YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
Page 1: Bulletin78 21 - Juni 2007

Bulletin Paguyuban Paskibraka Nasional 1978 Edisi Juni 2007

Mengenang Husein MutaharH

ari Rabu sore, 9 Juni 2004, pukul 16.30 WIB,Paskibraka harus kehilangan orang yang pa-ling mereka cintai, Husein Mutahar. Sebenar-

nya, bukan saja Paskibraka yang merasa kehilangan,tapi juga kalangan Pandu, Pramuka dan bahkan seluruhbangsa Indonesia. Itu semua, karena pria yang humorisdan rendah hati ini terlalu besar jasanya untuk Ibu Indonesia.

Kini, tiga tahun sudah ”Maestro Pandu” Indonesia ini me-ninggalkan kita. Tak banyak tulisan yang pernah kita bacatentang dirinya, karena ia memang tak suka publikasi. Takbanyak gambar atau fotonya yang dapat kita lihat karena ia”ogah” dipotret dan selalu memalingkan muka atau pura-purabicara dengan seseorang bila kamera diarahkan padanya.

Di masa tuanya ia lebih memilih menyepi dan bertafakur.Sesekali ia menerima kedatangan kolega-koleganya semasabertugas di Depertemen Luar Negeri dan Depertemen Pendi-dikan & Kebudayaan. Atau teman-teman, adik-adik dan anak-

Bulletin ini diterbitkan oleh ”Paguyuban Paskibraka 1978” dan dikelola oleh para Purna Paskibraka1978 yang ada di Jadebotabek dengan tujuan untuk menggalang kembali rasa persaudaraan (brother-hood) sesama teman seangkatan.

Sebagian atau seluruh isi buletin ini dapat dikutip/diperbanyak atau dibagikan kepada Purna Paskibrakaangkatan lain bila dianggap perlu. Harapan kami, buletin sederhana ini juga dapat menjadi media komunikasialternatif antar Purna Paskibraka, meski ruang gerak dan edarnya sangat terbatas.

Surat-surat/tulisan dapat dialamatkan ke:SYAIFUL AZRAM, P ondok Tirta Mandala E4 No. 1 Depok 16415 , atauBUDIHARJO WINARNO, Gema Pesona AM-7, Jl. Tole Iskandar 45, Depok 16412 , atauSMS ke 0818866130 dan 08161834318 atau e-mail ke: [email protected].

anak Pandunya, serta Paskibraka. Ia menjalani kehi-dupannya tanpa pendamping dengan ikhlas sampai ajalmenjemputnya.

Buletin Paskibraka ’78 edisi ini memang khusus diper-sembahkan untuk Kak Mut. Isinya merupakan rekamanmemori sejumlah orang yang pernah mengenalnya da-

lam berbagai macam cara dan kesempatan. Termasuk, bebe-rapa foto yang pernah terekam dari kamera kita sewaktu KakMut begitu antusiasnya menyambut Reuni Paskibraka ’78tahun 1994, serta pelantikan Pengurus Purna PaskibrakaIndonesia (PPI) tahun 1995.

Hanya ini yang dapat kita berikan. Semoga Kak Mut diterimadi sisi Al-Khalik dan beristirahat dengan tenang... n

Gambar Sampul: Kak Mut selalu bersemangat ketika bicara tentang Al-Khalik, Tuhan Pencipta semesta alam dan kekuasaan-Nya dan kita

semua pasti akan kembali kepada-Nya. (Foto: Syaiful Azram)

1995

Page 2: Bulletin78 21 - Juni 2007

Bulletin Paskibraka ’78

2 Edisi Juni 2007

Saya sedang berada di depan kom-puter untuk menyelesaikan bagianakhir buku ”Derap Langkah Paski-

braka”, ketika tiba-tiba handphone sayabergetar. Tak biasanya ada orang yangmenghubungi lewat HP, karena telepon dirumah juga tak terlalu kerap berdering.

Lumayan kaget, di layar terlihat namaseseorang yang tidak asing, namun sudahlama juga tidak bertemu: Idik Sulaeman.Biasanya saya yang menghubungi beliauterutama bila ada perlu, tapi kali ini seba-liknya. Ada apa gerangan?

”Opul, apa kabar? Kamu bener, saya jugalagi nyari-nyari siapa ya yang bisa jadi o-rang ketiga,” ujar Kak Idik dengan logatSunda yang khas.

Mula-mula saya tidak terlalu ngeh dengankomentar Kak Idik. Tapi, setelah agak lamadan beliau mengatakan bahwa buletinnyasudah diterima, saya baru mengerti. Ter-nyata beliau telah membaca tulisan saya

”Jangan Lupa Saya Diajak...”tentang siapa yang akan dan mau menjadipenerus Kak Husein Mutahar dan Idik Sula-eman dalam membina Paskibraka.

Di usianya yang kini hampir 74 tahun (lahirdi Kuningan, 20 Juli 1933), suara Kak Idikterdengar tetap lembut dan empuk walau-pun agak terbata-bata. Kepada beliau lalusaya ceritakan tentang Paskibraka 1978yang masih tetap mengadakan pertemuanwalaupun tak sesering dulu. Lalu soal ren-cana menerbitkan buku untuk menyem-purnakan ”Buku Kenangan 25 Tahun Pas-kibraka”.

”Mau dicetak berapa banyak?” Kak Idikbertanya antusias. Saya tidak bisa menja-wab pasti, tapi cuma bilang sekitar seribuatau dua ribu barangkali. ”Yah, memangmasih banyak yang harus ditulis tentangPaskibraka. Sayang, saya sudah tidak bisabanyak membantu,” katanya merendah.

Ketika saya singgung soal pertemuanPurna Paskibraka di Halim —yang difasilitasi

Kak Trisno/Merry— untuk membicarakanapa yang terbaik buat Paskibraka, Kak Idikmenyatakan rasa syukur dan berharapPurna Paskibraka tetap mau memikirkankepentingan sesamanya. ”Memang itu tugaskalian sebagai kakak yang lebh tua. Kalaubukan kalian, siapa lagi?” ujarnya bertanya.

Memang, dalam beberapa pertemuanterakhir Paskibraka 1978, ada niat untukmengajak Kak Idik seperti sebelumnya. Sayajuga ingin menyampaikan kalau bulan Juniini akan ziarah ke makam Kak Mut, untukmemperingati tiga tahun wafatnya beliau.Namun, belum niat itu saya sampaikan, beliautelah lebih dulu bilang, ”Kalau kumpul-kumpullagi, jangan lupa saya diajak ya....”

Ucapan halus itu ibarat palu godam me-nimpa kepala saya. Kadang, kita memangterlalu asyik dengan diri kita sendiri, se-hingga lupa mengajak ”orangtua” yang ma-sih peduli dan sayang kepada kita untukikut urun rembuk. n Syaiful Azram

”Mutahar Itu Kakak Saya...”H

ARI Rabu sore, 9 Juni 2004 pukul17.00, telepon di rumah sayaberdering. Ternyata dari Niniek,

sahabat anak saya, yang juga putrinyaPak Dibyo (alm). Niniek memberi tahubahwa Oom Mut meninggal dunia sete-ngah jam yang lalu.

Setengah jam kemudian, anak angkatKak Mut, Sunyoto, juga meneleponmengabarkan hal yang sama. ”Inna lillahiwa inna ilaihi rojiun,” saya mengucap. Takada yang dapat saya lakukan kecualimemberitahu tetangga dan kawan-kawan lain yang sekantor dengan KakMut —ketika menjadi Dirjen Udaka dulu.

Ketika sampai di rumah duka, di jalanDamai No.20 Cipete, telah berkumpulPramuka Trisakti dan Paskibraka '78.Ada mantan Kakwarnas Mashudi danmantan Sekjen Kwarnas Syaukat. Masihbanyak lagi orang yang berkumpul disana dan saya tidak bisa mengenalisemuanya. Sementara, alrnarhumterbujur di atas tempat tidur di terasdepan

Keesokan harinya, tanggal 10 Juni2004, kami bertiga —dengan PakMaryono dan Pak Juli— hadir di TamanPemakaman Umum Jeruk Purut, JakartaSelatan untuk menyaksikan pemakananKak Mut. Sejak pukul 11.00 - 13.00 WIB,terdengar raungan mobil dan sepedamotor silih berganti. Begitu banyak orangyang ingin ikut menyaksikan tubuh rentaitu dimasukkan ke liang lahat.

Tak lama ambulans datang. Dengan

sigap, Paskibraka dan Pramuka meng-gotong jenazah dari ambulans menujupekuburan. Langsung dimasukkan keliang lahat dan diuruk tanah. Tak lamakemudian, yang terlihat hanyalah gun-dukan tanah dengan nisan terpancangbertuliskan nama Husein Mutahar.

Bagi saya, kepergian Kak Mut adalahsebuah ”kehilangan” yang sangat besar.Mutahar adalah kakak saya. Dalampembinaan Paskibraka, pada tahun1969-1973 saya pernah menjadi pe-nerus —ketika beliau ditunjuk menjadiDuta Besar Luar Biasa dan berkuasapenuh di Tahta Suci Vatikan. Tapi, eksis-tensi seorang Mutahar di mata Pas-kibraka tak pernah bisa digantikan oleh

siapa pun. Beliau adalah Bapak Pas-kibraka.

Sebagai adiknya, saya merasa ber-kewajiban untuk meneruskan perjuang-an Kak Mut dalam membina para pe-muda Paskibraka. Bahkan sampai saatini, sekalipun saya tidak bisa lagi terlibatlangsung.

Di mata saya, Kak Mut adalah pribadiyang unik. Ia seorang humoris yangmampu membuat kita tertawa pada saatkita belum sadar ada sesuatu yang lucu.Ia sering memberikan kejutan pada saatkita belum siap.

Sekali waktu, pernah ada peristiwamenggelikan. Saat ia ulang tahun di TahtaSuci Vatikan, saya menulis surat ulangtahun ukuran setengah halaman, surat-nya 4 halaman. Surat tersebut dibalasoleh beliau dengan tulisan di atas gu-lungan kertas selebar 1 cm dengan limawarna (merah, putih, biru, jingga, dankuning). Kelima gelondong kertas yangdimasukkan ke dalam amplop itu panjangseluruhnya 45 meter.

Terlalu banyak kenangan manis yangditinggalkan Kak Mut. Rasanya tidakcukup dirangkai dalam tulisan sepan-jang apapun. Berusaha untuk selalu jujur,sabar, bijaksana, ikhlas dan bertang-gungjawab adalah nilai-nilai yangdiberikan kepada kami sebagai bekal.

Kini semuanya tinggal kenangan. Se-moga beliau tenang di tempat peristira-hatannya dan kita bisa mewarisi sema-ngat beliau dalam membina Paskibraka.*

H. Idik Sulaeman

Page 3: Bulletin78 21 - Juni 2007

Bulletin Paskibraka ’78

Edisi Juni 2007 3

Husein Mutahar : Bapak Paskibraka!

PERISTIWA itu terjadi beberapa harimenjelang peringatan Hari UlangTahun Kemerdekaan Republik In-

donesia pertama. Presiden Soekamomemanggil ajudannya, Mayor (Laut) M.Husain Mutahar dan memberi tugas agarsegera mempersiapkan upacara peri-ngatan Detik-Detik Proklamasi Kemer-dekaan Indonesia 17 Agustus 1946, dihalaman Istana Presiden Gedung AgungYogyakarta.

Ketika sedang berpikir keras menyu-sun acara demi acara, seberkas ilhamberkelebat di benak Mutahar. Persatuandan kesatuan bangsa, wajib tetap diles-tarikan kepada generasi penerus yangakan menggantikan para pemimpin saatitu. "Simbol-simbol apa yang bisa diguna-kan?" pikirnya.

Pilihannya lalu jatuh pada pengibaranbendera pusaka. Mutahar berpikir, pengi-baran lambang negara itu sebaiknyadilakukan oleh para pemuda Indonesia.Secepatnya, ia menunjuk lima pemudayang terdiri dari tiga putri dan dua putra.Lima orang itu, dalam pemikiran Mutahar,adalah simbol Pancasila.

Salah seorang pengibar bendera pu-saka 17 Agustus 1946 itu adalah TitikDewi Atmono Suryo, pelajar SMA asalSumatera Barat yang saat itu sedang me-nuntut ilmu dan tinggal di Yogyakarta.Sampai peringatan HUT Kemerdekaanke-4 pada 17 Agustus 1948, pengibaranoleh lima pemuda dari berbagai daerahyang ada di Yogyakarta itu tetap dilak-sanakan.

Sekembalinya ibukota Republik Indo-nesia ke Jakarta, mulai tahun 1950 pe-ngibaran bendera pusaka dilaksanakandi Istana Merdeka Jakarta. Regu-regupengibar dibentuk dan diatur oleh Ru-mah Tangga Kepresidenan Rl sampaitahun 1966. Para pengibar bendera itumemang para pemuda, tapi belum mewa-kili apa yang ada dalam pikiran Mutahar.

Mutahar tidak lagi menangani pengi-baran bendera pusaka sejak ibukota ne-gara dipindahkan dari Yogyakar ta.Upacara Peringatan Proklamasi Kemer-dekaan diadakan di Istana MerdekaJakarta sejak 1950 sampai 1966. Ia punseakan hilang bersama impiannya. Na-mun, ia mendapat "kado ulang tahun ke-49" pada tanggal 5 Agustus 1966, ketikaditunjuk menjadi Direktur Jenderal Uru-san Pemuda dan Pramuka (Dirjen Uda-ka) di Departemen Pendidikan & Kebuda-yaan (P&K). Saat itulah, ia kembali ter-ingat pada gagasannya tahun 1946.

Setelah berpindah-pindah tempat ker-ja dari Stadion Utama Senayan ke eks

gedung Departemen PTIP di Jalan Pe-gangsaan Barat, Ditjen Udaka akhirnyamenempati gedung eks Departemen Te-naga Kerja dan Transmigrasi (Naker-trans) Jalan Merdeka Timur 14 Jakarta.Tepatnya, di depan Stasiun Kereta ApiGambir.

Dari sana, Mutahar dan jajaran Udakakemudian mewujudkan cikal bakal latih-an kepemudaan yang kemudian diberinama ”Latihan Pandu Ibu Indonesia Ber-Pancasila”. Latihan itu sempat diujicobadua kali, tahun 1966 dan 1967. Kurikulumujicoba ”Pasukan Penggerek BenderaPusaka” dimasukkan dalam latihan itupada tahun 1967 dengan peserta dariPramuka Penegak dari beberapa gugusdepan yang ada di DKI Jakarta.

Latihan itu mempunyai kekhasan, teru-tama pada metode pendidikan danpelatihannya yang menggunakan pen-dekatan sistem "Keluarga Bahagia" danditerapkan secara nyata dalam konsep"Desa Bahagia". Di desa itu, para pesertalatihan (warga desa) diajak berperanserta dalam menghayati kehidupansehari-hari yang menggambarkan peng-hayatan dan pengamalan Pancasila.

Saat Ditjen Udaka difusikan denganDitjen Depora menjadi Ditjen Olahragadan Pemuda, lalu berubah lagi menjadiDitjen Pendidikan Luar Sekolah, Pemudadan Olahraga (Diklusepora), salah satudirektorat di bawahnya adalah DirektoratPembinaan Generasi Muda (PGM). Di-rektorat inilah yang kemudian mene-ruskan latihan dengan lembaga penye-lenggara diberi nama ”Gladian SentraNasional”.

Tahun 1967, Husain Mutahar kembalidipanggil Presiden Soeharto untuk di-mintai pendapat dan menangani masa-lah pengibaran bendera pusaka. Ajakanitu, bagi Mutahar seperti "mendapatdurian runtuh" karena berarti ia bisamelanjutkan gagasannya membentukpasukan yang terdiri dari para pemudadari seluruh Indonesia.

Mutahar lalu menyusun ulang dan me-ngembangkan formasi pengibaran de-ngan membagi pasukan menjadi tiga ke-lompok, yakni Kelompok 17 (Pengiring/Pemandu), Kelompok 8 (Pembawa/Inti)dan Kelompok 45 (Pengawal). Formasiini merupakan simbol dari tanggal Prok-lamasi Kemerdekaan Republik Indone-sia Republik Indonesia 17 Agustus 1945(17-8-45).

Mutahar berpikir keras dan mencobamensimulasikan keberadaan pemudautusan daerah dalam gagasannya, kare-na dihadapkan pada kenyataan saat itu

bahwa belum mungkin untuk menda-tangkan mereka ke Jakarta. Akhirnya di-peroleh jalan keluar dengan melibatkanputra-putri daerah yang ada di Jakartadan menjadi anggota Pandu/Pramukauntuk melaksanakan tugas pengibaranbendera pusaka.

Semula, Mutahar berencana untukmengisi personil kelompok 45 (Penga-wal) dengan para taruna Akademi Ang-katan Bersenjata Republik Indonesia(Akabri) sebagai wakil generasi mudaABRI. Tapi sayang, waktu liburan perku-liahan yang tidak tepat dan masalahtransportasi dari Magelang ke Jakartamenjadi kendala, sehingga sulitterwujud.

Usul lain untuk menggunakan anggotaPasukan Khusus ABRI seperti RPKAD(sekarang Kopassus), PGT (sekarangPaskhas), Marinir dan Brimob, juga tidakmudah dalam koordinasinya. Akhirnya,diambil jalan yang paling mudah yaitudengan merekrut anggota PasukanPengawal Presiden (Paswalpres), atausekarang Paspampres, yang bisa segeradikerahkan, apalagi sehari-hari merekamemang bertugas di lingkungan Istana.

Pada tanggal 17 Agustus 1968, apayang tersirat dalam benak HusainMutahar akhirnya menjadi kenyataan.Setelah tahun sebelumnya diadakanujicoba, maka pada tahun 1968 dida-tangkanlah pada pemuda utusan daerahdari seluruh Indonesia untuk mengibar-kan bendera pusaka.

Selama enam tahun, 1967-1972, ben-dera pusaka dikibarkan oleh para pemu-da utusan daerah dengan sebutan “Pa-sukan Penggerek Bendera”. Pada tahun1973, Drs Idik Sulaeman yang menjabatKepala Dinas Pengembangan dan Latih-an di Departemen Pendidikan dan Kebu-dayaan (P&K) dan membantu HusainMutahar dalam pembinaan latihan me-lontarkan suatu gagasan baru tentangnama pasukan pengibar bendera pu-saka.

Mutahar yang tak lain mantan pem-bina penegak Idik di Gerakan Pramukasetuju. Maka, kemudian meluncurlah se-buah nama antik berbentuk akronimyang agak sukar diucapkan bagi orangyang pertama kali menyebutnya: PASKI-BRAKA, yang merupakan singkatan dariPasukan Pengibar Bendera Pusaka.

Memang, Idik Sulaeman yang mem-beri nama Paskibraka. Tapi pada hake-katnya penggagas Paskibraka tetaplahHusein Mutahar, sehingga ia sangat pan-tas diberi gelar ”Bapak Paskibraka”.

n Syaiful Azram

Page 4: Bulletin78 21 - Juni 2007

Bulletin Paskibraka ’78

4 Edisi Juni 2007

MENDUNG menggayut, membuatlangit Jakarta kelabu Kamis pagi(10/6) lalu. Sesekali gerimis

merenai. Di sebuah ruas jalan sempit, disebelah Pasar Cipete, beberapa mobilsilih berganti berhenti di depanrumah duka. Mantan Menses-neg Moerdiono telah hadirmalam sebelumnya.

Pagi itu tampak Menlu Has-san Wirajuda, mantan HakimAgung Benjamin Mangkoe-dilaga, dan beberapa mantanpejabat lain-seperti Fuad Has-san, Kusnadi Hardjasumantri(Ketua Umum PADI, Red), Mas-tini Hardjoprakoso dan ratusankerabat dan sahabat. Banyak diantaranya memakai seragamPramuka dan Paskibraka.

Alam bagai sedang ikut ber-kabung. Di ruang tamu rumahsederhana itu, terbujur layonrenta seorang laki-laki yang se-dang menerima penghormatanterakhir dari orang-orang yangmengagumi dan mencintainya.Tidak sedikit yang datangdengan berlinang air mata.

Husein Mutahar, pencipta lagu Syukurdan puluhan lagu lain, penyelamat Ben-dera Pusaka, tokoh kepanduan dan pen-diri Gerakan Pramuka, mantan pejabattinggi negara, mantan Duta Besar RI diTakhta Suci Vatikan, penerima anugerahBintang Gerilya dan Bintang Mahaputra,meninggal dunia Rabu petang (9/6)pukul 16.30, dua bulan menjelang ulangtahunnya yang ke-88.

Di dekat jenazah diletakkan sebuahfoto berwarna berukuran besar. Mutahardalam seragam Pramuka, lengkap de-ngan tanda jasa Bintang Gerilya dan Bin-tang Mahaputra, serta tanda kemahiranPramuka sebagai pembina bertaraf inter-nasional. Foto itu baru diambil dua ming-gu yang lalu oleh cucunya, dengan ka-mera digital pinjaman.

Foto itu sendiri merupakan firasat be-sar. Mutahar tidak pernah suka dipotret.Ia selalu mencari alasan untuk pergi se-tiap kali melihat orang bersiap membuatpotret. Tiba-tiba ia ingin dipotret denganberbagai atribut. Sebetulnya ia juga ingindipotret dengan jas hitam, tetapi jasnyasudah sangat kebesaran sehingga ku-

rang pantas dikenakan.Mutahar terlihat sangat kurus dalam

foto itu. Kedua bola matanya sedangmelihat ke atas, seolah-olah ia sedangmenyapa Al Khalik yang ada di sana. Se-jak rumah kediamannya di Jalan Prapan-ca Buntu terbakar habis sekitar lima ta-hun silam, ia tampak seperti “mengun-durkan diri” dari pergaulan ramai. Ia bah-kan menolak kembali ke rumah yang te-lah dibangun kembali oleh anak-anakpandunya. Ia memilih tinggal di rumahanak semangnya yang sederhana. Ia punmulai tampak semakin kurus karenanafsu makannya pun menurun drastis.

Beberapa bulan yang lalu, ia terjatuhketika hendak bangkit dari kursi. Sebetul-nya tak ada tulang yang patah atau retak.Tidak juga keseleo. Tetapi, sejak itu iamenjadi sulit berjalan. Ia lebih banyakberbaring di tempat tidur. Selama se-bulan terakhir ia semakin enggan makan.Praktis hanya susu dan madu saja yangmembuatnya bertahan hidup dalam hari-hari terakhirnya.

Ia bahkan seperti men-skenario- kanprosesi pemakamannya. Pada 20 Febru-ari 2002 —sebagai seorang pengagum

simbolisme, ia betul-betul memanfaatkan“getaran” angka 20-02-2002 itu— Muta-har pergi ke notaris untuk mendiktekanwasiatnya. Wasiat tertulis itu sebetulnyapersis seperti yang pernah saya dengar

langsung dari mulutnya padaakhir tahun 1970-an. Ia ingindikebumikan sebagai rakyatbiasa dalam tata cara Islam.

Berdasar surat wasiat itu,Indradjit Soebardjo dan Sang-kot Marzuki —dua anak didikMutahar di kepanduan dulu—yang langsung datang ke ru-mah duka, segera memutus-kan untuk memakamkan jena-zah di Taman PemakamanUmum (TPU) Jeruk Purut tanpaupacara kenegaraan, tradisikepanduan, ataupun rituslainnya.

Setelah sembahyang zuhur,di bawah gerimis, kerandayang membawa layon Mutahardibawa keluar dan diangkut de-ngan mobil jenazah ke TPUJeruk Purut. Dua bus Kopajayang sederhana —bukan Big

Bird ber-AC— mengangkut anggotakeluarganya. Diiring sekitar 50 mobilpelayat lainnya.

Upacara pemakaman berlangsungkhidmat dan sederhana. Persis sepertiyang diingini Kak Mut. Gerimis merenai.Air mata berderai. Tanah kembali kepadatanah!

***

HUSEIN Mutahar seharusnya berhakdimakamkan di TMP Kalibatadengan upacara kenegaraan.

Lahir di Semarang pada 5 Agustus 1916,sebagai pemuda pejuang Mutahar ikutdalam “Pertempuran Lima Har i” yangheroik di Semarang. Ketika PemerintahBung Karno hijrah ke Yogyakarta, ia diajakLaksamana Muda Mohammad Naziryang ketika itu menjadi Panglima Ang-katan Laut. Sebagai sekretaris panglima,ia diberi pangkat kapten angkatan laut.

Ketika mendampingi Nazir itulah BungKarno mengingat Mutahar sebagai“sopir” yang mengemudikan mobilnya diSemarang, beberapa hari setelah “Per-tempuran Lima Hari”. Mutahar kemudian“diminta” oleh Bung Karno dari Nazir un-tuk dijadikan ajudan, dengan pangkat

”In Memoriam” Husein Mutahar

Pemakaman Sederhana untukSeorang Luar Biasa

Oleh Bondan WinarnoWartawan Senior, Penulis, dan

Pramuka

Husein Mutahar, Ny. Tien Soeharto dan Sri SultanHamengkubuwono IX dalam acara serah terima andalan nasional.

(Koleksi Hs Mutahar; 39A/110/1982; 20040723)

Page 5: Bulletin78 21 - Juni 2007

Bulletin Paskibraka ’78

Edisi Juni 2007 5

mayor angkatan darat.Sesaat sebelum Bung Karno dibuang

ke Sumatera, setelah serangan Belandayang melumpuhkan Yogyakar ta pada1948, Mutahar diserahi bendera merahputih yang pertama kali dikibarkan padaproklamasi kemerdekaan di PegangsaanTimur. Bendera itu aslinya dijahit olehFatmawati, istr i Bung Karno, ibundaPresiden RI Megawati. Mutahar menye-lamatkan bendera itu, yang kemudiandikenal sebagai Bendera Pusaka.

Nama Mutahar harus dicatat dalamsejarah sebagai orang yang berjasadalam gerakan pendidikan kepanduan.Pada awal 1960-an, Partai Komunis In-donesia berusaha menyetir kepanduanmenjadi mirip pionir di Uni Soviet. “Ber-konspirasi” dengan PM Djuanda, ia ke-mudian berhasil membelokkannya jadikompromi yang lebih netral, GerakanPramuka.

Ia biasa dipanggil dengan sebutan KakMut, sesuai dengan tradisi kepanduan.Ia masih akrab dengan bekas anakdidiknya dan sering menyelenggarakanreuni bersama mereka. Karena Kak Muttidak menikah seumur hidupnya, semuaanak pandu Kak Mut adalah anaknya.Otomatis, anak-anak mereka semuamenjadi cucu-cucu Eyang Mutahar.Mutahar juga mempunyai sembilan o-rang anak semang —istilah yang lebihdisukainya ketimbang anak angkat atauanak asuh.

***

MUTAHAR penggemar berat musikklasik. Ia hampir selalu hadir padasetiap pergelaran musik di Ja-

karta. Karena itu pulalah Addie MS dariTwilite Orchestra tak pernah lupa me-ngundang Kak Mut ke pementasannya.

Sebagai pencipta lagu, ia bisa dibilangspesialis himne. Karya puncaknya ada-lah Syukur yang hampir setiap malamkita dengar sebagai lagu penutup TVRI.Syukur, menurutnya, diciptakan pada1944, adalah sebuah puji syukur yangdipersiapkannya untuk kemerdekaan RIyang ketika itu diduganya sudah hampirtercapai.

Lagu Hari Merdeka yang sering diper-dengarkan pada aubade HUT Prok-lamasi, menurut pengakuannya sendiri,diciptakan di dalam toilet Hotel GarudaYogyakarta. Ketika itu ia sekamar denganHugeng —kemudian menjadi KepalaPolr i— yang sama-sama mengawalBung Karno. Hugeng kebingungan men-carikan kertas dan pulpen karena Muta-har tergopoh-gopoh hendak menuang-kan gagasannya ke atas kertas.

Lagu-lagu ciptaan Husein Mutaharhampir mencapai seratus. Karya-karyaterakhirnya, antara lain, adalah Dirga-

hayu Indonesiaku (diterima sebagai laguresmi peringatan 50 tahun IndonesiaMerdeka), Himne Universitas Indonesia,dan beberapa himne yang lahir darikeprihatinannya atas kehancuran alamIndonesia.

Ia tampak amat terharu ketika ciptaan-nya berjudul Syukur dan Hari Merdekadigarap ulang Addie MS dengan orkesfilharmoni di Australia. Matanya terkatup,beberapa tetes air mata meleleh di pipi-nya yang renta, beberapa tahun silamketika Addie MS memperdengarkanrekaman itu di rumahnya. Kak Mut se-ngaja membeli tape recorder baru untukmendengarkan karya megah itu.Perhatiannya pada dunia seni suarasangat tinggi. Ia tak segan merogoh uangdari koceknya sendiri untuk keperluanitu. Belasan tahun yang silam, contohnya,ia pernah menunjukkan kepada sayamakalahnya tentang hubungan seni su-ara dengan Nuzulul Quran. Ia menangis

ketika istri saya membuat sebuah “tesis”musikal tentang Tuhan, dengan menam-pilkan berbagai interpretasi tentang Tu-han menurut berbagai komponis danpenyanyi.

Ia juga suka membina anak-anak mu-da yang berbakat seni. Ia hampir takpernah absen menghadiri pergelaranorkestra remaja Perguruan Cikini. Padapergelaran mereka Agustus mendatang,pastilah absennya Om Mutahar akan te-rasa sangat mencekam.

Ya, kita semua memang harus me-nerima realita ini. Kak Mut telah tiada. Iatelah pulang ke Timur Abadi —sebuahkata sandi yang suka dipakainya untukmenyebut Hadirat Allah.

Selamat jalan, Kak Mut. Allah SangMaha Pencipta telah membebaskanmudari segala derita dunia. Hati ikhlas kamipenuh. Pergilah dalam damai!

(Kompas, Senin, 14 Juni 2004)

Jenazah Husein Mutahar diusung oleh anggota Paskibraka dan keluarga, didahului sebuah fototerakhirnya dengan pakaian seragam Pramuka lengkap. (Foto: ANTARA / Jefri Aries)

Kak Mut di antara para Purna Paskibraka seusai memimpin Ulang Janji Paskibraka 1978 padatahun 1994. (Foto: Syaiful Azram)

1994

Page 6: Bulletin78 21 - Juni 2007

Bulletin Paskibraka ’78

6 Edisi Juni 2007

EUFORIA nasionalisme dan patriot-isme (cinta tanah air) bangsa Indonesia seakan meledak-ledak ke

permukaan tatkala kita merayakan HUTProklamasi Kemerdekaan RI dari tahunke tahun. Mulai dari RT/RW, desa/kelu-rahan, kecamatan, kabupaten/kota,propinsi hingga istana negara, gedung-gedung sekolah, kampus, kantraktor,pertokoan, tempat-tempat keramaian u-mum termasuk rumah-rumah pendu-duk terpancang umbu-umbul warnawarni yang mencuar-cuar ke langitmenghiasi wajah tanah air ini.

Sayangnya nuansa ini tak dibarengilagu-lagu perjuangan dan nasionalyang menggelegar di mana-mana. Ke-cuali di lingkungan sekolah. Para siswasering melantunkan kembali lagu-laguwajib seperti: Dari Sabang SampaiMerauke, Maju Tak Gentar, Rayuan Pu-lau Kelapa, Bangun Pemuda Pemudi,dll. Musik gaul, lagu-lagu kelompokband sekarang cenderung menjadi fa-vorit kaum remaja Indonesia masa kini.

Pada 9 Juni 2004, seorang musikusIndonesia era pra kemerdekaan telahmeninggalkan dunia di Jakarta. DialahMutahar yang nama lengkapnya Hu-sein Mutahar, kelahiran Semarang 5Agustus 1916. Beliau adalah penciptalagu Himme Syukur dan mars Hari Mer-deka yang merupakan lagu-lagu wajibnasional. Kepergian almarhum ini me-mang nyaris tersaput oleh gegap gem-pita kampanye pemilihan Presiden. Pu-blik pun tak banyak tahu siapa gerang-an Mutahar itu.

Tempo edisi 14-20 Juni 2004 menu-runkan rubrik khusus obituari mengi-ringi kepergian Mutahar dengna judul“Mutahar Sudah Merdeka”. Ia dilukiskansebagai seorang pribadi yang santun,jujur dan cerdas. Inilah prototipe kelom-pok muda intelektual Indonesia umum-nya era pra kemerdekaan yang memi-liki ciri-ciri kecerdasan tinggi. Merekarata-rata menguasai bidang matemati-ka, sejarah, bahasa, musik, dan sastra.Memiliki mental bersiplin tinggi, taataturan, punya standar moral dan patri-otisme hingga akhir hayat mereka.

Karakteristik ini juga ada dalam diriseorang Mutahar. Jejak langkah beliaumencerminkan keterlibatan dan dedi-kasinya dalam hidup berbangsa danbernegara. Sebagai seorang “pelayannegara” (civil servant) ia berkecimpungdi bidang pemerintahan, kemasyara-katan, diplomasi dan lebih khusus lagidi bidang komposisi lagu-lagu yang

bernafaskan nasionalisme dan patri-otisme, pendidikan (lagu anak-anakdan pramuka).

Ia pernah menjadi pelopor kepan-duan bangsa Indonesia pada masa prakemerdekaan yang kalau itu lazimdisebut Pandu Rakyat Indonesia. Darisinilah, dalam kiprah kepanduan Indo-nesia selanjutnya, lahir nama baru “Pra-muka” (praja muka karana). Berbagaijabatan yang pernah diemban H Muta-har menunjukkan bahwa ia adalah seo-rang abdi negara sejati yang punyakredibilitas, dedikasi dan akuntabilitas(istilah yang marak dipakai pejabat-pe-jabat era reformasi sekarang ini) diser-tai ketulusan, kesederhanaan, keren-dahan hati dan keindahan (seni musik).

Lagu Syukur yang termasuk jenis la-gu himne (gita puja), pujian kepada Tu-han, merupakan lagu pertama ciptaanMutahar dan untuk pertama kalinya di-perkenalkan kepada khayalak ramaipada Januari 1945. Itu berarti beberapabulan menjelang Proklamasi RI (17Agustus 1945) yang diumumkan olehSoekarno-Hatta, Mutahar ingin meng-ungkapkan magnifikasi (pernyataanpujian) yang agung ke seluruh penjurutanah air lewat lagu Syukur itu.

Tembang dengan syair yang bernu-ansa magnificant ini mau menegaskankepada kita bahwa tanah air Indonesiayang sebentar lagi akan merdeka ada-lah sebuah karunia Tuhan:

“Dari yakinku teguh, hati ikhlaskupenuh, akan karuniaMu

Tanah air pusaka, Indonesia Mer-deka, syukur aku sembahkan ke hadi-rat-Mu Tuhan”.

Makna yang dalam serta nilai musikalyang kuat dalam lagu himne Syukur iniseringkali membuat banyak orang tere-nyuh dan terpesona bahkan mencucur-kan air mata ketika dinyanyikan kelom-pok paduan suara dengan penuh pen-jiwaan. Tak heran lagu berwatak serin-dai ini selalu menjadi salah satu laguutama (prime song) pada parade lagu-lagu perjuangan perayaan 17 Agustusatau hari besar nasional lainnya.

Wawasan kebangsaan dan tema ke-merdekaan selalu terdepan dalam de-rap perjuangan bangsa Indonesia ma-sa pra kemerdekaan. Itulah sebabnyaseorang Mutahar tahu betul dan yakinbahwa tanpa pengorbanan putra-putriterbaik bangsa (para pahlawan) di me-dan perang, niscaya kemerdekaan ituberhasil direngkuh dan direbut dari ta-ngan penjajah sebagaimana ia

daraskan pada bait kedua:“Dari yakinku teguh, cinta ikhlasku

penuh, akan jasa usahaPahlawanku yang baka, Indonesia

Merdeka, syukur aku hunjukkan, kebawah duli tuan.”

Dia menutup syair-syair lagunya itudengan sebuah apresiasi pada Gerak-an Pramuka Indonesia. Ia melihat inst-itusi kepramukaan itu tidak sekadarsebuah organisasi pemuda/i tapi lebihdari itu sebuah model perjuangan bang-sa menuju kemerdekaan dengan satuprinsip perjuangan yaitu kerukunan:

“Dari yakinku teguh, bakti ikhlasmupenuh, akan azas rukunmu.

Pandu bangsa yang nyata, Indone-sia merdeka, Syukur aku hunjukkan, kehadapanmu tuan”

Lagu-lagu Indonesia masa sebelumkemerdekaan masuk kategori musikperjuangan dengan penekanan padaaspek sosial dan politik, berbicara ten-tang identitas dan kesatuan bangsa,merefleksi kembali fase-fase berat ma-sa lalu, bertutur tentang korban berja-tuhan di medan perang. Jadi termi-nologi untuk musik/lagu-lagu perjuang-an masa itu disebut “musik fungsional”atau “musik berguna” dengan tujuanutama pada makna dan isi teks, mudahdicerna, gampang dinyanyikan olehsemua lapisan masyarakat.

Di tahun 1946 Mutahar berhasilmenggubah lagu mars Hari Kemerde-kaan yang berkarakter brio (bersema-ngat) sehingga selalu dinyanyikan de-ngan semangat pula (con brio). Sedang-kan judul-judul seperti Gembira, TepukTangan Silang-silang, Mari Tepuk,Slamatlah, Jangan Putus Asa, SaatBerpisah dan Pramuka adalah deretanlagu anak-anak ciptaan Mutahar.

Inilah sosok seorang Mutahar. Potretmusikus ulung yang rada tenggelamdalam keruwetan negeri ini. Ketikabangsa ini merayakan usia emas 50tahun (1995) sekali lagi ia diberi keper-cayaan oleh pemerintah pusat untukmenggubah lagu khusus yang berjudul“Dirgahayu Indonesiaku” sebagai laguresmi ulang tahun kemerdekaan ke-50RI. Inilah karyanya yang terakhir sebe-lum ia tutup usia.

Mutahar memang telah tiada, namunlagu-lagunya akan hidup sepanjangmasa, sebab itulah hakekat seni ‘arslonga, vita brevis” kata adagiumLatin.***

n Willem B BerybeGuru SMAK Giovanni Kupang

Potret Seorang Musikus Ulung

Page 7: Bulletin78 21 - Juni 2007

Bulletin Paskibraka ’78

Edisi Juni 2007 7

2. Anggota Partai Politik, 1938-19423. Kepala Sekolah Musik di Semarang,

sebagai tempat penanaman, penye-baran, dan pengobaran semangat ke-bangsaan Indonesia, sebagai gerakanmelawan penyebaran semangat Je-pang dan bungkus gerakan subversilawan Jepang, 1942-1945

4. Anggota AMKRI (Angkatan Muda Ke-reta Api Indonesia) di Semarang, 1945.

5. Anggota BPRI (Badan PemberontakRakyat Indonesia) Jawa Tengah, 1945.

6. Anggota redaksi majalah ”RevolusiPemuda”, 1945-1946.

7. Gerilya, 1948-19498. Ikut mendirikan dan bergerak sebagai

Nama : Haji Husein MutaharLahir : Semarang, Tanggal 5 Agustus1916

Sekolah:1. ELS (Europese Lagere School) (SD

Eropa 7 tahun), merangkap mengaji/membaca Al-Quran pada guru wanita,Encik Nur.

2. MULO (Meer Uitgebreid LagerOndewwijs) atau SMP 3 tahun diSemarang, merangkap mengaji padaKiai Saleh.

3. AMS (Algemeen Midelbare School)atau SMA, jurusan Sastra Timur, khususbahasa Melayu, di Yogyakarta.

4. Universitas Gajah Mada, Jurusan Hukum merangkapJurusan Sastra Timur, khusus Jawa Kuno di Yogyakarta(sesudah 2 tahun drop out karena perjuangan).

5. Semua Kursus/Training Pemimpin Pandu di Indonesiadan di London.

6. Training School Diplomatic and Consulair Affairs diNederland.

7. Training School Diplomatic and Consulair Affairs dikantor PBB (United Nation Organization/UNO), New York.

Pekerjaan:1. Guru Bahasa Belanda di SD swasta Islam di

Pekalongan.2. Wartawan berita kota, surat kabar Belanda "Het Noor-

den" di Semarang, 1938.3. Klerk di Cosultatie Bureau der Afdeling Nijverheid voor

Noord Midden Java, Departement EkonomischeZaken, 1939-1942.

4. Sekretaris Keizai Bucho (Kepala Bagian Ekonomi)Kantor Gubernur Jawa Tengah, 1943.

5 Pegawai Rikuyu Sokyoku (Jawatan Kereta Api JawaTengah Utara) di Semarang, 1943-1948.

6. Sekretaris Panglima Angkatan Laut Republik Indone-sia, 1945-1946.

7. Ajudan III, kemudian Ajudan II Presiden Republik In-donesia, 1946-1948.

8. Pegawai Departemen Luar Negeri Republik Indone-sia, 1969-1979.

9. Diperbantukan pada Depar temen Pendidikan danKebudayaan sebagai Direktur Jenderal UrusanPemuda dan Pramuka (Dirjen Udaka) DepartemenP&K, 1966-1968.

10. Diangkat menjadi Duta Besar Republik Indonesiapada Tahta Suci di Vatikan, 1969-1973.

11. Direktur Protokol Departemen Luar Negeri merangkapProtokol Negara, 1973-1974

12. InspekturJenderal Departemen Luar Negeri dan sela-ma 16 bulan, merangkap Direktur Protokol dan Konsu-ler Departemen Luar Negeri, merangkap KepalaProtokol Negara, 1974.

13. Pensiun sebagai Pegawai Negeri Sipil, golongan IVe.

Pergerakan:1. Pemimpin Pandu dan Pembina Pramuka, 1934-1969

Riwayat Hidup Husein Mutahar

pemimpin Pandu serta kemudian menjadi anggotaKwartir Besar Organisasi Persatuan dan KesatuanKepanduan Nasional Indonesia ”Pandu Rakyat Indo-nesia”, 28-12-1945 s.d. 20-5-1961.

9. Ikut mendirikan dan bergerak sebagai Pembina Pra-muka, duduk sebagai anggota Kwartir Nasional Ge-rakan Pramuka dan Andalan Nasional Urusan Latih-an,1961-1969.

10. Sekretaris Jenderal Majelis Pembimbing NasionalGerakan Pramuka, 1973 -1978, dan anggota biasa,1978-2004.

11. Alumni Penataran P-4 Tingkat Nasional XIX,1980.12. Ketua Umum organisasi sosial di bidang pendidikan

”Parani Dharmabakti Indonesia” (PADI), 1987–2004.13. Ketua Dewan Pengawas ”Yayasan Idayu”.

Hobi:1. Seni Suara2. Studi Agama Islam dan perbandingan agama-agama

serta organisasi kerohanian, baik di dunia Timur maupunBarat.

Keluarga:l Tidak menikah, namun mempunyai 8 anak semang (6

laki-laki dan 2 perempuan). Sebagian merupakan ”se-rahan” dari ibu mereka —yang janda— atau bapak me-reka —beberapa waktu sebelum meninggal dunia. Adapula bapak/ibu yang sukarela menyerahkan anaknyauntuk diakui sebagai anak sendiri. Semua sudah beru-mah tangga dan mempunyai 15 orang cucu (7 laki-lakidan 8 perempuan).

Meninggal dunia:l Hari Rabu, 9 Juni 2004, pukul 16.30 WIB, dalam usia 87

tahun di Jln. Damai No.20 Cipete, Jakarta Selatan. Dima-kamkan di Taman Pemakaman Umum Jeruk Purut, Ja-karta Selatan. Sebetulnya, beliau berhak dimakamkandi Taman Pahlawan Kalibata karena memiliki tandakehormatan ”Mahaputera” atas jasa menyelamatkanbendera pusaka Merah Putih dan ”Bintang Gerilya” atasjasanya ikut perang gerilya tahun 1948-1949. Tetapi,beliau tidak mau, bahkan mengurus hal itu kepadapengacara dengan membuat surat wasiat.

llll

1995

Page 8: Bulletin78 21 - Juni 2007

Bulletin Paskibraka ’78

8 Edisi Juni 2007

M ASIH ingatkah kita bagaimanamenyenandungkan lagu “Syu-kur” karya H. Mutahar?

Dari yakinku teguhhati ikhlasku penuhAkan karunia-Mu

Tanah Air pusakaIndonesia MerdekaSyukur aku sembahkanke hadirat-Mu Tuhan...

Mudah-mudahan masih ada yang bisamenggumamkannya, jika sungkandengan orang-orang sekitar, cukupbernyanyi dalam hati saja ya...

Lagu patriotik jaman dulu ini sering kitanyanyikan ketika mengheningkan ciptadalam acara-acara resmi, namun pernah-kah kita membayang-kan keseharian HuseinMutahar, atau Kak Mutatau Om Mutahar?

Penyelamat BenderaPusaka, tokoh kepan-duan dan pendiri Gerak-an Pramuka ini di akhirmasa hidupnya meng-huni sebuah rumah se-derhana di ruas jalansempit di sebelah PasarCipete. Ia memang takmembutuhkan penghar-gaan berlebihan, bilaperlu merelakan diriagar orang lain selamat.Begitulah watak muliaPramuka yang dibawa-nya hingga wafat 9 Juni2004, dua bulan menje-lang ulang tahunnyayang ke-88.

Ada sebuah foto ber-warna berukuran besardi dekat jenazahnya,dalam balutan seragamPramuka, lengkap dengan tanda jasaBintang Gerilya dan Bintang Mahaputra,serta tanda kemahiran Pramuka sebagaipembina bertaraf internasional. Menurutpenuturan war tawan senior, BondanWinarno, foto itu baru diambil dua minggusebelurnnya oleh cucunya, dengankamera digital pinjaman.

”Ia telah pulang ke Timur Abadi — se-buah kata sandi yang suka dipakainyauntuk menyebut Hadirat Allah. SelamatJalan,” tulis Bondan di Harian Kompas,lima hari setelah kematiannya. Ya, OmMutahar telah mendapatkan upacara

pemakaman persis seperti yang diingini-nya, khidmat dan sederhana. Bondansendiri, adalah juga seorang Pramuka.

Kesederhaan, adalah kehidupan yangjuga dijalani seorang bunda bernamaDari Bunakim, yang hampir sepanjangumurnya dihabiskan untuk kegiatanpramuka, mendaki gunung, menjelajahihutan, juga berkemah. Pramuka dike-nalnya tahun 1928, saat ia berumur 11tahun.

Sejak tahun 1968, ia menjadi salahsatu pembina pasukan pengibar ben-dera pusaka (Paskibraka). Hingga usia

senjanya bunda Bunakim masih men-cuci, membersihkan rumah, dan mema-sak sendiri. Pakaiannya pun dia buatsendiri. Wanita tua ini ke mana-mananaik bus, ia selalu berjalan kaki dari ru-mahnya ke tempat pemberhentian bus,dan dari pemberhentian bus ke tempatyang ditujunya. Itulah mengapa ia masihsanggup naik gunung di usia uzur. Dah-syat!

(Zeverina lupa menyebutkan bahwaBunda Bunakim juga telah meninggalkankita pada Juli 2005, juga di usia 88 tahun,Red)

Manusia-manusia berhati mulia danterhormat seperti Om Mutahar dan BundaBunakin, menyiratkan jati diri seorangpramuka yang sesungguhnya, yangbegitu meyakini ungkapan yang di-tinggalkan Stephenson Smyth BadenPowell, beberapa saat sebelum ia me-ninggal dunia. Sebuah tulisan terakhiryang ditemukan di antara tumpukankertas, setelah Bapak Pandu Sedunia ituwafat.

”Kebahagiaan tidaklah timbul darikekayaan, juga tidak dari jabatan yangmenguntungkan ataupun dari kesenang-an itu sendiri. Jalan menuju kebahagiaanialah membuat dirimu lahir dan batinsehat dan kuat pada waktu kamu masihkanak-kanak, sehingga kamu dapatberguna bagi sesamamu dan dapatmemaknai hidup, jika kamu kelak telahdewasa. Usahamu menyelidiki alamakan menimbulkan kesadaran dalamhatimu, betapa banyaknya keindahandan keajaiban yang diciptakan olehTuhan di dunia supaya kamu dapat me-nikmatinya.”

Yah, seorang pandu, bagaimanapunakan tetap seorang pandu. Mereka,manusia-manusia yang mampu berlayardengan memanfaatkan matahari. Orang-orang yang membuat banyak orang me-nangis tatkala ajal menjemput. Merekayang membawa ketenangan di tengahkerusuhan, membawa damai bila terjadikekalutan, membawa kegembiraan ditengah kesedihan, membawa kepastianbila terjadi kebimbangan, dan menjadipenyelamat di tengah bahaya.

Salam Pramuka!!

Dicuplik dari: Kolom KitaKompas Cyber Media Community

Jumat, 08 September 2006, 17:33 wib

Sederhana, Watak Mulia Seorang [email protected]

”Biarkanlah orang tertawa,ketika engkau memulai

kehidupan ini dengan jeritantangis, begitu engkau keluar

dari rahim ibumu. Tetapibuatlah mereka menangis,sedangkan engkau tertawa,ketika engkau mengakhiri

hidupmu di dunia ini, tatkalaajal menjemputmu”.

(Petuah Seorang Bijak)

Sosok Pandu yang sederhana: Bunda Dari Bunakim dan KakHusein Mutahar. (Foto: Syaiful Azram)

1994

Page 9: Bulletin78 21 - Juni 2007

Bulletin Paskibraka ’78

Edisi Juni 2007 9

Sang Penyelamat Bendera PusakaP

ROKLAMASI Kemerdekaan RepublikIndonesia dikumandangkan padahari Jum'at, 17 Agustus 1945, jam

10.00 pagi, di Jalan Pegangsaan Timur56 Jakarta. Setelah pernyataan kemer-dekaan Indonesia, untuk pertama kali se-cara resmi bendera kebangsaan merahputih dikibarkan oleh dua orang pemuda,Latief Hendraningrat dan Suhud. Bende-ra ini dijahit tangan oleh Ibu FatmawatiSoekarno dan bendera ini pula yang ke-mudian disebut "bendera pusaka".

Bendera pusaka berkibar siang danmalam di tengah hujan tembakan sampaiIbukota Republik Indonesia dipindahkanke Yogyakarta. Pada tanggal 4 Januari1946, karena aksi teror yang dilakukanBelanda semakin meningkat, presidendan wakil presiden Republik Indonesiadengan menggunakan kereta api me-ninggalkan Jakarta menuju Yogyakarta.Bendera pusaka dibawa ke Yogyakartadan dimasukkan dalam koper pribadiSoekarno. Selanjutnya, ibukota dipin-dahkan ke Yogyakarta.

Tanggal 19 Desember 1948, Belandamelancarkan agresinya yang kedua. Pre-siden, wakil presiden dan beberapa peja-bat tinggi Indonesia akhirnya ditawanBelanda. Namun, pada saat-saat gentingdimana Istana Presiden Gedung AgungYogyakarta dikepung oleh Belanda, Soe-karno sempat memanggil salah satuajudannya, Mayor M. Husein Mutahar.Sang ajudan lalu ditugaskan untuk untukmenyelamatkan bendera pusaka. Penye-lamatan bendera pusaka ini merupakansalah satu bagian “heroik” dari sejarahtetap berkibarnya Sang Merah putih dipersada bumi Indonesia. Saat itu, Soe-karno berucap kepada Mutahar:

”Apa yang terjadi terhadap diriku, akusendiri tidak tahu. Dengan ini aku mem-berikan tugas kepadamu pribadi. Dalamkeadaan apapun juga, aku memerintah-kan kepadamu untuk menjaga benderakita dengan nyawamu. Ini tidak boleh ja-tuh ke tangan musuh. Di satu waktu, jikaTuhan mengizinkannya engkau me-ngembalikannya kepadaku sendiri dantidak kepada siapa pun kecuali kepadaorang yang menggantikanku sekiranyaumurku pendek. Andaikata engkau gugurdalam menyelamatkan bendera ini, per-cayakanlah tugasmu kepada orang laindan dia harus menyerahkannya ke ta-nganku sendiri sebagaimana engkaumengerjakannya.”

Sementara di sekeliling mereka bomberjatuhan dan tentara Belanda terusmengalir melalui setiap jalanan kota,Mutahar terdiam. Ia memejamkan mata-

nya dan berdoa, Tanggungjawabnya te-rasa sungguh berat. Akhirnya, ia berhasilmemecahkan kesulitan dengan menca-but benang jahitan yang menyatukan ke-dua bagian merah dan putih bendera itu.

Dengan bantuan Ibu Perna Dinata, ke-dua carik kain merah dan putih itu berha-sil dipisahkan. Oleh Mutahar, kain merahdan putih itu lalu diselipkan di dasar duatas terpisah miliknya. Seluruh pakaiandan kelengkapan miliknya dijejalkan diatas kain merah dan putih itu. Ia hanyabisa pasrah, dan menunggu apa yangakan terjadi selanjutnya.

Yang ada dalam pemikiran Mutaharsaat itu hanyalah satu: bagaimana agarpihak Belanda tidak mengenali benderamerah-putih itu sebagai bendera, tapi ha-nya kain biasa, sehingga tidak melaku-kan penyitaan. Di mata seluruh bangsaIndonesia, bendera itu adalah sebuah“prasasti” yang mesti diselamatkan dantidak boleh hilang dari jejak sejarah.

Benar, tak lama kemudian PresidenSoekarno ditangkap oleh Belanda dandiasingkan ke Prapat (kota kecil di pinggirdanau Toba) sebelum dipindahkan keMuntok, Bangka, sedangkan wakil presi-den Mohammad Hatta langsung dibawaBangka. Mutahar dan beberapa staf ke-presidenan juga ditangkap dan diangkutdengan pesawat Dakota. Ternyata mere-ka dibawa ke Semarang dan ditahan disana. Pada saat menjadi tahanan kota,Mutahar berhasil melarikan diri dengannaik kapal laut menuju Jakarta.

Di Jakarta Mutahar menginap di rumahPerdana Menteri Sutan Syahrir, —yangsebelumnya tidak ikut mengungsi keYogyakarta. Beberapa hari kemudian, iakost di Jalan Pegangsaan Timur 43, dirumah Bapak R. Said SoekantoTjokrodiatmodjo (Kepala Kepolisian RIyang pertama).

Selama di Jakarta Mutahar selalumencari informasi dan cara, bagaimanabisa segera menyerahkan bendera pusa-ka kepada presiden Soekarno. Pada su-atu pagi sekitar pertengahan bulan Juni1948, akhirnya ia menerima pemberita-huan dari Sudjono yang tinggal di OranjeBoulevard (sekarang Jalan Diponegoro)Jakarta. Pemberitahuan itu menyebutkanbahwa ada surat dari Presiden Soekarnoyang ditujukan kepadanya.

Sore harinya, surat itu diambil Mutahardan ternyata memang benar berasal dariSoekarno pribadi. Isinya sebuah perintahagar ia segera menyerahkan kembalibendera pusaka yang dibawanya dariYogya kepada Sudjono, agar dapat diba-wa ke Bangka.

Bung Karno sengaja tidak memerin-tahkan Mutahar sendiri datang ke Bang-ka dan menyerahkan bendera pusakaitu langsung kepadanya. Dengan carayang taktis, ia menggunakan Soedjonosebagai perantara untuk menjaga kera-hasiaan perjalanan bendera pusaka dariJakarta ke Bangka.

Itu tak lain karena dalam pengasingan,Bung Karno hanya boleh dikunjungi olehanggota delegasi Republik Indonesiadalam perundingan dengan Belanda dibawah pengawasan UNCI (United Na-tions Committee for Indonesia). Dan Su-djono adalah salah satu anggota dele-gasi itu, sedangkan Mutahar bukan.

Setelah mengetahui tanggal kebe-rangkatan Soedjono ke Bangka, Muta-har berupaya menyatukan kembali ke-dua helai kain merah dan putih denganmeminjam mesin jahit tangan milik seo-rang istri dokter —yang ia sendiri lupanamanya. Bendera pusaka yang tadinyaterpisah dijahitnya persis mengikuti lu-bang bekas jahitan tangan Ibu Fatmawati.Tetapi sayang, meski dilakukan denganhati-hati, tak urung terjadi juga kesalahanjahit sekitar 2 cm dari ujungnya.

Dengan dibungkus kertas koran agartidak mencurigakan, selanjutnya bende-ra pusaka diberikan Mutahar kepadaSoedjono untuk diserahkan sendiri kepa-da Bung Karno. Hal ini sesuai denganperjanjian Bung Karno dengan Mutaharsewaktu di Yogyakar ta. Dengandiserahkannya bendera pusaka kepadaorang yang diperintahkan Bung Karnomaka selesailah tugas penyelamatanyang dilakukan Husein Mutahar. Sejakitu, sang ajudan tidak lagi menanganimasalah pengibaran bendera pusaka.

Tanggal 6 Juli 1949, Presiden Soekar-no dan Wakil Presiden Mohammad Hattakembali ke Yogyakarta dari Bangka de-ngan membawa serta bendera pusaka.Tanggal 17 Agustus 1949, bendera pu-saka dikibarkan lagi di halaman IstanaPresiden Gedung Agung Yogyakarta.

Naskah pengakuan kedaulatan lndo-nesia ditandatangani 27 Desember 1949dan sehari setelah itu Soekamo kembalike Jakarta untuk memangku jabatanPresiden Republik Indonesia Serikat(RIS). Setelah empat tahun ditinggalkan,Jakarta pun kembali menjadi ibukotaRepublik Indonesia. Hari itu juga, ben-dera pusaka dibawa kembali ke Jakarta.

Untuk pertama kalinya setelah Prok-lamasi bendera pusaka kembali dikibar-kan di Jakarta pada peringatan Detik-detik Proklamasi 17 Agustus 1950.

n Syaiful Azram

Page 10: Bulletin78 21 - Juni 2007

Bulletin Paskibraka ’78

10 Edisi Juni 2007

S EPERTI lirik lagu Sheila on 7 yang sayakutip, Husein Mutahar memangsebuah anugerah terindah yang

pernah saya miliki. Saya bahagia bisamengenalnya bukan saja sebagai seo-rang bijak yang selalu memberikan pe-tuah berharga, tapi juga seorang guruyang mampu mendidik dengan kasih sa-yang, seorang Bapak yang dapat menen-teramkan hati anaknya di kala gundahserta seorang sahabat yang bisa diajakberdiskusi tentang masalah pribadi.

Saya pertama kali bertemu denganKak Mut pada tahun 1978, saat ia mem-berikan ceramah kepada anggota Pas-kibraka 78 di Asrama Haji CempakaPutih. Saya, begitu juga teman-temanlain, yang sudah kelelahan akibat latihankeras siang harinya, sebenarnya sudahsangat ingin beristirahat. Tapi, malam itukami harus berhadapan dengan seorangtinggi besar berwajah Arab dan sangatberwibawa.

Tapi, ketika pria yang tadinya menye-ramkan itu memulai ceramahnya, sua-sana menjadi cair. Kak Mut mampu mem-buat kami santai dan tertawa lepas kare-

Pembina, Guru, Bapak dan SahabatkuMelihat tawamu mendengar

senandungmu

Terlihat jelas dimataku warna-warna

indahmu

Menatap langkahmu, meratapi kisah

hidupmu

Terlukis jelas bahwa hatimu,

Anugerah terindah yang pernah kumiliki

Sifatmu nan s’lalu redakan ambisiku

Tepikan khilafku dari bunga yang layu

Saat kau disisiku kembali dunia ceria

Tegaskan bahwa kamu

Anugerah terindah yang pernah kumiliki_____________________”Anugerah Terindah yang

Pernah Kumiliki ”Sheila on 7

Catatan Budihardjo Winarno tentang Husein Mutahar

sih sayang sebelum mencoba membukamata kami tentang wawasan kebang-saan, nasionalisme dan persaudaraan.

Beberapa tahun kemudian saya ber-temu lagi dengan Kak Mutahar. BersamaBunda Boenakim saya hadir untuk ikutmerayakan ulang tahunnya pada tang-gal 5 Agustus. Tahun 1980, setelah pin-dah dan berdomisli di Jakarta, saya se-makin sering sowan ke rumahnya yangasri di Prapanca Buntu.

Ucapan khas selalu meluncur dari bibirKak Mut setiap kali saya muncul di de-pan pintunya. ”Eee.... Pak Budi Yogya toini. Piye kabarmu Bud?” Kalimat yang sa-ma dan diucapkan dengan kocak itujuga tak pernah ketinggalan saat sayamenghubunginya melalui telepon.

Dengan segala kerendahan hati,izinkan saya menuliskan kembali sejum-lah kenangan yang pernah saya dapat-kan dari Kak Mut, baik sebagai Pembina,Guru, Bapak maupun Sahabat. Semogadapat menjadi gambaran betapa seo-rang Mutahar pantas disebut seorang”manusia istimewa” di bumi Indonesia.

n Budiharjo Winarno

na gerak wajah, hidung, mulut maupuntubuhnya yang sangat lucu. Pria yangkelihatan seram itu ternyata kocak danhumoris. Dia menyapa kami dengan ka-

ISENG-ISENG, suatu kali sayapernah bertanya kepada Kak Mut,mengapa ia tidak suka difoto. ”Kan

banyak sekali orang yang ingin berfotobersama dengan Kak Mut, apalagi wajahKak Mut cukup ganteng dan menarik,pasti hasilnya selalu bagus!”

”Wah ngenyek (meledek) kamu. Ma-sak wajah jelek seperti ini mau difoto danhasilnya bagus?” jawab kak Mut sambiltertawa. Ia lalu menggerakkan wajahnyadari melotot, menutup mata, memajukanmulut, menggerakkan pipi, kuping dansemua anggota tubuh, hingga akhirnyakami berdua tertawa ngakak denganperut kenyal dan keluar air mata.

Setelah agak reda, Kak Mut melanjut-kan. ”Ada beberapa alasan kenapa akunggak mau difoto. Bukan semata-matasoal teknis, tapi juga soal prinsip.”

”Pertama, kalau aku difoto apalagimemakai lampu blitz, maka dalam bebe-rapa saat pasti mataku mengalami kejut-an sinar yang sangat terang. Aku akankehilangan keseimbangan dalam bebe-rapa detik, dan rasanya sangat tidak

Tentang Foto, Mata dan Namanyaman di mata maupun hati. Rasanyaseperti ada yang hilang, gitu. Apa karenamataku sudah tidak bagus kondisinyaatau sebab lain aku tidak tahu.” jelasnya.

”Alasan kedua, jika aku difoto danmereka menyimpannya, maka kenanganitu tidak akan berumur panjang. Kalauorang yang menyimpan fotoku sudahbosan atau tak memerlukannya, foto itupasti tidak akan dirawat atau malahdibuang ke tong sampah. Jadi tidak adaartinya apa-apa lagi.”

”Kamu pasti tahu arti pepatah gajahmati meninggalkan gading, macan matimeninggalkan belang dan manusia matimeninggalkan nama. Begitu juga aku.Jika pada saatnya nanti aku harusmenghadap Al-Khalik, maka aku inginmeninggalkan nama yang baik bukansekadar foto. Misalnya ada orang yangmenyanyikan lagu Syukur, kemudianditanya siapa pengarangnya, maka akandijawab lagu Syukur dikarang olehMutahar, bukan ini foto pengarangnya.Jadi yang aku tinggalkan adalah namadan itu akan abadi.”

”Akupun tidak ingin mengubah namasupaya kelihatan keren sebagai penga-rang lagu Syukur. Biarlah namaku tetapHusein Mutahar seperti yang diberikanoleh orangtuaku dan itu adalah salahsatu peninggalan dari leluhurku yangharus kujaga kehormatannya, karenajika nama itu jelek maka sama saja akutidak menghargai kedua orangtuakuyang telah memberikan nama itu.”

Dengan penjelasan itu, akhirnya sayamengerti mengapa Kak Mut selalumemalingkan muka ketika difoto. Saatramah tamah seusai menjadi pembicarapada Sarasehan Paskibraka 1995 di Ho-tel Sahid Jakarta, Kak Mut menggamittangan saya dan berkata, ”Bud, nantikalau ada yang mau memotret, aku dankamu pura-pura ngobrol ya, biar merekatidak bisa memotret dari depan. Biarmereka tidak tahu kelemahan mataku.”

Saat itu, saya terpaksa memenuhipermintaan Kak Mut. Tentu saja denganalasan yang sama, tak ingin Kak Mutkaget karena kilatan blitz, lalu hilangkeseimbangan dan sempoyongan.***

Page 11: Bulletin78 21 - Juni 2007

Bulletin Paskibraka ’78

Edisi Juni 2007 11

BILA dikatakan Kak Mut tidak sukadengan organisasi Purna Paski-braka Indonesia (PPI), tentu ke-

nyataannya berbeda. Tahun 1995, ia reladatang ke Direktorat Binmud untuk me-nyaksikan pengukuhan Pengurus PPIhasil Munas II.

Namun, sebelum itu ia pernah meng-ungkapkan ketidak-setujuannya padaalasan dibentuknya PPI. Pertama, namaPPI seharusnya tidak dipilih karenasudah dipakai oleh Persatuan PelajarIndonesia. Kedua, bila harus membentukorganisasi di tingkat nasional, mengapaharus mengubah organisasi alumnitingkat daerah yang telah lebih dulu lahirseperti Purna Eka Paskibraka (Yogya)dan Reka Purna Paskibraka (Jakarta).”Itu berarti, organisasi PPI berdiri atas da-sar perintah dari atas bukan karena kei-nginan para Purna Paskibraka sendiri se-perti PEP DIY maupun Reka Purna diDKI,” ujarnya.

Kak Mut berpendapat, sebaiknya orga-nisasi lahir dari keinginan anggotanya,bukan karena perintah atasan atau oranglain. Cikal bakal yang sudah ada tak perludilebur jadi satu, tapi biarkan berkem-bang ke atas dan mengakar ke bawah.”Ya seperti Indonesia ini, walaupun ber-beda-beda tetapi tetap satu, jadi biarlahorganisasi yang sudah ada tetap eksiskarena organisasi tersebut sudah bera-kar di bawah, sayang kalau harus dibu-barkan atau harus ganti nama,” lanjutnya.

Kak Mut juga kemudian memahamibagaimana perasaan saya yang sedih

braka. Kamu boleh kecewa tapi janganterus-terusan menarik diri. Kasihan adik-adikmu yang butuh perhatian,” pintanya.

Untuk mengantisipasi kemungkinanada Purna Paskibraka yang tidak men-dapat tempat di PPI karena organisa-sinya berbentuk organisasi massa (bu-kan lagi organisasi alumni) yang berba-sis daerah, Kak Mut lalu memberi jalan.

”Kamu sudah menulis buku tentangPaskibraka, jadi kamu tidak boleh ber-henti. Bimbinglah adik-adikmu karenakamulah tempat mereka bertanya. Kalauteman-temanmu sudah kumpul lagi, ben-tuklah paguyuban angkatan 78, lalu ajakangkatan lain melakukan hal serupa. Da-ri hal yang kecil, dan keinginan yang mur-ni dari dalam hati hasilnya akan jauh le-bih baik.”

”Pastikan semua Purna Paskibrakamendapatkan kesempatan dalam mem-bina adik-adikmu. Jangan ada yang di-tinggalkan, termasuk kakak-kakakmupenggerek bendera sebelum tahun1967. Mereka semua juga Paskibraka,”jelas Kak Mut.

Lalu, gambaran sikap yang aktivitasyang dilakukan organisasi alumni Pas-kibraka dicontohkan Kak Mut seperti iamembentuk Parani Dharma Bhakti Indo-nesia (Padi). Organisasi ini berjiwa Pan-du dan bergerak di bidang sosial danpendidikan.

”Kita harus selalu berlapang dada danberjiwa besar untuk mengikuti arus per-kembangan zaman yang kadang-ka-dang tidak sesuai dengan keinginan kita.Jangan selalu marah, apalagi putus asa,dan teruslah membina adik-adikmu Pas-kibraka,” lagi-lagi Kak Mutahar memom-pa semangatku. ***

SUATU hari seusai Munas PurnaPaskibraka Indonesia (PPI) ke-2 diLembang, Bandung, saya mene-

lepon Kak Mutahar. Karena sudah lamatidak bertemu, beliau lalu menyuruhkudatang. ”Ada yang ingin kubicarakan de-nganmu,” pesannya.

Hari Minggu berikutnya saya benar-benar datang berkunjung dengan berta-nya-tanya dalam hati apa gerangan yangingin dibicarakan. Seperti biasa kamingobrol kesana-kemari, sampai akhirnyabeliau bertanya. ”Setelah Munas teman-temanmu datang ke sini. Kamu nggak ikutdan katanya mengundurkan diri darikepengurusan. Ono opo tho le... ayo critokaro aku (ada apa nak, coba ceritakanpadaku),” pinta Kak Mut.

Beberapa saat saya terdiam. Beliaukemudian melanjutkan, ”Kan sayangBud, kalau angkatanmu ’78 sudah kom-pak dan mau maju, tiba-tiba kamu nggakmau aktif lagi. Susah lho menemukanPurna Paskibraka seperti angkatanmuyang begitu akrab dan tulus.”

Sambil minum teh dan makan jajanpasar yang dihidangkan, saya lalu mem-berikan penjelasan dengan hati-hati.”Sebenarnya saya nggak ngambek ataunggak mau aktif lagi di Paskibraka ’78dan PPI. Banyak alasan yang membuatsaya sementara waktu harus menarik diri.Bukan karena tidak cinta Paskibraka danmemutuskan persaudaraan,” jawab saya.

”Lha, dadi alasanmu opo?” Kak Mutmendesak. Saya terpaksa menjelaskanpandangan saya lebih detail.

”Sejak Reuni Paskibraka ’78 pada ta-hun 1994 dan kami membuat rekomen-dasi ke Direktorat Pembinaan Generasi

Muda untuk perbaikan pembinaan Pas-kibraka, saya berpandangan sebaiknyaPaskibraka ’78 berdiri di luar organisasiPPI tapi selalu memberi masukan yangmembangun. Dengan demikian, kamibebas dari kepentingan pribadi pada saatmemberikan kritik dan saran.”

”Tapi ada sebagian teman yang mem-punyai pandangan berbeda. Kami diang-gap bisa meletakkan dasar-dasar pembi-naan organisasi hanya bila kami ada didalamnya. Nah, di saat mereka sibuk diPPI, tentu tidak bisa aktif di Paskibraka’78. Jadi saya memilih berada di luar dantetapmemberikan kritik membangun.Nanti kalau mereka sudah tidak sibuk lagidi PPI, saya pasti ngumpul lagi denganmereka di 78,” papar saya.

Kak Mut manggut-manggut. ”Ooo... yasudah kalau itu maumu, asal janganngambek aja. Ngambek sedikit ya boleh,asal jangan terlalu lama,” pintanya. ***

karena PEP harus berubah menjadi PPIdan sekaligus mengganti AD dan ART-nya —yang telah dibuat dengan susahpayah. ”Semoga saja organisasi ini ber-kembang dengan baik dan menjadi wa-dah bagi Paskibraka di daerah terutamayang tidak bisa menjadi Paskibraka ditingkat nasional,” kata kak Mut penuhharap.

Kenyataan terbalik bahwa PPI kinilebih mementingkan urusan ”besar” soalorganisasi sehingga melupakan hal-halkecil yang menyangkut alumninya sendiridan pembinaan Paskibraka, sepertinyasangat disadari Kak Mut. Hal yang samadialaminya sendiri dalam gerakan kepan-duan, ketika nama Pandu harus diubahmenjadi Pramuka.

”Kami yang bergerak lebih dahulu de-ngan nama Pandu yang dasar keanggo-taannya adalah panggilan hati nurani,tiba-tiba berganti nama menjadi Pramu-ka yang anggotanya bersifat wajib untuksemua angkatan sekolah sesuai denganinstruksi pemerintah,” kisahnya. ”Waktuitu aku juga sangat sedih, bahkan sem-pat menarik diri.”

”Tetapi, seiring dengan perjalananwaktu dan tidak mungkin mengubahnama itu lagi karena merupakan kebijak-sanaan pemerintah, maka aku akhirnyadapat menerima. Untungnya waktu ituaku diangkat menjadi Duta Besar diVatikan sehingga dapat melupakansejenak permasalahan itu.

Kak Mut merasa tenang setelah dalamperkembangannya arah pembinaan Pra-muka ternyata tidak menyimpang darijiwa Pandu, walaupun ada penurunankualitas. ”Cobalah kamu belajar untukberpikir positif untuk kemajuan Paski-

Jeda Aktivitas

Tetap Jadi Pandu

Page 12: Bulletin78 21 - Juni 2007

Bulletin Paskibraka ’78

12 Edisi Juni 2007

SUATU hari, kami berdiskusi tentanghidup dan akhirnya sampai padasoal rumah tangga. Tiba-tiba Kak

Mut bertanya, ”Bud kapan kamu me-nikah?”

Saya yang saat itu sedang memper-siapkan pernikahan, kaget dengan per-tanyaan itu. Soalnya, Kak Mut sendiritidak menikah —sampai akhir hayatnya.”Ya rencananya beberapa bulan lagiKak,” jawab saya tergagap.

Setelah menanyakan persiapan men-jelang pernikahan, termasuk kursus per-kawinan di gereja —yang diharuskanbagi umat Katholik— saya dan Kak Mutlalu terlibat obrolan serius tentang perka-winan, keluarga dan rumah tangga.

”Aku hanya mau berpesan kepadamu.Kalau benar-benar mau menikah, kamuharus tahu arti dan maksud dari perni-kahan sehingga kehidupan keluargamunanti dapat bahagia dan langgeng,” kataKak Mut membuka nasihat. Selanjutnya,saya menerima sebuah wejangan pan-jang yang sekalilgus menjelaskanprinsip-prinsip yang dianut Kak Mut da-lam soal perkawinan.

”Pertama, jika kamu menikah hanyauntuk tujuan seksual, sebaiknya tidakusah menikah. Akan lebih mudah kalaukamu ’jajan’, karena dapat memilih sesu-ai selera, banyak variasi dan gampangmendapatkannya, asal kamu punya duit.

”Tetapi kamu harus ingat bahwa seksitu hanyalah sebagian kecil dari hidup.Coba, berapa lama waktu yang dibutuh-

KAK Mutahar bertanya kepada saya, apakah waktusekolah ikut kegiatan Pramuka. Tentu saja saya jawab”ya” karena merupakan kegiatan wajib di SD dan SMP.

”Kamu pernah dengar nggak lagu Padi Ditumbuk?” ujarnyabertanya.

”Ya jelas dong. Itu kan... yang syairnya begini: ”Ayo padiditumbuk dijadikan beras. Ayo padi ditumbuk dijadikan beras.Ayo padi ditumbuk dijadikan beras. Yo ditumbuk, yo ditumbuk...dan dinyanyikan dengan riang,” jawab saya.

”Benar sekali, kok ingat kamu,” jawab Kak Mutahar. Lagu itumemang sangat dikenal terutama oleh para penggalang yangikut dalam Jambore Nasional I tahun 1973 di Cibubur. Namun,beberapa waktu kemudian, lagu itu seolah hilang, tidak terusbertahan seperti lagu lainnya semisal Di Sini Senang di SanaSenang.

Menurut Kak Mut, Padi Ditumbuk adalah lagu tentangkenangan masa kecil di kampung. ”Kami anak-anak disuruhmenari seolah-olah habis menuai padi di sawah denganmemakai celana pendek, sarung diselempangkan di pundakdan memakai topi caping. Terus kami bernyanyi dan menaridengan riang gembira sambil menumbuk padi beramai-ramai

kan untuk seks dan berapa kuat kamumelakukannya dalam satu hari yang 24jam? Padahal kamu hidup puluhan tahundan sebagian besar waktumu dihabis-kan untuk bekerja mencari nafkah dankehidupan sosial lainnya.

”Jadi, tidak masuk akal dan terlalu ma-hal jika seks harus didapatkan denganmenikah. Sebaliknya, hehidupan yangmendewakan seks juga tidak baik karenabisa merusak kesehatan maupun kehar-monisan keluarga.

”Kedua, kalau kamu menikah hanyauntuk mencari keturunan atau anak ma-ka sebaiknya tidak usah menikah, kare-na dapat dilakukan dengan adopsi. Ba-nyak sekali anak yang tidak terawat danmembutuhkan kasih sayang karena di-tinggalkan orang tuanya dengan berba-gai alasan. Kamu bebas merawat anakitu sesuai keinginanmu tanpa campurtangan orang lain.

”Ketiga, jika kamu ingin membentukkeluarga dalam ikatan cinta kasih yangsuci tanpa mempersoalkan seks, anakdan lain-lainnya, maka pilihan kamu be-nar. Isteri didalam falsafah Jawa adalahGarwo atau Sigaraning Nyowo yaitubelahan dari nyawamu sendiri. Olehsebab itu, cintailah istrimu dengan tulusdan setia karena dia adalah pilihanmuyang akan mendampingimu selamanya,

”Jangan sia-siakan istrimu, rawatlahdia dengan sebaik-baiknya. Jika diamempunyai kekurangan, kamu harusbisa menerimanya, baik dari soal seks,keturunan maupun kecantikannya. Se-baliknya, istrimu juga harus dapat me-nerima semua keadaanmu dengan pe-nuh cinta kasih.

”Jika suatu saat istrimu badannya tidakramping dan tidak cantik lagi, ya haruskamu terima karena dialah garwo-mu,Jika tidak terpuaskan dalam kehidupanseksual, kamu tak perlu menyeleweng.Jika belum dikaruniai keturunan jangansaling menyalahkan atau bahkan salingmeninggalkan.

”Jangan kamu sia-siakan istrimu ka-rena dia titipan Allah yang dianugerah-kan kepadamu. Kamu sudah berniatmembentuk keluarga dengan menikah,maka apapun yang terjadi harus kamujalani. Biarlah semuanya mengalir sesuaikehendak-Nya. Banyak keindahan dankebahagiaan yang dikaruniakan Tuhankepada kita, tapi kadang-kadang sangatsusah untuk kita pahami. Karena itu,sayangilah istrimu dan keluargamudengan penuh cinta kasih sampai Allahmemanggilmu.

”Jalanilah kehidupan rumah tangga-mu sesuai keinginanmu dan istrimu. Jikadikaruniai momongan, cintai dan rawat-lah dia dengan baik sehingga dapatmenjadi anak yang sholeh dan selalubersandar pada ajaran-Nya. Jika tidakdiberi, jangan sedih dan kecil hati karenamemang tidak semua orang harus punyamomongan. Mungkin ada maksud laindari Allah yang nanti akan kamu pahamiseiring dengan berputar dan berjalannyakehidupanmu.

Aku hanya terdiam sepanjang Kak Mutmenyampaikan wejangannya. Suatu pe-tunjuk kehidupan dengan gaya bahasasederhana tetapi bermakna sangat da-lam. Kak Mut memang konsisten denganprinsipnya itu didampingi 8 anak semang(adopsi) sampai ajal menjemputnya.***

Tentang Keluarga

Menghargai Karya Cipta untuk dijadikan beras.”Lagu tersebut diciptakan Kak Mut untuk menggambarkan

ungkapan syukur para petani sehabis panen. Ibu-ibu menum-buk gabah dengan sukacita, lalu ditampi dengan tambir (sema-cam tampah) untuk mendapatkan beras. ”Indah sekali me-mang, tapi akhirnya aku minta agar lagu itu tidak dinyanyikanlagi,” kenang Kak Mut. Tapi mengapa?

”Setelah lagu itu sering dinyanyikan di acara perkemahandan aku dengarkan baik-baik, aku sangat terkejut karena tanpaaku sadari intronya dipengaruhi atau bahkan hampir samadengan irama lagu Beethoven yang iramanya trettttt tet tet tettrettttttttt tet tet tet, tet tet tet tet tet,” kata kak Mutahar sambilbernyanyi dan tangannya memencet tuts piano.

Setelah berhenti sejenak kak Mutahar melanjutkan. ”Melodilagu Beethoven itu terlalu akrab denganku, sehingga tanpasadar mempengaruhiku saat menciptakan Padi Ditumbuk.Karena merupakan karya komponis lain, maka dengan suka-rela aku minta lagu itu tidak dinyanyikan lagi,” papar Kak Mut.

Sejak itu, Padi Ditumbuk memang tak pernah lagi dinyanyi-kan, padahal lagu itu sendiri sudah sempat begitu menyatudengan Pramuka. Semua itu didasari sikap hormat Kak Mutterhadap karya cipta seni yang agung. Sikap tahu malu danmenghargai sesama komponis yang tak ingin menjiplak karyapendahulunya hanya untuk membesarkan namanya sendiri.***

Page 13: Bulletin78 21 - Juni 2007

Bulletin Paskibraka ’78

Edisi Juni 2007 13

SAAT saya sowan pada suatu siang,Kak Mut menyajikan ’jajan pasar’,yakni makanan kecil tradisional

yang biasa ditemukan di desa. Di sanaada grontol (jagung rebus yang sudahdipipil dari tongkolnya dicampur dengankelapa parut), klepon, dan tiwul (tepunggaplek dari ketela yang dicampur gulamerah lalu dikukus dan disajikan dengankelapa parut). Jajan pasar itulah yangamat digemari Kak Mut.

”Kalau di desa, kamu pasti ingat de-ngan wedang bajigur, ronde atau dawet.Nah, minuman-minuman itu sangat sayasukai. Apa kamu suka kopi?” tanya KakMut ketika kami sedang asyik ngemil.

”Wah kalau kopi saya hampir tiap hariminum Kak, terutama kopi pahit yangkasar,” jawab saya.

”Kalau vodka rasa kopi kamu pernahminum belum?” tanya kak Mut lagi. ”Kopiapa itu?” saya balik bertanya.

”Aku jadi ingat, waktu jadi duta besar

di Vatikan, sering para petugas keaman-an mampir dan mengecek kondisi kea-manan kedutaan. Nah, waktu itu pas ma-lam hari serta musim dingin. Ada dua pe-tugas kepolisian yang datang ke kedu-taan Indonesia, dan setelah ngobrol kuli-hat mereka agak kedinginan. Untukmenghangatkan badan, aku tawari mi-num kopi dan mereka tidak menolak.”

Tapi, mereka pesan kopinya tidakpakai gula. ”Aku berbisik kepada ajudan-ku, ’Buatkan kopi tiga, yang dua dicam-pur vodka agak banyak.’ Setelah kopidatang, aku berikan kopi yang adavodkanya pada mereka sedang akumengambil kopi murni,” ujar Kak Mut.

Kak Mut dan kedua polisi itu ngobroldengan penuh canda tawa sambil mi-num kopi. Udara dingin dan kopinya ha-ngat, dua hal yang sangat klop. Tak heransaat cangkir pertama kosong, merekamalah minta lagi. ”Aku beri dua cangkirlagi kopi campur vodka seperti yang tadidan tak lama ludes lagi,” papar Kak Mut.

Saat mau pulang, kedua polisi itupenasaran. “Pak Dubes, baru sekali ini

saya minum kopi sangat enak dan benar-benar dapat menghangatkan badan. Ba-gaimana caranya membuat kopi bisa se-enak ini?” tanya mereka.

Sambil tersenyum Kak Mut menjawab,“Oo... itu gampang. Memang ada resepkhusus cara membuatnya. Saya akanberitahu pada tuan-tuan, tapi jangandisebarluaskan. Ini warisan leluhur kami,jadi jangan sampai ditiru banyak orang.”

Mereka mengangguk setuju, lalu sam-bil berbisik Kak Mut bilang, “Tuan bikinkopi setengah cangkir, dan campurkanvodka setengah cangkir juga. Makajadilah kopi enak dan badan tuan-tuanpasti akan hangat.”

Mereka kaget dan tertawa terbahak-bahak. “Untung baru minum dua cangkir.Coba kalau habis sepuluh cangkir, pastimabuk,” kata mereka.

Di lain waktu, Kak Mut bertemu lagidengan mereka di sebuah coffee-shop.“Tuan Dubes, mari kita minum kopi yangsangat menghangatkan badan,” katamereka bercanda. Kami pun tertawa lagibersama-sama.***

Vodka Rasa Kopi

karta dengan judul “Isi dan DinamikaPurna Eka Paskibraka”. ”Biar kubacadulu buku ini. Nah, sekarang untuk me-lengkapinya, apa yang ingin kamu keta-hui tentang Paskibraka dari saya?”

Sejak itu, hampir setiap hari Minggusaya datang untuk berdiskusi. Kak Mutbanyak bercerita tentang sejarah Pas-kibraka dan perkembangannya setelahdiestafetkan kepada Kak Idik Sulaeman,Kak Dharminto Surapati dan Bunda Boe-nakim.

Setelah tuntas membaca draft bukusaya, suatu hari Kak Mut berkomentar,”Bukumu tentang Purna Eka Paskibrakacukup bagus isinya dan memang sepertiitu yang seharusnya Paskibraka. Tetapikamu harus siap untuk menjelaskan jikaditanya orang, terutama tentang kepe-mimpinan. Konsep yang kamu tulis sa-ngat ideal dan berguna bagi tiap individuuntuk mengembangkan diri menjadipemimpin yang bertanggungjawab danmumpuni. Tapi, yang seperti itu sulit dite-mui dalam kenyataan, karena kepemim-pinan kerap bergantung ke atas sepertimiliter yang harus patuh dan taat padakomandan walaupun komandannya ti-dak mampu dan berbuat salah.”

Dari pertemuan intensif dengan KakMut dan Pembina yang lain, draft bukupun semakin sempurna. Hasil akhir itusaya serahkan untuk dikomentari dan di-koreksi. Karena kesibukan kerja dan

pribadi, beberapa bulan kemudian barusaya bisa datang. Kak Mut menyambutsaya dengan tersenyum.

”Bud, rencana pembuatan buku ten-tang Paskibraka akan segera terwujud,karena Direktorat Pembinaan GenerasiMuda akan menerbitkannya. KemarinKak Idik Sulaeman, Kak. Dharminto danBunda Bunakim sebagai Pembina Pas-kibraka berkumpul disini dan minta kepa-da saya untuk bercerita sebagai bahanpenulisan buku tersebut. Ya sudah, draftbukumu aku serahkan saja kepada me-reka agar dilengkapi dan segera diter-bitkan. Toh apa yang akan saya omong-kan semuanya sudah kamu tulis.” kata-nya bersemangat.

Akhirnya, buku Paskibraka yang dii-nginkan Kak Mutahar dapat juga terwu-jud, meski bentuk dan isinya masih sa-ngat sederhana. Buku tersebut diterbit-kan Direktorat Pembinaan Generasi Mu-da pada tahun 1993 dengan judul “ Bu-ku Kenangan 25 Tahun Paskibraka”. ***

Buku dan Sejarah Paskibraka

PADA tahun 1989, Kak Mut pernahmengemukakan keinginannyakepada saya. Sebuah keinginan

sangat wajar, mengingat umur Paski-braka sudah lebih dari 20 tahun, danalumninya sudah banyak. Pembina su-dah sering bercerita tentang Paskibraka,tetapi belum ada yang berkeinginan un-tuk menuliskannya dalam sebuah buku.

”Aku khawatir, jika suatu saat Paski-braka berkembang dan ada yang inginmengetahui tentang Paskibraka, merekatak bisa menemukan dokumentasinya,”ungkap Kak Mut.

Menurut Kak Mut, buku tersebut sangatdibutuhkan untuk menghindari penyim-pangan atau salah penafsiran tentangPaskibraka dan pembinaannya di selu-ruh Indonesia. Sebagai sebuah modelpembinaan yang baik, latihan Paski-braka dapat dikembangkan untuk terusmenumbuhkan rasa nasionalisme kepa-da generasi muda.

Pucuk dicinta ulam tiba. ”Saya bersediamengabulkan permintaan Kakak. Sayapunya draft buku yang Kakak maksud-kan, namun masih harus dilengkapi de-ngan data dan cerita dari Pembina, kare-na baru mengupas isi dan jiwa Paskibra-ka, sejarah berdirinya dan bendera Me-rah Putih,” balas saya.

Saya lalu menyerahkan satu salinanbuku yang saya tulis tentang organisasiPaskibraka di Daerah Istimewa Yogya-

Page 14: Bulletin78 21 - Juni 2007

Bulletin Paskibraka ’78

14 Edisi Juni 2007

Makam Sederhana untukSeorang yang Luar Biasa

MESKI tadinya ada sedikitmendung menggantung, Ja-karta sore itu terlihat cerah.

Sinar matahari masih mampu menem-bus sela-sela awan dan menyentuhrumput yang baru saja digunting rapi diatas pusara. Taman Pemakaman Umum(TPU) Jeruk Purut, Jakarta Selatan di hariSabtu itu terlihat tidak seseram dalamfilm ”Hantu Jeruk Purut”.

Di tempat itulah, di salah satu dari ribu-an makam yang tersebar dalam bebe-rapa blok, beristirahat dengan tenang ja-sad M. Husein Mutahar. Dipanggil olehAl-Khalik tiga tahun lalu, jenazah KakMut dikebumikan di sana dengan alamat

”Blad 17, Blok AA II, No. 456”.Seperti juga makam-makam lain di

kompleks itu, makam Kak Mut menem-pati kavling berukuran sama. Tidak adasesuatu yang istimewa, bahkan sangatsederhana dibanding beberapa makamlain di kiri dan kanannya. Hanya sebuahgundukan tanah yang ditanami rumputJepang, tanpa dinding dari batu atausemen. Di atasnya ada sebuah nisan daribatu granit dengan tulisan:

Inna lillahi wainna ilaihi rajiuunH. HUSEIN MUTAHARbin SALIM MUTAHAR.

Lahir: Semarang 5-8-1916,Wafat: Jakarta, 9-6-2004.

Sederhana, memang itulah yang dii-nginkan Kak Mut. Sebelum wafat, ia telahmembuat surat wasiat yang meminta

agar jasadnya tidak dimakamkan di Ta-man Makam Pahlawan. Di Jeruk Purutpun, ia dikebumikan tanpa derap gen-derang, tembakan salvo, atau upacararesmi apa. Padahal, sebagai seorangyang berjasa besar kepada negara, iaberhak atas semua itu.

Tepat tiga tahun hari wafatnya, 9 Juni2007, kami sengaja menyediakan waktuuntuk berziarah ke makam Kak Mut. Me-ngenang kembali saat-saat kami bertemudan berbincang dengannya, atau begitubersemangatnya ia ketika menyanyikanlagu-lagu ciptaannya sambil memainkanpiano, di rumahnya Prapanca Buntu 119.

Dari kesederhanaan makam yang ka-mi lihat, dan ketenangan yang terpancardari dalamnya, kami akhir semakin yakinbahwa pilihan hidup bersahaja layaknyaseorang Pandu, adalah jauh lebih baikdan mulia daripada ikut berkubang da-lam hiruk-pikuknya manusia yang sibukmengejar kesenangan dunia.

Dari sana pula, kami tahu bahwa keba-hagiaan hidup ada pada hati yang tente-ram dan damai. Jauh dari nafsu atauangkara yang hanya hiasan palsu bela-ka. Bila untuk Indonesia ia telah mencip-takan lagu ”Indonesia Merdeka”, makauntuk dirinya Kak Mut telah mendapat-kan ”kemerdekaan” dengan caranyasendiri pula. Sebuah kemerdekaan abadiyang membuatnya mampu mengangkatkepala ketika bertemu dengan SangPencipta.

Makam Kak Mut yang tanpa apa-apahanya berbeda blok dan berjarak sekitar20 meter dari makam almarhum Chrisyeyang berdindingkan marmer dari Italia.Makam Husein Mutahar adalah sebuahmakam sederhana untuk seorang yangluar biasa...

n Budi Winarno & Syaiful Azram

Rumputnya Selalu Subur...”MAKAM ini ngerawat-

nya enak Pak. Rumputnyaselalu subur walaupun ti-dak di musim hujan. Bapaklihat sendiri kan, itu barusaja saya gunting kemarin.Sebelumnya rumput itu sa-ngat tebal dan hijau.”

Itulah kisah Ahmad Su-bur, petugas yang mengu-rus makam-makam di TPUJeruk Purut. Laki-laki ber-kumis ini tahu betul soal makam KakMut, sejak hari wafatnya, 9 Juni 2004.”Waktu penguburan, tempat ini penuhkarangan bunga, dari sana sampaisana,” katanya menunjuk ujung ma-kam sebelah kiri dan kanannya.

Menurut Ahmad Subur, selama inimakam Kak Mut diurus oleh Sunyoto,

Ahmad Subur

anak semangnya. ”Dia bia-sanya datang ziarah ke sini.Apalagi sekarang sudah ti-ga tahun, dan kontrak ma-kam harus diperpanjang,”katanya.

Subur tak tahu, siapa-sia-pa saja yang sering menzi-arahi makam Kak Mut. Pa-ling-paling, pas hari Pramu-ka ada rombongan bersera-gam Pramuka yang datang.

”Ramai sekali biasanya,” jelasnya.Pramuka memang dipenuhi anak

didik Kak Mut, anak-anak Pandu yangkemudian menjadi seperti anaknyasendiri.

Kak Mut adalah Bapak Paskibraka,tapi apakah Kak Mut juga punya anak-anak Paskibraka seperti Pramuka?

Page 15: Bulletin78 21 - Juni 2007

Bulletin Paskibraka ’78

Edisi Juni 2007 15

JIKA diamati dengan seksama, kata-kata yang banyak terungkap dalambahasa yang digunakan di berbagai

konsep tertulis Paskibraka adalah meru-pakan ”bahasa Mutahar”. Konsep-kon-sep Paskibraka, juga menggunakan ”ba-hasa” itu, termasuk di antaranya tolokatau Kata-Kata Dharma Mulia Putra In-donesia dan Ikrar Putra Indonesia. Tatadan gaya bahasa Sansekerta yang se-lalu dekat dengan sastra, terlihat begitukuatnya melekat.

Dari sana pula, terlihat betapa kental-nya sikap kebangsaan dalam diri Muta-har. Baginya, Indonesia adalah ”seorangIbu” yang melahirkan, membesarkan danmenghidupi anak-anaknya, setiap menu-sia Indonesia. Karena itu, sudah sepan-tasnya seorang anak berbakti dan mem-balas budi pada Ibunya, setelah ber-syukur dan berterima kasih kepada Al-Khalik, Sang Pencipta yang telah mem-berikan begitu banyak karunia-Nya kepa-da umat manusia. .

Jauh sebelumnya, hal yang sama jugatelah ditunjukkan Mutahar melalui lagu-lagu yang diciptakannya, terutama Syu-kur dan Hari Merdeka. Ia sendiri pernahmengaku, sudah tak ingat berapa ba-nyak lagu yang telah ditulis dan digubah-

AKU cukup lama mengenal kakMut dan banyak kenanganbersama beliau sebagai anak

didiknya di Paskibraka. Tetapi yang pa-ling aku ingat adalah saat aku meng-antarkan undangan pernikahanku ke-pada beliau.

Sepulang kantor aku datang ke ru-mah beliau, lalu kami ngobrol tentangberbagai hal. Tak terasa, jam sudahmenunjukkan pukul 22.00, maka akumohon pamit untuk pulang. Tetapibeliau menahanku jangan pulang dulukarena masih banyak yang diobrolkan.

Tak bisa mengelak, akupun tak jadipulang dan kami ngobrol lagi. Eh, takterasa sudah jam 23.30. Rasanyasangat tidak enak bermain ke rumahorang tua sampai selarut itu. Aku punlalu mohon pamit dengan alasan su-dah malam dan rokok sudah habis.

“Ooo... rokokmu sudah habis to. Yasudah, sana beli lagi,” kata Kak Muta-har. Beliau menyuruh pembantunyauntuk membelikan rokok untukku dan...ternyata dibelikan sampai 3 bungkus.”Mati aku! Jam berapa nih aku bisapulang,” kataku dalam batin. Lagi-lagi,

SETIAP tahun setelah selesaimenyaksikan upacara bende-ra di TV maka saya selalu me-

nelepon Kak Mutahar dan mengu-capkan salam Merdeka dan Dirga-hayu Republik Indonesia. Jawab-annya pasti ucapan bersemangat:”Merdeka!!” tapi disambung denganucapan ”Tapi belum seluruhnya mer-deka lho...Apapun hasilnya, tetap ha-rus disyukuri karena Negara Indone-sia tetap semakin maju dalam sega-la hal dibanding zaman perang du-lu,” tutur beliau.

Pernah suatu kali, dalam selingansiaran upacara bendera, ditayang-kan lagu Syukur sebagai backgro-und iklan yang menggambarkandinamika kemerdekaan Indonesiapersembahan sebuah pabrik rokok.Deskripsinya memang sangat me-nyentuh kalbu, tapi terasa adasesuatu yang lain.

Melalui telepon saya bertanya,”Kak Mut, sepertinya ada yang ber-beda dalam lagu Syukur di iklan itu.”Kak Mut menjawab sambiltertawa,”Jeli juga kamu Bud. Memang, pro-dusernya yang tanya sama aku ba-gaimana sebaiknya menyanyikanlagu Syukur agar lebih menyentuh.Maka aku suruh nyanyikan refrainpertama dua kali dan nyanyikan re-frain kedua lebih lembut namun de-ngan akhir nada yang lebih tinggi.Ternyata paduan suaranya mampumenghayati lagu tersebut dan me-nyanyikan dengan sangat bagus.”

Kak Mut lalu menjelaskan lagibahwa lagu Syukur harus dinyanyi-kan dengan penuh penghayatankarena merupakan ungkapan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Ku-asa atas segala karunia-Nya bagibangsa Indonesia.

”Seperti pernah aku ceritakan, la-gu tersebut aku ciptakan sebelum In-donesia Merdeka dengan satu ha-rapan, kelak pada saat Indonesiamerdeka, kita dapat selalu ingatbahwa kemerdekaan itu adalah se-buah anugerah dari Tuhan. Karenaitu, sudah sepantasnya kita selalubersyukur kepada-Nya.”

Bersyukur dalam pengertian KakMut, juga bukan sekadar menyanyi-kan sebuah lagu. Tapi, juga berjuangdan berupaya memberi arti padakemerdekaan itu sendiri.

n Budiharjo Winarno

nya. Tapi yang pasti, hampir semualagunya adalah lagu kebangsaan —selain lagu-lagu Pramuka.

Lagu Syukur, misalnya, yang ditulisMutahar di Semarang pada 7 Septem-ber 1944, lahir dari sebuah kepedihanyang dalam. Sebagai pemuda ia mera-sakan betapa pahitnya penjajah Belandamemperlakukan bangsa Indonesia.Bahkan, Belanda merekayasa keadaansebegitu rupa sehingga orang Indone-sia selalu tergantung kepada mereka.

”Jepang yang datang kemudian danmengaku sebagai ’saudara tua’, toh taklebih dari sebuah siasat. Karena di matamereka, orang Indonesia tetap manusiakelas dua. Rakyat susah mencari nafkah,susah mendapatkan makanan danpakaian,” kisah Mutahar.

Mutahar tak tahu lagi apa jadinya rak-yat Indonesia bila Sekutu datang ataupenjajah lain muncul setelah Jepang.Pada saat itulah, tiba-tiba ia ”bermimpi”menyaksikan Indonesia merdeka. Maka,ia pun menuliskan sebuah lagu yangmenggambarkan rasa terima kasih ke-pada Tuhan dengan judul ”Syukur”. Mim-pi Mutahar pun akhirnya menjadi kenya-taan setahun kemudian.***

n Syaiful Azram

Lagu ”Syukur” , Bahasa Mutahar Lagu ”Syukur”versi Iklan

”Aku Dikerjaiin...”untuk tidak menyinggung perasaanbeliau, aku pun teruskan mengobrol.

Ada saja yang diomongkan Kak Mutdan ia tak pernah kehabisan kamussehingga obrolan tidak pernah putus.Waktu semakin larut dan akhirnya me-nembus dinihari, tapi obrolan masihberlanjut. Mataku semakin berat, akumengobrol sambil terkantuk-kantuk.

Tiba-tiba aku dikejutkan oleh KakMut. ”Ya udah Li, kamu pulang sana!Wong kamu sudah ngantuk berat,besok masih masuk kerja lagi kan?Tapi aku nggak ngusir lho. Kapan-kapan main lagi ke sini ya dan kitangobrol lagi.”

”Baik Kak, saya mohon pamit,” ja-wabku. Sambil berdiri aku melirik jamtangan. Masya Allah! Sudah jam 03.20pagi! Maka, pulanglah aku terkantuk-kantuk diiringi embun yang mulai tu-run. Esoknya aku pergi kerja dengankepala masih ”nyut-nyutan”.

Aku ”dikerjain” oleh Kak Mut, tapiitulah kenangan paling manis yangpernah aku alami bersama orang yangsangat aku hormati dan cintai.

n Fahly Riza, Paskibraka 1984

Page 16: Bulletin78 21 - Juni 2007

Bulletin Paskibraka ’78

16 Edisi Juni 2007

Kak Mutahar dalam Jepretan Kamera

DALAM sejarah hidup Husein Mutahar, kameraadalah salah satu benda yang sangatdihindarinya. Kamera memang identik dengan

publisitas, tapi dia bukan penganut anti-publisitas,walaupun publikasi berlebihan kerap menggambarkanseorang manusia tinggi hati dan suka pamer (riya’). Diahanya mempunyai prinsip bahwa ’mati meninggalkannama yang baik akan jauh lebih berharga daripadahanya meninggalkan foto yang mungkin akan dibuangbila tidak dibutuhkan lagi’.

Begitulah Mutahar yang saya temui lagi pada tahun1993, setelah 15 tahun berlalu sejak di Paskibraka 1978.Namun herannya, setelah merasa dekat, pelan-pelan iamulai merelakan wajahnya diterpa lampu kilat darikamera saya. Foto-foto di halaman ini, foto halamandepan dan beberapa foto lainnya –yang bukan hasilreproduksi dari media massa– di buletin ini merupakansebagian dari hasil jepretan kamera saya.

Semuanya diperoleh dari tiga kesempatan, yakni saatPaskibraka ’78 bersilaturahmi ke rumahnya di Jl.Prapanca Buntu No. 119 (tahun 1993), saat Ulang JanjiPaskibraka 1978 di Cibubur (tahun 1994) dan pelantikanPengurus Purna Paskibraka Indonesia (PPI) di DirektoratPembinaan Generasi Muda (tahun 1995).

Tiga tahun itulah yang mencatat bahwa seorangMutahar yang mulanya kurang suka publikasi, akhirnyamembiarkan saja kamera mengabadikannya. Alasannyabarangkali hanya satu: karena merasa sejuk berada ditengah-tengah anak didiknya serta ingin meninggalkankenangan dan pesan bahwa ia sangat mencintai anak-anaknya di Paskibraka...

(Teks dan foto: Syaiful Azram)

1993

1994

1994

1995

1994

Page 17: Bulletin78 21 - Juni 2007

Bulletin Paskibraka ’78

Edisi Juni 2007 17

Bendera Pusaka Milik Siapa?

S ebagaimana biasa, setiap memperingati HUTKemerdekaan 17 Agustus, Bung Karno sebagaipresiden selalu menyampaikan pidato. Dan, setiap

pidato selalu diberi judul tertentu sesuai dengan tema dankeadaan waktu itu. Demikian pula halnya pada HUT RI ke-19 tahun 1964, Bung Karno menyampaikan pidato berjudul”Tahun Vivere Pericoloso”. Kata Vivere Pericoloso diambildari bahasa Italia, yang artinya ”...hidup menyerempet-nyerempet bahaya”.

Pada bagian depan pidato itu Bung Karno jelas-jelasmenyebutkan bahwa bendera Merah-Putih pusaka yanghanya dikibarkan pada setiap tanggal 17 Agustus, dulunyadijahit oleh Fatmawati, istrinya yang berasal dari Bengkulu.Dan, dengan fakta sejarah itu pulalah, Bung Karnokemudian pernah mengklaim bahwa bendera pusaka itumiliknya pribadi.

Apalagi, sebagaimana kisah penyelamatan benderapusaka yang demikian heroik oleh Husein Mutahar saatdatangnya agresi Belanda kedua pada tahun 1948.Bendera itu dititipkan pada Mutahar dengan perjanjianharus diserahkan kembali kepadanya. Mutahar menepatijanjinya dan bendera pusaka kemudian diserahkanlangsung kepada Bung Karno.

Sejak itu, Bung Karno menyimpan sendiri benderapusaka. Dari tahun 1950, pengibaran bendera pusakadilaksanakan di Istana Merdeka dengan Bung Karnosebagai Inspektur Upacara. Tapi, itu berlangsung hanyasampai tahun 1966, karena tak lama kemudian, pada Maret1967, Bung Karno ”dilengserkan” secara paksa melaluiSidang Istimewa MPRS. Sidang yang sama telahmengangkat Jenderal Soeharto menjadi Pejabat Presiden.

Ketika berkunjung ke rumahnya pada tahun 1993, Muta-har pernah mengisahkan sebuah cerita yang menurutnyahanya pernah diketahui segelintir orang, dan ”rasanya tidakterlalu penting untuk diceritakan,” katanya. Mutahar menye-butkan, bagaimana pada tahun 1967 ia mendapat perintahuntuk mempersiapkan pengibaran bendera pusaka padatanggal 17 Agustus. Sebagai Dirjen Udaka (Urusan Pemudadan Pramuka) di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan(P&K), Mutahar memang sedang ingin mewujudkan gagas-annya untuk menyerahkan pengibaran bendera pusakaitu kepada para pemuda utusan daerah.

Segala sesuatu pun dipersiapkan, termasuk memanggilpuluhan pemuda dan pramuka untuk dilatih menjadi Pa-sukan Penggerek Bendera Pusaka. Latihan ”ujicoba” pa-sukan pertama itu berlangsung mulus. Tapi, sesuatu yang”fatal” hampir saja terjadi. ”Pasukan Penggerek BenderaPusaka sudah siap beberapa hari sebelum 17 Agustus,namun para penanggungjawab upacara baru sadar kalaubendera pusaka yang akan dikibarkan ternyata tidak dite-mukan,” papar Mutahar.

Orang lain pasti akan berpikir sederhana untuk mengatasimasalah itu. Bikin saja bendera pengganti, toh tidak adaorang yang tahu. Tapi tidak demikian untuk ”seseorang”seperti Soeharto. Keberadaan bendera pusaka tak dapatdigantikan dengan apapun. Orang akan menganggap ”tidak

Sejarah

sah” bila tahu awal masa kepemimpinannya dimulai tanpabendera pusaka.

Akhirnya diketahuilah bahwa bendera pusaka masihberada di tangan Bung Karno. Akan tetapi mereka tidaktahu bagaimana caranya mengambil bendera itu. ”Dalamkebingungan itu, saya dipanggil ke Istana. Hanya sedikitorang yang tahu bagaimana menghadapi Bung Karno padasaat-saat seperti itu. Tapi saya tahu sifat beliau. Maka sayabilang, kirimkan keempat Panglima Angkatan untukmeminta bendera itu,” papar Mutahar.

”Tebakan” Mutahar ternyata benar. Bung Karno yangsudah ”diistirahatkan” di Bogor menjadi lembut hatinyaketika didatangi. Memang mulanya agak ragu-ragu, tapibeberapa saat kemudian Bung Karno berkata dengantenang. ”Baik, tanggal 16 Agustus kalian datang lagi kesini, lengkap dengan semua Panglima keempat Angkatan.Saya akan lakukan acara resmi serah terima benderapusaka...”

Maka, sebagaimana dijanjikan, pada tanggal 16 Agustusmalam, keempat Panglima Angkatan —sebutan untukpimpinan ABRI dan Polri masa itu— menghadap ke IstanaBogor. Tanpa diduga, mereka kemudian diajak balik lagi keJakarta dan akhirnya menuju ke Monumen Nasional (Mo-nas). Ternyata, selama itu bendera pusaka memangdisimpan Bung Karno dalam ruang bawah tanah di dalamMonumen Nasional.

Bendera pusaka kemudian dibawa ke Istana Merdeka.Atas perintah Presiden Soeharto, Mutahar dipanggil ke Ista-na untuk memastikan apakah bendera pusaka itu memangasli. Hanya Mutahar, satu-satunya orang yang tahu betulbentuk bendera pusaka, karena dia yang membuka jahitantangan Ibu Fatmawati. Dia pula yang menyambungkankembali bagian merah dan putih dengan mesin jahit —danterjadi kesalahan jahit kecil sekitar 2 cm di ujungnya.

Sejak itu, Soeharto menempatkan bendera pusaka diIstana, dalam sebuah kotak kayu berukir yang di dalamnyadiberi potongan kayu cendana sehingga berbau harum biladibuka. Bendera pusaka yang sudah usang itu selaludiperlihatkan kepada para anggota Paskibraka setiaptanggal 16 Agustus, untuk membangkitkan semangatmereka sebelum bertugas esok hari.

Memang terbetik berita, bendera pusaka rencananyaakan kembali ditempatkan di Monumen Nasional. Berbagaipersiapan telah dirancang, termasuk rencana mengarakbendera pusaka dari Istana Merdeka ke Monas yang jarak-nya hanya beberapa ratus meter, yang konon menelan bia-ya tidak kecil. Namun, rencana itu belum terwujud.

Begitulah, bendera pusaka memang dijahit oleh IbuFatmawati. Dikibarkan sesaat setelah dibacakannyaProklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 di depankediaman Bung Karno, Jalan PegangsaanTimur 56 Jakarta.Disimpan dan dijaga Bung Karno dengan segenap jiwadan raga. Tapi, Bung Karno juga tahu, bahwa benderapusaka adalah sebuah prasasti yang dimiliki oleh seluruhbangsa Indonesia, bukan miliknya pribadi. ***

n Syaiful Azram

Bulletin Paskibraka ’78

17 Edisi Juni 2007

Page 18: Bulletin78 21 - Juni 2007

Bulletin Paskibraka ’78

18 Edisi Juni 2007

Mutahar dan Soeharto

PAK Harto lahir dan besar di Yogyakarta dansekitarnya. Begitu juga selama masa perju-angan, ia banyak berkiprah di tanah kelahiran-

nya. Maka tak aneh jika sifatnya lembut. Kultur Jawa-nya sangat kental, tutur katanya halus dan pandaimenyimpan perasaan. Kalau menegur pasti menggu-nakan krama halus, dan sebagai orang Jawa sukamemakai bahasa simbol dan lebih sulit dipahami.

Pada suatu hari di awal bulan Agustus 1968, akudipanggil menghadap ke istana. Berdua saja di ruangkerjanya, dengan sebuah kotak berukir di atas meja,Pak Harto memulai pembicaraan. ”Pak Mutahar kantahu bahwa bendera pusaka sudah cukup tua dankondisinya semakin rapuh. Saya ingin menggantinyaagar tidak robek pada saat dikibarkan di hari kemerde-kaan nanti. Bagaimana pendapat Bapak?”

Aku terdiam beberapa saat dan mencari jawabanyang tepat. ”Pak Harto,” kataku dengan hati-hati, ”sayatahu bendera pusaka sudah rapuh. Tapi kalau bolehsaya memberi saran, sebaiknya bendera pusaka tetapdikibarkan sekali lagi tahun ini. Setelah itu, mau digantidengan bendera lain terserah Bapak.”

”Mengapa harus tetap dikibarkan?” tanya Pak Hartolagi.

”Karena ini adalah bendera Merah Putih yang perta-ma kali dikibarkan saat Proklamasi Kemerdekaan. Jadisebaiknya bendera ini dikibarkan juga pada saat estafetkepemimpinan beralih ke tangan Bapak, selain sebagaiungkapan rasa hormat dan terima kasih kepada parapejuang kemerdekaaan,” ujarku menjelaskan. Tahun1968, memang tahun pertama Pak Harto menjabatPresiden RI setelah dilantik dalam Sidang UmumMPRS, 27 Maret 1968.

Pak Harto tersenyum dan kemudian berkata, ”Baik-lah, pendapat bapak akan saya pertimbangkan. Tetapisaya masih mau minta tolong kepada Pak Mutaharuntuk memastikan apakah bendera yang ada didalamkotak ini benar-benar bendera pusaka yang asli. Sayatahu Pak Mutahar yang menyelamatkan bendera pusa-ka pada saat perjuangan dulu, jadi pasti bisa menge-nalinya.”

Aku kaget setengah mati. Bagaimana kalau benderayang di dalam kotak itu bukan bendera pusaka, wah,bisa celaka aku. Aku berpikir keras bagaimana caranyabisa meyakinkan Pak Harto tentang keaslian benderapusaka tanpa harus memeriksanya sendiri. ”Maaf PakHarto. Bukan saya tidak mau memenuhi permintaanBapak, tetapi biarlah saya jelaskan secara detail ciri-cirinya, setelah itu silahkan Bapak memeriksa danmemastikan sendiri keaslian bendera pusaka. Jika ciri-cirinya cocok berarti asli,” ujarku dan setelah itu cepat-cepat mohon pamit.

Nyatanya, Pak Harto mendengarkan usulanku.Bendera dalam kotak itu memang asli bendera pusaka.Dan, pada puncak upacara HUT Proklamasi 1968,bendera pusaka yang asli itu kembali berkibar di tiang17 Istana Merdeka Jakarta. ***

Antara Soekarno dan SoehartoSebuah Pengalaman Pribadi Husein Mutahar

Apa yang dikisahkan berikut ini merupakan pengalaman pribadiKak Mutahar bersama dua orang nomor satu di Republik Indone-sia: Soekarno dan Soeharto. Diakui Kak Mut, pendapat pribadinyabelum tentu sama dengan orang lain. ”Sebagai mantan ajudandan staf, aku mikul dhuwur mendhem jero, sehingga yang kucerita-kan kebaikannya saja. Soal kekurangannya, biarlah orang lain yangmenceritakan,” ujar Kak Mut.

Beberapa kali cerita ini dipaparkan kepada saya, sebagian diantaranya di depan teman-teman Paskibraka ’78 yang lain. KakMut sering bilang, kisah ini sebenarnya tidak terlalu penting. Tapisaya melihat sebaliknya: sebagai sebuah sisi penting yang me-nunjukkan siapa sebenarnya seorang Husein Mutahar. (Budi W)

Mutahar dan Soekarno

BUNG Karno (BK) lahir di Blitar dan tumbuh di masa sulit sertapenuh perjuangan. Sebagai orang Jawa Timur bicaranya ceplas ceplos tanpa tedeng aling-aling. Suaranya mungkin

terdengar kasar, tetapi memang itulah Soekarno. Kalau sedang marah,semua keluar dengan seketika. Tapi, secepat itu pula ia minta maafbila merasa ada kata-katanya yang menyinggung perasaan.

Suatu hari, ajudan BK datang ke rumahku dan bilang, ”Pak Mutahardipanggil menghadap Bapak (BK) di istana.” Aku jawab, ”Baik, sayaganti baju dulu dan nanti menyusul ke istana.” Tetapi si ajudan bertahan,”Tadi Bapak pesan Pak Mutahar harus ikut bersama saya.”

Wah, sepertinya penting sekali. Maka aku bergegas, dan sesampaidi istana langsung menuju ke ruang kerjanya. Kulihat muka BK kusutdan seper tinya sedang marah besar. ”Mut, kamu tahu kenapa akupanggil?” Aku menjawab santai, ”Lha ya nggak tahu. Wong Bapakyang manggil saya, mana saya tahu.”

”Aku mau marah!” hardik BK lagi. ”Ya marah aja. Mau marah koknunggu saya,” jawabku sekenanya, karena aku kenal betul sifatnya.

Ternyata, jawabanku itu membuatnya benar-benar marah. Dalambahasa Belanda BK mengeluarkan unek-uneknya selama hampir duajam, padahal aku tidak tahu sebabnya. Aku mendengarkan saja, sampaikemarahan itu kendor dan akhirnya BK diam. Aku lalu bilang, ”Bung,marahnya sudah selesai kan? Kalau sudah, aku tak pulang...”

BK langsung melotot ke arahku. Dalam hati aku berkata, ”Wah, salahomong aku. Bisa-bisa dia marah lagi...” Tapi ternyata tidak, karena mata-nya kembali meredup. ”Ya sudah, pulang sana!” katanya memerintah.

”Kalau begitu saya pamit,” jawabku sambil keluar dan terus pulang.Tapi tak lama kemudian, ajudannya datang lagi ke rumahku.

Aku langsung menyambar, ”Ada apa? Saya dipanggil lagi untuk dima-rahi ya?” Sang ajudan cuma mesem-mesem. ”Nggak kok Pak Mut.Saya disuruh Bapak ngantar ini,” katanya sambil menyerahkan tas —yang setelah kubuka ternyata isinya berbagai macam kue.

Sambil mengucapkan terima kasih kepad si ajudan, aku tersenyum.”Dasar wong gendeng. Kalau bar nesu (habis marah) ngirimi kue, yasering-sering aja marah biar giziku terjamin,” kataku dalam hati.

Esoknya aku bertemu lagi dengan BK dan kulihat wajahnya sumri-ngah. Maka aku menegur, ”Bung, kalau masih mau marah sama saya,silahkan. Tapi jangan lupa kuenya dikirim lagi.”

BK tertawa keras. ”Mut, kamu tahu kenapa saya marah?” Aku menja-wab, ”Ya nggak tahulah. Wong Bapak marahnya banyak sekali, jadisaya nggak ingat.”

”Makanya aku panggil kamu untuk aku marahi. Lantaran aku tahukamu pasti tutupi kupingmu dengan kapas biar nggak dengar omong-anku,” kata BK sambil ngeloyor pergi. ***

Edisi Juni 2007 18

Page 19: Bulletin78 21 - Juni 2007

Bulletin Paskibraka ’78

Edisi Juni 2007 19

KARENA dikibarkan di tiang 17 Istana Merdeka setiapupacara 17 Agustus, bendera pusaka yang usianyasudah sangat tua mulai robek di keempat sudutnya.

Pada bulan Agustus 1968, Husein Mutahar sudah diberitahuoleh Presiden Soeharto tentang rencana pembuatan duplikatbendera pusaka. Tapi ia mengusulkan agar penggantiandilakukan pada tahun berikutnya, 1969, karena benderapusaka harus tetap dikibarkan saat Soeharto memulai jabatanPresiden RI.

Pada tahun 1969, pembuatan bendera duplikat disetujui.Dalam usulannya, Mutahar meminta agar duplikat benderapusaka dibuat dengan tiga syarat, yakni: (1) bahannya daribenang sutera alam, (2) zat pewarna dan alat tenunnya asliIndonesia, dan (3) kain ditenun tanpa jahitan antara merahdan putihnya.

Sayang, gagasan itu tidak semuanya terpenuhi karenaketerbatasan yang ada. Pembuatan duplikat bendera pusakaitu memang terlaksana, dan dikerjakan oleh Balai PenelitianTekstil Bandung, dibantu PT Ratna di Ciawi Bogor.

Syarat yang ditentukan Mutahar tidak terlaksana karenabahan pewama asli Indonesia tidak memiliki warna merahstandar bendera. Sementara penenunan dengan alat tenunasli bukan mesin akan memakan waktu terlalu lama,sedangkan bendera yang akan dibuat jumlahnya cukupbanyak.

Duplikat akhimya dibuat dengan bahan sutera, namunmenggunakan bahan pewarna impor dan ditenun denganmesin. Bendera duplikat itu kemudian dibagi-bagikan keseluruh daerah tingkat I, tingkat II dan perwakilan Indonesia diluar negeri pada 5 Agustus 1969.

Namun, untuk pengibaran pada tanggal 17 Agustus 1969 diIstana Merdeka, sebelumnya telah dibuat sebuah duplikatbendera pusaka lain dengan bahan yang tersedia, yakni darikain bendera (wool) yang berwarna merah dan putih kekuning-kuningan. Karena lebar kainnya hanya 50 cm, setiap bagianmerah dan putih bendera itu terdiri dari masing-masing tigapotongan kain memanjang.

Seluruh potongan itu disatukan dengan mesin jahit dan pada

Bendera DuplikatItu Juga Sudah

Jadi ”Pusaka”

Duplikat bendera pusaka diserahkan kepada daerah tingkat I dan II olehPresiden Soeharto di Jakarta pada 5 Agustus 1969 melalui

Pangkowilhan masing-masing.

salah satu bagian pinggimya dipasangi sepotong tali tambat.Pemasangannya di tali tiang tidak satu persatu (seperti padaduplikat bendera pusaka hasil karya Balai Penelitian Tekstil),tapi cukup diikatkan pada kedua ujung tali tambatnya.

Ketidaksamaan bentuk tali pengikat antara duplikat benderapusaka di Istana Merdeka dengan duplikat bendera pusakayang dibagikan ke daerah, seringkali menimbulkan masalah.Dalam pengibaran bendera pusaka di daerah, terjadi ketidak-praktisan saat mengikat tali tambat yang jumlahnya banyak.Hal itu sering membuat waktu yang dibutuhkan untuk mengikatmenjadi sangat lama, belum lagi kemungkinan terjadikesalahan sehingga bendera berbelit sewaktu dibentangsebelum dinaikkan.

***

PADA tahun 1984, setelah dikibarkan di Istana Merdekasetiap tanggal 17 Agustus selama 15 kali, bendera dup-likat yang terbuat dari kain wool itu pun terlihat terlihat

mulai renta. Mutahar yang menonton upacara pengibaran ben-dera oleh Paskibraka melalui pesawat televisi, tiba-tiba dikejut-kan dengan celetukan ’cucunya’. ”Eyang, kok benderanya su-dah tua, apa nggak robek kalau ditiup angin,” kata sang cucu.

”Masya Allah. Aku baru sadar kalau ternyata bendera duplikatitu usianya sudah 15 tahun. Maka, siang itu juga aku mengetiksurat yang kutujukan pada Pak Harto. Isinya mengingatkanbeliau bahwa bendera duplikat yang dikibarkan di Istana sudahharus ’pensiun’ dan apa mungkin bila dibuatkan duplikat yangbaru,” papar Mutahar.

Ternyata, Pak Harto membaca surat itu dan memenuhi per-mintaan Mutahar. ”Allah Maha Besar karena suratku diperha-tikan oleh Pak Harto,” kenang Mutahar.

Maka, pada tahun 1985 bendera duplikat kedua mulai di-kibarkan, sementara bendera duplikat pertama yang terbuatdari kain wool kini disimpan dalam museum di Taman MiniIndonesia Indah (TMII).

Bendera duplikat kedua untuk seterusnya menjadi benderayang dikibarkan setiap 17 Agustus sampai saat ini. Mengingatusianya yang juga sudah ’renta’ yakni 22 tahun, ada baiknyaPresiden RI kembali diingatkan untuk memeriksa apakahbendera duplikat kedua itu masih layak untuk dikibarkan. Bilatidak, sudah waktunya pula bendera itu diistirahatkan danditempatkan di museum mendampingi duplikat pertama. Se-mentara untuk pengibaran di Istana Merdeka, bisa dibuatkanduplikat yang baru dengan bahan yang lebih baik dan tahanlama.***

Bendera duplikat pertama, terbuat dari wool dengan tiga potong kainmerah dan putih yang disambungkan dengan jahitan.

Page 20: Bulletin78 21 - Juni 2007

Bulletin Paskibraka ’78

20 Edisi Juni 2007

Renungan

Menjaga Sejarah Paskibraka

Mulanya, saya tidak begitu peduliketika Latihan Paskibraka di tingkatnasional tidak lagi ditangani oleh

Departemen Pendidikan Nasional (melaluiDirektorat Kepemudaan, Ditjen Diklusepora)mulai tahun 2005. ”Ah, silabus latihannya kansudah dibakukan, pasti tidak ada masalah.Buktinya, masih ada Paskibraka yang mengi-barkan bendera pusaka di Istana Merdeka,”pikir saya.

Saya lalu membayangkan, orang-orangyang tadinya biasa menangani latihan itu tentumasih terus diikutsertakan sebagai pembinaketika latihan kini ditangani oleh Kantor MenteriPemuda dan Olahraga (Menpora). Ada sebuahkesinambungan ’sejarah’ yang tidak harusditinggalkan begitu saja. Paling tidak, ’benangmerah’ akan tetap tersambung dengan kuat.

Namun, sebersit rasa ragu akhirnya berke-lebat juga di benak saya. Jangan-jangan, yangterjadi tidak seperti yang saya bayangkan.Seberapa besar persentase perubahan yangtelah terjadi akibat perbedaan dalam birokrasipenyelenggara latihan, saya sendiri belum per-nah mengukur.

Akhirnya, bertemulah saya dengan sese-orang yang menjadi ”saksi hidup” Paskibrakaselama 35 tahun. Manusia langka yangbernama Slamet Rahardjo itu bukan sajamenjadi saksi sejarah Paskibraka sejak 1970,tapi ia juga menjadi orang yang menjaga setiaplembar dokumen Paskibraka dalam lemarinyaketika Direktorat Pembinaan Generasi Mudamasih berada di Jalan Merdeka Timur 14Gambir, Jakarta.

Dari cerita yang saya terima, akhirnya ke-khawatiran saya seolah menemukan pem-benaran. Persoalan birokrasi dengan dibo-yongnya Direktorat Kepemudaan dari GedungE Depdiknas ke Deputi II Kantor Menpora telahmemberi dampak yang amat besar danmenakutkan bagi saya. Bukan saja dalammasalah pembinaan Paskibraka, tapi jugadengan dokumen-dokumen sejarah Paski-braka.

***

Dulu, ketika masih di Gambir, Ditbinmud(kita masih saja menyebutnya denganPGM sampai sekarang) menjadi

’Rumah Paskibraka’ yang begitu sejuk dannyaman. Setiap Purna Paskibraka datang daridaerah tidak pernah lupa singgah. Purna yangsudah berada di Jakarta sekalipun, selaluberhenti atau membelokkan kendaraannya,sekadar untuk temu kangen dengan mantanpembinanya.

Di ’rumah’ itu, yang dibutuhkan Purna Pas-kibraka selalu tersedia: foto-foto ketika latihan,data diri atau alamat teman-teman seangkatandan arsip apa saja tentang latihan Paskibraka.Atau, beberapa kali, pernah ada Purna Paski-braka yang datang untuk meminta salinansertifikat ’Latihan Kepemudaan/Paskibraka’karena ingin mendaftar di Akademi Militer/

Kepolisian. Semuanya ada dalam arsip, danbisa digandakan kapan saja.

Mereka bisa mengetuk setiap pintu ruanganatau ’ngobrol’ akrab dengan setiap orang diPGM, termasuk Direkturnya. Purna selaludisambut dengan senyum di rumah itu.

Begitu PGM pindah ke Gedung E Depdiknasdi Senayan (dan berubah menjadi DirektoratKepemudaan), suasana seakrab di Gambir taklagi bisa ditemui. Anda harus melapor keresepsionis Diklusepora lebih dulu, mengisibuku tamu, dan berbagai macam persyaratanlayaknya bertamu ke sebuah gedung perkan-toran. Tapi masih untung, karena ada orangyang Anda kenal di sana. Dan dokumen-do-kumen Paskibraka masih utuh meski sedikitberceceran ketika dibawa pindah.

Sekarang, ketika Direktorat Kepemudaandilikuidasi dari Depdiknas dan diboyong keKantor Menpora, yang terjadi sangat membuatmiris. Pemindahan birokrasi —yang sangatsarat politis— itu berdampak sangat buruk bagisejarah maupun masa depan Paskibraka.

Sebagian besar personalia PGM (terutamayang senior) tidak bersedia ikut pindah ke Kan-tor Menpora, mengakibatkan tidak terjaminnyalagi kualitas ”Gladian Sentra” dalam latihanPaskibraka. Personalia PGM yang ’terpecahbelah’ tidak lagi sempat memikirkan Paskibraka,karena lebih memilih ’peduli’ pada nasib sendiri.

Dalam keadaan seperti itu, seorang SlametRahardjo pun tidak lagi bisa menentukan apa-kah isi lemarinya harus ikut diboyong ke tempatyang baru sementara ia tetap tinggal di Dep-diknas. Atau, segerobak arsip —termasuklembaran formulir biodata asli tulisan tangananggota Paskibraka— itu harus dibawa pu-lang ke rumahnya di Bekasi. Tapi untuk apa?

Pada saat-saat kalut seperti itu, dia pun lupauntuk menitipkan dokumen-dokumen berseja-rah pada Purna Paskibraka. Pengurus PPI —

yang seharusnya peduli— pun tidak pernahberbuat sesuatu. Akhirnya, kertas-kertas do-kumen itu masuk ke gudang, dijual kiloan kelapak, atau dibakar.

Tidak diketahui persis, berapa banyak arsiptentang Paskibraka yang telah hilang. Berapabanyak pula yang masih ada, namun diurusoleh orang-orang yang tidak kita kenal di DeputiII Menpora. Betapa sulitnya kini untuk meleng-kapi dan mendokumentasikan data Paskibraka,Komandan Pasukan (Danpas), Pembina danPelatih, karena catatan itu sebagian besar te-lah hilang.

***

Malam pertama setelah saya seharianngobrol habis-habisan dengan KakSlamet, airmata saya sempat meng-

ambang. Begini tragiskah episode akhir darisebuah keluarga bernama Paskibraka? Begitusulitkah mencari orang-orang yang mau pedulipada ’korps’ yang telah membuat diri merekabangga karena berbeda dari yang lain?

Semenjak PGM tak lagi berada di Gambir,kita telah kehilangan ”rumah” dan ”sekolah”yang sejuk dan nyaman. Sejak kepergian KakMutahar dan Bunda Bunakim, kita hampir-hampir tak lagi punya ”orangtua” dan ”guru”karena yang tersisa hanya Kak Idik dan KakDharminto. Kini, setelah PGM tidak ada lagi danhilang bersama sebagian besar dokumen-dokumen Paskibraka, kita kembali mengalamimusibah kehilangan ”ijazah”.

Bayangkanlah beberapa tahun lagi, ketikaorangtua dan guru-guru kita benar-benar se-muanya telah pergi. Maka, sempurnalah kita,Purna Paskibraka, akan menjadi ”yatim piatuyang kehilangan orangtua dan guru, rumahdan sekolah serta ijazah”. Itu berarti, kita jugaakan kehilangan ”sejarah” karena kita memangtak pernah mau menjaganya.

(Syaiful Azram)

Wajah Kak Slamet atau Mas Slamet sudah teramatakrab di kepala setiap Purna Paskibraka, terutamakumisnya yang tebal. Sejak tahun 1970, saat usianyamasih 20 tahun, ia sudah menjadi satu bagian dalamlatihan Paskibraka. Meski tidak secara detail, ia masihbisa menceritakan bagaimana perjalanan Paskibrakasejak awal tahun 70-an, ketika masih dibina langsungoleh Kak Mutahar sampai dilimpahkan kepada Kak IdikSulaeman. Dia pun masih terus bertahan di DirektoratPembinaan Generasi Muda ketika Direktur-nya datangdan pergi silih berganti. Tetap di tempat yang sama:sebagai staf Sub Direktorat Pembinaan LatihanKepemudaan (PLK).

Kini, setelah memutuskan mengambil masa pensiunpada tahun 2005, Kak Slamet menghabiskan waktunyadi rumahnya, Perumnas 3 Bekasi Timur. ”Selalu ada

kerinduan kepada Paskibraka. Saya nggak bakal bosan ngobrol seharian dengan Paskibrakayang datang ke rumah, karena dengan begitu saya bisa bernostalgia. Inilah kehidupan yangbisa saya nikmati di masa tua seorang pensiunan. Mudah-mudahan kalian semua masih ingatsama saya,” tuturnya.***

Page 21: Bulletin78 21 - Juni 2007

Bulletin Paskibraka ’78

Edisi Juni 2007 21

TANGGAL 21-22 April 2007 yang lalu (Sabtu sampaiMinggu) Menpora bekerjasama dengan Paskibraka’78 dan sponsor-sponsor lainnya melaksanakan Time

Rally yang melintasi tempat-tempat bersejarah dan FasilitasOlahraga yang ada di DKI.

Tujuannya mengingatkan kembali bahwa kita mempunyaisejarah yang memang harus diingat oleh generasi muda.Selain itu, setelah mengetahui fasilitas olahraga yang ada diDKI, peserta yang kebanyakan dari generasi muda diharapkandapat memanfaatkan tempat tersebut dan tentu saja hasilakhirnya generasi muda yang lebih sehat.

Pertandingan yang sifatnya fun ini diikuti oleh 62 pesertamobil (dapat berisi 4 peserta atau keluarga) dan 340 pesertamotor (sekalian safety riding) Cukup sigifikan jumlahnya. Adayang agak tidak biasa di dunia Rally atau balapan lainnya

yaitu karena penyelenggaraannyapas tanggal 21 April, maka setiappeserta (satu) orang dalam 1 mobildiharuskan memakai baju Nasio-nal. Juga, waktu pembukaan kitamenyany ikanl a g u

Ibu Kar-tini. Ya.... ininggak biasa,tapi namanyajuga Paskibraka, yang beginianperlu. Lucunya, banyak juga lhoyang tidak hafal teksnya. Untung-nya panitia telah menyiapkan tekslagu tersebut, alhasil, nyanyi ba-rengan kaya koor gitu, rame deh!

Time Rally kemarin memang

Time Rally Menpora–Paskibraka ’78

Peserta rally sedang dilepas (palingatas), sticker Paskibraka ’78 di helm

peserta motor (kanan) dan kacabelakang mobil (bawah).

(Foto2:Saras)

dikhususkan untuk Pemula dan soalnya sangat mudah. Bagiyang belum pernah ikut, belajarnya memang di event sepertiini. Time Rally ini tidak banyak koq hadiahnya, totalnya cumaRp 17 juta, tapi yg cukup enak bagi penerimanya adalah hadiahpertama peserta Rp 4,6 Juta dan hadiah paling apesnya (akhir)1 juta. Belum lagi berbagai gimmick dari sponsor yang memangbanyak jumlahnya.

Tujuan paling akhir dari penyelenggaraan ini tentu sajaadalah mengingatkan kembali bahwa Paskibraka ’78 masiheksis gitu lho! Impian akhir kita adalah menyelenggarakanTime Rally antar Provinsi pas tgl 17 Agustus. Dijamin pastirame pesertanya, kan hari libur. Daripada jalan-jalan di Malltiada akhir, mending ikut Time Rally trus ada hadiahnyauangnya, wah mana tahaaaan. Ada yang ingin ikutan?....tungguberita selanjutnya di buletin in dan milis [email protected]. n Saras

Sarasmelepaspeserta

rally

Sarasmelepaspeserta

rally

Page 22: Bulletin78 21 - Juni 2007

Bulletin Paskibraka ’78

22 Edisi Juni 2007

Berita Paskibraka 1978

TIDAK sampai satu bulan dari kedatangan Zal yangpertama, datang lagi sms dari Sonny memberi tahukalau Izziah sedang di Jakarta dan menunggui anaknya

yang sakit DHF. Aku langsung sms si Izziah Poh Poh danmenanyakan kondisi kesehatan anaknya. Datanglah jawaban,“Sudah mendingan kondisinya, Thx ya. Oh ya ini dari mana?Nomornya baru? Koq saya gak punya sebelumnya”.

Ternyata Izziah tidak menyimpan nomor HP-ku, jadi kuteleponsaja langsung. Dia nyerocos menceritakan kondisi anaknya,tapi mungkin baru sadar kalau dia belum bertanya siapa yangmenelepon.

Dia diam sebentar, lalu tanya, ”Eh Bapak ini siapa ya?” Akumenjawab, ”Ini Budi, Bu Izziah,” jawabku.

”Ooo, Pak Budi. Bagaimana kabarnya? Wah maaf Pak , belumsempat beri kabar kalau anakku sakit....” ia nyerocos lagi blabla bla. Aku diam saja mendengar ocehannya. Setelah agaklama aku potong lagi, ”Emang Ibu ingat aku Budi yang mana?”

”Eh iya, ini Budi yang.....” lagi-lagi bla bla bla ia bicara nggakjelas. Aku langsung menjelaskan, ”Bukan Bu... Ini Budi temanIbu yang sudah lamaaa sekali tidak ketemu.” Eh dia malahmenjawab ”Lho kok lama nggak ketemu, kenapa ya?”

Wah repot, lagi error nih, kataku dalam hati. ”Coba Ibu ingat-ingat. Kalau nggak salah dulu Ibu pernah jadi Paskibrakaya,”pancingku. Langsung saja bicaranya berubah, ”Eeee... iniBudi siapa ya? Yang dari Jateng ya atau yang mana nih bingungaku,” jawabnya. Maka aku jawab, ”Budi dari Yogya Bu...”

Meledaklah tawanya. Dengan logat Jawa Timur (Izziah dulukuliah di ITS Surabaya, Red) yang masih kental ia ngomel,”Sialan kamu! Apa kabar.....” dan bla bla bla hampir 5 menitnggak bisa diputus ia nyerocos lagi, tapi kali ini lumayan benar.

Kami ngobrol cukup lama, pakai bahasa Jawa dan JawaTimuran campur Aceh, kayak gado-gado. Dia bilang kalau hariJumat-nya sudah pulang ke Aceh, tapi karena aku juga haruske Yogya maka kami tidak sempat bertemu. Hanya sms-nyasaja yang datang dan yang penting anaknya sudah sehat.

Tapi 5 Juni 2007 dalam sms-nya dia sempat cerita kalauhabis opname 2 hari karena kecapekan dan ’ngejar setoran’,dan sudah sehat lagi. Dia mengaku jarang buka email karenasering keliling dari desa ke desa seantero NAD, tugas darikantor ADB yang ada di Aceh.

Heboh banget memang. Nggak terbayang bagaimana nantikalau benar-benar bertemu langsung atau reuni... (Budi W)

SIANG itu sms dari Sonny masuk ke HP memberi informasikalau Mahruzal sedang ada di Jakarta. Maka, di saat jamisitrahat aku samber kesempatan untuk menelepon.

Bapak yang super sibuk itu menjawab, tapi suaranya tidakjelas dan terputus-putus.

Sorenya, ketika sedang mandi di rumah, HP-ku berbunyidan langsung diangkat istriku. Ternyata ada suara cowok yangmencariku tapi langsung diputus saat istriku menjawab.Setelah aku cek ternyata miss call itu dari Mahruzal.

Aku telepon lagi dia dan terdengarlah suara temanku yanghampir 29 tahun tidak bertemu. Zal tertawa setelah tahu kalautadi yang mengangkat telepon adalah istriku. Lantaran yangmenjawab perempuan, dia pikir salah sambung maka lang-sung diputus.

Kami akhirnya ngobrol. Saat kutanya kabar kantor Zalmenjawab, ”Aku sekarang tidak tugas di Sekretariat Bappedalagi tapi jadi Kepala Bidang….” Belum selesai ia menyebutkanjabatannya, langsung saja kupotong, ”Dari dulu, kamu itumemang sudah kepala bidang....”

Zal terdiam sesaat, tapi kemudian terdengar tawanyaberderai-derai. ”Sialan, lupa aku kalau kepalaku sudah bidangdan sekarang tinggal rambut yang di belakang aja,” katanya—mungkin sambil mengelus-elus kepalanya. Maka tertawalahkami berdua, lalu saling tanya kabar masing-masing.

Karena kesibukan, aku tak sempat menghubungi Zal yanglangsung balik ke Aceh. Tangal 9 Juni aku sms lagi Zal untukmenanyakan alamat rumahnya. Bulletin belum bisa dikirimkarena alamat terakhirnya tak punya. Zal malah menelpon danmemberitahu kalau sedang ada di Jakarta dan kalau mauketemu sebaiknya hari Senin, sebelum pulang ke NAD

Sayang, pada hari tersebut aku juga harus dinas ke Yogyamaka kamitak sempat bertemu. Zal hanya titip salam untukteman-teman semua, dan minta nomor rekening yang bisadiisi untuk kas Paguyuban Paskibraka 1978. ”Siapa tahu,dengan menyumbang kas 78 rezekiku jadi berlebih,” katanya.Semoga saja Zal selalu dilimpahi rezeki yang buanyak......

Teman-teman Paskibraka ’78,Buletin kali ini memang tidak ba-

nyak bicara tentang kegiatan Pagu-yuban Paskibraka 1978. Sejak perte-muan April 2007 lalu di rumah Tetty,sampai saat ini belum ada pertemuanlanjutan. Alasannya tetap saja klasik:sulit membuat rencana agar kami diJakarta bisa menyediakan waktu luangserentak dalam satu kesempatan.

Namun begitu, komunikasi antar kitamasih terus berlangsung walaupuntanpa tatap muka. Ada yang lewat te-lepon, SMS, atau e-mail. Sarana komu-nikasi canggih itu dapat dimanfaatkantentunya, terutama untuk teman-teman

yang berada di luar Jabodetabek. Dihalaman data dan alamat ada nomortelepon dan HP kita semua, dan kaliini dimuat pula alamat e-mail dari be-berapa teman kita yang suka ke warnetatau punya fasilitas internet di rumahatau kantor.

Sebagian komunikasi yang terekamlewat e-mail coba dikutip-kutip sedikit,untuk menggambarkan apa yang ter-jadi dan apa yang sedang dikerjakanoleh mereka yang selalu sibuk itu. So-alnya, sampai sekarang masih sulitmeminta kalian-kalian untuk menulisdan mengisi buletin ini. Untung saja,masih ada penjaga gawang yang

membuat buletin ini kembali muncul.Namun, kebutuhan untuk membuat

buletin ini tetap terbit bukan hanya soalbagaimana mengisinya. Ada hal lainyang perlu dipikirkan yakni biaya cetakdan pengiriman (untuk hard copy). Un-tuk mereka yang punya e-mail, pengi-riman bisa dalam bentuk soft copy (for-mat PDF) dan kalau mau punya hardcopy-nya bisa di-print sendiri.

Untuk itu, mohon saran teman-te-man bagaimana cara yang palingenak agar buletin komunikasi ini bisaterus hadir di tengah-tengah kita.

n Redaksi

Kutemukan Saudaraku(Kisah Budiharjo Winarno yang paling tidakpernah bertemu dengan Mahruzal dan Izziah)

Page 23: Bulletin78 21 - Juni 2007

Bulletin Paskibraka ’78

Edisi Juni 2007 23

Helo Saras, dah sembuh kan?! Iziah Poh,anakmu juga dah sembuh kan dari DBD?

Pantes jadi sepi nih jalur email. Apalagi, buRita dan Ilham sedang di Kalimantan.

Good Luck.Sonny Jwarson Parahiyanto (SJP)

------------------------------------------------------Soni,

Thanks alot ya son email nya.. Aku sudahbalik ke Aceh, anakku sudah keluar dari RS.

Aku mohon maaf buanget buanget ya,sudah lama nggak ikutan chatting. Maklum..sering ke deso2 yang nggak bisa access keinternet.

Mas Bhe Budi di Jogya,

Itu.. Mas Bhe.. thanks buanget ya for yourcall. Seneng banget bisa ngo-brol2 setelah bertahun2 nggak ngobrol. Kamuternyata masih kocak ya.. haha.. sampe2 akulupa kalo aku sedang sedih ngeliat anak kuyg sakit. Thanks ya Budi.

Aku emang berpikir siapa itu yah masbhe..eh ternyata dikau si Budi yang lucu sejakdulu.

thanks and regards, izziah

------------------------------------------------------Helo Pas 78,Bisakah saudara sekalian kumpul kembali

pada hari Minggu 13 Mei 2007 di rumah Tettylagi dari jam 09.00 hingga 15.00 (sekalianmakan siang)dengan agenda ngelanjutin hasil pertemuanlalu dan action yang telahdilakukan?

Mohon respon saudara sekalian di-emailini atau via sma. Thanks your attn & your joint.

Salam,SJP

------------------------------------------------------Dear Sony and teman-teman Pas’78,

Kayaknya yg nyambut ajakanmu utkketemuan cuma beberapa saja. Kalaugitu Son, aku juga mau diem dulu ya...

All the best,Saras

------------------------------------------------------Wah... Saras marah... bahaya nih !!!! bisa

sepi milis-nya. Sorry aq baru bisa baca andbales, lagi agak sering keluar kota nih.

Sonny, laptop q punya kantor gak bisangapa2in, gak bisa di tag, di friendster dll, dsb,hanya untuk kerjaan.... firewall nya tebel enberlapis2. Jadi bukan gak mau ya...

Kalo untuk kumpul2, sy mungkin baru bisaikutan setelah bulan Mei, jadi seka-rang syabsen dulu ya... kerjaan lg agak ribet nih. Buatsemua selamat bekerja dan selalu sehat ya.

Salam,Arita

------------------------------------------------------Maklum kok neng Rita, namanya aja

paguyuban (organisasi sosial). musti TAKETIME, he he he he, saya juga ada komunitaslain dan biasanya banyak ngelus dada dansabar serta jiwa besar...

Cuplikan E-mail Antar Paskibraka ’78

Thanks Your Attn.Regards,SJP

------------------------------------------------------Thanks Endang, Saras dan Zal Poh,

Walau acara kumpul 78 minggu 13 meidipostpond, tapi atensi kalian tinggisekalian. Sementara Endang sibuk di Yogyadan Saras traveling dengan IMI nya, makaZal Poh sibuk MusRencBangNas di Jakartahingga 6 Mei tapi susah ketemunya, karenasibuk pada pokja yang dibidanginya. Tak apa,yang penting atensi masih ada. Thanks &semoga sukses selalu. Amin

Salam,SJP

------------------------------------------------------Khabar baik dan sehat dari Yogya di pasca

gempa... semoga demikian juga seluruh sobatdipenjuru tanah air... aich... aku sangatbersyukur punya saudara, sobat dan temenkalian semua.. ternyata kita masih dipertemu-kan diusia senja ini ya... meskipun lewatkabel... tapi semangat nya ternyata tak kanpernah pudar.... aku salut banget .... akuberdoa dan berusaha untuk dapat jumpadarat... kangen... kangen... dan kangen....

ok, tak tunggu kabar selanjutnya.... janganbosan kirim-kirim kabar dan foto.... untukbernostalgia dan meremind wajah-wajahcantik dan ganteng di tahun 78 dan tentunyatambah berwibawa dan elegan pada usiadiatas 45 th... ha ha ha.. Oh ya , kayaknyatemen kita udah ada yang “Mantu “ lho... akuudah pernah di telp si “ LOMBOK “ katanyamau ngundang saat mantu, tapi kok ditunggu-tunggu undangan gak nongol.... wah berartiudah ada yang punya cucu ya.... ayo siapa??wah... asyyyiiiikkkk jugaya kita reuni bawa Cucu.... Ok, Saras dansobat.... semangat dan energimu... Luuu-aaaaaarrrrrr biiiiiaaassaaaaa.....

Salam sayang dan kangen untuk seluruhkeluarga....

endang rahayu------------------------------------------------------Salam PASKIBRAKA 78...

Maaf temans , beberapa email yang ke akubelum kerespon.... maklum baru tidak ditempatbeberapa hari, yach namanya buruh itu harusnurut ama juragan ha...ha...ha.....

Wah seru sekali ya jika bisa ngumpul.... tapisoorryyyy banget nich, untuk kumpul kumpulse angkatan 78 di Jakarta kali ini aku belumdapat gabung... masih agak kesulitan waktu-nya..... sedangkan di Yogya sekarang jugabaru giat-giatnya pertemuan, besuk jum’at per-temuan 20 orang di rumahku.... apa teman-teman mau gabung juga... sesekali donk keYogya....

Saat ini Jogja udah mulai seleksi Paskibrakatingkat Kotamadya dan Kabupaten lho...bagaimana dengan di situ... wah .. pasti jugaudah seru ya....

Okey dech, lain waktu aku gabung ya...salam,endang rahayu

------------------------------------------------------Hai Son,Aq ada di Solo saat ini. aq mau wisata kuliner

dulu soalnya dari kemarin kerjaanku cumangejar2 makanan, mulai dari Yogya, Magelangsampai Solo. Masa 3 hari aq libur di jawa sini,3 kali juga pindah2 hotel di setiap kota itu,hanya ngejar makanan2 yg bukanya saja jam1 pagi seperti Gudeg Ceker di Wiroyudan,dekat SMA 1 sebelah Timur nya Solo Balapan(Stasiun), masya Allah, rasanya memang MakNyus, abis itu minumnya di Susu Shi Jack,STMJ yg paling OK, susunya fresh tenan,wis pokoke Top Markotop deh.

Dadagh.Saras

------------------------------------------------------Pagi Saras yang top markotop....Wah..wah..wah.... lha kok sombong kali ya...

ke Yogya dan sekitarnya gak kabar kabur dangak mampir.... lupa ya kalau punya temen diYogya, padahal saat ada hari waisak aku dankel nonton di Magelang sekaligus dolan-dolan... tapi berhubung gak tahu klo di RS Jiwaada acara yang di mandegani oleh dirimu ya...gak nonton dech....

Wah seneng ya.... punya kegiatan yangasyik..... dan dari kota ke kota......

Okey.... lain kali kalau pas ada acara di Jogja.... kabar kabar ya..... see you,

salam,endang rahayu

------------------------------------------------------Ndang, Poh, Son, Rit, Tet, Bud, Yad, etc,Aq bukannya sombong, kategoriku baru

sedikit sombong (belum banyak sombong-nya) he...he...tapi tenan, kemarin aq sepertidikejar-kejar setan, kerjaanku ngejar-ngejarWakil Dekan Satu di MM UGM, mau ketemudia koq kaya ketemu kanjeng Sultan.....Sussyaaaaah banget, sampai stresss deehah... Tau susah begitu, mending ketemu kamuNdang ya!

Untuk ngilangin stress, aku cari makan,kebetulan aku anggota milis jalansutra nyaBondan Winarno Mak Nyus, jadi... hemmmtau sendiri, teman2 di milis nawarin apapun,harus ada pembuktian, makanya aku berburumakanan mulai Dari Solo, Angkringannya PakKemin, Timlo Solo di Pasar Besat etc etc, diMagelang sampai Boyolali dan tentu sajaYogya.

Kenyang? Nggak juga tuh. Aq nggak tau,apa perut ini sudah demikian melarnya sampaimakanan masuk semua namun tidak terasakenyang, mungkin juga syaraf-syaraf di perutsudah pada kendor...... (yaah maklum deh, 2pala dah pernah lewat kan...!!) Kebetulan juga,kemarin aku dapat supir yang mengerti isiperutku, supirnya orang asli Solo yg gilamakan, jadi pas deh.

Bulan Juli pertengahan aq akan ke Yogyalagi, pasti aq akan mencarimu kembali Ndang.Kalau alamat lupa, aku akan tanya 108 sajaya?

All the best,Saras

Page 24: Bulletin78 21 - Juni 2007

Bulletin Paskibraka ’78

24 Edisi Juni 2007

Mahruzal MY (Aceh): Jl. Sultan Alaidin Johansyah No.5 (Wartel SinggahMata), Desa Neusu Aceh, Kec. Baiturrahman, Banda Aceh. HP. 0811167533–0811683848.Izziah (Aceh): Jl. Jend. Sudirman 41A, Geuceu Iniem, Banda Aceh. HP.08126988678.Syaiful Azram (Sumut): Pondok Tirta Mandala Blok E4 No. 1, Depok 16415.Telp. 021-8741953. HP. 08161834318.Aida Sumarni Batubara (Sumut): Jl. Halat Ujung Gg. Kelinci No. 1 Medan20127. Telp. 061-712047.Masril Syarif (Sumbar): Jl. Rambutan No. 282 RW VII RT 1 Padang Besi(Indarung), Kota Padang.Telp.0751-202842.Azmiyati Aziz (Sumbar): Jl. Kancil III/Toleransi No.67 Palu. Telp. 0451-21928.(Alm) Auzar Hasfat (Riau): Jl. Tasykurun 44 Pekanbaru.Muhammad Iqbal (Jambi): Jalan Kapodang 8 No.132 Kotabaru, Jambi.Telp. 0741-42636. HP. 08127860498.Sambusir (Sumsel): Bumi Satria Kencana, Jl. Saddewa Raya Blok 43 No.6/29, Bekasi 17144. Telp. 021-8845215. HP.08568586045.Tatiana Shinta Insamodra (Lampung): Jl. Mesjid No. 88 Kemang, RT 01/07, Jatiwaringin, Pondok Gede, Bekasi 17411. Telp. 021-8464430. HP.085691909089.Amir Mansur (Jakarta): Jalan S. Brantas RT 07/01 No. 235 Cilincing,Jakarta Utara 14130. Telp. 021-4407865. HP. 08159073987.Saraswati (Jakarta): PT Nugra Santana, Wisma Nugra Santana Lt.3 J.Jendral Sudirman Kav.7–8 Jakarta 10220. Telp. (K) 021-5704893/5/7, Fax.021-5702040. HP. 0811997659.Yadi Mulyadi (Jabar): Jalan Raya Warung Jaud No.14 RT 03 RW XI KaliganduSelatan, Serang 42151. Telp.0254-208301. HP.08129078369.Arita Patriana Sudradjat (Jabar): Jl. Mandar XIV Blok DD3 No.1, BintaroJaya Sektor 3A, Tangerang 15225. Telp. 021-7359763. HP. 0816933910.Budihardjo Winarno (Yogya): Gema Pesona Blok AM/7 Depok 16412.Telp. 021-77822421. HP. 0818866130.Endang Rahayu Tapan (Yogya): Jl. Jlagran No. 115 Yogyakarta. Telp. 0274-583063.Budi Saddewo (Jateng): Jl. Pangandaran Raya 53, Bumi Bekasi Baru 1Utara, Bekasi 17115. Telp. 021-8217863. HP.08127116960.Sonny Jwarson (Jatim): Pondok Surya Mandala Blok G1 No.14 Jakamulya,Bekasi 17146. Telp. 021-8213430. HP.0818416650.Rahmaniyah Yusuf (Jateng): Jalan Sri Rejeki II No.17 Semarang 51040.Telp. 024-607724.I Gde Amithaba (Bali): Jalan Palem Hijau 3 No.19, Taman Beverly LippoCikarang 17550. Telp.021-89908203. HP. 0816972827.Oka Saraswati (Bali):Jl.Seruni No.4C, Denpasar. Telp. 0361-226130.Maskayangan (NTB): Jl. Panji Tilar Negara 118 Mataram. Telp. 0370-634343.HP. 0817367185.Syarbaini (Kalbar): Jl. Kom. Laut Yos Sudarso, Perumnas II Gg Matan IINo.18, RT 03/XXXIII Pontianak 78113. Telp.0561-770270.Chelly Urai Sri Ranau (Kalbar): Antilop Maju Jatibening I, Jl. Merapi 116,Bekasi 17412. Telp. 021-8471948. HP. 08561068417.Fridhany (Kalteng): Jl. HM Arsyad XXXVI Blok D No.7 Sampit. Telp. 0351-22256.Herdeman (Kalteng): Jl. Ci Bangas Gang Berdikari No.1 Palangkaraya 73111.

Rahmawaty Siddik (Kaltim): Jl. Maduningrat Gg Family RT XX No. 39Kampung Melayu, Tenggarong.Nunung Restuwanti (Kalsel): Jl. Kampung Baru RT XV/74 Murung Pudak,Tabalong 71571. Telp. 0516-21275.Redhany Gaffurie (Kalsel): Jl. Sutoyo Siswomiharjo, Gg.20 KomplekPurnasakti Jalur U/8 RT 40 Banjarmasin 70245.M. Ilham Radjoeni Rauf (Sultra): Jalan Sedap Malam No. 31, TamanYasmin Bogor 16310. Telp. 0251-315534. HP.081310559578.Halidja Husein (Maluku): Kompleks Ditjen Perla Blok B/14 Kramat Jaya,Jakarta 10560. Telp. 021-4415269. HP. 08161645571.Johny Ronsumbe (Irja): Kompleks SD Inpres Komba. PO BOX 292 SentaniJayapura.Welly Tigtigweria (Irja): d/a Rindam 7 Trikora, Ifar Gunung, Jayapura.

Suhartini (Riau): Jl. Pembangunan 2 Selat Panjang,Ellyawaty Hasanah (Jambi): Jl. Merdeka 43 Kuala Tungkal.Nilawati (Sumsel): Jl. Yos Sudarso, RT V No. 5, Telaga Jawa,Lubuk Linggau.Iskandar Rama (Bengkulu): Jl. MH. Thamrin 32 Curup.Ernawati (Bengkulu): Jl.Dwi Tunggal 30 Curup.Akrom Faisal (Lampung): Kampung Baru, Tanj. KarangSalamah Wahyu (Jateng): ---------Mahzur (NTB): --------Wendalinus Nahak (NTT): Jl. Yos Sudarso 9/7 Atambua.Trice De Bora Bria (NTT): Kp. Tanah Merah, Atambua.Frederick Bid Lie Pang (Kaltim): Asrama Don Bosco, Jl. Sudirman59 Samarinda.Daniel Pakasi (Sulut): Jl. KS Tubun 6 Manado.Deetje Saroinsong (Sulut): Jl. Dua Mei Teling, Manado.Sinyo Mokodompit (Sulteng): Jl. Panasakan Dalam 179 Toli-toli.Diyah Palupi (Sulteng): Mess Bayangkara No.2 Toli-toli.Sri Diana Saptawati (Sultra): Komp. Sukaraja I WPA E5 LanudHusein Sastranegara, Bandung.Ridwan (Sulsel): Jl. Andi Mallombasang, Sungguminasa.Hafsah Dahlan (Sulsel): Jl. Baji Minasa 17H Janeponto.Patty Nehemia (Maluku): Kudamati SK 29 No.40 Ambon.

Mereka yang Ditemukan

Mereka Harus Dicari...

Idik Sulaeman : Jalan Budaya (Kemanggisan Ilir 5B) No.2 JakartaBarat 11480. Telp. 021-5480217. HP. 08161413465.Dharminto Surapati : Jl. Bandengan Utara I No.11 RT05/11 JakartaBarat 11240. Telp. 021-6917588. HP. 08129508801Slamet Rahardjo : Jl. Pulau Belitung 3/99, Perumnas III, Bumi SetiaMekar, Bekasi Timur 17111. Telp. 021-8814475. HP.081310090903Marsda (Purn) Sutrisno : Bukit Kencana 3, Blok AV 8 Jati Rahayu,Pondok Gede, Bekasi 17414. Telp. 021-84993658. HP.08129901973.Mayjen TNI Albert Inkiriwang : Jl. Mesjid I/8 Pejompongan,Jakarta Pusat 10210. Telp. 021-5706340.Brigjen (Pol) Drs. Jusuf Mucharam : Telp. 021-7250878. HP.0811111066.Brigjen (Pol) Drs. Adrian Daniel : (R) Telp. 0736-21591. (K)Kapolda Bengkulu 0736-51041 dan 52087.

Pembina & Danpas

Alamat e-Mail Paskibraka 1978:Izziah Hasan > [email protected] atau [email protected] Jwarson > [email protected] Insamodra > [email protected] > [email protected] Sudradjat > [email protected] Mulyadi > [email protected] Saddewo > [email protected] djo Winarno > [email protected] Rauf > [email protected] Rahayu > [email protected] Sutrisno > [email protected]

Mailist: [email protected]

Paguyuban Paskibraka 1978Ketua (Lurah) : Yadi Mulyadi (Jabar)

Chelly Urai Sri Ranau (Kalbar)Sekretaris : Syaiful Azram (Sumut)

Saraswati (DKI Jakarta)Bendahara : Arita Patriana Sudradjat (Jabar)

Budi Saddewo Sudiro (Jateng)

Bala Paskibraka 1978 di Jadebotabek:l Sonny Jwarson Parahiyanto (Jatim) l Tatiana Shinta Insamodra(Lampung) l Amir Mansur (Jakarta) l I Gde Amithaba (Bali) lSambusir (Sumsel) l Halidja Husein (Maluku) l M. Ilham RadjoeniRauf (Sultra) l


Related Documents