YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
Page 1: Case  2 Dr.Widiarso.doc

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS OBSTETRIFAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDAJl. Arjuna Utara No. 6. Kebon Jeruk- Jakarta Barat

SMF OBSTETRI RS MARDI RAHAYU KUDUS

Nama : OnlyPricilia Tanda tangan

NIM : 11 2011 124

Dr pembimbing / penguji : Dr. FX. Widiarso,Sp.OG

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : Ny. N.H Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 26 Tahun Suku bangsa : Jawa

Status perkawinan : kawin (GIP0A0 ) Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pendidikan : SMA

Alamat : Trengguli RT 01/05. Kecamatan

Wonosalam. Kabupaten Demak.

Masuk Rumah Sakit : 28 Oktober 2012

Pukul 20.00 WIB

Pulang : 31 Oktober 2012

Nama suami : Tn. M

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Trengguli RT 01/05. Kecamatan Wonosalam. Kabupaten Demak.

A NAMNESIS :

Diambil dari : Autoanamnesis Tanggal : 29 Oktober 2012 ; Jam : 08:45 WIB

Keluhan utama :

Perut terasa keram pada seluruh lapang perut

Keluhan tambahan :

Tidak ada

Riwayat Penyakit Sekarang :1

Page 2: Case  2 Dr.Widiarso.doc

2 bulan SMRS, Os mengetahui dirinya hamil dengan melakukan plano test. Lalu 3

hari kemudian, os mengeluh keluar darah berwarna merah seperti darah menstruasi

selama 4 hari. Os juga menambahkan perut terasa mulas dan nyeri pada perut kiri bagian

bawah.akhirnya os berobat ke dokter spesialis kandungan di Kendall dan dilakukan

pemeriksaan USG. Hasilnya tidak tampak janin dalam rahim, dan os diminta kontrol 2

minggu kemudian.

5 minggu SMRS, Os mengatakan masih keluar flek-flek berwarna coklat dan

masih terasa sakit pada perut kiri bagian bawah. Mual, muntah dan pusing disangkal

oleh os.

2 minggu SMRS, os mengaku pulang ke Demak dan periksa ke dokter spesialis

kandungan disana. Os juga menambahkan melakukan pemeriksaan USG ulang tetapi

hasilnya sama, yakni tidak tampak janin dalam rahim. Os juga mengatakan sudah tidak

keluar darah lagi tetapi perut masih terasa sakit.

3 hari SMRS, Os mengeluh perut kiri bagian bawahnya terasa keram dan nyeri.

Tetapi tidak ada darah yang keluar. Semakin hari nyeri dirsakan semakin hebat dan

keram pada seluruh lapang perut. Akhirnya os dibawa ke RS.Mardi Rahayu dan

dilakukan USG ulang karena dicurigai mengalami kehamilan diluar kandungan.

Hewan ternak pemeliharaan seperti kucing, anjung, burung, ayam, dan lain-lain

tidak ada dirumah OS ataupun di lingkungan tempat tinggalnya.

OS dan keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit jantung, hipertensi, hepatitis,

hipertiriod, dan diabetes mellitus. Rasa pusing, mual dan muntah ataupun keluhan lain

juga tidak dialami oleh OS.

Riwayat Haid

Menarche : 13 tahun

Siklus haid : 28 hari

Lamanya : 7 hari

Banyaknya : Banyak dan encer

Haid terakhir (HPHT) : 23 Agustus 2012

Taksiran partus (HPL) : 30 Mei 2013

Riwayat Perkawinan

2

Page 3: Case  2 Dr.Widiarso.doc

Menikah 1 kali pada usia 26 tahun, selama 4 bulan.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Hamil saat ini

Riwayat Kontrasepsi (Keluarga Berencana)

( − ) Pil KB ( − ) Suntikan 3 bulan ( − ) IUD

( − ) Susuk KB ( − ) Lain-lain

Penyakit Dahulu

( − ) Cacar ( − ) Malaria ( − ) Batu ginjal/saluran kemih

( − ) Cacar air ( − ) Disentri ( − ) Burut ( hernia )

( − ) Difteri ( − ) Hepatitis ( − ) Batuk rejan

( - ) Tifus abdominalis ( − ) Wasir ( − ) Campak

( − ) Diabetes ( − ) Sifilis ( − ) Alergi

( − ) Tonsilitis ( − ) Gonore ( − ) Tumor

( − ) Hipertensi ( − ) Penyakit pembuluh ( − ) Demam rematik akut

( + ) Ulkus ventrikuli ( − ) Pendarahan otak ( − ) Pneumonia

( − ) Ulkus duodeni ( − ) Psikosis ( - ) Gastritis

( − ) Neurosis ( − ) Tuberkulosis ( − ) Batu empedu

Lain-lain : ( − ) Operasi ( − ) Kecelakaan

Riwayat keluarga

Hubungan Umur Jenis kelamin Keadaan

kesehatan

Penyebab

meninggal

Ayah 51 tahun Laki-laki Hidup -

Ibu 49 tahun Perempuan Hidup -

Suami 28 tahun Laki-Laki Hidup -

Anak 1 5 tahun Perempuan Hidup -

Ada kerabat yang menderita :3

Page 4: Case  2 Dr.Widiarso.doc

Penyakit Ya Tidak Hubungan

Alergi - √

Asma - √

Tuberkulosis - √

HIV - √

Hepatitis B - √

Hepatitis C - √

Hipertensi - √

Cacat bawaan - √

Lain – lain - √

Riwayat Operasi

Tidak ada

A. PEMERIKSAAN JASMANI

I. Pemeriksaan umum

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Keadaan Gizi : Baik

Tinggi badan : 158 cm

Berat badan : 58 kg

Tekanan darah : 110 / 60 mmHg

Nadi : 90 kali / menit

Suhu : 37 ⁰ C

Pernapasan : Suara Nafas vesikuler,

20 kali / menit, Jenis thoracoabdominal

Sianosis : Tidak ada

Edema umum : Tidak ada

Habitus : Piknikus

Cara berjalan : Baik

Mobilisasi : Aktif

Aspek kejiwaan4

Page 5: Case  2 Dr.Widiarso.doc

Tingkah laku : tenang

Alam perasaan : biasa

Proses pikir : wajar

Kulit

Warna : sawo matang

Effloresensi : tidak ada

Jaringan parut : tidak ada

Pigmentasi : tidak ada

Pertumbuhan rambut : normal

Pembuluh darah : tidak menonjol dan melebar

Suhu raba : normal, kulit Lembab

Keringat : setempat yaitu di kepala dan leher

Turgor : baik

Lapisan lemak : tebal

Ikterus : tidak ada

Edema : tidak ada

Kepala : Normocephali, distribusi rambut merata, warna rambut hitam, rambut

tidak mudah dicabut.

Dahi : Turgor baik

Mata : Oedem palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat (+), sklera ikterik (-),pupil

isokor dengan diameter 3 mm, refleks cahaya (+)

Hidung : Pernafasan cuping hidung (-), deviasi septum (-), sekret (-), epistaksis (-).

Telinga : Normotia, serumen (-), sekret (-)

Mulut : Bibir sianosis (-), bibir kering (-), pursed lips breathing (-), oral hygiene

baik, T1 – T1 tenang, faring hiperemis (-), atrofi papil lidah (-), hipertrofi

gusi (-)

Kelenjar getah bening

Submandibula : tidak ditemukan pembesaran

Supraklavikula : tidak ditemukan pembesaran

Lipat paha : tidak ditemukan pembesaran

5

Page 6: Case  2 Dr.Widiarso.doc

Leher : tidak ditemukan pembesaran

Ketiak : tidak ditemukan pembesaran

Thorak

Inspeksi : Tampak thorak simetris dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi sela iga

(-)

Palpasi : Nyeri tekan (-), sela iga melebar (-), tulang costae dan sternum dalam

keadaan baik

Paru – paru

Inspeksi : Pernafasan simetris dalam keadaan dinamis.

Palpasi : Fremitus taktil simetris pada seluruh lapang paru. Nyeri tekan (-).

Perkusi

Anterior : Sonor pada seluruh lapang paru

Batas paru-hati setinggi IC VI pada linea midclavicula kanan.

Posterior : Sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi

Anterior : Suara nafas dasar vesikuler pada seluruh lapang paru, suara nafas

tambahan (-)

Posterior : Suara nafas dasar vesikuler pada seluruh lapang paru, suara nafas

tambahan (-)

Jantung

Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi Ictus cordis teraba 1 cm medial dari linea midclavicula sinistra IC V

Perkusi Batas atas : Linea sternalis sinistra IC II

Pinggang jantung : Linea parasternalis sinistra IC III

Batas kiri : 1 cm medial dari linea midclavicula

sinistra IC V

Batas kanan : Linea sternalis dekstra IC V

Auskultasi Katup Mitral- IC 5 midklav kanan

6

Page 7: Case  2 Dr.Widiarso.doc

Katup Aorta – IC 2 parasternal kanan

Katup Pulmonal – IC 2 parasternal kiri

Katup Trikuspid – IC 4 parasternal kanan

Abdomen

Inspeksi : Tidak tampak membesar

Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-)

Hati : Tidak teraba membesar

Limpa : Tidak teraba membesar

Ginjal : Ballotement (-), Nyeri ketok CVA (-)

Perkusi : Area traube tympani

Auskultasi : Bising usus ( + )

Ekstremitas

Luka : tidak ada

Varises : tidak ada

Edema : ( - )

Lain – lain : -

II. Pemeriksaan Ginekologi

Pemeriksaan Luar

Inspeksi :

Wajah : chloasma gravidarum (-)

Payudara : pembesara payudara (-), puting susu menonjol, cairan dari mammae (-)

Abdomen : pembesaran abdomen (-),

strie nigra (-),

strie livide (-),

strie albicans (-),

7

Page 8: Case  2 Dr.Widiarso.doc

bekas operasi (-)

Palpasi : Tidak teraba pembesaran uterus

Terdapat nyeri tekan pada daerah suprapubik.

Pemeriksaan Dalam

Vaginal Toucher

Fluksus (+) , fluor (–)

V/U/V Tidak ada kelainan

Portio Licin dan terdapat nyeri goyang

Corpus uteri

Sebesar telur

ayam

Adneksa

parametrium

Teraba

massa

setengah padat

sebesar telor

ayam.

Cavum

dougles:

menonjol

B. Pemeriksaan Penunjang

Darah Rutin (28

Oktober 2012,

Jam 20:45)

8

Hemoglobin 8,9 g/dl (↓)

Leukosit 8,11 ribu

Eosinofil% 2,1 %

Basofil 0,1 %

Neutrofil segmen 61,6 %

Limfosit 32,1 %

Monosit 4,1 %

MCV 86,0 mikro m3

MCH 28,9 pg

MCHC 33,6 g/dl

Hematokrit 26,5 %

Trombosit 176 ribu

Eritrosit 3,08 juta

RDW 13,8 %

PDW 10,8 %

MPV 9,2 mikro m3

LED 20/30 mm/jam

Golongan darah/Rh A/+

Page 9: Case  2 Dr.Widiarso.doc

USG Abdomen ( 28 Oktober 2012 )

Hasil pemeriksaan USG :

- Tampak vesika urinaria terisi cukup cairan

- Tampak uterus membesar 8 x 7 x 6 cm, tak tampak gestasional sack didalamnya

- Tampak gestasional sack pada adneksa kiri yang membesar

- Tampak banyak cairan intraabdominal

Kesan : Kehamilan Ektopik Tergangggu

9

Page 10: Case  2 Dr.Widiarso.doc

C. RINGKASAN (RESUME)

OS wanita, GIP0A0 berumur 26 tahun, hamil 9 minggu, datang ke RS Mardi

Rahayu dengan keluhan perut terasa keram pada seluruh lapang perut sejak 3 hari

SMRS, dimana nyeri yang dirasakan semakin hari semakin hebat. Awalnya os

mengatakan mengetahui dirinya hamil sejak 2 bulan SMRS. Os juga menambahkan

adanya riwayat keluar darah seperti mens selama 4 hari setelah 3 hari melakukan plano

test. Os juga sudah memeriksakan dirinya ke dokter spesialis kandungan di Kendall dan

Demak dan telah dilakukan pemeriksaan USG dengan hasil tidak tampak janin didalam

uterusnya. Os juga megeluh sejak keluar darah pertama kali sampai saat ini sering

merasa sakit pada perut kiri bagian bawah. HPHT Os : 23 Agustus 2012 dengan HPL :

30 Mei 2012.

Riwayat penyakit hipertensi dan diabetes mellitus tidak ada pada OS maupun

keluarganya. Rasa pusing, ataupun keluhan lain juga tidak dialami oleh OS. Hewan

ternak pemeliharaan seperti kucing, anjung, burung, ayam, dan lain-lain tidak ada

dirumah OS ataupun di lingkungan tempat tinggalnya.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD Tekanan darah 110 / 60 mmHg, nadi 90

kali/menit suhu 37 ⁰ C, dan RR 20 kali/menit. Sedangkan pada pemeriksaan dalam

didapatkan nyeri goyang portio, teraba massa setengah padat sebesar telur ayam pada

adneksa parametrium dan cavum dauglasi (+) menonjol. Hasil USG menunjukkan bahwa

terjadi KET pada OS.

D. DIAGNOSIS

Diagnosis kerja dan dasar diagnosis

Diagnosis kerja : GIP0A0 Umur 26 tahun, Hamil 9 minggu dengan Kehamilan Ektopik

Terganggu (KET)

Dasar diagnosis :

Plano test menunjukkan hasil positif

Terdapat nyeri tekan pada daerah suprapubik

Pada pemeriksaan dalam terdapat nyeri goyang portio, teraba massa setengah

padat pada adneksa parametrium dan cavum dauglasi (+) menonjol.

Pada USG terdapat menunjukkan hasil KET (+)

Diagonisis diferensial dan dasar diagnosis diferensial

10

Page 11: Case  2 Dr.Widiarso.doc

Diagnosis diferensial :

1. Infeksi pelvik.

2. Abortus iminens atau insipiens

3. Ruptur korpus luteum

4. Torsi kista ovarium

5. Appendisitis akut

6. Salpingitis akut

7. Mioma submukosa yang terpelintir

8. Ruptur pembuluh darah mesenterium

Pemeriksaan yang dianjurkan

Pemeriksaan urin dan Hb post operasi.

Rencana Pengelolaan:

a. Medika Mentosa:

Infus RL - D 5% 20 tetes permenit

Pengobatan post Operasi Laparatomi :

Bactesyn 2 x 1 gr IV

Tradyl 3 x 100 mg IV

Alenamin F 2 x 25 mg IV

Vit C 1 x 1 gr IV

Ketoprofen supp rectal 2 x 100 mg

Transfusi WB 2 kollf / 24 jam post op

b. Non Medica Mentosa :

Bed rest, tidur dengan bantal tinggi

c. Tindakan : Operasi KET

Operasi dilakukan pada tanggal 28 Oktober 2012 pukul 23: 08 WIB.

Laporan Operasi :

- Insisi dinding abdomen pada linea mediana 2 jari diatas symphisis pubis kearah

pusat sepanjang 10 cm

- Insisi diperdalam lapis demi lapis hingga peritoneum terbuka

11

Page 12: Case  2 Dr.Widiarso.doc

- Eksplorasi :

- Tampak darah pada peritoneum berwarna coklat kemerahan ±600 cc,

berasal dari rupture tuba graviditas kiri pars ampularis + rupture kista

ovarium kiri sebesar bola pingpong.

- Uterus bicornis asimetris

- Adneksa kanan dalam batas normal, perdarahan intraabdomen ±600 cc

- Dilakukan salphingo ooforektomi kiri.

- Control perdarahan.

- Membersihkan cavum abdomen dari darah

- Jahit peritoneum dengan plan plain catgut no 2.0 secara jelujur terkait

- Jahit otot dengan plain catgut no 2.0

- Jahit fasia dengan safil no 1.0

- Jahit subcutan dengan plain catgut no 2.0

- Jahit kulit dengan safil no 4.0 secara subkutikuler

- Tindakan selesai.

Prognosis :

Vitam : ad bonam

Fungsionam : ad bonam

Sanationam : ad malam

FOLLOW UP

Tanggal 29 Oktober 2012, Jam 08.00 WIB

S : OS merasa nyeri pada luka operasi, flatus (-)

12

Page 13: Case  2 Dr.Widiarso.doc

O : Keadaan umum : baik

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 110/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Frekuensi nafas : 20 x/menit

Suhu : 36 ºC

Mata : Conjungtiva palpebra pucat +/+, sklera ikterik -/-

Pulmo : Suara nafas vesikuler, Rhonki -/-, wheezing -/-

Cor : BJ I & II regular, murmur (-), Gallop (-)

Abdomen : Supel, Nyeri tekan (+) pada sekitar luka operasi, Bising usus (+)

Normal

TFU : ½ pusat – symphisis

HIS : +

PPV : (+)

Urin Lengkap ( 29 Oktober 2012, Jam 06:41 WIB )

13

Page 14: Case  2 Dr.Widiarso.doc

A : P0A1, 26 Tahun

Post salphingo

ooforektomi

sinistra hari ke-1

atas indikasi KET

dan ruptur kista

ovarii kiri

P : Terapi dilanjutkan

Mobilisasi

Check Hb post

Transfusi

14

Albumin Positif 1

Reduksi Negatif

Billirubin Negatif

Reaksi/pH 6,5

Urobilinogen Normal

Benda keton negatif

Nitrit negatif

Berat Jenis 1,025

Darah Samar Negatif

Leukosit Negatif

Vitamin C Positif 3

Epitel ren (sedimen) 0

Epitel sel 0-2

Erytrosit 6-8

Leukosit 6-8

Silinder 0

Parasit Negatif

Bakteri Negatif

Jamur Negatif

Kristal Negatif

Page 15: Case  2 Dr.Widiarso.doc

Tanggal 30 Oktober 2012, Jam 08.00 WIB

S : Nyeri ditempat jahitan, sesak nafa (+), Flatus (+)

O : Keadaan umum : baik

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Frekuensi nafas : 24 x/menit

Suhu : 37,4 ºC

Mata : Conjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-

Pulmo : Suara nafas vesikuler, Rhonki -/-, wheezing -/-

Cor : BJ I & II regular, murmur (-), Gallop (-)

Abdomen : Supel, Nyeri tekan (+) pada sekitar luka operasi, Bising usus (+)

Normal

TFU : ½ pusat – symphisis

HIS : +

PPV : (+)

Hematologi ( 29 Oktober 2012, Jam 11:35 WIB)

A : P0A1, 26 Tahun

Post salphingo ooforektomi sinistra hari ke-2 atas indikasi KET dan ruptur kista ovarii

kiri

P : Secara Klinis keadaan pasien membaik

Lanjutkan terapi pengobatan

Pelepasan Infus

Pelepasan DC

Tanggal 31 Mei 2012, Jam 08.00 WIB

S : Keluhan (-)

O : Keadaan umum : baik

Kesadaran : compos mentis

15

Hemoglobin 10,20 g/dl

Page 16: Case  2 Dr.Widiarso.doc

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Frekuensi nafas : 20 x/menit

Suhu : 36,6 º

ASI : (+)

Mata : Conjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-

Pulmo : Suara nafas vesikuler, Rhonki -/-, wheezing -/-

Cor : BJ I & II regular, murmur (-), Gallop (-)

Abdomen : Supel, Nyeri tekan (+) pada sekitar luka operasi, Bising usus (+)

Normal

TFU : ½ pusat – symphisis

HIS : +

PPV : +

Vesika urinaria : +

Ekstremitas : Udem -/-

A : P0A1, 26 Tahun

Post salphingo ooforektomi sinistra hari ke-2 atas indikasi KET dan ruptur kista ovarii

kiri

P : Secara Klinis keadaan pasien baik dan diijinkan pulang dengan

Lanjutkan terapi pengobatan :

Amoxicillin 500 mg + Clavulanic Acid 125 mg tablet PO (3 x 1 perhari)

Ketoprofen tablet 50 mg PO (2 x 1 perhari)

Ganti balutan

16

Page 17: Case  2 Dr.Widiarso.doc

Tinjauan Pustaka :

Kehamilan Ektopik TergangguKehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang

bersangkutan berhubung dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat.

Keadaan gawat ini dapat terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu.

Kehamilan ektopik terganggu merupakan peristiwa yang dapat dihadapi semua

dokter, karena sangat beragamnya gambaran klinik kehamilan ektopik terganggu itu. Tidak

jarang yang mengahadapi penderita adalah dokter umum atau dokter ahli lainnya, maka dari

itu, perlu diketahui oleh setiap dokter klinik kehamilan ektopik terganggu serta diagnosis

diferensialnya. Hal yang perlu diingat ialah, bahwa pada setiap wanita masa reproduksi

dengan gangguan atau keterlambatan haid yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah,

perlu dipikirkan kehamilan ektopik terganggu.

Definisi

Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar

endometrium kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan ektopik

karena kehamilan pada pars interstisialis tuba dan kanalis seviks masih termasuk dalam

uterus, tetapi jelas bersifat ektopik.1

Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba. Sangat jarang terjadi implantasi

pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter, dan

divertikel pada uterus. Berdasarkan implantasi hasil konsepsi pada tuba, terdapat kehamilan

17

Page 18: Case  2 Dr.Widiarso.doc

pars interstisialis tuba, kehamilan pars ismika tuba, kehamilan pars ampularis tuba, dan

kehamilan infundibulum tuba.

Kehamilan di luar tuba ialah kehamilan ovarial, kehamilan intraligamenter, kehamilan

servikal, dan kehamilan adominal yang bisa primer atau sekunder.

Kehamilan intrauterine dapat ditemukan bersamaan dengan kehamilan ekstrauterin.

Dalam hal ini dibedakan dua jenis, yaitu combined ectopic pregnancy dimana kehamilan

intaruterin terdapat pada waktu yang sama dengan kehamilan ekstrauterin dan compound

ectopic pregnancy yang merupakan kehamilan intrauterin pada wanita dengan kehamilan

ekstrauterin lebih dahulu dengan janin sudah mati dan menjadi litopedion.1

Epidemiologi

Angka kehamilan ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau kelahiran

hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Pada tahun 1980-an, kehamilan

ektopik menjadi komplikasi yang serius dari kehamilan, terhitung sebesar 11% kematian

maternal terjadi di Amerika Serikat. Sekurangnya 95% implantasi ektrauterin terjadi di tuba

fallopi. Di tuba sendiri, tempat yang paling sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-

turut pada pars ismika, infundibulum dan fimbria dan pars intersisialis dapat terkena.

Implantasi yang terjadi di ovarium, serviks atau cavum peritonealis jarang ditemukan.2

Frekuensi kehamilan ektopik yang sebenarnya sukar ditentukan. Gejala kehamilan

ektopik terganggu yang dini tidak selalu jelas, sehingga tidak dibuat diagnosisnya. Tidak 18

Page 19: Case  2 Dr.Widiarso.doc

semua kehamilan ektopik berakhir dengan abortus dalam tuba atau rupture tuba. Sebagian

hasil konsepsi mati dan pada umur muda kemudian diresorbsi. Pada hal yang terakhir ini

penderita hanya mengeluh haidnya terlambat untuk beberapa hari.

Pemakaian antibiotika dapat meningkatkan frekuensi kehamilan ektopik. Antibiotika

dapat mempertahankan terbukanya tuba yang mengalami infeksi. Tetapi perlekatan

menyebabkan pergerakan silia dan peristaltis tuba terganggu dan menghambat perjalanan

ovum yang dibuahi dari ampula ke rahim, sehingga implantasi terjadi pada tuba.

Kontrasepsi juga dapat mempengaruhi frekuensi kehamilan ektopik terhadap jumlah

kelahiran di rumah sakit atau masyarakat. Banyak wanita dalam masa reproduksi tanpa factor

predisposisi untuk kehamilan ektopik membatasi kelahiran dengan kontrasepsi, sehingga

jumlah kelahiran turun, dan frekuensi kehamilan ektopik terhadap kelahiran secara relative

meningkat. Selain itu IUD dapat mencegah secara efektif kehamilan intrauterin, tetapi tidak

mempengaruhi kejadian kehamilan ektopik.2

Etiologi

Etiologi kehamilan ektopik sudah banyak disebutkan karena secara patofisiologi

mudah dimengerti sesuai dengan proses awal kehamilan sejak pembuahan sampai nidasi. Bila

nidasi terjadi di luar kavum uteri atau di luar endometrium, maka terjadilah kehamilan

ektopik. Dengan demikian, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hambatan dalam

nidasi embrio ke endometrium menjadi penyebab kehamilan ektopik ini. Faktor-faktor yang

disebutkan adalah sebagai berikut:3

Faktor tuba

Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba menyempit

atau buntu. Keadaan uterus yang mengalami hipoplasia dan saluran tuba yang berkelok-

kelok panjang dapat menyebabkan fungsi silia tuba tidak berfungsi dengan baik. Juga

pada keadaan pascaoperasi rekanalisasi tuba dapat merupakan predisposisi terjadinya

kehamilan ektopik. Faktor tuba yang lain ialah adanya kelainan endometriosis tuba atau

divertikel saluran tuba yang bersifat kongenital. Adanya tumor di sekitar saluran tuba,

misalnya mioma uteri atau tumor ovarium yang menyebabkan perubahan bentuk dan

patensi tuba, juga dapat menjadi etiologi kehamilan ektopik.

1. Faktor dalam lumen tuba :

- endosalpingitis dapat menyebabkan perlengketan endosalping, sehingga lumen

tuba menyempit atau membentuk kantong buntu

19

Page 20: Case  2 Dr.Widiarso.doc

- pada hipoplasia uteri lumen tuba sempit dan berlekuk – lekuk dan hal ini

sering disertai gangguan fungsi silia endosalping

- operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab

lumen tuba menyempit

2. Faktor pada dinding tuba :

- endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam

tuba

- divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur

yang dibuahi di tempat itu

3. Faktor di luar dinding tuba :

- perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat

perjalanan telur

- tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba

Faktor abnormalitas dari zigot

Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan

tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan tumbuh di

saluran tuba.

Faktor ovarium

Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral,

dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga kemungkinan

terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.

Faktor hormonal

Pada akseptor, pil KB yang hanya mengandung progesteron dapat mengakibatkan

gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat menyebabkan terjadinya

ektopik.

Faktor lain

Termasuk di sini antara lain adalah pemakai IUD di mana proses peradangan yang

dapat timbul pada endometrium dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya

20

Page 21: Case  2 Dr.Widiarso.doc

kehamilan ektopik. Faktor umum penderita yang sudah menua dan faktor perokok juga

sering dihubungkan dengan terjadinya kehamilan ektopik.3

Patologi

Integritas embrio, sebagai suatu pertumbuhan dari satu zygot menjadi struktur

blastokis yang berlekuk, yang dilindungi oleh zona pelusida. Membran glikoprotein yang

tebal ini mencegah terjadinya adhesi prematur antara embrio dan endosalping. Blastokis

harus keluar dari zona pelusida sebelum terjadi implantasi. Normalnya, proses pengeraman

blastokis terjadi di kavum uteri, biasanya terjadi dalam 7 hari setelah ovulasi dan fertilisasi.

Jika transportasi ovum terhambat, proses pengeraman terjadi di tuba falopi. Penyebab

gangguan transportasi ovum yang telah dikenal yaitu penyakit pada tuba, seperti salpingitis

kronis atau adhesi perituba. Salpingitis dapat memperburuk mekanisme transportasi ovum

melalui proses rusaknya myosalping dari dinding tuba dan melalui kerusakan pada

endosalping, yang akan mengurangi jumlah silia tuba.2

Perubahan pada siklus endokrin yang mempengaruhi tuba falopii dapat menyebabkan

aberasi dalam transportasi ovum, yang akan membawa pada proses pengeraman dan

implantasi blastokis di tuba. Steroid ovarium yang berperan menonjol adalah estradiol (E2)

dan progesteron (P4), kedua hormon ini berpengaruh kuat pada tuba falopii, mempengaruhi

setiap aspek pertumbuhan, diferensiasi dan fungsi. Respon kuantitatif dan kualitatif dari tuba

terhadap hormon lain seperti katekolamin dan prostaglandin, juga berubah terhadap kadar

hormon steroid dalam darah yang ditolerir, perubahan siklik pada struktur tuba dan fungsinya

dipengaruhi oleh hormon steroid ovarium ini, yang bekerja melalui reseptor sitoplasmik

spesifik yang secara kimiawi sama dengan reseptor yang ditemukan pada bagian lain dari

traktus genitalia.

Pada telaah terhadap data-data penelitian yang ada, Jansen menyimpulkan bahwa

hormon steroid ovarium mempengaruhi otot-otot polos tuba melalui perubahan-perubahan

pada aktivitas adrenergik dan kepekaan, melalui perubahan-perubahan dalam sintesis

prostagladin, degradasi dan kepekaan, dan melalui pengaruh langsung pada myosalping.

Peningkatan aktivitas kontraksi dipercayai merupakan proses mediasi E2, dimana P4

diperkirakan mempunyai pengaruh tersembunyi pada otot-otot tuba. Karena itu, perubahan

siklik dalam kadar hormon membawa kepada peningkatan tonus ismika saat terjadi ovulasi

dan selama 1-2 hari berikutnya. Ini adalah periode dimana ovum tertahan di ampula dan

tertunda untuk memasuki isthmus. Pengaruh P4 menjadi berkembang pada awal fase luteal,

transportasi ovum ditingkatkan melalui mekanisme siliar, dan pergerakan blastokis menuju

21

Page 22: Case  2 Dr.Widiarso.doc

ke dalam kavum uteri, dimana implantasi normal yang seharusnya terjadi. Perubahan utama

dari kadar E2 dan P4 preovulasi diharapkan akan memisahkan mekanisme transportasi ovum

kompleks dan berpotensi menunda transit ovum. Sebagai contoh, insiden yang tinggi dari

kehamilan tuba dilaporkan terjadi selama hiperstimulasi ovarium oleh gonadotropin eksogen

dan selama pemberian progesteron dosis rendah. Progesteron eksogen, yang dihantarkan

melalui oral atau melalui alat kontrasepsi dalam rahim, dapat mengurangi resistensi tuba

falopii terhadap implantasi ektopik melalui berbagai mekanisme. Silia akan menghilang dan

myosalping boleh jadi tidak bergerak.2

Gangguan hormonal primer yang terjadi selama hiperstimulasi oleh ovarium masih

belum jelas. Kadar E2 sirkulasi yang tinggi mungkin berperan. Kemungkinan, kadar yang

meningkat bercampur dengan peningkatan P4 atau pengaruh-pengaruhnya pada tuba, karena

itu melemahkan transpor ovum.3

Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama

dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner.

Pada yang pertama telur berimplantasi pada sisi atau ujung jonjot endosalping.

Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati

secara dini kemudian diresorbsi. Pada nidasi secara interkolumner telur bernidasi antara 2

jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba

oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena

pembentukan desidua di tuba tidak sempurna malahan kadang - kadang tidak tampak,

dengan mudah vili korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot – otot

tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya

bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan

banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.2

Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum graviditatis

dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek ; endometrium dapat berubah pula menjadi

desidua. Dapat ditemukan pula perubahan – perubahan pada endometrium yang disebut

fenomena Arias – Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik, hiperkromatik,

lobuler dan berbentuk tak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang – lubang atau berbusa, dan

kadang – kadang ditemukan mitosis. Perubahan tersebut hanya ditemukan pada sebagian

kehamilan ektopik.

Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian

dikeluarkan berkeping – keping, tetapi kadang – kadang dilepaskan secara utuh. Perdarahan

22

Page 23: Case  2 Dr.Widiarso.doc

yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus dan disebabkan oleh

pelepasan desidua yang degeneratif.

Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Karena tuba

bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh secara utuh

seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6

sampai 10 minggu.

1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi

Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena

vaskularisasi kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini

penderita tidak mengeluh apa – apa, hanya haidnya terlambat untuk beberapa hari.

2. Abortus ke dalam lumen tuba

Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh – pembuluh darah oleh vili

korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding

tersebut bersama – sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi

sebagian atau seluruhnya, tergantung pada derajat perdarahan yang timbul. Bila pelepasan

menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian

didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale. Frekuensi abortus dalam tuba

tergantung pada implantasi telur yang dibuahi. Abortus ke lumen tuba lebih sering terjadi

pada kehamilan pars ampularis, sedangkan penembusan dinding tuba oleh vili korialis ke

arah peritonium biasanya terjadi pada kehamilan pars ismika. Perbedaan ini disebabkan

karena lumen pars ampularis lebih luas, sehingga dapat mengikuti lebih mudah

pertumbuhan hasil konsepsi dibandingkan dengan bagian ismus dengan lumen sempit.

Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan

terus berlangsung, dari sedikit – sedikit oleh darah, sehingga berubah menjadi mola

kruenta. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru –

biruan (hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium

tuba. Darah ini akan berkumpul di kavum Douglas dan ajan membentuk hematokel

retrouterina.

23

Page 24: Case  2 Dr.Widiarso.doc

3. Ruptur dinding tuba

Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada

kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis terjadi pada kehamilan yang

lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah penembusan vili korialis ke

dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritonium. Ruptur dapat terjadi secara spontan,

atau karena trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan

terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang – kadang sedikit, kadang – kadang

banyak, sampai menimbulkan syok dan kematian. Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka

terjadi pula perdarahan dalam lumen tuba. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut

melalui ostium tuba abdominale.

Bila pada abortus dalam tuba ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi.

Dalam hal ini dinding tuba, yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena

tekanan darah dalam tuba. Kadang – kadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum dan

terbentuk hematoma intraligamenter antara 2 lapisan ligamentum itu. Jika janin hidup

terus, terjadi kehamilan intraligamenter.

Pada ruptur ke rongga perut seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila

robekan tuba kecil, perdarahan terjadi pada hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Bila

penderita dioperasi dan tidak meninggal karena perdarahan, nasib janin bergantung pada

kerusakan yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin matu dan masih kecil, dapat

diresorbsi seluruhnya ; bila besar, kelak dapat diubah menjadi litopedion. Janin yang

dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dan dengan

plasenta masih utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut, sehingga akan

terjadi kehamilan abdominal sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makanan bagi janin,

plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya, misalnya ke

sebagian uterus, ligamentum latum, dasar panggul, dan usus.2

24

Page 25: Case  2 Dr.Widiarso.doc

Diagnosa dan gejala – gejala klinik

1. Anamnesis : terjadi amenorea, yaitu haid terlambat mulai beberapa hari sampai

beberapa bulan atau hanya haid yang tidak teratur. Kadang – kadang dijumpai keluhan

hamil muda dan gejala hamil lainnya

2. Bila terjadi kehamilan ektopik terganggu (KET) :

- Pada abortus tuba keluhan dan gejala kemungkinan tidak begitu berat, hanya

rasa sakit di perut dan perdarahan pervaginam. Hal ini dapat dikacaukan denga

abortus biasa

- Bila tejadi ruptur tuba, maka gejala akan lebih hebat dan dapat membahayakan

jiwa si ibu

3. Perasaan nyeri dan sakit yang tiba – tiba di perut, seperti diiris dengan pisau dan

disertai muntah dan bisa jatuh pingsan

4. Tanda - tanda akut abdomen : nyeri tekan yang hebat (defiance musculair),

muntah, gelisah, pucat, anemis, nadi kecil dan halus, tensi rendah atau tidak terukur

(syok)

5. Nyeri bahu : karena perangsangan diafragma

6. Tanda cullen : sekitar pusat atau linea alba kelihatan biru hitam dan lebam

7. Pada pemeriksaan ginekologik (periksa dalam) terdapat :

- Adanya nyeri ayun : dengan menggerakkan porsio dan serviks ibu akan

merasa sakit yang sangat

- Douglas crise : rasa nyeri hebat pada penekanan cavum douglasi

- Kavum Douglasi teraba menonjol karena terkumpulnya darah, begitu pula

teraba masa retrouterin (masa pevis)

8. Pervaginam keluar desidual cast

9. Pada palpasi perut dan pada perkusi : ada tanda – tanda perdarahan intra

abdominal (shifting dullness)

10. Pemeriksaan lab :

- Pemeriksaan hemoglobin seri setiap 1 jam menunjukkan penurunan kadar Hb

- Adanya lekositosis

11. Kuldosentesis (Douglas pungsi)

- Untuk mengetahui adakah darah dalam kavum Douglasi

25

Page 26: Case  2 Dr.Widiarso.doc

- Bila keluar darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku atau

hanya berupa bekuan – bekuan kecil di atas kain kasa maka hal ini dikatakan positif

(fibrinasi) dan menunjukkan adanya hematoma retrouterina

- Bila darah segar berwarna merah dan dalam beberapa menit membeku ; hasil

negatif karena darah ini berasal dari arteri atau vena yang kena tusuk

12. Dengan cara diagnostik laparoskopik

13. Dengan cara USG1,3

Diagnosis diferensial

1. Infeksi pelvik.

2. Abortus iminens atau insipiens

3. Ruptur korpus luteum

4. Torsi kista ovarium

5. Apendisitis akut

6. Salpingitis akut

7. Mioma submukosa yang terpelintir

8. Ruptur pembuluh darah mesenterium

Penatalaksanaan

1. Penderita yang disangka KET harus dirawat inap di rumah sakit untuk

penanggulangannya

2. Bila ibu dalam keadaan syok, perbaiki keadaan umumnya dengan pemberian cairan

secukupnya dan tranfusi darah

3. Setelah diagnosa jelas atau sangat disangka KET, dan keadaan umum baik atau

lumayan, segera lakukan laparotomi untuk menghilangkan sumber perdarahan : dicari,

diklem, dan dieksisi sebersih mungkin (salpingektomi), kemudian diikat sebaik – baiknya

4. Sisa – sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan

lebih cepat

5. Berikan antibiotika yang cukup dan obat anti inflamasi3

Komplikasi yang mungkin terjadi

26

Page 27: Case  2 Dr.Widiarso.doc

1. Pada pengobatan konservatif, yaitu bila ruptur tuba telah lama berlangsung (4 – 6

minggu), terjadi perdarahan ulang (reccurent bleeding). Ini merupakan indikasi operasi

2. Infeksi

3. Sub ileus karena massa pelvis

4. Sterilitas3

Prognosis

Kematian karena KET cenderung turun dengan diagnosis dini dan fasilitas yang cukup.

VARIAN-VARIAN KEHAMILAN EKTOPIK

Kehamilan Abdominal

Mortalitas akibat kehamilan abdominal tujuh kali lebih tinggi daripada kehamilan

tuba, dan 90 kali lebih tinggi daripada kehamila intrauterin. Morbiditas maternal dapat

disebabkan perdarahan, infeksi, anemia, koagulasi intravaskular diseminata (DIC), emboli

paru atau terbentuknya fistula antara kantong amnion dengan usus. Pada kehamilan

abdominal yang khas, plasenta yang telah menembus dinding tuba secara bertahap membuat

perlekatan baru dengan jaringan serosa di sekitarnya, namun juga mempertahankan

perlekatannya dengan tuba. Pada beberapa kasus, setelah ruptur tuba plasenta mengadakan

implantasi di tempat yang terpisah dari tuba dalam rongga abdomen. Kehamilan abdominal

dapat juga terjadi akibat ruptur bekas insisi seksio sesaria, dan pada kasus ini kehamilan

27

Page 28: Case  2 Dr.Widiarso.doc

berlanjut di balik plika vesikouterina. Diagnosis kehamilan abdominal berawal dari indeks

kecurigaan yang tinggi. Temuan-temuan ultrasonografik berikut, meskipun tidak

patognomonis, harus segera membuat kita berpikir akan suatu kehamilan abdominal:

1. tidak tampaknya dinding uterus antara kandung kemih dengan janin,

2. plasenta terletak di luar uterus,

3. bagian-bagian janin dekat dengan dinding abdomen ibu,

4. letak janin abnormal, dan

5. tidak ada cairan amnion antara plasenta dan janin. MRI dan CT-scan dapat memberikan

visualisasi yang jauh lebih baik daripada USG.3

Kehamilan abdominal ada 2 macam:

Kehamilan abdominal primer, dimana telur dari awal mengadakan

implantasi dalam rongga perut.

Kehamilan abdominal sekunder, yang asalnya kehamilan tuba dan

setelah ruptur baru menjadi kehamilan abdominal.

Kebanyakan kehamilan abdominal adalah kehamilan abdominal sekunder, maka

biasanya placenta terdapat pada daerah tuba, permukaan belakang rahim dan ligamentum

latum. Walaupun ada kalanya kehamilan abdominal mencapai umur cukup bulan, hal ini

jarang terjadi, yang lazim ialah bahwa janin mati sebelum tercapai maturitas (bulan ke-5 atau

ke-6) karena pengambilan makanan kurang sempurna. Juga janin yang sampai cukup bulan,

prognosanya kurang baik . banyak yang mati setelah dilahirkan dan juga dikatakan bahwa

banyak yang mati setelah dilahirkan dan juga dikatakan bahwa banyak kelainan kongenital di

antara janin-janin yang tumbuh extrauterine. Nasib janin yang mati intra-abdominal sebagai

berikut:1

a. Dapat terjadi pernanahan sehingga kantong kehamilan menjadi abses yang dapat pecah

melalui dinding perut atau ke dalam usus atau kandung kemcing.

b. Pengapuran (kalsifikasi): anak yang mati mengapur, menjadi keras karena endapan-

endapan garam kapur hingga berubah menjadi anak batu (lithopedion)

c. Perlemakan: janin berubah menjadi zat kuning seperti minyak kental (adipocere)28

Page 29: Case  2 Dr.Widiarso.doc

Gejala: 1

- Segala tanda-tanda kehamilan ada tapi pada kehamilan abdominal biasanya pasien lebih

menderita, karena perangsangan peritoneum, misalnya mual, muntah , obstipasi atau diare

dan nyeri perut.

- Pada kehamilan abdominal sekunder mungkin pasien pernah mengalami sakit perut yang

hebat disertai pusing atau pingsan ialah waktu terjadinya ruptur tuba.

- Tidak ada kontraksi Braxton Hicks

- Pergerakan anak dirasakan nyeri oleh ibu

- Bagian anak lebih mudah teraba karena hanya terpisah oleh dinding perut

- Kalau sudah ada his dapat terjadi pembukaan ± sebesar 1 jari dan tidak menjadi lebih

besar; kalau kita masukan jari kita ke dalam cavum uteri maka ternyata uterus kosong.

Kehamilan ekstrauterin lanjut memiliki peluang kelahiran hidup sebesar 10-25%,

namun angka malformasi kongenital pada bayi ekstrauterin cukup tinggi akibat

oligohidramnios, dan hanya 50%-nya dapat bertahan hidup lebih dari satu minggu. Kelainan

kongenital yang ditemukan umumnya berupa abnormalitas wajah, kranium dan ekstremitas.

Kehamilan abdominal pula memberikan ancaman-ancaman kesehatan bagi si ibu. Oleh sebab

itu, terminasi sedini mungkin sangat dianjurkan. Janin yang mati namun terlalu besar untuk

diresorbsi dapat mengalami proses supurasi, mumifikasi atau kalsifikasi. Karena letak janin

yang sangat dekat dengan traktus gastrointestinal, bakteri dengan mudah mencapai janin dan

berkembang biak dengan subur. Selanjutnya, janin akan mengalami supurasi, terbentuk abses,

dan abses tersebut dapat ruptur sehingga terjadi peritonitis. Bagian-bagian janin pun dapat

merusak organ-organ ibu di sekitarnya. Pada satu atau dua kasus yang telah dilaporkan, janin

yang mati mengalami proses mumifikasi, menjadi lithopedion, dan menetap dalam rongga

abdomen selama lebih dari 15 tahun. Penanganan kehamilan abdominal sangat berisiko

tinggi. Penyulit utama adalah perdarahan yang disebabkan ketidakmampuan tempat

implantasi plasenta untuk mengadakan vasokonstriksi seperti miometrium. Sebelum operasi,

cairan resusitasi dan darah harus tersedia, dan pada pasien harus terpasang minimal dua jalur

intravena yang cukup besar. Pengangkatan plasenta membawa masalah tersendiri pula.

Plasenta boleh diangkat hanya jika pembuluh darah yang mendarahi implantasi plasenta

tersebut dapat diidentifikasi dan diligasi. Karena hal tersebut tidak selalu dapat dilaksanakan, 29

Page 30: Case  2 Dr.Widiarso.doc

dan lepasnya plasenta sering mengakibatkan perdarahan hebat, umumnya plasenta

ditinggalkan in situ. Pada sebuah laporan kasus, plasenta yang lepas sebagian terpaksa dijahit

kembali karena perdarahan tidak dapat dihentikan dengan berbagai macam manuver

hemostasis. Dengan ditinggalkan in situ, plasenta diharapkan mengalami regresi dalam 4

bulan. Komplikasi-komplikasi yang sering terjadi adalah ileus, peritonitis, pembentukan

abses intraabdomen dan infeksi organ-organ sekitar plasenta, serta preeklamsia persisten.

Regresi plasenta dimonitor dengan pencitraan ultrasonografi dan pengukuran kadar β-hCG

serum. Pemberian methotrexate untuk mempercepat involusi plasenta tidak dianjurkan,

karena degradasi jaringan plasenta yang terlalu cepat akan menyebabkan akumulasi jaringan

nekrotik, yang selanjutnya dapat mengakibatkan sepsis. Embolisasi per angiografi arteri-

arteri yang mendarahi tempat implantasi plasenta adalah sebuah alternatif yang baik.1,3

Kehamilan Ovarium

Kehamilan ektopik pada ovarium jarang terjadi. Pada tahun 1878, Spiegelberg

merumuskan criteria diagnosis kehamilan ovarium: 1) tuba pada sisi ipsilateral harus utuh, 2)

kantong gestasi harus menempati posisi ovarium, 3) ovarium dan uterus harus berhubungan

melalui ligamentum ovarii, dan 4) jaringan ovarium harus ditemukan dalam dinding kantong

gestasi. Secara umum faktor risiko kehamilan ovarium sama dengan faktor risiko kehamilan

tuba. Meskipun daya akomodasi ovarium terhadap kehamilan lebih besar daripada daya

akomodasi tuba, kehamilan ovarium umumnya mengalami ruptur pada tahap awal.

Manifestasi klinik kehamilan ovarium menyerupai manifestasi klinik kehamilan tuba atau

perdarahan korpus luteum. Umumnya kehamilan ovarium pada awalnya dicurigai sebagai

kista korpus luteum atau perdarahan korpus luteum. Kehamilan ovarium terganggu ditangani

dengan pembedahan yang sering kali mencakup ooforektomi. Bila hasil konsepsi masih kecil,

maka reseksi parsial ovarium masih mungkin dilakukan. Methotrexate dapat pula digunakan

untuk terminasi kehamilan ovarium yang belum terganggu.4

Kehamilan Serviks

Kehamilan serviks juga merupakan varian kehamilan ektopik yang cukup jarang.

Etiologinya masih belum jelas, namun beberapa kemungkinan telah diajukan. Burg

mengatakan bahwa kehamilan serviks disebabkan transpor zigot yang terlalu cepat, yang

disertai oleh belum siapnya endometrium untuk implantasi. Dikatakan pula bahwa

30

Page 31: Case  2 Dr.Widiarso.doc

instrumentasi dan kuretase mengakibatkan kerusakan endometrium sehingga endometrium

tidak lagi menjadi tempat nidasi yang baik. Sebuah pengamatan pada 5 kasus kehamilan

serviks mengindikasikan adanya hubungan antara kehamilan serviks dengan kuretase

traumatik dan penggunaan IUD pada sindroma Asherman. Hubungan serupa juga tercermin

pada fakta bahwa Jepang, di mana angka kuretase juga tinggi, memiliki angka kehamilan

serviks yang tertinggi di antara negara-negara lain. Kehamilan serviks juga berhubungan

dengan fertilisasi in-vitro dan transfer embrio. Pada kehamilan serviks, endoserviks tererosi

oleh trofoblas dan kehamilan berkembang dalam jaringan fibrosa dinding serviks. Lamanya

kehamilan tergantung pada tempat nidasi. Semakin tinggi tempat nidasi di kanalis servikalis,

semakin besar kemungkinan janin dapat tumbuh dan semakin besar pula tendensi perdarahan

hebat. Perdarahan per vaginam tanpa rasa sakit dijumpai pada 90% kasus, dan sepertiganya

mengalami perdarahan hebat. Kehamilan serviks jarang melewati usia gestasi 20 minggu.

Prinsip dasar penanganan kehamilan serviks, seperti kehamilan ektopik lainnya, adalah

evakuasi. Karena kehamilan serviks jarang melewati usia gestasi 20 minggu, umumnya hasil

konsepsi masih kecil dan dievakuasi dengan kuretase. Namun evakuasi hasil konsepsi pada

kehamilan serviks sering kali mengakibatkan perdarahan hebat karena serviks mengandung

sedikit jaringan otot dan tidak mampu berkontraksi seperti miometrium. Bila perdarahan

tidak terkontrol, sering kali histerektomi harus dilakukan. Hal ini menjadi dilema, terutama

bila pasien ingin mempertahankan kemampuan reproduksinya. Beberapa metode-metode

nonradikal yang digunakan sebagai alternatif histerektomi antara lain pemasangan kateter

Foley, ligasi arteri hipogastrika dan cabang desendens arteri uterina, embolisasi arteri dan

terapi medis. Kateter Foley dipasang pada kanalis servikalis segera setelah kuretase, dan

balon kateter segera dikembangkan untuk mengkompresi sumber perdarahan. Selanjutnya

vagina ditampon dengan kasa. Beberapa pakar mengusulkan penjahitan serviks pada jam 3

dan 9 untuk tujuan hemostasis (hemostatic suture) sebelum dilakukan kuretase. Embolisasi

angiografik arteri uterina adalah teknik yang belakangan ini dikembangkan dan memberikan

hasil yang baik, seperti pada sebuah laporan kasus kehamilan serviks di Italia24. Sebelum

kuretase dilakukan, arteri uterina diembolisasi dengan fibrin, gel atau kolagen dengan

bantuan angiografi. Pada kasus tersebut, perdarahan yang terjadi saat dan setelah kuretase

tidak signifikan. Seperti pada kehamilan tuba, methotrexate pun digunakan untuk terminasi

kehamilan serviks. Methotrexate adalah modalitas terapeutik yang pertama kali digunakan

setelah diagnosis kehamilan serviks ditegakkan. Namun pada umumnya methotrexate hanya

31

Page 32: Case  2 Dr.Widiarso.doc

memberikan hasil yang baik bila usia gestasi belum melewati 12 minggu. Methotrexate dapat

diberikan secara intramuskular, intraarterial maupun intraamnion.4,5

Kehamilan Ektopik Heterotipik5,6,7

Kehamilan ektopik di sebuah lokasi dapat koeksis dengan kehamilan intrauterin.

Kehamilan heterotipik ini sangat langka. Hingga satu dekade yang lalu insidens kehamilan

heterotipik adalah 1 dalam 30,000 kehamilan, namun dikatakan bahwa insidensnya sekarang

telah meningkat menjadi 1 dalam 7000, bahkan 1 dalam 900 kehamilan, berkat

perkembangan teknik-teknik reproduksi. Kemungkinan kehamilan heterotipik harus

dipikirkan pada kasus-kasus sebagai berikut: 1) assisted reproduction technique, 2) bila hCG

tetap tinggi atau meningkat setelah dilakukan kuretase pada abortus, 3) bila tinggi fundus

uteri melampaui tingginya yang sesuai dengan usia gestasi, 4) bila terdapat lebih dari 2

korpus luteum, 5) bila terdeteksi pada USG adanya kehamilan ektra- dan intrauterin.

Penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung pada beberapa hal, antara lain lokasi

kehamilan dan tampilan klinis. Sebagai contoh, penatalaksanaan kehamilan tuba berbeda dari

penatalaksanaan kehamilan abdominal. Selain itu, perlu dibedakan pula penatalaksanaan

kehamilan ektopik yang belum terganggu dari kehamilan ektopik terganggu. Tentunya

penatalaksanaan pasien dengan kehamilan ektopik yang belum terganggu berbeda dengan

penatalaksanaan pasien dengan kehamilan ektopik terganggu yang menyebabkan syok.

Seorang pasien yang terdiagnosis dengan kehamilan tuba dan masih dalam kondisi

baik dan tenang, memiliki 3 pilihan, yaitu penatalaksanaan ekspektasi (expectant

management), penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan bedah.

Penatalaksanaan Ekspektasi

Penatalaksanaan ekspektasi didasarkan pada fakta bahwa sekitar 75% pasien dengan

kehamilan ektopik akan mengalami penurunan kadar β-hCG. Pada penatalaksanaan

ekspektasi, kehamilan ektopik dini dengan kadar β-hCG yang stabil atau cenderung turun

diobservasi ketat. Oleh sebab itu, tidak semua pasien dengan kehamilan ektopik dapat

menjalani penatalaksanaan seperti ini. Penatalaksanaan ekspektasi dibatasi pada keadaan-

keadaan berikut: 1) kehamilan ektopik dengan kadar β-hCG yang menurun, 2) kehamilan

tuba, 3) tidak ada perdarahan intraabdominal atau ruptur, dan 4) diameter massa ektopik tidak

32

Page 33: Case  2 Dr.Widiarso.doc

melebihi 3.5 cm. Sumber lain menyebutkan bahwa kadar β-hCG awal harus kurang dari 1000

mIU/mL, dan diameter massa ektopik tidak melebihi 3.0 cm. Dikatakan bahwa

penatalaksanaan ekspektasi ini efektif pada 47-82% kehamilan tuba.

Penatalaksanaan Medis

Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas jaringan

dan sel hasil konsepsi. Kandidat-kandidat penerima tatalaksana medis harus memiliki syarat-

syarat berikut ini: keadaan hemodinamik yang stabil, bebas nyeri perut bawah, tidak ada

aktivitas jantung janin, tidak ada cairan bebas dalam rongga abdomen dan kavum Douglas,

harus teratur menjalani terapi, harus menggunakan kontrasepsi yang efektif selama 3-4 bulan

pascaterapi, tidak memiliki penyakit-penyakit penyerta, sedang tidak menyusui, tidak ada

kehamilan intrauterin yang koeksis, memiliki fungsi ginjal, hepar dan profil darah yang

normal, serta tidak memiliki kontraindikasi terhadap pemberian methotrexate. Berikut ini

akan dibahas beberapa metode terminasi kehamilan ektopik secara medis.

Methotrexate

Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi keganasan,

termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik, methotrexate akan merusak

sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik, methotrexate

diharapkan dapat merusak sel-sel trofoblas sehingga menyebabkan terminasi kehamilan

tersebut. Seperti halnya dengan penatalaksanaan medis untuk kehamilan ektopik pada

umumnya, kandidat-kandidat untuk terapi methotrexate harus stabil secara hemodinamis

dengan fungsi ginjal, hepar dan profil darah yang normal. Harus diketahui pula bahwa terapi

methotrexate maupun medis secara umum mempunyai angka kegagalan sebesar 5-10%, dan

angka kegagalan meningkat pada usia gestasi di atas 6 minggu atau bila massa hasil konsepsi

berdiameter lebih dari 4 cm. Pasien harus diinformasikan bahwa bila terjadi kegagalan terapi

medis, pengulangan terapi diperlukan, dan pasien harus dipersiapkan untuk kemungkinan

menjalani pembedahan. Selain itu, tanda-tanda kehamilan ektopik terganggu harus selalu

diwaspadai. Bila hal tersebut terjadi, pasien harus sesegera mungkin menjalani pembedahan.

Senggama dan konsumsi asam folat juga dilarang.

33

Page 34: Case  2 Dr.Widiarso.doc

Tentunya methotrexate menyebabkan beberapa efek samping yang harus diantisipasi,

antara lain gangguan fungsi hepar, stomatitis, gastroenteritis dan depresi sumsum tulang.

Beberapa prediktor keberhasilan terapi dengan methotrexate yang disebutkan dalam literatur

antara lain kadar β-hCG, progesterone, aktivitas jantung janin, ukuran massa hasil konsepsi

dan ada/tidaknya cairan bebas dalam rongga peritoneum. Namun disebutkan dalam sumber

lain bahwa hanya kadar β-hCG-lah yang bermakna secara statistik. Untuk memantau

keberhasilan terapi, pemeriksaan -hCG serial dibutuhkan. Pada hari-hari pertama setelah

dimulainya pemberian methotrexate, 65-75% pasien akan mengalami nyeri abdomen yang

diakibatkan pemisahan hasil konsepsi dari tempat implantasinya (separation pain), dan

hematoma yang meregangkan dinding tuba. Nyeri ini dapat diatasi dengan analgetik

nonsteroidal. Β-hCG umumnya tidak terdeteksi lagidalam 14-21 hari setelah pemberian

methotrexate. Pada hari-hari pertama pula massa hasil konsepsi akan tampak membesar pada

pencitraan ultrasonografi akibat edema dan hematoma, sehingga jangan dianggap sebagai

kegagalan terapi. Setelah terapi berhasil, kadar β-hCG masih perlu diawasi setiap minggunya

hingga kadarnya di bawah 5 mIU/mL.

Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal maupun dosis multipel. Dosis

tunggal yang diberikan adalah 50 mg/m2 (intramuskular), sedangkan dosis multipel yang

diberikan adalah sebesar 1 mg/kg (intramuskular) pada hari pertama, ke-3, 5, dan hari ke-7.

Pada terapi dengan dosis multipel leukovorin ditambahkan ke dalam regimen pengobatan

dengan dosis 0.1 mg/kg (intramuskular), dan diberikan pada hari ke-2, 4, 6 dan 8. Terapi

methotrexate dosis multipel tampaknya memberikan efek negatif pada patensi tuba

dibandingkan dengan terapi methotrexate dosis tunggal. Methotrexate dapat pula diberikan

melalui injeksi per laparoskopi tepat ke dalam massa hasil konsepsi. Terapi methotrexate

dosis tunggal adalah modalitas terapeutik paling ekonomis untuk kehamilan ektopik yang

belum terganggu.

Actinomycin

Neary dan Rose melaporkan bahwa pemberian actinomycin intravena selama 5 hari

berhasil menterminasi kehamilan ektopik pada pasien-pasien dengan kegagalan terapi

methotrexate sebelumnya.

Larutan Glukosa Hiperosmolar

34

Page 35: Case  2 Dr.Widiarso.doc

Injeksi larutan glukosa hiperosmolar per laparoskopi juga merupakan alternatif terapi

medis kehamilan tuba yang belum terganggu. Yeko dan kawan-kawan melaporkan

keberhasilan injeksi larutan glukosa hiperosmolar dalam menterminasi kehamilan tuba.

Namun pada umumnya injeksi methotrexate tetap lebih unggul. Selain itu, angka kegagalan

dengan terapi injeksi larutan glukosa tersebut cukup tinggi, sehingga alternatif ini jarang

digunakan.

Penatalaksanaan Bedah

Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan kehamilan tuba

yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu saja pada kehamilan ektopik

terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat mungkin.

Pada dasarnya ada 2 macam pembedahan untuk menterminasi kehamilan tuba, yaitu

pembedahan konservatif, di mana integritas tuba dipertahankan, dan pembedahan radikal, di

mana salpingektomi dilakukan. Pembedahan konservatif mencakup 2 teknik yang kita kenal

sebagai salpingostomi dan salpingotomi. Selain itu, macam-macam pembedahan tersebut di

atas dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi. Namun bila pasien jatuh ke

dalam syok atau tidak stabil, maka tidak ada tempat bagi pembedahan per laparoskopi.

Salpingostomi

Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang

berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii. Pada prosedur ini

dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil konsepsi, di perbatasan

antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos dan kemudian dikeluarkan

dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan

elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali) untuk sembuh per

sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan dengan laparotomi maupun laparoskopi. Metode per

laparoskopi saat ini menjadi gold standard untuk kehamilan tuba yang belum terganggu.

Sebuah penelitian di Israel membandingkan salpingostomi per laparoskopi dengan injeksi

methotrexate per laparoskopi. Durasi pembedahan pada grup salpingostomi lebih lama

daripada durasi pembedahan pada grup methotrexate, namun grup salpingostomi menjalani

35

Page 36: Case  2 Dr.Widiarso.doc

masa rawat inap yang lebih singkat dan insidens aktivitas trofoblastik persisten pada grup ini

lebih rendah. Meskipun demikian angka keberhasilan terminasi kehamilan tuba dan angka

kehamilan intrauterine setelah kehamilan tuba pada kedua grup tidak berbeda secara

bermakna.

Salpingotomi

Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada

salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidak ada

perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba pascaoperatif antara

salpingostomi dan salpingotomi.

Salpingektomi

Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang belum maupun yang

sudah terganggu, dan dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi.

Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini:

1. kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu),

2. pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif,

3. terjadi kegagalan sterilisasi,

4. telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya,

5. pasien meminta dilakukan sterilisasi,

6. perdarahan berlanjut pascasalpingotomi,

7. kehamilan tuba berulang,

8. kehamilan heterotopik, dan

9. massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm.

Reseksi massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba kadang-kadang dilakukan pada

kehamilan pars ismika yang belum terganggu. Metode ini lebih dipilih daripada

salpingostomi, sebab salpingostomi dapat menyebabkan jaringan parut dan penyempitan

36

Page 37: Case  2 Dr.Widiarso.doc

lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit. Pada kehamilan pars interstitialis, sering

kali dilakukan pula histerektomi untuk menghentikan perdarahan masif yang terjadi. Pada

salpingektomi, bagian tuba antara uterus dan massa hasil konsepsi diklem, digunting, dan

kemudian sisanya (stump) diikat dengan jahitan ligasi. Arteria tuboovarika diligasi,

sedangkan arteria uteroovarika dipertahankan. Tuba yang direseksi dipisahkan dari

mesosalping.

Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi

Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi dari fimbrae

tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan menyemburkan cairan di bawah tekanan dengan alat

aquadisektor atau spuit, massa hasil konsepsi dapat terdorong dan lepas dari implantasinya.

Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi berdiameter cukup besar sehingga tidak

dapat diekspulsi dengan cairan bertekanan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sastrawinata S. Obstetri Patologi. Bagian obstetri dan ginekologi fakultas kedokteran

Universitas Padjadjaran. Bandung: Eleman. 1983.

2. Epidemiologi dan Patofisiologi KET. Diunduh dari www.unsri.ac.id. 18 Juli 2012.

3. Wiknosastro H. Kehamilan ektopik. Editor Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachmihadhi

T, dalam Ilmu Kebidanan edisi kedua, cetakan keempat, Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, Jakarta, 2005, 323 – 328

4. Wiknosastro H. Kehamilan ektopik. Editor Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachmihadhi

T, dalam Ilmu Kandungan edisi kedua, cetakan keempat, Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, Jakarta, 2005, 323 – 328

5. Hauth. C. John, dkk: Kehamilan ektopik, Obstetri Williams, Ed 21, vol 2, 982 – 1013,

2006

6. Mochtar. R, Lutan. D. Kelainan letak kehamilan (kehamilan ektopik) : Sinopsis Obstetri

edisi kedua hal 226 – 237, 1998

7. Manuaba I.B.G, Manuaba I.B. Chandranita. Kehamilan ektopik : Pengantar Kuliah

Obstetri, hal 106-120, 2007

37


Related Documents