YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
  • 1

    KARAKTERISTIK USAHA GAHARU ALAM

    (Aquilaria malaccensis) DI PROVINSI BENGKULU

    (Studi Kasus di Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur,

    dan Kabupaten Seluma)

    DWI MARYANI

    DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

    FAKULTAS KEHUTANAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2011

  • KARAKTERISTIK USAHA GAHARU ALAM

    (Aquilaria malaccensis) DI PROVINSI BENGKULU

    (Studi Kasus di Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur,

    dan Kabupaten Seluma)

    DWI MARYANI

    E14062548

    Skripsi

    Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan

    Pada Fakultas Kehutanan

    Institut Pertanian Bogor

    DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

    FAKULTAS KEHUTANAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2011

  • 3

    RINGKASAN

    DWI MARYANI. E14062548. Karakteristik Usaha Gaharu Alam (Aquilaria

    malaccensis) di Provinsi Bengkulu (Studi Kasus: Kabupaten Bengkulu

    Selatan, Kabupaten Kaur dan Kabupetan Seluma). Dibimbing oleh IIN

    ICHWANDI.

    Hutan merupakan sumberdaya yang dapat dimanfaatkan untuk

    kesejahteraan masyarakat. Salah satu hasil hutan yang memiliki potensi untuk

    dimanfaatkan adalah resin gaharu. Gaharu memiliki nilai jual tinggi dengan

    kualifikasi produksi yang terdiri dari kelas gubal, kemedangan dan abu. Masing-

    masing produk mengandung oleo resin dan chromone yang menghasilkan aroma

    khas, sehingga gaharu banyak digunakan di berbagai industri seperti industri

    parfum, kosmetik, obat-obatan dan keperluan ritual agama. Banyaknya kebutuhan

    akan gaharu menyebabkan permintaan terhadap gaharu juga meningkat sehingga

    proses pencarian gaharu yang juga semakin meningkat, sehingga berdampak pada

    populasi gaharu alam yang semakin berkurang. Walaupun populasi gaharu

    semakin berkurang, namun proses pengusahaan gaharu masih berlangsung

    sehingga perlu dilakukan pengkajian tentang karakteristik usaha gaharu alam saat

    ini.

    Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik usaha

    gaharu alam di Provinsi Bengkulu, yang meliputi karakteristik pelaku usaha

    gaharu (pencari, pedagang pengumpul kecil dan pedagang pengumpul besar),

    proses pencarian gaharu, jenis dan karakteristik kualitas, sistem pemasaran serta

    kebijakan dalam pengusahaan gaharu. Adapun metode yang dilakukan yaitu

    secara kualitatif dengan mendeskripsikan karakteristik usaha gaharu alam dan

    secara kauntitatif dengan menghitung marjin keuntungan.

    Terdapat tiga kelompok pelaku usaha gaharu yaitu pencari gaharu, pedagang

    pengumpul kecil, dan pedagang pengumpul besar. Kelompok pencari gaharu

    melakukan pencarian. Pada proses pencarian membutuhkan pengetahuan,

    khususnya mengenai ciri-ciri pohon yang mengandung gaharu. Hasil yang

    didapatkan kelompok pencari gaharu selanjutnya dijual ke pedagang pengumpul

    melalui saluran tataniaganya. Penjualan gaharu di awali dengan penentuan

    kualitas dan penetapan harga. Terdapat tujuh kelas kualitas yang disepakati, kelas

    kualitas tersebut sangat menentukan harga. Semakin baik kualitas gaharu maka

    harga semakin tinggi dan semakin rendah kualitas gaharu maka harga semakin

    rendah. Perbedaan harga dari setiap kualitas gaharu dapat mencapai 3-15 kali lipat

    dari setiap peningkatan kelas kualitasnya. Pelaku usaha yang paling berperan

    dalam menetapkan harga yaitu pedagang pengumpul besar sehingga marjin harga

    tertinggi diperoleh pedagang pengumpul besar yaitu 1,4-2 kali lipat dengan

    pendapatan yang diperoleh 28 kali lipat dari pendapatan kelompok pencari gaharu.

    Untuk mengatur pemasaranya pemerintah menetapkan kebijakan berupa

    penetapan kuota yang berlaku dalam kurun waktu satu tahun, izin yang diberikan

    pedagang pengumpul besar berlaku selama lima tahun dan tarif retribusi

    ditetapkan berdasarkan kelas gubal Rp. 20.000/kg dan kemedangan sebesar

    Rp 20.00/kg.

    Kata Kunci: Karakteristik usaha gaharu, kualitas gaharu, pengusahaan gaharu

  • SUMMARY

    Business Characteristics of Natural Agarwood (Aquilaria malaccensis) in

    Bengkulu Province (Case Study: South Bengkulu Regency, Kaur Regency,

    and seluma Regency). Guided by IIN ICHWANDI.

    Forest is a natural resource that can be used for the people walfare. One of

    forest product which has potential to be used is resin agarwood. Gaharu has high

    sold price with production qualification that consist of gubal, kemedangan and

    ash. Each of product containsOleo Chromone which are produce unique aroma, so

    that it often used in many industries such as parfum industry, cosmetic industry

    and religion ritual need. High demand of agarwood cause the demand of it

    increase more, so that influence to the decrease more, but the agarwood exertion

    process still do so that it is important to do investigation of natural agarwood

    characteristics nowdays.

    This Research aims to know the characteristic of the natural agarwood

    exertion in Bengkulu Province, that consist of the characteristic of

    agarwoodenterprenuer (finder small, collector seller and big collector seller), the

    process of agarwood exertion, kinds and quality characteristic, marketing system

    and also policy in agarwood exertion. The methodology of this research is

    qualitative by describing the characteristic of natural agarwood exertion and

    quantitative by counting the margin of profit.

    There are three groups of gaharuenterprenuer namely: agarwood finder,

    small collector and big collector. The group of agarwood finders do the gaharu

    exertion. On the process of agarwood exertion need the specific skill about the

    characteristic of tree that contain agarwood. The products then sell to collector

    seller of agarwoodthrough its selling channel. The selling of agarwood begun by

    determining the condition and price, where there are seven agreed quality. This

    quality class is so determining the price, better quality of agarwood higher the

    price and lower quality of agarwood lower the price. The differences of price from

    each quality of agarwood can reach 3-15 times from the increasing each quality.

    Enterprenuer have role in determining namely big collector seller so that margin

    of highest price gotten by them is 1,4-2 multiple times with their income that they

    gottetn 28 times from income of agarwood finders group.

    In order to manage marketing of agarwood, government determines policy

    in the form of quota in a year, the license that is given to big collector seller in 5

    year and the rate of dues determined based on gubal class Rp 20.000,-/kg and

    kemedanganRp 2.000,-/kg.

    Keyword: business characteristic of agarwood, quality agarwood, agarwood

    cultivation.

  • 5

    PERNYATAAN

    Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Karakteristik

    Usaha Gaharu Alam (Aquilaria malaccensis) di Provinsi Bengkulu (Studi Kasus:

    Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur dan Seluma). adalah benar-benar

    hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah

    digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun.

    Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun

    tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

    dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

    Bogor, Maret 2011

    Dwi Maryani

    E14062548

  • Judul : Karakteristik Usaha Gaharu Alam (Aquilaria malaccensis) di Provinsi

    Bengkulu (Studi Kasus: Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur

    dan Kabupaten Seluma)

    Nama : Dwi Maryani

    NRP : E14062548

    Menyetujui

    Dosen Pembimbing

    (Dr. Ir. Iin Ichwandi, MSc. F. Trop)

    NIP. 119641217 199002 1 001

    Mengetahui

    Ketua Departemen Manajemen Hutan

    Fakultas Kehutanan IPB

    (Dr. Ir. Didik Suharjito, MS)

    NIP. 19630401 199403 1 001

    Tanggal Lulus:

  • i

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah

    memberikan segala rahmat dan anugerah-Nya kepada penulis sehingga penulis

    dapat menyelesaikan penyusunan karya ilmiah yang berjudul Karakteristik

    Usaha Gaharu Alam (Aquilaria malaccensis) di Provinsi Bengkulu (Studi

    Kasus: Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur dan Kabupaten

    Seluma).

    Penulis menyadari dalam menyelesaikan karya ilmiah ini tidak terlepas

    dari bantuan moral maupun material dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam

    kesempatan ini penulis ucapkan terimakasih kepada:

    1. Kedua orang tua tercinta, kakak-kakakku, dan kembaranku terimakasih atas

    doa, dukungan serta kasih sayang yang selalu diberikan. Semoga karya ini

    dapat menjadi bukti kasih sayangku terutama untuk Ibu dan Ayah.

    3. Bapak Dr. Ir. Iin Ichwandi, MSc. F. Trop selaku dosen pembimbing skripsi

    yang telah memberikan bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran kepada

    penulis selama penyusunan skripsi ini.

    4. Dosen dan Staf Departemen Manajem Hutan. Terimakasih atas semua ilmu

    pengetahuan dan bantuan yang diberikan kepada penulis.

    5. Bapak Taher selaku pedagang pengumpul besar gaharu, Bapak Sarkawi selaku

    pedagang pengumpul kecil, Bapak Jefri dan semua staf BKSDA Provinsi

    Bengkulu, dan seluruh pelaku usaha gaharu yang telah memberikan izin,

    informasi dan bantuan kepada penulis selama melakukan penelitian.

    6. Sahabat-sahabat seperjuangan Sofi, Muti, Iyis, Suke, Linda Z, Linda S, Copek

    dan semua teman-teman MNH 43. Terimakasih atas kebersamaan selama ini

    dan rasa persahabatan yang telah kalian berikan selama ini.

    7. Dang Riswan, Emil, Febri, dan Ita terima kasih atas dukungan, semngat, dan

    motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

    8. Teman-teman satu bimbingan skripsi Aida dan Kiki terimakasih untuk

    masukan, semangat, dukungan, dan doa dalam menyusun skripsi ini.

    9. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu terimakasih atas

    bantuannya.

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Bengkulu Selatan pada tanggal 2 Maret 1988 sebagai

    anak ke empat dari empat bersaudara pasangan Bapak Baksin dan Ibu Ristahayati.

    Penulis memulai pendidikan dasar di SD Negeri 17 Manna dari tahun 1994

    sampai tahun 2000. Pada tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikan di SLTP

    Negeri 2 Kota Manna pada tahun 2000 sampai pada tahun 2003. Pada tahun yang

    sama penulis melanjutkan pendidikannya di SLTA Negeri 4 Kota Manna pada

    tahun 2003 sampai 2006. Pada tahun ini juga penulis melanjutkan pendidikan di

    Intitut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan

    masuk ke Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

    Selama menjadi mahasiswa di IPB penulis aktif di organisasi Forest

    Management Student Club (FMSC) staf kelompok DAS pada tahun 2007-2008.

    Penulis juga tergabung dalam organisasi Ikatan Mahasiswa Bumi Raflesia

    (IMBR). Kegiatan praktek yang diikuti penulis diantaranya Praktek Pengolahan

    Ekosistem Hutan (P2EH) di Kamojang dan Sancang Jawa Barat. Praktek

    Pengelohan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sekabumi Jawa

    Barat. Praktek Kerja Lapang (PKL) di KPH Parengan Perum Perhutani Unit II

    Jawa Timur.

    Untuk menyelesaikan pendidikan dan sebagai salah satu syarat

    memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Kehutanan Intitut Pertanian Bogor,

    Penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul Karakteristik

    Usaha Gaharu Alam (Aquilaria malaccensis) di Provinsi Bengkulu (Studi Kasus

    di Kabupaten Bengkulu Selatan, Kaur, dan Seluma) dibawah bimbingan Dr. Ir. Iin

    Ichwandi, MSc.F.Trof

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Hutan merupakan sumber daya alam yang merupakan aset multiguna yang

    dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat. Hasil hutan yang dapat

    dimanfaatkan oleh masyarakat ada dua yaitu, Hasil Hutan Kayu (HHK) dan Hasil

    Hutan Bukan Kayu (HHBK). Hasil hutan kayu di antaranya kayu, veneer, pulp.

    Hasil hutan bukan kayu merupakan hasil hutan hayati maupun nonhayati selain

    kayu di antaranya adalah getah-getahan, resin, minyak hasil sulingan, kulit pohon,

    buah, biji, lebah madu, damar, dan lain-lain. Adapun HHBK yang dimanfaatkan

    dan memiliki potensi untuk dimanfaatkan oleh masyarakat, dapat dibedakan

    menjadi beberapa bagian, salah satunya adalah resin gaharu (Sumadiwangsa &

    Harbagung 2000).

    Gaharu merupakan salah satu produk hasil hutan yang bernilai jual tinggi

    dalam bentuk gumpalan, cacahan, serpihan atau bubuk yang memiliki kualifikasi

    produksi yang terdiri dari kelas gubal, kemedangan dan bubuk atau abu. Masing-

    masing produk di dalamnya terkandung oleo resin dan chromone yang

    menghasilkan aroma khas. Dengan aroma khas yang sangat populer dan disukai di

    berbagai negara menyebabkan gaharu banyak digunakan sebagai bahan baku

    industri seperti industri parfum, kosmetik, obat-obatan, dan untuk keperluan

    ritual agama.

    Banyaknya kebutuhan gaharu pada berbagai industri menyebabkan

    permintaan terhadap gaharu semakin meningkat. Meningkatnya permintaan

    terhadap gaharu tidak hanya pada pasar dalam negeri tetapi juga pada pasar

    internasional. Salah satu negara dengan permintaan gaharu yang sangat tinggi

    adalah negara Cina dengan permintaan 500 ton/tahun (ASGARIN 2002).

    Permintaan gaharu dari Cina menunjukkan bahwa kebutuhan ekspor

    gaharu cukup tinggi. Tingginya permintaan gaharu dengan kondisi sumberdaya

    alam yang sangat terbatas menyebabkan proses pencarian gaharu alam di

    Indonesia semakin intensif dan tak terkendali padahal tidak semua pohon

    penghasil gaharu mengandung gaharu. Sejauh ini para pencari gaharu dengan

  • 2

    pengetahuan yang sangat minim melakukan penebangan pohon penghasil gaharu

    secara sembarangan tanpa diikuti dengan upaya pelestarian dan budidaya,

    sehingga mengakibatkan populasi gaharu alam semakin berkurang dan menuju

    kepunahan.

    Melihat kondisi pohon penghasil gaharu yang semakin langka, maka

    Convention on International Trade of Endangered Species (CITES) pada

    konferensi ke IX di Florida, Amerika Serikat pada tahun 1994 memasukan

    Aquilaria malaccensis dan Aquilaria filarial ke dalam Appendix II sebagai

    tumbuhan yang terancam punah sehingga dalam pemungutannya harus

    dikendalikan dan ekspornya dibatasi kuota. Adapun legalitas CITES di Indonesia

    dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam

    (Ditjen PHKA) Departemen Kehutanan.

    Pembatasan ekspor dengan kuota merupakan salah satu kebijakan

    pemerintah dalam perdagangan ekspor-impor. Berdasarkan data Ditjen PHKA

    tahun 2010 menetapkan kuota ekspor gaharu untuk jenis A. malaccensis yaitu

    146,125 ton/tahun, sedangkan untuk jenis A. filarial sebesar 427 ton/tahun. Untuk

    memenuhi kuota yang telah ditetapkan banyak perkebunan yang telah

    membudidayakan gaharu. Budidaya ini dilakukan karena gaharu alam yang terus

    menyusut. Selama ini gaharu untuk kebutuhan ekspor berasal dari beberapa

    sentra produksi gaharu yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia seperti

    Kalimantan Barat, Papua, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Jambi,

    Bengkulu, Maluku, Mataram, Lombok, Riau, Jawa Barat dan beberapa daerah

    lainnya.

    Hasil survey yang dilakukan Asosiasi Pengusaha Eksportir Gaharu

    Indonesia (ASGARIN 2002) menunjukan bahwa persediaan gaharu alam di

    Sumatera tersisa 26%, Kalimantan 27%, Nusa Tenggara 5%, Sulawesi 4%,

    Maluku 6%, dan Papua 37%. Data tersebut menujukan bahwa Sumatera masih

    memiliki potensi dalam urutan ke tiga di Indonesia setelah Kalimantan dan Papua.

    Salah satu sentra produksi gaharu di Sumatera yaitu Bengkulu.

    Bengkulu memiliki potensi dalam pengusahaan gaharu. Pengusahaan yang

    telah dilakukan oleh pencari gaharu di Bengkulu adalah pengusahaan dari gaharu

    alam dan gaharu budidaya yaitu jenis A. malaccensis. Namun, selama ini

  • 3

    pengumpulan gaharu di Provinsi Bengkulu masih dilakukan secara tradisional dan

    masih bertumpu pada potensinya di hutan alam. Total produksi gaharu rata-rata di

    Provinsi Bengkulu pada tahun 2010 adalah 3,15 ton/tahun. Data produksi gaharu

    yang dihasilkan oleh pencari gaharu di Bengkulu sebanyak 3 ton/ tahun kelas

    kemedangan dan 150 kg/tahun kelas gubal yang berasal dari gaharu alam.

    Sedangkan kuota yang ditetapkan untuk Provinsi Bengkulu dalam pemenuhan

    ekspor gaharu Indonesia sebanyak 2 ton/tahun artinya Bengkulu dapat

    memberikan kontribusi sebesar 1,37% dalam memenuhi kuota gaharu yang

    ditetapkan untuk Indonesia, sehingga dapat dikatakan bahwa Bengkulu masih

    memiliki potensi untuk memproduksi Gaharu terutama gaharu alam (Taher 5 Mei

    2010, komunikasi pribadi).

    Walaupun Bengkulu masih memiliki potensi untuk memproduksi gaharu

    alam, namun secara umum dapat dikatakan bahwa produksi gaharu alam bersifat

    fluktuatif dan tidak menentu. Permasalahan utama yang dihadapi dalam

    pemanfaatan gaharu alam adalah informasi tentang pengusahaan gaharu alam

    masih sangat terbatas terutama cara pengelolaan dalam pengusahaan gaharu alam

    yang dilihat dari proses pencarian gaharu, penentuan kualitas gaharu yang masih

    sangat beragam, sistem pemasaran gaharu dan kebijakan-kebijakan. Oleh karena

    itu, kajian tentang karakteristik usaha gaharu alam sangat diperlukan sebagai

    bahan masukan dan pertimbangan bagi pengambil kebijakan yang berkaitan

    dengan pengusahaan gaharu alam di daerah dan pusat.

    1.2 Perumasan Masalah

    Pohon karas (A. malaccensis) merupakan salah satu pohon penghasil gaharu

    yang memiliki mutu yang sangat baik dan memiliki harga jual yang paling tinggi

    dibandingan dengan gaharu yang dihasilkan dari jenis tumbuhan penghasil gaharu

    lainnya. Dengan harga yang tinggi inilah menyebabkan gaharu jenis

    A. malaccensis banyak dicari oleh para pelaku usaha gaharu mulai dari kelompok

    pencari hingga eksportir.

    Meningkatnya pencarian dan pemungutan gaharu tersebut mengakibatkan

    banyak pohon karas yang ditebang karena tidak jarang juga kelompok pencari

    gaharu melakukan penebangan secara asal-asalan sehingga menebang pohon karas

    yang tidak mengandung gaharu. Selain itu juga penebangan pohon karas yang

  • 4

    tidak diimbangi dengan pembudidayaan menyebabkan populasi pohon karas

    tersebut semakin berkurang dan mengalami kepunahan. Berkaitan dengan hal

    tersebut maka CITES pada konferensinya ke IX di Florida tahun 1994 memasukan

    gaharu jenis A. malaccensis dalam kategori Apendix II sehingga pengusahaan

    gaharu alam jenis ini perlu mendapatkan perhatian yang khusus.

    Perhatian dalam penelitian ini dipusatkan pada pengusahaan gaharu alam

    dirumuskan dalam suatu perumusan masalah mengenai karakteristik pengusahaan

    gaharu alam yang meliputi karakteristik pelaku usaha gaharu (pencari, pedagang

    pengumpul kecil, dan pedagang pengumpul besar), proses pencarian gaharu,

    kualitas gaharu, sistem pengusahaan gaharu, dan kebijakan-kebijakan dalam

    pengusahaan gaharu tersebut.

    1.3 Tujuan Penelitian

    Kegiatan penelitian ini dilaksanakan berdasarkan beberapa tujuan yang

    ingin dicapai, antara lain sebagai berikut :

    1. Mengetahui karakteristik pelaku usaha gaharu alam (pencari, pedagang

    pengumpul kecil, dan pedagang pengumpul besar) di Provinsi Bengkulu

    2. Mengetahui proses pencarian gaharu alam di Provonsi Bengkulu

    3. Mengetahui kualitas gaharu yang terdapat di Provinsi Bengkulu

    4. Mengetahui sistem tataniaga dalam usaha gaharu

    5. Mengetahui kebijakan-kebijakan dalam usaha gaharu alam

    1. 4 Kegunaan Penelitian

    Kegunaan dari penelitian ini adalah :

    1. Bagi peneliti adalah untuk melatih kemampuan meneliti dan menganalisis

    suatu masalah

    2. Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang ingin mengetahui

    karakteristik pengusahaan gaharu alam di Provinsi Bengkulu.

    3. Dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para pelaku usaha gaharu dalam

    memperbaiki sistem perdagangan gaharu di Provinsi Bengkulu.

  • 5

    1. 5 Batasan Masalah

    Mengingat begitu luasnya ruang lingkup pada penelitian ini, maka peneliti

    membatasi permasalahan tersebut pada :

    1. Saluran tataniaga adalah saluran yang digunakan oleh lembaga tataniaga

    untuk menyalurkan gaharu dari pencari gaharu ke eksportir gaharu.

    2. Lembaga tataniaga adalah lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi-

    fungsi tataniaga mulai dari pencari gaharu, lembaga perantara sampai ke

    eksportir.

    3. Penetapan harga jual gaharu adalah proses pembentukan dan unsur-unsur

    yang mempengaruhi pembentukan harga gaharu.

    4. Marjin tataniaga adalah selisih harga disuatu lembaga pemasaran dengan

    harga di titik rantai pemasaran lainya.

    5. Perilaku pasar adalah polah tingkah laku dari lembaga-lembaga pemasaran

    dalam struktur pasar tertentu yang meliputi kegiatan penjualan, pembelian,

    penentuan harga dan kerjasama antar lembaga pemasaran.

    6. Anak kapak (pencari gaharu) adalah sebutan orang/kelompok yang

    melakukan pencarian gaharu dan melakukan penjualan gaharu di Provinsi

    Bengkulu.

    7. Pedagang Pengumpul kecil (Tengkulak) adalah pedagang yang melakukan

    pembelian dari pencari, mengumpulkan dan menjualnya ke pengumpul besar.

    8. Pedagang Pengumpul besar adalah pedagang yang melakukan pembelian dari

    pengumpul kecil dan pencari, mengumpulkanya dan menjualnya ke eksportir.

    9. Eksportir adalah pedagang yang melakukan penjualan gaharu ke luar negeri.

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Gambaran Umum Gaharu

    Kata gaharu berasal dari bahasa Melayu yang artinya harum, ada juga yang

    mengatakan bahwa kata gaharu berasal dari bahasa Sansekerta arguru yang berarti

    kayu berat (dapat tenggelam). Gaharu merupakan hasil dari jenis kayu tertentu

    yang terdapat dalam hutan. Dengan kata lain gaharu atau gubal (juga sering

    disebut sebagai aloeswood, englewood, agarwood) yang merupakan substein

    aromatik berupa gumpalan dan padatan berwarna coklat muda sampai coklat

    kehitaman yang terbentuk pada lapisan dalam dari kayu tertentu (Susilo 2003).

    Pohon penghasil gaharu mencapai tinggi sampai 40 m dan diameter lebih

    dari 60 cm, dengan ciri batang yang lurus, bulat tidak berbanir, kulit batang halus,

    coklat keputih-putihan. Tajuknya bulat, lebat dengan percabangan yang

    horizontal. Daunnya tunggal, berseling, tebal, berbentuk jorong sampai jorong

    lanset. Permukaan bawah daunnya kadang-kadang berbulu halus, perbungaan

    berbentuk payung, bercabang, tumbuh pada ketiak daun, bunganya kecil berwarna

    hijau atau kuning kotor. Jenis ini tersebar dari India, Birma dan Malaysia

    (Semenanjung Malaya, Filipina, Sumatera sampai Kalimantan bagian Timur dan

    Utara, dan Papua). Tempat tumbuhnya adalah hutan primer tanah rendah, dengan

    ketinggian sampai kira-kira 300 m dpl (LIPI 1980).

    Gaharu merupakan bagian dari kayu atau akar dari jenis tumbuhan tertentu

    yang telah mengalami proses perubahan kimia dan fisika akibat terinfeksi oleh

    sejenis jamur. Oleh karena pembentukannya hanya terjadi jika terkena infeksi

    jamur, maka tidak semua jenis penghasil gaharu mengandung gaharu (Nassendi &

    Masud 1996). Pohon yang mengandung gaharu adalah pohon yang sudah

    terinfeksi jamur, yang memiliki ciri pohon yang mati, daun menguning, ranting

    bengkak berbintik-bintik sepanjang batang dan cabang, serta ditandai kulit yang

    sangat kering. (Barden et al. 2009).

    Tanaman gaharu termasuk tanaman hutan yang menghasilkan gubal bernilai

    ekonomi tinggi. Penghasil gaharu dikenal dari genus Aquilaria, Aetoxylon,

    Enskleia, Gonystylus, Wikstroemia, Girynops, Dalbergia dan Exoccaria. Sampai

  • 7

    saat ini dikenal 16 jenis pohon penghasil gaharu. Beberapa di antaranya yang

    dikenal di Indonesia adalah: A. malaccensis (karas), A. hirta (gaharu),

    A. microcorpa, A. beccariana, A. filarial, A. cumingiani, Enklea malaccensis,

    Gonystylus bancanus (kayu ramin), G. macrophyllus, W. androsalmifolia,

    Gyrinops verstegii, G cumingiani. Di samping terdapat beberapa jenis tanaman

    gaharu yang berpotensi sebagai penghasil gaharu ada juga gaharu yang belum

    banyak dikenal masyarakat yaitu: Aetoxylon sympetalum, W. polyantha dan W.

    tenuiramis.

    Secara alami gaharu terbentuk akibat serangan jamur yang masuk ke dalam

    kayu melalui bagian-bagian batang yang rusak atau dahan-dahan yang rusak.

    Proses pembentukan gaharu pada pohon biasanya ditandai oleh terbentuknya

    garis-garis sejajar sumbu batang, berwarna merah sampai coklat sampai kehitam-

    hitaman pada jaringan batang. Selain itu, upaya pembentukkan gaharu biasa

    dilakukan secara buatan. Salah satunya teknologi yang digunakan untuk

    mempercepat terbentuknya gaharu adalah dengan inokulasi cendawan pembentuk

    gaharu (Siran & Nina 2004).

    Nakanishi dan Ishihara (1991) dalam Susilo (2003) mengatakan bahwa ada

    beberapa macam zat penting yang terkandung dalam gubal gaharu adalah

    (-Agarofuran, Nor-ketoagarofuran, (-)-10-Epi-y-eudesmol, Agarospirol, Jinkohol

    eremol, Kusunol, Dihydrokaranone, Jinkohol II, serta Oxo agarospirol), selain zat

    penting tersebut juga terdapat senyawa yang penting di dalam gaharu. Terdapat

    lebih kurang 17 macam senyawa, antara lain noroxoagarofuran, agarospirol, 3,4-

    dihydroxy-dihydroagarufuran, p-methoxy-benzylacetone dan aquillochin (Susilo

    2003).

    Menurut Mandang dan Bambang (2002), gaharu dari jenis A. malaccensis,

    G. verteeghii, A. sympetalum, G. bancanus dan G. macrophylus, mempunyai

    persamaan ciri jari-jari dan pembulu: kelima jenis kayu gaharu ini sama-sama

    mempunyai serat dengan noktah halaman yang tegas pada bidang radial dan

    cenderung 2 baris; jari-jari umumnya satu seri, serta noktah antar pembuluh

    berukuran kecil, 4-7 mikron.

    Masih banyak permasalahan yang dihadapi mulai dari pelestarian jenis, cara

    pemungutan dan cara penentuan kualitas. Terutama masalah cara pemungutan

  • 8

    gaharu hingga saat ini masih dilakukan dengan cara cincang yaitu dengan

    mencincang bagian pohon yang diduga mengandung gaharu. Cara ini memerlukan

    banyak tenaga, waktu dan biaya. Dilain pihak hasil yang didapat terkadang tidak

    sesuai dengan apa yang telah dilakukan dan bahkan tidak ditemukan gaharu pada

    pohon tersebut, sehingga menyebabkan punahnya jenis tumbuhan penghasil

    gaharu tersebut (Yusliansyah 1997).

    2.2 Sistem Perdagangan Gaharu

    Perdagangan gaharu di Indonesia telah dimulai sejak abad ke-5, dimana

    Cina merupakan pembeli terbesar. Namun demikian, perdagangan gaharu mulai

    marak pada abad ke-15 ketika hubungan Cina dan Kalimantan Bagian Utara

    terjalin dengan baik. Pada masa pemerintahan Belanda dari abad ke-18 sampai

    permulaan abad ke-19 juga terus berlangsung hingga sekarang. Perdagangannya

    dilakukan secara tradisional oleh penduduk lokal yang bertempat tinggal di sekitar

    kawasan hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (Soehartono &

    Mardiastuti 2003).

    Adapun negara-negara yang terlibat dalam perdagangan gaharu adalah

    Vietnam, Indonesia dan Malaysia. Menurut laporan CITES, yang menjadi

    pengekspor terbesar di dalam perdagangan gaharu internasional adalah negara

    Indonesia dengan total ekspor 900 ton pada tahun 1995-1997. Kemudian disusul

    dari Semenanjung Malaysia dengan total ekspor di atas 340 ton dari jenis

    Aquilaria malaccensis. Vietnam juga merupakan sumber dari perdagangan

    gaharu. Dari data impor menujukan bahwa Taiwan merupakan konsumer gaharu

    dari Vietnam dengan total impor di atas 500 ton pada tahun 1993-1998 (Barden

    et al. 2009).

    Selama ini gaharu yang diperdagangkan berasal dari gaharu alam,

    permintaan gaharu yang semakin meningkat menyebabkan harga gaharu semakin

    tinggi. Tingginya harga gaharu menyebabkan perburuan gaharu semakin

    meningkat di Indonesia, padahal tidak semua pohon gaharu menghasilkan gubal

    gaharu. Para pemburu dengan pengetahuan yang sangat minim melakukan

    penebangan secara sembarangan tanpa diiringi upaya budidaya, akibatnya

    populasi gaharu semakin menurun.

  • 9

    Populasi gaharu yang semakin menurun menyebabkan CITES pada

    konferensinya yang ke IX memasukan gaharu kedalam Appendix II. Salah satu

    spesies penghasil Gaharu yang masuk dalam daftar Appendix II adalah Aquilaria

    malaccencis. Karena Aquilaria malaccencis dianggap langkah dan terancam

    punah maka CITES mengeluarkan peraturan perizinan bahwa semua eksportir

    gaharu diwajibkan memiliki surat ijin CITES (Keong 2006). Surat ijin CITES ini

    sesuai dengan Keputusan Presiden No.43 tahun 1978, Surat Ijin Usaha

    Perdagangan (SIUP) atau Surat Ijin Usaha (SIU) dari departemen teknis dan

    mengikuti ketentuan-ketentuan umum dalam dunia perdangan lainnya (Susilo

    2003).

    Adapun legalitas CITES di Indonesia dikeluarkan oleh Direktorat Jendral

    Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Departemen Kehutanan.

    Sedangkan perizinanan perdagangan komoditi gaharu di Indonesia diatur dalam

    Keputusan Menteri Kehutanan 447/KPTS-II/2003. Dimana izin pengumpulan atau

    pemungutan gaharu disetujui dan ditandatangani oleh Gubernur setelah

    mendapatkan pertimbangan dari:

    1. Rekomendasi kuota dari BKSDA setempat.

    2. Rekomendasi dari Bupati atau Walikota setempat.

    3. Rekomendasi teknis dari Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/ Kota setempat.

    Prosedur perizinan gaharu tidak jauh berbeda dengan prosedur perizinan

    pengusahaan HHBK (non gaharu) hanya saja dalam perizinan gaharu ada

    penambahan persyaratan yaitu pengajuan proposal atau rencana kerja

    pengusahaan HHBK (Nurapriyanto et al. 2009).

    Selain penetapan perizinan untuk melindungi gaharu dari kepunahan,

    CITES juga menetapkan kebijakan perdagangan ekspor gaharu yaitu penetapan

    kuota. Penetapan kuota pengambilan atau penangkapan tumbuhan dan satwa liar

    didasarkan pada prinsip kehati-hatian (Precautionary Principle) dan dasar-dasar

    ilmiah untuk mencegah terjadinya kerusakan atau degradasi populasi. Kuota

    ditetapkan oleh direktorat jendral PHKA berdasarkan rekomendasi Lembaga Ilmu

    Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk setiap kurun waktu satu tahun. Pada saat ini

    dalam proses penyusunan kuota disadari bahwa ketersediaan data potensi atau

    tumbuhan masih sangat terbatas (Direktorat Jendral PHKA 2004).

  • 10

    Kuota perdagangan gaharu Indonesia mengalami penurunan dari tahun ke

    tahun, hal ini ditunjukan dari data PHKA dan CITES yang menunjukkan bahwa

    kuota ekspor pada tahun 2000-2008.

    Tabel 1 Kuota ekspor gaharu

    Tahun Aquilaria filarial Aquilaria malaccensis

    Kuota (ton) Realisasi (ton) Kuota (ton) Realisasi (ton)

    2010

    2009

    2008

    2007

    2006

    2005

    2004

    2003

    2002

    2001

    2000

    496

    192

    125

    125

    125

    150

    125

    125

    125

    200

    -

    173

    90

    -

    -

    -

    150

    -

    -

    -

    -

    162

    1.145

    75

    75

    50

    50

    60

    50

    75

    75

    225

    -

    808

    65

    -

    -

    -

    60

    50

    75

    75

    - Sumber : Majalah Trubus (2008) dan PHKA (2010)

    Penurunan kuota ini disebabkan ketersediaan gaharu yang semakin

    menurun. Penetapan kuota merupakan pedoman dan pengendalian seluruh bentuk

    pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar yang diperoleh dari alam.

    1.3 Pelaku Usaha Gaharu Alam

    Menurut Sudiyono (2002) lembaga pemasaran adalah badan usaha atau

    individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari

    porodusen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan

    usaha atau individu lainnya. Lembaga pemasaran ini timbul karena adanya

    keinginan konsumen untuk memperoleh komoditi yang sesuai dengan waktu,

    tempat, dan bentuk yang diinginkan konsumen. Tugas lembaga pemasaran ini

    adalah menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan

    konsumen semaksimal mungkin.

    Ada tiga kelompok yang secara langsung terlibat dalam penyaluran barang

    dan jasa, mulai dari tingkat produsen sampai tingkat konsumen yaitu pihak

    produsen, pihak perantara, pihak konsumen akhir. Pihak produsen adalah pihak

    yang memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan. Pihak lembaga perantara

    adalah pihak yang memberikan pelayanan dalam hubungannya dengan

    pembelian atau penjualan barang dan jasa dari produsen ke konsumen, yaitu

  • 11

    pedagang besar (wholesaler) dan pedagang pengecer (retailer), sedangkan

    konsumen akhir adalah pihak yang langsung menggunakan barang/jasa yang

    dipasarkan (Limbong & Sitorus 1987).

    Pemasaran gaharu melibatkan beberapa pelaku usaha gaharu mulai dari

    pencari gaharu sebagai produsen, pengumpul kecil (tengkulak) dan pengumpul

    besar sebagai lembaga perantara, eksportir sebagai lembaga pengekspor. Pencari

    gaharu biasanya terdiri dari pencari bebas dan pencari terikat. Pencari bebas

    adalah pencari gaharu dengan modal kerja sendiri sehingga bebas di dalam

    menentukan waktu pencarian gaharu dan menjual hasil perolehannya baik kepada

    pedagang pengumpul di desa, di kecamatan, maupun langsung pada pedagang

    besar atau ekportir. Pencari terikat adalah pencari gaharu yang dimodali sehingga

    waktu pencarian dan perolehannya terikat pada pemberi modal yaitu pedagang

    pengumpul yang merupakan perpanjangan dari pedagang besar. Pengumpul kecil

    (tengkulak) biasanya lembaga atau individu yang langsung berhubungan dengan

    pencari gaharu yang langsung membeli gaharu dari pencari gaharu dan kemudian

    menjualnya kepada pengumpul besar. Pedagang pengumpul besar adalah pelaku

    pemasaran yang memiliki modal besar dan juga memiliki izin usaha yang

    dikeluarkan oleh instansi pemerintah(Yusliansyah et al. 2003).

    2. 4 Kualitas dan Harga Gaharu

    Penetapan harga gaharu di perdagangan internasional didasarkan pada

    kualitas gaharu tersebut. Semakin baik kualitas gaharu maka harga gaharu akan

    semakin mahal begitu juga sebaliknya semakin rendah kualitas gaharu maka

    harganya pun semakin rendah. Parameter yang digunakan dalam penentuan

    kualitas gaharu adalah warna, kadar resin, kadar minyak, dan ukuran bentuk

    serpihan (Barden et al. 2009).

    Menurut (Bambang et al. 1996) semakin hitam warna gaharu semakin tinggi

    kualitasmya dan biasanya gaharu kualitas ini tenggelam dalam air. Gaharu

    kualitas pertama harus memiliki warna yang paling hitam dan mengkilat. Gaharu

    yang warnanya hitam dan mengkilat memiliki tingkat kepadatan dan

    pendamarannya lebih tinggi yang menunjukkan tingginya kadar resin yang

    terkandung di dalamnya. Sehubungan dengan kadar resin, semakin banyak kadar

    resin yang terkandung maka kadar harum dan kadar aromnya akan semakin tinggi.

  • 12

    Begitu juga dengan bentuk dan ukuran, ukuran yang lebih besar akan menunjukan

    kualitas gaharu yang lebih baik.

    Penentuan kualitas gaharu pada umumnya dilakukan tidak seragam dan

    dilakukan secara visual saja, sehingga sifatnya lebih subyektif dan kualitas gaharu

    yang dihasilkan tergantung dari orang yang menentukannya. Untuk menghindari

    keragaman dari kualitas gaharu Badan Standarisasi Nasional (BSN) menetapkan

    Standar Nasional Indonesia (SNI) mutu gaharu. Dalam standar diuraikan

    mengenai definisi gaharu, lambang dan singkatan, istilah, spesifikasi, klasifikasi,

    cara pemungutan, syarat mutu, pengambilan contoh, cara uji, syarat lulus uji dan

    syarat penandaan. Klasifikasi mutu gaharu terdiri dari gubal gaharu, kemedangan

    dan abu gaharu. Setiap kelas mutu dibedakan lagi menjadi beberapa sub kelas,

    berdasarkan ukuran, warna, kandungan damar wangi, serat, bobot dan aroma

    ketika dibakar (Yusliansyah et al. 2003).

    Menurut SNI 01-5009.1-1999 yang dimaksud dengan gubal gaharu adalah

    kayu yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu, dengan aroma

    yang kuat, ditandai oleh warnanya yang hitam atau kehitaman berseling coklat.

    Sedangkan kemedangan adalah kayu yang berasal dari pohon atau bagian pohon

    penghasil gaharu, memiliki kandungan damar wangi dengan aroma yang lemah,

    ditandai oleh warnanya yang putih ke abu-abuan sampai kecoklatan, berserat

    kasar dan kayunya yang lunak. Abu gaharu adalah serbuk kayu sisa pemisahan

    gaharu dari kayu (BSN 2004).Sedangkan kualitas gaharu di provinsi Bengkulu

    dibedakan berdasarkan warna, bentuk, dan seratnya, persyaratan kualitas gaharu

    di provinsi Bengkulu pada penelitian Misran (1997) dapat dilihat pada Tabel 2.

    Umumya penentuan harga dan kualitas gaharu sangat didominasi oleh

    pembeli dengan alasan bahwa gaharu yang dikumpulan pencari masih sangat

    kasar dan kualitasnya masih bervariasi sehingga perlu disortir ulang (perlu biaya

    sortir) untuk mendapatkan nilai jual tinggi. Di samping itu rendahnya daya tawar

    pencari juga disebabkan oleh adanya keterikatan antara pencari dengan pedagang

    pengumpul besar (Subarudi & Karyono 2004).

  • 13

    Tabel 2 Persyaratan kualitas gaharu di Bengkulu

    No Kualitas gaharu Keterangan

    1 Gaharu super Berwarna hitam, padat serta mengkilap, banyak mengandung

    minyak, serta serat kayu tidak kelihatan

    2 Kelas A Berwarna hitam agak mengkilap, padat, serat kayu agak kelihatan

    3 Kelas B Berwarna hitam, dibandingkan dengan kelas A, kepingan kayu agak

    tipis, sedikit terdapat alur atau bintik putih, pada bagian tengah

    kepingan terdapat rongga

    4 Kelas C Masih berwarna hitam, lebih banyak alur putih dibandingkan kelas

    B, kepingan kayu tipis dan bila digenggam kuat menjadi rapuh atau

    patah

    5 Kemedangan

    super

    Berwana campur alur putih, serat kayu tampak jelas, dibandingkan

    dengan kelas di atas walaupun agak padat tetapi bobotnya ringan

    6 Kemedangan A Berwarna coklat tua, banyak terdapat alur atau bintik putih dan serat

    kayunya kasar

    7 Kemedangan B Berwarna coklat campur putih, banyak terdapat alur atau bintik

    putih, serat kayunya kasar

    8 Kemedangan C Berwarna kuning hingga colat muda, sedikit mengandung gaharu

    dan serat kayunya kasar

    9 Tri A Berwarna hitam campur alur putih, kepingan kayunya kecil, tipis

    dan pendek, serat kayunya kasar

    10 Tri B Warna hitam lebih sedikit dari kualitas A, kepingan kayunya kecil,

    tipis dan pendek serta serat kayunya kasar

    11 Tri C Warna hitamnya lebih sedikit dibandingkan kualitas Tri B, kepingan

    kayunya lebih kecil dari Tri B dan serat kayunya kasar

    Sumber: Misran (1987)

    Di Nusa Tenggara Timur harga jual gaharu pada berbagai lembaga

    pemasaran mengalami perbedaan berdasarakan kualitas dan lembaga

    pemasaranya. perbedaan harga jual gaharu pada masing-masing lembaga dapat

    dilihat pada Tabel 3.

    Tabel 3 Harga jual gaharu pada berbagai lembaga pemasaran (Rp/ Kg) Kelas Pencari gaharu Pengumpul kecil Pengumpul besar (penguasa)

    Super

    Kelas II

    Teri Hitam

    Teri Bunting

    Kacangan

    700.000

    300.000

    75.000

    40.000

    25.000

    1.000.000

    450.000

    100.000

    60.000

    35.000

    1.500.000

    600.000

    150.000

    100.000

    50.000

    Sumber : Universitas Nusa Cendana (1996)

  • 14

    2.5 Biaya Produksi Gaharu

    Sudarsono (1995) dalam Ratih (2009) menyatakan fungsi biaya adalah

    perilaku biaya yang mencerminkan hubungan antara besarnya biaya dengan

    kuantitas produksi. Disamping itu diketahui bahwa fungsi produksi dipengaruhi

    oleh faktor produksi. Jadi fungsi produksi dapat dianggap sebagai pembatas

    fungsi biaya. Fungsi biaya total memperlihatkan bahwa sekelompok biaya

    masukan dan untuk setiap tingkat keluaran. Jadi biaya produksi adalah total

    pengeluaran yang terjadi dalam mengorganisasikan dan melaksanakan proses

    produksi.

    Firdaus (2008) menjelaskan biaya peroduksi akan berpengaruh pada harga

    yang akan terbentuk pada suatu produksi, harga pokok merupakan jumlah biaya

    memproduksi suatu produk ditambah biaya lainya sehingga barang itu berada di

    pasar. Unsur biaya pokok dalam pengusahaan gaharu dibagi ke dalam dua

    golongan yaitu:

    1. Biaya tetap total (total fixed cost-TFC), yaitu keseluruhan biaya yang

    dikelurkan untuk memperoleh faktor produksi yang tidak dapat diubah

    jumlahnya.

    2. Biaya variable total (total variable cost-TVC), yaitu keseluruhan biaya yang

    dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya.

    Komponen-komponen biaya penjualan gaharu dari pencari sampai ke

    eksportir sangat mempengaruhi keuntungan yang akan diterima pada setiap pelaku

    usaha gaharu alam ini. Adapun yang termasuk biaya tetap dalam pengusahaan

    gaharu adalah biaya peralatan (kapak, parang, pisau raut, pahat cengkung,

    timbangan, alat angkutan), biaya perizinan dan biaya tempat/gudang. Sedangkan

    yang termasuk biaya variabel adalah biaya perbekalan, biaya transportasi, dan

    biaya tenaga kerja, biaya sortir, dan biaya administrasi (Subardi & Karyono

    2004). Dari hasil penelitian yang dilakukan di Riau komponen dan nilai biaya

    pada setiap lembaga pemasaran dapat dilihat pada Tabel 4, 5 dan 6.

    Tabel 4 Biaya pencarian gaharu pada tingkat pencari di Riau

    Alat dan bahan Biaya

    - Perbekalan - Transportasi - Alat

    60.000

    10.000

    30.000 Sumber : Subardi dan Karyono( 2004)

  • 15

    Tabel 5 Biaya produksi gaharu di tingkat pedagang pengumpul kecil

    Uraian Rata-rata Biaya/ kg (Rp) Keterangan

    Transportasi 10.000 Pembelian dan pengangkutan

    dari tingkat petani minimal

    50 kg.

    Akomodasi 1.000

    Keamanan 1.000

    Lain-lain 200

    Sumber : Subardi dan Karyono ( 2004)

    Tabel 6 Biaya produksi gaharu di tingkat pedagang pengumpul besar

    Uraian Biaya (Rp/ Kg)

    Gaharu Kemedangan

    Sortir 1.000 1.000

    Administrasi 1.700 1.700

    Sekuriti 600 600

    IHH 2.000 1.000

    Bunga Bank 1.000 1.000

    Sumber : Subardi dan Karyono (2004)

    2.6 Marjin Usaha Gaharu

    Marjin usaha dapat dinyatakan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan

    kegiatan sejak dari tingkat produsen hingga tingkat pedagang pengecer. Adanya

    perbedaan kegiatan dari setiap pelaku usaha akan menyebabkan perbedaan harga

    jual antara satu pelaku usaha dengan pelaku usaha yang lain sampai tingkat

    konsumen akhir. Semakin banyak pelaku usaha yang terlibat dalam penyaluran

    suatu komoditas dari titik produsen ke titik konsumen, maka akan semakin besar

    perbedaan harga komoditas tersebut di titik produsen dengan harga yang

    dibayarkan konsumen akhir (Limbong & Sitorus 1987).

    Marjin pengusahaan diartikan sebagai perbedaan antara harga yang

    dibayarkan oleh konsumen untuk membeli produk dengan harga pabrik yang

    diterima oleh produsen yang membuat produk tersebut (Beddu et al. 1996).

    Marjin usaha pada komoditas gaharu dapat dilihat dari selisih antara total

    pendapatan dengan total biaya. Marjin usaha pada setiap pelaku pengusahaan

    gaharu berbeda-beda. Keuntungan yang diperoleh dari setiap penjualan yang

    dilakukan oleh setiap pelaku dipengaruhi oleh harga penjualan dan biaya yang

    diperlukan pada saat produksi. Penentuan harga jual komoditas gaharu didasarkan

    pada kualitas gaharu, sedangkan biaya didasarkan pada proses-proses yang

    dilakukan oleh setiap pelaku usaha.

  • 16

    Dalam pengusahaan gaharu yang mendapatkan keuntungan yang terbesar

    dalam kegiatan ini adalah pihak pengumpul besar atau eksportir. Berdasarkan data

    penelitian yang dilakukan di provinsi Riau terlihat pedagang pengumpul besar

    memperoleh marjin sebesar 74,8 %, pedangan pengumpul kecil sebesar 20,1 %

    dan petani pencari sebesar 5,1 %. Pihak yang mendapatkan keuntungan yang

    terkecil adalah pencari gaharu. Hal ini disebabkan pada umumnya pencari gaharu

    memiliki posisi tawar yang rendah dalam menjual hasil gaharu yang

    dikumpulkannya karena rendahnya pengetahuan mereka tentang kualitas gaharu

    yang ada dan terbatasnya informasi harga gaharu yang berlaku di pasaran.

  • 17

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1 Kerangka Pikir

    Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur dan Kabupaten Seluma

    merupakan sentra produksi gaharu di Provinsi Bengkulu. Dari ketiga kabupaten

    ini tercatat hasil produksi gaharu sebanyak 3,15 ton/tahun dengan klasifikasi kelas

    kemedangan 3 ton dan 150 kg kelas gubal. Sedangkan kuota yang ditetapkan

    untuk Provinsi Bengkulu dalam pemenuhan ekspor gaharu Indonesia sebanyak 2

    ton/tahun. Artinya ketiga kabupaten ini masih memiliki kemampuan untuk

    memproduksi gaharu terutama gaharu alam.

    Proses pengusahaan gaharu mempunyai prosedur dan melibatkan pelaku-

    pelaku usaha. Adapun pelaku yang terlibat dalam pengusahaan gaharu adalah

    pencari gaharu sebagai produsen, pedagang pengumpul kecil dan pedagang

    pengumpul besar sebagai perantara dan eksportir sebagai pengekspor. Tujuan

    penelitian ini akan dicapai dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

    1. Mendiskripsikan karakteristik pelaku pengusahaan gaharu (pencari, pedagang

    pengumpul kecil, dan pedagang pengumpul besar) yang dilakukan dengan

    wawancara kepada semua pihak yang terlibat dalam usaha gaharu ini. Melalui

    pengkajian diskriptif dari pencari gaharu tentang karakterikstik pencari

    (nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat tinggal, pekerjaan,

    pendapatan, sumber pendapatan, jumlah anggota keluarga, pengeluaran

    rumah tangga per bulan), dan karakteristik pedagang pengumpul kecil dan

    pedagang pengumpul besar (sejarah usaha, modal, biaya, kegiatan usaha dan

    legalitas usaha).

    2. Data kegiatan/proses pencarian gaharu (waktu pencarian, peralatan dan

    perbekalan dalam proses pencarian, teknik pencarian, jumlah gaharu yang

    didapatkan dalam proses pencarian gaharu, biaya-biaya dalam pencarian

    gaharu, pendapatan/harga jual gaharu, sistem pembagian hasil dalam

    kelompok).

    3. Pengkajian deskriptif dengan pedagang pengumpul kecil dan pedagang

    pengumpul besar, mengenai sistem penentuan kualitas dan sistem penentuan

  • 18

    harga, kegiatan-kegiatan usaha, dan biaya-biaya (biaya transportasi, biaya

    akomodasi, biaya keamanan) sehingga dapat dilihat marjin usaha yang

    diperoleh setiap pelaku usaha gaharu.

    Kerangka pemikiran dalam penelitian ini merupakan tahapan pelaksanaan

    penelitian yang akan dilakukan di lapangan yang disesuaikan dengan tujuan

    penelitian. Berdasarkan uraian kerangka pemikiran di atas, maka alur kerangka

    berpikir terkait dengan rencana penelitian tersaji pada Gambar 1.

    Gambar 1 Alur pelaksanaan penelitian.

    3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di tiga kabupaten provinsi Bengkulu yaitu

    kabupaten Bengkulu Selatan, kabupaten Kaur, dan kabupaten Seluma. Pemilihan

    tempat penelitian dilakukan secara sengaja (Purposive Sampling), karena ketiga

    kabupaten tersebut merupakan daerah utama penghasil gaharu di provinsi

    Bengkulu. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus 2010.

    Eksportir Pengumpul

    Besar

    Pencari

    Terikat

    Pencari

    Pengumpul

    Kecil

    Pencari

    Bebas

    - Karakteristik pencari

    - Kegiatan pencarian gaharu

    - Biaya pencarian gaharu

    - Marjin pemasaran gaharu

    - Karakteristik pedagang pngumpul

    kecil dan pedagang pengumpul

    besar

    - Sistem sortir kualitas

    - Biaya-biaya produksi

    - Bentuk-bentuk gaharu yang dibeli

    dan dijual dalam setiap kualitas

    - Marjin pemasaran gaharu

  • 19

    3.3 Objek dan Alat Penelitian

    Objek atau sasaran dalam penelitian ini adalah para pelaku usaha gaharu

    (kelompok pencari, pedagang pengumpul kecil, dan pedagang pengumpul besar)

    Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: alat tulis, alat hitung,

    komputer, kamera, dan pedoman wawancara (kuesioner).

    3.4 Teknik Penentuan Responden

    Pemilihan responden (pencari gaharu, pengumpul kecil, pengumpul besar

    dan informan) dilakukan secara sengaja (pusposive sampling) yang disesuaikan

    dengan kondisi yang diperlukan untuk penelitian. Kabupaten yang dijadikan

    sebagai studi kasus adalah Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur, dan

    Kabupaten Seluma. Pemilihan ketiga Kabupaten tersebut karena daerah ini

    merupakan hutan sentra produksi gaharu unggul dengan produksi yang telah

    diekspor keluar negeri. Begitu juga dengan pengambilan sampel kecamatan dan

    desa dilakukan dengan sengaja yaitu desa yang menurut informasi dari pengumpul

    besar merupakan desa-desa yang terdapat gaharu dan penduduknya ada yang

    berperan sebagai pencari dan juga sebagai pengumpul kecil.

    Jumlah responden pencari gaharu yang diambil dari Kabupaten Kaur

    sebanyak 4 kelompok/27 orang, Kabupaten Seluma sebanyak 3 kelompok/25

    orang dan Kabupaten Bengkulu Selatan sebanyak 1 kelompok/8 orang. Penentuan

    responden pedagang dan pelaku usaha lainnya dilakukan secara berantai

    (snowball sampling) mulai dari pencari gaharu sebagai produsen sampai ke

    eksportir. Jumlah responden pengumpul besar yang diambil adalah satu orang

    berasal dari Kabupaten Bengkulu Selatan Kota Manna. Responden pengumpul

    kecil diambil satu orang yang berasal dari Kabupaten Kaur. Struktur responden

    dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

    Selain itu untuk memperoleh data pendukung juga diwawancarai pihak

    (BKSDA Bengkulu dan pihak Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA)

    bagian HUMAS dan perizinan.

  • 20

    Gambar 2 Struktur responden dalam penelitian.

    3.5 Jenis dan Sumber Data

    Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan

    data sekunder. Data primer meliputi :

    1. Data karakteristik responden (nama, umur, alamat, jenis kelamin, agama,

    pendidikan, pekerjaan, pendapatan, sumber pendapatan, jumlah anggota

    keluarga, dan pengeluaran rumah tangga/bulan).

    2. Data kegiatan pencarian gaharu (peralatan yang digunakan, waktu

    pemungutan dan lamanya waktu pemungutan, tempat mencari gaharu, jumlah

    anggota kelompok pencari, cara menduga pohon yang mengandung gaharu,

    cara melakukan pendugaan dan cara penentuan kualitas gaharu, jenis gaharu

    yang didapatkan, jumlah gaharu yang diperoleh dalam satu periode pencarian).

    3. Data biaya dan pendapatan pencarian gaharu (biaya-biaya/komponen biaya

    dalam proses pencarian dan pemasaran pada setiap lembaga, pendapatan, dan

    sitem bagi hasil dalam kelompok pencarian).

    4. Data mengenai sistem pengusahaan (pelaku usaha, sistem pengusahaan dan

    perizinan pengusahaan gaharu alam)

    Data primer diperoleh langsung dari pencari gaharu, pedagang kecil dan

    pedagang besar, informan (BKSDA dan PHKA) dan semua lembaga pengusahaan

    gaharu yang terkait dalam proses pengusahaan gaharu. Data primer ini diperoleh

    dengan teknik wawancara terstruktur dan wawancara yang tidak tersetruktur.

    2 Kelompok

    (Bebas dan terikat)

    Kabupaten Kaur

    Pengumpul

    Kecil

    Pengumpul

    Besar

    3 Kelompok (terikat)

    Kabupaten Seluma

    3 Kelompok

    (Terikat dan bebas)

    Kabapten Kaur dan B/S

  • 21

    = TR - TC TR = p.q

    = p1.q1 + p2.q2 + p3.q3 + + pn.qn =

    TC = TFC + TVC

    TC = c1 + c2 + c3 + + cn

    = TR - TC TR = p.q

    = p1.q1 + p2.q2 + p3.q3 + + pi.qi

    =

    TC = TFC + TVC

    TC = c3 + c4 + c5 + + ci

    Sedangkan data sekunder adalah data yang menyangkut:

    1. Kondisi umum Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur dan Kabupaten

    Seluma.

    2. Data yang menyangkut keadaan lingkungan, baik fisik, sosial ekonomi

    masyarakat dan data mengenai perizinan pengusahaan gaharu.

    3. Data skema perizinan, persyaratan perizinan, dan data statistik pemasaran

    gaharu dan data penetapan kuota.

    3.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data

    Pengolahan dan analisis data yang diperoleh dari data primer maupun data

    sekunder secara kuantitatif dan kulitatif. Analisis secara kualitatif dilakukan

    dengan mendeskripsikan karekteristik pelaku usaha gaharu alam, proses pencarian

    gaharu, mendeskripsikan kualitas gaharu, sistem usaha pemasaran gaharu

    mendeskripsikan kebijakan dalam pemasaran gaharu. Analisis secara kuantitatif

    dilakukan untuk mengetahui keadaan marjin pengusahaan dengan menggunakan

    bantuan kalkulator dan program Microsoft Excel 2007. Data yang terkumpul di

    tabulasikan dan dianalisis sesuai dengan keperluannya.

    Menurut Gittinger (1986) untuk menghitung marjin keuntungan (profit

    margin) pemasaran gaharu dapat menggunakan rumus :

    a. Marjin pada pencari Gaharu

    b. Marjin ditingkat pedagang pengumpul kecil/ besar

  • 22

    dimana :

    = Profit margin TR = Total Revenue

    p1 = harga gaharu kualitas super q1 = kuantitas gaharu kelas super

    p2 = harga gaharu kelas A/B q2 = kuantitas gaharu kelas A/B

    p3 = harga gaharu kelas B/C q3 = kuantitas gaharu kelas B/C

    p4 = harga gaharu kelas C1 q4 = kuantitas gaharu kelas C1

    p5 = harga gaharu kelas C2 q5 = kuantitas gaharu kelas C2

    p6 = harga gaharu kemedangan super q6 = kuantitas gaharu kemedangan super

    p7 = harga gaharu kelas teri q7 = kuantitas gaharu kelas teri

    pn = harga gaharu kelas ke-n tingkat pencari

    qn = kuantitas gaharu kelas ke-n tingkat pencari

    pi = harga gaharu kelas ke-i tingkat pengumpul (besar/ kecil)

    qi = kuantitas gaharu kelas ke-i pada tingkat pengumpul (besar/ kecil)

    TFC = total fixed cost (total biaya tetap)

    TVC = total variabel cost (total biaya variabel)

    c1 = biaya perbekalan

    c2 = biaya alat

    c3 = biaya transfortasi

    c4 = biaya administrasi

    c5 = biaya pensortiran

    cn = biaya ke-n pada tingkat pencarian gaharu

    ci = biaya ke-I pada tingkat pengumpul kecil/ besar

  • 23

    BAB IV

    GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

    4. 1 Letak dan Geografis

    Secara geografis, Provinsi Bengkulu terletak di pesisir barat Pulau Sumatera

    dan berada diantara 101020-103059 BT dan 2025-5000 LS. Secara administrasi

    Provinsi Bengkulu memiliki luas wilayah sebesar 1.978.870 ha. Wilayah

    Provinsi Bengkulu memanjang dari perbatasan Provinsi Sumatera Barat sampai

    dengan perbatasan Provinsi Lampung yang jaraknya lebih kurang 567 kilometer.

    Provinsi Bengkulu berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia pada garis

    pantai sepanjang kurang lebih 433 kilometer. Bagian Timurnya berbukit-bukit

    dengan dataran tinggi yang subur, sedang bagian Barat merupakan dataran rendah

    yang relatif sempit, memanjang dari utara ke selatan serta diselingi daerah yang

    bergelombang.

    Gambar 3 Peta lokasi penelitian.

    Lokasi

    Penelitian

    Skala 1 : 500.000

  • 24

    4.2 Iklim dan Hidrologi

    Kondisi iklim di provinsi Bengkulu ditandai dengan jumlah curah hujan

    yang cukup tinggi, yaitu: rata-rata 2000-3000 mm/tahun, dengan rata-rata hari

    hujan antara 100-250 hari/tahun. Hari hujan rata-rata 20 hari/bulan dengan jumlah

    hari hujan terendah 18 hari yang terjadi pada bulan Mei dan September,

    sedangkan hari hujan tertinggi selama 23 hari terjadi pada bulan November dan

    Desember. Curah hujan yang cukup tinggi di Provinsi Bengkulu dapat

    menyebabkan erosi, seperti yang telah diidentifikasi bahwa lebih kurang 22.647

    ha lahan di wilayah Provinsi Bengkulu mengalami erosi yang tersebar tiap

    kabupaten. Erosi yang cukup besar terjadi di Kabupaten Rejang Lebong.

    4.3 Topografi

    Berdasarkan keadaan alam dan letaknya, maka wilayah provinsi Bengkulu

    mempunyai ketinggian dari permukaan laut yang berbeda-beda. Keadaan

    ketinggian wilayah Provinsi ini sangat bervariasi mulai dari 0-100 m, 100-500 m,

    500-1000 m dan lebih besar 1000 m. Berdasarkan konsisi geologinya, pembagian

    kelas ketinggian tersebut dapat dibedakan dalam lima formasi, yaitu: formasi

    batuan andesit, formasi telisa atas, formasi telisa bawah, formasi kristalin, formasi

    neogen, dan formasi alluvial.

    4.4 Morfologi

    Secara geomorfologi atau bentuk permukaan bumi, Provinsi Bengkulu dapat

    dibedakan menjadi empat bentuk daerah, yaitu:

    1. Dataran Pantai

    Dataran ini terdapat di sepanjang pantai, yang membentang dari Muko-Muko

    sampai Padang Guci. Umumnya daerah ini sempit dan terdapat cekungan dan

    rawa- rawa.

    2. Dataran Alluvial

    Dataran ini berada memanjang di belakang dataran pantai yang mempunyai

    lebar berkisar antara 5-10 km, umumnya daerah ini mempunyai kesuburan

    tanah cukup tinggi.

  • 25

    3. Dataran Lipatan

    Daerah ini hampir memanjang sejajar dengan dataran alluivial dengan

    ketinggian antara 100-400 m diatas permukaan laut. Daerah ini antara lain

    meliputi Lumbuk Pinang, Beringin Tambun dan Hulu Sungai Ipuh.

    4. Daerah Vulkanik

    Daerah ini menempati sebagian besar Pegunungan Bukit Barisan yang

    merupakan jalur pegunungan patahan dan kompleks vulkanik dengan pusat

    erupsi di luar Provinsi Bengkulu.

    4.4.1 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat

    Provinsi Bengkulu terdiri dari beberapa kabupaten, di antaranya yang

    merupakan lokasi penelitian adalah Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten

    Kaur, dan Kabupaten Seluma. Pertumbuhan penduduk sangat tinggi. Masyarakat

    Provinsi Bengkulu pada umumnya menggantungkan hidupnya dengan bertani.

    Dilihat dari tingkat pendapatan daerah per kapita, Provinsi Bengkulu mengalami

    perkembangan angka PDRB per kapita yang cukup tinggi. Penduduk provinsi

    Bengkulu sebagian besar berbudaya melayu, dengan titik berat kepada tradisi

    ninik mamak yang berorientasi pada tradisi minang. Sebagian besar penduduk

    Bengkulu masih matrilineal dengan keturunan garis keturunan ibu sebagai garis

    keturunan.

  • 26

    BAB V

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1 Karakteristik Pelaku Pemasaran Gaharu

    5.1.1 Pencari Gaharu

    Pencarian gaharu di provinsi Bengkulu telah dilakukan sejak tahun 1984

    sampai sekarang. Pencarian ini biasanya dilakukan dengan cara berkelompok.

    Anggota kelompok pencari gaharu dalam setiap periode pencarian ke hutan

    berasal dari berbagai desa dan kecamatan. Kelompok pencari ini bisa dikatakan

    bukan kelompok yang tetap karena sering kali anggota kelompok bertukar-tukar.

    Pertukaran ini biasanya disesuaikan dengan waktu dan kegiatan setiap anggota

    yang saling mengajak untuk masuk ke hutan. Dalam pembentukan kelompok

    terdapat dua kepercayaan yang berbeda antara pencari gaharu, dimana ada

    beberapa kelompok yang mempercayai bahwa jumlah anggota kelompok tidak

    boleh ganjil dengan alasan apabila anggota kelompok berjumlah ganjil

    dikhawatirkan akan terjadi suatu musibah ketika pencarian. Selain itu, ada

    kelompok pencari gaharu yang tidak menghiraukan jumlah anggota kelompok

    yang berangkat dalam pencarian gaharu. Sehingga jumlah anggota dari berbagai

    kelompok pencari gaharu sangat bervariasi berdasarkan tempatnya. Untuk melihat

    keragaman jumlah anggota kelompok dapat dilihat pada Tabel 7.

    Tabel 7 Jumlah anggota kelompok pencari gaharu

    No Tempat Penelitian Jumlah Anggota Kelompok (orang)

    1 Riau Subardi dan Karyono (2004) 3 5

    2 Flores Universitas Nusa Cendana (1996) 3 5

    Sumber : Data Sekunder

    Jumlah anggota kelompok pencari gaharu di Provinsi Bengkulu jauh lebih

    banyak dibandingkan dengan jumlah anggota kelompok dari tempat yang lainnya

    seperti contoh kelompok pencari gaharu di Flores dan di Riau berjumlah 3-5

    orang sedangkan di Bengkulu anggota kelompok berjumlah 5-10 orang.

    Walaupun jumlah anggota kelompok berbeda, tetapi status kelompok pencari

    gaharu di berbagai tempat sama yaitu terbagi atas dua jenis dimana terdapat

    kelompok pencari bebas dan kelompok pencari terikat. Kelompok pencari bebas

  • 27

    adalah pencari gaharu dengan modal kerja sendiri sehingga bebas dalam

    menentukan waktu pencarian gaharu dan menjual hasil perolehanya baik kepada

    pengumpul kecil ataupun pada pedagang pengumpul besar. Pencari terikat adalah

    pencari gaharu yang memiliki keterikatan berupa modal pinjaman yang diberikan

    oleh pedagang pengumpul besar, sehingga waktu pencarian dan penjualan hasil

    perolehannya terikat pada pemberi modal. Modal yang diberikan oleh pedagang

    pengumpul besar berkisar Rp 500.000 per orang yang digunakan untuk memenuhi

    kebutuhan rumah tangga sebesar Rp 200.000 dan Rp 300.000 untuk membeli

    perlengkapan yang akan digunakan selama perjalanan dan di dalam hutan.

    Sebagian besar kelompok pencari gaharu berasal dari Kabupaten Kaur

    yaitu sebanyak empat kelompok dengan jumlah 27 orang atau sebanyak 45 % dari

    60 orang responden, dengan status pencari bebas dua kelompok dan pencari

    terikat dua kelompok. Bengkulu Selatan hanya terdiri dari satu kelompok dengan

    jumlah anggota kelompok delapan orang (13 %) dari 60 responden yang ada,

    dengan status kelompok pencari bebas. Kelompok pencari yang berasal dari

    kabupaten Seluma hampir seimbang dengan kelompok pencari dari kabupaten

    Kaur yaitu sebanyak 3 kelompok dengan jumlah anggota kelompok sebanyak 25

    orang (42 %) dari 60 jumlah responden yang ada. Sebaran kelompok pencari

    berdasarkan kabupaten dan status kelompok pencari dapat dilihat pada Tabel 8.

    Tabel 8 Kelompok pencari gaharu berdasarkan Kabupaten

    Kabupaten

    Jumlah

    Kelompok

    Jumlah

    (Orang)

    Persentase

    (%)

    Status pencari Persentase (%)

    Terikat Bebas Terikat Bebas

    Bengkulu S 1 8 13 - 1 - 12

    Kaur 4 27 45 2 2 25 25

    Seluma 3 25 42 3 - 38 -

    Total 8 60 100 5 3 63 37

    Sumber : Data Primer Diolah (2010)

    Tabel 8 menunjukan bahwa sebagian besar kelompok pencari berperan

    sebagai kelompok pencari terikat yaitu sebanyak lima kelompok (63%) dari

    delapan kelompok yang ada, sedangkan kelompok pencari bebas terdapat tiga

    kelompok (37 %) dari delapan kelompok yang ada. Dalam penelitian ini

    karakteristik mengenai pencari juga diolah secara deskriptif dengan membagi

    karakteristik sesuai dengan umur, tingkat pendidikan, mata pencaharian,

    pendapatan, dan pengeluaran rumah tangga responden pencari gaharu.

  • 28

    5.1.1.1 Umur dan Pendidikan

    Umur dan pendidikan pencari gaharu sangat beragam. Sebaran umur

    responden pencari yaitu dari umur 30 tahun sampai > 60 tahun sedangkan sebaran

    pendidikan responden pencari sangat beragam yaitu dari tidak sekolah sampai

    tingkat SMA. Adapun pengelompokan dan distribusi responden berdasarkan umur

    dan pendidikan dapat dilihat pada Tabel 9.

    Tabel 9 Distribusi Responden Pencari Gaharu Berdasarkan Umur dan Pendidikan

    No TP

    Kabupaten Kaur

    Selang Umur

    Kabupaten B/S

    Selang Umur

    Kabupaten Seluma

    Selang Umur Total Persen

    % 30-40 41-50 51-60 >60 30-40 41-50 51-60 >60 30-40 41-50 51-60 >60

    1.

    TS - - 4 2 - 1 - - - 1 - - 8 13,33

    2

    . TTSD - 2 1 - - - - - - 4 1 1 9 15,00

    3.

    SD - 2 2 - 2 2 - - 1 3 1 - 13 21,67

    4

    . SLTP 4 5 1 - 1 - 1 - 3 4 1 - 20 33,33

    5.

    SMA 3 1 - - - 1 - - 3 2 - - 10 16,67

    6 Total 7

    10 8 2 3

    4 1 -

    7 14 3 1

    60 100

    27 8 25

    Persen(%) 45,00 13,33 41,67

    Sumber :Data Primer Diolah (2010)

    Keterangan : TP : Tingkat Pendidikan

    TS : Tingkat Sekolah

    TTSD : Tidak Tamat SD

    Berdasarkan Tabel 9 tersebut dapat dilihat karakteristik responden

    berdasarkan umur dan pendidikan pada masing-masing kabupaten. Sebagian besar

    responden pencari gaharu berumur 41-50 tahun yaitu sebanyak 28 orang (46,67%)

    dari 60 responden yang ada. Selang umur dari ketiga kabupaten tersebut dapat

    dilihat selang umur 41-50 tahun ada selang umur terbanyak dengan perbandingan

    persentase yang berurutan yaitu 37:50:56 dari seluruh responden yang ada pada

    masing-masing kabupaten, sedangkan responden yang paling sedikit adalah

    responden yang memiliki umur pada selang umur > 60 tahun yaitu sebanyak 3

    orang (5%) dari 60 responden yang ada yang berasal dari Kabupaten Kaur 2 orang

    dan 1 orang dari Kabupaten Seluma. Sisanya menyebar merata, dimana untuk

    kelompok sebaran umur 30-40 tahun sebanyak 15 orang (25%), 51-60 tahun

    sebanyak 14 orang (23,33%) dari 60 responden yang ada.

  • 29

    Selang umur responden pencari gaharu yang termasuk ke dalam selang

    umur produktif yaitu pada selang umur 41-50 tahun, sehingga dapat dikatakan

    bahwa kelompok pencari gaharu yang memiliki anggota umur pencari yang

    produktif adalah kelompok pencari yang berasal dari Kabupaten Seluma yaitu

    sebanyak 14 orang (56 %) dari 25 responden. Responden pencari yang berada

    pada usia 41-50 tahun ini mempunyai kemampuan fisik yang baik untuk

    melakukan kegiatan pencarian gaharu. Hal ini berbeda dengan responden pencari

    yang berumur lebih dari 50 tahun, pencari ditingkat umur ini biasanya lebih

    berpengalaman dalam kegiatan pencarian akan tetapi memiliki kemampuan fisik

    yang lebih rendah.

    Tingkat pendidikan juga sangat berpengaruh dalam pembentukan pola pikir

    pencari gaharu, dimana pencari yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan lebih

    terbuka dan lebih mudah untuk mengadopsi pengetahuan-pegetahuan baru yang

    dapat meningkatkan produksi dan efektivitas pencaharian (Ratih 2009). Selain itu,

    pendidikan juga dapat menentukan tinggi rendahnya status sosial seseorang dalam

    masyarakat. Secara umum tingkat pendidikan responden masih relatif rendah, hal

    ini terlihat dari masih banyaknya responden yang tidak memenuhi syarat

    pendidikan 9 tahun. Terdapat 30 orang (50%) dari 60 responden pencari yang

    tidak memenuhi syarat 9 tahun dari ketiga Kabupaten yaitu 13:5:12 atau

    (28%:62%:44%), pendidikan diatas 9 tahun yaitu 30 orang (50%) dari 60

    responden yaitu 14:3:13 atau (51,85%:37,5%:48,15%) dari angka tersebut dapat

    dilihat bahwa taraf pendidikan yang baik antara ketiga kabupaten tersebut adalah

    Kabupaten Kaur dengan pendidikan responden lebih dari 9 tahun jauh lebih

    banyak daripada taraf pendidikan yang kurang dari 9 tahun.

    5.1.1.2 Mata Pencaharian

    Mata pencaharian responden pada umumnya adalah sebagai petani, baik

    itu petani sawah maupun petani kebun. Namun, selain sebagai petani ada juga

    beberapa responden yang bergerak pada bidang lain misalnya sebagai pedagang,

    sebagai honorer, dan buruh bangunan. Pengelompokan responden berdasarkan

    mata pencaharian selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.

  • 30

    Petani Buruh Tani Buruh Bangunan Pedagang Honorer

    Kabupaten Kaur Kabupaten B/S Kabupaten Seluma

    Gambar 4 Karakteristik responden pencari gaharu berdasarkan mata pencaharian.

    Gambar 4 menunjukan bahwa sebagian besar mata pencaharian responden

    adalah sebagai petani yaitu sebanyak 37 orang (62%) dengan masing-masing

    jumlah per kabupaten secara berurutan 17:5:15 atau (63% : 62% : 61%)

    sedangkan mata pencaharian responden yang lainya adalah sebagai buruh tani 11

    orang (18,33%) dengan masing-masing kabupaten secara berurutan 4:3:5

    (15%:23%:20%), buruh bangunan sebanyak 7 orang (12%) dengan rincian 4

    orang dari Kabupaten Kaur dan 2 orang dari Kabupaten Seluma (15%:12%),

    pedagang sebanyak 4 orang (6 %) dari Kabupaten Kaur 2 orang dan 2 orang dari

    Kabupaten Seluma (7%:7%), dan sebagai honorer hanya 1 orang dari 60

    responden (15%). Mata pencaharian responden yang beragam ini sangat

    mempengaruhi jumlah pendapatan dan pengeluaran responden pancari gaharu.

    5.1.1.3 Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga

    Pendapatan rumah tangga petani berbeda antara pencari yang satu dengan

    yang laiinya. Perbedaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya sumber

    pendapatan atau mata pencaharian yang di miliki. Demikian juga dengan

    pengeluaran rumah tangga kelompok pencari berbeda. Untuk melihat distribusi

    pendapatan dan pengeluaran rumah tangga kelompok pencari dapat dilihat pada

    Tabel 10.

  • 31

    Tabel 10 Distribusi pendapatan dan pengeluaran rumah tangga pencari gaharu

    No Rentang (Rp) Pendapatan Pengeluaran

    Kaur B/S Seluma Total Kaur B/S Seluma Total

    1 250.000-500.000 3 1 1 5 2 2 5 9

    2 500.000-750.000 5 2 8 15 18 3 16 37

    3 750.000-1.000.000 4 1 9 14 4 2 1 7

    4 1.000.000-1.250.000 6 - 4 10 3 1 3 7

    5 1.250.000-1.500.000 6 2 2 10 - - - -

    6 >1.500.000 3 2 1 6 - - - -

    Sumber : Data Primer Diolah (2010)

    Keterangan :

    B/S : Bengkulu Selatan

    Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar responden pencari memiliki

    penghasilan pada rentang Rp 500.000-Rp 1.000.000 per bulan yaitu sebanyak 29

    orang dari 60 responden (48,33%). Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat seberan

    pendapatan pencari gaharu bahwa mayoritas pencari memiliki pendapatan pada

    rentang Rp 500.000-Rp 750.000 yaitu sebanyak 15 responden dan pencari yang

    memiliki pendapatan pada rentang Rp 750.000- Rp 1.000.000 yaitu 14 responden.

    Selain itu, terdapat beberapa responden yang memiliki pendapatan yang cukup

    tinggi yaitu lebih dari Rp 1.000.000 sebanyak 26 responden yang tersebar pada

    rentang yang berbeda. Grafik di atas menunjukan bahwa pencari yang memiliki

    pendapatan pada rentang Rp 1.000.000-Rp 1.250.000 adalah sebanyak sepuluh

    responden, dan pencari yang memiliki pendapatan pada rentang Rp 1.250.000-Rp

    1.500.000 adalah sebanyak sepuluh responden, serta pencari yang memiliki

    pendapatan lebih besar dari Rp 1.500.000 adalah sebanyak enam responden.

    Tabel 10 menunjukan bahwa mayoritas pencari memiliki pengeluaran

    sebesar Rp 500.000-Rp 750.000 yaitu sebanyak 37 responden, selain itu Tabel 10

    juga menunjukan bahwa pengeluaran pencari paling besar adalah Rp 1.000.000-

    Rp 1.250.000 yaitu sebanyak tujuh responden.

    5.1.2 Pedagang Pengumpul Kecil

    Pedagang pengumpul kecil dalam pengusahaan gaharu merupakan pelaku

    usaha gaharu yang berperan sebagai perantara antara pencari gaharu dan pedagang

    pengumpul besar. Pedagang pengumpul kecil dan pedagang pengumpul besar

    memiliki keterkaitan yang erat karena pedagang pengumpul kecil merupakan

  • 32

    penunjukan dari pedagang pengumpul besar untuk membantu pedagang

    pengumpul besar dalam mengumpulkan gaharu dari kelompok pencari gaharu.

    Penunjukan yang dimaksud adalah pedagang pengumpul kecil merupakan orang

    yang dipercaya oleh pedagang pengumpul besar dan merupakan rekomendasi dari

    pedagang pengumpul besar, sehingga pedagang pengumpul kecil mendapatkan

    izin dari BKSDA. Dengan adanya keterkaitan izin ini pedagang pengumpul kecil

    berkewajiban untuk melaporkan pembelian dan melakukan penjual kepada

    pedagang pengumpul besar.

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa hanya terdapat satu pedagang

    pengumpul kecil di tiga kabupaten lokasi penelitian yang terdapat di Kabupaten

    Kaur dan pedagang pengumpul kecil ini memulai usahanya sejak tahun 2000

    sampai sekarang. Kegiatan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul kecil mulai

    dari membeli gaharu dari kelompok pencari, melakukan pensortiran, pengaritan

    dan penjualan kepada pedagang pengumpul besar. Kegiatan pembelian gaharu ini

    tentu memerlukan modal yaitu berupa modal pegetahuan tentang kualitas, modal

    tunai dan modal investasi. Modal pengetahuan sangat diperlukan dalam

    melakukan pembelian gaharu dari kelompok pencari karena harga yang akan

    ditetapkan berdasarkan kualitas gaharu yang akan dibeli, sedangkan modal tunai

    juga sangat diperlukan karena dalam pembelian pedagang pengumpul kecil harus

    membayar langsung gaharu yang dibeli dari kelompok pencari gaharu, selain itu

    pedagang pengumpul kecil juga memberikan modal kepada kelompok pencari

    gaharu. Modal investasi ditingkat pedagang pengumpul kecil berupa modal

    gudang yang digunakan untuk menjadi tempat penyimpanan gaharu dan peralatan

    yang digunakan dalam proses penjualan gaharu berupa timbangan dan kendaraan

    roda dua.

    Terdapat beberapa hambatan yang dihadapi oleh pedagang pengumpul kecil

    di antaranya jumlah pembelian gaharu sangat tergantung pada hasil yang

    diperoleh kelompok pencari, modal yang dimiliki oleh pedagang pengumpul kecil

    seringkali mengalami kemacetan karena kelompok pencari yang tidak

    mendapatkan hasil sesuai dengan target dan juga semakin banyaknya pembeli

    gaharu yang illegal yang memberikan harga lebih tinggi.

  • 33

    5.1.3 Pedagang Pengumpul Besar

    Pedagang pengumpul besar merupakan pusat sistem pemasaran gaharu di

    provinsi Bengkulu, pedagang pengumpul besar menerima penjualan gaharu dari

    pencari langsung maupun dari pedagang pengumpul kecil dan menjualnya

    langsung kepada eksportir yang ada di Kepulauan Riau.

    Kegiatan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul besar sama halnya

    seperti yang dilakukan oleh pedagang pengumpul kecil yaitu pengumpulan,

    pensortiran, pengaritan, pengemasan dan penjualan (pengangkutan). Pedagang

    pengumpul besar di Kabupaten Bengkulu Selatan Provinsi Bengkulu ini mulai

    bergerak sejak tahun 1984 sampai dengan sekarang. Jenis gaharu yang terdapat di

    Provinsi Bengkulu berupa gubal gaharu dan kemedangan gaharu. Rata-rata

    pembelian yang dilakukan dari kelompok pencari gaharu sebanyak 15-20 kg,

    sedangkan dari pedagang pengumpul kecil sebanyak 20 kg dalam satu periode

    penjualan. Rata-rata penjualan yang dilakukan pedagang pengumpul besar ke

    tingkat eksportir sebanyak 150-200 kg sekali penjualan. Kegiatan pensortiran

    yang dilakukan oleh pedagang pengumpul besar melibatkan 4 orang dengan

    sistem upah pembayaran per barang masuk, pengaritan juga dilakukan pedagang

    pengumpul besar dengan melibatkan 5 orang dengan sistem pembayaran upah per

    kg pengaritan gaharu. Tenaga kerja ditingkat pedagang pengumpul besar

    merupakan anggota keluarganya sendiri dan kerabat. Pedagang pengumpul besar

    yang terdaftar memiliki izin yang resmi untuk melakukan pembelian dan

    penjualan gaharu. Untuk mendapatkan izin sebagai pedagang pengumpul ada

    beberapa hal yang harus dipenuhi dan dipatuhi sebagai pedagang pengumpul.

    Sama halnya dengan pedagang pengumpul kecil, pedagang pengumpul

    besar memiliki permasalahan dan resiko usaha yang cukup besar di antaranya

    jumlah pembelian yang sangat tergantung pada hasil kelompok pencari, modal

    yang sering mengalami kemacetan karena pencari tidak mendapatkan hasil sesuai

    dengan target atau kelompok pencari yang tidak dapat mengembalikan modal

    yang diberikannya dan terjadinya resiko penjualan pada saat gaharu dijual kepada

    eksportir. Resiko penjualan yang terkadang dihadapi adalah harga jual gaharu

  • 34

    yang terkadang tidak sesuai dengan target dan perkiraan pedagang pengumpul

    besar.

    5.2 Proses Pencarian Gaharu

    Proses pencarian gaharu diawali dengan memasuki kawasan-kawasan hutan

    alam yang diduga banyak terdapat pohon penghasil gaharu, kawasan hutan di

    provinsi Bengkulu yang biasanya didatangi oleh kelompok pencari gaharu adalah

    kawasan hutan Air Tenam, Simpur, Air Kaghapan, Air Keruhan, Air kilighan, Ulu

    Alas, Kawasan hutan Bengkulu Selatan, Gunung Kumbang, Bukit Puguak,

    Gunung Bungkuk, sampai kawasan hutan Lampung bahkan kawasan hutan

    lindung. Pohon yang mengandung gaharu yang menjadi incaran oleh kelompok

    pencari gaharu di Provinsi Bengkulu adalah pohon karas (A. malaccensis).

    5.2.1 Waktu Pencarian Gaharu

    Pencarian gaharu biasanya dilakukan pada musim paceklik yaitu pada bulan

    Maret sampai September. Proses pencarian dilakukan di dalam hutan dengan

    lamanya waktu pencarian tergantung pada keahlian, kondisi topografi daerah yang

    didatangi, kondisi fisik dari anggota kelompok pencari serta jarak lokasi hutan

    yang akan didatangi. Terdapat perbedaan waktu pencaraian gaharu di Provinsi

    Bengkulu dengan tempat lain, sebagai contoh pencarian gaharu di Provinsi

    Bengkulu dilakukan selama 14-15 hari (1-2 minggu), di Kepulauan Riau

    mencapai 2-6 minggu, sedangkan di Kabupaten Manggarai Flores waktu

    pencarian hanya dalam hitungan hari yaitu 3-7 hari (1 minggu). Waktu pencarian

    gaharu di Bengkulu relatif lebih pendek daripada di Riau hal ini diduga karena

    jumlah anggota kelompoknya yang lebih banyak. Sedangkan di Kabupaten

    Manggarai waktu pencarian relatif sangat singkat dengan jumlah anggota juga

    sedikit dibandingkan dengan pencari di Bengkulu hal ini menyebabkan jumlah

    pendapatan pencari gaharu di Kabupaten Manggarai juga relatif lebih sedikit

    (0,7-2 kg) per periode pencarian.

    Saat ini pencarian gaharu sudah tidak membutuhkan waktu berbulan-bulan

    lagi karena aksessibilitas untuk menuju lokasi sudah cukup baik dengan melalui

    jalan besar yang sebagian sudah beraspal saat menuju pinggir hutan dan jalan

    setapak saat masuk ke dalam hutan dengan jarak yang di tempuh 6-10 km yang

    ditempuh dalam waktu 2-5 jam.

  • 35

    5.2.2 Perbekalan dan Peralatan Pencarian Gaharu

    Mengingat beban perjalanan yang berat dan lamanya perjalanan pada proses

    pencarian, maka setiap kelompok pencari membawa perbekalan masing-masing

    untuk memenuhi kebutuhan selama proses pencarian.

    Tabel 11 Perbekalan pencarian gaharu dalam satu periode (2 minggu) No Nama Barang Jumlah Satuan Harga

    1 Beras 7,50 Kg 45.000,00

    2 Kelapa 4,00 Buah 6.000,00

    3 Minyak tanah 0,50 Liter 3.000,00

    4 Minyak goreng 0,25 Kg 2.250,00

    5 Garam 1,00 Bungkus 1.000,00

    6 Cabe 0,25 Kg 3.750,00

    7 Mie Goreng 5,00 Bungkus 6.500,00

    8 Kopi 0,50 Kg 6.000,00

    9 Gula 0,50 Kg 4.500,00

    10 Sabun 1,00 Bungkus 2.000,00

    11 Pasta gigi 1,00 Bungkus 2.500,00

    Total 82.500,00

    Sumber : Data Primer Diolah (2010)

    Tabel 12 Peralatan pencarian gaharu di Bengkulu

    No Nama Alat Kegunaan

    Bengkulu Samarinda

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    Parang

    Kapak

    Pisau Kecil

    Pahat Cekung

    Garut/ Arit

    Pahat

    - Untuk membuat/membersihkan jalan rintisan

    - Membersihkan tumbuhan bawah disekitar pohon gaharu yang akan

    ditebang

    - Melukai pohon untuk mendeteksi kandungan gaharu

    - Membelah dan mencincang pohon yang menghasilkan gaharu

    - Membersihkan kayu yang mengandung gaharu

    - Mendeteksi pohon mengandung gaharu - Menebang pohon - Membelah bagian-bagian batang

    Membersihkan kayu dari bagian kayu

    -

    - Membersihkan batang/ kayu yang mengandung gaharu

    - Membersihkan kayu yang tidak mengandung gaharu

    - Memisahkan gaharu dari bagian kayu - Mengambil bagian kayu yang

    mengandung gaharu

    Menajamkan peralatan

    - Membuat jalan rintisan - Identifikasi gaharu melalui

    pelukaan

    - Memisahkan gaharu dari bagian kayu

    - Menebang pohon - Identifikasi gaharu melalui

    pelukaan

    - Memisahkan gaharu dari bagian kayu

    - Memisahkan kayu dari bagian kayu

    - Memisahkan kayu dari bagian gaharu

    -

    -

  • 36

    7 Batu Asahan -

    Sumber : Data Primer Diolah (2010) dan BPK Samarinda

    Gambar 5 Peralatan pencarian gaharu.

    Peralatan yang digunakan oleh kelompok pencari gaharu di provinsi

    Bengkulu sedikit lebih banyak dibandingkan dengan peralatan yang digunakan

    oleh kelompok pencari di Samarinda, namun demikian perbedaan alat ini tidak

    begitu berpengaruh pada hasil dan kualitas yang diperoleh oleh kelompok pencari

    gaharu. Peralatan dan perlengkapan tersebut berupa alat-alat sederhana yang

    berukuran tidak terlalu besar, ringan, mudah dibawa dan harga yang murah.

    Walaupun perlengkapan tersebut sederhana, akan tetapi perlengkapan tersebut

    sangat berguna selama proses pencarian. Perbekalan akan digunakan untuk

    memenuhi kebutahan selama di dalam hutan, begitu juga dengan peralatan yang

    dibawa akan sangat berguna dalam proses pencarian gaharu ini.

    5.2.3 Teknik Mencari Gaharu

    Teknik pencarian gaharu sangat penting dimiliki dan dipahami oleh

    kelompok pencari gaharu karena teknik pencarian ini akan berpengaruh pada hasil

    yang didapatkan pada saat melakukan pencarian gaharu, selain itu juga teknik

    pencarian gaharu juga berpengaruh pada populasi pohon penghasil gaharu.

    Populasi pohon penghasil gaharu semakin berkurang apabila dalam teknik

    pencarian gaharu yang tidak benar. Hal ini dapat dilihat dari beberapa tahun

    terakhir ini pencari gaharu mengalami kesulitan dalam memperoleh gaharu di

    hutan, ini disebabkan semakin langka jenis pohon penghasil gaharu (karas).

    Kesulitan ini tidak terlepas dari teknik pencarian gaharu yang merusak pohon

    penghasil gaharu itu sendiri. Teknik-teknik yang penting diperhatikan dalam

    proses pencarian gaharu yaitu: teknik pendugaan pohon, teknik penebangan

    pohon, teknik pembersihan, dan teknik pengaritan.

  • 37

    5.2.3.1 Teknik Pendugaan Pohon

    Proses pencarian gaharu diawali dengan pencarian pohon penghasil gaharu

    oleh setiap anggota kelompok di lokasi yang menyebar. Setalah menemukan

    pohon yang mengandung gaharu maka anggota kelompok yang lain akan diajak

    untuk melakukan penebangan pohon gaharu tersebut. Karena tidak semua pohon

    penghasil gaharu mengandung gaharu, maka sebelum pohon tersebut ditebang

    terlebih dahulu dilakukan pendugaan isi gaharu. Pengetahuan cara pendugaan

    pohon yang mengandung gaharu sangat diperlukan oleh setiap kelompok pencari

    gaharu terutama bagi para pencari gaharu pemula agar tidak terjadi salah tebang

    pada pohon yang tidak mengandung gaharu. Adapun ciri-ciri pohon yang

    mengandung gaharu dapat dilihat pada Tabel 13.

    Tabel 13 Ciri-ciri pohon mengandung gaharu No Bagian Bagian Pohon Ciri-Ciri

    Bengkulu Kaltim dan NTB Manggarai

    1 Luar Batang Terlihat tidak sehat

    (terinfeksi jamur), terdapat

    garis-garis luka (alur),

    banyak benjolan berwarna

    coklat/ hitam

    Terinfeksi, hidup merana,

    terdapat lengkungan dan

    benjolan berwarna coklat

    hingga hitam, batang

    terpilin berwarna coklat

    tua sampai hitam

    Cabang yang sudah

    cukup lama terpotong/

    bagian batang yang

    terluka, banyak semut

    hitam pada pohon

    Ranting Keropos dan banyak patah -

    Kulit Kulit kering mengelupas,

    mudah ditarik (dibuka),

    kulit kayu mudah putus,

    dan terdapat bintik-bintik

    dan berduri-duri

    - Kulit rapuh dan dapat

    ditarik seperti tali

    Daun Menguning dan

    berguguran

    Menguning dan

    berguguran

    Berwarna kuning

    Akar Mengelupas dan Keropos Mengelupas -

    2 Dalam Batang Terdapat alur seperti luka

    warna coklat/hitam,

    bintik-bintik seperti

    ditusuk duri

    -

    -

    Kulit

    Dilukai

    Kulit bagian dalam

    berduri

    Ditemukan gaharu kelas

    Tri dilapisi selaput

    berwarna putih

    -

    -

    -

    -

  • 38

    Dibakar Beraroma wangi dan khas - -

    Sumber : Data Primer Diolah (2010), Balai Litbang Kehutanan Kalimantan(2003) dan Universitas Nusa

    Cendana (1995)

    Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di beberapa tempat,

    ciri-ciri pohon yang mengandung gaharu dari tahun ke tahun mengalami

    perkembangan, seperti yang dilihat pada Tabel 13 bahwa penelitian pada tahun

    1996 menunjukan hanya terdapat empat ciri pohon yang mengandung gaharu dan

    pada tahun 2004 ciri semakin banyak ditemukan, sedangkan pada tahun 2010 di

    Bengkulu ciri-ciri pohon yang mengandung gaharu tersebut semakin diperhatikan

    dari bagian-bagian pohon yang diduga mengandung gaharu tersebut. Hal ini

    menjukan bahwa adanya peningkatan pengetahuan tentang pendugaan pohon yang

    mengandung gaharu. Walaupun pengetahuan tersebut semakin berkembang tetapi

    pengetahuan mengenai ciri pohon yang mengandung gaharu tersebut belum

    menjadi solusi dalam kesalahan penebangan pohon penghasil gaharu. Hal ini

    disebabkan karena masih banyak pencari gaharu yang belum begitu ahli dan

    memahami ciri-ciri kayu yang mengandung gaharu tersebut. Selain itu juga kerena

    belum adanya keahlian pencari gaharu dalam pendugaan seberapa banyak dan

    kuat kandungan gaharu yang ada didalam pohon yang akan ditebang tersebut

    sehingga dapat mempercepat punahnya pohon penghasil gaharu.

    5.2.3.2 Teknik Peneb


Related Documents