YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
Page 1: Lap. Prak. Farkol 1

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI KEMOTERAPI

“ABSORPSI”

Tanggal Praktikum : 05 November 2015

Kelompok 1

Ketua : Tiara Riyanti (066113030)

Anggota : Aprilia Budhiyarti (066113027)

Yuli Nurwidiasari (066113003)

Dosen :

1. Ir. E Mulyati Effendi,

MS

2. Yulianita, M.Farm

3. Nisa Nawa R, M.Farm,

Apt.

4. Lusi Agus S, M.Farm,

Apt

Asisten Dosen :

1. Ardiliyas Chaniago

2. Fani Anggraeni

3. Jenny Aditya

4. Marybet TRH

5. Riani Krismayantie

6. Vevy Helpida J

7. Vina Ramdhiani

8. Yesi Restina

LABORATORIUM FARMASI

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PAKUAN

BOGOR

2015

Page 2: Lap. Prak. Farkol 1

LEMBAR PENGESAHAN

ABSORPSI

TANGGAL PRAKTIKUM : 29 OKTOBER 2015

YULI NUR WIDIASARI APRILIA BUDHIYARTI

TIARA RIYANTI

ii | F a r m a k o l o g i T e r a p i - A b s o r p s i

066113027066113003

066113030

Page 3: Lap. Prak. Farkol 1

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan...................................................................................................................ii

Daftar isi...................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1

I.1 Latar Belakang..................................................................................................................1

I.2 Tujuan Percobaan..............................................................................................................2

I.3Hipotesis.............................................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................3

BAB III METODE KERJA.......................................................................................................5

III.1 Alat dan Bahan...............................................................................................................5

III.2 Cara Kerja.......................................................................................................................5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................................8

IV.1 Data Pengamatan............................................................................................................8

IV.2 Perhitungan.....................................................................................................................9

IV.3 Pembahasan....................................................................................................................9

BAB V KESIMPULAN...........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13

LAMPIRAN.............................................................................................................................14

iii | F a r m a k o l o g i T e r a p i - A b s o r p s i

Page 4: Lap. Prak. Farkol 1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar belakanng

Farmakologi merupakan sifat dari mekanisme kerja obat pada

sistem tubuh termasuk menentukan toksisitasnya. Jalur pemakaian obat

yang meliputi secara oral, rektal, dan parenteral serta yang lainnya

harus ditentukan dan ditetapkan petunjuk tentang dosis-dosis yang

dianjurkan bagi pasien dalam berbagai umur, berat dan status

penyakitnya serta teknik penggunaannya atau petunjuk pemakaiannya.

Farmakokinetik merupakan ilmu yang mempelajari kinetika

absorpsi, distribusi dan eliminasi ( yakni ekskresi dan metabolisme )

obat pada manusia atau hewan dan menggunakan informasi ini untuk

meramalkan efek perubahan-perubahan dalam takaran,rejimen takaran,

rute pemberian, dan keadaan fisiologi pada penimbunan dan disposisi

obat.

Absorpsi, distribusi, biotransformasi ( metabolisme ) dan

eliminasi suatu obat dari tubuh merupakan proses dinamis yang

kontinu dari saat suatu obat dimakan sampai semua obat tersebut

hilang dari tubuh. Lajuterjadinya proses-proses inimempengaruhionset,

intensitas, dan lamanyakerjaobat di dalamtubuh.

Bentuk sediaan dan cara pemberian merupakan penentu dalam

memaksimalkan proses absorbsi obat oleh tubuh karena keduanya

sangat menentukan efek biologis suatu obat seperti absorpsi, kecepatan

absorpsi dan bioavailabilitas (total obat yang dapat diserap), cepat atau

lambatnya obat mulai bekerja (onset of action), lamanya obat bekerja

(duration of action), intensitas kerja obat, respons farmakologik yang

dicapai serta dosis yang tepat untuk memberikan respontertentu.

Obat sebaiknya dapat mencapai reseptor kerja yang diinginkan

setelah diberikan melalui rute tertentu yang nyaman dan aman seperti

suatu obat yang memungkinan diberikan secara intravena dan

1 | F a r m a k o l o g i T e r a p i - A b s o r p s i

Page 5: Lap. Prak. Farkol 1

diedarkan di dalam darah langsung dengan harapan dapat

menimbulkan efek yang relatif lebih cepat dan bermanfaat.

I.2 Tujuan percobaan

Mempelajari faktor yang mempengaruhi absorpsi obat yang

mempengaruhi intesitas efek obat yang timbul

Memahami bahwa media yang mempengaruhi absorpsi obat,

mempunyai peran penting dalam menentukan potensi suatu sediaan

obat.

Mempelajari pengaruh pH media terhadap kecepatan absorpsi di

lambung.

I.3 Hipotesis

Diduga pemberian asam salisilat dalam keadaan asam membentuk

efek absoprsi obat lebih cepat dibandingkan dalam keadaan basa, karena

dalam suasana asam mudah terionisasi

2 | F a r m a k o l o g i T e r a p i - A b s o r p s i

Page 6: Lap. Prak. Farkol 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar teori

Absorbsi obat berkaitan dengan mekanisme input obat ke dalam

tubuh danke dalam jaringan atau organ di dalam tubuh. Disposisi dapat

dibedakan menjadi distribusi dan eliminasi. Setelah obat memasuki

sirkulasi sistemik obat didistribusikan ke jaringan tubuh. Penetrasi obat

ke dalam jaringan bergantung pada laju aliran darah ke jaringan,

karakteristik antara darah dan jaringan tercapai (Sinko, 2012).

Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian

ke dalam darah bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian

obat adalah saluran cerna (mulut sampai dengan rectum), kulit, paru,otot,

dan lain lain. Yang terpenting adalah cara pemberian obat per oral dengan

cara ini tempat absorbs utama adalah usus halus karena memiliki

permukaan absorbsi yang sangat luas, yakni 200m2.(Anonim,2007).

Absorpsi obat melalui saluran cerna pada umumnya terjadi secara

difusi pasif, karena itu absorpsi mudah terjadi bila obat dalam bentuk non-

ion dan mudah larut dalam lemak. Absorpsi secara transpor aktif terjadi

teutama di dalam usus halus untuk zat-zat makanan : glokusa dan gula

lain, asam amino, basa purin, dan pirimidin, mineral, dan beberapa

vitamin. Cara ini juga terjadi untuk obat-obat yang struktur kimianya mirip

struktur zat makanan tersebut. Misalnya levodopa, metildopa, 6-

merkaptopurin, dan 5-flourourasil. (Katzug, B.G, 1989).

Absorpsi obat adalah peran yang terpenting untuk akhirnya

menentukan efektivitas obat (Joenoes, 2002). Agar suatu obat dapat

mencapai tempat kerja di jaringan atau organ, obat tersebut harus melewati

berbagai membran sel. Pada umumnya, membran sel mempunyai struktur

lipoprotein yang bertindak sebagai membran lipid semipermeabel (Shargel

and Yu, 1985).

3 | F a r m a k o l o g i T e r a p i - A b s o r p s i

Page 7: Lap. Prak. Farkol 1

Sebelum obat diabsorpsi, terlebih dahulu obat itu larut dalam

cairan biologis. Kelarutan serta cepat-lambatnya melarut menentukan

banyaknya obat terabsorpsi. Dalam hal pemberian obat per oral, cairan

biologis utama adalah cairan gastrointestinal, dari sini melalui membran

biologis obat masuk ke peredaran sistemik. Disolusi obat didahului oleh

pembebasan obat dari bentuk sediaannya.

Obat yang terbebaskan dari bentuk sediaannya belum tentu

diabsorpsi, jika obat tersebut terikat pada kulit atau mukosa disebut

adsorpsi. Jika obat sampai tembus ke dalam kulit, tetapi belum masuk ke

kapiler disebut penetrasi. Jika obat meresap/menembus dinding kapiler

dan masuk ke dalam saluran darah disebut absorpsi (Joenoes, 2002).

Perpindahan obat dari suatu bentuk sediaan dosis oral ke dalam

sirkulasi sistemik bisa dicapai dengan tiga langkah yaitu :

a) Penghantaran obat pada tempat absorpsinya

b) Obat dalam bentuk larutan

c) Penembusan obat ke dalam sirkulasi sistemik (Syukri, 2002).

Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat

a) Ukuran partikel obat

Kecepatan disolusi obat berbanding langsung dengan

luas permukaan yang kontak dengan cairan/pelarut. Bertambah

kecil partikel, bertambah luas permukaan total, bertambah

mudah larut(Joenoes, 2002).

b) Pengaruh daya larut obat

Pengaruh daya larut obat/bahan aktif tergantung pada:

- Sifat kimia: modifikasi kimiawi obat

- Sifat fisik: modifikasi fisik obat

- Prosedur dan teknik pembuatan obat

- Formulasi bentuk sediaan/galenik dan penambahan

4 | F a r m a k o l o g i T e r a p i - A b s o r p s i

Page 8: Lap. Prak. Farkol 1

eksipien (Joenoes, 2002).

c) Beberapa faktor lain fisika-kimia obat.

- Temperatur

pKa dan derajat ionisasi obat

5 | F a r m a k o l o g i T e r a p i - A b s o r p s i

Page 9: Lap. Prak. Farkol 1

BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan

A. Alat

1. Alat bedah

2. Alat suntik dengan stopcock dan selang karet/plastic

3. Tabung reaksi

B. Bahan

1. Asam salisilat dalam HCL 0,1 N

2. Deret konsentrasi asam salisilat

3. Larutan FeCl3dalam HNO30,1%

4. Larutan garam faali 37 C̊

5. Tikus putih yang telah dipuasakan 48 jam

III.2 Cara Kerja

1. Dipuasakan hewan selama 24 jam

2. Di anestesi hewan percobaan dengan pentotal dosis 1,8 gram/kgBB

(25%)

3. Di terlentangkan tikus yang telah di anestesi di atas papan fiksasi

4. Di cukur bulu-bulu di sekitar abdomen

5. Di sayat kulit daerah linea alba di belakang kartilago xipoideus ke

arah belakang kira-kira 3-4 cm. di sayat juga bagian bawahnya

6. Dikeluarkan lambung, di ikat eksophagus dengan benang

7. Di buat sayatan di daerah pylorus, di masukkan pipa gelas dan

fiksasi

8. Dihubungkan pipa dengan alat suntik melalui stopcock

9. Dibersihkan lambung dengan larutan garam faali

10. Dimasukkan salisilat sebanyak 4-6 ml

11. Di catat waktu mulai asam salisilat dimasukkan dan kocok melalui

spoit di ambil 2 ml sebagai konsentrasi awal (Ct0)

6 | F a r m a k o l o g i T e r a p i - A b s o r p s i

Page 10: Lap. Prak. Farkol 1

12. Dimasukkan kembali lambungke dalam rongga perut

13. Diambil kembali cairan yang tersisa di dalam lambung setelah 1 jam

(Ct1)

7 | F a r m a k o l o g i T e r a p i - A b s o r p s i

Page 11: Lap. Prak. Farkol 1

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Data Pengamatan

Data biologis hewan coba

Data Biologis Hewan Coba

Hewan Coba(Tikus )

Berat Badan 83,2 grFrekwensi Jantung

( x/ mnt )116/ mnt

Laju Nafas( x/mnt )

76/ mnt

Refleks +++Tonus Otot +++Kesadaran +++Rasa Nyeri +++

Gejala Lain :-Salivasi -Urinasi

-Defekasi -Kejang -

Hasil penanganan hewan coba

Kel Ct0 Cti % Absorpsi*1 40 10 75%2 40 5 87,5%3 40 15 62,5%4 40 15 62,5%*5 5 10 33,33%*6 5 10 33,33%*7 40 30 25%8 25 10 60%

*Menunjukan hewan coba yang sudah mati

8 | F a r m a k o l o g i T e r a p i - A b s o r p s i

Page 12: Lap. Prak. Farkol 1

IV.2 Perhitungan

Urethan 25 % ( 1,8 g/ kg BB )

Dosis konversi = 1,8

1000 grgram83,2

= 83,2 x 1,8

1000

= 0,14976 gram

Dosis penyuntikan = 25

1000,14976

x

= 0,59 ml 0,6 ml

Perhitungan Konsentrasi Asam Salisilat

%konsentrasi=C t 0−Cti

Ct 0

x100 %

%konsentrasi=40−540

x100 %

%konsentrasi=87,5 %

IV.3 Pembahasan

Pada praktikum kali ini kelompok kami melakukan percobaan 1

dengan judul percobaan Absorbsi. Pada percobaan kali ini kami

menggunakan hewan coba satu ekor tikus putih yang telah dipuasakan

selama 24 jam, tikus perlu dipuasakan karena untuk menghilangkan

makanan – makanan dan sisa makanan yang ada di dalam lambung,

makanan – makanan dan sisa – sisa makanan ini akan menggangu dalam

pengecekan absorbspi dalam lambung tikus. Oleh karena itu lambung tikus

harus dikosongkan terlebih dahulu.

Proses penyuntikan anastesi yang kami pilih adalah secara

intraperitonial, dengan larutan anastesi Uretan 1.8 g/Kg BB dengan

konsentrasi 25%, dan didapatkan banyaknya larutan yang harus disuntikan

adalah sebesar 0.6 ml. Metode ini kami pilih untuk mempercepat

terjadinya onset anestesi pada tikus putih dengan cepat, dan dari data yang

9 | F a r m a k o l o g i T e r a p i - A b s o r p s i

Page 13: Lap. Prak. Farkol 1

kita peroleh benar saja, onset yang diperlukan untuk mendapatkan efek

anastesi hanya selama kurang lebih 5 menit.

Pada proses penyayatan, pelubangan dan pemasukan selang pada

eshopagus harus diperhatikan secara teliti, karena jika terjadi

kesalahanakan terjadi kegagalan dalam praktikum, bias terjadi putus

saluran eshopagus dan kerusakan dinding lambung pada tikus. Pada saat

pencucian lambung juga harus dilakukan secara seksama dan teliti, jika

pencucian tidak bersih makanan –makanan atau sisa –sisa dari makanan

akan mengganggu dalam penentuan konsentrasi asam salisilat.

Untuk mengetahui kemurnian asam salisilat, dapat dilakukan uji

dengan menggunakan besi(III) klorida (FeCl3). Besi(III) klorida bereaksi dengan

gugus fenol membentuk kompleks ungu. Asam salisilat akan berubah menjadi ungu

jika FeCl3 ditambahkan, karena asam salisilat mempunyai gugusfenol. Pengujian

konsentrasi awal(Ct0) dengan konsentrasi akhir (Ct1) menunjukkan derajat kepekatan

warna yang menurun ketika dibandingkan dengan standar.Hal ini berarti konsentrasi

awal lebih tinggi dari konsentrasi akhiryang mengindikasikan pula adanya

mekanis meabsorbsi.Setelah dilakukan percobaan didapatkan Ct0sebesar40

mg, Ct0 merupakan konsentrasi awal dari asam salisilat pada saat

pemasukan kedalam lambung, dan didapatkan Ct1 sebesar 5 mg. Dari data

Ct0 dan Ct1 didapatkan konsentrasi asam salisilat yang diabsorbsi oleh tikus

putih kelompok kami sebesar87,5 %

Dari 8 kelompok data yang dikumpulkan ternyata terjadi variasi

absorbs dari hewan coba, Kelompok5, kelompok6, kelompok7 dan

kelompok8 dengan asam salisilat dalam NaHCO3 mendapatkan nilai

absorbs dari hewan coba sebesar 33,33 %,33,33 %,25% dan 60 %.

Sedangkan Kelompok1, kelompok2, kelompok3 dan kelompok 4 dengan

asam salisilat dalam HCl mendapatkan nilai absorbs dari hewan coba

sebesar75 %,87,5 %,62,5 % dan62,5 %. Dari hasil absorpsi asam salisilat

dapat dilihat, bila penyuntikan asam salisilat dalam suasana asam efek

absorpsi obat akan lebih cepat. Sedangkan penyuntikan asam salisilat

dalam suasana basa akan lebih lambat karena mengalami disosiasi. Pada

suasana basa asam salisilat akan menghasilkan garam yang kemudian akan

10 | F a r m a k o l o g i T e r a p i - A b s o r p s i

Page 14: Lap. Prak. Farkol 1

larut dan baru terabsorpsi. Berbeda saat dalam keadaan asam, asam

salisilat tidak mengalami disosiasi melainkan mengalami ionisasi sehingga

lebih cepat terserap.

Variasi data yang berbeda dengan asam salisilat dalam pH yang

sama dapat dipengaruhi berbagai macam factor, mulai dari ketidak telitian

pemasukan asam salisilat dalam lambung yang menyebabkan larutan

tumpah, kerusakan pada system absorbs lambung hewan coba / kematian

hewan coba dan bias disebabkan tidak bersihnya pencucian lambung

sehingga terjadi gangguan pada penentuan konsentrasi asam salisilat yang

diabsorbsi.

11 | F a r m a k o l o g i T e r a p i - A b s o r p s i

Page 15: Lap. Prak. Farkol 1

BAB V

KESIMPULAN

Dari data yang didapatkan dapat ditarik kesimpulan bahwa asam salisilat

dalam HCl (suasana asam) lebih banyak diabsorbsi oleh lambung hewan coba

dibandingkan dalam NaHCO3 (suasana basa). Pada suasana asam, konsentrasi

absorpsi tertinggi terdapat 87,5%, sedangkan pada suasana basa terdapat 60%.

Hasil praktikum yang didapatkan ternyata sesuai dengan hipotesis yang

sebelumnya telah diduga.

12 | F a r m a k o l o g i T e r a p i - A b s o r p s i

Page 16: Lap. Prak. Farkol 1

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Farmakologi dan Terapi. Edisi Kelima. Jakarta: Departemen

Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia

(UI).

Ganiswara, S.G., Setiabudi, R., Suyatna, F.D., Purwantyastuti, Nafrialdi

(Editor).1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian

Farmakologi FK UI

Katzung, Bertram, G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat. Edisi Kelima. Bandung : Penerbit ITB.

13 | F a r m a k o l o g i T e r a p i - A b s o r p s i

Page 17: Lap. Prak. Farkol 1

LAMPIRAN

Tikus yang telah dipuasakan Konsentrasi awal (Ct0= 40)

Konsentrasi Akhir (Ct1= 5)

14 | F a r m a k o l o g i T e r a p i - A b s o r p s i