1• 1511012001• Wardatul Himmy
2• 1511012012• Tria Octavianty
3
• 1511012027• Fianny Rezka
Sjahjadi
4• 1511012032• Azizah Wardi
CPOB (Cara Pembuatan Obat yang
Baik)
Lahirnya CPOB sendiri dilatarbelakangi oleh perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi farmasi
Tujuan dari penerapan CPOB antara lain
Adanya jaminan terhadap khasiat, keamanan dan mutu obat produksi industri farmasi indonesia.
Sebagai upaya pemerintah (BPOM) untuk meningkatkan kemempuan Industri Farmasi
Indonesia sesuai dengan standard internasional agar lebih kompetitif baik untuk pasar domestik maupaun untuk pasar ekspor
Mendorong industri farmasi di Indonesia agar lebih efisien dan fokus dalam pelaksanaan produksi obat, termasuk pemilihan fasilitas produksi yang paling fleksibel untuk
dikembangkan
Aspek-aspek CPOB
Manajemen Mutu PERSONALIA BANGUNAN
DAN FASILITAS PERALATAN
SANITASI DAN
HIGIENEPRODUKSI PENGAWASAN
MUTUINSPEKSI DIRI, AUDIT MUTU
PENANGANAN KELUHAN TERHADAP PRODUK, PENARIKAN KEMBALI PRODUK & PRODUK KEMBALIAN
DOKUMENTASI
PEMBUATAN DAN ANALISIS BERDASARKAN
KONTRAK PRINSIP
KUALIFIKASI DAN VALIDASI
PBF(Pedagang Besar Farmasi)
Pedagang Besar Farmasi adalah salah satu fasilitas distribusi sediaan farmasi
Menurut PP no. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, yang dimaksud Fasilitas distribusi adalah sarana yang digunakan untuk menyalurkan atau mendistribusikan sediaan farmasi dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan atau pemindahtanganan.
Beberapa hal berkaitan dengan Perizinan PBF dan/ atau PBF cabang adalah
Izin PBF dikeluarkan oleh Dirjen Bidang Pembinaan dan Pengawasan
Izin PBF berlaku selama 5 tahun dan boleh diperpanjang
PBF boleh membuka cabang yang disebut PBF cabang
PBF cabang harus mendapat surat pengakuan dari Ka. Dinkes Provinsi setempat dimana PBF cabang berada
Pengakuan PBF cabang berlaku selama izin PBF cabang berlaku.
Persyaratan untuk mendapatkan izin PBF adalah: Merupakan badan usaha (Baik Perseroan Terbatas atau
Koperasi)
Memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
Memiliki secara tetap apoteker WNI sebagai apoteker penanggung jawab
Komisaris/ dewan pengurus dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat baik secara langsung ataupun tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi
Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan Pengadaan, Penyimpanan, dan penyaluran obat dan untuk menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF
Menguasai gedung sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang dapat menjamin mutu keamanan obat
memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dengan ruangan lain.
membayar biaya permohonan izin PBF.
Kewajiban PBF dan PBF cabang
PBF atau PBF cabang harus memiliki apoteker penanggung jawab dalam melakukan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan atau bahan obat.
Apoteker penanggung jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang undangan
Apoteker tidak boleh merangkap jabatan sebagai direksi/pengurus PBF atau PBF cabang
Setiap pergantian apoteker penanggung jawab, direksi/pengurus PBF atau PBF cabang harus melaporkan kepada Dirjen atau KA. Dinkes Provinsi selambat-lambatnya enam hari kerja
PBF atau PBF cabang dilarang menjual obat dan atau bahan obat secara eceran
PBF atau PBF canbang dilarang menerima/melayani resep
( Berkaitan dengan apoteker )
( Berkaitan dengan larangan )
( Berkaitan dengan CDOB)
PBF atau PBF cabang dalam melaksanakan Pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat atau bahan obat harus menerapak CDOB yang ditetapkan oleh Menteri
Penerapan CDOB mengikuti pedoman teknis CDOB yang ditetapkan oleh kepala badan
PBF atau PBF cabang yang telah menerapkan CDOB diberikan sertifikat CDOB oleh kepala badan( Berkaitan dengan dokumentasi)
PBF atau PBF cabang wajib mendokumentasikan setiap pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan atau bahan obat sesuai pedoman CDOB
Dokumentasi boleh dilakukan secara elektronik
Dokumentasi harus dapat diperiksa setiap saat oleh petugas
Kemasan Obat
Huruf-huruf yang padat dan kecil – kecil pada kemasan obat merupakan suatu penandaan Permenkes No.1010 tahun 2008
“Penandaan adalah keterangan yang lengkap mengenai khasiat, keamanan, cara penggunaannya serta informasi lain yang dianggap perlu yang dicantumkan pada etiket, brosur dan kemasan primer dan sekunder yang disertakan pada obat.”
Informasi pada Kemasan Obat
Nama Dagang Nama Generik Bentuk Sediaan Tanda Khusus untuk Obat Komposisi Indikasi Kontraindikasi Efek Samping Interaksi Obat
Cara Kerja Obat Cara Kerja Obat Aturan Pakai Peringatan Nomor Batch/Lot Nomor Registrasi Nama dan Alamat Industri
Farmasi Tanggal Kadaluwarsa Penyimpanan
14PENOMORAN OBAT JADI
(15 digit)
Digit ke-1: membedakan nama obat jadiD; Nama DagangG; Nama Generik
Digit ke-2: membedakan golongan obatN; NarkotikaP: PsikotropikaK: KerasT: Bebas TerbatasB: Bebas
Digit ke-3:
membedakan jenis produksiI; Obat jadi ImporE: Obat jadi EksporL: Obat jadi produksi lokalX: Obat jadi keperluan khusus (program KB/HIV)/TBC)
Digit ke-4 s/d ke-15: obat kode yang bersifat teknis, seperti tahun persetujuan, kode bentuk sediaan, dll.
15PENOMORAN OBAT TRADISIONAL
(9 digit)
TR: Obat tradisional Lokal TL: Obat tradisional Lisensi TI: Obat tradisional Impor
SD: Suplemen makanan Lokal
SI: Suplemen makanan Impor
SL: Suplemen makanan Lisensi
QD: Quasi Lokal (produk
berbatasan; balsem) QI: Quasi Impor QL: Quasi Lisensi
Digit ke-1 dan ke-2: tahun pendaftaran disetujui
Digit ke-3: bentuk perusahaan
Digit ke-4: bentuk sediaan Digit ke-5 s/d ke-9:
nomor urut jenis produk yang terdaftar
16PENOMORAN MAKANAN dan MINUMAN
(12 digit)
MD: Makanan/minuman produksi dalam negeri
ML: Makanan/minuman produksi luar negeri
Digit ke-1 dan ke-12: Merupakan kode yang bersifat sangat teknis, seperti: kode kemasan, jenis produk. kode pabrik. dll.
17PENOMORAN KOSMETIKA
(10 digit)
CD: Kosmetika produksi dalam negeri
CL: Kosmetika produksi luar negeri
Digit ke-1 dan ke-10: Merupakan kode yang bersifat sangat teknis, seperti: jenis kategori, sub kategori. dll.
18
KEMASAN PRIMER(Label
kemasan)
Printing: Sticker “glossy” paper Finishing: Laminating glossy/dove Final touch:
Tempel stiker label pada kemasan primer sediaan.
19
KEMASAN SEKUNDER
(Dus kemasan)
Printing: Artcartoon 260g Finishing: Laminating
glossy/dove Final touch:
Rangkai menjadi bentuk kemasan dus.
20
KOMPOSISI KEMASAN SEKUNDER
(Dus kemasan)
Nama Produk
I l u s tr a s i
Preview Indikasi
Identitas Pabrik
Logo Pabrik
Aturan Simpan
Aturan Pakai
Komposisi Indikasi
Kontraindikasi
Efek Samping
RegulitasExp. date
Isi kemasan
Logo
obat
21
KELENGKAPAN SEDIAAN
(Brosur sediaan)
Printing: HVS paper 70g Finishing: Cutting paper Final touch:
Lipat dan masukkan dalam kemasan dus.
Komposisi Cara Kerja Obat Indikasi Kontraindikasi Efek Samping Peringatan/Perhatian Interaksi Obat Aturan Pakai Aturan Simpan Kemasan Pabrik
Pasar Industri Farmasi
Pasar Industri Farmasi salah satu tempat apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian terutama menyangkut pembuatan, pengendalian mutu sediaan farmasi, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan pengembangan obat
Industri farmasi dibagi dalam dua kelompok yaitu:
Industri padat modal industri yang menggunakan mesin-mesin produksi dalam jumlah yang lebih besar daripada jumlah tenaga kerjanya
Insdustri padat karya lebih banyak menggunakan tenaga manusia dari pada tenaga mesin
Pasar Industri Farmasi
Data Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI, 2005), pertumbuhan industri farmasi Indonesia rata-rata mencapai 14,10% per tahun lebih tinggi dari angka pertumbuhan nasional yang hanya mencapai 5-6% per tahun
Total angka penjualan tahun 2004 mencapai lebih kurang Rp 20 triliun (untuk tahun 2005 sebesar Rp 22,8 triliun, dan tahun 2006 sebesar Rp 26 triliun).
Namun jika dilihat dari omzet penjualan secara global (all over the world), pasar farmasi Indonesia tidak lebih dari 0,44% dari total pasar farmasi dunia (Priyambodo, 2007).
Konsumsi obat tertinggi adalah Singapura, disusul oleh Thailand, Malaysia, dan Filipina
Jika dilihat dari penguasaan pasar, sebesar 54% dikuasai oleh 20 industri farmasi dan 30% dikuasai oleh 60 industri farmasi, sedangkan sisanya (118 industri) memperbutkan pasar sebesar 16%
Sanbe Farma yang notabene indutsri ranking pertama hanya menguasai 7,25%, disusul Kalbe menguasai 5,99% pasar, sehingga pasar farmasi Indonesia terpecah-pecah menjadi pasar yang kecil-kecil atau terfragmentasi
Masalah yang dihadapi industry farmasi nasional
1. Tidak adanya industri bahan baku.2. Idle kapasitas produksi industri farmasi nasional mencapai 50% 3. Penerapan aturan internasional terhadap standardisasi industri farmasi terutama menyangkut c-GMP, registrasi dan belum adanya koordinasi yang baik antara pemerintah (BPOM) denga industri farmasi.4. Kondisi industri farmasi nasional yang tidak merata
Toko Obat
Orang atau badan hukum yang memiliki ijin untuk menyimpan obat-obat bebas dan obat-obat bebas terbatas untuk dijual secara eceran di tempat tertentu sebagaimana tercantum dalam surat ijin.
Prosedur:
Pemohon datang ke KPT/Kantor Dinas Kesehatan Setempat, mengajukan surat permohonan dilampiri persyaratan lainnya.
Setelah diteliti dan dinyatakan lengkap dan benar, berkas permohonan diagendakan dan kepada pemohon diberikan arsip permohonan.
Berkas permohonan selanjutnya diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Apabila ijin telah diterbitkan, maka pemohon akan diberitahu oleh KPT dan selanjutnya bisa diambil di loket pengambilan KPT IJIN TOKO OBAT
Jenis Pelayanan:
Ijin Membuka Toko Obat.
Ijin Perpanjangan Toko Obat.
30 hari kerja sejak diterimanya permohonan dandiagendakan di KPT
1. Surat Permohonan diatas meterai Rp. 6.000,-
2. Surat Penunjukan Pemilik Toko Obat kepada Asisten Apoteker (Pemilik Toko Obat).
3. Surat Pernyataan Keanggotaan Asisten Apoteker bermeterai Rp. 6.000,-
4. Foto Copy KTP Pemohon dan KTP Asisten Apoteker (AA), SIA dan SIK AA.
5. NPWP atau Surat Pernyataan dan Copy Lunas Pajak tahun terakhir.
6. Foto copy Ijasah SIAA.7. Denah Lokasi Toko Obat.8. Foto copy SK Toko Obat lama
(untuk SIK perpanjangan).
Persyaratan Mendirikan Toko Obat
Jangka Waktu Penyelesaian
Masa Berlaku
Masa berlaku SK Ijin : 2 tahun
Daftar Pustaka
Priyambodo, B., 2007, Manajemen Farmasi Industri, Global Pustaka Utama, Yogyakarta, hal: 30-35
Sukandar, E.Y., R. Andrajati, J.I Sigit, I.K. Adnyana, A.P. Setiadi, dan Kusnandar. 2009. ISO FARMAKOTERAPI. Jakarta: PT ISFI Penerbitan. Halaman 965;969.
Stockley, I.H. (ed). 2005. Stockley’s Drug Interaction. Ebook: Drug Interaction.