PROSES PENGOLAHAN DAN ANALISIS MUTU TEPUNG
TERIGU DI PT INDOFOOD SUKSES MAKMUR Tbk.
BOGASARI FLOUR MILLS
ELLY WIDYAS NINGSIH
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PROSES PENGOLAHAN DAN ANALISIS MUTU TEPUNG
TERIGU DI PT INDOFOOD SUKSES MAKMUR Tbk.
BOGASARI FLOUR MILLS
ELLY WIDYAS NINGSIH
Laporan Praktik Lapangan
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2013
Judul : Proses Pengolahan dan Analisis Mutu Tepung Terigu di PT
Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills
Nama : Elly Widyas Ningsih
NIM : G34100114
Disetujui oleh
Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si. Agung Kuncoro
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si.
Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus atas anugerah dan kekuatan
yang Dia berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktik lapangan.
Praktik lapangan dilaksanakan sejak tanggal 1 Juli 2013 hingga 31 Juli 2013 di PT
Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills Jakarta, dengan judul Proses
Pengolahan dan Analisis Mutu Tepung Terigu.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Dr Nisa Rachmania
Mubarik, MSi dan Bapak Agung Kuncoro selaku pembimbing, serta Bapak
Triyono, Bapak Nyoman, dan Bapak Eko Soleh selaku asisten manajer mill
wilayah III yang senantiasa mengarahkan dan memberi masukan selama praktik
lapangan. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Bapak Louis M. Djangun
berserta staf Human Resource, Ibu Herni beserta staf Departemen Product
Development Quality Control yang telah membantu selama pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, dan teman-teman
Biologi 47, atas doa dan dukungannya.
Semoga laporan ini bermanfaat dan memberikan informasi mengenai
proses pengolahan gandum menjadi tepung terigu dan analisis mutu tepung terigu
secara kimia dan mikrobiologi.
Bogor, Oktober 2013
Elly Widyas Ningsih
1
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Praktik Lapangan 1
Waktu dan Tempat Pelaksanaan 2
Metodologi Pelaksanaan 2
KEADAAN UMUM PT INDOFOOD SUKSES MAKMUR Tbk. BOGASARI
FLOUR MILLS 3
Sejarah dan Perkembangan 3
Visi dan Misi 4
Lokasi dan Tata Letak 4
Struktur Organisasi 4
Ketenagakerjaan 6
Kesejahteraan Karyawan 7
Hasil Produksi 8
TINJAUAN PUSTAKA 11
Gandum 11
Proses Produksi Tepung Terigu 13
Analisis Mutu Tepung Terigu 14
BAHAN DAN METODE 19
Alat dan Bahan 19
Metode Analisis Kimia 19
Metode Analisis Mikrobiologi 19
HASIL 20
Proses Produksi Tepung Terigu 20
Analisis Mutu Tepung Terigu 29
PEMBAHASAN 31
SIMPULAN 33
DAFTAR PUSTAKA 34
LAMPIRAN 36
DAFTAR TABEL
1 Syarat mutu tepung terigu sebagai makanan 15
2 Pengukuran kadar air, kadar protein, dan kadar abu tepung terigu
menggunakan NIR 29
3 Data uji mikrobiologi tepung terigu 31
DAFTAR GAMBAR
1 Struktur organisasi PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills 5
2 Struktur organisasi Departemen Mill 6
3 Struktur organisasi Departemen Product Development Quality Control 7
4 Produk tepung terigu lokal 9
5 Produk tepung terigu ekspor 9
6 Produk pasta 10
7 Produk samping 10
8 Morfologi biji gandum 11
9 Penggolongan gandum berdasarkan tekstur 12
10 Penggolongan gandum berdasarkan warna 13
11 Komplek jetty dan wheat silo A 22
12 Alat-alat proses cleaning 24
13 Alat-alat proses dampening 26
14 Alat-alat proses milling 28
15 Uji mikrobiologi 30
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi setiap orang.
Masyarakat Indonesia sebagian besar mengonsumsi beras sebagai makanan
pokoknya. Kebutuhan akan beras yang semakin tinggi juga stok dan harga yang
relatif tidak stabil, menjadi pertimbangan bagi pemerintah untuk memperkenalkan
bahan pangan lain, seperti gandum sebagai sumber karbohidrat, yang merupakan
salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia.
Hal ini juga dilakukan untuk menghindari ketergantungan akan beras, melihat
jumlah penduduk Indonesia yang terus meningkat setiap tahunnya. Ketersediaan
pangan yang lebih kecil dibanding kebutuhan penduduk dapat menciptakan
ketidakstabilan ekonomi serta berbagai gejolak sosial dan politik.
Gandum merupakan tanaman utama serelia di dunia. Di Asia Tenggara,
tanaman ini kurang mendapat perhatian dalam hal pembudidayaan. Tanaman ini
telah diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1784, namun hanya dapat ditanam di
dataran tinggi dengan penyebaran yang sangat terbatas (Budiarti 1986). Kualitas
gandum yang dihasilkan di Indonesia kurang baik, sehingga mengharuskan
Indonesia untuk mengimpor gandum dari luar negeri. Gandum yang diimpor pada
tahun 2011 mencapai 5,4 juta ton dengan sumber utama dari Australia sebanyak
3,7 juta ton. Gandum merupakan tanaman serealia yang memiliki komposisi
nutrisi lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman serealia lain (Nur et al. 2012).
Gandum memiliki kandungan karbohidrat yang tidak jauh berbeda dari beras.
Meskipun kandungan karbohidratnya lebih rendah dibandingkan dengan beras,
namun kadar protein yang terkandung dalam gandum jauh lebih tinggi. Protein
yang terkenal dari gandum ialah gluten, yang memiliki sifat elastis, liat, dan
mengembang. Gandum dapat diolah menjadi tepung terigu dan semolina yang
dapat digunakan sebagai bahan baku proses pembuatan mie, biskuit, roti,
macaroni, dan spaghetti. Hasil produk sampingan tepung terigu juga dapat
dimanfaatkan untuk makanan ternak dan perekat kayu lapis.
Tepung terigu sebagai bahan baku produk pangan, perlu dilakukan
pengawasan mutu secara kimia maupun mikrobiologi untuk menjamin kecukupan
nutrisi dan keamanan pangan. Paramater kimia yang digunakan sebagai penentu
kualitas tepung di antaranya, kadar protein, kadar air, dan kadar abu. Sedangkan
parameter mikrobiologi meliputi jumlah bakteri, kapang, dan khamir. Pengawasan
mutu tepung terigu sebagai pangan di Indonesia harus berdasarkan SNI (SNI
3751:2009). Beberapa syarat mutu yang diatur oleh SNI mengenai tepung terigu
di antaranya, bentuk, bau, warna, kadar air, kadar abu, kadar protein, keasaman,
cemaran logam, cemaran mikroba, vitamin, dan mineral (BSN 2009)
Tujuan Praktik Lapangan
Praktik lapangan bertujuan memperoleh pengetahuan tentang proses
pengolahan gandum menjadi tepung terigu; analisis mutu hasil produksi secara
kimia yang meliputi kadar air, protein, abu; dan analisis mutu secara mikrobiologi
yang meliputi uji Total Plate Count (TPC); uji Khamir dan Kapang; dan uji
2
koliform dan Escherichia coli, yang merupakan parameter penentu kualitas
tepung terigu.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktik lapangan dilaksanakan mulai tanggal 1 Juli 2013 hingga 31 Juli
2013 di Departemen Mill HIJ dan Product Development Quality Control (PDQC)
PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills, Jl. Cilincing Raya,
Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Metodologi Pelaksanaan
Metodologi yang digunakan dalam kegiatan praktik lapangan ini meliputi :
1. Pengamatan langsung di lapangan antara lain di tempat-tempat berikut :
Jetty and Silo Department, pengamatan terhadap penanganan gandum
dari bongkar muat hingga penanganan dan penyimpanan gandum dalam
silo serta transfer gandum ke mill.
Pelletizing Department, pengamatan terhadap proses penerimaan
produk samping, proses produksi pellet, penanganan, dan penyimpanan.
Flour Silo, Bulk, and Packing Department, pengamatan terhadap proses
penerimaan tepung terigu dan produk samping dari mill, proses
pengemasan tepung terigu dan produk samping dalam bentuk karung
dan curah truk.
Flour Mixing and Packing Department, pengamatan terhadap proses
penerimaan tepung terigu dari mill, proses mixing flour, pengemasan
dalam bentuk karung, consumer pack, dan ekspor ke negara lain.
HIJ Milling Department, pengamatan terhadap proses penerimaan
gandum dari wheat silo, penanganan gandum sebelum penggilingan,
dan proses penggilingan gandum menjadi tepung terigu dan produk
samping.
Laboratorium center, pengamatan terhadap proses analisis mutu tepung
terigu secara kimia dan mikrobiologi.
2. Wawancara dengan pihak-pihak terkait, antara lain : Manager (Head
Miller), Assistant Manager (Deputy Head Miller), Miller, Foreman,
Operator, dan Laboran.
3. Pengumpulan data primer dan sekunder, meliputi: alur produksi, standar
kualitas tepung terigu, dan analisis mutu tepung terigu.
4. Studi pustaka di perpustakaan PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari
Flour Mills gedung Kunci Biru lantai 2, perpustakaan Biologi dan Kimia.
KEADAAN UMUM PT INDOFOOD SUKSES MAKMUR Tbk.
BOGASARI FLOUR MILLS
Sejarah dan Perkembangan
PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills merupakan
produsen tepung terigu pertama dan terbesar di Indonesia. Perusahaan ini
didirikan secara notarial pada tanggal 7 Agustus 1970, oleh Sudono Salim,
Sudwikatmono, Djuhar Sutanto, dan Ibrahim Risjad dengan nama PT Bogasari
Flour Mills. Perusahaan ini dibangun di kawasan Cilincing, Jakarta Utara yang
berlokasi di pinggir laut, untuk mempermudah transportasi menggunakan kapal.
Pabrik ini mulai beroperasi sejak tahun 1971, dengan luas area saat ini 33 ha dan
kapasitas produksi 10.500 ton/bulan. Kemudian, pada tahun 1972 pabrik kedua
mulai didirikan di Surabaya dengan kapasitas 5.500 ton/bulan.
Awal mula PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills
didirikan hingga pertengahan tahun 1998, berdasarkan kesepakatan dengan
Direktorat Jenderal Perindustrian, harus berada di bawah naungan Badan Urusan
Logistik (BULOG). Saat itu, Bogasari hanya berfungsi sebagai pengolah dan juga
penyedia sarana penyimpanan bagi BULOG, sedangkan masalah impor gandum
ditangani oleh BULOG. Keputusan ini menjadikan Bogasari sebagai produsen
satu-satunya di Indonesia. Namun pada tahun 1998 setelah terjadi era reformasi,
sistem tata niaga yang ditetapkan BULOG berubah. Bogasari tidak lagi berada di
bawah naungan BULOG, melainkan menjadi industri mandiri yang melaksanakan
pembelian gandum, pengolahan, dan pemasaran sendiri. Perubahan sistem niaga
tersebut juga menandai terbukanya peluang bagi pengusaha lain untuk mendirikan
industri tepung terigu.
Divisi Tekstil dan Divisi Maritim didirikan pada tahun 1977, di bawah PT
Bogasari Flour Mills. Divisi Tekstil dibentuk untuk memproduksi kantong tepung
terigu. Divisi ini kemudian berganti nama menjadi PT Inti Abadi Kemasindo pada
tahun 1998. Sedangkan Divisi Maritim dibangun untuk menjamin kelancaran
pengadaan dan pengangkutan gandum. Pada tahun 1998, divisi ini berganti nama
menjadi PT Indobahtera Era Sejahtera.
PT Bogasari Flour Mills mendirikan pabrik pasta dengan produksinya
spaghetti dan macaroni pada tanggal 8 Desember 1991. Kemudian, pada tanggal
28 Juli 1992 PT Bogasari Flour Mills diakuisisi oleh PT Indocement Tunggal
Perkasa dan berubah nama menjadi PT Indocement Tunggal Perkasa Flour Mills.
Setelah itu, tepatnya pada tanggal 30 Juni 1995, PT Bogasari Flour Mills
diakuisisi kembali oleh PT Indofood Sukses Makmur menjadi Indofood Sukses
Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills. Hingga saat ini PT Indofood Sukses Makmur
Tbk. Bogasari Flour Mills memiliki 15 unit mill untuk memproduksi tepung terigu
dan beberapa mill untuk memproduksi semolina. Hasil produksi ini tidak hanya
dipasarkan di Indonesia, tetapi juga diekspor ke beberapa negara, seperti Jepang,
Korea, Filipina, Thailand, Australia, dan Singapura.
4
Visi dan Misi
Visi perusahaan yaitu menjadi perusahaan “TOTAL FOOD SOLUTION”.
Misi yang dijalankan yaitu :
1. senantiasa meningkatkan kompetensi karyawan, proses produksi, dan
teknologi,
2. menyediakan produk berkualitas, inovatif sesuai keinginan pelanggan
dengan atau menjual produk dan jasa terkait,
3. memastikan ketersediaan produk bagi pelanggan domestik maupun
internasional,
4. memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas hidup bangsa
Indonesia, khususnya bidang nutrisi,
5. meningkatkan stakeholders value secara berkesinambungan.
Lokasi dan Tata Letak
PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills Jakarta dibangun
di areal seluas 33 ha dengan fasilitas penggilingan (milling), penyimpanan
(storage), pengemasan (packing), dan dermaga (jetty). PT Indofood Sukses
Makmur Tbk. Bogasari Flour terletak di Jalan Raya Cilincing No.1, Tanjung
Priok, Jakarta Utara. Pabrik ini sengaja dibangun di pinggir laut untuk
memudahkan proses pengangkutan masuknya gandum, distribusi tepung terigu
dan pellet menggunakan kapal. Batas-batas lokasi perusahaan ini adalah sebagai
berikut :
1. Sebelah utara : PT Dok Koja Bahari, PT Pelita Bahari, dan Jetty B
2. Sebelah timur : Jalan Sindang Laut dan PT Eastern Polyester
3. Sebelah selatan : Jalan Raya Cilincing
4. Sebelah barat : Sungai Kresek dan Jetty A
Struktur Organisasi
Struktur organisasi PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour
Mills ditetapkan berdasarkan surat keputusan Direksi No.004/ISM-BS/SK/96.
Kekuasaan tertinggi berada pada deputy OPU head yang membawahi 4 Senior
Vice President, yaitu bidang Commercial, Manufacturing, Human Resources, dan
Finance. Senior Vice President tersebut membawahi langsung 12 Vice President,
dan Vice President membawahi 43 manager (Gambar 1).
Departemen Mill terbagi menjadi tiga wilayah, yaitu wilayah I, II, III, dan
IV. Setiap wilayah mill dipimpin oleh seorang Manager (Head Miller), yang
dibantu oleh 3 orang Assistant Manager (Deputy Head Miller). Deputy Head
Miller membawahi langsung Miller yang bertanggung jawab terhadap proses
keseluruhan dimasing-masing mill. Miller dibantu oleh Foreman, yang
berdasarkan tugasnya dibagi menjadi Foreman Milling Area dan Foreman
Screening Area. Foreman tersebut membawahi langsung Operator yang dibagi
menjadi Operator Screen Man dan Operator Roll Man (Gambar 2).
5
Gam
bar
1 S
truktu
r org
anis
asi
PT
Indofo
od S
ukse
s M
akm
ur
Tbk.
Bogas
ari
Flo
ur
Mil
ls
6
Gambar 2 Struktur organisasi Departemen Mill
Laboratorium center berada di bawah Departemen Product Development
Quality Control (PDQC). Departemen PDQC dipimpin oleh seorang manager
yang dibantu oleh dua asisten dengan sub-departemen yang berbeda, yaitu
Product Development dan Quality Control. QC Assistant Manager membawahi
QC Section Head dan QC Line Section Head. QC Section Head membawahi QC
Analyst dan QC Operator yang bertugas untuk menganalisis sampel, baik yang
masih berupa gandum hingga produk akhir berupa tepung terigu dan pasta. QC
Line Inspector bertugas untuk mengambil sampel di pelabuhan, penggilingan, dan
di pengemasan, serta melakukan analisis protein, ash, dan moisture secara cepat
dengan sistem NIR (Gambar 3).
Ketenagakerjaan
Pekerja/karyawan adalah semua orang yang mempunyai hubungan kerja
dengan pengusaha dan mendapat upah dari perusahaan. Jumlah tenaga kerja tetap
di PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills Jakarta saat ini
berjumlah 1669 orang, yaitu 1503 laki-laki dan 166 perempuan. Jam kerja di
perusahaan ini dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Non Shift
Pekerja yang tidak berhubungan dengan proses produksi, yaitu karyawan
yang bekerja di kantor maupun yang tidak bekerja di kantor seperti techical
support. Jadwal kerja untuk pekerja non-shift, yaitu dari hari Senin−Jumat, pukul
07.00−16.00 dan waktu istirahat mulai pukul 11.30−12.30
Operator
Foreman
Miller
Deputy Head Miller
Head Miller
7
Gambar 3 Struktur organisasi Departemen Product Development Quality Control
b. Shift
Pekerja yang berhubungan dengan proses produksi. Jadwal kerja yaitu dari
hari Senin−Sabtu. Sistem waktu kerja adalah 24 jam/hari dengan pembagian shift,
yaitu :
Shift pagi : 07.00−15.00, istirahat 11.30−12.30
Shift sore : 15.00−23.00, istirahat 17.30−18.30
Shift malam : 23.00−07.00, istirahat 01.30−02.30
Bogasari memberlakukan pergantian shift kerja untuk pekerja shift setiap
minggunya, untuk menghindari kejenuhan di antara pekerja dan menjaga
performa kerja. Pekerja yang mendapat jadwal shift pagi pada minggu pertama,
akan mendapat shift malam pada minggu kedua, dan shift sore pada minggu
ketiga, dan begitu seterusnya. Perusahaan juga memberlakukan waktu lembur
yang biasanya dilaksanakan pada waktu istirahat mingguan dan hari raya. Namun,
waktu lembur yang digunakan tidak boleh melebihi 7 jam sehari atau 40 jam
seminggu.
Kesejahteraan Karyawan
Karyawan PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills
memperoleh upah bulanan yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan, jabatan,
dan lama kerja. Karyawan juga berhak mendapatkan tunjangan, asuransi, dan dana
pensiun yang ketentuannya ditetapkan oleh perusahaan. Berbagai fasilitas yang
menunjang kesejahteraan karyawan juga disediakan, di antaranya :
PD Ass. Manager QC Ass. Manager
QC Section Head
QC Line Section Head
PDQC Manager
QC Line Inspector
QC Analyst QC Operator
PD Specialist
PD Analyst
8
Bantuan kepemilikan rumah berupa peminjaman uang muka tanpa bunga
melalui program KPR-BTN
Organisasi pekerja, yaitu Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan
Minuman serta Forum Serikat Pekerja Seluruh Indonesia
Fasilitas peribadatan
Pelayanan kesehatan di Miracle Clinic
Kantin karyawan dengan kapasitas 800 orang, yaitu diberikan pelayanan
makan untuk tiga shift yang disediakan oleh perusahaan catering
Seragam kerja dan sepatu untuk seluruh karyawan produksi, yaitu 3
pasang seragam kerja dan 2 pasang sepatu
Program pensiun
Bantuan pendidikan berupa program beasiswa untuk anak karyawan yang
berprestasi (ranking 1−3) apabila karyawan tersebut mendapatkan prestasi
kerja di Bogasari selama dua tahun berturut-turut. Program anak asuh, bagi
pekerja yang meninggal dunia, uang sekolah anak-anaknya akan
ditanggung oleh perusahaan sampai tamat SMA. Program pinjaman, untuk
uang pangkal anak pekerja yang akan bersekolah.
Koperasi karyawan
Olahraga dan rekreasi
Hasil Produksi
Tepung Terigu
Produk tepung terigu yang dihasilkan PT Indofood Sukses Makmur Tbk.
Bogasari Flour Mills berdasarkan kandungan proteinnya dapat dikelompokkan
menjadi high protein (protein ≥ 12%), medium protein (protein 10−11%), dan low
protein (protein 8−9%). Tepung terigu yang termasuk kategori high protein, yaitu
Cakra Kembar Emas, Cakra Kembar, dan Fsa. Tepung terigu jenis ini
menghasilkan kualitas yang baik dalam pembuatan roti dan mie. Tepung terigu
kategori medium protein, yaitu Taj Mahal dan Segitiga Biru. Tepung terigu ini
memiliki banyak kegunaan dan pada umumnya digunakan dalam pembuatan bolu,
kue, dan dapat juga untuk membuat roti dan mie. Tepung terigu kategori low
protein, yaitu Kunci Biru, Payung, dan Lencana Merah (Gambar 4). Kegunaannya
diperuntukan untuk membuat biskuit, wafer, dan gorengan. Selain itu, Bogasari
juga memproduksi tepung terigu dengan spesifikasi khusus yang merupakan
pesanan dari beberapa perusahaan, seperti Bread Talk, Sari Roti, J.Co, dan Khong
Guan. Sasaran pasar Bogasari tidak hanya dalam negeri, namun juga ke luar
negeri. Beberapa produk tepung terigu yang diekspor, antara lain Double Arrows,
Gold Key, Golden Crest, dan Blue Triangle (Gambar 5).
9
Gambar 4 Produk tepung terigu lokal
Gambar 5 Produk tepung terigu ekspor
Pasta
Pasta merupakan hasil olahan semolina. Semolina merupakan sejenis
tepung hasil olahan biji gandum dengan granulasi yang lebih kasar, yaitu antara
300 sampai 1200 µm. Pasta dibedakan menjadi tiga jenis, berdasarkan bahan baku
yang digunakan, yaitu pasta durum semolina, pasta blended semolina, dan pasta
wheat semolina. Pasta durum semolina merupakan pasta yang diolah dari 100%
gandum durum, pasta blendend semolina merupakan olahan dari gandum durum
dan gandum biasa, sedangkan pasta wheat semolina diolah dari 100% gandum
biasa. Pasta yang dihasilkan dikemas dengan merek Sedani, Bogasari, dan La
Fonte. Beberapa jenis produk pasta yang dihasilkan, di antaranya Spaghetti,
Eliche, Maccaroni, Rigarti, Chifferi, Tubetti, Rigati, Fusilli, dan Pennete (Gambar
6). Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, Bogasari juga mengekspor
produk pasta ke beberapa negara, seperti Jepang, Korea, Philipina, Hong Kong,
Thailand, Malaysia, dan Bahrain.
10
Gambar 6 Produk pasta
Produk Samping
Proses penggilingan gandum menghasilkan produk samping yang dapat
dimanfaatkan untuk pakan ternak dan perekat kayu lapis. Beberapa produk
samping yang dihasilkan ialah bran, pollard, pellet, tepung aquamarine, dan
industrial flour. Bran merupakan lapisan luar gandum yang terdiri atas 5−6 layer
atau disebut juga dedak kasar, sedangkan pollard merupakan dedak halus.
Keduanya dapat digunakan untuk pakan ternak. Salah satu merek bran yang
diproduksi Bogasari, yaitu Cap Kepala Kuda, sedangkan pollard ialah Cap Angsa.
Pellet merupakan hasil olahan bran dan pollard yang dicetak berbentuk silinder
dengan diameter 8 mm dan panjang 3−4 cm. Produk ini tidak hanya dipasarkan di
dalam negeri, tetapi juga diekspor ke beberapa negara lain. Salah satu merek
pellet yang diproduksi Bogasari ialah Cap Kepala Sapi. Selain menghasilkan
bran, pollard, dan pellet sebagai produk samping, PT Indofood Sukses Makmur
Tbk. Bogasari Flour Mills juga menghasilkan industrial flour yang digunakan
sebagai lem kayu untuk industri kayu lapis dan tepung aquamarine yang
digunakan untuk pakan ikan. Salah satu merek industrial flour yang diproduksi
Bogasari ialah Cap Anggrek, sedangkan tepung aquamarine ialah Cap Arwana.
Gambar 7 Produk samping
10
TINJAUAN PUSTAKA
Gandum
Gandum merupakan tanaman serelia yang penting dan kaya karbohidrat.
Gandum masuk ke dalam famili Graminae, genus Triticum. Terdapat tiga jenis
gandum yang dibudidayakan dan secara umum ditanam oleh petani, yaitu
Triticum aestivum (gandum roti), Triticum durum (gandum durum), dan Triticum
compactum (gandum club) (Wienardi 2003). Gandum memiliki berbagai jenis
varietas yang bergantung dari tempat tumbuhnya. Biji gandum (kernel) terdiri atas
endosperm (sekitar 83%), bran (sekitar 14,5%), dan germ (sekitar 2,5%).
Endosperm berfungsi sebagai makanan untuk tanaman baru, ketika embrio mulai
tumbuh. Bagian inilah yang digiling untuk dijadikan tepung terigu. Bran
merupakan bagian kulit gandum yang melindungi gandum, sedangkan germ
adalah bakal tunas yang merupakan tempat tumbuh untuk menghasilkan tanaman
baru (Gambar 8).
Gambar 8 Morfologi biji gandum
Biji gandum mengandung protein yang sebagian besar merupakan gluten.
Gluten tersusun atas dua kelompok protein, yaitu gliadin (prolamin) dan glutenin
(glutelin). Glutenin memberikan kekuatan pada adonan, sedangkan gliadin
berperan sebagai perekat (Alais dan Linden 1991). Gliadin, glutenin, dan protein
lainnya akan membentuk adonan yang baik jika saling berinteraksi satu sama lain
serta saling melengkapi konfigurasinya. Gluten bersifat tidak larut dalam garam,
sedangkan pati larut dalam air garam. Oleh karena itu, gluten dapat diisolasi
dengan cara mencuci tepung terigu dengan air garam.
Gandum dapat digolongkan berdasarkan tekstur, warna bran, dan masa
tumbuhnya. Penggolongan gandum berdasarkan tekstur dibagi menjadi hard
wheat, soft wheat, dan durum wheat. Ciri-ciri jenis hard wheat ialah memiliki
kulit luar berwarna coklat, bijinya keras, kadar protein tinggi, butir starch
berdekatan satu dengan yang lain (tersusun rapat) dan diselimuti oleh protein,
serta daya serap air yang tinggi. Gandum ini biasa digunakan untuk membuat roti
dan mie. Soft wheat memiliki kulit luar berwarna putih atau merah, bijinya lunak,
kadar protein rendah, butir starch tidak saling berdekatan, protein membentuk
1210
protein body dan tidak menyelimuti butir starch, serta daya serap air yang rendah.
Protein yang terkandung dalam gandum soft ialah 8−11% dan moisture basis
14%. Soft wheat cocok digunakan untuk membuat biskuit, crackers, kue kering,
pastry, pretzels, waffles, pancake, oriental noodle, cookies, dan sereal (Bushuk
dan Rasper 1994). Sedangkan durum wheat memiliki endosperm berwarna
kuning, berbiji keras, dan kadar protein tinggi. Durum wheat biasa digunakan
sebagai bahan baku pembuatan pasta, couscous, dan roti mediterania (Beuerlein
2001). Durum wheat ditanam pada musim semi dan dapat menjadi red wheat
maupun white wheat (Gambar 9).
a b c
Gambar 9 Penggolongan gandum berdasarkan tekstur: hard wheat (a),
soft wheat (b), durum wheat (c)
Penggolongan gandum berdasarkan warna bran dibedakan menjadi red
wheat dan white wheat (Gambar 10). White wheat dikembangkan dari red wheat
dengan menghilangkan gen warna bran dengan tetap menjaga karakteristik
gandum yang diinginkan. Tergantung pada varietas, red wheat memiliki 1−3 gen
yang memberikan warna merah pada bran, sedangkan white wheat tidak memiliki
gen utama untuk warna bran. Meski begitu, kedua jenis gandum tersebut memiliki
komposisi nutrisi yang sama (Subfuscpersona 2008). Sedangkan, berdasarkan
masa tumbuhnya gandum dibagi menjadi winter wheat dan spring wheat. Winter
wheat ditanam pada akhir musim panas/awal musim gugur (September/Oktober)
hingga germinasi pada musim gugur (Oktober−November), kemudian dorman
selama musim dingin (Desember−Maret), dan dipanen pada musim semi (Mei).
Sedangkan, spring wheat ditanam pada awal musim semi (April), kemudian
matang pada akhir musim panas, dan dipanen pada musim gugur (September).
Spring wheat memiliki hasil yang lebih rendah daripada winter wheat. Beberapa
jenis gandum yang dihasilkan oleh negara-negara di dunia antara lain, Australian
Prime Hard (APH), Australian Soft (ASoft), Australian Standard White (ASW),
Australian Hard (AH); Argentine Wheat (AgW); Canada Western Red Spring
(CWRS), Canada Western Amber Durum (CWAD), Canada Western Extra Strong
(CWES); Soft Red Winter (SRW), Hard White Spring (HWS); French Wheat;
Arabian Wheat; Chinese Spring; dan Indian Wheat.
13
a b
Gambar 10 Penggolongan gandum berdasarkan warna bran: red wheat (a) dan
white wheat (b)
Proses Produksi Tepung Terigu
Secara umum proses perubahan gandum menjadi tepung terigu terdiri atas
tiga tahap, yaitu pembersihan (cleaning), pengkondisian (conditioning), dan
penggilingan (milling) (Lampiran 1). Proses screening atau sieving (pengayakan)
untuk memisahan gandum berkualitas baik dari material lain, seperti biji-bijian,
batu, pasir, logam, dan jenis impurities lainnya merupakan prinsip dari tahap
pembersihan gandum. Beberapa orang cenderung mengabaikan pengaruh dari
proses cleaning terhadap profitabilitas dan kualitas tepung terigu. Penurunan
hilangnya gandum berkualitas baik saat proses pembersihan sangat penting, agar
jumlah tepung terigu yang dihasilkan maksimal sehingga keuntungan perusahaan
meningkat. Hasil kualitas gandum yang baik juga dimulai dari proses
pembersihan gandum yang efektif. Karakteristik penting gandum, seperti kadar
abu dan warna juga dipengaruhi oleh kebersihan gandum selama proses hingga
menuju mesin roll first break. Berbagai variasi mesin mulai dari gyratory sifters
hingga oscillating screeners dan kombinasi lainnya telah diperkenalkan oleh
perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan efektivitas pengayakan. Aspirator
merupakan salah satu bagian yang penting yang berperan dalam meningkatkan
efektivitas pengayakan. Alat ini tergabung dalam mesin screening yang berfungsi
menarik debu dan material asing yang ringan sebelum di-screening (Fowler
2013). Hasil dari proses cleaning ialah gandum berkualitas baik yang bebas dari
impurities.
Tahap kedua ialah conditioning. Conditioning bertujuan mengubah
keadaan fisik gandum agar siap digiling dan menghasilkan tepung terigu
berkualitas tinggi. Conditoning dilakukan dengan merendam gandum dalam air
agar diperoleh kadar air yang diinginkan. Dua parameter penting yang
mempengaruhi absorpsi air ke dalam gandum ialah waktu dan suhu. Lamanya
waktu conditioning berbeda-beda, bergantung pada jenis gandum dan suhu saat
conditioning. Ada 3 tipe metode conditioning, yaitu cold conditioning atau
tempering, warm conditioning, dan hot conditioning. Tipe cold conditioning ialah
pengaturan kadar air gandum tanpa pemberian panas. Sedangkan warm
conditioning ialah pengaturan kadar air gandum untuk mencapai nilai yang
diharapkan dengan menggunakan panas, namun suhu gandum tidak melebihi 46
°C. Tipe ketiga ialah hot conditioning, yaitu pengaturan kadar air gandum dengan
menggunakan panas yang meningkatkan suhu gandum hingga diatas 46 °C. Tipe
ketiga ini menghasilkan waktu yang lebih cepat dibanding warm conditioning
14
maupun cold conditioning. Hal tersebut karena suhu memiliki peran yang cukup
besar dalam mengubah struktur kimia gandum yang akan mempengaruhi waktu
penetrasi air ke dalam endosperm (Bradbury et al. 1960). Kekonsistenan proses
pengkondisian gandum juga bergantung pada keefektifan proses pembersihan
gandum (Fowler 2013).
Tahap terakhir ialah milling, yang meliputi proses grinding, reducing dan
separating. Gandum yang telah di-conditioning kemudian akan masuk ke dalam
mesin roll dan digiling melewati beberapa tahapan. Hal ini menyebabkan gandum
menjadi pecah dan terbagi menjadi beberapa bagian. Jenis roll yang digunakan
pada masing-masing tahapan tersebut tidak sama, bergantung pada hasil yang
diinginkan. Fluted roll digunakan untuk memecah gandum, sedangkan smooth
roll digunakan untuk mereduksi ukuran-ukuran partikel gandum. Hasil gilingan
tersebut kemudian akan masuk ke dalam sifter untuk diayak. Sifter umumnya
tersusun dari beberapa ayakan dengan ukuran ayakan yang berbeda-beda. Hasil
gilingan yang melewati ayakan terkecil dianggap tepung terigu, sedangkan
partikel yang lebih besar dari tepung terigu akan masuk ke mesin roll selanjutnya
dan dipecah sampai menjadi tepung terigu. Produk-produk yang sudah tidak dapat
diurai menjadi tepung terigu akan digunakan untuk makanan ternak (Sellers
2011). Produk-produk tersebut umumnya dipisahkan berdasarkan ukuran partikel
dan keperluannya. Produk selain tepung terigu tersebut, di antaranya bran,
pollard, dan industrial flour.
Analisis Mutu Tepung Terigu
Tepung terigu sebagai bahan makanan memiliki persyaratan tertentu yang
diatur oleh Badan Standardisasi Nasional. Penyusunan standar tersebut bertujuan
melindungi kesehatan konsumen, menjamin perdagangan pangan yang jujur dan
bertanggung jawab, serta mendukung perkembangan industri tepung terigu.
Penyusunan standar tersebut juga memperhatikan hal-hal yang tertera dalam
Undang-undang RI No. 7 tahun 1996 tentang Pangan, Undang-undang RI No. 8
tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, Peraturan Pemerintah No. 69 tahun
1999 tentang Label dan Iklan Pangan, dan SK Menteri Kesehatan RI No.
1452/Menkes/SK/X/2003 tentang fortifikasi tepung terigu. Beberapa karakteristik
mutu tepung terigu yang diatur, antara lain keadaan visual, cemaran arsen,
cemaran mikroba, kadar air, kadar abu, kadar protein, cemaran logam, dan bahan
tambahan, yaitu vitamin B1 (tiamin), vitamin B2 (riboflavin), asam folat, besi
(Fe), dan seng (Zn) (BSN 2009). Syarat mutu tepung terigu secara lengkap dapat
dilihat pada Tabel 1.
Analisis Kimia
Kualitas tepung terigu ditentukan oleh berbagai faktor, namun pada
umumnya terdapat tiga parameter kimia penting yang sangat berpengaruh dalam
penentuan jenis tepung terigu. Ketiga parameter kimia tersebut ialah kadar air,
kadar abu, dan kadar protein. Kadar air adalah banyaknya jumlah air yang
terkandung dalam sampel, dalam hal ini tepung terigu. Kadar air yang baik untuk
tepung terigu berkisar antara 13 sampai 15%, namun pada umumnya miller
membatasi kadar air tepung terigu tidak melebihi 14,5% karena akan
menimbulkan masalah. Kadar air tepung terigu yang melebihi 14,5% dapat
15
Tabel 1 Syarat mutu tepung terigu sebagai makanan berdasarkan SNI 3751:2009
No Jenis uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan :
a. Bentuk
b. Warna
c. Bau
-
-
-
Serbuk
Normal (bebas dari
bau asing)
Putih, khas terigu
2 Benda asing - Tidak ada
3 Serangga dalam semua
bentuk stadia dan potongan-
potongannya yang tampak
- Tidak ada
4 Kehalusan, lolos ayakan 212
μm (mesh No. 70) (b/b)
% Min. 95
5 Kadar air (b/b) % Maks. 14,5
6 Kadar abu (b/b) % Maks. 0,70
7 Kadar protein (b/b) % Min. 7,0
8 Keasaman mg KOH/100 g Maks. 50
9 Falling number (atas dasar
kadar air 14%)
detik Min. 300
10 Besi (Fe) mg/kg Min. 50
11 Seng (Zn) mg/kg Min. 30
12 Vitamin B1 (tiamin) mg/kg Min. 2,5
13 Vitamin B2 (riboflavin) mg/kg Min. 4
14 Asam folat mg/kg Min. 2
15 Cemaran logam:
a. Timbal (Pb)
b. Raksa (Hg)
c. Kadmium (Cd)
mg/kg
mg/kg
mg/kg
Maks. 1,0
Maks. 0,05
Maks. 0,1
16 Cemaran arsen mg/kg Maks. 0,50
17 Cemaran mikroba:
a. Angka lempeng total
b. E. coli
c. Kapang
d. Bacillus cereus
koloni/g
APM/g
koloni/g
koloni/g
Maks. 1 x 106
Maks. 10
Maks. 1 x 104
Maks. 1 x 104
aSumber: BSN. (2009)
menyebabkan aliran tepung dalam pipa terhambat, tepung sulit diayak sehingga
akan terjadi banyak loss karena tepung tidak dapat melewati ayakan, dan waktu
penyimpanan menjadi lebih pendek, yaitu 1−2 minggu. Hal tersebut karena
tepung terigu akan menjadi rentan ditumbuhi kapang. Kadar air tepung sebesar
13% memiliki waktu penyimpanan terbaik (Manley 2000). Sebaliknya, tepung
dengan kadar air dibawah 13% juga memiliki beberapa dampak, diantaranya hasil
pemecahan gandum menjadi lebih besar dan jumlah bran yang dihasilkan
meningkat. Akibatnya produk tepung terigu menjadi lebih sedikit dari yang
seharusnya (Cauvain dan Young 2009).
Analisis kadar air dalam bahan pangan sering menjadi tidak sederhana
karena air berada dalam bentuk terikat secara fisik atau kimia dengan komponen
16
bahan pangan lainnya, sehingga berkembang berbagai metode analisis kadar air.
Metode analisis kadar air dapat dibagi menjadi metode langsung (metode kimia)
dan metode tidak langsung (metode fisik). Metode langsung mempunyai ketelitian
yang tinggi, tetapi pada umumnya memerlukan pengerjaan yang relatif lama dan
pengoperasiannya kebanyakan bersifat manual. Beberapa contoh metode
langsung, antara lain metode gravimetri, destilasi azeotropik, Karl Fischer,
desikasi kimia, dan termogravimetri. Beberapa metode pengukuran kadar air tidak
langsung, di antaranya metode konduktivitas DC/AC, konstanta dielektrik,
penyerapan gelombang mikro, penyerapan sonik dan ultrasonik, spektroskopi
inframerah, dan sperktroskopi NMR. Pengukuran kadar air pada biji-bijian dan
produk tepung pada umumnya dilakukan dengan menggunakan metode
spektroskopi inframerah. Metode ini menggunakan spektrum penyerapan
infamerah dari molekul air sebagai penetapan kadar air dari suatu bahan pangan,
baik bahan padat atau cairan, dimana intensitas penyerapan sinar merah
berbanding lurus dengan kadar air. Metode ini dapat digunakan untuk menentukan
kadar air pada bahan yang mengandung air sangat rendah, sampai sekitar 0,05%.
Metode ini relatif mahal, sehingga hanya digunakan dalam penelitian (Faridah et
al. 2012)
Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi
komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan menunjukkan total
mineral yang terkandung dalam bahan tersebut. Kadar abu total adalah bagian dari
analisis proksimat yang digunakan untuk mengevaluasi nilai gizi suatu
bahan/produk pangan (Faridah et al. 2012). Kadar abu merupakan konstituen
penting penentu kualitas dan kemurnian tepung terigu. Abu pada gandum
terdistribusi tidak merata, yaitu bran memiliki konsentrasi abu lebih tinggi, yaitu
6% sedangkan endosperm hanya 0,4% dari keseluruhan gandum. Sangat sulit
untuk memisahkan bran dari endosperm secara sempurna, sehingga partikel-
partikel bran yang sangat halus dapat ikut tercampur bersama tepung terigu
(Farine 2009). Kadar abu menunjukkan bagaimana efisiensi pemisahan
endosperm dari bran. Pengukuran ini sangat penting pada proses penggilingan
tepung dan digunakan untuk memantau setiap tahap penggilingan (Singh et al.
1998; Mousia et al. 2004). Metode tanur merupakan metode standar penentuan
kadar abu. Prinsip metode tanur ialah pengabuan sampel dalam tanur pada suhu
550 °C. Suhu yang tinggi tersebut menyebabkan zat-zat organik terurai menjadi
air dan CO2, sedangkan zat-zat anorganik yang tertinggal dihitung sebagai kadar
abu. Namun metode ini kurang efisien dalam segi waktu, sehingga dibutuhkan
sebuah metode cepat. Near infrared transmission (NIR) spectroscopy merupakan
teknik analisis yang cepat, memerlukan sedikit tenaga kerja, dan tidak
memerlukan bahan kimia atau menghasilkan limbah kimia (Sudar et al. 2007).
Standar nilai kadar abu tepung di setiap negara bervariasi, ditentukan dari
kegunaan dan pola makan. Kadar abu yang ditentukan di Indonesia maksimal
ialah 0,70% (BSN 2009).
Kadar protein suatu tepung terigu bergantung pada kualitas gandum itu
sendiri. Gandum soft memiliki kadar protein lebih rendah daripada gandum hard.
Lapisan luar gandum memiliki kandungan protein yang paling tinggi, dan
semakin ke dalam kadar protein akan semakin menurun. Namun, kualitas tepung
terbaik ditemukan pada lapisan terdalam gandum (Cauvain dan Young 2009).
Kadar protein sangat penting dalam pembuatan adonan, karena terdapat jenis
17
protein gluten yang berfungsi dalam mempererat gas, sehingga struktur crumb roti
menjadi kuat dan mengembang. Gluten berfungsi untuk memperkuat struktur pada
pembuatan biskuit. Namun, nilai kadar protein tepung tersebut harus disesuaikan
dengan keperluannya. Tepung terigu serbaguna umumnya memiliki kadar protein
antara 9 hingga 11% dan dibuat dari pencampuran gandum soft dan hard. Tepung
terigu yang digunakan untuk membuat pastry, cookies, cake, dan gorengan
memiliki kadar protein dibawah 9%. Tepung terigu dengan kadar protein di atas
11% umumnya diperuntukkan untuk membuat roti dan mie, karena mampu
memberikan sifat elastis dan kenyal.
Pengukuran kadar protein dapat dilakukan dengan berbagai cara,
diantaranya metode Kjehdahl, biuret, Lowry, dan near infrared transmission
(NIR) spectroscopy. Metode Kjehdahl merupakan metode yang sering digunakan.
Metode ini didasarkan pada pengukuran kadar nitrogen total yang ada di dalam
sampel. Kandungan protein dapat dihitung dengan mengasumsikan rasio tertentu
antara protein terhadap nitrogen untuk sampel yang dianalisis. Prinsip metode NIR
ialah interaksi antara molekul pada sampel dengan cahaya yang dipancarkan pada
panjang gelombang 4000−10.000 cm-1
. Cahaya infrared yang dibentuk oleh
sumber cahaya akan dipisah didalam interferometer dan akan bergabung lagi
untuk membentuk interferogram. Sumber cahaya berasal dari lampu wolfram
halogen. Cahayanya diatur oleh beam splitter (cahaya pemisah) untuk berinteraksi
dengan molekul pada sampel yang sebagian cahaya akan diserap dengan panjang
gelombang sesuai struktur kimianya, sedangkan sebagian cahaya yang tidak
diserap akan dipantulkan sesuai sistem optik lainnya sampai diterima detector
(Amin 2011). Standar minimal kadar tepung terigu yang diatur berdasarkan SNI
3751:2009 adalah 7,0%.
Analisis Mikrobiologi
Keamanan suatu pangan dari cemaran mikrob juga merupakan hal yang
perlu diperhatikan. Pangan yang terkontaminasi mikrob dapat menyebabkan sakit
terhadap orang yang mengonsumsinya. Kriteria mikrobiologi mutu tepung terigu
meliputi angka lempeng total (total plate count), Escherichia coli, kapang, dan
Bacillus cereus (Tabel 1). Metode angka lempeng total pada prinsipnya adalah
pertumbuhan bakteri mesofil aerob setelah contoh diinkubasikan dalam
perbenihan yang cocok selama 24−48 jam pada suhu 35±1 ˚C. Setelah diinkubasi,
maka mikrob dihitung dan dikalikan dengan faktor pengencer, dan hasilnya
dinyatakan dalam satuan koloni/g. Cara perhitungan jumlah mikrob dibagi
menjadi 2, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Perhitungan secara langsung
dapat menggunakan counting chamber, pengecatan dan pengamatan mikroskopik,
dan filter membrane. Sedangkan perhitungan mikrob secara tidak langsung,
diantaranya dapat dilakukan berdasarkan atas kekeruhannya, analisa kimia, bobot
kering, dengan pengenceran, dengan menggunakan pemusing ataupun penghitung
elektronik. Batas maksimum koloni berdasarkan SNI 3751:2009 untuk metode
angka lempeng total adalah 1 x 106
koloni/g.
Bahan pangan dapat ditumbuhi oleh kapang dan khamir apabila memiliki
aktivitas air pada kisaran tertentu. Nilai aktivitas air minimum untuk kapang dapat
tumbuh berkisar antara 0,75 sampai 0,81. Sedangkan untuk khamir membutuhkan
aktivitas air yang lebih tinggi, yaitu 0,80−0,90 (Kusnandar 2010). Analisis
kapang dan khamir pada bahan pangan pada prinsipnya adalah pertumbuhan
18
kapang/khamir setelah cuplikan diinokukalisan pada media yang sesuai dan
diinkubasi pada suhu 20−25 °C selama 3−5 hari. Setelah waktu inkubasi, koloni
kemudian dihitung dan dikalikan dengan faktor pengencer, dan dinyatakan
hasilnya sebagai koloni/g. Koloni kapang pada umumnya berwarna buram dan
dibangun dari suatu struktur dasar berupa tubulus berbentuk silinder yang
bercabang-cabang dengan diameter bervariasi, yaitu 2−10 mm dan disebut hifa
yang terlihat seperti bulu-bulu. Koloni khamir umumnya berwarna pucat keruh
dan licin serta berbau asam. Diameter koloni rata-rata 0,5−3,0 mm. Sebagian
kecil spesies dapat menghasilkan pigmen, tetapi kebanyakan hanya menghasilkan
warna krem. Kebanyakan spesies khamir sulit dibedakan hanya dengan
menggunakan mikroskop, karena perbedaannya yang sangat kecil (Kusnadi et al.
2003) Untuk membedakannya seringkali harus dilakukan tes fisiologi. Batas
maksimal koloni kapang dan khamir pada tepung terigu menurut SNI 3751:2009
adalah 1 x 104 koloni/g.
Bakteri koliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu hidup didalam
saluran pencernaan manusia. Koliform merupakan suatu grup bakteri yang
digunakan sebagai indikator adanya polusi kotoran dan kondisi yang tidak baik
terhadap air. Bakteri-bakteri indikator sanitasi umumnya adalah bakteri yang
lazim terdapat dan hidup pada usus manusia. Jadi, adanya bakteri koliform pada
air menunjukkan bahwa dalam satu atau lebih tahap pengolahan air pernah
mengalami kontak dengan feses yang berasal dari usus manusia dan oleh
karenanya mungkin mengandung bakteri patogen lain yang berbahaya. Bakteri ini
dapat ditumbuhkan pada media yang sederhana. Secara umum, bakteri ini
memiliki ciri-ciri koloni sirkuler dengan diameter 1−3 mm, sedikit cembung,
permukaan koloni halus, tidak berwarna atau abu-abu dan jernih. Contoh bakteri
koliform ialah Escherichia coli dan Enterobacter aerogenes (Rosyidi 2010).
Escherichia coli dapat tumbuh pada bahan pangan yang mempunyai aktivitas air
minimum 0,95 (Kusnandar 2010).
Prinsip uji koliform dan E.coli adalah pertumbuhan koliform dan E.coli
pada media yang sesuai dan diinkubasi pada suhu 35±1 °C selama kurang lebih 48
jam. Salah satu media yang sering digunakan adalah media chromocult coliform
agar (CCA). Media CCA mengandung kombinasi salmon-Gal dan Xglu. Koloni
bukan E. coli fecal koliform (Klebsiella, Enterobacter, dan Citrobacter)
diidentifikasi dengan produksi warna merah muda sampai merah dari pembelahan
substrat Salmon GAL oleh β-D-glucuronidase. Sementara itu, koloni E. coli dapat
dideteksi dengan warna biru atau ungu yang diproduksi dari pembelahan X-
glucuronide oleh β-D-glucuronidase (Manafi et al. 1991). Media CCA juga
mengandung tergitol yang akan menghambat pertumbuhan bakteri non koliform
(Frampton et al. 1988; Manafi dan Kneifel 1989). Batas maksimum koloni
koliform dan E.coli yang diizinkan terdapat pada bahan pangan terigu adalah
sebesar 10 APM/g.
19
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam analisis secara mikrobiologi tepung terigu
antara lain, autoklaf, digital balance, bag mixer-interscience, bag filter, vortex,
pippetor, tips steril, pipet Mohr, tabung steril, cawan petri steril, botol dengan
screw cap, bunsen, colony counter, inkubator, laminar air flow, sorender, jarum
ose, sedangkan alat yang digunakan untuk analisis secara kimia yaitu, infratech
1241 grain analyzer flour module, sendok kecil, kuas, cup sampel, cuvette glass,
filling station, cleaning brush.
Bahan-bahan yang diperlukan dalam analisis secara mikrobiologi tepung
terigu antara lain, media chromocult agar, total plate agar, yeast extract glucose
chloramphenicol agar (YGCA), buffer phospate, dan secara kimia maupun
mikrobiologi yaitu, tepung terigu Lencana Merah dan Payung.
Metode Analisis Kimia
Parameter yang diuji meliputi kadar air, kadar protein, dan kadar abu
tepung terigu Lencana Merah dan Payung. Metode yang digunakan adalah metode
analisis sekunder menggunakan alat near infra red (NIR-infratech). Pertama-tama,
dipilih model analisa berdasarkan jenis yang dianalisis pada main windows layar
NIR-infratech. Kemudian, sampel tepung terigu ditempatkan pada sampel cup dan
diletakkan dalam hopper NIR-infratech. Selanjutnya tombol analisa ditekan,
kemudian data sampel ID dan customer ID dimasukkan sesuai dengan sampel
yang dianalisis, lalu dienter. Setelah beberapa saat, hasil analisis akan tampil pada
layar (Sudar et al. 2007).
Metode Analisis Mikrobiologi
Uji Total Plate Count (TPC)
Peralatan yang akan digunakan disterilisasi terlebih dahulu. Sampel tepung
terigu ditimbang sebanyak 10 gram kemudian dimasukkan dalam bag filter dan
ditambahkan buffer phospate steril sebanyak 90 mL. Selanjutnya, bag filter
dimasukkan ke dalam bag mixer dan dijalankan dengan kecepatan rendah selama
1−2 menit atau hingga homogen. Sebanyak 1 mL larutan diambil dari bag filter
dan diinokulasikan ke dalam cawan petri steril. Media agar dituang ke atas sampel
yang terlebih dahulu dimasukkan ke dalam cawan petri. Media agar yang
digunakan ialah total plate agar. Setelah memadat, cawan diinkubasi pada suhu
34±1 °C selama 48±2 jam dengan posisi terbalik. Setelah proses inkubasi selesai
dihitung semua koloni dari masing-masing cawan petri dan dikalikan dengan
faktor pengenceran.
Uji Khamir dan Kapang
Metode analisis ini sama seperti uji TPC, hanya berbeda jenis media agar
yang digunakan, yaitu YGCA (yeast extract glucose chloramphenicol agar).
20
Proses inkubasi dilakukan selama 3−5 hari pada suhu 22−25 °C dan cawan petri
tidak diletakkan terbalik.
Uji Koliform dan Escherichia coli
Prosedur yang dilakukan sama seperti uji TPC, hanya berbeda pada
medium agar. Medium agar yang digunakan adalah chromocult agar. Cawan petri
diinkubasi pada suhu 34±1 °C selama 48±3 jam dengan posisi terbalik.
HASIL
Proses Produksi Tepung Terigu
Proses Produksi tepung terigu terdiri atas beberapa tahapan, yaitu proses
penerimaan gandum, penyimpanan gandum, cleaning, dampening, milling, dan
packing. Secara umum, alur proses produksi gandum dapat dilihat pada Lampiran
1. PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills dalam memproduksi
tepung terigu memperoleh bahan baku gandum dari luar negeri. Beberapa negara
yang menjalin kerjasama dengan Bogasari adalah India, Amerika, Kanada, dan
Australia. Gandum yang diterima kemudian disimpan di dalam silo sebelum
digiling. Saat akan digiling, gandum harus diproses terlebih dahulu, yakni
dibersihkan dan diperam selama beberapa waktu. Gandum kemudian digiling
melalui beberapa tahapan, yaitu breaking process, purification process, dan
reduction process. Pada beberapa mill, proses penggilingan gandum tidak melalui
tahapan purification karena tidak diperuntukkan untuk menghasilkan semolina.
Tepung terigu yang dihasilkan akan ditransfer ke FAM (Feeding After Mill) untuk
kemudian disalurkan ke Departemen Flour Silo, Bulk, and Packing ataupun Flour
Mixing and Packing, bergantung pada permintaan pasar. Tepung terigu kemudian
akan dikemas dalam bentuk consumer pack maupun curah truk (bulk) untuk
kemudian didistribusikan.
Proses Penerimaan dan Penyimpanan Gandum
Gandum yang berasal dari kapal diangkut menuju wheat silo, yang
merupakan tempat penyimpanan gandum sebelum dikirim ke mill. Pengangkutan
gandum dari kapal dilakukan dengan cara pneumatic atau penyedotan. Kapasitas
penyedotan gandum dari kapal menuju wheat silo kurang lebih 700−800 ton/jam.
Sebelum gandum diangkut ke wheat silo, dilakukan pengecekan terhadap kualitas
gandum oleh laboran quality control untuk mengetahui mutu gandum dan
kesesuaian kualitas gandum dengan sertifikat yang dikirim oleh negara
pengekspor. Pengecekan gandum dilakukan ditiap palka kapal. Hasil analisis
laboratorium menjadi pertimbangan untuk penanggulangan mutu dan
penyimpanan gandum. Gandum yang terdeteksi mengandung kutu akan diberi
fumigan. Selama proses penyedotan gandum dari kapal menuju silo, dilakukan
sampling setiap jamnya oleh pihak wheat silo. Gandum yang akan disimpan di
dalam silo terlebih dahulu ditimbang dan dipisahkan dari impurities menggunakan
separator. Setelah dilakukan pemisahan dari impurities, gandum ditransfer menuju
21
hopper untuk ditimbang, memastikan jumlah gandum yang dipesan sesuai dengan
yang diterima. Pengangkutan gandum menuju hopper menggunakan alat
transportasi belt conveyor dan bucket elevator.
Gandum yang selesai ditimbang disimpan dalam silo menggunakan alat
transportasi chain conveyor. Komplek wheat silo yang dimiliki Bogasari dibagi
menjadi dua, yaitu komplek wheat silo A dan komplek wheat silo B (Gambar 11).
Wheat silo A dibuat dari bahan konkrit, sedangkan wheat silo B dari bahan
stainles steel. Wheat silo A dibangun lebih dulu dengan jumlah silo 60. Kapasitas
masing-masing silo A saat ini adalah 2400 metrik ton. Sedangkan wheat silo B
memiliki 80 silo dengan kapasitas masing-masing silo 2700 metrik ton. Wheat silo
A memiliki beberapa kelebihan dibanding wheat silo B dari segi penanganan
bahan baku yang lebih mudah karena suhu lingkungan tidak berpengaruh terhadap
suhu di dalam silo, karena terbuat dari bahan konkrit, sehingga mutu gandum
tetap terjaga dan juga biaya maintanance yang lebih murah. Namun, wheat silo A
juga memiliki kekurangan dibandingkan dengan wheat silo B, antara lain
kapasitas gandum yang lebih sedikit dibanding wheat silo B, waktu pengerjaan
yang lama dan jumlah pekerja yang dibutuhkan lebih banyak, sehingga biaya
pembangunan lebih mahal. Masalah pengaruh suhu lingkungan terhadap kualitas
gandum di wheat silo B dapat diatasi dengan pemberian fan setiap 2 jam dari atas
silo.
Sistem penyimpanan gandum dilakukan dengan menyimpan gandum yang
sejenis dan memiliki kadar protein yang sama dalam 1 silo, dan tidak
mencampurnya dengan gandum yang lain. Selama proses penyimpanan dalam
silo, dilakukan sampling setiap 1 bulan sekali oleh pihak wheat silo untuk
mengecek kondisi gandum apakah berkutu, berulat, bau, dan kopong. Sampel
diambil dari 2 titik yang berbeda, yakni dari bagian atas dan bawah silo,
bergantung pada stok gandum yang ada. Pengambilan gandum dilakukan
menggunakan tombak yang ditancapkan dan akan terisi secara otomatis.
Pengukuran jumlah gandum pada silo dilakukan dengan cara sounding, yaitu
menggunakan tambang. Panjang tambang dalam satuan meter tersebut kemudian
dikonversi dalam satuan ton, sehingga diketahui jumlah gandum yang terdapat
pada silo. Gandum yang akan digiling, ditransfer menuju mill menggunakan chain
conveyor. Jumlah gandum yang dikirim bergantung pada permintaan dan
kebutuhan masing-masing mill yang terdapat pada Rencana Target Produksi
(RTP).
Proses Cleaning
Cleaning merupakan proses pembersihan gandum dari impurities. Dasar-
dasar dari proses cleaning antara lain, pemisahan berdasarkan berat jenis, ukuran,
bentuk dan panjang, dan sifat magnet. Gandum yang diterima dari wheat silo
disimpan dalam raw wheat bin (RWB) pada masing-masing mill. Sebelum masuk
ke raw wheat bin, dilakukan proses pembersihan terhadap gandum dari impurities
berukuran besar dengan menggunakan drum separator. Proses ini disebut pre
cleaning, yaitu tahapan pembersihan gandum dari wheat silo sebelum masuk ke
raw wheat bin. Tujuan dari pre cleaning, antara lain mencegah kerusakan mesin-
mesin pada proses berikutnya akibat ikutnya impurities yang berukuran besar,
membuat aliran gandum lebih lancar, dan membuat kinerja mesin cleaning lebih
efektif dan efisien. Kapasitas cleaning masing-masing mill di mill HIJ adalah
22
Gambar 11 Komplek jetty dan wheat silo A
30 ton/jam. Setiap mill memiliki 2 line, sehingga kapasitas cleaning masing-
masing line di mill HIJ ialah 15 ton/jam.
Raw wheat bin merupakan tempat penampungan sementara gandum yang
berasal dari mill. Masing-masing mill memiliki 3 buah raw wheat bin dengan
kapasitas yang berbeda. Kapasitas masing-masing raw wheat bin mill HIJ adalah
275 ton. Masing-masing RWB biasanya hanya menyimpan 1 jenis gandum untuk
memudahkan pengontrolan, namun pada kondisi tertentu, 1 RWB dapat digunakan
untuk menyimpan 2 jenis gandum. Pencampuran gandum (gristing) dilakukan saat
gandum keluar dari RWB. Komposisi gandum yang dicampurkan bergantung pada
permintaan dan stok gandum yang ada. Gandum dikeluarkan dari RWB menuju
volumetrik yang mengatur jumlah gandum yang keluar. Gandum yang keluar dari
RWB akan ditransfer menggunakan screw conveyor. Screw conveyor dapat
membantu proses gristing gandum sehingga homogen. Gandum kemudian
diangkut menggunakan bucket elevator menuju weigher (WG) untuk ditimbang.
Gandum yang telah ditimbang kemudian dibawa menuju intake separator.
Intake separator merupakan mesin yang digunakan untuk memisahkan gandum
dari offal kasar (impurities yang lebih besar dari gandum) dan offal halus
(impurities yang lebih kecil dari gandum). Prinsip pemisahan oleh separator ialah
berdasarkan ukuran. Intake separator memiliki dua jenis ayakan, yaitu ayakan
atas (ukuran ayakan lebih besar dari gandum) dan ayakan bawah (ukuran ayakan
lebih kecil dari gandum). Material yang berukuran lebih besar dari gandum tidak
dapat melewati ayakan atas dan akan dibuang melalui pipa offal kasar. Sedangkan
gandum dan material yang berukuran lebih kecil akan diayak kembali oleh ayakan
bawah. Material yang berukuran lebih kecil dari gandum akan lolos (pass
through) dan masuk ke dalam pipa offal halus, sedangkan gandum dan material
yang berukuran sama dengan gandum akan menuju magnet separator. Magnet
separator berfungsi untuk menarik benda-benda logam agar tidak bercampur
dengan gandum dan tidak ikut dalam proses selanjutnya. Tahap ini termasuk
critical point, karena logam sangat berbahaya apabila bercampur dengan tepung
terigu dan ikut terkonsumsi (Gambar 12).
Setelah melalui magnet separator, gandum dan material yang berukuran
sama dengan gandum akan dibawa menuju dry stoner. Prinsip kerja dry stoner
23
ialah pemisahan berdasarkan perbedaan berat jenis dengan cara mengambangkan
gandum dengan bantuan aliran udara.
Material-material yang lebih berat dari gandum tetapi berukuran sama
dengan gandum, seperti batu dan bijian-bijian akan dipisahkan dari gandum dan
dibuang. Tahapan ini juga termasuk dalam critical point. Setelah dari dry stoner
gandum dan material yang terbawa bersama gandum akan menuju carter disc.
Carter disc adalah mesin yang berfungsi untuk memisahkan gandum dari partikel
lain (offal) berdasarkan ukuran dan bentuk (Gambar 12). Permukaan dalam carter
disc dilengkapi dengan lubang (pocket) yang berfungsi untuk menangkap gandum.
Material-material yang berukuran lebih besar dari gandum tidak akan ditangkap
(tailing) dan dibuang menuju pipa offal kasar, sedangkan gandum dan material
berukuran kecil akan ditangkap oleh carter disc dan dilemparkan ke outlet
chamber dengan dibantu oleh catch through untuk diproses ke tahap selanjutnya.
Gandum selanjutnya dibawa menuju vertical scourer. Veritcal scourer
berfungsi untuk membersihkan gandum dari kotoran yang masih menempel pada
permukaan gandum dengan cara menggosok/memoles pada permukaan gandum.
Cara kerja alat ini adalah dengan menyebar gandum ke seluruh perforated screen
pada kecepatan putaran yang cukup tinggi, sehingga kotoran-kotoran dan bakteri
akan terlepas dan pass through melalui perforated screen. Alat ini juga membantu
proses peretakan kulit gandum (Gambar 12).
Proses Dampening Dampening merupakan proses pemeraman gandum. Hal ini bertujuan
menambah kadar air gandum dengan cara mencampurkan sejumlah air ke dalam
gandum selama selang waktu tertentu, sehingga didapatkan karakteristik milling
yang baik. Gandum yang telah melewati vertical scourer kemudian dibawa
menuju MYFC untuk diukur kadar airnya dan menghitung jumlah air yang harus
ditambahkan untuk mencapai target kadar air gandum. Perhitungan tersebut
dilakukan secara otomatis oleh MYFC berdasarkan jumlah dan laju gandum.
Beberapa mill yang belum dilengkapi MYFC, penghitungan dilakukan
menggunakan rumus dan penambahan air dilakukan secara manual. Setelah itu,
gandum diangkut menggunakan bucket elevator menuju mixer and MoZF. Mixer
berfungsi untuk mencampur gandum dengan air sedangkan MoZF berfungsi untuk
menambahkan air sesuai dengan gandum yang keluar (Gambar 13). Rumus
menghitung jumlah air yang diperlukan
W = M2 − M1
100% − M2× Q 𝑐𝑙𝑒𝑎𝑛𝑖𝑛𝑔
Keterangan :
W : Jumlah air yang diperlukan (liter/jam)
M1 : Kadar air (moisture) awal (%)
M2 : Kadar air (moisture) target yang ingin dicapai (%)
Q : Kapasitas cleaning gandum (kg/jam)
24
a b
c
d
Gambar 12 Alat-alat proses cleaning: separator (a), dry stoner (b),
carter disc (c), vertical scourer (d)
Contoh perhitungan :
Misalkan untuk memproduksi tepung terigu Lencana Merah diperlukan gristing
gandum ASW 70% dan gandum Indian 30%. Kadar air natural gandum ASW 9,2%
dan Indian 10,1%. Target kadar air yang ingin dicapai ialah 16%. Kapasitas
cleaning adalah 15 ton/jam. Maka jumlah air yang harus ditambahkan adalah :
W = M2 − M1
100% − M2× Q
=16% − [𝐴𝑆𝑊 0,7 × 9,2% + 𝐼𝑛𝑑𝑖𝑎𝑛 0,3 × 10,1% ]
100% − 16% × 15.000 kg/jam
=16 − 9,47
84× 15.000 kg/jam
= 1166 liter/jam
25
Kemudian MoZF akan mengeluarkan air sejumlah yang dibutuhkan untuk
mencapai target kadar air gandum. Gandum kemudian akan dibawa oleh screw
conveyor dan masuk ke tempering bin. Hal ini bertujuan memberi waktu agar air
bisa masuk/penetrasi ke dalam gandum, atau disebut conditioning. Wheat
conditioning adalah proses menyiapkan gandum pada suatu karakteristik milling
yang optimal, yaitu ekstraksi yang tinggi dan kualitas tepung yang baik. Tujuan
dari conditioning ialah bran menjadi liat dan elastis, edosperm mudah terpisah
dari bran, endosperm menjadi lunak, moisture tepung yang sesuai dengan quality
guide.
Wheat conditioning ditentukan oleh kadar air dan waktu. Kadar air akan
berpengaruh terhadap milling dari segi toughness (keliatan) bran, endosperm, dan
moisture content tepung terigu. Kualitas gandum yang baik ialah apabila
eksosperm gandum memiliki kadar air 2% lebih tinggi dari endospermnya. Waktu
conditioning berbeda-beda untuk setiap jenis gandum. Gandum hard memerlukan
waktu panjang, sedangkan gandum soft memerlukan waktu yang pendek. Waktu
conditioning yang diperlukan untuk gandum soft ialah 12−16 jam, namun
umumnya 14 jam. Sedangkan gandum hard membutuhkan waktu yang lebih lama
sekitar 18−24 jam, karena memiliki eksosperm yang lebih keras sehingga air sulit
masuk. Apabila proses conditioning kurang lama (under conditioning) akan
menyebabkan endosperm masih keras dan bran masih basah, sedangkan apabila
conditioning terlalu lama (over conditioning) mengakibatkan endosperm lunak
dan lengket serta bran menjadi kering.
Masing-masing mill memiliki 6 buah tempering bin dengan kapasitas yang
berbeda-beda. Kapasitas masing-masing tempering bin mill HIJ ialah 175 ton.
Selanjutnya, gandum yang telah di-conditioning akan dikeluarkan dari tempering
bin dengan mengatur bukaan volumetrik, lalu dibawa oleh screw conveyor dan
bucket elevator menuju vertical scourer. Gandum yang masuk ke vertical scourer
akan dibersihkan seperti pada proses first cleaning. Tujuannya yaitu untuk
membersihkan kulit dari mikroorganisme yang menempel selama proses
conditioning di tempering bin. Setelah itu, gandum akan dibawa oleh screw
conveyor melewati pre break dampener. Pre break dampener merupakan proses
conditioning kedua yang berfungsi untuk menambahkan air ke gandum apabila
kadar air gandum belum mencapai target yang diinginkan. Tahap ini jarang sekali
dilakukan karena pada umumnya kadar air gandum telah mencapai target pada
proses conditioning pertama. Proses conditioning kedua juga dianggap kurang
efektif dan hanya berpengaruh sedikit, karena gandum yang melewati pre break
dampener hanya sekitar 10 detik, dan waktu tersebut tidak cukup untuk air
berpenetrasi ke dalam gandum.
Setelah melewati pre break dampener, gandum akan masuk ke dalam
hopper besar (penampungan sementara). Kapasitas hopper mill HIJ ialah 14 ton.
Gandum yang keluar dari hopper kemudian akan melewati weigher untuk
ditimbang. Selanjutnya, gandum dibawa oleh screw conveyor dan menuju hopper
kecil untuk kemudian masuk ke dalam mesin roll dan digiling (Gambar 13).
26
a b
d
c
Gambar 13 Alat-alat proses dampening: MYFC (a), mixer (b), MoZF (c),
pre break dampener (d)
Proses Milling
Milling merupakan proses penggilingan gandum. Prinsip utama dari proses
milling ialah memisahkan endosperm dari bran dan germ dan mereduksi
endosperm tersebut menjadi tepung dengan ekstraksi yang tinggi dan ash content
yang rendah. Tahapan proses milling umumnya dibagi menjadi tiga, yaitu
breaking process, purification process, dan reduction process. Beberapa mill,
seperti E, F, G, H, I, dan J, proses milling tidak melalui purification, melainkan
diganti menjadi proses sizing. Hal tersebut karena, proses purification
diperuntukkan untuk memisahkan semolina dari bran, sedangkan mill E, F, G, H,
I, dan J tidak diperuntukkan untuk menghasilkan semolina, sehingga tahapan ini
tidak diperlukan.
Breaking process merupakan proses pemecahan gandum. Tujuannya ialah
memisahkan endosperm dari bran dan germ, memecahkan endosperm menjadi
semolina dan middling, menghasilkan break flour, dan meminimalkan kandungan
27
bran powder. Jenis roll yang umumnya digunakan pada proses breaking ialah
fluted roll, karena digunakan untuk memecah gandum. Proses breaking umumnya
terdiri atas empat tingkatan dan lima tingkatan. Proses breaking pada mill HIJ
melalui empat tingkatan. Macam-macam endosperm yang dipisahkan pada
breaking process berdasarkan ukuran granulasinya, terbagi menjadi sistem tiga
granulasi, sistem empat granulasi, dan sistem lima granulasi. Sistem tiga granulasi
menghasilkan tiga jenis produk pada breaking process, yaitu coarse semolina, fine
semolina, dan middling. Sistem empat granulasi menghasilkan coarse semolina,
fine semolina, coarse middling, dan fine middling. Sedangkan sistem lima
granulasi menghasilkan coarse semolina, medium semolina, fine semolina, coarse
middling, dan fine middling. Mill HIJ menggunakan sistem lima granulasi pada
proses breaking.
Setelah gandum di-breaking, pecahan gandum tersebut dibawa menuju
sifter secara pneumatic. Setiap roll akan menuju ke sifter-nya masing-masing dan
dipisahkan berdasarkan ukuran granulasinya. Setiap sifter terdiri dari 8 channel,
yang berisikan ayakan bertingkat dengan ukuran ayakan yang berbeda. Setiap
produk yang dihasilkan dari ayakan akan dialirkan menuju pipa yang berbeda.
Produk flour akan langsung ditransfer menuju FAM (Feeding After Mill),
sedangkan produk-produk lain harus melalui tahapan lebih lanjut, diantaranya ada
yang masuk ke roll selanjutnya, diayak kembali, atau dapat langsung dijadikan by
product dan dikirim ke Pelletizing Department maupun melalui FAM terlebih
dahulu. Pada mill D, E, F, G, H, I, dan J by product yang dihasilkan harus melalui
FAM terlebih dahulu.
Tahap selanjutnya setelah melewati breaking process pada mill HIJ ialah
sizing process, berbeda dengan mill A, B, D, K, L, M, N, dan O yang melewati
proses purification untuk memperoleh semolina. Sizing process bertujuan
mereduksi semolina menjadi middling dan tepung, memisahkan partikel gabungan
(coarse semolina dan middling), serta merubah bran dan germ menjadi flat. Jenis
roll yang digunakan pada tahap ini umumnya adalah smooth roll dan smooth
fluted roll. Smooth fluted roll memiliki permukaan gigi yang lebih kecil,
sedangkan fluted roll memiliki permukaan gigi yang lebih besar dan kasar.
Kemudian setelah melewati sizing process, hasil gilingan akan diayak oleh sifter.
Hasil ayakan berupa flour akan langsung ditransfer ke FAM, sedangkan produk-
produk lainnya ada yang menuju roll selanjutnya untuk mendapatkan flour yang
masih menempel pada bran, atau dapat langsung dijadikan by product. Hasil
ekstraksi tepung terigu pada tahap ini tidak terlalu banyak.
Tahap selanjutnya ialah reduction process. Tujuannya adalah mereduksi
middling yang sudah bersih menjadi tepung dan mencegah bran dan germ ikut
dengan tepung. Jenis roll yang digunakan pada umumnya ada smooth roll. Setelah
melalui reduction process, hasil gilingan akan diayak oleh sifter. Tahap ini
merupakan akhir dari proses milling. Produk-produk yang dihasilkan dari tahapan
ini berupa sedikit tepung terigu, bran, pollard, dan industrial flour. Semua produk
ini akan ditransfer ke FAM melalui pipa yang berbeda secara pneumatic (Gambar
14).
28
a b
Gambar 14 Alat-alat proses milling: mesin roll (a) dan sifter (b)
Proses Packing Pengemasan (packing) merupakan bagian akhir dari produksi. Terdapat
dua departemen yang menangani pengemasan, yaitu Departemen Flour Silo, Bulk,
and Packing (FSBP) dan Departemen Flour Mixing and Packing (FMP).
Departemen FSBP sendiri dibagi menjadi dua seksi, yaitu Flour Silo and Packing
dan Flour and by product packing. Tepung dari tiap-tiap line dari mill akan masuk
ke flour silo terlebih dahulu sebelum dikemas. Transportasi flour dari FAM ke
flour silo menggunakan alat transportasi berupa chain conveyor, elevator, dan
feeding chain conveyor ke flour silo. Jumlah flour silo yang dimiliki sebanyak 56
silo dengan kapasitas 185 ton/silo.
Departemen FSBP memproduksi tepung terigu dan by product dengan
kemasan karung 25 kg, 50 kg, dan curah truk dengan kapasitas 25 ton. Beberapa
produk tepung terigu yang dikemas diantaranya, Segitiga Biru, Lencana Merah,
Payung, Cakra Kembar, dan Cakra Kembar Emas. Produk samping pada
umumnya dikemas dalam ukuran karung 25 kg, 50 kg, dan curah truk. Produk
samping yang dihasilkan dengan kemasan karung 25 kg, yaitu industrial flour
dengan merek Cap Anggrek, yang digunakan sebagai perekat kayu lapis. Produk
samping yang dihasilkan dengan kemasan 50 kg, antara lain pollard dengan
merek Cap Angsa dan bran dengan merek Cap Kepala Kuda, dan tepung
aquamarine dengan merek Cap Arwana.
Departemen Flour Mixing and Packing dibagi menjadi tiga seksi, yaitu
Flour Mixing, Consumer Packing, dan Packing Export. Seksi Flour Mixing
diperuntukan untuk pembuatan tepung premix/tepung spesial yang merupakan
pesanan beberapa perusahaan, seperti Bread Talk, Khong Guan, dan J.Co. Tepung
terigu yang dikirim dari mill belum mengalami penambahan ingredient, sehingga
harus ditambahkan ingredient. Ingredient yang ditambahkan bergantung pada
pesanan customer. Seksi Consumer Packing berperan dalam pengemasan tepung
terigu skala rumah tangga dengan ukuran ½ kg, 1 kg, dan 2 kg. Terdapat dua jenis
kemasan, yaitu kemasan ekonomi dan premium. Tepung terigu dengan kemasan
ekonomi biasanya dijual di pasar-pasar tradisional dan warung, sedangkan tepung
terigu kemasan premium dijual di supermarket dengan harga yang lebih mahal.
Seksi Packing Export berperan dalam pengemasan tepung terigu untuk dikirim ke
luar negeri. Beberapa negara pengimpor diantarnya Taiwan, China, dan Jepang.
29
Analisis Mutu Tepung Terigu
Analisis Kimia
Parameter kimia penting yang menentukan kualitas tepung terigu di
antaranya ialah kadar air, protein, dan abu. Setiap jenis tepung terigu memiliki
standar kadar air, protein, dan abu yang berbeda, bergantung pada kegunaannya.
Setiap perusahaan menetapkan standar quality guide yang berbeda-beda. Standar
kadar air dan abu yang ditetapkan Bogasari untuk merek Payung dan Lencana
Merah ialah sama, yaitu maksimal 14,3% untuk kadar air dan 0,63−0,69% untuk
kadar abu. Sedangkan untuk kadar protein, Lencana Merah memiliki standar lebih
tinggi, yaitu minimal 9,5% sedangkan Payung ialah 9%. Mill HIJ umumnya
diperuntukkan untuk menggiling gandum soft dengan merek Lencana Merah,
Payung, dan BSC.
Pengukuran kadar air, protein, dan abu tepung terigu dilakukan 3 kali
dalam 1 shift menggunakan alat NIR. Sampel tepung terigu diambil dari pipa akhir
menuju hopper tepung terigu sebelum dikirim ke bagian pengemasan. Sebanyak
250 gram tepung diambil dan dimasukkan ke dalam plastik, lalu dianalisis di
laboratorium. Rata-rata kadar air, protein, dan abu untuk merek Payung dalam
satu hari berturut-turut ialah 14,2%; 10,3%; dan 0,64%. Sedangkan rata-rata kadar
air, protein, dan abu untuk merek Lencana Merah berturut-turut ialah maksimal
14,2%; 10,4%; dan 0,63% (Tabel 2).
Tabel 2 Pengukuran kadar air, kadar protein, dan kadar abu tepung terigu
menggunakan NIR
Merek Tanggal Kadar air (%) Kadar protein (%) Kadar abu (%)
Payung
5 Juli 2013
14,33 10,37 0,63
14,26 10,38 0,64
14,17 10,39 0,64
6 Juli 2013
14,17 10,25 0,64
14,17 10,38 0,64
14,28 10,32 0,64
7 Juli 2013
14,00 10,44 0,64
13,99 10,43 0,64
14,02 10,37 0,64
Quality guide perusahaan Maks 14,3 Min 9 0,63−0,69
Lencana
Merah
8 Juli 2013
14,07 10,33 0,64
14,06 10,39 0,64
14,08 10,36 0,63
9 Juli 2013
14,29 10,40 0,63
14,30 10,43 0,63
14,17 10,47 0,65
10 Juli 2013
14,17 10,52 0,63
14,17 10,49 0,63
14,32 10,40 0,63
Quality guide perusahaan Maks 14,3 Min 9,5 0,63−0,69
Quality guide SNI 2009 Maks 14,5 Min 7,0 Maks 0,70
30
Koliform
E. coli
Khamir
atau
kapang
Koloni
bakteri
Analisis Mikrobiologi
Tepung terigu sebagai bahan makanan perlu dilakukan pengujian secara
mikrobiologi. Parameter penting yang digunakan diantaranya uji total plate count,
khamir dan kapang, koliform, dan Escherichia coli. Pengujian mikrobiologi
tepung terigu dilakukan seminggu sekali. Sampel tepung terigu diambil dari pipa
akhir proses milling yang menuju hopper tepung terigu sebelum dikirim ke bagian
pengemasan. Sampel tepung terigu sebanyak 250 g diambil dan diuji di
laboratorium. Pengujian dilakukan dengan menuang larutan tepung terigu ke
dalam cawan petri yang steril. Selanjutnya, media agar dituang ke dalam cawan
petri tersebut dan digoyang-goyang perlahan agar merata, lalu diinkubasi. Setelah
mencapai waktu inkubasi, jumlah koloni dihitung. Waktu inkubasi untuk uji TPC,
koliform, E. coli ialah 48 jam, sedangkan kapang dan khamir ialah 72 jam.
Pengujian E. coli dan koliform dilakukan pada 1 media. E. coli ditunjukkan oleh
warna biru, sedangkan koliform berwarna merah (Gambar 15).
a b
c d
Gambar 15 Uji mikrobiologi: uji Escherichia coli dan koliform (a, b),
uji Khamir dan kapang (c), uji TPC (d)
Koloni kemudian dihitung dan dibandingkan dengan quality guide SNI
3751:2009. Jumlah maksimal koloni yang diizinkan SNI untuk uji TPC maksimal
ialah 1 x 106 koloni/g, uji khamir dan kapang yaitu 1 x 10
4 koloni/g, dan 10
koloni/g untuk uji E. coli. Pengujian mikrobiologi tepung terigu Lencana Merah
pada bulan Mei 2013 menunjukkan terdapat 1,3 x 103 koloni/g pada uji TPC 5,5 x
31
102 koloni/g pada uji khamir dan kapang. Sedangkan untuk uji koliform dan E.
coli hasilnya negatif. Pengujian pada bulan Juni 2013 untuk merek Lencana
Merah menunjukkan hasil 8,3 x 102 koloni/g pada uji TPC dan 2,6 x 10
2 pada uji
khamir dan kapang. Sedangkan untuk merek Payung ditemukan adanya koliform
sebanyak 6,3 x 102 koloni/g (Tabel 3).
Tabel 3 Data uji mikrobiologi tepung terigu
Bulan Sampel
Total Plate
Count
(koloni/g)
Khamir dan
kapang
(koloni/g)
Koliform
(koloni/g)
Esherichia
coli
(koloni/g)
Mei
2013
Lencana
Merah 1,3 x 10
3 5,5 x 10
2 0 0
Payung
-
-
-
-
Juni
2013
Lencana
Merah 8,3 x 10
2 2,6 x 10
2 0 0
Payung
1,3 x 102
1,4 x 102
6,3 x 102
0
Quality guide Maks 1 x 106
Maks 1 x 104
- 10 aTepung terigu Payung tidak diproduksi pada bulan Mei 2013.
PEMBAHASAN
Hasil produksi tepung terigu akan maksimal apabila setiap proses, baik
proses pengangkutan gandum dari kapal, storging, cleaning, conditioning, dan
milling efekif dan efisien. Proses pengangkutan gandum dari kapal sudah cukup
efektif, begitu juga dengan proses pembersihan yang dilakukan sebelum masuk ke
dalam silo. Namun diketahui, terdapat banyak pipa-pipa bocor yang menuju ke
silo, sehingga banyak gandum, baik yang telah dibersihkan maupun yang belum
dibersihkan berjatuhan ke lantai. Penyebab pipa bocor tersebut ialah karena kulit
gandum yang tajam dan aliran gandum yang cepat, sehingga terjadi gesekan
antara gandum dengan pipa, yang apabila terjadi dalam waktu lama dapat
menyebabkan pipa menjadi bolong. Gandum-gandum yang jatuh tersebut
kemudian akan dikumpulkan dan dimasukkan kembali untuk dibersihkan dan
disimpan di dalam silo. Hal tersebut tidak hanya akan merugikan dari segi hasil,
tetapi waktu dan juga tenaga. Pengukuran jumlah gandum dan tepung terigu
dalam silo juga masih menggunakan tambang, meskipun ada cara lain, yaitu
menggunakan sensor. Hal tersebut karena sensor bersifat sangat teliti, dan
terkadang sulit untuk menembus gandum, sehingga hasil pengukuran kurang
akurat. Pengukuran yang dirasa paling tepat saat ini ialah menggunakan tambang.
Proses pembersihan gandum sesaat sebelum di-conditioning sudah sangat
baik. Gandum yang akan di-conditioning telah bebas dari impurities. Namun,
pengontrolan terhadap mesin-mesin cleaning perlu dilakukan secara teratur.
Karena apabila didapati kerusakan, seperti ayakan yang robek atau pocket disc
pada carter disc yang telah tumpul, dapat mengakibatkan bercampurnya gandum
32
dengan impurities, sehingga proses cleaning harus diulang. Proses perhitungan
dan penambahan jumlah air pada tahap dampening di mill J masih dilakukan
secara manual. Hal ini tentu akan memakan waktu lebih lama, dan sebagai
solusinya adalah perlu dilakukan pembelian MYFC. Tipe conditioning yang
digunakan adalah cold conditioning, yaitu proses pengaturan kadar air gandum
tanpa pemberian panas (Bradbury et al. 1960). Tidak diketahui mengapa tipe
conditioning yang dipilih adalah cold conditoning. Namun, diduga karena iklim di
Indonesia yang tergolong tropis, berbeda dengan negara-negara seperti Amerika,
Kanada, dan Australia, sehingga penambahan panas tidak perlu dilakukan atau
mungkin biaya yang dibutuhkan jauh lebih tinggi apabila menggunakan tipe hot
conditioning.
Setiap pergantian grist (pencampuran) gandum, dilakukan pengecekan
terhadap jarak roll, agar diperoleh persentase pecahan gandum yang sesuai. Hal
tersebut karena setiap gandum memiliki bentuk, ukuran, dan tekstur yang berbeda.
Pengontrolan terhadap mesin sifter harus dilakukan secara rutin. Sifter yang
didapati robek dapat mengakibatkan produk berukuran lebih besar dari ayakan
menjadi lolos (passthrough) dan bercampur pada produk gilingan yang lain. Pipa-
pipa yang menghubungkan mesin roll dengan sifter banyak didapati telah
berlubang, sehingga banyak tepung dan produk hasil gilingan lain yang jatuh.
Beberapa mesin aspirasi juga diketahui tidak dapat bekerja dengan optimal,
sehingga sistem transportasi tepung terigu menjadi terhambat dan seringkali
terjadi penyumbatan. Akibat penyumbatan tersebut, banyak tepung terigu dan
hasil gilingan lain tumpah. Hal ini menyebabkan hasil tepung terigu menjadi tidak
maksimal, karena produk-produk yang berjatuhan tersebut akan dijadikan sebagai
produk samping. Selain itu, area mill menjadi kotor akibat produk-produk yang
berjatuhan dan harus dibersihkan setiap kali terjadi penyumbatan. Hal ini tentu
akan merugikan perusahaan dari segi ekonomi dan tenaga. Selain itu, sistem
pengoperasian alat-alat pada mill HIJ masih dilakukan secara manual, tidak
menggunakan komputer. Pengoperasian secara manual tersebut kurang efisien
dari segi waktu dan tenaga, sehingga diperlukan komputer untuk mempermudah
dalam pengoperasian alat.
Bogasari memiliki metode dan standar mutu tersendiri untuk setiap jenis
merek tepung terigu yang dihasilkan. Namun standar mutu tersebut tetap
mengikuti syarat SNI 3751:2009 mengenai syarat mutu tepung terigu sebagai
bahan pangan. Secara keseluruhan, nilai kadar air, protein, dan abu yang pada
kedua sampel, Payung dan Lencana Merah sesuai dengan quality guide, baik yang
ditetapkan oleh perusahaan maupun SNI. Syarat kadar air yang diatur oleh SNI
maksimal sebesar 14,5% sedangkan Bogasari menetapkan standar maksimal
14,3% untuk merek Payung dan Lencana Merah. Syarat kadar protein pada tepung
terigu berdasarkan SNI 3751:2009 minimal ialah 7%. Namun, Bogasari
menetapkan kadar protein yang lebih tinggi, yaitu minimal 9% untuk merek
Payung dan 9,5% untuk Lencana Merah. Kadar abu yang ditetapkan oleh SNI
maksimal ialah 0,7%, sedangkan Bogasari menetapkan standar yang lebih kecil,
yaitu maksimal 0,63-0,69%. Penetapan standar perusahaan tersebut berdasarkan
hasil riset dan kegunaan masing-masing tepung terigu, juga sebagai rahasia
dagang.
Berdasarkan hasil pengujian mutu tepung terigu secara mikrobiologi, pada
sampel Lencana Merah bulan mei 2013, diperoleh hasil untuk uji total plate count
33
sebesar 1,3 x 103
koloni/g, uji khamir dan kapang sebesar 5,5 x 102
koloni/g, dan
negatif untuk uji E. coli dan koliform. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sampel
Lencana Merah pada bulan mei memenuhi syarat mutu tepung terigu, sedangkan
sampel Payung tidak diproduksi pada bulan mei 2013. Pada Juni 2013, hasil uji
sampel Lencana Merah didapati sebesar 8,3 x 102 koloni/g tumbuh pada uji TPC
dan 2,6 x 102
koloni/g pada uji khamir dan kapang. Tidak didapati pertumbuhan
koliform maupun E. coli. Selanjutnya, pada sampel Payung yang diujikan pada
bulan juni 2013, didapati tumbuh koliform sebanyak 6,3 x 102
koloni/g. Koliform
tersebut ditandai dengan warna merah, sedangkan E. coli akan berwarna biru. Hal
tersebut karena media chromocult coliform agar mengandung kombinasi salmon-
Gal dan Xglu. Koloni bukan E. coli fecal coliform dapat diketahui dari produksi
warna merah muda sampai merah dari pembelahan substrat Salmon GAL oleh β-
D-glucuronidase. Sementara itu, koloni E. coli dapat dideteksi dengan warna biru
atau ungu yang diproduksi dari pembelahan X-glucuronide oleh β-D-
glucuronidase (Manafi 2000). Standar untuk uji koliform non E. coli tidak
ditentukan, karena diharapkan tidak adanya koliform selain E. coli yang tumbuh.
Namun pada sampel Payung bulan juni 2013, ditemukan adanya koliform selain
E. coli yang tumbuh. Hal tersebut mungkin disebabkan adanya kontaminasi yang
berasal dari pekerja dan air yang digunakan selama proses dampening.
Keberadaan mikroorganisme pada tepung terigu pada umumnya tidak terlalu
dikhawatirkan. Karena tepung terigu yang digunakan biasanya diolah dan melalui
proses pemanasan pada suhu tinggi, sehingga mikroorganisme akan mati.
Bogasari tidak melakukan pengujian terhadap Bacillus cereus.
Berdasarkan SNI 3751:2009 salah satu syarat mutu tepung terigu ialah pengujian
terhadap Bacillus cereus, dengan nilai cemaran maksimal 1 x 104 koloni/g. Hal ini
karena, Bogasari masih mengacu pada SNI 01-3751-2006, yang belum
mencantumkan pengujian Bacillus cereus. Pengujian terhadap Bacillus cereus
pada tepung terigu perlu dilakukan, karena bakteri tersebut tergolong
mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan kerusakan dan keracunan pada
makanan (BPOM 2008).
SIMPULAN
Proses pengolahan tepung terigu di PT Indofood Sukses Makmur Tbk.
Bogasari Flour Mills Jakarta mengikuti prosedur yang berlaku di perusahaan.
Proses pengolahan tepung terigu umumnya melalui tiga tahapan, yaitu cleaning
(pembersihan gandum dari impurities), conditioning (pengkondisian kadar air
gandum), dan milling (penggilingan). Produksi tepung terigu di PT Indofood
Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills Jakarta akan maksimal apabila setiap
proses efektif dan efisien. Pengontrolan dan pemeliharaan alat-alat perlu
dilakukan secara teratur, agar kualitas dan kuantitas tepung terigu tetap terjaga
dan juga efisien dari segi waktu maupun tenaga. Secara umum, produk tepung
terigu Payung dan Lencana Merah telah memenuhi syarat mutu yang ditetapkan
oleh SNI 3751:2009, baik secara kimia yang meliputi kadar air, protein, dan abu
maupun secara mikrobiologi yang meliputi uji total plate count, khamir dan
kapang, koliform, dan E. coli.
DAFTAR PUSTAKA
Alais C, Linden G. 1991. Food Biochemistry. New York (US): Ellis Horwood.
Amin MS. 2011. Pengkajian metode near infrared (NIR) untuk evaluasi mutu
pakan ayam broiler secara cepat dan akurat [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Beuerlein J. 2001. Classes and uses of wheat. Ohio (US): Ohio State University
Extension.
[BPOM] Badan Pengolahan Obat dan Makanan. 2008. Pengujian mikrobiologi
pangan. InfoPOM. 9(2):1-11.
Bradbury D, Hubbard JE, Masters MMM, Senti FR. 1960. Conditioning wheat for
milling: A survey of the literature. Miscellaneous Publication [Internet].
[2013 Agu 20];824:Washington DC (US).
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. Tepung Terigu sebagai Bahan
Makanan. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.
Budiarti SG. 1986. Indonesia berpotensi menanam gandum. Majalah Trubus.
230:13.
Bushuk W, Rasper VP. 1994. Wheat: Production, properties, and quality. London
(GB): Blackie Academic & Professional.
Cauvain SP, Young LS. 2009. The ICC Handbook of Cereals, Flour, Dough &
Product Testing: Methods and application. Pennsylvania (US): DEStech
Publication.
Faridah DN, Kusnandar F, Herawati D, Wulandari W, Kusumaningrum HD,
Purnomo EH, Indasti D. 2012. Analisis Pangan. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Farine MC. 2009. Flour: Ash content. [diunduh 2013 Agu 21]. Tersedia pada:
http://www.farine-mc.com/2009/09/flour-ash-content.html.
Fowler M. 2013. Innovations in wheat cleaning: Improving process efficiencies.
Manhattan (US): Kansas State University.
Frampton EW, Restaino L, Blaszko N. 1988. Evaluation of the β-glucuronidase
sub-strate 5-bromo-4-chloro-3-indolyl-β-D-Glucuronide (X-GLUC) in a
24-hour direct platting method for Escherichia coli. J Food Prot. 51:402-
404.
Kusnadi, Peristiwati, Syulasmi A, Purwianingsih W, Rochintaniawati D. 2003.
Mikrobiologi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Kusnandar F. 2010. Kimia Pangan: Komponen makro. Jakarta (ID): Dian Rakyat.
Manafi M, Kneifel W. 1989. A combined chromogenic-fluorogenic medium for
the simultaneous detection of total coliform and E.coli in water. Zbl.
Hygiene and Umweltmedizin 189:225-234.
Manafi M, Kneifel W, Bascomb S. 1991. Fluorogenic and chromogenic substrates
used in bacterial diagnostics. Microbiol. Rev. 55:335-348.
Manley D. 2000. Technology of Biscuits, Crackers, and Cookies. Cambridge
(GB): Woodhead Publishing Limited and CRC Press LLC.
Mousia Z, Edherly S, Pandiella SS, Webb C. 2004. Effect of wheat pearling on
flour quality. Food Res Int. 37:449–459.
Nur A, Trikoesoemaningtyas, Khumaida N, Yahya S. 2012. Evaluasi dan
keragaman genetik 12 galur gandum introduksi di lingkungan tropika
basah. J Agrivigor. 11(2): 230-243.
Rosyidi MB. 2010. Pengaruh breakpoint chlorination (BPC) terhadap jumlah
bakteri koliform dari limbah cair rumah sakit umum daerah sidoarjo.
Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Sellers A. 2011. The milling process. [internet]. [diunduh 2013 Agu 21]. Tersedia
pada:http://fsinet.fsid.cvut.cz/cz/U218/peoples/hoffman/PREDMETY/VP/
PLpresentation/The Milling Process for PL.doc.
Singh N, Singh H, Bakshi MS. 1998. Determining the distribution of ash in wheat
using debranning and conductivity. Food Chem. 62:169-172.
Subfuscpersona. 2008. Wheat: red vs white; spring vs winter. [internet]. [diunduh
2013 19 Agu]. Tersedia pada: http://thefreshloaf.com/node/6985/wheat-
red vs-white-spring-vs-winter.
Sudar R, Jurković Z, Galonja M, Turk I, Arambašić M. 2007. Application of near
infrared transmission for the determination of ash in wheat flour. Agric.
conspec. sci. 72(3):233-238.
Wienardi F. 2003. Sistem produksi benih gandum (Triticum durum) kelas
penjenis di Inra, Maroko [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
36
Lampiran 1 Alur proses produksi tepung terigu