YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
Page 1: Case Bedah Peritonitis Yahya

KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

SMF BEDAH

RUMAH SAKIT BAYUKARTA

Nama Mahasiswa : Yahya Iryianto Butarbutar TandaTangan :

NIM : 11.2015.154

Dokter Pembimbing : dr. Ade Sigit Mayangkoro, Sp.B

A. IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : Tn. IH (2016018269) Jenis kelamin :Laki-laki

Tempat / tanggal lahir : Karawang, 08 September 1958 Suku bangsa : Sunda

Status perkawinan : Menikah Agama : Islam

Pekerjaan : Wiraswasta Pendidikan : SMP

Alamat : Tegal Waru, Karawang

Waktu pasien masuk : Kamis , 02 Juni 2016 pkl. 12:05 WIB

B. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis pada Kamis, 02 Juni 2016, pukul 12.05 WIB

di IGD RS Bayukarta.

Keluhan Utama:

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sejak 4 jam SMRS

Keluhan Tambahan:

Sulit BAB (+), Mual (+), Muntah (+) sudah 2 kali konsistensi cairan, Napsu makan

berkurang, Kembung (+), lemas (+), kepala pusing (+),

1

Page 2: Case Bedah Peritonitis Yahya

Riwayat Penyakit Sekarang:

Tn. IH usia 57 tahun datang ke IGD diantar keluarganya dengan keluhan nyeri

perut hebat yang dirasakan sejak 5 jam SMRS. Sebelumnya pasien mengaku sering

merasakan nyeri di bagian perut kanan bawahnya sejak 3 hari SMRS. Nyeri dirasakan

berawal dari ulu hati seperti sakit maag dan kemudian berpindah ke bagian perut kanan

bawah. Nyeri yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk. Namun nyeri yang dirasakan belum

mengganggu aktivitas. Pada 2 hari SMRS nyeri masih dirasakan sama seperti hari

sebelumnya. Kemudian pasien minum jamu untuk meredakan rasa sakit pada perutnya.

Namun pasien tidak merasakan adanya perubahan. Nyeri dirasakan semakin mengganggu

pada 1 hari SMRS sehingga pasien tidak bisa melakukan aktivitasnya. Pasien juga

mengaku nafsu makan menjadi berkurang akibat merasa mual setiap selesai makan. Pada

5 jam SMRS nyeri perut semakin memberat, kemudian pasien merasakan mual dan

akhirnya muntah sebanyak 2 kali. Muntahan pertama pasien memuntahkan makanan

yang sebelumnya dimakan, lalu muntahan berikutnya berisi air yang dirasa agak asam.

Pasien juga mengeluh perut menjadi kembung. Selain itu pasien juga mengeluhkan

perutnya terasa keras dan kaku karena menahan sakit, lemas, terkadang keluar keringat

dingin, badan meriang dan kepala pusing. Riwayat Hipertensi dan DM disangkal, alergi

disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu (Tahun)

Riwayat asma disangkal

Riwayat alergi disangkal

Riwayat penyakit tekanan darah tinggi disangkal

Riwayat penyakit kencing manis disangkal

Riwayat operasi sebelumnya disangkal

Riwayat perut sering kembung disangkal

Riwayat trauma disangkal

Riwayat mengkonsumsi obat-obatan disangkal

2

Page 3: Case Bedah Peritonitis Yahya

Riwayat Keluarga

Riwayat asma disangkal

Riwayat alergi disangkal

Riwayat penyakit tekanan darah tinggi disangkal

Riwayat penyakit kencing manis disangkal

C. PEMERIKSAAN JASMANI Pemeriksaan Umum

Kesadaran : Compos mentis

Keadaan umum : Tampak sakit berat

Tekanan darah : 110/90 mmHg

Nadi : 92x/menit,regular

Suhu : 37,5 oC

Pernapasan (Frekuensi) : 28x / menit

Kepala : Normocephaly

Mata : Conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, reflex cahaya +/+, pupil

isokor

Telinga : normotia, membran timpani utuh, sekret (-), serumen (-)

Hidung : Normosepta, darah (-), sekret (-)

Tenggorokan : Tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis.

Dada

Bentuk : Simetris

Paru-paru Depan Belakang

InspeksiKiri Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis

Kanan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis

Palpasi Kiri - Tidak ada benjolan - Tidak ada benjolan

3

Page 4: Case Bedah Peritonitis Yahya

- Fremitus taktil simetris

- nyeri tekan (-)

- Fremitus taktil simetris

- nyeri tekan (-)

Kanan

- Tidak ada benjolan

- Fremitus taktil simetris

- nyeri tekan (-)

- Tidak ada benjolan

- Fremitus taktil simetris

- nyeri tekan (-)

PerkusiKiri Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru

Kanan Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi

Kiri- Suara vesikuler

- Wheezing (-), Ronki (-)

- Suara vesikuler

- Wheezing (-), Ronki (-)

Kanan- Suara vesikuler

- Wheezing (-), Ronki (-)

- Suara vesikuler

- Wheezing (-), Ronki (-)

Jantung

Inpeksi Ictus cordis tidak tampak

Palpasi Ictus cordis teraba pada sela iga V linea midclavicula kiri

Perkusi Bataskanan jantung linea sternalis kanan

Batas kiri jantung Linea midclavicula kiri

Batas atas jantung ICS II linea parasternal kiri

Auskultasi BJ I/II reguler, murmur (-), gallop S3(-) S4 (-)

Abdomen

Inspeksi : Distensi abdomen, lebih tinggi dari dada, simetris, tidak nampak

hematom, warna kulit sama dengan sekitar, darm kontour dan darm steifung tidak

nampak

Auskultasi : Peristaltik (Bising Usus) menurun

Palpasi : Tidak teraba massa, didapatkan defans muskuler, nyeri tekan

seluruh lapang perut terutama kuadran kanan bawah, Nyeri tekan titik Mc-Burney

(+), Rovsing sign (+), psoas sign (+), nyeri lepas (+), hepar dan lien tidak teraba,

ballotemen ginjal tidak teraba

Perkusi : Hipertimpani, tidak ada nyeri ketok CVA

4

Page 5: Case Bedah Peritonitis Yahya

Ekstremitas

Akral : Hangat

Sianosis : Tidak ditemukan

Edema : Tidak ditemukan

Status Lokalis

Regio Abdomen

Inspeksi : Distensi abdomen, lebih tinggi dari dada, simetris, tidak nampak

hematom, warna kulit sama dengan sekitar, darm kontour dan darm steifung tidak

nampak

Auskultasi : Peristaltik (Bising Usus) menurun

Palpasi : Tidak teraba massa, didapatkan defans muskuler, nyeri tekan

seluruh lapang perut terutama kuadran kanan bawah, Nyeri tekan titik Mc-Burney

(+), Rovsing sign (+), psoas sign (+), nyeri lepas (+), hepar dan lien tidak teraba,

ballotemen ginjal tidak teraba

Perkusi : Hipertimpani, tidak ada nyeri ketok CVA

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

o Pemeriksaan saat di IGD, 12 Maret 2016

5

Palpasi

Defans muskular lokal

(+)

Nyeri tekan (+) diseluruh

lapang perut terutama

kuadran kanan bawah

Page 6: Case Bedah Peritonitis Yahya

Resume

Tn IH, 57 tahun datang dengan keluhan nyeri perut sejak 3 hari yang lalu. Awalnya

pasien merasakan sakit di daerah ulu hati kemudian berpindah ke perut kanan bawah.

Pasien masih dapat menahan rasa sakitnya. Satu hari SMRS pasien merasakan sakit

bertambah parah hingga mengganggu aktivitasnya. Nafsu makan pasien juga mulai

berkurang. Pagi hari, 5 jam SMRS nyeri perut dirasakan di seluruh bagian perut. Pasien

juga merasa mual dan kemudian muntah sebanyak 2 kali. Kemudian pasien mengeluhkan

adanya sakit kepala dan perasaan menggigil.

Pemeriksaan Fisik:

Tekanan Darah: 110/90 mmHg, Nadi 98x/min, Pernapasan 28x/min, suhu 37,50C

NT (+) seluruh lapang perut, NT (+) terutama kanan bawah, Titik McBurney (+),

Rovsing sign (+), Blumberg sign (+), Psoas sign (+), Distensi abdomen (+), Defans

muskular (+)

Pemeriksaan Laboratorium : Leukosit = 10,5 K/uL

Diagnosis Banding

6

Page 7: Case Bedah Peritonitis Yahya

Peritonitis e/c appendicitis perforasi

Appendicitis acute

Peritonitis e/c perforasi gaster

Diagnosis Kerja

Peritonitis e/c appendicitis perforasi

Penatalaksanaan

1. Rencana terapi

a) Tindakan resusitasi Airway, Breathing, Circulation

b) Restorasi cairan IVFD RL (guyur) 1000cc

c) Pencegahan infeksi Ceftriaxone 1g/12 jam

d) Terapi simptomatik Ranitidin 1A/12 jam

e) Pasang Kateter Urin Balans cairan

2. Rencana diagnostic

a) Informed Consent

b) Cek H2TL, Ureum Kreatinin, Elektrolit

c) Rontgen thorax dan abdomen

d) Konsul Anastesi

e) Laparotomi explorasi

Follow UpTgl  02 Juni 2016S     nyeri seluruh lapang perut perut (+), mual (+), muntah (+), demam (+), kembung (+)O     KU : tampak kesakitan ; Kes : compos mentis

TD : 110/90 mmHg , N: 92 x/mnt ; RR: 28 x/mnt ; S: 37,5 °CAbdomen: I : distensi abdomen P: nyeri tekan seluruh regio (+) P: hipertimpani A: BU ( - )

A      peritonitis ec appendicitis perforasi

P       konsul penyakit dalam , konsul anestesi , persiapan operasi laparotomi explorasi

7

Page 8: Case Bedah Peritonitis Yahya

Tgl 03 Juni 2016S nyeri perut (+) ; demam (+) ; kentut (+) ;

0 KU : baik ; Kes : compos mentisTD : 110/70 mmHG, N: 88 x/mnt ; RR: 26 x/mnt ; S: 36,7 °CAbdomen: soepel, BU (+) N, nyeri tekan (+), timpaniProduksi drain : ±10 cc ;

A post operasi laparatomi explorasi ec appendicitis perforasi hari I

P Terapi: Elpicef 2x1, Tricodazol 3x500, Rindopump 2x1, Remopain3x1

Tgl 04 Juni 2016S demam (-); nyeri luka operasi (+)

 O KU : baik ; Kes : compos mentisTD : 110/70 mmHg, N: 80 x/mnt; RR: 24 x/mnt; S: 36,5 °CAbdomen: soepel, BU (+) N, nyeri tekan (+), timpaniProduksi drain : 0 cc

A post operasi laparatomi explorasi ec appendicitis perforasi hari 2

P Terapi lanjut, lepas drain, lepas kateter urin, mobilisasi duduk & jalan

Tgl 05 Juni 2016

S demam (-); nyeri luka operasi (-), BAB (+)

 O KU : baik ; Kes : compos mentisTD : 120/70 mmHg, N: 76 x/mnt; RR: 20 x/mnt; S: 36,8 °CAbdomen: soepel, BU (+) N, nyeri tekan (+), timpaniProduksi drain : 0 cc

A post operasi laparatomi explorasi ec appendicitis perforasi hari 3

P Bisa rawat jalan, Terapi: Levofloxacin 2x1, Ranitidin 2x1, Patral 3x1 ; kontrol Selasa 07 Juni 2016

TINJAUAN PUSTAKA

8

Page 9: Case Bedah Peritonitis Yahya

Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari

dinding lambung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam

rongga perut. Perforasi dari usus mengakibatkan secara potensial untuk terjadinya

kontaminasi bakteri dalam rongga perut (keadaan ini dikenal dengan istilah peritonitis).

Perforasi lambung berkembang menjadi suatu peritonitis kimia yang disebabkan karena

kebocoran asam lambung kedlam rongga perut. Perforasi dalam bentuk apapun yang

mengenai saluran cerna merupakan suatu kasus kegawatan bedah.

Anatomi

Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm

dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan

embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat

antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi appendiks

yang akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal.

Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit kearah

ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens Apendisitis pada usia tersebut.

Appendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar pada bagian distal.

Pada appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan sekum dan

berguna untuk mendeteksi posisi appendiks.

Gejala klinik Apendisitis ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks adalah

retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah

sekum) 2,26%, preileal (di depan usus halus) 1%, dan postileal (di belakang usus halus)

0,4%, seperti terlihat pada gambar dibawah ini.

9

Page 10: Case Bedah Peritonitis Yahya

Anatomi appendiks Posisi Appendiks

Fisiologi

Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan

ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara

appendiks tampaknya berperan pada patogenesis Apendisitis. Imunoglobulin sekretoar

yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat

disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-A).

Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol

proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen

intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun

tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran

cerna dan seluruh tubuh.

Patofisiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia

folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan

sebelumnya, atau neoplasma.

Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami

bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding

apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan

intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang

mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi

terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan

menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.

Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga

menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis

10

Page 11: Case Bedah Peritonitis Yahya

supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang

diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding

yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.

Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan

bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat

apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada

anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks

lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang

memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi

karena telah ada gangguan pembuluh darah.

Pathway

Peritonitis

Definisi

11

Page 12: Case Bedah Peritonitis Yahya

Peritonitis adalah radang peritoneum dengan eksudasi serum, fibrin, sel-sel, dan pus,

biasanya disertai dengan gejala nyeri abdomen dan nyeri tekan pada abdomen, konstipasi,

dan demam. Peradangan biasanya disebabkan oleh infeksi pada peritoneum.

Anatomi

Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada

permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di antara

kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah

abdomen menjadi usus. Sedangkan kedua rongga mesoderm, bagian dorsal dan ventral

usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian akan menjadi peritoneum.

Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa)

2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.

3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.

Organ-organ yang terdapat di cavum peritoneum yaitu:

Gaster, hepar, vesica fellea, lien, ileum, jejenum, kolon transversum, kolon sig-

moid, sekum, dan appendix (intraperitoneum)

Pankreas, duodenum, kolon ascenden & descenden, ginjal dan ureter (retroperi-

toneum)

Patofisologi

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat

penyebaran infeksi dari organ – organ abdomen (misalnya: apendisitis, salpingitis),

rupture saluran cerna atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang sering

menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur apendiks,

sedangkan stafilokok dan streptokok sering masuk dari luar.

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat

fibrinosa. Abses terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu

dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya

menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita – pita fibrosa,

yang kelak dapat mengakibatkan obstruksi usus.

12

Page 13: Case Bedah Peritonitis Yahya

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila

infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis

umum, aktifitas peristaltik berkurang, usus kemudian menjadi atoni dan meregang.

Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok,

gangguan sirkulasi, dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung – lengkung

usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan

mengakibatkan obstruksi usus.

Peritonitis mekonium adalah peritonitis non bakterial yang berasal dari mekonium

yang keluar melalui defek pada dinding usus ke dalam rongga peritoneum. Defek dinding

usus dapat tertutup sendiri sebagai reaksi peritoneal. Bercak perkapuran dapat terjadi

dalam waktu 24 jam.

Manifestasi klinis

Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda–tanda

rangsangan peritonium. Biasanya diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan

adanya nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas

lokasinya (peritoneum viseral) kemudian lama kelamaan menjadi jelas lokasinya

(peritoneum parietal).

Tanda-tanda peritonitis relatif sama dengan infeksi berat lainnya, yakni:

Demam tinggi, atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia

Takikardia, dehidrasi hingga menjadi hipotensi

Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum di tempat tertentu

sebagai sumber infeksi

Bising usus menurun sampai menghilang.

Dinding perut akan terasa tegang (defans muskular), biasanya karena mekanisme an-

tisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasi yang menyakitkan,

atau bisa pula tegang karena iritasi peritoneum.

 Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk,

atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri

tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.

13

Page 14: Case Bedah Peritonitis Yahya

Pada penderita wanita diperlukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan

nyeri akibat radang panggul, namun pemeriksaan ini jarang dilakukan pada keadaan

peritonitis yang akut.

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan tanda vital perlu diperhatikan status gizi, kemungkinan adanya

gangguan kesadaran, dehidrasi, syok, anemia, dan gangguan napas. Pada pemeriksaan

fisik pasien dengan peritonitis, biasanya didapatkan keadaan sebagai berikut :

Keadaan umumnya tidak baik

Demam dengan temperatur >380C

Pasien dengan sepsis hebat akan muncul gejala hipotermia.

Takikardia disebabkan karena dilepaskannya mediator inflamasi dan hipovolemia

intravaskuler yang disebabkan karena mual dan muntah, demam, kehilangan cairan

yang banyak dari rongga abdomen. Dengan adanya dehidrasi yang berlangsung se-

cara progresif, pasien bisa menjadi semakin hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan

produksi urin berkurang, dan dengan adanya peritonitis hebat bisa berakhir dengan

keadaan syok sepsis.

Penderita dengan perdarahan, perforasi atau obstruksi lambung atau duodenum ser-

ing datang dalam keadaan gawat.

Inspeksi

Pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi menununjukkan

kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan gambaran usus atau gerakan

usus yang disebabkan oleh gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya akan

ditemukan perut yang membuncit dan tegang atau distended.

Auskultasi

Minta pasien untuk menunjuk dengan satu jari area daerah yang paling terasa

sakit di abdomen, auskultasi dimulai dari arah yang berlawanan dari yang ditunjuik

pasien. Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara bising

usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau menghilang

sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga

14

Page 15: Case Bedah Peritonitis Yahya

menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada

peritonitis lokal bising usus dapat terdengar normal.

Palpasi

Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral yang sangat

sensitif. Bagian anterior dari peritoneum parietale adalah yang paling sensitif. Palpasi

harus selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak dikeluhkan nyeri. Hal

ini berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak nyeri dengan bagian yang

nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya proses

inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans yang murni

adalah proses refleks otot akan dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi

kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan. Pada saat pemeriksaan penderita

peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dinding perut menunjukkan defans

muskular secara refleks untuk melindungi bagian yang meradang dan menghindari

gerakan atau tekanan setempat.

Perkusi

Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya udara bebas

atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan pekak

hati dan shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan

menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas tadi.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang kadang perlu untuk mempermudah mengambil keputusan,

misalnya pemeriksaan darah, urin, dan feses. Kadang perlu juga dilakukan pemeriksaan

Roentgen dan endoskopi.

Beberapa uji laboratorium tertentu dilakukan, antara lain:

Nilai hemoglobin dan hemotokrit, untuk melihat kemungkinan adanya perdarahan atau

dehidrasi.

Hitung leukosit dapat menunjukkan adanya proses peradangan.

15

Page 16: Case Bedah Peritonitis Yahya

Hitung trombosit dan dan faktor koagulasi, selain diperlukan untuk persiapan bedah,

juga dapat membantu menegakkan demam berdarah yang memberikan gejala mirip

gawat perut.

Gambaran radiologi

Foto roentgen di ambil dalam posisi berbaring dan berdiri. Gas bebas yang terdapat

dalam perut dapat terlihat pada foto roentgen dan merupakan petunjuk adanya per-

forasi.

Pada pemeriksaan foto polos abdomen dijumpai asites, tanda – tanda obstruksi usus

berupa air-udara dan kadang – kadang udara bebas (perforasi). Biasanya lambung,

usus halus dan kolon menunjukkan dilatasi sehingga menyerupai ileus paralitik. Usus

– usus yang melebar biasanya berdinding tebal.

Pada peritonitis umum gambaran radiologinya menyerupai ileus paralitik. Terdapat

distensi baik pada usus halus maupun pada usus besar. Pada foto berdiri terlihat beber-

apa fluid level di dalam usus halus dan usus besar. Jika terjadi suatu ruptur viskus bisa

menyebabkan peritonitis, udara bebas mungkin akan terlihat pada kavitas peritoneal.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari peritonitis adalah apendisitis, pankreatitis, gastroenteritis,

kolesistitis, salpingitis, kehamilan ektopik terganggu.

Penatalaksanaan

Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang

dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna

dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dan

sebagainya) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan

tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.

Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat.

Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah jenisnya

setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang

dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan

16

Page 17: Case Bedah Peritonitis Yahya

drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena

bakteremia akan berkembang selama operasi.

Penatalaksanaan peritonitis secara kausal ialah eradikasi kuman yang menyebabkan

radang di peritoneum. Secara non-invasif dapat dilakukan dengan drainase abses dan

endoskopi perkutan, namun yang lebih umum dilakukan ialah laparotomi eksplorasi

rongga peritoneum.

Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi

laparotomi. Operasi ini untuk mengontrol sumber primer kontaminasi bakteri. Insisi yang

dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh

abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan

diatas tempat inflamasi. Teknik operasi yang digunakan untuk mengendalikan

kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada

umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup,

mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi.

.

Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi

tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu :

a. Komplikasi dini

Septikemia dan syok septic

Syok hipovolemik

Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan

multisystem

Abses residual intraperitoneal

Portal Pyemia (misal abses hepar)

b. Komplikasi lanjut

Adhesi

Obstruksi intestinal rekuren.

Sedangkan komplikasi pembedahan dengan laparotomi eksplorasi memang tidak

sedikit. Secara bedah dapat terjadi trauma di peritoneum, fistula enterokutan, kematian di

meja operasi, atau peritonitis berulang jika pembersihan kuman tidak adekuat.

17

Page 18: Case Bedah Peritonitis Yahya

Prognosis

Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan pada peritonitis

umum prognosisnya mematikan akibat organisme virulen. Prognosis ini bergantung

kepada:

a. Lamanya peritonitis

 < 24 jam = 90% penderita selamat

 24-48 jam = 60% penderita selamat

> 48 jam = 20% penderita selamat.

b. Adanya penyakit penyerta

c. Daya tahan tubuh

d. Usia : makin tua usia penderita, makin buruk prognosisnya.

KESIMPULAN

Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari

dinding lambung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam

rongga perut. Perforasi dari usus mengakibatkan secara potensial untuk terjadinya

kontaminasi bakteri dalam rongga perut ( keadaan ini dikenal dengan istilah peritonitis).

Perforasi pada saluran cerna sering disebabkan oleh penyakit-penyakit seperti ulkus gaster, appendicitis, keganasan pada saluran cerna, divertikulitis, sindroma arteri mesenterika superior, trauma.

Penatalaksanan tergantung penyakit yang mendasarinya. Intervensi bedah hampir

selalu dibutuhkan dalam bentuk laparotomy explorasi dan penutupan perforasi dengan

pencucian pada rongga peritoneum (evacuasi medis). Terapi konservatif di indikasikan

pada kasus pasien yang non toxic dan secara klinis keadaan umumnya stabil dan biasanya

diberikan cairan intravena, antibiotik, aspirasi NGT, dan dipuasakan pasiennya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pieter, John, editor : Sjamsuhidajat,R. dan De Jong, Wim, Bab 31 : Lambung dan Duodenum, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3, EGC : Jakarta, 2011. Hal. 643-9.

18

Page 19: Case Bedah Peritonitis Yahya

2. Sabiston DC. Sabiston’s Essentials of Surgery. Terjh. Andrianto P, Timan IS. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC; 2002

3. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 4, Jilid 2, editor : Mansjoer, Arif., Suprohalta., Wardhani, Wahyu Ika., Setiowulan, Wiwiek., Fakultas Kedokteran UI, Media Aesculapius, Jakarta : 2014.

4. Sarath Chandra S, Siva Kumar S. Definitive or conservative surgery for perforated gastric ulcer? - An unresolved problem. Int J Surg. 2008 Dec 25. [Medline].

5. Langell JT, Mulvihill SJ. Gastrointestinal perforation and the acute abdomen. Med Clin North Am. 2008 May. 92(3):599-625, viii-ix. [Medline].

6. Intestinal Perforation. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/195537-overview#a0103. Pada 10 April 2016.

19


Related Documents