976) memaparkan dari beberapa sudut pandang teori. Menurut para ahli psikofarmaka, Gangguan Kecemasan Menyeluruh bersumber pada neurosis, bukan dipengaruhi oleh ancaman eksternal tetapi lebih dipengaruhi oleh keadaan internal individu.2,3,5Sebagamana diketahui, Sigmund Freud sebagai bapak dari pendekatan psikodinamika mengatakan bahwa jiwa individu diibaratkan sebagai gunung es. Bagian yang muncul dipermukaan dari gunung es itu, bagian terkecil dari kejiwaan yang disebut sebagai bagian kesadaran. Agak di bawah permukaan air adalah bagian yang disebut pra-kesadaran, dan bagian yang terbesar dari gunung es tersebut ada di bawah sekali dari permukaan air, dan ini merupakan alam ketidaksadaran (uncounsciousness). Ketidaksadaran ini berisi ide, yaitu dorongan-dorongan primitif, belum dipengaruhi oleh kebudayaan atau peraturan-peraturan yang ada dilingkungan. Dorongan-dorongan ini ingin muncul ke permukaan/ ke kesadaran, sedangkan tempat di atas sangat terbatas. Ego, yang menjadi pusat dari kesadaran, harus mengatur dorongan-dorongan mana yang boleh muncul dan mana yang tetap tinggal di ketidaksadaran karena ketidaksesuaiannya dengan superego, yaitu salah satu unit pribadi yang berisi norma-norma sosial atau peraturan-peraturan yang berlaku di lingkungan sekitar. Jika ternyata ego menjadi tidak cukup kuat menahan desakan atau dorongan ini maka terjadilah kelainan-kelainan atau gangguan-gangguan kejiwaan. Neurosis adalah salah satu gangguan kejiwaan yang muncul sebagai akibat dari ketidakmampuan ego menahan dorongan ide.1,6, 7Jadi, individu yang mengalami Gangguan Kecemasan Menyeluruh, menurut pendekatan psikodinamika berakar dari ketidakmampuan egonya untuk mengatasi dorongan-dorongan yang muncul dari dalam dirinya secara terus menerus sehingga ia akan mengembangkan mekanisme pertahanan diri. Mekanisme pertahanan diri ini sebenarnya upaya ego untuk menyalurkan dorongan dalam dirinya dan bisa tetap berhadapan dengan lingkungan. Tetapi jika mekanisme pertahanan diri ini dipergunakan secara kaku, terus-menerus dan berkepanjangan maka hal ini dapat menimbulkan perilaku yang tidak adaptif dan tidak realistis.1, 6, 7Ada beberapa mekanisme pertahanan diri yang bisa dipergunakan oleh individu, antara lain1, 4:

1. Represi, yaitu upaya ego untuk menekan pengalaman yang tidak menyenangkan dan dirasakan mengancam ego masuk ke ketidaksadaran dan disimpan di sana agar tidak menganggu ego lagi. Tetspi sebenarnya pengalaman yang sudah disimpan itu masih punya pengaruh tidak langsung terhadap tingkahlaku si individu.

2. Rasionalisasi, yaitu upaya ego untuk melakukan penalaran sedemikian rupa terhadap dorongan-dorongan dalam diri yang dilarang tampil oleh superego, sehingga seolah-olah perilakunya dapat dibenarkan.

3. Kompensasi, upaya ego untuk menutupi kelemahan yang ada di salah satu sisi kehidupan dengan membuat prestasi atau memberikan kesan sebaliknya pada sisi lain. Dengan demikian, ego terhindar dari ejekan dan rasa rendah diri.

4. Penempatan yang keliru, yaitu upaya ego untuk melampiaskan suatu perasaan tertentu ke pihak lain atau sumber lain karena tidak dapat melampiaskan perasaannya ke sumber masalah.

5. Regresi, yaitu upaya ego untuk menghindari kegagalan-kegagalan atau ancaman terhadap ego dengan menampilkan pikiran atau perilaku yang mundur kembali ke taraf perkembangan yang lebih rendah.

Para ahli dari aliran humanistik-eksternal mengatakan bahwa konsep kecemasan bukan hanya sekedar masalah, yang bersifat individual tetapi juga merupakan hasil konflik antara individu dengan masyarakat atau lingkungan sosialnya.1,6Jika individu melihat perbedaan yang sangat luas antara pandangannya tentang dirinya sendiri dengan yang diinginkan maka akan`muncul perasaan inadekuat dalam menghadapi tantangan di kehidupan ini, dan hal ini menghasilkan kecemasan. Jadi menurut pandangan humanis eksternalis, pusat kecemasan adalah konsep diri, yang terjadi sehubungan dengan adanya gap antara konsep diri yang sesungguhnya (real self) dan diri yang diinginkan (idea self). Hal ini muncul sehubungan tidak adanya kesempatan bagi individu untuk mengaktualisasikan` dirinya sehingga perkembangannya menjadi terhalang. Akibatnya, dalam menghadapi tantangan atau kendala dalam menjalani hari-hari, di kehidupan selanjutnya, ia akan mengalami kesulitan untuk membentuk konsep diri yang positif. Setiap kita sebenarnya perlu mengembangkan suatu upaya untuk menjadi diri sendiri (authenticity), sedangkan indivisu yang neurotis, atau mengalami gangguan kecemasan adalah individu yang gagal menjadi diri sendiri (inauthenticity) karena mereka mengembangkan konsep diri yang keliru/palsu4,7 Sementara para ahli dari pendekatan behavioristik mengatakan bahwa kecemasan muncul karena terjadi kesalahan dalam belajar, bukan hasil dari konflik intrapsikis, individu belajar menjadi cemas. Ada 2 tahapan belajar yang berlangsung dalam diri individu yang menghasilkan kecemasan yaitu:1, 4, 71. Dalam pengalaman individu, beberapa stimulus netral tidak berbahaya atau tidak menimbulkan kecemasan, dihubungkan dengan stimulus yang menyakitkan (aversive) akan menimbulkan kecemasan (melalui respondent condotioning)

2. Individu yang menghindar dari stimulus yang sudah terkondisi, dan sejak penghindaran ini menghasilkan pembebasan/terlepas dari rasa cemas, maka respon menghindar ini akan menjadi kebiasaan (melalui operant conditioning)Dari sudut pandang kognitif, gangguan kecemasan terjadi karena adanya kesalahan dalam mempersepsikan hal-hal yang menakutkan. Berdasarkan dari teori kognitif, masalah yang terjadi dari individu yang mengalami gangguan kecemasan adalah terjadinya kesalahan persepsi atau kesalahan interpretasi terhadap stimulus internal maupun eksternal. Indivisu yang mengalami gangguan kecemasan akan melihat suatu hal yang tidak benar-benar mengancam sebagai sesuatu yang mengancam. Jika individu mengalami pengalaman sensasi dalam tubuh yang tidak biasa, lalu mengintepretasikannya sebagai sensasi yang bersifat catastropic, yaitu suatu gejala bahwa ia sedang mengalami sesuatu hal seperti serangan jantung, maka akan timbul rasa panik. 4,7IV. MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis bervariasi, diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh ditegakkan apabila dijumpai gejala-gejala antara lain keluhan cemas, khawatir, was-was, ragu untuk bertindak, perasaan takut yang berlebihan, gelisah pada hal-hal yang sepele dan tidak utama yang mana perasaan tersebut mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya, sehingga pertimbangan akal sehat, perasaan dan perilaku terpengaruh. Selain itu spesifik untuk Gangguan Kecemasan Menyeluruh adalah kecemasanya terjadi kronis secara terus-menerus mencakup situasi hidup (cemas akan terjadi kecelakaan, kesulitan finansial), cemas akan terjadinya bahaya, cemas kehilangan kontrol, cemas akan`mendapatkan serangan jantung. Sering penderita tidak sabar, mudah marah, sulit tidur. 3,7,8

Untuk lebih jelasnya gejala-gejala umum ansietas dapat dilihat pada tabel di bawah:Tabel 1. Gejala-gejala Gangguan Cemas Menyeluruh:11

Ketegangan Motorik1. Kedutan otot/ rasa gemetar2. Otot tegang/kaku/pegal3. Tidak bisa diam4. Mudah menjadi lelah

Hiperaktivitas Otonomik5. Nafas pendek/terasa berat

6. Jantung berdebar-debar

7. Telapak tangan basah/dingin

8. Mulut kering

9. Kepala pusing/rasa melayang

10. Mual, mencret, perut tak enak

11. Muka panas/ badan menggigil

12. Buang air kecil lebih sering

Kewaspadaan berlebihan dan Penangkapan berkurang13. Perasaan jadi peka/mudah ngilu

14. Mudah terkejut/kaget

15. Sulit konsentrasi pikiran

16. Sukar tidur

17. Mudah tersinggung

V. DIAGNOSIS

Diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh (DSM-IV halaman 435, 300.02) ditegakkan bila terdapat kecemasan kronis yang lebih berat (berlangsung lebih dari 6 bulan; biasanya tahunan dengan gejala bertambah dan kondisi melemah) dan termasuk gejala seperti respons otonom (palpitasi, diare, ekstremitas lembab, berkeringat, sering buang air kecil), insomnia, sulit berkonsentrasi, rasa lelah, sering menarik nafas, gemetaran, waspada berlebihan, atau takut akan sesuatu yang akan terjadi. Ada kecenderungan diturunkan dalam keluarga, memiliki komponen genetik yang sedang dan dihubungkan dengan fobia sosial dan sederhana serta depresi mayor (terdapat pada 40% atau lebih pasien; meningkatkan resiko bunuh diri. Biasanya pada kondisi ini tidak`ditemukan etiologi stres yang jelas, tetapi harus dicari penyebabnya.2,3, 4

Diagnosis gangguan cemas menyeluruh menurut PPDGJ-III ditegakkan berdasarkan :5 Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya free floating atau mengambang).

Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:

1. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit berkonsentrasi, dsb)

2. Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan

3. Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering, dsb) Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan Anxietas Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F.32.-), gangguan anxietas fobik (F.40.-), gangguan panik (F42.0), atau gangguan obsesif-kompulsif (F.42.-) 3,4,7VI. PENANGANAN

Terapi pada Gangguan Kecemasan Menyeluruh pada umumnya dapat dilakukan dengan 2 cara yakni terapi psikologis (psikoterapi) atau terapi dengan obat-obatan (farmakoterapi). Angka-angka keberhasilan terapi yang tinggi dilaporkan pada kasus-kasus dengan diagnosis dini. Psikoterapi yang sederhana sangat efektif, khususnya dalam konteks hubungan pasien dengan dokter yang baik, sehingga dapat membantu mengurangi farmakoterapi yang tidak perlu.1,6, 8

Penanganan dengan psikoterapi juga dapat dijelaskan melalui pendekatan psikodinamika, humanistik eksistensialis atau pendekatan behavioristik maupun kognitif.1Menurut para ahli psikodinamika, karena gangguan ini berakar pada keadaan internal individu sehubungan dengan adanya konflik intrapsikis yang dialami individu sehingga ia mengembangkan suatu bentuk mekanisme pertahanan diri, maka upaya menanganinya juga terarah pada pemberian kesempatan bagi individu untuk mengeluarkan seluruh isi pikiran atau perasaan yang muncul di dalam dirinya. Asumsinya adalah jika individu bisa menghadapi dan memahami konflik yang dialami, ego akan lebih bebas dan tidak harus terus berlindung di balik mekanisme pertahanan diri yang dikembangkannya.1,7Teknik dasar yang digunakan disebut free association, individu diminta untuk menjelaskan secara sederhana tentang hal-hal yang ada di dalam pikirannya, tanpa melihat apakah itu logis atau tidak, tepat atau tidak, ataupun pantas atau tidak. Hal-hal dari alam bawah sadar atau tidak sadar yang diungkapkan akan dicatat oleh terapis untuk diinterpretasikan. Tehnik ini juga bisa dimanfaatkan saat menggunakan teknik dream interpretation; individu diminta untuk menceritakan mimpinya secara detail dan tepat. Kedua teknik ini memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Dalam melaksanakan teknik-teknik tersebut di atas, ada dua hal yang biasanya muncul, yaitu apa yang disebut dengan resistance (yaitu individu bertahan dan beradu argumen dengan terapis saat terapis mulai sampai pada bagian sensitif), dan transference (yaitu individu mengalihkan perasaannya pada terapis dan menjadi bergantung.1,5, 7Sementara para ahli dari pendekatan humanistik eksistesialis yang melihat kecemasan sebagai hasil konflik diri yang terkait dengan keadaan sosial dimana pengembangan diri menjadi terhambat, maka mereka lebih menyarankan untuk membangun kembali diri yang rusak (damaged self). Tekhniknya sering disebut sebagai client centered therapy yang berpendapat bahwa setiap individu memiliki kemampuan yang positif yang dapat dikembangkan sehingga ia membutuhkan situasi yang kondusif untuk mengeksplorasi dirinya semaksimal mungkin.1,7, 8Setiap permasalahan yang dihadapi setiap individu sebenarnya hanya dirinyalah yang paling mengerti tentang apa yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, individu itu sendirilah yang paling berperan dalam menyelesaikan permasalahan yang mengganggu dirinya.1,7,8Karena para ahli melihat kecemasan sebagai sebagai hasil dari belajar (belajar menjadi cemas) maka untuk menanganinya perlu dilakukan pembelajaran ulang agar terbentuk pola perilaku baru, yaitu pola perilaku yang tidak cemas.1,7Tehnik yang digunakan untuk mengurangi kecemasan adalah systematic desentisitization, yaitu mengurangi kecemasan dengan menggunakan konsep hirarki ketakutan, menghilangkan ketakutan secara perlahan-lahan mulai dari ketakutan yang sederhana sampai ke hal yang lebih kompleks. Pemberian reinforcement (penguat) juga dapat digunakan dengan secara tepat memberikan variasi yang tepat antara pemberian reward- jika ia memperlihatkan perilaku yang mengarah keperubahan ataupun punishment jika tidak ada perubahan perilaku atau justru menampilkan perilaku yang bertolak belakang dengan rencana perubahan perilaku. Adanya model yang secara nyata dapat dilihat dan menjadi contoh langsung kepada individu juga efektif dalam upaya melawan pikiran-pikiran yang mencemaskan.7, 8Pendekatan kognitif yang melihat gangguan kecemasan sebagai hasil dari kesalahan dalam mempersepsikan ancaman (misperception of threat) menawarkan upaya mengatasinya dengan mengajak individu berpikir dan mendesain suatu pola kognitif baru. David Clark dkk (dalam Acocella dkk, 1996) mengembangkan desain kognitif yang melibatkan 3 bagian yaitu1 :

1. Identifikasi interpretasi negatif yang dikembangkan individu tentang sensasi tubuhnya

2. Tentukan dugaan atau asumsi dan arahkan alternatif intrepretasi, yang noncatastropic.3. Bantu individu menguji validitas penjelasan dan alternatif-alternatif tersebut.

Dengan kata lain, para ahli dari pendekatan kognitif ini menyatakan bahwa tujuan dari terapi sebagai upaya menangani gangguan kecemasan adalah membantu individu melakukan intrepretasi sensasi tubuh dengan cara yang noncatastropic1.

Dalam beberapa hal, penanganan terhadap penderita gangguan kecemasan tidak selalu hanya berpegang pada satu tehnik saja, atau hanya mengikuti pendapat salah satu ahli dari suatu pendekatan saja. Terapi yang diberikan dapat sekaligus dengan menggunakan lebih dari satu pendekatan atau lebih dari satu tehnik, asalkan tujuannya jelas dan tahapan-tahapannya juga terinci.1,6,7Pertimbangkan penggunaan obat-obatan maupun psikoterapi. Anti depresan yang baru, venlafaksin XR, tampaknya cukup efektif dan aman untuk pengobatan gangguan cemas menyeluruh. Gunakan benzodiazepin dengan tidak berlebihan(diazepam, 5 mg per oral, 3-4 kali sehari atau 10 mg sebelum tidur) untuk jangka pendek(beberapa minggu hingga beberapa bulan); biarkan penggunaan obat-obatan untuk mengikuti perjalanan penyakitnya. Pertimbangkan pemberian buspiron untuk pengobatan awal atau untuk pengobatan kronis (20-30 mg/hari dalam dosis terbagi). Pasien tertentu yang telah terbiasa dengan efek cepat benzodiazepin akan merasakan kurangnya efektivitas buspiron. Anti depresan trisiklik, SSRI, dan MAOI bermanfaat terhadap pasien-pasien tertentu (terutama bagi mereka yang disertai dengan depresi). Sedangkan pasien dengan gejala otonomik akan membaik dengan -bloker (misal, propanolol 80-160 mg/hari). 4, 8

Tabel 2. Sediaan Obat Anti-Anxietas dan Dosis Anjuran (menurut IiMS Vol. 30-2001)11NoNama GenerikNama DagangSediaanDosis Anjuran

1.DiazepamDiazepin

Lovium

Stesolid

Tab. 2-5 mg

Tab. 2-5 mg

Tab. 2-5 mg

Amp. 10mg/2cc10-30 mg/h

2.ChlordiazepoxideCetabrium

Arsitran

TensinylDrg. 5-10 mg

Tab. 5 mg

Cap. 5 mg15-30 mg/h

3.LorazepamAtivan

RenaquilTab. 0,5-1-2 mg

Tab. 1 mg2-3 x 1 mg/h

4.ClobazamFrisiumTab. 10 mg2-3 x 1m mg/h

5.AlprazolamXanax

AlganaxTab. 0,25-0,5 mg

Tab. 0,25-0,5 mg0,75-1,50 mg/h

6.SulpirideDogmatilCap. 50 mg100-200 mg/h

7.BuspironeBusparTab. 10 mg15-30 mg/h

8.HydroxyzineIteraxCaplet 25 mg3x25 mg/h

Obat anti-anxietas Benzodiazepine yang bereaksi dengan reseptornya (benzodiazepine receptors) akan meng-reinforce the inhibitory action of GABA-ergic neuron, sehingga hiperaktivitas tersebut di atas mereda.11Dorong rasa percaya diri, rumatan aktivitas produktif, dan kognisi yang berdasarkan pada realita. Latihlah pasien dengan teknik relaksasi (misal biofeedback, meditasi, otohipnotis). Lebih dari 50% pasien menjadi asimtomatik seiring berjalannya waktu, tetapi sisanya memberat pada derajat hendaya yang bermakna. Bantulah pasien untuk memahami akan sifat kronis penyakitnya dan mengerti akan adanya kemungkinan untuk selamanya hidup dengan beberapa gejala yang memang tidak akan hilang. 4,6

VII. PROGNOSIS

Prognosis Gangguan Kecemasan Menyeluruh sukar untuk untuk diperkirakan. Nemun demikian beberapa data menyatakan peristiwa kehidupan berhubungan dengan onset gangguan ini. Terjadinya beberapa peristiwa kehidupan yang negatif secara jelas meningkatkan kemungkinan akan terjadinya gangguan. Hal ini berkaitan pula dengan berat ringannya gangguan tersebut.8,10DAFTAR PUSTAKA

1. Maria, Josetta. Cemas Normal atau Tidak Normal. Program Studi Psikologi. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Kaplan, H., Sadock, Benjamin. 1997. Gangguan Kecemasan dalam Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Edisi ke-7 Jilid 2. Jakarta: Bina Rupa Aksara. Hal. 1-15

3. Kaplan, Harold. I. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta: Widya Medika. Hal. 145-54

4. Tomb, D. A. 2000. Buku Saku Psikiatri Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal. 96-110

5. Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya. Hal. 72-75

6. Adiwena, Nuklear. 2007. Anxietas. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia.

7. Eldido. Anxiety Disorder; Tipe-tipe dan Penanganannya. 20 Oktober 2008.

8. Yates, W. R. 2008. Anxiety Disorders. Update August 13, 2008. www.emedicine.com9. Anonim. Kecemasan atau Ansietas. Update 32 Desember 2008. www.mitrariset.blogspot.com10. Ashadi. Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi. Updates 22 Mei 2008. www.sidenreng.com11. Maslim, Rusdi. 2007. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya. Hal. 126