DIPLOMASI PALESTINA UNTUK MERDEKA DAN MENJADI ANGGOTA PENUH PBB TAHUN 2011Oleh Demeiati Nur Kusumaningrum
1
Upaya Palestina menjadi anggota penuh PBB adalah sebuah perjuangan dalam
mencapai kemerdekaan Palestina sebagai sebuah negara yang berdaulat. Palestina hingga
tahun 2011 masih bersengketa dengan Israel terkait masalah kedaulatan territorial. Adapun
banyak terjadi tindakan-tindakan melanggar hak asasi manusia (HAM) dalam perjalanan
konflik kedua belah pihak. Konflik yang masih membara melibatkan rakyat sipil dan
memakan korban tak terhingga sejak proklamasi kemerdekaan Israel tahun 1948. Berbagai
perundingan telah digelar baik antara Palestina dan Israel maupun melalui mediasi pihak
ketiga. Namun tampaknya belum memberikan hasil yang signifikan bagi perdamaian
Palestina dan Israel. Sehingga, Palestina pada tahun 2011 mengajukan proposal untuk
diterima menjadi anggota penuh PBB dengan tujuan meningkatkan posisi tawarnya dalam
perundingan dengan Israel sekaligus pengakuan de jure atas Palestina sebagai negara yang
merdeka sesuai batas territorial tahun 1967. Namun pada 11 November 2011 diplomasi
Palestina gagal untuk mendapatkan 9 (Sembilan) suara anggota Dewan Keamanan PBB
sebagai syarat dukungan minimal diterimanya Palestina sebagai anggota penuh PBB1.
Sehingga paper ini muncul dengan pertanyaan “apa faktor yang menyebabkan
kegagalan diplomasi Palestina menjadi anggota penuh PBB tahun 2011?”
Adapun paper ini berusaha me-review tentang tulisan para penulis dan ahli
Timur Tengah terkait konflik Palestina-Israel, terutama peneliti LIPI Riza Sihbudi,
wartawan senior Kompas Mustafa Abd. Rahman dan pakar hubungan internasional AS
Noam Chomsky. Adapun paper ini berusaha mengikuti perkembangan upaya-upaya
Palestina yang terbaru di bawah kepemimpinan Presiden Mahmoud Abbas menurut sudut
pandang praktik diplomasi dalam hubungan internasional.
Beberapa pemikir diplomasi menekankan aspek yang beragam dalam
memahami hubungan internasional dewasa ini. Paper ini merujuk pada definisi Diplomasi
yang diberikan Barston (2006, p.1), di mana “Diplomasi dimaknai sebagai manajemen
1 Aditia Maruli, “Komisi PBB tak sepakat soal keanggotaan Palestina”, Berita Antara, 12 November 2011, diunduh 29 November 2011 pada http://www.antaranews.com/berita/284204/komisi-pbb-tak-sepakat-soal-keanggotaan-palestina. Hasil voting anggota tetap dan tidak tetap DK PBB, 8 negara mendukung (Rusia, Cina, Afrika Selatan, India, Brazil, Libanon, Nigeria, Gabon), 2 abstain (Inggris dan Perancis), dan 5 memihak Israel (AS, Kolombia, Portugal, Bosnia, Jerman). Dikutip dari laporan Chris McGreal, 11 November 2011, pada http://www.guardian.co.uk/world/2011/nov/11/united-nations-delays-palestinian-statehood-vote
DIPLOMASI PALESTINA UNTUK MERDEKA DAN MENJADI ANGGOTA PENUH PBB TAHUN 2011Oleh Demeiati Nur Kusumaningrum
2
relasi antar negara dan aktor-aktor lain. Menurut perspektif sebuah negara, diplomasi terdiri
dari perumusan, pembentukan dan implementasi kebijakan luar negeri. Diplomasi adalah
instrumen negara melalui perwakilan formal maupun tidak formal, serta aktor-aktor lain
yang mengartikulasikan, mengkoordinasikan dan mewujudkan kepentingan yang lebih luas
menggunakan korespondensi, pembicaraan rahasia, pertukaran pandangan, lobi-lobi,
kunjungan-kunjungan dan aktifitas lainnya”. Hal tersebut juga ditunjukkan oleh Sumaryo
Suryokusumo (2004, p. 1) dalam bukunya “Praktik Diplomasi” dimana diplomasi
dipahami sebagai bagian yang vital dalam kehidupan negara dan menjadi sarana utama
dalam menangani masalah internasional demi terwujudnya idealisme perdamaian dunia.
Pemerintah melaksanakan diplomasi dengan tujuan mendapatkan dukungan bagi
terlaksananya kepentingan-kepentingan nasional. Diplomasi adalah sebuah proses politik
untuk memelihara kebijakan luar negeri suatu negara dalam mempengaruhi sikap dan
kebijakan negara lainnya.
G. R. Berridge dalam “Diplomacy : Theory and Practice” menjelaskan bahwa
kegiatan diplomasi dapat dilakukan secara bilateral maupun multilateral. Bilateral
diplomasi berbasis state-to-state di mana masing-masing negara menekankan pada
efektifitas komunikasi diplomatik melalui perwakilan formal kedua pihak (2001, p. 105).
Multilateral diplomasi lebih melibatkan banyak pihak, termasuk beberapa negara dan
organisasi internasional. Pemerintah melaksanakan diplomasi multilateral di mana
kesepakatan internasional dibutuhkan dalam isu-isu tertentu. Konsep ini mengandung
pemahaman liberal yang menekankan pada pentingnya perhatian khalayak akan
keberlangsungan kekuasaan pemerintah. Asumsinya jika pemerintah bertanggungjawab
secara demokratis di dalam negeri, secara tidak langsung akan berimplikasi pada
tanggungjawabnya pada dunia internasional. Otoritas sebuah negara akan lebih efektif jika
dapat membawa perhatian pemerintahan internasional (2001, pp. 146-151).
Isu pengajuan keanggotaan Palestina sebagai anggota penuh PBB oleh penulis
dipandang sebagai sebuah proses diplomasi meskipun pada tanggal 11 November Sidang
Umum Majelis PBB tidak dapat menerima Palestina sebagai anggota penuh PBB. Oleh
sebab itu, penulis ingin lebih jauh mengamati praktik diplomasi Palestina merujuk pada
DIPLOMASI PALESTINA UNTUK MERDEKA DAN MENJADI ANGGOTA PENUH PBB TAHUN 2011Oleh Demeiati Nur Kusumaningrum
3
konsep R. P. Barston (2006, pp. 4-12) yang menekankan antara lain : Setting diplomasi,
Aktor diplomasi, Metode diplomasi dan Proses diplomasi.
Dengan mengamati perkembangan isu pengajuan keanggotaan Palestina dalam
PBB, penulis berargumen bahwa Palestina akan menggunakan dua jalur diplomasi baik
secara bilateral maupun multilateral. Hal tersebut dipilih untuk mencapai tujuan utama
diakuinya Palestina sebagai entitas negara berdaulat. Adapun Palestina dipercaya mampu
mempengaruhi pemikiran para kepala negara yang bukan merupakan sekutu atau aliansi
dari negara-negara besar dengan pendekatan persuasif atas nama keadilan dan perdamaian
internasional.
A. Sejarah Konflik Palestina dan Israel
Kemunculan Zionisme
Sejak abad 19 tanah Palestina dihuni oleh polulasi yang multikultural terdiri
dari sekitar 86% Muslim, 10% Nasrani dan 4% Yahudi yang tinggal dengan damai. Pada
sekitar akhir tahun 1800-an sebuah kelompok di Eropa yang dikenal sebagai Zionis
menjajah Palestina. Zionis mewakili sebuah minoritas ekstrim Yahudi yang bertekad
mewujudkan tanah air mereka. Menurut kronologi hubungan Palestina dan Israel yang
ditulis Riza Sihbudi (2007, pp.459-60), tahun 1881-1903 terjadi proses migrasi populasi
Yahudi ke Palestina untuk kali pertama. Gelombang migrasi populasi Yahudi ke Palestina
merupakan implikasi dari pembersihan etnis Yahudi –Pogrom- oleh Rusia. Bahkan, ketika
Hitler memegang kekuasaan di Jerman tahun 1933-1935, gelombang anti-Semitisme juga
turut mengemuka di Eropa melahirkan Undang-undang Nuremberg Jerman yang
diskriminatif terhadap etnis Yahudi.
Sihbudi (2007, p.346) menjelaskan bahwa Zionisme adalah salah satu paham
rasisme yang berkembang di kalangan kelompok Yahudi,
“Zionisme merupakan ideologi tertua di Timur Tengah. Akar Zionisme terdapat dalam agama Yahudi. Zionisme mempunyai tujuan mendirikan negara bagi orang Yahudi di tanah Palestina, di mana orang-orang Yahudi yang tertindas di seluruh dunia dapat pulang ke tanah air dan negara mereka. Zionisme juga bisa dianggap sebagai bentuk nasionalisme Yahudi, karena agama Yahudi telah meninggalkan misinya (untuk menyebarkan diri kepada seluruh umat manusia), dan telah berubah menjadi agama khusus untuk komunitas Yahudi saja. Tahap-tahap perjuangan kaum Zionis adalah : (1) dikeluarkannya buku Theodor Herzl tahun 1896, Der Judenstaat. Di dalamnya secara gamblang dinyatakan: “Gagasan saya adalah ditegakkannya Negara Yahudi”; (2) Deklarasi Balfour tahun 1917, di mana suatu bangsa
DIPLOMASI PALESTINA UNTUK MERDEKA DAN MENJADI ANGGOTA PENUH PBB TAHUN 2011Oleh Demeiati Nur Kusumaningrum
4
menjanjikan tanah air orang lain bagi bangsa yang lain lagi; (3) Pembentukan Negara Israel (Medinat Yisrael) pada 14 Mei 1948; dan (4) Pembentukan “Israel Raya” yang mencakup juga wilayah Lebanon, Suriah dan Yordania (cita-cita yang belum terwujud).”
Dengan paham Zionis ini Israel memberlakukan kebijakan yang diskriminatif
terhadap penduduk daerah yang ditaklukkannya. Praktik kebijakan Zionis ini salah satunya
pengambil alihan tanah Palestina yang secara eksklusif diperuntukkan bagi orang-orang
Yahudi. Kebijakan nasional Israel yang bersifat rasis juga tercermin dari Law of Return
yang berlaku sejak 5 Juli 1950 (Sihbudi, 2007, p.322). Undang-undang ini menyatakan
bahwa Israel harus mengakomodasi setiap orang Yahudi dari negara mana pun yang setiap
saat ingin pindah ke Israel. Dapat dibayangkan jika empat juta populasi Yahudi ingin
kembali ke Israel, maka pemerintah harus siap menerimanya. Sementara, jika empat juta
warga Palestina baik Islam maupun Kristen yang terusir dari tanah Palestina dalam
pergolakan ketika negara Israel didirikan, mereka tidak diberikan hak untuk kembali ke -
tanah air mereka- Palestina. Oleh sebab itu, lebih dari 90% warga Palestina yang terusir
pada tahun 1948 masih berstatus sebagai pengungsi. Kebijakan pembersihan etnis oleh
Ehud Barak ini sempat disampaikan oleh Tehran Times dalam Sihbudi (2007, p.347).
Sengketa Kedaulatan Teritorial Palestina dan Israel
Sengketa kedaulatan teritorial Palestina dan Israel tidak dapat dipisahkan dari
sejarah kolonialisme. Pada masa Perang Dunia I, Inggris melakukan komitmen yang
menimbulkan konflik menyangkut masa depan Palestina melalui Perjanjian Sykes-Picot
(1916) dan Deklarasi Balfour (1917). Seperti yang dikutip dari tulisan Mustafa Abd.
Rahman (2002, p.xxxi), ada dua aspek sejarah yang menjadi tonggak berdirinya negara
Yahudi di tanah Palestina.
1. Perjanjian Sykes-Picot (1916) antara Inggris dan Perancis yang membagi
peninggalan dinasti Ottoman di wilayah Arab. Negosiasi yang dipimpin oleh Sir
Mark Sykes dan Georges Picot adalah pertemuan rahasia antara Inggris dan
Perancis dengan persetujuan Rusia yang sekaligus menandai berakhirnya kekuasaan
Kerajaan Turki Usmani (Dinasti Ottoman). Perjanjian tersebut menegaskan,
Perancis mendapat wilayah jajahan; Suriah dan Libanon sedangkan Inggris
DIPLOMASI PALESTINA UNTUK MERDEKA DAN MENJADI ANGGOTA PENUH PBB TAHUN 2011Oleh Demeiati Nur Kusumaningrum
5
mendapat wilayah jajahan;
Irak dan Yordania.
Sementara, Palestina
bestatus wilayah
internasional.
2. Deklarasi Balfour (1917) yang
menjanjikan sebuah negara
Yahudi di tanah Palestina
pada gerakan zionisme. Di
bawah payung legitimasi
perjanjian Sykes-Picot dan
Deklarasi Balfour, warga
Yahudi di Eropa mulai
melakukan migrasi ke
Palestina pada tahun 1918.
Pada tahun 1919-1923 Komisi King-Crane yang disponsori Amerika Serikat
berbicara di Paris Peace Conference of Arab tentang kemerdekaan. Liga Bangsa-Bangsa
yang baru dibentuk menolak King-Crane dan memberi mandat kepada Inggris untuk
berkuasa atas Palestina. Sejak saat itu terjadi pertentangan antasra bangsa Arab dan Yahudi
di Palestina (Sihbudi, 2007, p.460). Pada awal 1930-an gerakan Zionis di Palestina berhasil
mendapat persetujuan pemerintah protektorat Inggris untuk memasukkan imigran Yahudi
ke tanah Palestina secara besar-besaran. Hal ini mendapat pertentangan dari publik
Palestina dengan aksi mogok total pada tahun 1936. Negara-negara Arab atas permintaan
Inggris membujuk pemimpin spiritual Palestina Muhammad Amien Huseini untuk
mengakhiri mogok massal dengan janji akan menyelesaikan masalah migrasi Yahudi ini
(Rahman, 2002, p.xxxi).
Pada tahun 1942 ketika Perang Dunia II berlangsung, terjadi kasus Holokos
(etnis cleansing) di mana rezim Nazi bertanggungjawab terhadap pembunuhan kira-kira
enam juta etnis Yahudi di Eropa. Tahun 1944 kelompok militan Yahudi pimpinan
Gambar 1Peta Pembagian kekuasaan Inggris pada
Perjanjian Sykes-Picot
Sumber : Website BBC http://news.bbc.co.uk/hi/english/static/in_depth/world/2001/is
rael_and_palestinians/key_maps/7.stm
DIPLOMASI PALESTINA UNTUK MERDEKA DAN MENJADI ANGGOTA PENUH PBB TAHUN 2011Oleh Demeiati Nur Kusumaningrum
6
Menachim Begin mendeklarasikan perang
terhadap Inggris di Palestina. Tahun 1945
Perang Dunia II berakhir dan PBB
didirikan. Perang menyisakan 100.000
orang Yahudi di Eropa Timur dan Tengah di
kamp-kamp pengungsian. Pertikaian antara
Palestina-Israel dan keduanya dengan
Inggris masih tetap bergejolak (Sihbudi,
2007, p.461). Pemerintah Inggris dan
delegasi Palestina akhirnya mengadakan
kongres di London pada September 1946-
Februari 1947 namun hasilnya nihil.
Sehingga, Inggris yang tidak mampu menangani masalah Palestina kemudian
menyerahkannya pada forum PBB (Rahman, 2002, xxxi-xxxii).
Perkembangan populasi Yahudi meningkat seiring dengan usaha-usaha
mengambil alih hak penduduk Palestina sehingga menyebabkan pergolakan yang
berkelanjutan. Penduduk pribumi merasa terancam dengan kehadiran etnis Yahudi di
wilayah mereka (Lihat Peta 1). Pada pergantian abad ke 20, migrasi populasi Yahudi dari
Eropa menyebabkan peningkatan jumlah minoritas Yahudi di Palestina hingga 35% dari
total populasi pada masa itu. Fenomena ini dicatat oleh Justin McCarthy dalam bukunya
The Population of Palestine tahun 1990.
Menurut Rahman (2002) dan Sihbudi (2007) pada tahun 1947, PBB mulai
menaruh perhatian pada konflik Palestina-Israel. PBB kemudian membentuk komite khusus
untuk mencari penyelesaian masalah palestina yang bernama Anglo-american Commission
of Inquiry yang bertugas merekomendasikan pengawasan PBB atas Palestina. Berdasarkan
hasil pengumpulan data dan studi di lapangan, komite ini mengajukan dua usul. Pertama,
membagi dua tanah Palestina untuk Arab dan Yahudi dengan adanya kesatuan sistem
ekonomi. Kedua, membentuk negara federal antara Yahudi dan Arab. Atas desakan AS,
PBB menolak usulan komite khusus tersebut dan akhirnya melemparkan masalah ini ke
forum siding Majelis Umum PBB pada 29 November 1947.
Gambar 2Tabel Jumlah Populasi Palestina dan Israel
Population of Historic PalestineYear Non-Jewish
PalestiniansJewish
Population1877 426,908
(97%)13,942(3%)
1912 665,840(95%)
36,267(5%)
1925 780,568(85%)
137,484(15%)
1946 1,339,763(69%)
602,586(31%)
Sumber : McCarthy, Justin, The Population of Palestine, Columbia University Press: New York,
1990, pp. 10, 35. Diunduh dari http://www.ifamericaknew.org/history/maps.html
DIPLOMASI PALESTINA UNTUK MERDEKA DAN MENJADI ANGGOTA PENUH PBB TAHUN 2011Oleh Demeiati Nur Kusumaningrum
7
Pemungutan suara
menghasilkan Resolusi PBB
No.181 yang menyetujui
pembagian tanah Palestina bagi
Arab dan Yahudi. Tercatat 33
negara mendukung, 13 menolak
dan 10 abstein. Resolusi Majelis
Umum PBB nomor 181
menegaskan pembagian tanah
Palestina 56% untuk Yahudi dan
44% sisanya bagi Arab-Palestina.
Resolusi PBB No.181 ini juga
memberikan jangka waktu
kekuasaan pemerintah protektorat
Inggris di tanah Palestina hingga
bulan Agustus 1948. Keputusan
tersebut ditentang oleh negara-negara muslim di Timur Tengah. Padahal pada masa itu,
populasi Israel tidak lebih dari 35% dan mendiami tidak lebih dari 7% wilayah Palestina.
Sementara, kota suci bagi tiga agama Islam, Kristen dan Yahudi: Yerussalem, dijadikan
kota internasional. Bagaimana pun keputusan ini tidak dapat diterima oleh Palestina (Lihat
Peta 2).
Masa Perang 1947-1949
Berpijak pada legitimasi Resolusi PBB No.181, Yahudi memproklamasikan
berdirinya negara Israel 14 Mei 1948. Terbentuknya negara Yahudi Israel diakui oleh AS
dan Uni Soviet dengan pernyataan resmi yang menandai keberhasilan Israel menjadi
anggota penuh PBB (Rahman, 2002, p.xxxii).
Berdirinya negara Israel juga menghasilkan kebijakan yang diskriminatif
terhadap rakyat Palestina. Sayap radikal gerakan Zionisme melakukan aksi pengusiran
terhadap rakyat Palestina dan mengambil alih sumberdaya yang menjadi mata pencaharian
mereka. Negara-negara Arab seperti Libanon, Suriah, Yordania dan Mesir mau tidak mau
Gambar 31947 UN Partition Plan
Sumber :. Website BBC http://news.bbc.co.uk/hi/english/static/in_depth/world/2001/i
srael_and_palestinians/key_maps/6.stm
DIPLOMASI PALESTINA UNTUK MERDEKA DAN MENJADI ANGGOTA PENUH PBB TAHUN 2011Oleh Demeiati Nur Kusumaningrum
8
menerima para pengungsi Palestina di
wilayahnya. Momentum ini mengundang
kemarahan negara-negara muslim di Timur
Tengah sehingga pecah perang Arab-Israel
yang pertama tahun 1948 (Rahman, 2002,
p.xxxiii).
Perdana Menteri Menachem
Begin melakukan pembantaian rakyat sipil
Palestina termasuk wanita dan anak-anak
di Deir Yassin. Namun perang Arab-Israel
ini mengakibatkan; meluasnya daerah
kekuasaan Israel hingga 78% tanah
Palestina, tiga-perempat dari satu juta
penduduk Palestina menjadi pengungsi dan
lebih dari 500 kota dan desa telah lenyap
dari peta. Israel mengganti nama kota-kota, sungai-sungai dan bukit-bukit dengan nama
baru dalam bahasa Ibrani (Lihat If Americans Knew). Tepi Barat dan Jalur Gaza menjadi
unit distrik yang dihasilkan dari peperangan pada tahun 1949 yang membagi tanah
Palestina menjadi territorial negara Israel. Dari tahun 1948 hingga 1967, Tepi Barat
termasuk Jerusalem Timur dikuasai oleh Yordania. Pada masa ini Jalur Gaza berada dalam
kekuasaan militer Mesir. Ketika Perang Arab-Israel pada tahun 1948, Israel mengendalikan
kekuatan dari bagian barat Jerusalem. Sementara, Yordania mengambil alih bagian timur,
termasuk situs kota bersejarah yang penting bagi umat Muslim, Kristiani dan Yahudi
(Berita BBC 2001).
Gambar 4Wilayah Palestina paska Perang tahun 1949
Sumber :. Website BBC http://news.bbc.co.uk/hi/english/static/in_depth/wor
ld/2001/israel_and_palestinians/key_maps/5.stm
DIPLOMASI PALESTINA UNTUK MERDEKA DAN MENJADI ANGGOTA PENUH PBB TAHUN 2011Oleh Demeiati Nur Kusumaningrum
9
Perang Tahun 1967
Pada serangan
pendahuluan oleh Mesir
pada 5 Juni 1967 yang
membawa Suriah dan
Yordania dalam perang
regional, Israel berhasil
merebut tanah Palestina
yang meliputi Tepi Barat,
Jalur Gaza, Bukit Golan
dan Semenanjung Sinai
hingga Terusan Suez.
Kemenangan Israel dalam
perang tahun 1967
berimplikasi pada
perundingan damai Arab-Israel. Perundingan ini didasarkan pada kesepakatan damai antara
kedua belah pihak dengan mengakui
kedaulatan Israel berserta batas-batas
teritorialnya demi terwujudnya
keamanan regional Timur Tengah.
Sebagai kompensasi dari perundingan
damai tahun 1979, Semenanjung Sinai
dikembalikan kepada Mesir (Berita
BBC 2001).
B. Upaya Palestina Merdeka
Sebagai Perjuangan Tanpa
Akhir
Berdasarkan perkembangan sejarah,
Palestina hingga tahun 2011 berjuang
Gambar 6Peta Daerah Taklukan Israel Pada Tahun 1967
Sumber : Website BBC http://news.bbc.co.uk/hi/english/static/in_depth/world/2001/israel_and_
palestinians/key_maps/3.stm
Gambar 5Peta Daerah Taklukan Israel Pada Tahun 1967
Sumber : Website BBChttp://news.bbc.co.uk/hi/english/static/in_depth/world/20
01/israel_and_palestinians/key_maps/4.stm
Gambar 7Pemukiman Yahudi di Jalur Gaza
Sumber : Website BBC http://news.bbc.co.uk/hi/english/static/in_depth/world/20
01/israel_and_palestinians/key_maps/2.stm
DIPLOMASI PALESTINA UNTUK MERDEKA DAN MENJADI ANGGOTA PENUH PBB TAHUN 2011Oleh Demeiati Nur Kusumaningrum
10
untuk mendapat pengakuan sebagai
negara merdeka melalui jalan kekerasan
(perjuangan militan) maupun diplomasi
(perundingan). Adapun upaya Palestina
menjadi anggota penuh PBB adalah
sebuah proposal diplomatik bagi
terwujudnya pengakuan terhadap
Palestina meredeka. Hal ini didorong
oleh semangat perjuangan kedaulatan
teritorial Palestina atas nama sejarah dan
penghormatan terhadap hak asasi
manusia yang selama ini dimarjinalkan
oleh pemerintah Israel
Sejak penaklukan seluruh
kota Yerusalem oleh Israel pada tahun
1967, Israel mengatur seluruh jurisdiksi
Yerusalem Barat dan Timur dibawah
otoritas kedaulatannya. Hukum Sipil
Israel juga berlaku di Yerusalem Timur.
Undang-undang tahun 1980 secara eksplisit merestui aneksasasi Israel atas Yerusalem
Timur. Pemukiman Israel mulai tumbuh dan membatasi secara fisik penduduk Palestina
yang tinggal di sebagian Tepi Barat dan Jalur Gaza. Gaza sebagai salah satu daerah dengan
populasi yang padat adalah tempat tinggal bagi 1.178.000 rakyat Palestina, di mana 33%
dari mereka tinggal di barak-barak pengungsian PBB. Sementara, Gaza juga tempat tinggal
bagi 6.900 etnis Yahudi. Sehingga, Israel menguasai 40% dari total wilayah Gaza. Adapun
Israel memberlakukan kebijakan dengan membangun pemukiman-pemukiman baru di Tepi
Barat untuk alasan keamanan dan agama. 59% wilayah Tepi Barat berada dalam jurisdiksi
hukum dan kekuasaan Israel. Sementara, sisanya di bawah Otoritas Pemerintah Palestina
(Berita BBC 2001).
Gambar 8Pemukiman Yahudi di Tepi Barat
Sumber : Website BBChttp://news.bbc.co.uk/hi/english/static/in_depth/world/2001/israel_and_palestinians/key_maps/jewish_sett_
west.stm
DIPLOMASI PALESTINA UNTUK MERDEKA DAN MENJADI ANGGOTA PENUH PBB TAHUN 2011Oleh Demeiati Nur Kusumaningrum
11
Jalur Diplomasi / Perundingan Palestina-Israel
Berbagai perundingan telah digelar demi mencapai kesepakatan damai antara
Palestina dan Israel. Perundingan-perundingan penting yang tercatat dalam sejarah
beberapa diantaranya:
1. Camp David I (1979)
Penandatanganan kesepakatan damai Israel-Mesir yang dikaitkan dengan keberhasilan
diplomasi AS di Timur Tengah. KTT Camp David menjadi jalan bagi kesepakatan damai
Israel-Mesir pada Maret 1979. Pertemuan ini dihadiri oleh PM Israel Ehud Barak, Yasser
Arafat dan Presiden Carter. Kesepakatan ini membuat Israel membongkar pemukiman
Yahudi di Sinai (Rahman, 2002, pp.152-3).
2. Konferensi Madrid (1991)
Menurut laporan Rahman (2002, pp.3-4) perundingan Madrid dilakukan antara delegasi
Palestina yang diwakili oleh Hasan Ashrawi, Faisal Husseini, Haedar Abdus Shafi dengan
utusan khusus AS Dennis Ross dan Menlu AS Warren Christoper. Putaran ke 10
Konferensi Madrid dari tanggal 15 Juni-1 Juli 1993 merupakan perundingan resmi
Palestina-Israel di Washington terkait isu pembuatan deklarasi prinsip yang menegaskan
penarikan pasukan Israel secara bertahap dari wilayah Palestina. Penarikan berawal dari
Jalur Gaza atau yang dikenal sebagai “Gaza Pertama”. Isu yang sama juga dirundingkan
secara rahasia di Oslo-Norwegia. Kemudian, Yasser Arafat yang berada di Tunis
menambahkan tuntutan ditariknya pasukan Israel dari Jericho di Tepi Barat yang dikenal
dengan proyek “Gaza-Jericho Pertama”. Jericho diharapkan menjadi symbol kedaulatan
Palestina di Tepi Barat2.
3. Oslo I (1993)
Ahmed Qurei, Hasan Ashfour, dan Mahmoud Abbas sebagai delegasi perundingan rahasia
Palestina dengan Menlu Israel Simon Perez berhasil mencapai kesepakatan “Gaza-Jericho
Pertama” di Oslo-Norwegia. Dalam kesepakatan ini Israel mengakui pemerintahan otonomi
2 Rahman (2002, pp.5-6) mencatat pembicaraan Arafat kepada Ashrawi tentang keinginannya menambahkan
Jericho sebagai tuntutan dalam perundingan. Arafat menginginkan kedaulatan atas kota Jericho di tangan Palestina. Arafat menyatakan, “saya menghendaki Jericho karena kota tersebut akan menghubungkan saya dengan Kota Jerussalem dan kota itu juga akan mempertalikan antara Jalur Gaza dan Tepi Barat. Percayalah, kita dalam waktu dekat akan memiliki kode telepon, prangko pos, stasiun televisi, dan itu semua sebagai awal menuju berdirinya negara Palestina.”
DIPLOMASI PALESTINA UNTUK MERDEKA DAN MENJADI ANGGOTA PENUH PBB TAHUN 2011Oleh Demeiati Nur Kusumaningrum
12
terbatas Palestina yang dikenal dengan Palestinian Authority (PA) yang direpresentasikan
dengan eksistensi PLO. Kesepakatan ini juga memberikan legitimasi pemerintahan otonomi
terbatas dari Israel kepada PLO di Jalur Gaza dan kota Jericho. Kesepakatan Oslo
ditandatangani di halaman Gedung Putih pada 13 September 1993 (Rahman, 2002, p.7-11).
4. Oslo II (1995)
Menurut Rahman (2002, p.xxxv) Kesepakatan Oslo II dicapai pada tanggal 24 September
1995 di Taba-Mesir. Kesepakatan ini mengantarkan diserahkannya kota-kota dan desa-desa
Palestina di Tepi Barat seperti Ramallah, Bethlehem, Nablus, Tul Karem, Kalkiliya dan
Jenin. Kota Hebron (Al Khalil) kemudian diserahkan melalui kesepakatan khusus yang
dicapai pada Januari 1997.
5. Wye River (1998)
Presiden Clinton tidak sepakat dengan tindakan PM Netanyahu memperluas pemukiman
Yahudi di wilayah-wilayah pendudukan. Presiden Clinton menyatakan bahwa PM
Netanyahu akan menunda proses perdamaian Israel-Palestina. Untuk itu Presiden Clinton
menjadi host bagi negosiasi Wye River Conference di Maryland dan ditandatangani pada 23
Oktober 1998. Namun Israel menghentikan pelaksanaan perjanjian Wye River karena
Palestina mendeklarasikan berdirinya Palestina di daerah pendudukan. Sehingga perjanjian
Wye River ditunda hingga pemilu Israel pada tahun 1999 (Mark 2002).3
6. Camp David II (2000)
Perundingan Camp David II pada 25 Juli 2000 gagal karena PM Ehud Barak berusaha
mempertahankan status quo di Jalur Gaza dan Tepi Barat. Kebijakan lima garis merah
Israel menyatakan; ibu kota Jerussalem yang bersatu dan abadi, pemukiman Yahudi berada
di bawah kedaulatan Israel, tidak ada militer di Tepi Barat, tidak mengakui hak pulang
pengungsi Palestina, dan tidak kembali pada perbatasan tahun 1967. Sementara, AS secara
implisit mendukung kebijakan Israel (Rahman, 2002, p.169).
3 “Dari segi politik, rakyat Palestina pernah melaksanakan haknya menentukan nasib sendiri, yaitu saat dideklarasikan negara Palestina di pengasingan pada siding ke-19 Majelis Nasional Palestina (PNC) tahun 1988 di Aljazair dengan merujuk resolusi PBB No. 181, No.242, dan No. 338. Sekitar seratus negara telah mengakui negara Palestina di pengasingan itu, dan sejumlah negara mengizinkan negara Palestina membuka kantor kedutaan besar di negara itu” (Rahman, 2002, p.129)
DIPLOMASI PALESTINA UNTUK MERDEKA DAN MENJADI ANGGOTA PENUH PBB TAHUN 2011Oleh Demeiati Nur Kusumaningrum
13
C. Diplomasi Multilateral: Upaya Palestina Menjadi Anggota Penuh PBB
Palestina hingga tahun 2011 masih berjuang untuk memperoleh status de jure
sebagai negara yang berdaulat. Menurut sejarah, Palestina berdiri sebagai entitas
masyarakat internasional yang diwakili oleh Otoritas Pemerintah Palestina. Palestina
dipimpin oleh Presiden Mahmoud Abbas dari Fraksi Fatah. Stabilitas politik dalam negeri
Palestina masih berkecamuk terkait sengketa territorial dengan Israel4. Oleh sebab itu, faksi
Hamas cenderung melakukan perlawanan terhadap pemerintah Israel yang dianggap
mengambil wilayah Palestina. Dunia internasional juga menyesalkan pembangunan
pemukiman-pemukiman baru Israel di Jerusalem Timur yang memperburuk hubungan
Palestina dan Israel (berita.liputan6.com)5.
Presiden Mahmoud Abbas mengecam okupasi Israel atas wilayah Palestina
sebagai tindakan melanggar hukum internasional. Namun kebijakan luar negeri Palestina
lebih menekankan pada cara damai untuk mencari kesepakatan bersama. Abbas berusaha
meningkatkan diplomasi Palestina di forum-forum internasional untuk mewujudkan
pemerintahan Palestina sebagai entitas merdeka dan negara yang berdaulat (Akbar 2011)6.
Seperti yang dikutip dari website Republika, baik PBB, Amerika Serikat, Rusia
dan Inggris mendesak Palestina dan Israel kembali ke meja perundingan. Palestina menolak
rekomendasi masyarakat internasional selama Israel tidak mematuhi komitmen yang telah
disepakati bersama. Palestina menuduh Israel tidak mengakui eksistensi Otoritas
Pemerintah Palestina dengan membangun pemukiman-pemukiman baru di Tepi Barat.
Presiden Abbas menyatakan bahwa perundingan-perundingan damai yang pernah dimediasi
oleh beberapa pihak tidak menunjukkan kemajuan selama 20 tahun terakhir. Sedangkan
4 Saat ini wilayah Palestina terdiri dari Tepi Barat dan Jalur Gaza. Di Jalur Gaza terdapat tiga kota: Gaza City, Khan Yunis, dan Rafah. Wilayah Tepi Barat terdiri dari delapan kota: Hebron, Bethlehem, Jericho, Ramallah, Jenin, Tulkarem, Kalkiliyah, dan Nablus. Adapun Israel menguasai 59% wilayah Tepi Barat. Sementara, Pemerintah Nasional Palestina diakui sebagai otoritas di Jalur Gaza sejak perjanjian Oslo tahun 1993(Rahman, 2002, p.215).5 Uni Eropa dan Amerika Serikat mengecam rencana pembangunan 1.100 pemukiman Israel di Jerusalem Timur yang akan menggagalkan perundingan damai kedua pihak. “Rusia Kecam Pembangunan Pemukiman Israel” (http://berita.liputan6.com/read/355581/rusia-kecam-pembangunan-permukiman-israel). Diakses 25 Oktober 20116 Negosiator Palestina Nabil Saath menyatakan pihaknya akan memperjuangkan pengakuan Palestina sebagai anggota penuh PBB. “Palestina Adopsi Doktrin Non-Kekerasan”. Liputan Aulia Akbar untuk Okezone.com yang dikutip pada (http://international.okezone.com/read/2011/10/04/412/510805/palestina-adopsi-doktrin-non-kekerasan). Diakses 25 Oktober 2011
DIPLOMASI PALESTINA UNTUK MERDEKA DAN MENJADI ANGGOTA PENUH PBB TAHUN 2011Oleh Demeiati Nur Kusumaningrum
14
Israel juga menyetujui diadakannya perundingan kembali dengan Palestina tetapi tanpa
syarat. Presiden Abbas mengharapkan masyarakat internasional membantu Palestina
memperjuangkan nasib rakyatnya yang menginginkan kemerdekaan dan kehidupan yang
lebih layak di atas negara Palestina. Oleh sebab itu Presiden Abbas mengajukan proposal
untuk diterima menjadi anggota penuh PBB (Novi 2011)7.
Komunitas internasional memiliki respon yang beragam terhadap keinginan
Palestina menjadi anggota penuh PBB. Presiden Abbas beranggapan dengan didapatkannya
keanggotaan penuh di PBB, Palestina akan memiliki posisi yang lebih kuat dalam
perundingan. Hubungan yang fluktuatif antara Palestina dan Israel, berimplikasi pada tidak
terwujudnya kesepakatan yang dapat diterima oleh kedua pihak. Perjuangan Palestina
menjadi anggota PBB juga tidak mudah. Palestina akan menghadapi tantangan terbesar dari
Amerika Serikat yang berniat menjatuhkan veto terhadap keanggotaannya di PBB9.
Mahmoud Abbas Sebagai Aktor Diplomasi Palestina
Presiden Mahmoud Abbas adalah penerus perjuangan Yasser Arafat yang
berasal dari faksi Fatah. Menurut Riza Sihbudi dalam “Perjuangan Bangsa Palestina”, Fatah
atau al-Fatah dalam bahasa Arab berarti “penaklukan”. Fatah merupakan kebalikan dari
akronim Gerakan Pembebasan Palestina (Haradat al-Tahrir al-Falastin). Fatah dibentuk
oleh warga Palestina yang tinggal di Kuwait. Pendahulunya, Arafat, masuk ke Kuwait pada
tahun 1957 dan bekerja sebagai kontraktor bangunan. Namun melihat pergolakan di
Palestina, membuat Arafat meninggalkan pekerjaannya dan bergabung menjadi gerilyawan.
Pada tahun 1964 Arafat dipercaya sebagai memimpin komite sentral Fatah dan kemudian
meninggalkan Kuwait. Presiden Gamal Abdul Naser yang merasa khawatir dengan
perkembangan militansi Fatah di Mesir pada 1964 memimpin KTT Arab dan 7 Perdebatan Palestina dengan masyarakat internasional terkait dengan rencana Presiden Abbas mengajukan keanggotaan penuh di forum PBB. “DK PBB Mulai Pertimbangkan Usulan Palestina”. Laporan Dyah Ratna Meta Novi pada Antara (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/11/09/26/ls4nzm-dk-pbb-mulai-pertimbangkan-usulan-palestina). Diakses 25 Oktober 20118 Implikasi dari proposal yang akan diajukan oleh Palestina untuk menjadi anggota PBB mendapat perlawanan dari AS. Menlu AS Hillary Clinton menyatakan AS akan menjatuhkan veto jika forum menerima proposal keanggotaan Palestina. “Palestina Tetap Ingin Menjadi Anggota PBB”. (http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2011/09/110916_palestina_pbb.shtml). Diakses 25 Oktober 20119 Implikasi dari proposal yang akan diajukan oleh Palestina untuk menjadi anggota PBB mendapat perlawanan dari AS. Menlu AS Hillary Clinton menyatakan AS akan menjatuhkan veto jika forum menerima proposal keanggotaan Palestina. “Palestina Tetap Ingin Menjadi Anggota PBB”. (http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2011/09/110916_palestina_pbb.shtml). Diakses 25 Oktober 2011
DIPLOMASI PALESTINA UNTUK MERDEKA DAN MENJADI ANGGOTA PENUH PBB TAHUN 2011Oleh Demeiati Nur Kusumaningrum
15
mengumpulkan 13 pemimpin Arab lainnya untuk memprakarsai pembentukan Organisasi
Pembebasan Palestina (PLO). PLO menggabungkan Fatah dan lebih dari 40 kelompok
gerilyawan Palestina lainnya (Rahman, 2002, pp.xxv-xxvi).
Mahmoud Abbas atau Abu Mazen adalah Presiden Otoritas Palestina
(Palestinian Authority – PA) yang dipilih secara langsung pada pemilu kali pertama di
Palestina tanggal 9 Januari 2005. Pemilu ini digelar karena pemimpin Palestina terdahulu
Yasser Arafat meninggal pada 11 November 2004. Pemilu ini memang tidak didukung oleh
dua organisasi ‘garis keras’; Hamas dan Jihad Islam. Mereka menolak pemilu karena
dianggap tidak sah selama Palestina masih diduduki Israel. Pada tahun 1996, dua organisasi
ini juga pernah memboikot pemilu yang diadakan setelah terbentuknya PA berdasarkan
Perjanjian Oslo I (1993) dan Oslo II (1995) yang ditandatangani Arafat, mendiang PM
Israel – Yitzhak Rabin dan mantan Presiden AS – Bill Clinton (Sihbudi, 2007, pp.352-353).
Mahmoud Abbas sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Jendral PLO
(Organisasi Pembebasan Palestina). Setelah Arafat meninggal, Abbas dipilih secara
aklamasi sebagai Ketua PLO yang baru. Abbas merupakan aktifis politik senior dari PLO.
Dia ikut mendirikan Fatah (fraksi terbesar dalam PLO) pada tahun 1959. Abbas merupakan
Doktor lulusan Universitas Moskow yang menjadi tokoh Palestina kali pertama yang
menjalin kontak dengan Israel. Sebagai Presiden PA, Abbas diterima dengan baik oleh
Israel dan AS. Abbas memiliki kemampuan untuk turut berpartisipasi dalam proses
perdamaian Palestina-Israel yang disponsori oleh AS, yang mengalami kemacetan sejak
terpilihnya Ariel Sharon sebagai PM Israel pada tahun 2000 (Sihbudi, 2007, pp.353-354).
Abbas dikenal sebagai salah satu tokoh Palestina yang moderat dan memiliki komitmen
terhadap perdamaian di Timur Tengah (Sihbudi, 2007, p.363).
Menurut Mustafa Abd. Rahman10 (2002, p.13) dalam ‘Jejak-jejak Juang
Palestina: Dari Oslo Hingga Intifadah Al Aqsa’, Abu Mazen yang dikenal dengan
Mahmoud Abbas merupakan arsitek perundingan rahasia Oslo. Pria yang dilahirkan pada
tahun 1935 itu senang bekerja di balik layar dan sangat dekat dengan Yasser Arafat yang
kala itu menjabat sebagai Ketua PLO. Keyakinannya yang kuat tentang tidak adanya 10 Mustafa Abd. Rahman adalah wartawan Kompas yang ditempatkan di Cairo dan bertanggungjawab atas pemberitaan Timur Tengah. Rahman pernah melakukan kunjungan jurnalistik sebanyak enam kali selama tahun 1993-1999 dan menaruh perhatian pada perkembangan hubungan Palestina-Israel.
DIPLOMASI PALESTINA UNTUK MERDEKA DAN MENJADI ANGGOTA PENUH PBB TAHUN 2011Oleh Demeiati Nur Kusumaningrum
16
penyelesaian konflik Arab-Israel tanpa dialog langsung PLO-Israel mendorongnya untuk
membina hubungan tidak resmi dengan tokoh-tokoh Israel sejak tahun 1970-an. Pertemuan
Abbas dengan tokoh Israel semula banyak dilakukan di Praha, Cekoslovakia dan
berkembang di beberapa negara Eropa Barat. Puncaknya adalah pertemuan rahasia Oslo-
Norwegia yang menghasilkan kesepakatan Oslo I. Abbas menjadi anggota Fatah, faksi
terbesar di PLO sejak tahun 1960. Sejak tahun 1983, Abbas menjadi anggota eksekutif PLO
dan ketua Pembina hubungan Arab dan internasional.
D. Hambatan Diplomasi Palestina dan Kegagalan Menjadi Anggota Penuh PBB
Paper ini mengamati adanya faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi
kegagalan upaya Palestina menjadi anggota penuh PBB. Faktor internal yaitu koalisi politik
yang lemah pada domestik Palestina, kurang adanya integrasi kekuatan perjuangan antar
faksi untuk mewujudkan kedaulatan Palestina sebagai negara merdeka. Faktor eksternal
yaitu lemahnya dukungan regional Timur Tengah dengan tenggelamnya Pan Arabisme dan
standar ganda kebijakan AS di Timur-Tengah serta dominasinya dalam percaturan politik
internasional, termasuk PBB.
Lemahnya Persatuan Koalisi Politik Palestina
Di dalam politik domestik Palestina terdapat faksi-faksi yang memiliki
pandangan yang berbeda. Terutama dua kubu besar, Fatah dan Hamas. Fatah adalah faksi
dalam politik Palestina yang satu-satunya diakui oleh AS dan Israel. Fatah adalah kubu
yang pro terhadap proses perdamaian dengan jalur negosiasi. Sedangkan Hamas sebagai
oposisi Fatah menganggap Kesepakatan Oslo sebagai konsesi berlebihan dan menyerah diri
terhadap Zionisme (Rahman, 2002, p.90). Sejak Kesepakatan Oslo dan diberikannya
otoritas Palestina di Jalur Gaza pada tahun 1994, Arafat melarang segala bentuk aksi
kekerasan terhadap Israel yang dapat menggagalkan proses perundingan damai dan
strabilitas keamanan di Palestina. Sementara, Hamas yang memiliki basis kuat di Jalur
Gaza dan lebih bersifat militan dalam menghadapi Israel menjadi tantangan tersendiri bagi
PLO pimpinan Arafat.
Hamas cenderung mengutamakan aksi kekerasan sebagai strategi
perjuangannya dalam menghadapi Israel dengan sayap militernya Izz al-Deen el-Qassam
sejak awal tahun 1992. Lewat operasi militer tersebut Hamas memperoleh simpati dan
DIPLOMASI PALESTINA UNTUK MERDEKA DAN MENJADI ANGGOTA PENUH PBB TAHUN 2011Oleh Demeiati Nur Kusumaningrum
17
legitimasi politik dari massa Palestina. Adapun Hamas tidak mengakui Kesepakatan Oslo
di Washington yang ditandatangani bulan September 1993 dan kesepakatan “Gaza-Jericho
pertama” di Cairo bulan Mei 1994 serta meneguhkan tekad untuk melanjutkan aksi-aksi
militernya (Rahman, 2002, pp.104-5).
Hamas memiliki prinsip-prinsip pokok dalam perjuangannya. Pertama,
membatasi operasi bersenjata di tanah pendudukan dan konsisten dengan tidak melancarkan
aksi militer yang menyerang Israel di luar negeri. Hamas mengacu pada piagam PBB yang
tidak membenarkan adanya penjajahan di muka bumi. Kedua, Hamas akan menyerang
kombatan bukan rakyat sipil Israel. Namun sejak kasus pembantaian Hebron pada Februari
1994 oleh Baruch Goldstein yang membawa korban 29 rakyat Palestina yang sedang
melaksanakan shalat shubuh, Hamas mulai mengubah prinsip-prinsipnya. Hamas
berorientasi pada sistem aksi-reaksi di mana sayap militernya akan membalas semua
tindakan represif Israel baik dengan sasaran kombatan maupun rakyat sipil Israel (Rahman,
2002, pp.106-9).
Adapun perbedaan visi antara dua faksi besar Palestina; Fatah dan Hamas
membuat koalisi politik dalam perjuangan kemerdekaan Palestina tersendat-sendat. Hal
tersebut yang kemudian menjadi alasan Israel dan AS menggagalkan terwujudnya Palestina
yang berdaulat karena kelemahan Pemerintah Otoritas Palestina dalam menangkal aksi-aksi
kekerasan terhadap kepentingan Israel. Aksi-aksi kekerasan di Palestina juga dibalas oleh
tindakan serupa oleh Israel karena mereka beranggapan itu sebagai upaya memerangi
terorisme terkait dengan keamanan nasional sebuah negara (Rahman, 2002, pp.106).
Lemahnya Dukungan Timur Tengah Terhadap Perjuangan Palestina
Konflik Palestina-Israel tidak hanya dipahami sebagai konflik antara dua pihak
tentang kedaulatan nasional namun juga konflik antara Arab dan non-Arab. Palestina
sebagai bagian dari regional Timur Tengah merupakan entitas yang perlu mendapat
perhatian lebih terkait kasus-kasus pelanggaran HAM dan diskriminasi rasial oleh Yahudi
Israel. Negara-negara Arab diharapkan dapat mendorong proses perdamaian Palestina-
Israel demi stabilitas keamanan regional. Namun Palestina dan Israel hingga saat ini belum
mencapai penyelesaian konflik karena lemahnya dukungan negara-negara Timur Tengah.
DIPLOMASI PALESTINA UNTUK MERDEKA DAN MENJADI ANGGOTA PENUH PBB TAHUN 2011Oleh Demeiati Nur Kusumaningrum
18
Menurut Sihbudi, negara-negara Arab tidak mampu menggalang persatuan
demi membela Palestina dari penjajahan Israel. Mereka memang ‘sepakat’ untuk membela
perjuangan Palestina melawan Israel namun tidak pernah padu dalam hal ‘bagaimana’
melakukannya. Baik dalam perang Arab-Israel tahun 1948, 1956, 1967, 1973 maupun 1982
(ketika Israel menyerbu Libanon untuk mengusir PLO) hingga agresi Israel tahun 2002,
hanya empat dari dua puluh negara Arab yang sering terlibat yaitu Mesir, Suriah, Libanon
dan Palestina. Libya dan Irak yang dianggap negara yang lebih kuat juga tidak terlibat sama
sekali. Apalagi beberapa negara petrodollar seperti Arab Saudi dan anggota GCC (Dewan
Kerjasama Teluk) -Saudi, Kuwait, Qatar, UEA, Oman dan Bahrain- juga demikian. Mereka
cenderung memberikan dukungan moral dan finansial pada Palestina yang jumlahnya
hanya 120 juta dollar AS per tahun (Rahman, 2002, p.xxi-xxii).
Standar Ganda Kebijakan AS di Timur-Tengah
Menurut Sihbudi (2007, pp. xxxii-xxxiii) kawasan Timur Tengah rawan
terhadap konflik. Hal tersebut memiliki faktor yang juga kompleks. Timur Tengah
memiliki sumberdaya alam –minyak- yang berlimpah dan menjadi andalan utama
perdagangan negara-negara di kawasan ini. Sehingga, kekayaan sumberdaya minyak
menarik banyak investasi negara Barat di Timur Tengah. Kepentingan ekonomi-politik
Amerika Serikat (AS) di Timur Tengah semakin besar dengan keberadaan Israel. Israel
cenderung menjadi representasi AS dan menggambarkan pengaruh kekuatan Barat dalam
implementasi kebijakan-kebijakan regional Timur Tengah.
Paper ini berargumen bahwa kegagalan upaya Palestina menjadi anggota penuh
PBB berkorelasi cukup erat dengan kepentingan AS di Timur Tengah. Kebijakan apapun
yang menggambarkan konstalasi politik di kawasan ini harus tetap mengamankan
kepentingan nasional AS. Sementara, kepentingan nasional AS tidak hanya melibatkan
publik AS pada umumnya, namun juga kepentingan para elit Yahudi dan kelompok
kepentingan yang mendukung eksistensi Israel. Argumen ini juga dikutip dari pemikiran
Noam Chomsky dalam “The “Peace Process” in U.S. Global Strategy” tentang besarnya
peran AS dalam proses penyelesaian konflik di Timur Tengah termasuk rangkaian
perundingan dari kesepakatan Madrid hingga Oslo (Chomsky, 2003, p.159).
DIPLOMASI PALESTINA UNTUK MERDEKA DAN MENJADI ANGGOTA PENUH PBB TAHUN 2011Oleh Demeiati Nur Kusumaningrum
19
Chomsky mengatakan bahwa Timur Tengah telah menarik perhatian AS sejak
akhir tahun 1920 an dimana kawasan ini adalah penghasil minyak dan menjadi sumber
kompetisi ekonomi antara AS dengan Inggris dan Perancis. Pada tahun 1930-1970 an
perusahaan Inggris adalah eksportir minyak terbesar yang banyak didirikan di Timur
Tengah. Namun AS sejak pemerintahan Woodrow Wilson mampu menggeser dominasi
Inggris dengan kebijakan “Open Door Policy”. Kebijakan “open door” ini direfleksikan
dengan kebebasan kompetisi yang menekankan pada praktik-praktik perdagangan bebas.
Namun sejak berakhirnya Perang Dunia II, AS memperluas pengaruhnya di Timur Tengah
demi mencapai kepentingan akan sumberdaya minyak bahkan dengan kebijakan yang
cenderung unilateral sekalipun (Chomsky, 2003, p.159-61).
Chomsky (2003, p.162) juga mencatat bagaimana Timur Tengah merupakan
aset yang berharga bagi AS dengan mengutip tulisan Jules Kagian dalam Middle East
International, October 21, 1994,
“Under Clinton, Washington has extended these aspects of the Monroe Doctrine to the Middle East as well. Secretary of State Madeleine Albright, then UN ambassador, informed the Security Council that in this region too the United States will act “multilaterally when we can and unilaterally as we must,” because “[w]e recognize this area as vital to U.S. national interests” and therefore recognize no limits or constrains, surely not international law or the United Nations.”
Dalam tulisannya Chomsky juga menjelaskan bahwa kebijakan luar negeri AS harus selaras
dengan kepentingan korporasi-korporasi besar yang tersebar di seluruh dunia. Oleh sebab
itu, demi menjamin keberlangsungan dominasi AS pada politik internasional maka
anggaran keamanan AS –Pentagon- juga ditingkatkan. Bahkan selama Perang Dingin
anggaran Pentagon diperbesar dengan memotong alokasi anggaran sosial AS.
Korporasi minyak terkemuka dari AS dan Inggris juga berkompetisi dalam
mengamankan kepentingannya akan sumberdaya minyak. Jalur komunikasi AS dengan
Timur Tengah juga melewati beberapa hub state seperti Italia dan negara-negara
Mediterania lainnya. Sehingga demokrasi di kawasan ini menjadi fokus perhatian AS yang
Chomsky sebut sebagai “U.S. strategic interests”. Komitmen AS pada demokrasi di Italia
adalah hal yang penting. Tercatat, perusahaan minyak AS; Exxon dan Mobile sama halnya
dengan perusahaan minyak Inggris; BP dan Shell menyediakan dana untuk kampanye
politik bagi partai-partai yang mengusung paham demokrasi dan mendukung kepentingan
DIPLOMASI PALESTINA UNTUK MERDEKA DAN MENJADI ANGGOTA PENUH PBB TAHUN 2011Oleh Demeiati Nur Kusumaningrum
20
perusahaan-perusahaan tersebut. Di AS, kontribusi asing untuk kampanye partai politik
adalah hal yang melanggar hukum. Sementara, bantuan perusahaan AS bagi kampanye
politik di negara lain adalah bagian dari penegakan demokrasi (Chomsky, 2003, p.163-4).
Kerjasama AS dengan negara-negara OPEC terus dibina dengan baik demi kepentingan
petrodollar. Adapun kenaikan harga minyak mampu melipatgandakan keuntungan
perusahaan-perusahaan minyak AS. Keuntungan ini pada akhirnya juga mendatangkan
uang yang lebih banyak bagi penjualan senjata, proyek rekonstruksi dan lain-lain.
Sehingga, keuntungan perusahaan minyak AS di Timur Tengah akan berkontribusi
terhadap peningkatan anggaran militer AS (Chomsky, 2003, p.170-4)11.
Argumen mengenai implementasi demokrasi AS di Timur Tengah yang
menerapkan standar ganda juga pernah ditulis oleh Sidik Jatmika dalam “AS Penghambat
Demokrasi: Membongkar Politik Standar Ganda Amerika Serikat” tahun 2000. Jatmika
(2001, pp.15-6) menguraikan perkembangan sistem demokrasi AS –Demokrasi Barat- yang
disandarkan pada semangat Magna Charta (1216), The English Petition of Rights (1628),
The English Bill of Rights, The Two Treaties of Government (1690) dan Deklarasi
Kemerdekaan AS (1776) yang menekankan pada “life, liberty, prosperity” dalam semua
aspek kehidupan manusia. Sementara, AS tampaknya tidak memiliki sikap yang tegas
terkait aneksasi yang dilakukan Israel di Palestina hingga tahun 2011 ini.
Israel merupakan sekutu AS di Timur Tengah dimana kepentingan Israel
cenderung diutamakan daripada penegakan HAM dan demokrasi. Chomsky mengutip
penelitian yang dilakukan Diane Kunz dari Yale University dan Nadav Safran, ahli Timur
Tengah dari Harvard yang menyatakan bahwa AS menyumbang biaya yang besar bagi
Israel dari manipulasi pajak publik AS maupun private transfer. Israel merupakan negara
penerima sumbangan terbesar AS dan diperkirakan mencapai 35% dari anggaran tahunan
Israel pada tahun 1950-an (Chomsky, 2003, p.169-70). Menurut media massa Israel,
11 Pendapat ini juga merefleksikan eratnya hubungan korporasi minyak dengan industri pertahanan AS melalui permintaan anggaran tahunan Pentagon oleh Gedung Putih (Presiden George Bush) kepada Kongres dalam Chomsky (2003, p.167) dengan kutipan ‘…“it will remain necessary to strengthen “the defense industrial base” (meaning most of high-tech industry) and to create incentives “to invest in new facilities and equipment as well as in research and development,“ maintaining the public subsidy, no longer because of the Soviet threat but, rather to counter “the growing technological sophistication” of the Third World-which the United States was seeking to enhance through sales of sophisticated armaments, with increasing fervor after the Gulf War, which was used frankly as a sales promotion device.”….’
DIPLOMASI PALESTINA UNTUK MERDEKA DAN MENJADI ANGGOTA PENUH PBB TAHUN 2011Oleh Demeiati Nur Kusumaningrum
21
pembangunan pemukiman Israel mengalami peningkatan sejak terpilihnya Ariel Sharon
sebagai Menteri Konstruksi dan Pembangunan pada tahun 1992 sebelum kesepakatan Oslo.
Pembangunan pemukiman Yahudi ini ditingkatkan demi menanggulangi isu terorisme dan
kriminalitas di Palestina dan pembiayaan dari proyek tersebut diambil dari para pembayar
pajak AS (Chomsky, 2003, p.230). Hal tersebut juga diperkuat dengan laporan Clyde R.
Mark dalam Congressional Research Service pada 17 Oktober 2002 tentang hubungan
antara AS dan Israel,
“Israeli-U. S. relations are an important factor in U. S. policy in the Middle East, and Congress has placed considerable importance on the maintenance of a close and supportive relationship. The main vehicle for expressing support for Israel has been foreign aid; Israel currently receives about $3 billion per year in economic and military grants, refugee settlement assistance, and other aid. Congress has monitored the aid issue closely along with other issues in bilateral relations, and its concerns have affected Administration's policies. U. S.-Israeli relations have evolved from an initial American policy of sympathy and support for the creation of a Jewish homeland in 1948 to an unusual partnership that links a small but militarily powerful Israel, dependent on the United States for its economic and military strength, with the U. S. superpower trying to balance competing interests in the region. Some in the United States question the levels of aid and general
commitment to Israel, and argue that a U. S. bias toward Israel operates at the expense of improved U. S. relations with various Arab states. Others maintain that democratic Israel is a strategic ally, and that U. S. relations with Israel strengthens the U. S. presence in the Middle East.”12
Hubungan erat antara AS dan Israel dapat digambarkan sebagai strategi AS
dalam mempertahankan kepentingannya di Timur Tengah. Sementara, Israel membutuhkan
dukungan dana dan kemampuan militer untuk mewujudkan negara Israel yang berdaulat di
tanah Palestina.
Penutup
Kegagalan upaya Palestina menjadi anggota penuh PBB dikarenakan lemahnya
koalisi politik domestik Palestina. Terutama oleh perbedaan metode perjuangan
kemerdekaan Palestina antara dua faksi besar yaitu Fatah dan Hamas. Secara regional,
dukungan negara-negara Timur-Tengah cukup lemah dalam menyatukan visi terhadap
pelanggaran HAM di Palestina. Negara-negara petrodollar tidak menggunakan minyak
sebagai strategi dalam meningkatkan posisi tawar Palestina terhadap proses negosiasi
dengan Israel dan AS. Sebagian besar negara-negara Arab penghasil minyak berorientasi
pada aspek ekonomi dan keamanan yang cenderung mengutamakan kepentingan kedua
12 Keterangan lebih lanjut dapat dibaca pada http://www.policyalmanac.org/world/archive/crs_israeli-us_relations.shtml. Website diunduh pada 29 November 2011.
DIPLOMASI PALESTINA UNTUK MERDEKA DAN MENJADI ANGGOTA PENUH PBB TAHUN 2011Oleh Demeiati Nur Kusumaningrum
22
negara tersebut. Adapun dalam konteks global, dominasi AS di Timur Tengah dan forum
PBB cukup kuat. Hal ini terkait dengan kerjasama perusahaan-perusahaan minyak AS di
Timur-Tengah dan kekuatan AS sebagai Dewan Keamanan PBB. Standar ganda AS dalam
menerapkan demokrasi dan penegakan HAM di Timur-Tengah juga menjadi salah satu
faktor kegagalan Palestina mendapat keanggotaan penuh PBB.
DIPLOMASI PALESTINA UNTUK MERDEKA DAN MENJADI ANGGOTA PENUH PBB TAHUN 2011Oleh Demeiati Nur Kusumaningrum
23
Referensi
Akbar, Aulia, “Palestina Adopsi Doktrin Non-Kekerasan”, Okezone, 4 Oktober 2011, <http://international.okezone.com/read/2011/10/04/412/510805/palestina-adopsi-doktrin-non-kekerasan>, diunduh 25 Oktober 2011
Barston, R.P., 2006, Modern Diplomacy, Third Edition, Pearson Education Limited, London
BBC Indonesia, “Palestina Tetap Ingin Menjadi Anggota PBB”, 16 September 2011,<http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2011/09/110916_palestina_pbb.shtml>, diunduh 25 Oktober 2011
BBC, n.d., 1949 Armistice Line,<http://news.bbc.co.uk/hi/english/static/in_depth/world/2001/israel_and_palestinians/key_maps/5.stm>, diunduh 25 Oktober 2011
BBC, n.d., Jerusalem before and since 1967,<http://news.bbc.co.uk/hi/english/static/in_depth/world/2001/israel_and_palestinians/key_maps/3.stm>, diunduh 25 Oktober 2011
BBC, n.d., Jewish Settlements in Gaza, <http://news.bbc.co.uk/hi/english/static/in_depth/world/2001/israel_and_palestinians/key_maps/2.stm>, diunduh 25 Oktober 2011
BBC, n.d., Jewish Settlements on West Bank, <http://news.bbc.co.uk/hi/english/static/in_depth/world/2001/israel_and_palestinians/key_maps/jewish_sett_west.stm>, diunduh 25 Oktober 2011
BBC, n.d., Sykes-Picot Agreement,<http://news.bbc.co.uk/hi/english/static/in_depth/world/2001/israel_and_palestinians/key_maps/7.stm>, diunduh 25 Oktober 2011
BBC, n.d., UN Partition Plan for Palestine,<http://news.bbc.co.uk/hi/english/static/in_depth/world/2001/israel_and_palestinians/key_maps/6.stm>, diunduh 25 Oktober 2011
Berridge, G.R., 1994, Diplomacy: Theory and Practice, Second Edition, Palgrave Macmillan, London
Chomsky, Noam, 2003, Middle East Illusions, Rowman & Littlefield Publishers, Inc., United States
DIPLOMASI PALESTINA UNTUK MERDEKA DAN MENJADI ANGGOTA PENUH PBB TAHUN 2011Oleh Demeiati Nur Kusumaningrum
24
If American New, n.d., Maps of Israel and Palestine,<http://www.ifamericaknew.org/history/maps.html>, diunduh 25 Oktober 2011
Jatmika, Sidik, 2001, AS Penghambat Demokrasi: Membongkar Politik Standar Ganda Amerika Serikat, Bigraf, Yogyakarta
Mark, Clyde R., “Israeli-United States Relations”, Almanac of Policy Issues, Congressional Research Service, 17 Oktober 2002, <http://www.policyalmanac.org/world/archive/crs_israeli-us_relations.shtml>, diunduh pada 29 November 2011
Maruli, Aditia, “Komisi PBB tak sepakat soal keanggotaan Palestina”, Berita Antara, 12 November 2011, <http://www.antaranews.com/berita/284204/komisi-pbb-tak-sepakat-soal-keanggotaan-palestina>, diunduh 29 November 2011
McGreal, Chris, “United Nations Delays Palestinian Statehood Vote”, Guardian, 11 November 2011, <http://www.guardian.co.uk/world/2011/nov/11/united-nations-delays-palestinian-statehood-vote>, diunduh 25 Oktober 2011
Pemita, Desika, “Rusia Kecam Pembangunan Pemukiman Israel”, Berita Liputan6, 29 September 2011, <http://berita.liputan6.com/read/355581/rusia-kecam-pembangunan-permukiman-israel>, diunduh 25 Oktober 2011
Rachman, Taufik, “DK PBB Mulai Pertimbangkan Usulan Palestina”, Antara, 26 September 2011,<http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/11/09/26/ls4nzm-dk-pbb-mulai-pertimbangkan-usulan-palestina>, diunduh 25 Oktober 2011
Rahman, Mustafa Abd., 2002, Jejak-jejak Juang Palestina: Dari Oslo hingga Intifadah Al Aqsa, Penerbit Buku Kompas, Jakarta
Sihbudi, Reza, Menyandera Timur Tengah: Ketidakbijakan AS dan Israel Atas Negara-negara Muslim, Mizan, Jakarta
Suryokusumo, Sumaryo. 2004, Praktik Diplomasi, STIH Iblam, Jakarta
DIPLOMASI PALESTINA UNTUK MERDEKA DAN MENJADI ANGGOTA PENUH PBB TAHUN 2011Oleh Demeiati Nur Kusumaningrum
25
Peta 1
Sumber:
http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.onepalestine.org/graphics/Palestine_1946.png&imgrefurl
=http://www.onepalestine.org/resources/Links_From_Main_Page/Palestinians_Native_Americans.html&usg=
__k7NbwetbD8QbI28fb8u2Arg9km4=&h=792&w=474&sz=310&hl=id&start=2&zoom=1&tbnid=gsnkzTk
BsnLsdM:&tbnh=143&tbnw=86&ei=39gCT6quKIjzrQfewczODw&prev=/search%3Fq%3Dpalestine%2B19
46%26hl%3Did%26sa%3DX%26biw%3D1024%26bih%3D499%26tbm%3Disch%26prmd%3Dimvnsu&itbs
=1
DIPLOMASI PALESTINA UNTUK MERDEKA DAN MENJADI ANGGOTA PENUH PBB TAHUN 2011Oleh Demeiati Nur Kusumaningrum
26
Peta 2
The United Nations Partition Plan 1947
Sumber:
http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.thejerusalemfund.org/www.thejerusalemfund.org/carryo
ver/maps/images/hist_partition.jpg&imgrefurl=http://www.thejerusalemfund.org/www.thejerusalemfund.org/
carryover/maps/hist_partition.html&usg=__z2OS8Ic6CE3U6uymHebIJgjadSs=&h=976&w=700&sz=52&hl
=id&start=19&zoom=1&tbnid=0np9H1K5p1RbiM:&tbnh=149&tbnw=107&ei=wNwCT-
WPE4TXrQe3_czwDw&prev=/search%3Fq%3DUnited%2BNations%2BPartition%2BPlan%26hl%3Did%2
6sa%3DN%26biw%3D1024%26bih%3D499%26tbm%3Disch%26prmd%3Dimvnsu&itbs=1
Filename: @BCL@9815F013Directory: C:\Windows\system32Template: C:\Users\Hewlett-
Packard\AppData\Roaming\Microsoft\Templates\Normal.dotmTitle: Oleh Demeiati Nur KusumaningrumSubject:Author: Demeiati Nur KusumaningrumKeywords:Comments:Creation Date: 11/10/2011 6:07:00 PMChange Number: 232Last Saved On: 1/3/2012 6:12:00 PMLast Saved By: Demeiati Nur KusumaningrumTotal Editing Time: 4,014 MinutesLast Printed On: 1/3/2012 6:19:00 PMAs of Last Complete Printing
Number of Pages: 26Number of Words: 8,359 (approx.)Number of Characters: 47,649 (approx.)