YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
Page 1: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

G U B E R N U R R I A U

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU

NOMOR 6 TAHUN 2018

TENTANG

PENYELENGGARAAN PERKEBUNAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR RIAU,

Menimbang: a. bahwa perkebunan mempunyai peranan yang penting

dan strategis dalam pembangunan Daerah, terutama

untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

rakyat, penerimaan Daerah, penyediaan lapangan kerja,

perolehan nilai tambah dan daya saing, pemenuhan

kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan baku industri

dalam negeri serta optimalisasi pengelolaan sumber daya

alam yang layak ekonomis, layak sosial, dan berwawasan

lingkungan secara berkelanjutan;

b. berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada

huruf a, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang

Penyelenggaraan Perkebunan.

Mengingat: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang

Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun

1957 tentang Pembentukan Daerah-daerah Swatantra

Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 75)

sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1958 Nomor 112, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 1646);

Page 2: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-2-

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011

Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5234);

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5587); sebagaimana

telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-

Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua

Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah. (Lembaran Negara Tahun 2015

Nomor 58 Tambahan Lembaran Negara Nomor 5679);

5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang

Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2014 Nomor 308).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI RIAU

dan

GUBERNUR RIAU

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN

PERKEBUNAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Bagian Kesatu

Pengertian

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :

1. Provinsi adalah Provinsi Riau.

2. Daerah adalah wilayah Provinsi Riau.

Page 3: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-3-

3. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat

Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan

Daerah Provinsi Riau.

4. Gubernur adalah Gubernur Riau.

5. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota di Provinsi

Riau.

6. Dinas adalah Dinas yang membidangi Perkebunan.

7. Perkebunan adalah segala kegiatan pengelolaan sumber

daya alam, sumber daya manusia, sarana produksi, alat

dan mesin, budi daya, panen, pengolahan dan

pemasaran terkait tanaman perkebunan.

8. Tanaman Perkebunan adalah tanaman semusim atau

tanaman tahunan yang jenis dan tujuan pengelolaannya

ditetapkan untuk usaha perkebunan.

9. Usaha Perkebunan adalah usaha yang menghasilkan

barang dan/atau jasa perkebunan.

10. Usaha budidaya tanaman perkebunan adalah

serangkaian kegiatan pengusahaan tanaman

perkebunan meliputi kegiatan pratanam, penanaman,

pemeliharaan tanaman, pemanen dan sortasi termasuk

perubahan jenis tanaman dan diversifikasi tanaman.

11. Lahan Perkebunan adalah bidang tanah yang digunakan

untuk Usaha Perkebunan.

12. Agribisnis Perkebunan adalah suatu pendekatan usaha

yang bersifat kesisteman, mulai dari subsistem produksi,

subsistem pengolahan, subsistem pemasaran dan

subsistem jasa penunjang.

13. Pelaku Usaha Perkebunan adalah pekebun dan/atau

perusahaan Perkebunan yang mengelola Usaha

Perkebunan.

14. Pekebun adalah orang perseorangan warga negara

Indonesia yang melakukan Usaha Perkebunan dengan

skala usaha tidak mencapai skala tertentu.

15. Perusahaan Perkebunan adalah badan usaha yang

berbadan hukum, didirikan menurut hukum Indonesia

dan berkedudukan di wilayah Indonesia, yang mengelola

Usaha Perkebunan dengan skala tertentu.

Page 4: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-4-

16. Hasil Perkebunan adalah semua produk tanaman

perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk

utama, produk olahan untuk memperpanjang daya

simpan produk sampingan dan produk ikutan.

17. Pengolahan Hasil Perkebunan adalah serangkaian

kegiatan yang dilakukan terhadap hasil tanaman

perkebunan untuk memenuhi standar mutu produk,

memperpanjang daya simpan, mengurangi kehilangan

dan/atau kerusakan dan memperoleh hasil optimal

untuk mencapai nilai tambah yang lebih tinggi.

18. Badan Hukum adalah badan usaha yang berbadan

hukum, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik

Daerah, koperasi, yayasan dan lembaga di dalam negeri

lainnya yang berbadan hukum.

19. Sistem Budidaya Tanaman adalah sistem pengembangan

dan pemanfaatan sumber daya alam nabati melalui

upaya manusia yang dengan modal, teknologi dan

sumber daya lainnya menghasilkan barang guna

memenuhi kebutuhan manusia secara lebih baik.

20. Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya yang

selanjutnya disingkat IUP-B adalah izin tertulis dari

Pejabat yang berwenang dan wajib dimiliki oleh pelaku

usaha yang melakukan usaha budidaya perkebunan.

21. Izin Usaha Perkebunan untuk Pengolahan yang

selanjutnya disingkat IUP-P adalah izin tertulis dari

Pejabat yang berwenang dan wajib dimiliki oleh pelaku

usaha yang melakukan usaha industri pengolahan hasil

perkebunan.

22. Izin Usaha Perkebunan yang selanjutnya disingkat IUP

adalah izin tertulis dari Pejabat yang berwenang dan

wajib dimiliki oleh pelaku usaha yang melakukan usaha

budidaya perkebunan dan terintegrasi dengan usaha

industri pengolahan hasil perkebunan.

23. Surat Tanda Daftar Usaha Perkebunan untuk Budidaya

yang selanjutnya disingkat STD-B adalah keterangan

Budidaya yang diberikan oleh Bupati/Walikota kepada

pelaku usaha budidaya tanaman perkebunan yang luas

lahannya kurang dari 25 hektar.

Page 5: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-5-

24. Surat Tanda Daftar Usaha Perkebunan untuk Industri

Pengolahan Hasil Perkebunan yang selanjutnya disingkat

STD-P adalah keterangan Industri yang diberikan oleh

Bupati/Walikota kepada pelaku usaha industri

pengolahan hasil perkebunan yang kapasitasnya

dibawah batas minimal.

25. Pabrik Kelapa Sawit yang selanjutnya disebut PKS

adalah pabrik yang mengolah Tandan Buah Segar (TBS)

kelapa sawit menjadi produk minyak kelapa sawit kasar

atau disebut Crude Palm Oil (CPO) dan mengolah inti

buah kelapa sawit atau kernel menjadi minyak inti

kelapa sawit atau di sebut Palm Kernel Oil (PKO).

26. Masyarakat Hukum Adat adalah kelompok masyarakat

yang turun temurun bermukim di wilayah geografis

tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur,

adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup

serta adanya sistem nilai yang menjadi pedoman dalam

pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam.

27. Masyarakat setempat adalah masyarakat atau komunitas

yang merujuk pada warga sebuah dusun, desa, kota,

suku bangsa baik kecil atau besar yang hidup bersama

sedemikian rupa sehingga merasa memiliki ikatan lahir

batin dan dapat memenuhi kebutuhan hidup yang

utama.

Bagian Kedua

Tujuan

Pasal 2

Penyelenggaraan perkebunan bertujuan untuk :

a. meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran

masyarakat;

b. meningkatkan pendapatan asli Daerah;

c. menyediakan lapangan kerja dan kesempatan usaha;

d. meningkatkan produksi, produktivitas, kualitas, nilai

tambah, daya saing dan pangsa pasar;

e. meningkatkan dan memenuhi kebutuhan konsumsi

serta bahan baku industri dalam negeri;

Page 6: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-6-

f. memberi perlindungan kepada Pelaku Usaha

Perkebunan dan masyarakat;

g. mengelola dan mengembangkan sumber daya

perkebunan secara optimal, bertanggungjawab dan

lestari; dan

h. meningkatkan pemanfaatan jasa perkebunan.

Bagian Ketiga

Fungsi dan Ruang Lingkup

Pasal 3

(1) Fungsi pembangunan perkebunan, meliputi aspek :

a. ekonomi, yaitu peningkatan kemakmuran dan

kesejahteraan masyarakat serta penguatan struktur

ekonomi Daerah;

b. ekologi, yaitu peningkatan konservasi tanah dan air,

penyerap karbon, penyedia oksigen dan penyangga

kawasan lindung; dan

c. sosial budaya, yaitu sebagai perekat dan pemersatu

bangsa.

(2) Ruang lingkup penyelenggaraan perkebunan meliputi:

a. penyelenggaraan usaha perkebunan;

b. penunjang penyelenggaraan usaha perkebunan;

c. perlindungan usaha perkebunan;

d. pengelolaan lingkungan hidup, pembangunan

perkebunan berkelanjutan dan tanggung jawab

sosial perusahaan perkebunan;

e. penelitian dan pengembangan pembangunan

perkebunan;

f. forum komunikasi usaha perkebunan dan

penanganan konflik ;

g. pembinaan, pengawasan, evaluasi dan pelaporan;

h. ketentuan lain-lain;

i. sanksi administrasi;

j. penyidikan;

k. ketentuan pidana; dan

l. ketentuan peralihan;

Page 7: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-7-

BAB II

PENYELENGGARAAN USAHA PERKEBUNAN

Bagian Kesatu

Perencanaan

Pasal 4

(1) Perencanaan perkebunan meliputi :

a. menyusun dan menetapkan tata ruang

pengembangan perkebunan terpadu;

b. menyusun dan menetapkan Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Daerah (rencana

makro), rencana strategis pembangunan

perkebunan serta rencana kerja pembangunan

perkebunan;

c. menyusun dan menetapkan

perwilayahan/rayonisasi pengembangan budidaya

dan industri perkebunan; dan

d. menyusun dan menetapkan model kelembagaan

kemitraan antara perusahaan perkebunan dengan

pekebun dan masyarakat sekitarnya.

(2) Penetapan perencanaan perkebunan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b dan huruf c,

berdasarkan pada :

a. kebijakan tata ruang Provinsi;

b. keseimbangan antara jenis, volume, mutu dan

keberlanjutan produksi dengan dinamika

permintaan pasar;

c. kajian lingkungan hidup strategis dan status

lingkungan hidup Daerah; dan

d. kebijakan Pemerintah.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perencanaan

Perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur

dalam Peraturan Gubernur.

Page 8: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-8-

Pasal 5

(1) Perencanaan perkebunan harus terukur, dapat

dilaksanakan, realistis, dan bermanfaat serta dilakukan

secara partisipatif, terpadu, terbuka dan akuntabel.

(2) Perencanaan perkebunan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) mencakup seluruh subsistem dalam sistem

agribisnis perkebunan, yaitu :

a. sarana dan prasarana;

b. budidaya;

c. pengolahan;

d. pemasaran hasil; dan

e. penunjang/pendukung sistem dan usaha agribisnis

yang terpadu untuk mendorong kegiatan ekonomi

masyarakat yang berkelanjutan.

(3) Perencanaan perkebunan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) harus mampu mendorong kemitraan dengan

memberdayakan masyarakat yang berada di sekitar areal

perkebunan sebagai upaya penguatan ekonomi

masyarakat dan Daerah.

Pasal 6

(1) Perusahaan Perkebunan harus membuat perencanaan

pembangunan kebun.

(2) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi:

a. pembangunan dan pengelolaan kebun;

b. pengolahan hasil;

c. pembangunan kebun untuk masyarakat; dan

d. pemantauan dan pengelolaan lingkungan.

Bagian Kedua

Penggunaan Lahan

Pasal 7

(1) Pemerintah Daerah melakukan :

a. bimbingan dan pengawasan, pengembangan,

rehabilitasi, konservasi, optimasi dan pengendalian

perkebunan;

Page 9: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-9-

b. penyusunan peta pengembangan, rehabilitasi,

konservasi, optimasi dan pengendalian perkebunan;

c. pengembangan, rehabilitasi, konservasi, optimasi

dan pengendalian perkebunan;

d. penetapan pengawasan tata ruang dan tata guna

lahan perkebunan wilayah Provinsi;

e. pemetaan potensi dan pengelolaan lahan

perkebunan wilayah Provinsi;

f. pengaturan dan penerapan kawasan perkebunan

terpadu wilayah Provinsi; dan

g. penetapan sasaran areal tanaman wilayah Provinsi.

(2) Pengembangan sumber daya lahan untuk perkebunan

diselenggarakan berdasarkan rencana pengelolaan

dengan memperhitungkan sumber daya air dan tata

ruang wilayah dengan mempertimbangkan :

a. daya dukung sumber daya air;

b. kekhasan dan aspirasi Daerah serta masyarakat

setempat;

c. kemampuan pembiayaan;

d. kelestarian keanekaragaman hayati.

Pasal 8

Penyediaan lahan untuk usaha perkebunan harus mendapat

pertimbangan teknis pertanahan serta memperhatikan aspek

kesesuaian lahan, kemampuan lahan, karakteristik dan

tipologi ekosistem, dan kearifan lokal.

Pasal 9

(1) Untuk kepentingan penyelenggaraan usaha perkebunan,

Pelaku Usaha Perkebunan diberikan hak atas tanah

yang diperlukan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

(2) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diberikan dan ditetapkan oleh instansi yang berwenang

di bidang pertanahan.

(3) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

berupa:

Page 10: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-10-

a. hak milik untuk lahan dengan luas kurang dari 25

(dua puluh lima) hektar yang diberikan kepada

Pekebun; dan

b. hak guna usaha dan/atau hak guna bangunan

untuk lahan dengan luas lebih dari 25 (dua puluh

lima) hektar yang diberikan kepada Perusahaan

Perkebunan.

(4) Pengawasan dan pengendalian penggunaan lahan

perkebunan yang belum dan telah mempunyai hak atas

tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

dilaksanakan oleh Instansi yang berwenang dan

Pemerintah Daerah.

Pasal 10

(1) Perusahaan Perkebunan wajib mengakui dan

menghormati nilai budaya masyarakat setempat sebagai

suatu kekayaan identitas budaya Daerah.

(2) Perusahaan Perkebunan wajib mengakui dan

menghormati hak atas tanah masyarakat setempat dan

melaksanakan ketentuan hukum yang berlaku dan

dianut di wilayah usahanya.

Pasal 11

(1) Dalam hal lahan yang dimohonkan hak atas tanah

merupakan lahan milik masyarakat setempat,

Perusahaan Perkebunan harus melakukan musyawarah

dengan masyarakat pemegang hak atas tanah untuk

memperoleh kesepakatan mengenai penyerahan lahan

dan imbalannya.

(2) Dalam hal upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

tidak menghasilkan mufakat, maka penyelesaian

didasarkan kepada ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Page 11: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-11-

Pasal 12

Perpanjangan dan pembaharuan Hak Guna Usaha dan Hak

Guna Bangunan diprioritaskan kepada pemegang hak dengan

memperhatikan kebutuhan ruang untuk masyarakat dan

penilaian kinerja perusahaan oleh Dinas sesuai

kewenangannya.

Pasal 13

Pemindahan hak dan perubahan penggunaan lahan lokasi

usaha perkebunan yang telah mempunyai Hak Guna Usaha

dan/atau Hak Guna Bangunan harus mendapat izin dari

instansi yang berwenang.

Pasal 14

Perubahan fungsi peruntukan tanah yang telah memiliki izin

usaha untuk keperluan lain dan pemindahan kepemilikan

(take over), harus mendapat persetujuan dari Gubernur

sesuai kewenangannya dengan rekomendasi Dinas.

Pasal 15

(1) Pelaku Usaha Perkebunan dapat memanfaatkan lahan

gambut untuk usaha perkebunan dengan disertai

pembuatan manajemen tata air yang baik dan menjaga

gambut tetap dalam kondisi basah.

(2) Pemanfaatan lahan gambut sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) harus memperhatikan keberlanjutan

pemanfaatan lahan tanaman pangan di sekitarnya.

(3) Pemanfaatan lahan gambut sebagaimana dimaksud pada

ayat (2), dapat dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:

a. diusahakan hanya pada kawasan budidaya;

b. ketebalan lapisan gambut kurang dari 3 (tiga) meter;

c. substratum tanah mineral di bawah gambut bukan

pasir kuarsa dan bukan tanah sulfat masam;

d. tingkat kematangan gambut saprik (matang) atau

hemik (setengah matang); dan

e. tingkat kesuburan tanah gambut eutropik.

Page 12: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-12-

Pasal 16

(1) Usaha budidaya tanaman perkebunan dengan

penguasaan lahan yang luasnya kurang dari 25 (dua

puluh lima) hektar, dikategorikan sebagai Perkebunan

Rakyat yang dapat dikelola oleh Pekebun.

(2) Usaha budidaya tanaman perkebunan dengan

penguasaan lahan yang luasnya 25 (dua puluh lima)

hektar atau lebih, dikategorikan sebagai Perkebunan

Besar yang dikelola oleh pelaku usaha perkebunan dan

wajib berbadan hukum dan memiliki izin usaha.

(3) Kebutuhan lahan untuk usaha industri pengolahan hasil

perkebunan yang berada di luar lokasi usaha budidaya

tanaman perkebunan, pengaturannya ditetapkan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga

Sarana dan Prasarana Usaha Perkebunan

Paragraf 1

Infrastruktur

Pasal 17

(1) Pemerintah Daerah menyediakan sarana dan prasarana

umum perkebunan seperti jalan produksi, trio tata air

(tanggul, saluran dan pintu klep), sekat kanal dan

embung sesuai dengan kemampuan pada areal

perkebunan rakyat, serta memfasilitasi partisipasi atau

kontribusi dari pelaku usaha perkebunan untuk

membantu pengembangan sarana prasarana umum.

(2) Infrastruktur yang dibangun oleh pelaku usaha

perkebunan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat

umum.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana dan prasarana

perkebunan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Page 13: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-13-

Paragraf 2

Pemanfaatan Air Untuk Perkebunan

Pasal 18

Pemerintah Daerah melaksanakan :

a. bimbingan pemanfaatan sumber-sumber air untuk

perkebunan;

b. pemantauan dan evaluasi pemanfaatan air untuk

perkebunan;

c. bimbingan pengembangan sumber-sumber air untuk

perkebunan;

d. bimbingan pengembangan manajemen tata air untuk

perkebunan; dan

e. pemantauan dan evaluasi pengembangan air untuk

perkebunan.

Paragraf 3

Alat dan Mesin Perkebunan

Pasal 19

Pemerintah Daerah melaksanakan :

a. penyusunan dan pelaksanaan kebijakan alat dan mesin

perkebunan wilayah Provinsi;

b. identifikasi dan inventarisasi kebutuhan alat dan mesin

perkebunan wilayah Provinsi;

c. penentuan kebutuhan prototipe alat dan mesin

perkebunan;

d. penerapan standar mutu alat dan mesin perkebunan;

dan

e. pembinaan dan pengawasan standar mutu alat dan

mesin perkebunan wilayah Provinsi.

Bagian Keempat

Perbenihan

Pasal 20

Pemerintah Daerah mendorong dan memfasilitasi

pengembangan usaha perbenihan untuk percepatan

pembangunan perkebunan berkelanjutan di Daerah.

Page 14: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-14-

Pasal 21

Usaha perbenihan meliputi kegiatan:

a. pemuliaan tanaman;

b. produksi, pengolahan (processing);

c. distribusi, pengedaran dan perdagangan benih unggul

bermutu;

d. pengawasan mutu benih; dan

e. pengujian mutu benih.

Pasal 22

Usaha perbenihan dapat dilakukan oleh perorangan,

kelompok, badan usaha atau instansi pemerintah dengan

melalui :

a. unit produsen/penangkar;

b. badan usaha/sumber benih; dan

c. pengedar benih (rekanan/pedagang).

Pasal 23

(1) Setiap pelaku usaha di bidang benih perkebunan wajib

memiliki Izin Usaha Produksi Benih.

(2) Izin Usaha Produksi Benih sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diberikan oleh Gubernur.

(3) Izin Usaha Produksi Benih sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diberikan kepada Unit Produsen/Penangkar

Benih Perkebunan yang memiliki kriteria berdasarkan

Peraturan Menteri Pertanian tentang Produksi, Sertifikasi

dan Peredaran Benih.

(4) Izin Usaha Produksi Benih sebagaimana diatur pada ayat

(2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dalam Peraturan

Gubernur.

Pasal 24

(1) Untuk menjamin ketersediaan Benih, Dinas dapat

menerbitkan Surat Persetujuan Penyaluran Benih

Komoditi Tanaman Perkebunan.

(2) Surat Persetujuan Penyaluran Benih Komoditi Tanaman

Perkebunan berlaku untuk jangka waktu 12 (dua belas)

bulan sejak tanggal diterbitkan.

Page 15: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-15-

Bagian Kelima

Usaha Budidaya

Paragraf 1

Jenis Usaha Perkebunan

Pasal 25

(1) Usaha Perkebunan terdiri atas :

a. usaha budidaya tanaman perkebunan;

b. usaha lainnya.

(2) Usaha lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a antara lain budi daya tanaman perkebunan

dengan tanaman kehutanan dan tanaman perkebunan

dengan usaha peternakan, lebah madu dan lainnya.

Paragraf 2

Pengelolaan Usaha Budidaya Tanaman Perkebunan

Pasal 26

Pengelolaan usaha budidaya tanaman perkebunan dilakukan

dengan tahapan sebagai berikut:

a. pemantapan ketersediaan lahan;

b. perencanaan atau penyusunan proposal pengelolaan

usaha budidaya tanaman perkebunan;

c. penyelenggaraan pengelolaan usaha budidaya tanaman

perkebunan; dan

d. pengembangan usaha budidaya tanaman perkebunan.

Pasal 27

Kegiatan pokok dalam pengelolaan usaha budidaya tanaman

perkebunan terdiri atas:

a. pembangunan kebun baru pada lahan bukaan baru

dan/atau perluasan kebun;

b. peremajaan kebun;

c. rehabilitasi kebun yang rusak atau tidak menghasilkan;

d. budidaya tanaman perkebunan dan diversifikasi usaha;

dan

e. peningkatan produktivitas kebun melalui kegiatan

intensifikasi.

Page 16: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-16-

Pasal 28

(1) Pemerintah Daerah memfasilitasi pelaksanaan

peremajaan perkebunan rakyat sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan.

(2) Perusahaan Perkebunan yang akan melakukan

peremajaan kebun baik kebun sendiri maupun kebun

masyarakat binaannya, sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 27 huruf b harus melakukan ekspos rencana

peremajaan (replanting) di Dinas.

(3) Pelaksanaan peremajaan perkebunan agar dilaporkan

secara periodik dan teratur setiap 6 (enam) sekali ke

Pemerintah Daerah.

Pasal 29

Pelestarian plasma nutfah komoditi Perkebunan spesifik

lokasi serta komoditi yang mempunyai keunggulan kompetitif

dan keunggulan komparatif mendapat prioritas

pengembangan.

Pasal 30

Pelaku usaha budidaya tanaman perkebunan berkewajiban:

a. mengelola usaha budidaya tanaman perkebunan dengan

praktek budidaya tanaman yang terbaik; dan

b. mengelola usaha budidaya tanaman perkebunan dengan

sistem manajemen mutu terbaik.

Bagian Keenam

Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan

Paragraf 1

Pengelolaan Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan

Pasal 31

Jenis usaha industri pengolahan hasil perkebunan, meliputi:

a. usaha industri pengolahan hasil perkebunan utama

terdiri atas:

Page 17: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-17-

1. industri pengolahan bahan mentah atau

penanganan pasca panen;

2. industri pengolahan barang setengah jadi.

b. usaha pemanfaatan atau pengolahan hasil samping

dan/atau limbah perkebunan dan/atau limbah

peremajaan perkebunan; dan

c. pengembangan industri kreatif masyarakat yang

memanfaatkan bahan baku lokal yang terintegrasi

dengan industri pengolahan hasil perkebunan.

Pasal 32

Usaha industri pengolahan hasil perkebunan dikategorikan

menjadi 2 (dua) yaitu:

a. industri perkebunan rakyat; dan

b. industri perkebunan besar.

Pasal 33

Industri perkebunan rakyat sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 32 huruf a adalah industri perkebunan rakyat yang

mengelola unit usaha industri pengolahan hasil perkebunan

dengan usaha budidaya tanaman perkebunan rakyat.

Pasal 34

Industri perkebunan besar sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 32 huruf b adalah industri perkebunan besar yang

dikelola oleh perusahaan perkebunan berupa unit usaha

perkebunan terpadu skala besar yang harus

mengintegrasikan pengelolaan unit usaha pengolahan hasil

perkebunan dengan unit usaha budidaya tanaman

perkebunan yang diusahakan sendiri dan kekurangan bahan

bakunya berasal dari kerja sama dengan kebun yang dikelola

masyarakat melalui pola kemitraan usaha perkebunan.

Pasal 35

(1) Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf

a bertujuan untuk menjamin ketersediaan bahan baku,

legalitas sumber dan sepadan dengan jenis, jumlah dan

kapasitas minimal unit pengolahan produksi

perkebunan.

Page 18: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-18-

(2) Kapasitas minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Pasal 36

Bahan baku industri pengolahan hasil perkebunan diolah

sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan.

Pasal 37

Pengembangan jenis, jumlah dan penyebaran unit usaha

industri pengolahan hasil perkebunan didasarkan pada

rencana tata ruang pengembangan perkebunan terpadu dan

rencana perwilayahan pengembangan budidaya dan industri

perkebunan serta mempertimbangkan kecukupan bahan

bakunya.

Pasal 38

Produk hasil olahan industri pengolahan hasil perkebunan

berupa Crude Palm Oil, Kernel Palm Oil, Bahan Olah Karet

Rakyat, Standard Indonesian Rubber, Kopra, Biji Kering

Kakao, Tepung Sagu dan olahan hasil perkebunan lainnya

harus memenuhi standar mutu produk olahan yang

ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia dan peraturan

perundang-undangan.

Pasal 39

(1) Usaha industri pengolahan hasil perkebunan harus

memberikan nilai tambah dan daya saing yang tinggi

bagi Daerah dan penciptaan peluang kerja dengan

mengembangkan industri hilir hasil perkebunan.

(2) Pemerintah Daerah mendorong dan mempermudah

Pelaku Usaha Perkebunan untuk mengembangkan

usaha lainnya berupa industri turunan atau industri

hilir, agrowisata dan sebagainya sesuai dengan potensi

pengembangan dan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Page 19: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-19-

(3) Pemerintah Daerah mendorong pengembangan produk

pangan dan produk non pangan dari setiap usaha

Industri Perkebunan Rakyat dan Industri Perkebunan

Besar.

Paragraf 2

Pengelolaan Pemasaran Hasil Perkebunan

Pasal 40

Pelaku usaha perkebunan wajib mengelola usaha pemasaran

hasil perkebunan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Pasal 41

(1) Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan dan

memfasilitasi pengembangan usaha pemasaran hasil

perkebunan.

(2) Pemerintah Daerah memfasilitasi dan mengembangkan

kerja sama antara pelaku usaha perkebunan dengan

asosiasi pengusaha komoditas atau pemasaran, asosiasi

petani komoditas dan/atau kelembagaan lainnya.

Pasal 42

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan usaha

pemasaran hasil perkebunan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 41 ayat (1) diatur dalam Peraturan Gubernur.

Bagian Ketujuh

Peran Serta Masyarakat

Pasal 43

(1) Penyelenggaraan Perkebunan dilaksanakan dengan

melibatkan peran serta masyarakat.

Page 20: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-20-

(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilakukan dalam hal:a. penyusunan perencanaan;b. pengembangan kawasan;c. penelitian dan pengembangan;d. pembiayaan;e. pemberdayaan;f. pengawasan;g. pengembangan sistem data dan informasi;h. pengembangan kelembagaan; dan/ataui. penyusunan pedoman pengembangan Usaha

Perkebunan.

(3) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) dapat dilakukan dalam bentuk pemberian

usulan, tanggapan, pengajuan keberatan, saran

perbaikan dan/atau bantuan.

Pasal 44

Ketentuan lebih lanjut mengenai peran serta masyarakat

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) dan ayat (3)

diatur dalam Peraturan Gubernur.

BAB III

PENUNJANG PENYELENGGARAAN USAHA PERKEBUNAN

Bagian Kesatu

Perizinan Usaha Perkebunan

Paragraf 1

Penetapan Perizinan Usaha Perkebunan

Pasal 45

Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan perizinan usaha

perkebunan sebagai instrumen pembinaan, pengawasan dan

pengendalian guna optimalisasi penyelenggaraan perkebunan

serta penerimaan pajak dan retribusi Daerah.

Page 21: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-21-

Paragraf 2

Jenis dan Kewenangan Pemberian Izin

Penyelenggaraan Perkebunan

Pasal 46

(1) Setiap pelaku usaha perkebunan baik usaha budidaya

maupun usaha pengolahan hasil perkebunan atau usaha

industri pengolahan hasil perkebunan dengan kapasitas

pabrik tertentu wajib memiliki izin.

(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :

a. IUP-B;

b. IUP-P; dan

c. IUP, merupakan izin terintegrasi antara budidaya

dan pengolahan.

(3) Perusahaan Perkebunan yang telah memiliki IUP, IUP-B

dan IUP-P yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah

wajib memiliki kantor perwakilan dan mendaftarkan

Nomor Pokok Wajib Pajak di Daerah.

Pasal 47

(1) Pemerintah Daerah secara koordinatif menangani semua

jenis perizinan usaha perkebunan sesuai dengan

kewenangan masing-masing.

(2) Perizinan usaha perkebunan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diatur sebagai berikut :

a. IUP, IUP-B atau IUP-P yang lokasi areal budidaya

dan sumber bahan bakunya berada dalam 1 (satu)

wilayah diberikan setelah mendapat Rekomendasi

kesesuaian dengan perencanaan pembangunan

perkebunan Provinsi dari Gubernur dengan

memperhatikan pertimbangan teknis dari Dinas;

b. IUP, IUP-P dan IUP-B yang areal lokasi budidaya

dan sumber bahan bakunya berada pada lintas

Kabupaten/Kota diberikan oleh Gubernur setelah

mendapat rekomendasi kesesuaian perencanaan

pembangunan perkebunan serta pertimbangan

teknis dari Dinas; dan

Page 22: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-22-

c. Koordinasi perizinan sebagaimana dimaksud pada

huruf a dan huruf b melibatkan semua Perangkat

Daerah terkait pada Pemerintah Daerah.

Pasal 48

(1) Perizinan usaha perkebunan rakyat terdiri atas :

a. STD-B; dan

b. STD-P.

(2) STD-B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

berlaku bagi usaha budidaya perkebunan yang luas

lahannya kurang dari 25 (dua puluh lima) hektar dalam

1 (satu) hamparan.

(3) STD-P sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

berlaku bagi usaha industri pengolahan hasil

perkebunan yang kapasitasnya kurang dari 5 Ton

TBS/jam.

(4) STD-B dan STD-P diberikan oleh Bupati/Walikota.

(5) Pendaftaran STD-B sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

paling kurang berisi data identitas dan domisili pemilik,

pengelola kebun, lokasi kebun, status kepemilikan

tanah, luas areal, jenis tanaman dan tahun tanam.

(6) Pendaftaran STD-P sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

paling kurang berisi data identitas dan domisili pemilik,

pengelola, lokasi, kapasitas produksi, jenis bahan baku,

sumber bahan baku, hasil produk olahan dan tujuan

pasar.

Pasal 49

(1) IUP-B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2)

huruf a wajib dimiliki oleh perusahaan perkebunan yang

melakukan usaha budidaya tanaman perkebunan yang

luasnya 25 (dua puluh lima) hektar atau lebih dan dalam

satu hamparan dengan luasan sesuai ketentuan

peraturan perundangan dan tidak memiliki unit

pengolahan hasil perkebunan sampai dengan kapasitas

paling rendah.

Page 23: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-23-

(2) Luas areal yang wajib memiliki IUP-B sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) IUP-P sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2)

huruf b wajib dimiliki oleh Perusahaan Perkebunan yang

melakukan usaha pengolahan hasil perkebunan yang

kapasitas olahnya sama atau melebihi kapasitas paling

rendah.

(4) IUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2)

huruf c, wajib dimiliki oleh perusahaan perkebunan yang

melakukan usaha budidaya perkebunan yang luasnya 25

(dua puluh lima) hektar atau lebih, kondisi kebun satu

hamparan yang terintegrasi dengan unit pengolahan

hasil perkebunan yang kapasitas olahnya sama atau

melebihi kapasitas paling rendah.

Paragraf 3

Batas Maksimal Luas Areal Izin Pengelolaan

Usaha Perusahaan Perkebunan

Pasal 50

(1) Untuk mengatur pemanfaatan lahan dan memberikan

kepastian luas areal izin pengelolaan usaha Perusahaan

Perkebunan, ditentukan batas maksimal luas areal izin

pengelolaan usaha Perusahaan Perkebunan.

(2) Batas maksimal luas areal sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Paragraf 4

Perizinan Usaha Perkebunan

Pasal 51

Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan dibidang usaha

perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2)

diatur dalam Peraturan Gubernur.

Page 24: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-24-

Pasal 52

Semua jenis izin berlaku selama pelaku usaha perkebunan

masih mengelola usaha perkebunan sesuai standar teknis.

Pasal 53

Perubahan dan/atau pengalihan izin usaha perkebunan

kepada pelaku usaha perkebunan yang lain, harus mendapat

persetujuan dari Gubernur.

Paragraf 5

Kewajiban Pemegang Izin Perkebunan

Pasal 54

(1) Perusahaan Perkebunan yang telah memiliki IUP-B,

IUP-P, atau IUP sesuai Peraturan ini wajib :

a. memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana

dan sistem pembukaan lahan tanpa bakar serta

pengendalian kebakaran;

b. menerapkan teknologi pembukaan lahan tanpa

bakar dan mengelola sumber daya alam secara

lestari;

c. memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana

dan sistem pengendalian organisme pengganggu

tanaman;

d. menyampaikan peta digital lokasi IUP-B atau IUP

skala 1:100.000 atau 1:50.000 (cetak peta dan file

elektronik) disertai dengan koordinat yang lengkap

sesuai dengan peraturan perundang-undangan

kepada Direktorat Jenderal yang membidangi

perkebunan dan Badan Informasi Geospasial;

e. memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat

bersamaan dengan pembangunan kebun

perusahaan dan pembangunan kebun masyarakat

diselesaikan paling lama dalam waktu 3 (tiga) tahun;

f. melakukan kemitraan dengan Pekebun, karyawan

dan masyarakat sekitar; serta

Page 25: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-25-

g. melaporkan perkembangan usaha perkebunan

kepada pemberi izin secara berkala setiap 6 (enam)

bulan sekali dengan tembusan kepada :

1. Menteri Pertanian melalui Direktur Jenderal

Perkebunan dan Gubernur apabila izin

diterbitkan oleh Bupati/Walikota;

2. Menteri Pertanian melalui Direktur Jenderal

Perkebunan dan Bupati/Walikota apabila izin

diterbitkan oleh Gubernur.

(2) Perusahaan perkebunan yang memiliki IUP-B, IUP-P

atau IUP wajib menyelesaikan proses perolehan hak atas

tanah sesuai peraturan perundang-undangan di bidang

pertanahan.

(3) Perusahaan Perkebunan yang memiliki IUP-B, dan IUP

wajib merealisasikan memfasilitasi pembangunan kebun

untuk masyarakat sesuai dengan studi kelayakan, baku

teknis, dan peraturan perundang-undangan.

(4) Perusahaan perkebunan yang memiliki IUP-P wajib

merealisasikan kepemilikan kebun yang diusahakan

sendiri minimal 20 % dari keseluruhan bahan baku yang

dibutuhkan, sesuai dengan studi kelayakan, baku teknis

dan peraturan undang-undangan.

Pasal 55

(1) Pembangunan kebun masyarakat sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) huruf e wajib

dilakukan bersamaan dengan pembangunan kebun yang

diusahakan oleh perusahaan.

(2) Biaya pembangunan kebun sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) berpedoman pada plafon biaya yang ditetapkan

oleh Direktorat Jenderal Perkebunan.

(3) Dinas melakukan penilaian fisik kebun masyarakat

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebelum

diserahkan kepada pekebun.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara

pembangunan kebun masyarakat sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan

Gubernur.

Page 26: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-26-

Paragraf 6

Kemitraan Usaha Perkebunan

Pasal 56

(1) Pemerintah Daerah dapat mengembangkan pola

kerjasama dalam rangka penyelenggaraan perkebunan.

(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat

dilakukan dengan :

a. Daerah Lain;

b. Pihak ketiga;

c. Lembaga/Pemda di luar negeri sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan.

Paragraf 7

Program Integrasi Perkebunan

Pasal 57

(1) Program integrasi perkebunan dilaksanakan dalam

rangka memperkuat sinergi pembangunan perkebunan

dengan pembangunan sektor lainnya.

(2) Pelaku usaha perkebunan harus mendukung

pelaksanaan program integrasi perkebunan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1).

(3) Program integrasi perkebunan antara lain berupa:

a. program integrasi perkebunan dengan pertanian

tanaman pangan dan hortikultura;

b. program integrasi perkebunan dengan peternakan;

c. program integrasi perkebunan dengan perikanan;

dan

d. program integrasi perkebunan dengan kehutanan.

(4) Selain program integrasi perkebunan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) Gubernur dapat menetapkan

program integrasi perkebunan lainnya berdasarkan

kebutuhan Daerah dan pertimbangan dari Dinas.

Page 27: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-27-

Bagian Kedua

Pengembangan Sumber Daya Manusia Perkebunan

Pasal 58

(1) Pemberdayaan dan pengembangan atau peningkatan

kualitas/kapasitas sumber daya manusia aparatur dan

pelaku usaha baik perorangan maupun badan usaha

perkebunan adalah tanggung jawab bersama pemangku

kepentingan yang penyelenggaraannya dikoordinasikan

dan difasilitasi oleh Pemerintah Daerah.

(2) Masyarakat di sekitar perkebunan diberikan kesempatan

untuk meningkatkan kualitas/kapasitas sumber daya

manusia dalam upaya memenuhi kebutuhan tenaga

kerja di perkebunan dan menghasilkan produk kebun

yang memenuhi syarat dan memiliki daya saing.

(3) Pemberdayaan dan pengembangan atau peningkatan

kualitas/kapasitas sumber daya manusia perkebunan

dilakukan melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan

secara terencana, terpadu, efisien, efektif dan

berkelanjutan.

(4) Peningkatan kualitas/kapasitas sumber daya manusia,

dapat dilakukan/dilaksanakan antara lain melalui

pemberian beasiswa, magang dan pelatihan.

Bagian Ketiga

Pengembangan Kelembagaan Perkebunan

Pasal 59

Pengembangan kelembagaan perkebunan, meliputi

kelembagaan petani, pembina teknis perkebunan,

kelembagaan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

perkebunan, kelembagaan asosiasi profesi pelaku usaha

perkebunan, kelembagaan usaha perkebunan dan asosiasi

petani/komoditi perkebunan.

Page 28: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-28-

Bagian Keempat

Pemanfaatan, Pengembangan Ilmu Pengetahuan

dan Teknologi Perkebunan

Pasal 60

(1) Pemerintah Daerah mendorong dan memfasilitasi pelaku

usaha perkebunan agar memanfaatkan,

mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

ramah lingkungan, adaptif dan berkelanjutan.

(2) Pemerintah Daerah mendorong dan memfasilitasi pelaku

usaha perkebunan agar mengembangkan energi

terbarukan berbasis biomassa perkebunan, baik untuk

energi listrik maupun pengembangan bahan bakar

nabati biodiesel dan biofuel.

(3) Dalam pelaksanaan pengembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi yang ramah lingkungan, adaptif dan

berkelanjutan bekerjasama dengan lembaga penelitian

dan pengembangan pemerintah/swasta dan perguruan

tinggi.

Bagian Kelima

Sistem Data dan Informasi

Pasal 61

(1) Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya

berkewajiban membangun, menyusun, mengembangkan

dan menyediakan sistem data dan informasi perkebunan

yang terintegrasi.

(2) Sistem data dan informasi sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) paling sedikit digunakan untuk keperluan:

a. perencanaan;

b. pemantauan dan evaluasi;

c. pengelolaan pasokan dan permintaan produk

perkebunan; dan

d. pertimbangan penanaman modal.

Page 29: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-29-

(3) Pengembangan dan penyediaan sistem data dan

informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan oleh Dinas.

(4) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

paling sedikit berupa:

a. letak dan luas wilayah, kawasan dan budi daya

perkebunan;

b. ketersediaan sarana dan prasarana perkebunan;

c. prakiraan iklim;

d. izin Usaha Perkebunan dan status hak lahan

perkebunan;

e. varietas tanaman;

f. peluang dan tantangan pasar;

g. permintaan pasar;

h. perkiraan produksi;

i. perkiraan pasokan; dan

j. perkiraan harga.

(5) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

dilakukan pemutakhiran data dan informasi secara

berkala.

(6) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5)

harus dapat diakses dengan mudah dan cepat oleh

pelaku usaha perkebunan dan masyarakat sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 62

(1) Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya

menjamin kerahasiaan data dan informasi pelaku usaha

perkebunan.

(2) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

merupakan kategori yang dikecualikan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Page 30: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-30-

Bagian Keenam

Investasi Usaha Perkebunan

Pasal 63

(1) Pemerintah Daerah mendorong dan memfasilitasi

pengembangan investasi usaha perkebunan di Daerah,

melalui :

a. menetapkan kebijakan yang memberi kemudahan

pelayanan atau insentif investasi dan jaminan

kepastian hukum serta keamanan berusaha bagi

pelaku usaha perkebunan, termasuk kepastian

areal pengembangan perkebunan yang bebas

masalah;

b. memfasilitasi kemudahan akses sumber pendanaan

atau modal investasi usaha perkebunan bagi

pekebun dan koperasi dari lembaga keuangan;

c. memfasilitasi pelaku usaha perkebunan Daerah

untuk mendapatkan mitra usaha dari luar Daerah;

dan

d. melakukan promosi peluang investasi usaha di

bidang perkebunan.

(2) Ketentuan mengenai pengembangan investasi usaha

perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketujuh

Pendanaan Usaha Perkebunan

Pasal 64

Pendanaan penyelenggaraan usaha perkebunan bersumber

dari :

a. Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah.

b. Sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat.

c. Perusahaan Besar Negara dan/atau Swasta menyisihkan

dari laba untuk pembinaan, pelatihan dan penguatan

modal pekebun yang memiliki usaha kecil sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Page 31: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-31-

BAB IV

PERLINDUNGAN USAHA PERKEBUNAN

Bagian Kesatu

Penanganan Organisme Pengganggu Tanaman

Pasal 65

(1) Pelaku usaha perkebunan wajib melakukan

pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman penting

meliputi pengamatan, analisis, Pengendalian Hama

Terpadu, pencatatan dan pelaporan.

(2) Pengamatan, analisis, pengendalian, pencatatan dan

pelaporan Organisme Pengganggu Tanaman

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersama

Dinas yang membidangi perkebunan.

(3) Pelaksanaan pengamatan, pengendalian, pencatatan dan

pelaporan Organisme Pengganggu Tanaman dilakukan

setiap bulan oleh Dinas.

(4) Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman di kebun

rakyat menjadi tanggung jawab pekebun dan Pemerintah

Daerah serta pihak lain dapat membantu sesuai

kemampuan.

Bagian Kedua

Pengawasan Pupuk Dan Pestisida

Pasal 66

(1) Dinas melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan

pupuk;

(2) Dinas mengawasi pengadaan peredaran dan penggunaan

pupuk subsidi dan non subsidi serta mengawasi standar

pupuk wilayah Provinsi;

(3) Pengawasan terhadap pupuk subsidi meliputi jumlah

dan jenis, mutu, legalitas, peruntukkan dan harga

pupuk.

Page 32: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-32-

(4) Pengawasan terhadap pupuk non subsidi meliputi

jumlah dan jenis, mutu, legalitas dan harga pupuk.

(5) Pengawasan dilaksanakan dengan berkoordinasi dengan

Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida Provinsi.

(6) Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

dilaporkan oleh Dinas setiap bulan dan Dinas

menyampaikan laporan hasil pengawasan sebagaimana

dimaksud pada ayat (3), kepada Direktorat Jenderal

Prasarana dan Sarana Pertanian setiap 3 (tiga) bulan.

(7) Jika dari hasil pengawasan ditemukan dugaan

pelanggaran yang bertentangan dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan, Dinas wajib

melaporkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan

atau Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida untuk

diproses sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan.

(8) Pemerintah Daerah mendorong usaha pengembangan

dan pemanfaatan pupuk organik.

Pasal 67

(1) Dinas melakukan pemantauan dan evaluasi ketersediaan

pestisida dan standar mutu pestisida.

(2) Dinas mengawasi pengadaan, peredaran dan

penggunaan Pestisida yang digunakan dalam usaha

perkebunan di wilayah Provinsi.

(3) Pengawasan terhadap pestisida sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) mencakup kemasan, label, nama dagang

formulasi, bahan aktif, mutu, legalitas, jumlah dan jenis

dan aturan pemakaiannya.

(4) Pengawasan dilaksanakan dengan berkoordinasi dengan

Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida Provinsi.

(5) Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

dilaporkan oleh Dinas dan Dinas menyampaikan laporan

hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),

kepada Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana

Pertanian setiap 3 (tiga) bulan.

Page 33: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-33-

(6) Jika dari hasil pengawasan ditemukan dugaan

pelanggaran yang bertentangan dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan, Dinas melaporkan

kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan atau Komisi

Pengawasan Pupuk dan Pestisida untuk diproses sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga

Pencegahan Kebakaran Lahan dan Kebun

Pasal 68

(1) Setiap pelaku usaha perkebunan baik perorangan

maupun badan hukum, dilarang membuka dan/atau

mengolah lahan atau kebun dengan cara membakar.

(2) Pemerintah Daerah berkewajiban membantu petani kecil

melakukan Pembukaan Lahan Tanpa Bakar.

(3) Pemerintah Daerah dan perusahaan perkebunan

mempunyai Brigade Pengendalian kebakaran

lahan/kebun.

(4) Pengendalian kebakaran lahan dan kebun di tingkat

masyarakat di bentuk Kelompok Tani Peduli Api oleh

pejabat yang berwenang.

(5) Dinas dan perusahaan perkebunan wajib melakukan

sosialisasi Pembukaan Lahan Tanpa Bakar dan

pemantauan untuk mencegah terjadinya kebakaran

lahan/kebun di lokasi usahanya.

(6) Pelaksanaan pemantauan sebagaimana dimaksud pada

ayat (4) dilaporkan kepada Gubernur dengan tembusan

kepada instansi teknis dan instansi yang

bertanggungjawab sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan

sekali.

(7) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilengkapi

dengan data penginderaan jarak jauh oleh satelit.

Page 34: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-34-

Pasal 69

(1) Perusahaan Perkebunan wajib menyediakan sumber

daya manusia serta sarana dan prasarana pengendalian

kebakaran lahan/kebun dengan jumlah sebanding

dengan luasan kebun sesuai standar peraturan

perundang-undangan dan membentuk regu standar

pengendali kebakaran.

(2) Untuk memperlancar upaya pemadaman kebakaran

lahan/kebun, perusahaan perkebunan wajib

menyediakan sarana penyimpanan air berupa embung

dan/atau kanal, membuat menara pantau dan sekat

bakar.

(3) Penanganan kebakaran lahan/kebun sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tahapan :

a. pencegahan;

b. pengendalian; dan

c. pasca kebakaran

d. Perusahaan perkebunan berkewajiban menyediakan

dana Tanggung Jawab Sosial Perusahaan untuk

membantu masyarakat sekitar dalam rangka

melakukan Pembukaan Lahan Tanpa Bakar dalam

rangka pecegahan kebakaran lahan di lahan

masyarakat.

e. Pemerintah Daerah membangun sekat kanal,

tanggul, saluran dan pintu klep serta embung di

areal perkebunan masyarakat.

Pasal 70

Dinas melakukan :

a. pendataan dan identifikasi desa rawan kebakaran di

Daerahnya masing-masing.

b. pendataan dan pembinaan terhadap regu pemadam

kebakaran di lingkungan perusahaan perkebunan dan

kecamatan/desa di Daerahnya masing-masing.

Page 35: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-35-

BAB V

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP, PEMBANGUNAN

PERKEBUNAN BERKELANJUTAN DAN TANGGUNG JAWAB

SOSIAL PERUSAHAAN PERKEBUNAN

Bagian Kesatu

Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pasal 71

(1) Dalam rangka pemeliharaan keseimbangan ekosistem

dan kelestarian lingkungan hidup, pelaku usaha

perkebunan wajib mengelola sumber daya alam secara

lestari dan berkelanjutan di dalam dan di sekitar lokasi

usaha perkebunan.

(2) Dalam mengelola usaha perkebunan, pelaku usaha

perkebunan wajib mencegah timbulnya kerusakan dan

pencemaran lingkungan hidup atau ketidakseimbangan

ekosistem di dalam dan di sekitar lokasi usaha

perkebunan.

(3) Perusahaan perkebunan wajib memiliki izin lingkungan

dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha

atau kegiatan.

(4) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan

lingkungan hidup bagi pelaku usaha perkebunan yang

wajib Amdal atau rekomendasi UKL-UPL bagi yang tidak

wajib Amdal, penerbitan keputusan Amdal atau

rekomendasi UKL-UPL tersebut diberikan disesuaikan

dengan ketentuan yang berlaku.

(5) Perusahaan perkebunan wajib menerapkan pelaksanaan

Amdal atau UKL-UPL serta tertib menyampaikan laporan

pelaksanaannya sebagai bagian tanggung jawab dalam

mempertahankan fungsi lingkungan hidup.

Page 36: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-36-

(6) Perusahaan perkebunan wajib melakukan kegiatan

Amdal dan UKL-UPL yang disetujui dan

direkomendasikan oleh instansi yang bertanggung jawab

di bidang pengelolaan dan pengendalian dampak

lingkungan hidup yang melaksanakan operasionalisasi

kegiatan dimaksud, serta tertib menyampaikan

laporannya secara berkala untuk dipantau

penerapannya.

Pasal 72

Dalam penyusunan perencanaan pembangunan perkebunan,

pelaku usaha perkebunan harus mencadangkan areal lokasi

yang secara teknis harus dilindungi sebagai kawasan

konservasi berdasarkan identifikasi nilai konservasi tinggi

oleh pihak yang berkompeten.

Pasal 73

Pelaku usaha budidaya tanaman mempunyai tanggung jawab

lingkungan, konservasi kekayaan alam dan keanekaragaman

hayati.

Pasal 74

Pelaku usaha perkebunan berkewajiban mengendalikan,

mengolah dan memanfaatkan limbah dan produk samping

perkebunan secara optimal dan ramah lingkungan, serta

pemanfataan untuk pengembangan energi terbarukan

berbasis perkebunan sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Bagian Kedua

Pembangunan Perkebunan Berkelanjutan

Pasal 75

(1) Pemerintah Daerah menerapkan prinsip pembangunan

berkelanjutan pada pengusahaan perkebunan di

Indonesia.

(2) Pembangunan berkelanjutan untuk kelapa sawit adalah

dengan menerapkan kewajiban sertifikasi Indonesian

Sustainable Palm Oil (ISPO).

Page 37: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-37-

(3) Pelaksanaan sertifikasi sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan.

(4) Pembangunan berkelanjutan untuk komoditi selain

kelapa sawit mengikuti peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Pasal 76

(1) Perusahaan perkebunan wajib menyusun dan

menjalankan program tanggung jawab sosial

perusahaan.

(2) Penyusunan program tanggung jawab sosial perusahaan

bersifat partisipatif dimana perusahaan wajib melakukan

konsultasi publik dengan masyarakat sekitar dan

Pemerintah Daerah.

(3) Pelaku usaha perkebunan memiliki tanggung jawab

kepada pekerja, individu dan komunitas dari kebun.

(4) Dinas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan

program tangung jawab sosial perusahaan.

(5) Perusahaan perkebunan menyampaikan laporan

kegiatan dan evaluasi pelaksanaan program tanggung

jawab sosial perusahaan yang terintegrasi dengan

laporan kegiatan usaha perkebunan kepada Gubernur

melalui Dinas setiap 6 (enam) bulan.

(6) Perusahaan perkebunan menyampaikan realisasi

program tanggung jawab sosial secara terbuka kepada

masyarakat melalui media massa, setiap 6 (enam) bulan.

BAB VI

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

PEMBANGUNAN PERKEBUNAN

Pasal 77

(1) Pemerintah Daerah mendorong dan memfasilitasi

pengembangan lembaga pengkajian dan pembangunan

perkebunan di Daerah.

Page 38: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-38-

(2) Pemerintah Daerah menetapkan tema kajian yang

penting untuk dilakukan penelitian dan pengembangan

secara periodik untuk pengelolaan dan pemanfaatan

perkebunan secara berkelanjutan.

(3) Perusahaan Perkebunan harus melakukan kerja sama

penelitian dan pengembangan dengan Badan Penelitian

dan Pengembangan Daerah dan/atau pihak lainnya.

(4) Pemerintah Daerah bersama Perusahaan Perkebunan

mendorong dan memfasilitasi pengembangan program

integrasi sawit tanaman pangan dan hortikultura, sawit

ternak dan integrasi sawit ikan dan program integrasi

lainnya.

BAB VII

FORUM KOMUNIKASI USAHA PERKEBUNAN

DAN PENANGANAN KONFLIK

Pasal 78

(1) Sebagai wadah komunikasi semua pemangku

kepentingan yang mengusahakan komoditas strategis

perkebunan, Gubernur membentuk Tim Pembina

Pembangunan Perkebunan Provinsi sesuai

kewenangannya.

(2) Tim Pembina dan Pengawasan Pembangunan

Perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri

atas unsur:

a. Pemerintah Daerah;

b. instansi vertikal di Daerah dan Kabupaten/Kota;

c. pelaku usaha perkebunan; dan

d. tokoh pemuka masyarakat/perwakilan organisasi

atau asosiasi bidang perkebunan.

(3) Tugas Tim Pembina Pembangunan Perkebunan antara

lain:

a. meningkatkan kerja sama dan koordinasi

pengembangan komoditas strategis perkebunan bagi

seluruh pemangku kepentingan perkebunan;

Page 39: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-39-

b. memberikan saran dan pertimbangan kepada

Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatkan

daya saing komoditas perkebunan serta persoalan

perkebunan; dan

c. memfasilitasi dalam penyelesaian konflik

perkebunan.

(4) Tim Pembina Pembangunan Perkebunan bertugas

selama 5 (lima) tahun.

(5) Tim Pembina Pembangunan Perkebunan tingkat Provinsi

ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.

(6) Tim Pembina Pembangunan Perkebunan.

Pasal 79

(1) Dalam hal terjadi gangguan usaha dan konflik

perkebunan antara perusahaan perkebunan dengan

perusahaan perkebunan, perusahaan perkebunan

dengan masyarakat dan/atau dengan pihak lain,

Gubernur berkewajiban memfasilitasi penanganannya.

(2) Dalam rangka fasilitasi penanganan gangguan usaha dan

konflik perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

Gubernur membentuk Tim Fasilitasi Penanganan

Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan.

(3) Tim Fasilitasi Penanganan Ganguan Usaha dan Konflik

Perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri

dari anggota tetap dan anggota tidak tetap.

BAB VIII

PEMBINAAN, PENGAWASAN, EVALUASI DAN PELAPORAN

Bagian Kesatu

Kewenangan Pembinaan dan Pengawasan

Pasal 80

(1) Pemerintah Daerah melalui Dinas melakukan pembinaan

dan pengawasan terhadap pengelolaan usaha

perkebunan sesuai kewenangan.

Page 40: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-40-

(2) Pengawasan dilakukan secara koordinatif, terpadu dan

sinergi antara Pemerintah, Pemerintah Daerah,

masyarakat.

(3) Gubernur dapat mengevaluasi pembinaan dan

pengawasan.

Bagian Kedua

Evaluasi dan Pelaporan

Pasal 81

(1) Pelaku usaha perkebunan melaporkan kegiatan

pengusahaan kebunnya kepada Pemerintah Daerah

secara berkala sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan.

(2) Pemerintah Daerah melakukan pemantauan dan

evaluasi dengan mengamati dan memeriksa kesesuaian

laporan dengan pelaksanaan di lapangan.

BAB IX

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 82

(1) Dalam hal IUP dicabut dan diusulkan pencabutan hak

guna usaha, bekas pemegang Izin Usaha Perkebunan

dapat menyerahkan tanaman dan bangunan yang berada

di atas lahannya kepada Gubernur atau

Bupati/Walikota.

(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyerahan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai ketentuan

perundang-undangan.

Pasal 83

(1) Pelaku Usaha Perkebunan dapat berpartisipasi terhadap

kegiatan pengembangan sumber daya manusia,

penelitian, promosi serta pembangunan perkebunan

lainnya di Daerah.

Page 41: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-41-

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara

partisipasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur

dalam Peraturan Gubernur.

Pasal 84

(1) Perizinan sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah

ini dapat dicabut berdasarkan permohonan Pelaku

Usaha Perkebunan dan/atau tanpa permohonan.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

disampaikan secara tertulis kepada Gubernur.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencabutan izin

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur

dalam Peraturan Gubernur.

BAB X

SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 85

(1) Pelaku Usaha Perkebunan yang melakukan pelanggaran

terhadap ketentuan Pasal 50 ayat (1), Pasal 54, Pasal 68

ayat (1), Pasal 76 ayat (1), Pasal 81 ayat (1), dapat

dikenakan sanksi administrasi.

(2) Sanksi administratif terdiri atas:

a. teguran lisan;

b. teguran tertulis;

c. penghentian sementara kegiatan;

d. penghentian tetap kegiatan;

e. pencabutan sementara izin;

f. pencabutan tetap izin;

g. denda administratif;

h. sanksi administratif lainnya sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan.

i. pencabutan izin.

Page 42: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-42-

Pasal 86

Dalam hal Pelaku Usaha Perkebunan dijatuhi sanksi pidana

di bidang perkebunan, hutan, dan/atau lingkungan hidup,

Gubernur dapat mencabut IUP, IUP-B dan/atau IUP-P tanpa

peringatan sebelumnya.

BAB XI

PENYIDIKAN

Pasal 87

(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia,

Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi

Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di

bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

diberi wewenang sebagai penyidik sebagaimana dimaksud

dalam Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan

tindak pidana lingkungan hidup.

(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), berwenang :

a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan

atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di

bidang perkebunan, perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup;

b. melakukan pemeriksaan terhadap setiap orang yang

diduga melakukan tindak pidana di bidang

perkebunan, perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari setiap

orang berkenaan dengan peristiwa tindak pidana di

bidang perkebunan, perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup;

d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan

dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana

dibidang perkebunan, perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup;

Page 43: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-43-

e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang

diduga terdapat bahan bukti, pembukuan, catatan

dan dokumen lain;

f. melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang

hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam

perkara tindak pidana di bidang perkebunan,

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;

g. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan

tugas penyidikan tindak pidana di bidang perkebun,

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;

h. menghentikan penyidikan;

i. memasuki tempat tertentu, memotret, dan/atau

membuat rekaman audio visual;

j. melakukan penggeledahan terhadap badan,

pakaian, ruangan, dan/atau tempat lain yang

diduga merupakan tempat dilakukannya tindak

pidana dan/atau

k. menangkap dan menahan pelaku tindak pidana.

(3) Dalam melakukan penangkapan dan penahanan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf k, penyidik

pegawai negeri sipil berkoordinasi dengan penyidik

pejabat polisi Negara Republik Indonesia.

(4) Dalam hal penyidik pejabat Pegawai Negeri Sipil

melakukan penyidikan, Penyidik Pejabat Pegawai Negeri

Sipil memberitahukan kepada penyidik pejabat polisi

Negara Republik Indonesia dan penyidik pejabat polisi

Negara Republik Indonesia memberikan bantuan guna

kelancaran penyidikan.

(5) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil memberitahukan

dimulainya penyidikan kepada penuntut umum dengan

tembusan kepada penyidik pejabat polisi Negara

Republik Indonesia.

(6) Hasil penyidikan yang telah dilakukan oleh Penyidik

Pegawai Negeri Sipil disampaikan kepada penuntut

umum.

(7) Pengawasan peredaran mutu benih dilaksanakan oleh

Dinas.

Page 44: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-44-

(8) Pengawasan peredaran benih unggul dan benih unggul

lokal dilakukan oleh Pengawas Benih Tanaman (PBT) dan

jika dari hasil pengawasan ditemukan benih yang tidak

sesuai dengan sertifikat dan label dilarang diedarkan

atau diperjualbelikan.

(9) Pengawas Benih Tanaman (PBT) dapat menghentikan

peredaran benih dimaksud dan wajib dilaporkan kepada

Penyidik Pegawai Negeri Sipil untuk diproses sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 88

(1) Setiap orang dan/atau badan usaha yang melanggar

larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal

68 ayat (1), Pasal 76 ayat (1) diancam pidana kurungan

paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling

banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(2) Selain ketentuan pidana sebagaimana dimaksud ayat (1),

pelaku tindak pidana dapat dikenakan pidana dan/atau

denda sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 89

(1) Izin Usaha Perkebunan yang telah diterbitkan sebelum

berlakunya Peraturan Daerah ini, dinyatakan tetap

berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan

Daerah ini.

(2) Dalam hal terjadi pemekaran wilayah, IUP, IUP-B, atau

IUP-P yang telah diterbitkan, dinyatakan tetap berlaku

dan pembinaan selanjutnya dilakukan oleh Kabupaten/

Kota yang merupakan lokasi kebun berada dan apabila

pemekaran wilayah mengakibatkan lokasi kebun

berada pada lintas Kabupaten/Kota, maka perizinan

yang sudah ada didaftarkan ulang ke Provinsi dan

pembinaan selanjutnya dilakukan oleh Provinsi.

Page 45: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-45-

(3) Dalam hal pembinaan dan pengawasan pelaku usaha

perkebunan, Pemerintah Daerah dapat melakukan

bersama-sama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota.

(4) Usaha perkebunan yang sudah ada sebelum

diberlakukannya Peraturan Daerah ini diberi waktu

paling lambat selama 2 (dua) tahun untuk penyesuaian.

BAB XIV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 90

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

Pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya

dalam Lembaran Daerah Provinsi Riau.

Ditetapkan di Pekanbaru

Pada tanggal 19 Februari 2018

Plt. GUBERNUR RIAU

WAKIL GUBERNUR,

ttd.

WAN THAMRIN HASYIM

Diundangkan di Pekanbaru

Pada tanggal 19 Februari 2018

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI RIAU,

ttd.

H. AHMAD HIJAZI

LEMBARAN DAERAH PROVINSI RIAU TAHUN 2018 NOMOR : 6

NOREG PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : (6,51/2018)

Admin
Typewritten text
Disalinkan tanggal 1 Agustus 2018
Page 46: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-46-

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU

NOMOR 6 TAHUN 2017

TENTANG

PENYELENGGARAAN PERKEBUNAN

I. UMUM

Pembangunan perkebunan telah memberikan manfaat ekonomi bagi

masyarakat dan Daerah, namun secara bersamaan telah terjadi dampak

negatif pada aspek sosial dan ekologi secara nyata. Meningkatnya

kebutuhan akan lahan perkebunan telah menimbulkan banyak konflik

lahan antara masyarakat dan perusahaan perkebunan besar, dan antara

perusahaan perkebunan besar dan/atau pengguna lahan lainnya.

Pencaplokan lahan masyarakat, tumpang tindih lahan dan persoalan tata

batas wilayah menjadi akar masalah konflik sosial yang ada. Hal lain yang

terjadi adalah masyarakat lokal yang ada di sekitar areal usaha perkebunan

belum secara optimal dilibatkan untuk menerima manfaat atas kehadiran

pelaku usaha perkebunan besar di Daerahnya, sehingga masyarakat sekitar

hanya sebagai penonton dan pada akhirnya akan menimbulkan

kecemburuan sosial.

Beberapa permasalahan mendasar yang saat ini terjadi pada subsektor

perkebunan adalah produktivitas yang rendah, bertambahnya tanaman tua

dan rusak yang memerlukan peremajaan, rendahnya kualitas sarana

prasarana perkebunan, banyaknya pelanggaran di bidang perizinan

perkebunan, ancaman kabakaran lahan dan kebun, dan serta isu

perkebunan kelapa sawit Indonesia yang tidak ramah lingkungan di dunia

internasional.

Pembangunan perkebunan yang dilaksanakan oleh para pelaku

perkebunan diharapkan memberikan manfaat ekonomi yang optimal bagi

pelaku, masyarakat dan Daerah; dan secara sosial dapat diterima oleh

masyarakat, serta memberikan kepastian bagi perlindungan kelestarian

lingkungan hidup. Untuk maksud tersebut, maka diperlukan suatu

pengaturan yang ditetapkan dalam sebuah Peraturan Daerah. Pengaturan-

pengaturan penyelenggaraan pembangunan usaha perkebunan sangat

diperlukan untuk memberikan kepastian dan jaminan bagi para pelaku

usaha perkebunan, baik perorangan maupun badan usaha, untuk

Page 47: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-47-

mengelola usahanya dan untuk memberikan dasar pijakan bagi Pemerintah

Daerah dalam melakukan perencanaan, pengembangan, pembinaan dan

pengawasan pengelolaan usaha perkebunan di Provinsi Riau.

Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Perkebunan ini memuat

antara lain mengenai penyelenggaraan usaha perkebunan dan penunjang

penyelenggaraan usaha perkebunan. Pengelolaan ini bermaksud untuk

mengoptimalkan pemanfaatan dan pengembangan potensi sumber daya

perkebunan Daerah dalam perspektif pembangunan berkelanjutan untuk

sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara

berkeadilan. Sebagai salah satu prioritas kebijakan dan program Pemerintah

Daerah, maka penyelenggaraan pembangunan perkebunan daerah serta

usaha perkebunan perlu diatur untuk memperoleh daya guna dan daya

hasil terbaik.

Penyelenggaraan perkebunan yang dikelola oleh pelaku usaha

perkebunan harus berazaskan manfaat dan berkelanjutan, keterpaduan,

kebersamaan, keterbukaan, keharmonisasian serta berkeadilan, untuk

mewujudkan sistem usaha perkebunan yang utuh, efisien, produktif, dan

berdaya saing tinggi untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, melalui

optimalisasi pengelolaan atau pemanfaatan, pendayagunaan dan

pengembangan sumber daya alam, pemberdayaan dan pengembangan

kapasitas sumber daya manusia perkebunan, serta pemanfaatan

pengembangan Iptek Perkebunan.

Pengaturan penguasaan atau peruntukan tanah usaha perkebunan

didasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau, dan tetap

memperhatikan hukum adat masyarakat setempat seperti hak ulayat,

sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan tidak bertentangan

dengan kepentingan umum.

Sebagai persyaratan legalitas dan alat pengendali terhadap

penyelenggaraan usaha perkebunan, pelaku usaha perkebunan harus

memperoleh izin dari Pemerintah Daerah. Pelaku usaha perkebunan harus

memenuhi kewajiban yang berkenaan dengan perizinan sesuai dengan

persyaratan dan tata cara yang ditetapkan oleh pemberi izin. Untuk

memfasilitasi peningkatan pengembangan usaha perkebunan, Pemerintah

Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota bersama-sama dengan pelaku

usaha perkebunan secara kooperatif menggali sumber dan mengintensifkan

berbagai jenis penerimaan Daerah dari sub sektor perkebunan. Dalam hal

ini sangat diharapkan pelaku usaha perkebunan dapat memenuhi

Page 48: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-48-

kewajibannya terhadap Daerah mengenai jenis penerimaan Daerah. Para

pelaku usaha perkebunan wajib menyelenggarakan usaha perkebunan

dengan baik dan tertib sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemerintah

dan Pemerintah Daerah secara koordinatif melakukan pengawasan agar

setiap unit usaha perkebunan beroperasi sebagaimana mestinya dan tujuan

pengelolaannya tercapai dengan baik.

Dengan pokok-pokok materi seperti yang diuraikan di atas, maka

disusunlah Peraturan Daerah ini sebagai acuan dan landasan hukum

pengelolaan usaha perkebunan di Riau. Hal-hal yang belum diatur secara

rinci dalam Peraturan Daerah ini, diatur dan ditetapkan lebih lanjut dengan

Peraturan Gubernur.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Ayat (1)

Perencanaan Pembangunan Perkebunan berisi kebijakan, strategi,

indikasi program, serta program dan rencana pembiayaan yang

terkait dengan rencana perlindungan wilayah perkebunan.

Ketentuan ini dimaksudkan untuk dapat terjaminnya

perencanaan, pelaksanaan, pengganggaran dan evaluasi setiap

tahun.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Cukup jelas.

Page 49: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-49-

Pasal 7

Ayat (1)

Huruf a

Cukup Jelas.

Huruf b

Penyusunan peta pengembangan, rehabilitasi, konservasi,

optimasi dan pengendalian perkebunan berdasarkan

Geographic Information Spacial (GIS).

Huruf c

Cukup Jelas.

Huruf d

Cukup Jelas.

Huruf e

Pemetaan potensi dan pengelolaan lahan perkebunan wilayah

provinsi berdasarkan Geographic Information Spacial (GIS).

Huruf f

Cukup Jelas.

Huruf g

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “hak atas tanah” adalah hak yang

memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk

mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut.

Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan atas tanah. Ciri

khas dari hak atas tanah adalah seseorang yang mempunyai hak

atas tanah berwenang untuk mempergunakan atau mengambil

manfaat atas tanah yang menjadi haknya.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Page 50: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-50-

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak

Guna Bangunan” adalah hak atas tanah sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok-pokok Agraria beserta peraturan pelaksanaannya.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 10

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “nilai budaya” adalah kearifan lokal dalam

pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 11

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 12

Yang dimaksud dengan “penilaian kinerja” adalah dalam bentuk

penilaian kelas kebun perusahaan yang dilakukan oleh Dinas Tanaman

Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Provinsi dan/atau Dinas yang

membidangi Perkebunan.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Huruf c

Yang dimaksud dengan “gambut saprik” adalah gambut yang

sudah melapuk lanjut, bahan asalnya tidak dikenali,

berwarna coklat tua sampai hitam, dan apabila diremas

Page 51: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-51-

kandungan seratnya kurang dari 15% (lima belas persen) dan

yang dimaksud dengan “gambut hemik” adalah gambut

setengah lapuk, sebagian bahan asalnya masih bias dikenali,

berwarna coklat, dan apabila diremas bahan seratnya 15%

(lima belas persen) sampai dengan 75% (tujuh puluh lima

persen).

Huruf d

Yang dimaksud dengan “gambut eutropik” adalah tingkat

kesuburan gambut dengan kandungan unsur hara makro

dan mikro yang cukup untuk budidaya kelapa sawit sebagai

pengaruh luapan air sungai dan/atau pasang surut air laut.

Pasal 16

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “perkebunan rakyat” adalah perkebunan

yang diselenggarakan atau dikelola oleh rakyat/pekebun yang

dikelompokkan dalam usaha kecil tanaman perkebunan rakyat

dan usaha rumah tangga perkebunan rakyat. Umumnya,

perkebunan rakyat tidak berbadan hukum. Luasan perkebunan

rakyat maksimal 25 Hektar, atau pengelola tanaman perkebunan

yang mempunyai jumlah pohon yang dipelihara lebih dari Batas

Minimum Usaha (BMU). Sejalan dengan hal ini, berdasarkan

ketentuan mengenai Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan

Hak Pakai atas Tanah, luas maksimum tanah yang dapat

diberikan Hak Guna Usaha kepada perorangan adalah dua puluh

lima hektar.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “perkebunan besar” adalah perkebunan

yang diselenggarakan atau dikelola secara komersial oleh

perusahaan yang berbadan hukum. Perusahaan besar terdiri dari

Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta

(PBS) Nasional/asing. Luasan lahan berskala besar umumnya di

atas 25 Hektar. Orientasi untuk kebutuhan pasar dan laba

sehingga tanaman yang dikembangkan adalah tanaman yang laku

di pasar.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Page 52: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-52-

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Huruf a

Pemuliaan Tanaman adalah rangkaian kegiatan penelitian dan

pengujian atau kegiatan penemuan dan pengembangan suatu

varietas, sesuai dengan metode baku untuk menghasilkan varietas

baru dan mempertahankan kemurnian benih varietas yang

dihasilkan.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Ayat (1)

1-40.000 butir Surat Persetujuan Penyaluran Benih Kelapa Sawit

(SP2BKS) diterbitkan oleh Dinas yang membidangi perkebunan

Kabupaten/Kota.

40.001-200.000 butir Surat Persetujuan Penyaluran Benih Kelapa

Sawit (SP2BKS) diterbitkan oleh Dinas.

≥ 200.001 butir Surat Persetujuan Penyaluran Benih Kelapa Sawit

(SP2BKS) diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan.

Untuk Surat Persetujuan Penyaluran Benih (SP2B) komoditi

perkebunan lainnya diterbitkan oleh Dinas.

Page 53: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-53-

Ayat (2)

Benih tanaman perkebunan yang selanjutnya disebut benih

adalah tanaman dan/atau bagiannya yang digunakan untuk

memperbanyak dan/atau mengembangbiakkan tanaman.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Peremajaan adalah penggantian suatu macam tanaman

perkebunan, karena sudah tua/tidak produktif dengan tanaman

perkebunan yang sama dan dapat dilakukan secara selektif

maupun menyeluruh.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Plasma Nutfah adalah substansi yang terdapat dalam kelompok

makhluk hidup, dan merupakan sumber sifat keturunan yang dapat

dimanfaatkan dan dikembangkan atau dirakit untuk menciptakan jenis

unggul atau kultivar baru.

Page 54: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-54-

Yang dimaksud dengan “komoditas perkebunan” adalah komoditas

binaan Direktorat Jenderal Perkebunan sebanyak 126 jenis sesuai

Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 511/Kpts/PD.310/9/2006

tanggal 12 September 2006 tentang Jenis Komoditas Tanaman Binaan

Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan

dan Direktorat Jenderal Hortikultura.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Huruf a

Usaha Industri pengolahan hasil perkebunan utama adalah usaha

industri yang mengolah hasil utama dari tanaman perkebunan

yang terdiri dari penanganan pasca panen atau industri

pengolahan bahan mentah (kelompok industri hulu), industri

pengolahan barang setengah jadi (kelompok industri antara) dan

industri pengolahan barang jadi (kelompok industri hilir).

Bahan mentah adalah bahan yang berupa bagian dari tanaman

perkebunan yang didapat langsung dari hasil panen untuk

dimanfaatkan lebih lanjut.

Barang setengah jadi adalah bahan mentah atau bahan baku yang

telah mengalami satu atau beberapa tahap proses industri yang

dapat diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.

Barang jadi adalah barang hasil industri yang sudah siap pakai

untuk konsumsi akhir ataupun siap pakai sebagai alat produksi.

Huruf b

Usaha pemanfaataan/pengolahan hasil sampingan dan/atau

limbah perkebunan dan/atau limbah peremajaan perkebunan

adalah suatu usaha pengolahan yang bahan bakunya berasal dari

hasil sampingan tanaman perkebunan selain hasil utama atau

limbah pengolahan/industri hasil perkebunan utama, misalnya :

No Komoditi Bahan Baku Jenis Produk

1 Karet Batang karet Kayu meubeler2 Kelapa

Sawit,

Limbah

Gas

Limbah padat dan

limbah cair Pabrik

Kelapa Sawit

- Cangkang

- Batang

Pupuk kompos/

organik

Asap cair

Kayu Meubeler,

Energi Listrik,

Pellet/Briket

Page 55: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-55-

3 Kelapa Sabut kelapa

Batang kelapa

Serat sabut

karet untuk jok,

kasur.Matras,

tali, dll

Kayu bangunan

4 Kakao Kulit buah

- Daging buah

Pupuk kompos

Nata de Coco,

sirup5 Nilam Limbah penyulingan Obat nyamuk

bakar, pupuk,

Kompos6 Kopi Kulit buah Pupuk

kompos/organik7 Sagu Tual (potongan

batang) sagu

Tepung Sagu

Huruf c

Industri kreatif merupakan kelompok industri yang terdiri dari

berbagai jenis industri yang masing-masing memiliki keterkaitan

dalam proses pengeksploitasian ide atau kekayaan intelekltual

menjadi nilai ekonomi tinggi yang dapat menciptakan

kesejahteraan dan lapangan pekerjaan.

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Cukup jelas.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Cukup jelas.

Pasal 38

Crude Palm Oil (CPO) atau minyak mentah kelapa sawit adalah hasil

olahan daging kelapa sawit melalui proses tandan buah segar,

perontokan dan pengepresan untuk bahan baku minyak kelapa sawit

dan turunannya.

Bahan Olah Karet yang selanjutnya disebut Bokar adalah lateks

dan/atau gumpalan yang dihasilkan pekebun, kemudian diolah secara

sederhana sehingga menjadi bentuk lain yang bersifat lebih tahan

untuk disimpan serta tidak tercampur dengan kontaminan.

Kopra adalah daging buah kelapa yang dikeringkan, merupakan salah

satu produk turunan kelapa yang sangat penting, karena merupakan

bahan baku pembuatan minyak kelapa dan turunannya.

Page 56: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-56-

Biji Kering Kakao adalah hasil pengeringan biji kakao setelah

dipisahkan dari salut biji baik secara fermentasi maupun non

fermentasi.

Tepung Sagu adalah tepung hasil olahan yang diperoleh dari

penggilingan teras batang pohon sagu.

Pasal 39

Ayat (1)

Industri hilir (industri pengolahan barang jadi) hasil perkebunan

adalah industri pengolahan barang hasil perkebunan yang sudah

siap pakai untuk konsumsi akhir ataupun siap pakai sebagai alat

produksi, misalnya:

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Produk pangan antara lain minyak goreng, minyak makan

merah, margarin, emulsifier, shartonis, susu kental manis,

vanespati, es krim, yoghurt.

Produk non pangan antara lain : biodiesel, pelumas, senyawa

ester, lilin, kosmetik dan farmasi.

Pasal 40

Cukup jelas.

Pasal 41

Cukup jelas.

No Komoditi

Hasil

Perkebunan

Utama

Produk

Pengolahan

Bahan

mentah

(Hulu)

Produk

Pengolahan

Barang

setengah

(Antara)

Produk

Pengolahan

barang jadi

(Hilir)1 Karet Lateks Lump,slab,she

et

Rubber Some

Sheet (RSS)

Ban, sarung

tangan, dll2 Kelapa

Sawit

TandanBuah

Segar(TBS)

Crude PalmOil

(CPO),biji inti

sawit

Minyak inti

sawit

Minyak

goreng,

margarin,bio

diesel

3 Kelapa Buahkelapa Daging buah Kopra, kelapa

parut kering

(Desicated

Coconut)

Minyak

goreng,

Minyak

kelapa

murni (Virgin

Coconut Oil)

Nira Gula kelapa4 Kakao Buah Biji

gelondongan

Bubuk kakao Cokelat5 Nilam Daun Daun basah/

Kering

Minyak nilam kosmetik, dll

Page 57: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-57-

Pasal 42

Cukup jelas.

Pasal 43

Cukup jelas.

Pasal 44

Cukup jelas.

Pasal 45

Cukup jelas.

Pasal 46

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “kapasitas pabrik tertentu” adalah

kapasitas minimal unit pengolahan hasil perkebunan yang

ditetapkan oleh Menteri. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian

Republik Indonesia Nomor : 98/Permentan/OT.140/9/2013

tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, kapasitas paling

rendah Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan yang

memerlukan IUP-P adalah:

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Cukup Jelas.

No. Komoditas Kapasitas Produk

1. Kelapa Sawit 5 ton TBS per jam CPO, inti sawit

(palm kernel),

tandan kosong,

cangkang, serat

(fiber), sludge

2. Teh 1 ton pucuk segar

per hari

Teh Hijau

2.

3.

Teh

Tebu

10 ton pucuk

segar per hari

Teh Hitam

1.000 ton Tebu

per hari (Ton Cane

Day/TCD)

Gula Kristal Putih

Page 58: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-58-

Pasal 47

Cukup jelas.

Pasal 48

Cukup jelas.

Pasal 49

Cukup jelas.

Pasal 50

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “batas maksimal luas areal” adalah batas

paling luas pemberian IUP dan IUP-B yang dapat diberikan

terhadap 1 (satu) perusahaan atau kelompok (group) perusahaan

perkebunan. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Republik

Indonesia Nomor : 98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang

Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, batas paling luas

pemberian IUP-B untuk 1 (satu) perusahaan atau kelompok

(group) perusahaan perkebunan adalah :

No. Tanaman Batas Paling Luas(Ha)

1 Kelapa 40.000

2 Karet 20.000

3 Kopi 10.000

4 Kakao 10.000

5 Jambu Mete 10.000

6 Lada 1.000

7 Cengkeh 1.000

8 Kapas 20.000

sedangkan batas paling luas pemberian IUP untuk 1 (satu)

perusahaan atau kelompok (group) perusahaan perkebunan

adalah :

No. Tanaman Batas Paling Luas(Ha)

1 Kelapa Sawit 100.000

2 Teh 20.000

3 Tebu 150.000

Ayat (2)

Cukup jelas.

Page 59: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-59-

Pasal 51

Cukup jelas.

Pasal 52

Cukup jelas.

Pasal 53

Cukup jelas.

Pasal 54

Cukup jelas.

Pasal 55

Cukup jelas.

Pasal 56

Cukup jelas.

Pasal 57

Cukup jelas.

Pasal 58

Cukup jelas.

Pasal 59

Cukup jelas.

Pasal 60

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran

monoalkyl ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai

sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat

dari sumber terbaharui seperti minyak nabati/tumbuhan atau

lemak hewan

Biofuel adalah Bahan bakar hayati adalah setiap bahan bakar baik

padatan, cairan ataupun gas yang dihasilkan dari bahan-bahan

organik. Biofuel dapat dihasilkan secara langsung dari tanaman

atau secara tidak langsung dari limbah industri, komersial,

domestik atau pertanian.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 61

Cukup jelas.

Page 60: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-60-

Pasal 62

Cukup jelas.

Pasal 63

Cukup jelas.

Pasal 64

Cukup jelas.

Pasal 65

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu

kehidupan, atau menyebabkan kematian tumbuhan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “pengendalian organisme Pengganggu”

adalah sebuah pendekatan yang mengintegrasikan berbagai jenis

metode pengendalian hama dengan tujuan untuk menekan

populasi hama hingga di bawah tingkat kerusakan ekonomis.

Pasal 66

Cukup jelas.

Pasal 67

Cukup jelas.

Pasal 68

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Pembukaan Lahan Tanpa Bakar adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan sesuai perencanaan tata ruang dan tata letak,

pengukuran areal, dan pembersihan lahan sampai dengan lahan

siap untuk ditanami dengan tanpa melakukan pembakaran.

Ayat (3)

Brigade pengendalian kebakaran lahan dan kebun yang

selanjutnya disebut brigade adalah satuan kerja yang berada di

Pemerintahan Pusat, Pemerintahan Provinsi dan Pemerintahan

Page 61: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-61-

Kabupaten/Kota yang mempunyai tugas melakukan pengendalian

kebakaran lahan dan kebun.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan Pengendalian kebakaran lahan dan kebun

adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan mulai dari

pencegahan, pemadaman, penanganan pasca kebakaran di lahan

dan kebun.

Kelompok Tani Peduli Api (KTPA) adalah sejumlah pekebun yang

telah memperoleh pelatihan tentang pengendalian kebakaran

lahan dan kebun yang ditetapkan oleh Pejabat yang berwenang.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Pasal 69

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Sekat Kanal adalah tindakan penutupan aliran air pada kanal

yang sudah ada dengan tujuan agar air yang ada tetap

menggenangi permukaan areal, khususnya pada tanah

gambut.

Page 62: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-62-

Embung adalah bangunan konservasi air berbentuk kolam

untuk menampung air hujan dan air limpasan atau air

rembesan di lahan yang berdrainase baik.

Pasal 70

Cukup jelas.

Pasal 71

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup yang

selanjutnya disebut Amdal adalah kajian mengenai dampak

penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan

pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses

pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha

dan/atau kegiatan.

Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya

Pemantauan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat

UKL-UPL adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap

usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting

terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses

pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha

dan/atau kegiatan.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Pasal 72

Cukup jelas.

Pasal 73

Budidaya tanaman perkebunan terdiri dari kelapa sawit. kelapa, karet,

sagu, kakao, kopi dan aneka tanaman.

Page 63: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-63-

Aneka Tanaman adalah jenis komoditas tanaman perkebunan yang

memiliki potensi pengembangan, selain komoditas kelapa sawit, kelapa,

karet, sagu, kakao dan kopi.

Pasal 74

Cukup jelas.

Pasal 75

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia atau

Indonesian Sustainable Palm Oil yang selanjutnya disebut ISPO

adalah sistem usaha di bidang perkebunan kelapa sawit yang

layak ekonomi, layak sosial dan ramah lingkungan didasarkan

pada peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 76

Cukup jelas.

Pasal 77

Cukup jelas.

Pasal 78

Cukup jelas.

Pasal 79

Cukup jelas.

Pasal 80

Cukup jelas.

Pasal 81

Cukup jelas.

Pasal 82

Cukup jelas.

Pasal 83

Cukup jelas.

Pasal 84

Cukup jelas.

Page 64: G U B E R N U R R I A U DENGAN RAHMAT TUHAN YANG …jdih.riau.go.id/index.php/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN... · perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,

-64-

Pasal 85

Cukup jelas.

Pasal 86

Cukup jelas.

Pasal 87

Cukup jelas.

Pasal 88

Cukup jelas

Pasal 89

Cukup jelas

Pasal 90

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 6


Related Documents