YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
Page 1: Ebook Shalat Sunnah Qabliyah Jum'at

Seri Fiqh Kumpulan Artikel

ABU HAFSHOH

PUSTAKA ASY-SYAUKANI KALIJATI

ADAKAH SHALAT SUNNAH QABLIYAH JUM’AT?

Page 2: Ebook Shalat Sunnah Qabliyah Jum'at

Judul Makalah

Kumpulan Artikel

Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?

Disusun

Abdullah Abu Hafshoh

Penerbit

Dipublikasikan dalam bentuk ebook gratis oleh:

Pustaka Asy-Syaukani Kalijati Tahun 1434 H

Page 3: Ebook Shalat Sunnah Qabliyah Jum'at

Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati

1 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(1)

SHALAT SUNNAH QABLIYAH JUM’AT ?

OlehSyaikh Masyhur Hasan Salman Sebagian orang beranggapan, bahwa shalat qabliyah (sebelum) Jum’at ada dan berasal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kebiasaan ini dilakukan setelah adzan pertama dikumandangkan, yaitu ketika khatib belum naik mimbar. Ironisnya, shalat ini dikomando oleh muadzin dengan menyerukan shalat sunnah Jum’at. Benarkah perbuatan ini berasal dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ? Merupakan kebiasaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa pada hari Jum’at, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu keluar dari rumahnya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan naik ke mimbar. Setelah muadzin mengumandangkan adzan lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah. Andaikan shalat sunnah sebelum Jum’at benar adanya, niscaya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam orang pertama yang melakukannya serta memerintahkan kepada para sahabat Radhiyallahu anhum setelah adzan dikumandangkan. Pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak ada adzan selain ketika khatib di atas mimbar. Imam Syafi’i rahimahullah berkata,”Dan aku menyukai satu adzan dari seorang muadzin ketika (khatib) di atas mimbar, bukan banyak muadzin,” kemudian beliau menyebutkan dari As Saib bin Yazid, bahwa pada mulanya adzan pada hari Jum’at dilaksanakan ketika seorang imam duduk di atas mimbar. (Ini terjadi) pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar dan Umar. (Ketika masa) pemerintahan Utsman dan kaum muslimin menjadi banyak, Utsman memerintahkan adzan yang kedua, maka dikumandangkanlah adzan tersebut dan menjadi tetaplah perkara tersebut.” [Al Um 1/224] Memang benar, bahwa orang yang mengadakan dan memerintahkan adzan kedua adalah Ustman Radhiyallahu anhu, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abdil Barr rahimahullah, ”Adapun adzan pada hari Jum’at, maka aku tidak mengetahui adanya perbedaan, bahwa Utsmanlah orang pertama yang mengerjakan dan memerintahkannya". [Tamhid 10/247]. Akan tetapi perlu diingat, bahwa adzan yang diadakan oleh Utsman Radhiyallahu anhu tersebut dilakukan di Zaura, yaitu sebuah rumah di pasar. Dan inipun, beliau lakukan karena berbagai sebab. Diantaranya:

1. Pada saat pemerintahan Utsman Radhiyallahu anhu, keberadaan manusia sangat banyak dan letak rumah-rumah mereka berjauhan. [Umdatul Qari 3/233].

2. Adzan tersebut dilakukan untuk memberitahukan manusia, bahwa Jum’at telah

tiba.

3. Agar manusia bergegas untuk menghadiri khutbah. [Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an 18/100].

Page 4: Ebook Shalat Sunnah Qabliyah Jum'at

Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati

2 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(1)

Inilah diantara penyebab yang mendorong Ustman Radhiyallahu anhu mengadakan adzan tersebut. Akan tetapi, sebab-sebab tersebut jarang kita temui pada masa sekarang ini. Terlebih, hampir setiap melangkah, kita temukan banyak sekali masjid yang mengumandangkan adzan Jum’at. Sedangkan pada zaman Ustman Radhiyallahu anhu, masjid hanya satu dan rumah-rumah berjauhan letaknya dari masjid tersebut karena banyaknya, sehingga suara muadzin yang menyerukan adzan dari pintu masjid tidak sampai ke pendengaran mereka. Lain halnya pada masa kita sekarang ini, banyak sekali masjid yang memasang pengeras suara di setiap menara, sehingga memungkinkan terdengarnya suara muadzin. Dengan begitu, tercapailah tujuan yang mendorong Utsman untuk mengadakan adzan tersebut, yaitu untuk memberitahukan manusia. Jika keadaannya demikian, maka mengambil adzan Utsman Radhiyallahu anhu untuk tujuan yang hampir tercapai, tidak boleh. Terlebih -seperti dalam kondisi sekarang ini- merupakan penambahan terhadap syari’at Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa sebab yang dapat dibenarkan. Seakan inilah yang menyebabkan Ali bin Thalib Radhiyallahu anhu ketika berada di Kufah, beliau mencukupkan diri dengan sunnah dan tidak menggunakan adzan yang diadakan oleh Utsman Radhiyallahu anhu, sebagimana hal ini dikatakan oleh Qurthubi di dalam tafsirnya. [Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an 18/100]. Dari penjelasan ini, kami dapat menarik kesimpulan, bahwa kami berpendapat, untuk mencukupkan diri dengan memakai adzan (yang berasal dari) Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan ini dikumandangkan ketika imam naik ke mimbar, karena hilangnya sebab yang dapat dibenarkan bagi penambahan Utsman dan untuk mengikuti sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. [Al Ajwibah An Nafi’ah, hal 10-11] Jika telah jelas, bahwa adzan yang dilakukan Utsman Radhiyallahu anhu bukan di masjid, maka menjadi terang bagi kita, bahwa shalat sunat qabliyah Jum’at, tidak ada waktunya. Andaikata shalat tersebut disyari’atkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka para sahabat Radhiyallahu anhum akan mengerjakannya, dan tentu pula akan kita ketahui lewat riwayat-riwayat dari mereka. Apabila ada yang mengatakan sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan orang yang masuk ke masjid untuk melakukan shalat dua raka'at, (ketika) beliau sedang berkhutbah, tetapi (orang tersebut) belum mengerjakannya, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya :

عتي ن فصل قم رك Berdirilah dan shalatlah dua raka’at. Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah dan Jabir, keduanya mengatakan,

طب وسلم علي ه الل صلى الل ورسول ال غطفان ي سلي ك جاء ه الل صلى النب ي له فقال يخ علي

عتي ن أصلي ت وسلم يء أن قب ل رك عتي ن فصل قال ل قال تج ما وتجوز رك ف يه

Page 5: Ebook Shalat Sunnah Qabliyah Jum'at

Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati

3 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(1)

Sulaik Al Ghathafani datang, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berkhutbah, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya, ”Apakah engkau telah shalat dua raka’at, sebelum datang (kesini)?” Sulaik menjawab, Belum. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, Shalatlah dua raka’at, dan ringankanlah pada keduanya. [Sunan Ibnu Majah, 1/353–354 no. 1114]. Abu Syamah berkata, "Sebagian pengarang (kitab) pada masa kami berkata, ‘Ucapan (Nabi) ‘Sebelum engkau datang (kesini)’ menunjukkan, bahwa dua raka’at tersebut adalah shalat sunnah qabliyah Jum’at, bukan (shalat) tahiyyat masjid. Sepertinya, perkataan ini disebabkan kerancuan memahami makna ucapan Rasulullah ‘Sebelum engkau datang (kesini)’ yaitu sebelum masuk ke masjid, dan (menunjukkan) bahwa orang tersebut telah shalat (qabliyah Jum’at) di rumah. Padahal bukan begitu! Sesungguhnya, hadits tersebut dikeluarkan dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim

serta lainnya, dan tidak ada satupun yang menggunakan lafadz “ يء أن قب ل تج ” (sebelum engkau datang). Dalam Shahih Bukhari disebutkan, dari Jabir, ia berkata

ه الل صلى والنب ي رجل جاء طب وسلم علي م الناس يخ ل قال فلن يا لي تأص فقال ال جمعة يو

كع قم قال عتي ن فار رك

Seseorang datang dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berkhutbah pada hari Jum’at, maka Nabi berkata kepada orang tersebut, ”Apakah engkau telah shalat?” Ia menjawab, ”Belum.” Nabi berkata, ”Bangun dan shalatlah!” [Shahih Bukhari, 2 / 407 no. 930 dan 2 / 412 no. 931].Di dalam Shahih Muslim diriwayatkan dari Jabir pula, ia berkata,

م ال غطفان ي سلي ك جاء د وسلم علي ه الل صلى الل ورسول ال جمعة يو ن بر على قاع فقعد ال م

ه الل صلى النب ي له فقال يصل ي أن قب ل سلي ك عتي ن أركع ت وسلم علي قم قال ل قال رك

كع هما فار

Sulaik Al Ghathafani datang pada hari Jum’at, sementara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk di atas mimbar dan duduklah Sulaik sebelum ia melakukan shalat. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,”Sudahkan engkau shalat dua raka’at?” Dia menjawab, “Belum” Beliau bersabda, “Wahai, Sulaik! Bangun dan ruku’lah (shalatlah) dua raka’at. Dan Sulaik pun mengerjakannya. [Shahih Muslim, 2 /597 no. 59, hadits dari Jabir]

Ucapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam “ menunjukkan, bahwa (!bangunlah) ”قم

Sulaik tidak merasa (untuk shalat), kecuali ia siap-siap duduk, dan ia pun duduk sebelum mengerjakan shalat, sehingga Rasulpun berbicara kepadanya dengan memerintahkan untuk bangun. Dan boleh jadi Sulaik shalat dua raka’at dekat dengan pintu, tatkala ia masuk pertama kali ke masjid. Kemudian ia mendekat kepada

Page 6: Ebook Shalat Sunnah Qabliyah Jum'at

Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati

4 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(1)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mendengar khutbah, maka Rasul bertanya kepadanya “Sudahkah engkau shalat?” Ia menjawab,”Belum.”

Dan perkataan Rasulullah “ يء أن قب ل تج ” (sebelum engkau datang), sebagaimana yang dikeluarkan Ibnu Majah, boleh jadi maknanya adalah sebelum engkau mendekat kepadaku untuk mendengar khutbah, dan bukan “sebelum engkau masuk masjid”. Maka sesungguhnya, shalatnya sebelum masuk masjid tidak disyari’atkan, bagaimana (mungkin) ia ditanya tentang hal itu?! Dan yang diperintahkan setelah masuknya waktu Jum’at adalah bergegas menuju tempat shalat dan tidak disibukkan dengan hal lain. Sebelum masuk waktu, tidak benar mengerjakan sunat, dengan persangkaan bahwa hal tersebut disyari’atkan. [Al Baits ‘Ala Inkar Al Bida’ Wal Hawadits, hlm. 95] Kebenaran ucapan tersebut didukung dengan berbagi hal. Pertama : Al Hafizh Al Muzi berkata tentang lafazh Ibnu Majah ( يء أن قب ل تج ). Ini merupakan kekeliruan perawi (periwayat). Sebenarnya, ucapan tersebut adalah “ أن قب لل س maka orang yang ,(?sudahlah engkau mengerjakan shalat sebelum duduk) ”تج mengganti (lafazh-lafazh tersebut) salah. Al Muzi berkomentar pula,”Dan kitab Ibnu Majah, sering dipergunakan oleh para Masyaikh yang kurang memperhatikannya. Berbeda dengan Shahih Bukhari dan Muslim. Para penghapal hadits sering menggunakan dan sangat memperhatikan keorisinilan dan pergantiannya. Oleh karenanya, di dalam (kitab Ibnu Majah) terjadi kesalahan dan penggantian. Kedua : Sesungguhnya, orang-orang yang mencurahkan perhatian terhadap keotentikan kitab-kitab sunan sebelum dan sesudahnya, serta mengarang dalam masalah ini dari kalangan pakar hukum dan sunnah serta lainnya, tidak satupun dari mereka menyebutkan hadits ini dalam sunnah qabliyah Jum’at. Akan tetapi, mereka menyebutkannya dalam sunnahnya mengerjakan tahiyat masjid ketika imam di atas mimbar. Dan dengan hadits tersebut, mereka membantah orang yang melarang mengerjakan sunnah tahiyat masjid dalam keadaan ini. Seandainya yang dimaksudkan adalah qabliyah Jum’at, maka akan disebutkan di sana, serta keterangan tentang qabliyah Jum’at, keterjagaan dan kepopulerannya lebih utama dibanding tahiyat masjid. [Zaadul Ma’ad 1/435]. Ketiga : Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan melakukan shalat dua raka’at, kecuali kepada orang yang masuk masjid, karena hal ini merupakan shalat tahiyat masjid. Andaikan merupakan sunnah Jum’at, niscaya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan pula kepada orang-orang yang duduk dan tidak mengkhususkan perintah tersebut kepada orang yang masuk saja. [Zaadul Ma’ad 1/435 dan Al Baits ‘Ala Inkaril Bida’ Wal Hawadits, hlm. 95] Kemudian, apabila ada yang mengatakan “Kemungkinan kuat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat qabliyah di rumahnya setelah zawalnya (tergelincirnya) matahari, kemudian keluar. Syaikh Masyhur Hasan Salman berkata, ”Seandainya itu terjadi, niscaya para istri beliau akan menceritakannya, sebagaimana mereka menceritakan semua shalat beliau di

Page 7: Ebook Shalat Sunnah Qabliyah Jum'at

Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati

5 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(1)

rumahnya. Baik shalat siang maupun malam, bagaimana shalat tahajudnya dan bangun pada malam hari. Tentang hal itu (qabliyah Jum’at, red.) tidak benar sedikitpun. Dan pada asalnya adalah ketidakadaanya. (Ini) menunjukkan, bahwa hal tersebut tidak terjadi dan tidak disyari’atkan. Adapun sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Al Hasan Abdurrahman bin Muhammad bin Yasir dalam (hadits Abu Qasim Ali bin Ya’kub, 108) dari Ishaq bin Idris, telah menceritakan kepada kami Aban, telah bercerita kepada kami, Ashim Al Ahwal dari Nafi’ dari ‘Aisyah secara marfu’ dengan lafazh,

عة قب ل يصل ي كان عتي ن ال جم ه ف ي رك ل أه Rasulullah biasa shalat dua raka’at sebelum Jum’at di rumahnya. Maka hadits ini batil lagi palsu. Ishaq telah merusaknya. Dia adalah al aswari al bashari. Ibnu Mu’ayyan berkata tentang Ishaq,” Dia seorang pendusta, pemalsu hadits.” (Lihat Al Ajwibah An Nafi’ah, hlm. 28). Pendusta ini, hanya seorang diri dalam meriwayatkan hadits ini. Kemudian apabila ada yang berkata “Sesungguhnya, Jum’at merupakan shalat dzuhur yang diringkas. Maka seperti Dzuhur, Jum’at pun memiliki sunnah qabliyah.” Menanggapi pendapat seperti ini, Syaikh Masyur Hasan Salman berkata: Perkataan ini keluar dari kebenaran dari berbagai sisi. 1. Tidak boleh menggunakan qiyas dalam pensyari’atan shalat. [Lihat Bidayah

Mujtahid 1/172) dan Al Baits ’Ala Inkaril Bida’ Wal Hawadits, hlm. 92]. 2. Sesungguhnya, sunnah adalah apa yang berasal dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa

sallam, berupa ucapan ataupun perbuatan, atau sunnah khalifah beliau yang mendapat petunjuk. Dan dalam permasalahan kita ini, tidak termasuk hal tersebut. Tidak boleh menetapkan sunnah-sunnah seperti dalam hal ini dengan qias. Karena penetapan qias adalah termasuk hal-hal yang sebab perbuatannya diakui pada zaman Nabi, sehingga bila Rasulullah tidak melakukan dan tidak mensyari’atkannya, maka meninggalkan perbuatan tersebut merupakan sunnah.

3. Jum’at merupakan shalat yang berdiri sendiri yang berbeda dengan shalat Dzuhur dalam hal jahr (mengeraskan bacaan), bilangan raka’at, khutbah dan syarat-syaratnya namun waktu pelaksanaannya sama dengan zhuhur. Dan bukanlah menyamakan sesuatu karena ada unsur kesamaan lebih baik dari pada membedakan, bahkan dalam hal ini membedakan antara zhuhur dan jum’at lebih baik karena segi perbedaannya lebih banyak. [Zaadul Ma’ad 1/432].

4. Dalam Shahih-nya, Bukhari mengeluarkan riwayat dari Ibnu Umar. Ibnu Umar berkata,

ه الل صلى النب ي مع صلي ت دتي ن وسلم علي ر قب ل سج دتي ن الظ ه ر بع د وسج دتي ن الظ ه وسج ب بع د دتي ن ال مغ ر شاء بع د وسج دتي ن ال ع ال جمعة دبع وسج

Page 8: Ebook Shalat Sunnah Qabliyah Jum'at

Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati

6 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(1)

Aku shalat bersama Nabi dua raka’at sebelum Dzuhur, dua raka’at setelah Dzuhur, dua raka’at sesudah Maghrib dan dua raka’at setelah Isya’ serta dua raka’at setelah Jum’at.

Riwayat tersebut menunjukkan, bahwa Jum’at -menurut mereka- bukanlah Dzuhur. Seandainya Jum’at masuk dalam nama Dzuhur, niscaya jum’at tidak perlu disebut. Kemudian dalam riwayat tersebut tidak disebutkan adanya sunnah sebelum Jum’at, melainkan sesudahnya saja. Ini menunjukkan bahwa tidak ada sholat sunnat sebelum Jum’at. [Al Baits ‘Ala Inkaril Bida’ Wal Hawadits, 94].

5. Anggaplah bahwa Jum’at merupakan Dzuhur yang qashar (diringkas). Akan tetapi

Nabi shalallahu’alaihi wasallam tidak pernah melakukan shalat sunnah Dzuhur yang diringkas dalam safarnya, baik sebelum maupun setelahnya. Beliau hanya mengerjakan sunnat-sunnat Dzuhur ketika mengerjakan dhuhur secara sempurna. Maka, jika keberadaan sunnah dalam Dzuhur yang diringkas berbeda dengan Dzuhur yang genap, maka apa yang disebutkan oleh mereka menjadi bantahan bagi mereka, bukan membela mereka.

Oleh sebab itulah, mayoritas (jumhur) imam sepakat, bahwa tidak ada sunnah qabliyah Jum’at yang ditentukan dengan waktu dan bilangan tertentu. Karena sunnah itu hanya boleh ditetapkan dengan ucapan ataupun perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan shalat tersebut, baik dengan perkataan maupun perbuatannya. Demikian ini merupakan madzhab Imam Malik dan Imam Syafi’i serta kebanyakan pengikutnya. Ini pula yang populer di kalangan madzhab Imam Ahmad. [Fatawa Ibnu Taimiyyah, 1/136 dan Majmunah Ar Rasail Al Kubra, 2/167-168] Al ‘Iraqi berkata, ”Dan aku tidak mengetahui ketiga imam (tersebut) menganjurkan (shalat) sunnah qabliyah Jum’at.” Muhadits Nashiruddin Al Albani memberi keterangan dengan ucapannya: Oleh karena itu, perbuatan yang disangka sunnah ini (sebelum Jum’at) tidak disebutkan dalam kitab Al Um milik Imam As syafi’i, tidak pula di dalam kitab Al Masail oleh Imam Ahmad. Serta tidak pula di kitab-kitab milik selain mereka dari para imam terdahulu, sepanjang pengetahuanku.” Oleh karena itu, aku (syaikh Al Albani) katakan, “Sesungguhnya orang-orang yang mengerjakan shalat sunnah (qabliyah, red.) ini, tidak mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak pula mengikuti para imam. Akan tetapi, mereka taqlid kepada orang-orang belakangan, yang keberadaan mereka sama seperti orang-orang yang mengikuti mereka yaitu sama-sama mengekor (bertaqlid), bukan seorang mujtahid. Maka (sungguh) mengherankan orang yang mengekor (bertaqlid) kepada pengerkor. [Al Ajwiba An Nafi’ah, 32]. KESIMPULAN Dari penjelasan di muka, menjadi jelaslah bagi kita, kesalahan orang-orang yang mengerjakan shalat diantara dua adzan pada hari Jumat, baik dua raka’at maupun empat raka’at dan semisalnya; dengan keyakinan, bahwa hal itu merupakan sunnah sebelum Jum’at, sebagaimana mereka shalat sunnah sebelum Dzuhur dan mengeraskan niat mereka.

Page 9: Ebook Shalat Sunnah Qabliyah Jum'at

Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati

7 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(1)

Karena nash-nashnya jelas, bahwa yang benar ialah tidak ada shalat sunnah sebelum Jum’at. Dan tidak ada sesudah kebenaran, melainkan kesesatan. Kita mohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar ditunjuki pengetahuan agama, dan diselaraskan untuk mengamalkannya dalam keadaan ikhlas dan mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Amin. (Diolah dan diringkas oleh Abu Azzam Bin Hady dari kitab Al Qaulul Mubin Fi Akhthail Mushalin, karya Syaikh Masyhur Hasan Salman, hlm. 351-361) [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun VII/1424H/2003M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]

Page 10: Ebook Shalat Sunnah Qabliyah Jum'at

Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati

8 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(2)

ADAKAH SHALAT SUNNAH QABLIYAH JUM’AT?

Apakah terdapat shalat sunnah rawatib qobliyah (sebelum) Jum’at ataukah tidak, hal ini

diperselisihkan oleh para ulama? Kali ini kita akan mengulas sedikit akan masalah tersebut.

Jika kita melihat hadits, begitu pula atsar sahabat, telah disebutkan mengenai adanya empat

raka’at shalat sunnah sebelum shalat jum’at atau selain itu. Namun hal ini bukan

menunjukkan bahwa raka’at-raka’at tadi termasuk shalat sunnah rawatib sebelum

Jum’at sebagaimana halnya dalam shalat Zhuhur. Dalil-dalil tadi hanya menunjukkan adanya

shalat sunnah sebelum Jum’at, namun bukan shalat sunnah rawatib, tetapi shalat sunnah

mutlak. Artinya, kita melakukan shalat sunnah dengan dua raka’at salam tanpa dibatasi, boleh

dilakukan berulang kali hingga imam naik mimbar.

Dalil-dalil yang menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah shalat sunnah mutlak,

ل : قال النبي صلى هللا عليه وسلم : ) ال يغتسل رجل يوم الجمعة ، عن سلمان الفارسي رضي هللا عنه قا

بين اثنين ،ويتطهر ما استطاع من طهر ، ويدهن من دهنه ، أو يمس من طيب بيته ثم يخرج ، فل يفر

بخاري رواه ال ما كتب له ، ثم ينصت إذا تكلم اإلمام ، إال غفر له ما بينه وبين الجمعة األخرى ( ثم يصل ى

(888. )

Dari Salmaan Al Faarisi, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah

seseorang mandi pada hari Jum’at, lalu ia bersuci semampu dia, lalu ia memakai minyak atau

ia memakai wewangian di rumahnya lalu ia keluar, lantas ia tidak memisahkan di antara dua

jama’ah (di masjid), kemudian ia melaksanakan shalat yang ditetapkan untuknya, lalu ia diam

ketika imam berkhutbah, melainkan akan diampuni dosa yang diperbuat antara Jum’at yang

satu dan Jum’at yang lainnya.” (HR. Bukhari no. 883)

وعن ثعلبة بن أبي مالك أنهم كانوا في زمان عمر بن الخطاب يصلون يوم الجمعة حتى يخرج عمر .

(.4/550( وصححه النووي في "المجموع" )1/108)أخرجه مالك في "الموطأ"

Dari Tsa’labah bin Abi Malik, mereka di zaman ‘Umar bin Al Khottob melakukan shalat (sunnah)

pada hari Jum’at hingga keluar ‘Umar (yang bertindak selaku imam). (Disebutkan dalam Al

Muwatho’, 1: 103. Dishahihkan oleh An Nawawi dalam Al Majmu’, 4: 550).

Page 11: Ebook Shalat Sunnah Qabliyah Jum'at

Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati

9 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(2)

وعن نافع قال : كان ابن عمر يصلي قبل الجمعة اثنتي عشرة ركعة . عزاه ابن رجب في "فتح الباري"

( لمصنف عبد الرزا .8/823)

Dari Naafi’, ia berkata, “Dahulu Ibnu ‘Umar shalat sebelem Jum’at 12 raka’at.” (Dikeluarkan

oleh ‘Abdur Rozaq dalam Mushonnafnya 8: 329, dikuatkan oleh Ibnu Rajab dalam Fathul Bari).

Tidak benar jika dalil-dalil di atas dimaksudkan untuk shalat sunnah rawatib sebelum Jum’at.

Karena seandainya yang dimaksud adalah shalat rawatib tersebut, maka Nabi shallallahu

‘alaihi wa sallam tidak pernah punya kesempatan melakukannya. Ketika shalat Jum’at,

kebiasaan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah beliau keluar dari rumah, lalu langsung

naik mimbar (tanpa ada shalat tahiyyatul masjid bagi beliau), lalu beliau berkhutbah di

mimbar, lantas turun dari mimbar dan melaksanakan shalat Jum’at.

Jika ada yang menyatakan adanya shalat sunnah rawatib sebelum Jum’at, maka kami katakan,

“Kapan waktu melakukan shalat tersebut di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?”

Jika dijawab, setelah adzan. Maka tidaklah benar karena tidak ada dalil yang mendukungnya.

Yang terjadi di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, adzan Jum’at hanya sekali.

Jika dijawab, sebelum adzan. Maka seperti itu bukanlah shalat sunnah rawatib. Itu disebut

shalat sunnah mutlak.

Salah seorang ulama besar Syafi’iyah, Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah berkata,

ثبت فيها شيءوأما سنة الجمعة التي قبلها فلم ي

“Adapun shalat sunnah rawatib sebelumm Jum’at, maka tidak ada hadits shahih yang

mendukungnya.” (Fathul Bari, 2: 426)

Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad menyebutkan,

ين حد يركع ركعت" وكان إذا فرغ بلل من األذان أخذ النبي صلى هللا عليه وسلم في الخطبة ، ولم يقم أ

البتة ، ولم يكن األذان إال واحدا ، وهذا يدل على أن الجمعة كالعيد ال سنة لها قبلها ، وهذا أصح قولي

العلماء ، وعليه تدل السنة ، فإن النبي صلى هللا عليه وسلم كان يخرج من بيته ، فإذا رقي المنبر أخذ بلل

Page 12: Ebook Shalat Sunnah Qabliyah Jum'at

Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati

10 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(2)

هللا عليه وسلم في الخطبة من غير فصل ، وهذا كان رأي في أذان الجمعة ، فإذا أكمله أخذ النبي صلى

عين ، فمتى كانوا يصلون السنة ؟

“Jika bilal telah mengumandangkan adzan Jum’at, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam langsung

berkhutbah dan tidak ada seorang pun berdiri melaksanakan shalat dua raka’at kala itu. (Di

masa beliau), adzan Jum’at hanya dikumandangkan sekali. Ini menunjukkan bahwa shalat

Jum’at itu seperti shalat ‘ied yaitu sama-sama tidak ada shalat sunnah qobliyah sebelumnya.

Inilah di antara pendapat ulama yang lebih tepat dan inilah yang didukung hadits.

Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu pernah keluar dari rumah beliau, lalu beliau langsung

naik mimbar dan Bilal pun mengumandangkan adzan. Jika adzan telah selesai berkumandang,

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkhutbah dan tidak ada selang waktu (untuk shalat

sunnah kala itu). Inilah yang disaksikan di masa beliau. Lantas kapan waktu melaksanakan

shalat sunnah (qobliyah Jum’at tersebut)?”

Jadi ketika kita masuk masjid, jika kita bukan imam, maka lakukanlah shalat tahiyatul masjid

dan boleh menambah shalat sunnah dua raka’at tanpa dibatasi. Shalat sunnah tersebut boleh

dilakukan sampai imam naik mimbar. Dan shalat sunnah yang dimaksud bukanlah shalat

sunnah qobliyah Jum’at, namun shalat sunnah mutlak.

Wallahu a’lam. Hanya Allah yang memberi taufik. Sumber bahasan: http://islamqa.info/ar/ref/117689

Page 13: Ebook Shalat Sunnah Qabliyah Jum'at

Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati

11 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(3)

Adakah Shalat Sunnah Khusus Sebelum Shalat Jumat?

Sebelumnya, perlu dibedakan antara shalat sunnah khusus dengan shalat sunnah mutlak.

Shalat sunnah khusus adalah shalat sunnah yang dibatasi oleh jumlah rakaat, waktu, atau

sebab tertentu. Misalnya, shalat sunnah rawatib sebelum Zhuhur, dan lain-lain. Sedangkan

shalat sunnah mutlak adalah sebaliknya, tidak terikat dengan jumlah rakaat, waktu, atau

sebab tertentu.

Pada penjelasan di atas telah ditegaskan bahwasanya shalat sunnah sebelum shalat Jumat

sifatnya mutlak. Tidak terikat dengan jumlah rakaat dan waktu tertentu. Ini adalah

pendapat Syafi’iyah dan bahkan pendapat mayoritas ulama, sebagaimana yang disampaikan

oleh an-Nawawi. Di samping itu, tidak terdapat satupun riwayat bahwa Nabi shallallahu

‘alaihi wa sallam melakukan shalat sunnah khusus sebelum shalat Jumat.

Terdapat riwayat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat empat rakaat tanpa

dipisah salam sebelum shalat Jumat. Riwayat ini dibawakan oleh Ibnu Majah, namun

sanadnya sangat lemah, sehingga tidak bisa dijadikan dalil.

Untuk melengkapi pembahasan, di bawah ini kami sebutkan beberapa alasan orang yang

berpendapat adanya shalat sunnah qabliyah (sebelum -ed.) Jumat dan berikut bantahannya,

A. Riwayat bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat dua rakaat

sebelum shalat Jumat dan sesudahnya.

Bantahan:

Riwayat di atas dan beberapa riwayat lainnya yang semakna, adalah riwayat yang lemah

sekali. Sehingga, tidak bisa dijadikan dalil. Sebagaimana dijelaskan Syaikh Abdul Quddus

Muhammad Nadzir dalam Ahaditsu al-Jum’ah, hal. 315 – 316.

B. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membiasakan shalat empat rakaat tanpa dipisah

salam sebelum Zhuhur. Shalat ini dikenal dengan shalat zawal.

Bantahan:

Hadis ini khusus untuk shalat Zhuhur, dan tidak bisa disamakan dengan shalat Jumat.

Karena, dalam hadits secara tegas disebutkan, “Setelah matahari tergelincir sebelum

shalat Zhuhur“. Padahal, shalat sunnah sebelum shalat Jumat boleh dilakukan sebelum

matahari tergelincir. Karena shalat ini dikerjakan sebelum khutbah, sementara khutbah

Jumat boleh dimulai sebelum tergelincirnya matahari.

Disamping itu, menyamakan shalat Jumat dengan shalat Zhuhur adalah analogi yang

salah. Karena, shalat Jumat itu berdiri sendiri dan tidak ada hubungannya dengan shalat

Zhuhur. (Zadul Ma’ad, 1/411).

C. Hadis Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma di mana beliau melakukan shalat sunnah sebelum

shalat Jumat dan dua rakaat sesudahnya. Kemudian Ibnu Umar menegaskan, bahwa

Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam dulu juga melakukan hal demikian. Penegasan Ibnu

Page 14: Ebook Shalat Sunnah Qabliyah Jum'at

Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati

12 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(3)

Umar ini menunjukkan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat

sunnah sebelum shalat Jumat.

[MAKSUDNYA HADITS BERIKUT:

Bantahan:

Dijelaskan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar (Fathul Bari, 3/351):

Ucapan Ibnu Umar, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melakukan hal demikian.”

maksudnya adalah menceritakan tentang shalat dua rakaat sesudah shalat Jumat, bukan

shalat sunnah sebelum shalat Jumat. Berikut alasannya:

Jika yang dimaksud “memperlama shalat sunnah sebelum shalat Jumat” itu dilakukan

setelah masuknya waktu Jumatan, maka ini tidak mungkin dilakukan oleh

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam . Karena setelah masuk waktunya Jumatan, beliau

langsung masuk masjid dan langsung berkhutbah. Sehingga, tidak mungkin melakukan

shalat sunnah apalagi memperlama bacaannya.

Terdapat riwayat lain yang semakna dengan riwayat Ibnu Umar di atas. Yaitu,

bahwasanya beliau shalat Jumat, kemudian langsung pulang dan shalat dua rakaat di

rumahnya. Kemudian Ibnu Umar mengatakan, “Dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa

sallam melakukan hal ini.”

D. Keumuman sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Di antara dua adzan ada shalat

sunnah.”

Bantahan:

Alasan ini telah dijawab Ibnul Qayyim sebagai berikut,

“…Setelah Bilal selesai adzan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam langsung berkhutbah,

dan tidak ada satupun sahabat yang melakukan shalat dua rakaat, dan adzan hanya

sekali. Maka ini menunjukkan, bahwasanya shalat Jumat itu sebagaimana shalat ‘Id.

Tidak ada shalat sunnah sebelumnya. Dan ini adalah pendapat yang paling kuat di antara

dua pendapat ulama (dalam masalah ini), dan demikianlah yang ditunjukkan oleh

sunnah. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah keluar rumah, beliau naik

Page 15: Ebook Shalat Sunnah Qabliyah Jum'at

Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati

13 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(3)

mimbar dan Bilal langsung adzan shalat Jumat. Setelah selesai adzan, Nabi shallallahu

‘alaihi wa sallam langsung berkhutbah, tanpa ada jeda waktu. Dan ini diketahui oleh

semua orang. Kapankah sahabat bisa shalat sunnah (sebelum shalat Jumat)?!! Oleh

karena itu, siapa yang meyangka bahwa setelah Bilal adzan para sahabat melakukan

shalat sunnah, maka dia adalah orang yang paling bodoh terhadap ajaran Nabi

shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang telah kami sebutkan di atas, bahwasanya tidak ada

shalat sunnah khusus sebelum shalat Jumat adalah pendapat Imam Malik, Imam Ahmad,

dan pendapat paling di antara ulama Syafi’iyah.” (Zadul Ma’ad, 1/411).

Ibnu al-Hajj mengatakan dalam al-Madkhal, 2/239, “Sesungguhnya, para sahabat

adalah orang yang paling tahu dengan keadaan dan paling paham dengan hadis ini (yaitu

antara dua adzan ada shalat sunnah). Maka, tidak ada yang bisa menenangkan diri kita

selain dengan mengikuti apa yang mereka lakukan.” (Ahadist al-Jumu’ah, 317).

E. Mungkin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat sunnah tersebut di

rumahnya, setelah matahari tergelincir, baru kemudian keluar rumah dan berkhutbah.

Bantahan:

Dijawab oleh Abu Syamah dalam al-Ba’its,

“Andaikan itu terjadi, tentu akan disampaikan oleh para istri beliau, sebagaimana

mereka menceritakan tentang shalat sunnahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik

siang maupun malam, dan tata caranya… Dengan demikian, jika tidak ada nukilan

riwayat dari mereka, maka pada asalnya shalat tersebut tidak ada dan menunjukkan

bahwa hal itu tidak pernah terjadi, dan shalat tersebut tidak disyariatkan.” (Al-Ba’its

‘Ala Inkar al-Bida’ wa al-Hawadits, 97).

Kesimpulan, tidak ada shalat sunnah qobliyah Jumat. Apalagi, jika shalat ini dilaksanakan

setelah adzan. Sedangkan shalat sunnah yang dikerjakan ketika makmum masuk masjid di

hari Jumat sambil menunggu imam adalah shalat sunnah mutlak. Sehingga, shalat ini bisa

dikerjakan tanpa batasan jumlah rakaat. Allahu A’lam.

Shalat Sunnah Mutlak Sebelum Khutbah Jumat

Di antara tuntunan para sahabat radhiallahu ‘anhum bagi orang hendak shalat Jumat adalah

melaksanakan shalat sunnah sebelum khatib naik mimbar. Dimulai sejak dia masuk masjid

sampai khatib naik mimbar. Pembahasan ini dimasukkan dalam kajian tentang shalat Dhuha,

karena shalat sunnah sebelum Jumat dilaksanakan di waktu dhuha.

Berikut adalah beberapa dalil disyariatkannya shalat (sunnah mutlak –ed.) sebelum Jumat:

Page 16: Ebook Shalat Sunnah Qabliyah Jum'at

Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati

14 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(3)

a. Dari Nafi –mantan budak Ibnu Umar– mengatakan, “Dulu, Ibnu Umar memperlama

shalat sunnah sebelum Jumatan. Kemudian, beliau shalat dua rakaat setelah shalat

Jumat. Dan beliau menyampaikan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dulu

melakukan hal itu.” (HR. Abu Daud – Shahih Sunan Abi Daud, 998).

b. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau

bersabda,

b. ر له، ثم أنصت حتى يفرغ اإلمام من خطبته من اغتسل يوم الجمعة ثم أتى المسجد فص لى ما قد

كتب له ما بينه وبين الجمعة األخرى وفضل ثالثة أيام

“Barangsiapa yang mandi, kemudian berangkat ke masjid untuk shalat Jumat,

kemudian shalat sunnah sesuai dengan yang dia kehendaki, kemudian diam

(mendengarkan khutbah) sampai khutbah selesai, kemudian shalat bersama imam,

maka dia diampuni antara hari Jumat tersebut sampai Jumat depan ditambah tiga

hari.” (HR. Muslim, 857).

An-Nawawi mengatakan, “Dalam hadis ini terdapat pelajaran, bahwa shalat sunnah

sebelum datangnya imam di hari Jumat adalah dianjurkan. Ini adalah (pendapat)

madzhab kami (Syafi’iyah) dan madzhab mayoritas ulama. Dan bahwasanya shalat

sunnah tersebut sifatnya mutlak, tidak ada batasan (jumlah rakaatnya), sebagaimana

teks sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kemudian shalat sunnah sesuai dengan

yang dia kehendaki.” (Syarh Shahih Muslim, 3/228).

c. Dari Salman al-Farisi radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ل : قال النبي صلى هللا عليه وسلم : ) ال يغتسل رجل يوم عن سلمان الفارسي رضي هللا عنه قا

، ا الجمعة ، ويتطهر ما استطاع من طهر ، ويدهن من دهنه ، أو يمس من طيب بيته ثم ي خر

ق بين اثنين ، ثم يصلى ما كتب له ، ثم ينصت إذا تكلم اإلمام ، إال غفر له ما بينه وبين الجمعة يفر

األخرى ( رواه البخاري

“Tidaklah seorang itu mandi di hari Jumat, dan dia membersihkan kotoran badannya

sesuai dengan kemampuannya, memakai wewangian, kemudian berangkat ke masjid,

dan tidak melangkahi pundak dua orang (yang duduk berdampingan), kemudian shalat

sesuai kehendaknya, kemudian diam ketika imam berkhutbah, kecuali dia diampuni

antara Jumat tersebut sampai Jumat lainnya.” (HR. al-Bukhari, 843).

Page 17: Ebook Shalat Sunnah Qabliyah Jum'at

Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati

15 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(3)

Berdasarkan hadits di atas dan keterangan ulama, dapat disimpulkan bahwa sifat shalat

sunnah sebelum shalat Jumat adalah sebagai berikut:

1. Bersifat mutlak. Artinya tidak memiliki batasan jumlah rakaat.

2. Dilakukan di masjid yang digunakan untuk shalat Jumat.

3. Waktunya dimulai sejak makmum datang di masjid sampai khatib naik mimbar.

4. Dianjurkan untuk diperlama (panjang-panjang bacaannya), meskipun jumlah

rakaatnya lebih sedikit. Sebagaimana yang dilakukan Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma.

5. Dikerjakan dua rakaat-dua rakaat. Sebagaimana keumuman hadits, “Shalat sunnah

siang-malam itu dua-dua.” (HR. Abu Daud, 1295; Ibnu Majah, 1322; dan Ahmad, 4791).

Penulis: Ustadz Ammi Nur Baits, S.T

Page 18: Ebook Shalat Sunnah Qabliyah Jum'at

Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati

16 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(4)

ADAKAH SHALAT QABLIYAH JUM’AT?

Disebutkan dalam Shahih al-Bukhari:

Dari Sa’ib bin Yazid , dia berkata Adzan pada hari jum’at, dimulai tatkala Imam telah

duduk di atas mimbar pada masa Nabi Shalallahu’alaihi wasallam, Abu Bakar, dan Umar

radhiallahu’anhuma. Maka ketika pada masa Utsman radhiallahu’anhu dan jumlah

manusia semakin banyak , maka ditambahkan adzan ketiga di tempat-tempat berkumpul.

Abu Abdullah (Imam Bukhari) berkata : zaura’ adalah nama tempat di pasar Madinah.

[Lihat al-Fath; II/426]

Berkata Syaikh Abu Yusuf Abdurrahman: Hadits yang diriwayatkan al-Bukhari diatas

menjadi dalil qath’i atas tidak adanya syari’at shalat qabliyah jum’at antara adzan dan

iqamah kerana dimasa Rasulullah, Abu Bakar dan Umar adzan jum’at hanya dilakukan

satu kali saja, yaitu tatkala Imam naik dan duduk di atas mimbar.

Syarh Imam Ibnu Hajar Atas Hadits Ibnu Umar-yang dijadikan dalil oleh Imam An-

Nawawi Rahimahullah-untuk disyari’atkannya Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at.

Page 19: Ebook Shalat Sunnah Qabliyah Jum'at

Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati

17 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(4)

Imam Ibnu Hajar al-Atsqalani rahimahullah berkata setelah membawakan hadits di atas:

Page 20: Ebook Shalat Sunnah Qabliyah Jum'at

Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati

18 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(4)

Page 21: Ebook Shalat Sunnah Qabliyah Jum'at

Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati

19 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(4)

Page 22: Ebook Shalat Sunnah Qabliyah Jum'at

Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati

20 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(5)

[PENJELASAN SYAIKH BIN BAZ RAHIMAHULLAH, KETIKA DITANYA MENGENAI

HUKUM SHALAT QABLIYAH JUM’AT]

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz rahimahullah menjawab :

بسم هللا الرحمن الرحيم

بهداه اهتدى ومن وأصحابه آله وعلى هللا رسول على وسلم هللا وصلى هلل الحمد

بعد أما Sunnah Nabi Shallallahu’alahi Wasallam telah menunjukkan bahwa tidak ada shalat

sunnah yang raatibah (rutin dan tertentu) sebelum shalat Jum’at. Namun seorang

mu’min ketika sampai di masjid hendaknya ia shalat sunnah dua rakaat atau lebih,

sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dalam hadits shahih:

ر له، ثم أنصت حتى يفرغ اإلمام من خطبته كتب له ما من اغتسل يوم الجمعة ثم أتى المسجد فص لى ما قد

بينه وبين الجمعة األخرى وفضل ثالثة أيام

“Barangsiapa mandi di hari Jum’at lalu ia datang ke masjid kemudian shalat sebanyak

yang ia mampu. Lalu ia diam sampai imam selesai khutbah. Akan dituliskan baginya

(ampunan) dari Jum’at sekarang hingga Jum’at sebelumnya (sebelumnya), ditambah

tiga hari“

Atau dengan lafadz semisal itu.

Intinya, Nabi Shallallahu’alahi Wasallam tidak membatasi raka’atnya bahkan

beliau berkata ‘sebanyak yang ia mampu‘ maka seorang mu’min hendaknya shalat

dua raka’at atau lebih semampunya sebelum shalat Jum’at. Kemudian ia duduk, sambil

membaca Qur’an, atau sekedar dia, atau sambil ber-tasbih, atau ber-tahlil, atau

berdzikir apa saja secara sendiri-sendiri sampai imam naik mimbar. Setelah itu

ucapkanlah apa yang diucapkan muadzin lalu dengarkan khutbah.

SUNNAH-NYA SHALAT MUTLAK SEBELUM KHATIB NAIK MIMBAR DAN

BID’AH-NYA SHALAT SUNNAH QABLIYAH JUM’AT

Page 23: Ebook Shalat Sunnah Qabliyah Jum'at

Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati

21 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(6)

FATAWA PARA ULAMA TENTANG QABLIYAH JUM’AT

Diantara fenomena seperti ini, yaitu beribadah, tanpa dasar ilmu, apa yang dilakukan oleh

sebagian orang pada hari ini saat mereka menghadiri shalat jum’at, maka kita akan

menyaksikan mereka melaksanakan 2 raka’at qobliyyah jum’at, selain shalat sunnat

tahiyatul masjid. Ketika mu’adzdzin berkumandang pada adzan pertama atau kedua, ada

sebagian orang bangkit dengan keyakinan ia akan melaksanakan shalat 2 raka’at qobliyyah

jum’at.

Padahal semua itu tak ada asalnya dalam sunnah. Karenanya, para ulama’ kita berikut ini

mengingkari hal ini:

Al-Hafizh Abu Syamah Abdur Rahman bin Isma’il Al-Maqdisiy -rahimahullah- berkata,

Setelah membawakan hadits Ibnu Umar berikut:

“Ini-yakni hadits Ibnu Umar-merupakan dalil yang membuktikan bahwa jum’at menurut

mereka bukan zhuhur. Kalaulah tidak demikian, maka beliau-Ibnu Umar- tak perlu

menyebutkan jum’at, karena sudah masuk definisi zhuhur. Kemudian tatkala beliau tidak

menyebutkan shalat sunnah qobliyah jumat, hanya ba`diyahnya saja, maka ini membuktikan

bahwa tak ada shalat sunnah qobliyah jumat”. [Lihat Al-Ba`its ala Inkaril Bida wal

Hawadits ( hal.159)]

Syaikhul Islam Ahmad bin Abdul Halim Al Harrony -rahimahullah- berkata, ”Oleh karena

ini, jumhur ulama sepakat tidak adanya shalat sunnah yang ditentukan waktu dan

bilangannya. Karena semua itu harus ditetapkan berdasarkan sabda dan perbuatan Nabi -

Shollallahu Alaihi Wasallam-. Beliau tak pernah menetapkan sunnahnya hal itu (sunnah

qobliyyah Jum’at), baik berdasarkan ucapan ataupun perbuatan beliau.Inilah madzhab Malik,

Asy Syafi’i, dan sebagian besar pengikutnya serta pendapat yang masyhur dalam madzhab

Ahmad”. [Lihat Majmu’ Fatawa (1/136), dan Majmu’ah Ar Rosa’il Al Kubro (2/167-168)]

Page 24: Ebook Shalat Sunnah Qabliyah Jum'at

Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati

22 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(6)

Al-Allamah Abdur Rahim Ibnul Husain Al-Iroqy Al-Atsariy -rahimahullah- berkata, “Saya

belum pernah menjumpai di dalam pendapat para fuqoha` dari kalangan madzhad Hanafi,

Maliki , dan Hanbali adanya sunnah qobliyah jumat. Yang lain berpendapat adanya qobliyah

jumat, diantaranya An-Nawawy”. [Lihat Thorh At-Tatsrib (3/41)]

Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Abdus Salam Asy-Syuqoiriy -

rahimahullah- berkata, “Sesungguhnya pada asalnya, tak ada dalil yang menunjukkan shalat

sunnah rowatib qobliyyah Jum’at. Paling tinggi yang ada pada mereka adalah qiyas yang

tertolak tersebut. Dia (Fairuz Abadiy) berkata dalam Safar As-Sa’adah, “Dulu Bilal apabila

selesai adzan, maka Nabi -Shollallahu alaihi wa sallam- mulai berkhutbah, dan tak ada

seorangpun yang bangkit melaksanakan shalat sunnah. Sebagian ulama’ berpendapat tentang

shalat sunnah qobliyyah Jum’at dengan mengqiyaskannya dengan shalat Zhuhur. Penetapan

shalat sunnah berdasarkan qiyas merupakan perkara yang tidak boleh.

Para ulama’ yang memiliki perhatian dengan sunnah, mereka tidaklah meriwayatkan sesuatu

apapun tentang shalat sunnah qobliyyah Jum’at”.”. [LihatAs-Sunan wa Al-

Mubtada’at (hal.161), cet. Dar Ar-Royyan]

Al-Lajnah Ad-Da’imah li Al-Buhuts Al-‘Ilmiyyah wa Al-Ifta’

(Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa) di sebuah negeri Timur Tengah mengeluarkan fatwa

tentang tidak adanya shalat qobliyyah jum’at, “Shalat Jum’at tidak memiliki shalat sunnah

qobliyyah dan tidak ada dari Nabi -Shollallahu alaihi wa sallam- (sepanjang pengetahuan

kami) sesuatu yang menunjukkan tentang disyari’atkannya. Adapun hadits Ibnu Mas’ud, maka

ia diriwayatkan oleh At-Tirmidziy secara mu’allaq dengan bentuk “tamridh”(istilah lemahnya

hadits, pen), dan mauquf (terhenti) pada Ibnu Mas’ud. Dinukil dalam Kitab Tuhfah Al-

Ahwadziy(3/79- cet. Dar Ihya’ At-Turots Arobiy, pen) dari Al-Hafizh, bahwa Abdur Rozzaq dan

Ath-Thobroniy telah mengeluarkan hadits ini secara marfu’, sedang pada sanadnya terdapat

kelemahan dan keterputusan.

Hadits sejenis ini tidak bisa dijadikan hujjah. Adapun hadits Abu Hurairah tentang perkara

Sulaik, maka haditsnya shohih. Akan tetapi, hadits itu dalam perkara tahiyyatul masjid, bukan

sunnah qobliyyah Jum’at. Adapun hadits, “Diantara dua adzan ada shalat”,

maka ini tidak cocok pada shalat Jum’at, karena Rasulullah -Shollallahu alaihi wa sallam- dulu

memulai dengan khutbah, setelah usai adzan.

Tidak boleh melaksanakan shalat sunnah, sedang imam berkhutbah, kecuali tahiyyatul masjid.

Adapun qiyas, maka itu terlarang dalam ibadah-ibadah, karena ibadah terbangun di atas

tauqif (penetapan berdasarkan dalil). Kemudian, ia merupakan “qiyas ma’al fariq”(qiyas batil).

Akan tetapi bagi orang yang datang ke masjid untuk shalat Jum’at, disyari’atkan untuk shalat

(sunnah muthlaq,pen) sebagaimana yang telah ditetapkan (ditaqdirkan) baginya, tanpa ada

pembatasan dengan bilangan tertentu, karena shohihnya hadits-hadits dalam perkara

itu”.[Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah (8/260-261) (no. fatwa:7798), [kumpulan fatwa

Syaikh Ahmad bin Abdur Razzaq Ad-Duwaisy, cet. Dar Balansia, 1421 H. Lajnah ketika

itu beranggotakan:Syaikh Abdul Aziz bin Baz (ketua), Abdur Razzaq ‘Afifi (wakil), dan

Abdullah Al-Ghudayyan (anggota)]

Page 25: Ebook Shalat Sunnah Qabliyah Jum'at

Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati

23 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(6)

Muhaddits Negeri Syam, Syaikh Abu Abdir Rahman Muhammad Nashiruddin Al-

Albany -rahimahullah- berkata ketika mengomentari ucapan Al-Iroqy di atas ,

“Karenanya shalat sunnah ini tidak tersebut dalam kitab Al-Umm karya Al-Imam Asy-Syafi’i,

tidak juga dalam kitab-kitab Al-Masa’il yang berisi pertanyaan kepada Imam Ahmad, ataupun

ulama-ulama mutaqoddimin selain mereka berdasarkan pengetahuan saya.Karena ini saya

katakan, "Sesungguhnya orang-orang yang mengerjakan shalat sunnah ini, bukanlah

Rosulullah -Shollallahu alaihi wasallam- yang mereka ikuti,

dan bukan pula para ulama yang mereka taklidi, bahkan mereka taklid kepada orang-orang

mutakhirin, bukan mujtahidin, sama-sama bertaklid.

Maka sungguh heran orang-orang bertaklid mengikuti sesamanya”.[Lihat Al-Ajwibah An-

Nafi’ah (hal.32)]

Syaikh Masyhur Hasan Salman-hafizhohullah- berkata, “Berangkat dari pembahasan

sebelumnya, maka jelaslah bagi anda kekeliruan orang-orang yang mengerjakan shalat

sunnah antara dua adzan di hari jumat, baik itu dua rokaat, empat rakaat, dan seterusnya,

karena meyakini bahwa itu merupakan shalat sunnah qobliyah jumat -seperti halnya mereka

melaksanakan shalat qobliyah zhuhur- dan mereka meniatkan dalam hati mereka bahwa itu

adalah shalat qobliyah Jum’at.!!

Sesungguhnya nas-nas sangat gamblang menjelaskan bahwa yang benar adalah Jumat itu tak

ada shalat sunnah qobliyahnya dan tak ada lagi setelah kebenaran itu kecuali

kesesatan…”.[Lihat Al-Qoul Al-Mubin (hal.361)]

Setelah kita mendengarkan fatwa-fatwa para ulama’ di atas, maka kita mengetahui bahwa tak

ada tuntunannya seorang muslim melakukan shalat sunnah 2 raka’at qobliyyah jum’at. Namun

jika seorang masuk ke masjid, boleh baginya shalat 2 raka’at walaupun sebelum dan sesudah

adzan jum’at atau khotib sedang khutbah. Tapi tentunya ini bukan shalat qobliyah jum’at, tapi

disebut "shalat tahiyyatul masjid". Demikian pula disyari’atkan shalat sebanyak-banyaknya

sebelum datangnya naik mimbar, tanpa terbatas dan terikat dengan bilangan tertentu. Ini

yang disebut "shalat sunnat muthlaq", bukan shalat Sunnah qobliyah jum’at !!


Related Documents