YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
Page 1: Industri Pengawetan Kayu

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kayu telah menjadi bagian dari kehidupan manusia karena kayu telah

banyak digunakan sebagai alat perlengkapan sehari-hari, dan mengingat beberapa

karakteristik khas kayu yang tidak dijumpai pada bahan lain, yaitu (1) tersedia

hampir di seluruh dunia, (2) mudah diperoleh dalam berbagai bentuk dan ukuran,

(3) realtif mudah pengerjaannya, (4) penampilan sangat dekoratif dan alami, serta

(5) relative ringan.

Kebutuhan manusia akan kayu dari tahun ke tahun terus meningkat seiring

dengan laju pertumbuhan penduduk dan rumah tangga yang membutuhkan rumah

sebagai tempat tinggalnya. Kayu merupakan komponen penting dalam

perumahan, khususnya untuk kusen, pintu, jendela, dan bagian-bagian lain dari

suatu bangunan perumahan. Penggunaan kayu juga semakin berkembang, tidak

hanya menjadi komponen kontrusi bangunan, namun juga sebagai bahan baku

perangkat interior. Banyaknya penggunaan kayu dan semakin tingginya minat

masyarakat akan produk-produk olahan kayu, membuat hasil hutan ini mampu

menempati posisi penting dalam peringkat kebutuhan masyarakat.

Kebutuhan kayu tersebut selama ini diperoleh dari penebangan pohon di

hutan alam dan sebagian lagi dipenuhi dari hutan tanaman. Saat ini kebutuhan

masyarakat akan kayu semakin sulit dipenuhi karena potensi dan volume tebangan

di hutan alam semakin berkurang. Dampak yang dirasakan dengan menurunnya

jumlah pasokan kayu adalah industri kayu mengalami kesulitan untuk

memperoleh bahan baku sehingga menyebabkan naiknya harga bahan baku serta

harga jual dari produk kayu tersebut.

Upaya pengawetan kayu sebenarnya sudah lama dilaksanakan, namun

dalam perjalanannya banyak menghadapi hambatan dan kendala sehingga industri

pengawetan kayu yang ada baik berskala usaha kecil, menengah, dan besar tidak

berkembangan sebagaimana yang diharapkan. Kendala-kendala tersebut meliputi:

1

Page 2: Industri Pengawetan Kayu

biaya pengawetan yang relatif tinggi, kayu yang sudah diawetkan mempunyai

harga yang relatif tinggi dan tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat,

kebijakan dan perundangan yang ada belum mendukung berkembangannya

penggunaan kayu yang diawetkan sehingga industri-industri pengewatan kayu

tidak berkembang bahkan banyak yang bangkrut.

Sejarah perkembangan pengawetan kayu dimulai pada tahun 1911 oleh

Jawatan Kereta Api (JKA) dengan mengimpor bantalan kayu yang telah

diawetkan hingga tahun 1997 sebagai tahun penggalangan pengawetan kayu.

Sekalipun usaha pengawetan kayu sudah ada sejak jaman Belanda, namun

demikian pengembangan pengawetan kayu juga dihadapkan pada beberapa

kendala, seperti : (1) salah persepsi, (2) lemahnya kapasitas kelembagaan, (3)

organisasi yang kurang tepat, (4) sumber daya manusia yang rendah, dan (5)

kurangnya sarana dan prasarana.

1.2 Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka

dalam penelitian ini penulis akan mengemukakan beberapa permasalahan yang

berhubungan dengan penelitian ini, yaitu :

Industri pengawetan kayu mengalami kesulitan untuk memperoleh bahan

baku sehingga menyebabkan naiknya harga bahan baku serta harga jual dari

produk kayu tersebut. Dalam perjalanannya industri ini banyak menghadapi

hambatan dan kendala sehingga industiy-industri pengewatan kayu tidak

berkembang bahkan banyak yang bangkrut. Sulitnya mendapatkan tenaga kerja

yang terampil dan produktif kerap dialami industri ini. Hal ini disebabkan karena

rendahnya minat masyarakat terhadap jenis pekerjaa ini. Selain itu, pemanfaatan

mesin belum mampu meningkatkan produksi industri ini.

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka pertanyaan penelitian dalam

penelitian ini adalah:

1. Apakah faktor produksi yaitu tenaga kerja, bahan baku, dan mesin

berpengaruh terhadap produksi industri pengawetan kayu?

2. Apakah faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi industri

pengawetan kayu berdasarkan skala usahanya?

2

Page 3: Industri Pengawetan Kayu

3. Apakah faktor produksi yang paling berpengaruh terhadap produksi industri

pengawetan kayu?

4. Bagaimana nilai elastisitas produksi dan skala usaha industri pengawetan

kayu?

5. Berapakah nilai average product per variabel dan marginal product untuk

setiap variabel?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Menganalisis pengaruh faktor produksi yaitu tenaga kerja, bahan baku, dan

mesin terhadap produksi industri pengawetan kayu

2. Menganalisis faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi industri

pengawetan kayu berdasarkan skala usahanya

3. Menganalisis faktor produksi yang paling berpengaruh terhadap produksi

industri pengawetan kayu

4. Menganalisis nilai elastisitas produksi dan skala usaha industri pengawetan

kayu

5. Menganalisis nilai average product per variabel dan marginal product untuk

setiap variabel

1.4 Manfaat Penelitian

Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat digunakan oleh seluruh

stakeholder dalam mempertahankan dan memajukan produksi industri

pengawetan kayu. Dalam hal ini stakeholder yang terkait diantaranya mencakup

tiga pihak yaitu pemerintah sebagai pengambil kebijakan, pelaku ekonomi

(produsen, konsumen), dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sebagai data dasar

(bench mark data) bagi penelitian selanjutnya yang terkait dalam bidang ini. Dan

diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi pengembangan ilmu

pengetahuan yang berkaitan dengan produksi dan ketenagakerjaan.

3

Page 4: Industri Pengawetan Kayu

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Industri

Menurut Departemen Perindustrian dan Perdagangan, pengertian industry

adalah sebagai berikut : Industri adalah suatu kegiatan ekonomi yang mengolah

bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang

dengan nilai yang lebih tinggi penggunaannya, tidak termasuk kegiatan rancang

bangun dan perekayasaan industri (Departemen Perindustrian, UU No. 5 Tahun

1984, tentang Perindustrian).

Menurut simposium hukum perindustrian, yang dimaksud dengan industry

adalah rangkaian kegiatan usaha ekonomi yang meliputi pengolahan dan

pengerjaan atau pembuatan, perubahan dan perbaikan bahan baku menjadi barang

sehingga pada akhirnya akan lebih berguna dan bermanfaat bagi seluruh

masyarakat (Simanjuntak, 1998 : 47).

Badan Pusat Statistik (2000) menyatakan bahwa industri adalah suatu unit

(kesatuan) usaha yang melakukan kegiatan ekonomi, bertujuan menghasilkan

barang atau jasa, dan terletak pada suatu bangunan atau suatu lokasi tertentu serta

mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai produksi dan struktur

biayanya. Dalam teori ekonomi disebutkan bahwa industri merupakan kumpulan

dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang yang sama.

Jadi, industry merupakan suatu unit yang melakukan kegiatan ekonomi

meliputi pengolahan, pengerjaan, perubahan dan perbaikan bahan baku menjadi

barang dengan nilai yang lebih tinggi, serta mempunyai catatan administrasi

tersendiri mengenai produksi dan struktur biayanya.

2.1.2 Jenis-jenis Industri

Pengelompokan industri dilaksanakan oleh Departemen Perindustrian,

industri Nasional Indonesia dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu:

4

Page 5: Industri Pengawetan Kayu

a. Industri Dasar, yang meliputi kelompok Industri Mesin dan Logam Dasar

(IMLD) dan kelompok Industri Kimia Dasar (IKD). Yang termasuk dalam

IMLD antara lain : industri mesin pertanian, elektronika kereta api, pesawat

terbang, kendaraan bermotor, besi baja, dan sebagainya. Sedangkan yang

termasuk IKD antara lain : industri pengolahan kayu dan karet alam, industri

pestisida, industry pupuk, industri semen, industri silikat, dan lain sebagainya.

b. Industri Kecil, yang meliputi antara lain : industri pangan (makanan,

minuman, tembakau), industri sandang dan kulit (tekstil, pakaian jadi, serta

barang dari kulit), industri kimia dan bahan bangunan (industri kertas,

percetakan, plastik, dan sebagainya), industri galian bukan logam, industri

logam (mesin-mesin, alat-alat ilmu pengetahuan, barang dari logam, dan

sebagainya).

c. Industri Hilir, yaitu kelompok Aneka Industri (AI) yang meliputi antara lain :

industri yang mengolah sumber daya hutan, industri yang mengolah hasil

pertambangan, industri yang mengolah sumber daya pertanian secara luas, dan

sebagainya.

Sedangkan pengelompokan industri menurut jumlah tenaga kerja yang

dipekerjakan, menurut BPS pengelompokan industri ini dibedakan :

1. Industri Besar, jika mempekerjakan 100 orang atau lebih

2. Industri Sedang, jika mempekerjakan antara 20 – 99 orang

3. Industri Kecil, jika mempekerjakan antara 5 – 19 orang

4. Industri Kerajinan Rumah Tangga, jika memperkerjakan antara 3 – 4 orang

Dengan melihat perkembangan industri saatberdasarkan oengelompokkan

jenisindustri dan julah tenaga kerja yang dipekerjakan, industri pengawetan

kayu .merupakan industri hilir dan termasuk industri sedang dan besar.

2.1.3 Produksi

Menurut Bishop dan Toussaint (Wiwit, 2006) produksi adalah suatu proses

dimana beberapa barang dan jasa yang disebut input diubah menjadi barang-

barang dan jasa lain yang disebut output. Banyak jenis aktivitas yang terjadi

dalam proses produksi, meliputi perubahan bentuk, tempat dan waktu penggunaan

5

Page 6: Industri Pengawetan Kayu

hasil-hasil produksi. Output perusahaan yang berupa barang-barang produksi

tergantung pada jumlah input yang digunakan dalam produksi.

Dalam ilmu ekonomi, terdapat tiga masalah pokok berupa mencari

jawaban atas pertanyaan 1). Apa (what) yang akan diproduksi dan berapa

jumlahnya. 2). Bagaimana (how) cara menghasilkan/memproduksi barang dan

atau jasa tersebut. 3). Untuk siapa (for whom) barang dan atau jasa tersebut

dihasilkan/diproduksi. Perusahaan yang akan menghasilkan suatu produk

menghadapi keterbatasan sumber daya (faktor produksi), sehingga perusahaan

memilih alternatif terbaik yang akan digunakan untuk menghasilkan produk yang

diinginkan. Cara perusahaan menghasilkan produk yang diinginkan tergambar

dalam proses produksi. Setiap proses produksi memiliki elemen utama sistem

produksi yaitu input, proses dan output. Input merupakan sumberdaya yang

digunakan dalam proses produksi, proses merupakan cara yang digunakan untuk

menghasilkan produk dan output merupakan produk yang ingin dihasilkan

(Wiwit, 2006). Keterkaitan antara elemen sistem produksi digambarkan sebagai

berikut:

Gambar

Skema Sistem Produksi

How? What?

Menurut Herawati (2008) produksi tidak lepas dari penggunaan sumber-

sumber yang ada untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau

jasa, sehingga barang atau jasa yang dihasilkan akan mempunyai nilai ekonomis

untuk mencapai tujuan perusahaan yaitu memperoleh laba dari hasil usaha yang

dilakukan.

Di dalam suatu produksi tidak lepasdari adanya proses produksi. Pada

produksi industri pengawetan kayu ini membutuhkan berbagai jenis factor

produksi, diantaranya terdiri dari jumlah tenaga kerja, bahan baku utama, dan

teknologi mesin. Dengan menggunakan faktor produksi pada setiap proses

produksi, perlu kiranya dikombinasikan dalam jumlah dan kualitas tertentu.

6

Input Proses Output

Page 7: Industri Pengawetan Kayu

Definisi dari faktor produksi tersebut adalah jenis-jenis sumber daya yang

digunakan dan diperlukan dalam suatu proses produksi guna menghasilkan barang

dan jasa.

2.1.4 Faktor Produksi Tenaga Kerja

Setiap perusahaan dalam melakukan proses produksi tidak dapat hanya

mengandalkan pemanfaatan fasilitas dengan teknologi modern, karena sistem

produksi membutuhkan jasa tenaga kerja untuk memperlancar proses produski

yang akan bermanfaat bagi masyarakat. Tenaga kerja merupakan resources,

tepatnya human resources atau sumber daya manusia yang berperan dalam

kegiatan pembangunan masyarakat. Peranan tenaga kerja sebagai salah satu faktor

produksi sangat besar terhadap sektor industri yang banyak berorientasi pada

sektor padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja.

Menurut Herawati (2008), tenaga kerja adalah orang yang melaksanakan

dan menggerakkan segala kegiatan, menggunakan peralatan dengan teknologi

dalam menghasilkan barang dan jasa yang bernilai ekonomi untuk memenuhi

kebutuhan manusia. Skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya tenaga kerja

yang dibutuhkan. Biasanya perusahaan kecil akan membutuhkan jumlah tenaga

kerja yang sedikit, dan sebaliknya perusahaan besar akan membutuhkan lebih

banyak tenaga kerja.

Faktor produksi tenaga kerja berpengaruh positif terhadap suatu industry

karena faktor tenaga kerja sangat dibutuhkan dalam proses produksi. Produsi akan

berhenti jika tenaga kerja yang diperlukan mengalami gangguan, sehingga

berdampak pada penjualan yang akan diterima perusahaan. Dengan demikian

tenaga kerja akan berpengaruh terhadap pertumbuhan industri pengawetan kayu di

Indonesia.

2.1.5 Faktor Input Bahan Baku

Bahan baku merupakan bahan dasar yang dibutuhkan dalam proses

pengolahan/industri. Bahan baku penting artinya dalam mempertinggi efisiensi

7

Page 8: Industri Pengawetan Kayu

pertumbuhan ekonomi. Di dalam masyarakat yang kurang maju sekalipun bahan

baku sangat besar peranannya dalam kegiatan ekonomi, pada dasarnya bahan baku

merupakan hal mendasar dalam meningkatkan hasil produktivitas disektor

industri, pemilihan bahan baku yang bermutu tinggi dan pengolahan maksimal

akan menghasilkan produksi yang dapat memuaskan masyarakat atau konsumen.

Faktor input bahan baku sangat dibutuhkan dalam proses kegiatan

produksi. Kegiatan produksi akan berhenti jika bahan baku tidak tersedia ataupun

harga bahan baku mengalami kenaikan, sehingga berdampak pada penjualan yang

akan diterima perusahaan. Dengan demikian faktor input bahan baku akan

berpengaruh positif terhadap pertumbuhan industri.

Dalam industri pengawetan kayu, bahan baku yang dipakai tentunya

adalah kayu. Kayu yang merupakan hasil hutan dari kekayaan alam merupakan

bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang jadi dengan

menggunakan kemajuan teknologi. Kayu memiliki beberapa sifat sekaligus tidak

dapat ditiru oleh bahan-bahan lain.

2.1.6 Faktor Produksi Mesin

Mesin adalah suatu peralatan yang digerakkan oleh suatu kekuatan atau

tenaga yang digunakan untuk membantu proses dalam mengerjakan produk atau

bagian-bagian produk tertentu (Mardiyana, 1998; 78).

Mesin merupakan faktor produksi yang jumlah penggunaannya tidak

tergantung pada jumlah produksi (faktor produksi tetap). Ada tidaknya kegiatan

produksi, faktor produksi harus tetap tersedia. Sampai tingkat interval produksi

tertentu jumlah mesin perlu ditambah. Tapi jika tungkat produksi menurun bahkan

sampai nol unit (tidak berproduksi), jumlah mesin tidak bisa dikurangi.

2.1.7 Fungsi Produksi

Fungsi produksi merupakan fungsi yang menunjukkan output terbesar

yang dihasilkan suatu perusahaan untuk setiap kombinasi input tertentu ( Pindyck

& Rubinfeld. 2009). Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menunjukkan

8

Page 9: Industri Pengawetan Kayu

hubungan antara berbagai kombinasi input yang digunakan untuk menghasilkan

output. Fungsi produksi yang menunjukkan hubungan antara jumlah produk

dengan input yang digunakan daam proses produksi, dapat diformulasikan secara

matematis sebagai berikut:

Q = f (X1, X2, …, Xn) ………………………………………………. (2.1)

Dimana :

Q = jumlah ouput yang dihasilakn selama periode tertentu

X1, X2, …, Xn = berbagai input yang digunakan

Dalam pembahasan teori ekonomi produksi, fungsi produksi merupakan

cara yang paling banyak diminati dan dianggap penting. Hal tersebut disebabkan

karena beberapa hal, antara lain:

a. Dengan fungsi produksi, maka peneliti dapat mengetahui hubungan antara

faktoer produksi (input) dan produksi (output) secara langsung dan hubungan

tersebut dapat lebih mudah dimengerti.

b. Dengan fungsi fungsi produksi, maka peneliti dapat mengetahui hubungan

antara variabel yang dijelaskan (dependent variable), Y, dan variabel yang

menjelaskan (independen variable), X, serta sekaligus mengetahui hubungan

antar variabel penjelas.

Fungsi produksi yang diperoleh dapat dipakai untuk menguji serta

mengukir efisiensi dari suatu proses produksi. Dalam proses produksi sejumlah

produk tertentu daoat diperoleh dengan menggunakan beberapa factor produksi

yang berbeda-beda kombinasinya. Dalam usaha produksi perusahaan berusaha

untuk memadukan berbagai factor produksi agar tercapai suatu kondisi yang

efisien. Kondisi tersebut dapat digambarkan oleh fungsi produksi yang melihat

hubungan antara tingkat produksi dengan penggunaan factor produksi.

2.1.8 Fungsi Produksi Cobb-Douglass

Fungsi produksi Cobb-Douglass merupakan suatu fungsi atau persamaan

yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel satu disebut variable

dependen (Y) dan yang lain disebut variabel independent (X), penyelesaian

hubungan antara X dan Y adalah biasanya dengan cara regresi, dimana variasi dari

9

Page 10: Industri Pengawetan Kayu

Y akan dipengaruhi variasi X, dengan demikian kaidah-kaidah pada garis regresi

juga berlaku dalam penyelesaian fungsi Cobb-Douglas (Soekartawi, 1990). Secara

sistematik, fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan seperti persamaan sebagai

berikut :

Y = αX1β1 X2

β2 X3β3 … Xi

βi …Xnβn eu

= αXiβi eu …………………………………………………… (2.2)

Fungsi Cobb-Douglas tersebut dinyatakan oleh hubungan Y dan X, maka :

Y = f(X1, X2, …, Xi, …, Xn)

Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan di atas, maka

persamaa tersebut diubah menjadi bentuk linier berganda dengan melogaritma-

naturalkan persamaan tersebut, yaitu :

ln Y = α + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + … bn ln Xn + e …. (2.3)

dimana: Y = output produksi

X1, …, Xn = faktor produksi

α = konstanta

b1, …, bn = koefisien regresi

e = kesalahan pengganggu

pada persamaan tersebut terdapat b1, …, bn yang merupakan konstanta walaupun

variable yang terlibat telah dilogaritmanaturalkan, hal ini menunjukkan elastisitas

X terhadap Y dan jumlah elastisitas yang merupakan return to scale.

Dalam penelitian ini digunakan fungsi produksi model Cobb-Douglas,

dengan pertimbangan bahwa dengan model Cobb-Douglas ini relatif mudah untuk

melakukan analisis. Keuntungan lain dari fungsi produksi model Cobb-Douglas

ini elastisitas produksi dari masing-masing faktor dapat sekaligus diketahui dari

koefisien masing-masing faktor produksi tersebut.

2.1.9 Return to Scale (RTS)

Return to scale (RTS) adalah tingkat dimana output meningkat karena

input meningkat secara proporsional. Dalam Return to scale terdapat tiga

10

Page 11: Industri Pengawetan Kayu

kemungkinan yaitu increasing, constant, atau decreasing return to scale. Jika

output yang dihasilkan lebih dari dua kali lipat ketika input dilipat gandakan,

maka terjadi Increasing return to scale. Contant return to scale terjadi ketika

penambahan satu satuan faktor produksi menyebabkan kenaikan hasil yang tetap.

Artinya bila input dinaikkan dua kali lipat, output juga akan naik dua kali lipat.

Dan decreasing return to scale terjadi ketika penambahan satu unit faktor

produksi menyebabkan pertambahan produksi menjadi berkurang.

Untuk menjelaskan hal ini digunakan jumlah besaran elastisitas b1, …, bn

yang mempunyai kemungkinan lebih besar dari satu, sama dengan satu atau lebih

kecil dari satu. Kemungkinan tersebut yaitu:

a. Increasing return to scale, apabila (b1 + b2 + … + bn) > 1, artinya bahwa

proporsi penambahan faktor produksi (input) akan menghasilkan tambahan

produksi (output) dengan proporsi yang lebih besar.

b. Constant return to scale, apabila (b1 + b2 + … + bn) = 1, artinya bahwa

proporsi penambahan faktor produksi (input) sama dengan penambahan

produksi (output) yang dihasilkan.

c. Decreasing return to scale, apabila (b1 + b2 + … + bn) < 1, artinya bahwa

proporsi penambahan faktor produksi (input) akan melebihi penambahan

produksi (output).

Hasil di atas secara sistematis dapat dituliskan sebagai berikut:

1 ≤ b1 + b2 + … + bn ≤ 1 …………………………………… (2.4)

2.2 Penelitian Terkait

Penelitian yang dilakukan oleh Rahmat Mustofa (2008) yang bertujuan

untuk menganalisis pendapatan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tahu.

Penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda dengan model fungsi

produks Cobb-Douglass. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Faktor-faktor

produksi pada usaha skala besar yang memberikan pengaruh nyata pada output

produksi tahu adalah variabel kedelai sedangkan yang tidak berpengaruh nyata

yaitu variabel bahan coko dan tenaga kerja. Pada faktor produksi pada skala kecil

yang berpengaruh nyata adalah variabel kedelai, tenaga kerja dan air, sedangkan

yang kurang berpengaruh nyata adalah variabel coko.

11

Page 12: Industri Pengawetan Kayu

Penelitian yang dilakukan Panca Kurniasari (2011) melakukan penelitian

yang bertujuan untuk menganalisis faktor produksi yang paling berpengaruh

terhadap jumlah produksi genteng press dan menganalisis tingkat efisiensi industri

kecil genteng press di Desa Meteseh. Analisis data dilakukan dengan

menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas, pengujian skala usaha, dan

pengujian efisiensi, baik efisiensi teknis, efisiensi harga dan efisiensi ekonomi.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa variabel tanah liat, tenaga kerja, dan

kayu bakar berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah produksi genteng

press, sedangkan variabel pendidikan pengusaha berpengaruh negatif dan tidak

signifikan. Variabel yang paling berpengaruh terhadap jumlah produksi genteng

press adalah tanah liat.

2.3 Kerangka Pikir

Produksi merupakan suatu proses transformasi input menjadi output. Input

dalam industri pengawetan kayu terdiri dari bahan baku yaitu kayu, tenaga kerja,

mesin, sementara outputnya adalah jumlah kayu yang diawetkan. Produksi akan

tercapai secara optimal jika tercapai suatu efisiensi produksi.

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran Teoritis

2.4 Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian terkait sebelumnya, maka

hipotesis yang akan dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pengaruh bahan baku, tenaga kerja, dan mesin terhadap produksi pengawetan

kayu.

12

Bahan Baku (X1)

Tenaga Kerja (X2)

Mesin (X3)

Produksi Pengawetan Kayu (Y)

Page 13: Industri Pengawetan Kayu

H0 : β1 = β2 = β3 = 0

artinya tidak ada pengaruh positif dan signifikan antara bahan baku, tenaga

kerja, dan mesin terhadap produksi pengawetan kayu.

H1 : βi ≠ 0, dimana i = 1, 2, 3

Artinya minimal ada satu variable independen yaitu bahan baku, tenaga kerja,

dan mesin yang berpengaruh terhadap produksi pengawetan kayu.

2. Pengaruh bahan baku terhadap produksi pengawetan kayu

H0 : β1 = 0,

Artinya tidak ada pengaruh positif dan signifikan antara bahan baku terhadap

produksi pengawetan kayu.

H1 : β1 ≠ 0

Artinya ada pengaruh positif dan signifikan antara bahan baku terhadap

produksi pengawetan kayu.

3. Pengaruh tenaga kerja terhadap produksi pengawetan kayu

H0 : β2 = 0

Artinya tidak ada pengaruh positif dan signifikan antara tenaga kerja terhadap

produksi pengawetan kayu.

H1 : β2 ≠ 0

Artinya ada pengaruh positif dan signifikan antara tenaga kerja terhadap

produksi pengawetan kayu.

4. Pengaruh mesin terhadap produksi pengawetan kayu

H0 : β3 = 0

Artinya tidak ada pengaruh positif dan signifikan antara mesin terhadap

produksi pengawetan kayu.

H1 : β3 ≠ 0

Artinya ada pengaruh positif dan signifikan antara mesin terhadap produksi

pengawetan kayu.

13

Page 14: Industri Pengawetan Kayu

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilaksanakan di wilayah

Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

yang mempengaruhi produksi industri pengawetan kayu di Indonesia (Y). Faktor-

faktor yang dianggap berpengaruh yaitu tenaga kerja (L), bahan baku (K), dan

mesin (M).

3.2 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang

bersumber dari subdirektorat Industri Besar dan Sedang Badan Pusat Statistik

(BPS). Data yang digunakan antara lain data produksi, bahan baku, data mesin

dan tenaga kerja. Data yang digunakan merupakan data hasil survey IBS tahun

2010.

3.3 Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

deskriptif dan analisis inferensia. Analisis deskriptif dengan menggunakan tabel.

Analisis inferensia dengan menggunakan analisis regresi linear berganda.

Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan bentuk analisis sederhana yang bertujuan

untuk mempermudah penyajian data dengan menganalisis data tabel. Analisis ini

bertujuan untuk mengetahui gambaran umum mengenai suatu fenomena pada

penelitian yang dilakukan. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk

mengetahui gambaran umum kondisi industri pengawetan kayu Indonesia

14

Page 15: Industri Pengawetan Kayu

Analisis Inferensia

3.3.1 Analisis Regresi Linear Berganda

Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi produksi industri

pengawetan kayu di Indonesia digunakan model fungsi Cobb-Douglass dengan

menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Adapun alat bantu yang

digunakan untuk mengolah data tersebut adalah program SPSS versi 20.0.

Analisis regresi digunakan untuk memprediksi hubungan sebab akibat

antara variable independen dengan variable dependen. Dalam analisis regresi

tersebut, selain mengukur kekuatan hubungan juga menunjukkan arah hubungan

antara variable independen dengan variable dependen.

Selain itu, alasan dipakainya analisis regresi adalah bahwa antara satu

perusahaan dengan perusahaan lainnya dalam mengelola usaha berbeda-beda

dalam jumlah penggunaan input baik dalam jumlah bahan baku, mesin dan jumlah

tenaga kerja.

Dalam penelitian ini variable independen yang digunakan yaitu bahan

bahu, tenaga kerja dan mesin, maka spesifikasi model fungsi Cobb-Douglasnya

yaitu:

Prod = β0 Lβ1 Kβ2 M β3 eu…………………………………………(2.3)

Selanjutnya agar dapat diestimasi, maka model penelitian ini dilakukan log

terhadap variable yang digunakan. Maka spesifikasi model penelitian ini sebagai

berikut:

ln Prod = ln β0 + β1 ln L + β2 ln K + β3 ln M + u………………..(2.4)

Dimana: Prod = jumlah output yang dihasilkan

L = input tenaga kerja

K = input bahan baku

M = input nilai dari mesin

β0 = konstanta

15

Page 16: Industri Pengawetan Kayu

β1 = elastisitas input bahan baku

β2 = elastisitas input tenaga kerja

β3 = elastisitas input nilai dari mesin

u = elastisitas factor produksi lain yang tidak diteliti

3.3.2 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik digunakan untuk menguji, apakah model regresi yang

digunakan dalam penelitian ini layak diuji atau tidak. Uji asumsi klasik digunakan

untuk memastikan bahwa multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas

tidak terdapat dalam model yang digunakan dan data yang dihasilkan terdistribusi

normal. Jika keseluruhan syarat tersebut terpenuhi, berarti bahwa model analisis

telah layak digunakan. Uji penyimpangan asumsi klasik, dapat dijabarkan sebagai

berikut:

3.3.2.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,

variabel dependen dan variabel independen memiliki data yang terdistribusi

normal atau tidak. Data yang terdistibusi normal menunjukkan bahwa tidak

terdapat nilai ekstrem yang nantinya dapat mengganggu hasil data penelitian.

Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi data normal/mendekati

normal. Untuk mendeteksi normalitas data maka dilakukan analisis statistik yang

salah satunya dapat dilihat melalui uji Kolmogorov-Smirnov (K-S). Dalam uji KS

terdapat nilai asymp. sig (2-tailed) yang dapat digunakan sebagai alat bantu untuk

mengetahui apakah data terdistribusi normal atau tidak. Jika nilai asymp. sig. (2-

tailed) lebih besar dari nilai α pada tingkat signifikansi 0,05 maka dapat dikatakan

bahwa data terdisribusi normal. Namun sebaliknya apabila nilai asymp. sig (2-

tailed) < α pada tingkat signifikansi 0,05 maka dapat dikatakan bahwa data tidak

terdistribusi normal.

16

Page 17: Industri Pengawetan Kayu

3.3.2.2 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Untuk mendeteksi ada atau

tidaknya multikoliniearitas didalam model ini adalah sebagai berikut :

Jika nilai tolerance < 1 dan nilai VIF < 10, maka dapat disimpulkan bahwa

tidak ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.

Jika nilai tolerance > 1 dan nilai VIF > 10, maka dapat disimpulkan bahwa

ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.

3.3.2.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedasitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain.

Model regresi yang baik adalah yang terjadi homoskedastisitas atau tidak terjadi

heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya gejala heteroskedastisitas

dalam model penelitian yang dianalisis dapat dilakukan melihat plot antara εi

dengan Ŷ, jika menunjukkan pola acak maka tidak terdapat heteroskedastisitas

atau asumsi kesamaan varians (homoskedastisitas) terpenuhi.

3.3.2.4 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi

linear ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan

periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada masalah

autokorelasi. Model regresi yang baik adalah yang bebas autokorelasi.

Untuk mendeteksi autokorelasi, dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson

(dW test). Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi ditentukan sebagai

berikut: Jika nilai durbin Watson (dW) berada di antara nilai dU hingga 4-dU

berarti asumsi tidak terjadinya autokorelasi terpenuhi. Sementara apabila nilai

dW<dL terjadi autokorelasi yang positif dan apabila nilai dW>4-dL terjadi

autokorelasi negatif. Sementara apabila nilai dW berada di antara dL sampai

17

Page 18: Industri Pengawetan Kayu

dengan dU (dL<dW<dU) atau nilai dW berada di antara 4-dU sampai dengan 4-

dL (4-dU<dW<4-dL) maka hal ini menunjukkan tidak ada kesimpulan.

3.3.3 Pengujian Hipotesis

3.3.3.1 Uji Simultan (Uji F)

Uji F digunakan untuk menguji signifikansi model secara keseluruhan. Uji

F dilakukan untuk mengetahui apakah kesemua variabel independen yang

dianalisis secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap variable dependen.

Jika menurut hasil uji F, hasil yang didapatkan memilki nilai sig. < α (0,05) maka

dapat disimpulkan bahwa kesemua variabel independen secara bersama-sama dan

simultan mempengaruhi variabel dependen. Langkah-langkah yang dilakukan

pada uji F adalah sebagai berikut:

1. Merumuskan hipotesis:

H0 : β1 = β2 = …. = βi = 0 (tidak ada variabel independen yang berpengaruh

signifikan terhadap variabel dependen).

H1 : Minimal ada satu βi yang tidak sama dengan 0 (paling tidak ada satu

variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap variable

dependen).

2. Menentukan tingkat signifikansi yaitu sebesar 5% (α = 0,05)

3. Membandingkan nilai Sig. F dengan nilai α

Jika nilai Sig. F lebih kecil dari nilai α (0,05), maka H1 diterima dan H0

ditolak. Dan sebaliknya jika nilai Sig. F lebih besar dari nilai α (0,05), maka

H0 diterima dan H1 ditolak. Jika H1 diterima berarti menunjukkan bahwa

semua variable independen tersebut secara bersama-sama mempengaruhi

signifikan terhadap variabel dependen.

18

Page 19: Industri Pengawetan Kayu

3.3.3.2 Uji Parsial (Uji t)

Pengujian signifikansi secara parsial antara suatu variabel independen

terhadap variabel dependen menggunakan uji t. Langkah-langkah yang ditempuh

dalam pengujian adalah:

1. Merumuskan hipotesis:

H0 : βi = 0 Dimana I = 1,2,3,4

H1 : βi ≠ 0

2. Menentukan tingkat signifikansi yaitu sebesar 5% (α = 0,05)

3. Membandingkan nilai Sig. t dengan nilai α

Jika nilai sig. t pada suatu variabel independen lebih kecil dari nilai α (0,05),

maka H1 diterima dan H0 ditolak. Dan sebaliknya jika nilai sig. t pada suatu

variable independen lebih besar dari nilai α (0,05), maka H0 diterima dan H1

ditolak. Jika H1 diterima berarti menunjukkan bahwa variabel independen

tersebut secara parsial mempengaruhi signifikan terhadap variabel

dependen.

3.3.3.4 Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi atau uji R2 digunakan untuk mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan keragaman variabel dependen. Nilai

koefisien determinansi adalah antara 0 dan 1. Nilai R2 yang kecil berarti

kemampuan variabel independen dalam menjelaskan keragaman variabel

dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati 1 (satu) berarti variabel

independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk

memprediksi keragaman variabel dependen.

19

Page 20: Industri Pengawetan Kayu

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Indutri Pengawetan Kayu

4.1.1 Tenaga Kerja

Faktor produksi tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dan

perlu diperhatikan dalam proses produksi dalam jangka waktu yang cukup, bukan

saja dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga

kerja perlu diperhatikan.

Badan pusat statistik telah meneteapkan kriteria pengelompokkan

perusahaan berdasarkan pada jumlah tenaga kerja , yaitu (a) industri kecil atau

rumah tangga, dengan jumlah pekerja 5 sampai 19 orang; (b) industri sedang,

dengan jumlah pekerja 20 sampai 99 orang; dan (c) industri besar, dengan jumlah

pekerja 100 orang atau lebih. Menggunakan kriteria tersebut, unit industri

pengawetan kayu di Indonesia tergolong industri sedang dan besar. Dan

didominasi oleh industri sedang, yaitu sekitar 60,42% usaha yang bergerak dalam

pengawetan kayu tergolong industri sedang.

Tabel 1. Penyerapan Tenaga Kerja Pada Insdustri Pengawetan Kayu

MenurutSkala Usaha Dan Jenis Kelamin

No Skala UsahaJumlah Perusahaan Jumlah Tenaga Kerja

TotalOrang % Laki-laki Perempuan

1 Sedang 29 60.42

939

182 1,1

21

2 Besar 19 39.58 7

,832 4

,485 12,3

17

Total 48 100.00 8

,771 4

,667 13,4

38Sumber: IBS, data diolah

Secara keseluruhan baik pada industri sedang maupun besar, lebih dari

60% tenaga kerja didominasi oleh pekerja laki-laki. Hal ini disebabkan karena

jenis pekerjaan pengawetan kayu yang memerlukan tenaga otot. Namun jika

20

Page 21: Industri Pengawetan Kayu

dilihat komposisi tenaga kerja tiap perusahaan, walaupun sebagian besar pekerja

didominasi pekerja laki-laki, ada juga beberapa perusahaan yang didominasi oleh

pekerja perempuan.

4.1.2 Sumber Bahan Baku

Ketersediaan bahan baku kayu jelas sangat penting kaitannya dengan

kelancaran produksi pengawetan kayu. Sumber bahan baku sendiri terbagi

menjadi dua sumber, yaitu yang berasal dari dalam negeri atau lokal dan berasal

dari luar negeri atau impor.

Tabel 2. Sumber Bahan Baku Industri Pengawetan Kayu Menurut Skala Usaha

NoSkala Usaha

Sumber Bahan Baku

Total

Lokal ImporRupiah (ribuan) %

Rupiah (ribuan) %

1 Sedang 106,397,1

49

100 -

100

106,397,349

2 Besar 1,105,037,4

07

89.09 135,320,

433

10.91 1,240,357,

940

Total 1,211,434,5

56 89.95 135,320,

433

10.05 1,346,755,

289Sumber: IBS, data diolah

Dari hasil penelitian, insdustri pengawetan kayu baik dalam skala usaha

sedang maupun besar menggunakan bahan baku lokal. Hal ini karena bahan baku

utama dalam insdustri ini merupakan bahan baku yang masih tersedia banyak dan

mudah diperoleh yaitu kayu. Sementara itu, bahan baku yang diimpor biasanya

merupakan bahan-bahan pengawet yang sulit diperoleh dari dalam negeri.

4.1.3 Penggunaan Mesin

Mesin memegang peranan yang sangat penting dalam proses produksi.

Mesin mempengaruhi produk, efisiensi produksi serta pelaksanaan produksi

dalam pabruk dan juga mempengaruhi penyusunan tata letak fasilitas produksi

dalam pabrik

21

Page 22: Industri Pengawetan Kayu

Tabel 3. Nilai Mesin pada Industri Pengawetan Kayu Menurut Skala Usaha

No Skala Usaha Jumlah Perusahaan

Mesin

Total (Ribuan) %

1 Sedang 29 5501122 8.20

2 Besar 19 61583468 91.80

Total 48 67084590 100.00

Sumber: IBS, data diolah

Data penelitian menunjukkan bahwa industri pengawetan kayu berskala

sedang hanya menggunakan 8.2 % mesin dari total nilai mesin yang digunakan

oleh seluruh unit industri, ini berarti insdustri tersebut merupakan industri yang

lebih memanfaatkan tenaga dari pekerja dibandingkan mesin. Sedangkan industri

berskala besar dalam proses produksi banyak menggunakan mesin, yaitu sekitar

91,8 % mesin dari total nilai mesin. Ini berarti industri tersebut sudah

mengkombinasikan mesin dalam meningkatkan produksi dan produktivitas

pekerjanya.

Sementara jika dilihat dari komposisi penggunaan mesin dari tiap

perusahaan baik berskala sedang maupun besar, banyak perusahaan pengawetan

kayu yang tidak menggunakan mesin. Hal ini dapat disebabkan karena perusahaan

tersebut sangat memanfaatkan tenaga dari pekerja atau disebabkan masalah non

respon saat survey.

4.1.4 Produksi

Produksi indutri pengawetan kayu dipengaruhi oleh beberap faktor

produksi diantaranya tenaga kerja, bahan baku dan mesin. Dari data penelitian,

Industri skala usaha besar secara rata-rata menghasilkan lebih banyak output

dibandingkan dengan insdustri berskala kecil. Hal ini terjadi karena industri

berskala besar menggunakan banyak tenaga kerja dan memnfaatkan banyak mesin

sehingga mampu meningkatkan produktivitas dan menghasilkan banyak output.

22

Page 23: Industri Pengawetan Kayu

Tabel 4. Nilai Produksi pada Indutri Pengawetan Kayu Menurut Skala Usaha

No

Skala

Usaha

Jumlah

Perusahaan

Nilai Produksi (Ribuan)

Total Rata-rata

1 Sedang 29 217914914 7514307.38

2 Besar 19 2022388977 106441525.11

Total 48 2240303891 113955832.48

Sumber: IBS, data diolah

4.2 Analisis Pengaruh Faktor Produksi Terhadap Produksi Industri

Pengawetan Kayu

Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi industri

pengawetan kayu dalam penelitian ini ada tiga variabel, yaitu variabel tenaga

kerja, bahan baku, dan mesin. Unit industri pengawetan kayu pada faktor-faktor

produksi yang mempunyai nilai nol tidak dimasukkan dalam pendugaan fungsi

Cobb-Doglas dan regresi berganda. Nilai nol tidak dapat dilogaritmakan sehingga

akan menyebabkan pendugaan yang tidak akurat. Jumlah perusahaan pengawetan

kayu yang diperoleh dari survei IBS adalah sebanyak 48 perusahaan. Namun,

hanya 27 perusahaan yang akan digunakan dalam penelitian, hal ini disebabkan

adanya 21 perusahaan yang memiliki data bernilai nol sehingga tidak diikutkan

dalam analisis regresi.

4.2.1 Uji Asumsi Klasik

Sebelum dapat digunakan untuk pengujian hipotesis, model dalam

penelitian ini perlu dilakukan pengujian asumsi klasik agar diperoleh estimasi

BLUE (Best Linear Unbiased Estimation). Uji asumsi klasik meliputi uji

normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel

dependen dan variabel independen memiliki data yang terdistribusi normal atau

tidak. Untuk mendeteksi normalitas data maka dilakukan analisis statistik yang

23

Page 24: Industri Pengawetan Kayu

salah satunya dapat dilihat melalui uji Kolmogorov-Smirnov (K-S) dengan alat

bantu SPSS 20.0. Jika asymp. Sig. (2-tailed) lebih dari tingkat signifikansi 5% (α

= 0,05) maka dapat dikatakan bahwa data berdistribusi normal.

Tabel 5. Uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov

Unstandardized Residual

N 27

Normal Parametersa,bMean 0E-7

Std. Deviation .39206652

Most Extreme

Differences

Absolute .125

Positive .125

Negative -.094

Kolmogorov-Smirnov Z .647

Asymp. Sig. (2-tailed) .796

a. Test distribution is Normal.

Dari hasil pengujian, diperoleh nilai asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,796

yaitu lebih besar dari tingkat signifikansi 5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa

model regresi dalam penelitian memenuhi asumsi normalitas.

2. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Untuk mendeteksi ada atau

tidaknya multikoliniearitas didalam model ini dapat dilihat dari nilai VIF.

Tabel 6. Uji Multikolinearitas

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1

(Constant)

Tenaga Kerja .212 4.708

Bahan Baku .340 2.940

Mesin .301 3.319

24

Page 25: Industri Pengawetan Kayu

a. Dependent Variabel: Output

Dari hasil pengujian diperoleh bahwa tidak ada variabel bebas (Tenaga

kerja, bahan baku dan mesin) yang memiliki nilai VIF lebih dari 10, sehingga

dapat disimpulkan bahwa tidak ada korelasi antar variabel bebas. Dan model

regresi dalam penelitian memenuhi asumsi tidak terjadinya multikolinearitas.

3. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedasitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain.

Dari hasil pengujian keteroskedastisitas dengan menggunakan grafik,

terlihat bahwa pola penyebaran titik-titik di atas tidak membentuk pola tertentu,

sehingga data yang digunakan tidak mengalami masalah heteroskeastisitas. Dan

dapat disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini memenuhi asumsi

heteroskedastisitas.

4. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model

regresi linear ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t dengan

kesalahan periode t-1 (sebelumnya). Untuk mendeteksi autokorelasi, dapat

25

Page 26: Industri Pengawetan Kayu

dilakukan dengan uji Durbin Watson (dW test). Jika nilai Durbin Watson berada

diantara nilai 1,651 dan 2,349 maka asumsi tidak terjadinya autokorelasi

terpenuhi.

Tabel 7. Uji Autokorelasi

Mode

l

R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

Durbin-Watson

1 .977a .954 .948 .41685 2.666

a. Predictors: (Constant), Mesin, Bahan Baku, Tenaga Kerja

b. Dependent Variabel: Output

Dari hasil pengujian, diperoleh nilai durbin Watson sebesar 2,666. Nilai

ini lebih besar dari 2,349 dan berada di daerah tidak ada kesimpulan, hal ini

berarti bahwa tidak dapat disimpulkan apakah terdapat autokorelasi di dalam

model penelitian. Namun karena penelitian ini bukan merupakan data Time Series,

maka autokorelasi tidak perlu diperhatikan.

4.2.2 Model Regresi Linear Berganda

Berdasarkan hasil regresi dari data sekunder yang diolah dengan

menggunakan SPSS 20.0, maka diperoleh persemaan regresi linear berganda yang

kemudian ditransformasikan ke dalam persamaan fungsi produksi.

Tabel 8. Koefisien Regresi

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) 4.674 .876 5.338 .000

Tenaga Kerja .250 .113 .216 2.221 .036

Bahan Baku .486 .064 .584 7.600 .000

Mesin .228 .074 .251 3.070 .005

26

Page 27: Industri Pengawetan Kayu

a. Dependent Variabel: Output

Berdasarkan nilai koefisien regresi pada tabel di atas, maka dapat disusun

persamaan regresi sebagai berikut:

Produksi (Y) = 4,674 + 0,250 Ln L + 0,486 Ln K + 0,228 Ln M + u

Dimana: Y = Produksi insdustri pengawetan kayu

L = Tenaga kerja

K = Bahan baku

M = jumlah mesin

Interpretasi hasil regresi pengaruh teknologi, bahan baku (bahan bakar)

dan tenaga kerja terhadap produksi roti di kabupaten Maros dan kota Makassar

yaitu sebagai berikut:

1. Tenaga kerja

Apabila terjadi penambahan satu orang pekerja, maka jumlah produksi

pengawetan kayu yang dihasilkan perusahaan akan meningkat sebesar 0,250,

dengan asumsi faktor produksi lainnya tetap.

2. Bahan baku

Apabila terjadi penambahan bahan baku sebesar satu persen, maka jumlah

produksi pengawetan kayu yang dihasilkan perusahaan akan meningkat

sebesar 0,486, dengan asumsi faktor produksi lainnya tetap.

3. Mesin

Apabila terjadi penambahan mesin sebesar satu persen, maka jumlah produksi

pengawetan kayu yang dihasilkan perusahaan akan meningkat sebesar 0,228,

dengan asumsi faktor produksi lainnya tetap.

Dari hasil pengujian dengan SPSS 20.0 dapat dilihat bahwa variabel bahan

baku menunjukkan memiliki pengaruh yang paling tinggi (dilihat dari nilai

Standardized Coefficients) terhadap produksi industri pengawetan kayu di

Indonesia. Hal ini karena apabila bahan baku sulit didapatkan maka akan

berdampak pada pengurangan produksi atau bahkan akan menghentikan

produksinya. Sedangkan yang mempunyai pengaruh paling rendah adalah jumlah

tenaga kerja karena tenaga yang digunakan dalam produksi industri pengawetan

kayu tidak tergantung pada jumlah tenaga kerja karena dengan berapapun jumlah

27

Page 28: Industri Pengawetan Kayu

tenaga kerja produksi insdustri pengawetan kayu yang dihasilkan tidak mengalami

perubahan hanya saja diperlukan waktu yang berbeda-beda.

4.2.3 Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan untuk melihat pengaruh secara serempak

dan parsial dari variabel independen terhadap variabel dependen.

1. Uji Simultan (Uji F)

Pengujian terhadap pengaruh semua variabel independen di dalam model

dapat dilakukan dengan uji simultan (uji F). Uji statistik F pada dasarnya

menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model

mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen.

Tabel 9. Uji ANOVA

Model Sum of

Squares

df Mean

Square

F Sig.

1

Regression 82.536 3 27.512 158.328 .000b

Residual 3.997 23 .174

Total 86.533 26

Dari Tabel di atas secara bersama-sama/serentak variabel bebas yang terdiri

dari tenaga kerja, bahan baku, dan mesin mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap variabel produksi pengawetan kayu pada tingkat kepercayaan α =5%.

Hal ini dapat dilihat nilai Prob.Sig sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 dan nilai F

hitung sebesar 158,328 lebih besar dari F1-α,3,26 yaitu 3,027 (Fhitung > Ftabel). Dengan

demikian hipotesis H1 yang menyatakan semua variabel bebas mempengaruhi

variabel tak bebas secara bersama-sama, dapat diterima atau hipotesis nol (H0)

yang menyatakan semua variabel bebas tidak mempengaruhi variabel terikat

(produksi indutri pengawetan kayu), ditolak. Artinya variabel tenaga kerja, bahan

baku, dan mesin mempengaruhi variabel produksi tempe.

2. Uji Parsial (Uji t)

Pengujian secara parsial masing-masing variabel bebas dimaksudkan

untuk mengetahui apakah secara individual variabel faktor produksi mempunyai

pengaruh signifikan atau tidak terhadap produksi insdustri pengawetan kayu.

Dengan tingkat kepercayaan 95%, diperoleh hasil (tabel 8) sebagai berikut:

28

Page 29: Industri Pengawetan Kayu

a. Tenaga kerja

Secara parsial, faktor input bahan baku berpengaruh signifikan terhadap

produksi pengawetan kayu, hal ini dapat dilihat dari nilai Prob. Sig sebesar 0,036

yang lebih kecil dari 0,05 (α = 0,05) dan nilai thitung sebesar 2.221 lebih besar dari

t0.975,23 (2,069), sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa bahan baku

berpengaruh terhadap produksi pengawetan kayu diterima. Hal ini menunjukkan

bahwa dengan adanya tenaga kerja maka proses pembuatan kayu awetan lebih

baik dan berkualitas.

b. Bahan Baku

Secara parsial, faktor produksi tenaga kerja berpengaruh signifikan terhadap

produksi pengawetan kayu, hal ini dapat dilihat dari nilai Prob. Sig sebesar 0,000

yang lebih kecil dari 0,05 (α = 0,05) dan nilai thitung sebesar 7.600 lebih besar dari

t0.975,23 (2,069), sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa tenaga kerja

berpengaruh terhadap produksi pengawetan kayu diterima. Hal ini dimungkinkan

karena bahan baku merupakan variabel utama dalam produksi roti atau dengan

kata lain, kegiatan produksi akan berhenti jika bahan baku tidak tersedia.

c. Mesin

Secara parsial, faktor produksi mesin berpengaruh signifikan terhadap

produksi pengawetan kayu, hal ini dapat dilihat dari nilai Prob. Sig sebesar 0,005

yang lebih kecil dari 0,05 (α = 0,05) dan nilai thitung sebesar 3.070 lebih besar dari

t0.975,23 (2,069), sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa mesin berpengaruh

terhadap produksi pengawetan kayu diterima. . Hal ini menunjukkan bahwa

dengan adanya mesin maka proses pembuatan kayu awetan lebih cepat dan dan

mampu meningkatkan produktivitas pekerja.

3. Koefisien Determinasi (R2)

Dari hasil pengujian (tabel 7), diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar

0,954 atau sekitar 95,4% yang menunjukkan bahwa keragaman dan hasil produksi

insdustri pengawetan kayu dapat dijelaskan oleh variabel tenaga kerja, bahan

baku, dan mesin. Sementara 4,6% dijelaskan oleh vareabel lain yang tidak

dimasukkan dalam penelitian ini.

29

Page 30: Industri Pengawetan Kayu

4.3 Return to Scale

Hasil pendugaan fungsi produksi industri pengawetan kayu yang diperoleh

yaitu:

Produksi (Y) = 4,674 + 0,250 Ln L + 0,486 Ln K + 0,228 Ln M + u

Dimana: β1 = 0,250

β2 = 0,486

β2 = 0,228

Penjumlahan nilai-niai elastisitas pada setiap variabel tersebut akan

diperoleh nilai sebesar 0,964. Nilai tersebut lebih kecil dari 1 yang berarti bahwa

penambahan input tidak diimbangi secara proporsional oleh tambahan output

yang dihasilkan (decreasing return to scale). Hal ini menandakan telah terjadinya

penurunan produktivitas mungkin dari tenaga kerja maupun mesin.

4.4 Average Product (AP)

Produksi rata-rata (Average Product) adalah rata-rata output yang

dihasilkan perunit faktor produksi. Untuk menghitung produksi rata-rata

perusahaan secara keseluruhan dapat didekati dengan menggunakan perbandingan

total produksi dengan jumlah tenaga kerja, bahan baku, dan mesin.

Diketahui: Total produksi (TP) = 1.550.369.529

Jumlah tenaga kerja (L) = 10.117

Nilai bahan baku (K) = 976.482.342

Nilai Mesin (M) = 67.044.590

1. Rata-rata produksi pengawetan kayu untuk setiap tenaga kerja (APL)

APL = TPL

= 1.550.369 .529

10.117= 153243.9981 ribu per orang

Nilai APL sebesar 153.243,9981 ribu menunjukkan bahwa setiap tenaga kerja rata-

rata menghasilkan nilai produksi pengawetan sebesar 153.243,9981 ribu.

2. Rata-rata produksi pengawetan kayu untuk setiap bahan baku (APL)

30

Page 31: Industri Pengawetan Kayu

APK = TPK

= 1.550.369 .529976.482.342

= 1,5877 ribu

Nilai APK sebesar 1,5877 ribu menunjukkan bahwa setiap bahan baku rata-rata

menghasilkan nilai produksi pengawetan sebesar 1,5877 ribu.

3. Rata-rata produksi pengawetan kayu untuk setiap mesin (APM)

APK = TPK

= 1.550.369 .529

67.044 .590= 23,1245 ribu

Nilai APM sebesar 23,1245 ribu menunjukkan bahwa setiap mesin rata-rata

menghasilkan nilai produksi pengawetan sebesar 23,1245 ribu.

4.5 Marginal Product (MP)

Produksi marjinal (Marginal Product) adalah tambahan produksi karena

penambahan penggunaan satu unit faktor produksi. Untuk mendapatkan nilai dari

produksi marjinal dapat dihitung melalui nilai elastisitas dan nilai produksi rata-

rata.

Diketahui: Elastisitas tenaga kerja (EL) = 0,250

Elastisitas bahan baku (EK) = 0,486

Elastisitas mesin (EM) = 0,228

E = MPAP

, maka Marginal Product (MP)= E x AP

1. Marginal Product tenaga kerja (MPL)

MPL = EL x APL

= 0,250 x 153243.9981

= 38.310,9995 ribu per orang

Nilai MPL sebesar 38.310,9995 ribu berarti setiap perubahan penambahan

tenaga kerja akan meningkatkan perubahan penambahan produksi sebesar

38.310,9995 ribu.

2. Marginal Product bahan baku (MPK)

MPK = EK x APK

= 0,486 x 1,5877

31

Page 32: Industri Pengawetan Kayu

= 0.7716 ribu

Nilai MPK sebesar 0.7716 per orang berarti setiap perubahan penambahan

bahan baku akan meningkatkan perubahan penambahan produksi sebesar 0.7716

ribu.

3. Marginal Product Mesin (MPM)

MPM = EM x APM

= 0,228 x 23.1245

= 5.2724 ribu

Nilai MPM sebesar 5.2724 ribu berarti setiap perubahan penambahan mesin

akan meningkatkan perubahan penambahan produksi sebesar 5.2724 ribu.

4.6 Industri Pengawetan Kayu Skala Sedang

Tabel 10. Hasil Pendugaan Regresi Berganda Faktor Produksi Industri

Pengawetan Kayu Berskala Sedang

Variabel

Koefisien

Dugaan

Standardized

Coefficients thitung Sig VIF

Konstan 3.418 2.937 0.014

Tenaga kerja 0.587 0.216 1.667 0.124 1.942

Bahan baku 0.434 0.615 6.266 0.000 1.112

Mesin 0.298 0.388 3.005 0.012 1.925

R2 0.905

R2 ajd 0.879

Fhitung 34.875

Durbin Watson 1.816

Asymp. Sig.

(2-tailed)0.991

Pendugaan regeresi untuk industri pengawetan kayu berskala sedang

dilakukan pada 15 perusahaan. Model penelitian ini telah memenuhi semua

asumsi klasik, yaitu uji normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan

autokorelasi. Model ini memiliki nilai asymp. Sig (2-tailed) sebesar 0,991 yang

32

Page 33: Industri Pengawetan Kayu

lebih besar dari 0,05 yang berarti model ini memenuhi asumsi normalitas. Tiga

variabel independen yaitu tenaga kerja, bahan baku, dan mesin memiliki nilai VIF

yang kurang dari 10, sehingga tidak terjadi multikolinearitas. Dari plot hubungan

antara εi dengan Ŷ menunjukkan pola yang acak sehingga tidak terdapat masalah

heteroskedastisitas. Dan dari nilai Durbin Watson yaitu sebesar 1.816 berada

diantara 1,6499 dan 2,3501, hal ini berarti tidak ada masalah autokorelasi di dalam

model.

Uji F yang diperoleh dari model tersebut sebesar 34.875 lebih besar dari

Ftabel yaitu 3.587, hal ini menunjukkan bahwa secara statistik model dapat

berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 95 persen. Artinya bahwa faktor-faktor

produksi pengawetan kayu berupa tenaga kerja, bahan baku dan mesin secara

bersama-sama mempengaruhi produksi pengawetan kayu yang dihasilkan pada

industri pengawetan kayu berskala sedang.

Pengaruh faktor produksi secara parsial untuk model ini dengan uji-t.

Apabila nilai thitung lebih besar dari nilai t tabel sebesar 2,201 maka faktor-faktor

produksi berpengaruh nyata terhadap variabel dependen atau output. Nilai thitung

variabel tenaga kerja sebesar 1.667, variabel bahan baku sebesar 6.266 dan

variabel mesin sebesar 3.005 maka menunjukkan bahwa faktor produksi bahan

baku dan mesin berpengaruh nyata terhadap produksi pengawetan kayu yang

dihasilkan pada tingkat kepercayaan 95 persen. Namun faktor produksi tenaga

kerja tidak berpengaruh nyata terhadap produksi Industri pengawetan berskala

sedang. Hal ini mungkin disebabkan karena produktivitas tenaga kerja yang

rendah dalam menghasilkan output.

Koefisien determinan (R2) yang dihasilkan dari produksi industri

pengawetan kayu berskala sedang bernilai 90,5 persen. Hal ini menunjukkan

bahwa 90,5 persen keragaman dalam produksi industri pengawetan kayu dapat

dijelaskan oleh faktor-faktor produksi yang digunakan dalam penelitian.

Hasil pendugaan fungsi produksi Industri pengawetan kayu skala sedang

yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Produksi (Y) = 3.418 + 0.587 Ln L + 0.434 Ln K + 0.298 Ln M + u

Interpretasi model persamaan industri pengawetan kayu berskala sedang:

33

Page 34: Industri Pengawetan Kayu

1. Apabila terjadi penambahan pekerja sebesar satu persen, maka jumlah

produksi pengawetan kayu yang dihasilkan perusahaan akan meningkat

sebesar 0,587 ribu, dengan asumsi faktor produksi lainnya tetap

2. Apabila terjadi penambahan bahan baku sebesar satu persen, maka jumlah

produksi pengawetan kayu yang dihasilkan perusahaan akan meningkat

sebesar 0,434 ribu, dengan asumsi faktor produksi lainnya tetap.

3. Apabila terjadi penambahan unit mesin sebesar satu persen, maka jumlah

produksi pengawetan kayu yang dihasilkan perusahaan akan meningkat

sebesar 0,298, dengan asumsi faktor produksi lainnya tetap

Dari hasil pengujian dengan SPSS 20.0 dapat dilihat bahwa variabel bahan

baku menunjukkan memiliki pengaruh yang paling tinggi (dilihat dari nilai

Standardized Coefficients) terhadap produksi industri pengawetan kayu berskala

sedang. Hal ini karena apabila bahan baku sulit didapatkan maka akan berdampak

pada pengurangan produksi atau bahkan akan menghentikan produksinya.

Nilai elastisitas secara keseluruhan sebesar 1,319 yang berada pada skala

kenaikan hasil yang semakin meningkat (increasing return to scale). Nilai

elastisitas yang lebih dari satu ini berarti bahwa penambahan faktor produksi

sebesar satu persen dalam proses produksi menyebabkan kenaikan hasil produksi

sebesar 1,005 persen.

4.7 Industri Pengawetan Kayu Skala Besar

Tabel 10. Hasil Pendugaan Regresi Berganda Faktor Produksi Industri

Pengawetan Kayu Berskala Besar

Variabel

Koefisien

Dugaan

Standardized

Coefficients thitung Sig VIF

Konstan 5.051 3.799 0.005

Tenaga kerja 0.265 0.227 1.790 0.111 2.746

Bahan baku 0.671 0.815 7.089 0.000 2.260

Mesin -0.025 -0.029 -0.278 0.788 1.884

R2 0.976

R2 ajd 0.936

Fhitung 54.312

Durbin 2.226

34

Page 35: Industri Pengawetan Kayu

Watson

Asymp. Sig.

(2-tailed) 0.980

Pendugaan regeresi untuk industri pengawetan kayu berskala besar

dilakukan pada 12 perusahaan. Model penelitian ini telah memenuhi semua

asumsi klasik, yaitu uji normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan

autokorelasi. Model ini memiliki nilai asymp. Sig (2-tailed) sebesar 0,980 yang

lebih besar dari 0,05 yang berarti model ini memenuhi asumsi normalitas. Tiga

variabel independen yaitu tenaga kerja, bahan baku, dan mesin memiliki nilai VIF

yang kurang dari 10, sehingga tidak terjadi multikolinearitas. Dari plot hubungan

antara εi dengan Ŷ menunjukkan pola yang acak sehingga tidak terdapat masalah

heteroskedastisitas. Dan dari nilai Durbin Watson yaitu sebesar 2.226 berada

diantara 1,8640 dan 2,136, hal ini berarti terdapat masalah autokorelasi di dalam

model, namun karena penelitian ini bukan merupakan data Time Series, maka

autokorelasi tidak perlu diperhatikan.

Uji F yang diperoleh dari model tersebut sebesar 54.312 lebih besar dari

Ftabel yaitu 4.066, hal ini menunjukkan bahwa secara statistik model dapat

berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 95 persen. Artinya bahwa faktor-faktor

produksi pengawetan kayu berupa tenaga kerja, bahan baku dan mesin secara

bersama-sama mempengaruhi produksi pengawetan kayu yang dihasilkan pada

industri pengawetan kayu berskala besar.

Pengaruh faktor produksi secara parsial untuk model ini dengan uji-t.

Apabila nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel sebesar 2,306 maka faktor-faktor

produksi berpengaruh nyata terhadap variabel dependen atau output. Nilai thitung

variabel tenaga kerja sebesar 1.790, variabel bahan baku sebesar 7.089 dan

variabel mesin sebesar -0.278 maka menunjukkan bahwa hanya faktor produksi

bahan baku yang berpengaruh nyata terhadap produksi pengawetan kayu yang

dihasilkan pada tingkat kepercayaan 95 persen. Namun faktor produksi tenaga

kerja dan mesin tidak berpengaruh nyata terhadap produksi Industri pengawetan

berskala besar. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pengaruh tenaga kerja dan

35

Page 36: Industri Pengawetan Kayu

mesin terhadap output (produksi industri pengawetan kayu) baru bisa terlihat jelas

dalam jangka waktu beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun.

Koefisien determinan (R2) yang dihasilkan dari produksi industri

pengawetan kayu berskala besar bernilai 97,6 persen. Hal ini menunjukkan bahwa

97,6 persen keragaman dalam produksi industri pengawetan kayu dapat dijelaskan

oleh faktor-faktor produksi yang digunakan dalam penelitian.

Hasil pendugaan fungsi produksi Industri pengawetan kayu skala besar

yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Produksi (Y) = 5.051 + 0.265 Ln L + 0.671 Ln K - 0.025 Ln M + u

Interpretasi model persamaan industri pengawetan kayu berskala besar:

1. Apabila terjadi penambahan pekerja sebesar satu persen, maka jumlah

produksi pengawetan kayu yang dihasilkan perusahaan akan meningkat

sebesar 0,265 ribu, dengan asumsi faktor produksi lainnya tetap

2. Apabila terjadi penambahan unit bahan baku sebesar satu persen, maka jumlah

produksi pengawetan kayu yang dihasilkan perusahaan akan meningkat

sebesar 0,671 ribu, dengan asumsi faktor produksi lainnya tetap.

3. Apabila terjadi penambahan unit mesin sebesar satu persen, maka jumlah

produksi pengawetan kayu yang dihasilkan perusahaan akan menurun sebesar

0,025, dengan asumsi faktor produksi lainnya tetap

Dari hasil pengujian dengan SPSS 20.0 dapat dilihat bahwa sama seperti

pada industri pengawetan kayu berskala besar variabel bahan baku menunjukkan

memiliki pengaruh yang paling tinggi (dilihat dari nilai Standardized Coefficients)

terhadap produksi industri pengawetan kayu berskala sedang. Hal ini karena

apabila bahan baku sulit didapatkan maka akan berdampak pada pengurangan

produksi atau bahkan akan menghentikan produksinya. Sedangkan faktor

produksi yang berpengaruh paling kecil yaitu mesin, hal ini mungkin disebabkan

karena penggunaan mesin tidak meningkatkan produktivitas pekerja untuk

menghasilkan lebih banyak output.

Nilai elastisitas secara keseluruhan sebesar 0,911 yang berada pada skala

penambahan input yang tidak diimbangi secara proporsional oleh tambahan

output yang diperoleh (decreasing return to scale). Nilai elastisitas 0,911 kurang

36

Page 37: Industri Pengawetan Kayu

dari satu artinya bahwa setiap penambahan input satu persen akan meningkatkan

produksi tahu sebesar 0,911 persen.

37

Page 38: Industri Pengawetan Kayu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut:

1. Secara bersama-sama variable faktor produksi tenaga kerja, bahan baku, dan

mesin yang digunakan pada industri pengawetan kayu berpengaruh

signifikan terhadap produksi pengawetan kayu. Dan secara parsial

menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja, bahan baku, dan mesin

berpengaruh signifikan terhadap produksi pengawetan kayu.

2. Pada industri pengawetan kayu berskala sedang, secara bersama-sama faktor

produksi tenaga kerja, bahan baku, dan mesin berpengaruh terhadap

produksi pengawetan kayu. Dan secara parsial hanya bahan baku dan mesin

yang berpengaruh signifikan terhadap produksi pengawetan kayu.

Sementara faktor produksi tenaga kerja tidak berpengaruh signfikan, hal ini

mungkin disebabkan karena produktivitas tenaga kerja yang rendah dalam

menghasilkan output.

3. Pada industri pengawetan kayu berskala besar, secara bersama-sama faktor

produksi tenaga kerja, bahan baku, dan mesin berpengaruh terhadap

produksi pengawetan kayu. Dan secara parsial hanya bahan baku yang

berpengaruh signifikan terhadap produksi pengawetan kayu. Sementara

faktor produksi tenaga kerja dan mesin tidak berpengaruh signifikan

terhadap produksi Industri pengawetan berskala besar. Hal ini kemungkinan

disebabkan karena pengaruh tenaga kerja dan mesin terhadap output

(produksi industri pengawetan kayu) baru bisa terlihat jelas dalam jangka

waktu beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun.

4. Dilihat dari penggunaan faktor produksi terhadap kegiatan produksi ternyata

bahan baku memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap produksi

industri pengawetan kayu di Indonesia baik yang berskala sedang maupun

38

Page 39: Industri Pengawetan Kayu

besar. Hal ini karena apabila bahan baku sulit didapatkan maka akan

berdampak pada pengurangan produksi atau bahkan akan menghentikan

produksinya.

5. Nilai elastisitas produksi industri pengawetan kayu adalah 0,964. Ini berarti

bahwa secara umum hasil produksi pengawetan kayu mengalami decreasing

return to scale. Hal ini berarti bahwa penambahan nilai produksi dalam

proporsi yang lebih kecil atau bisa dikatakan telah terjadi penurunan

produkstivitas dari tenaga kerja maupun mesin.

5.2 Saran

Apabila industri pengawetan kayu ingin meningkatkan pendapatan dan

keuntungannya, maka diperlukan perhatian khusus terhadap bahan baku karena

bahan baku merupakan faktor produksi yang paling berpengaruh. Perusahaan

harus melakukan penambahan bahan baku, memperhatikan kualitas bahan baku.

Perusahaan perlu melakukan perbaikan produksi agar lebih efisien dalam

penggunaan tenaga kerja dan mesin produksi.

Di lain pihak, pemerintah perlu memberikan perhatian kepada pengusaha

pengawetan kayu, agar dapat memperoleh bahan baku dengan mudah, sehingga

produsen tidak kesulitan dalam menjual produknya karena harus menjual dengan

harga yang tinggi agar tidak mengalami kerugian.

39


Related Documents