YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
Page 1: Brain Abcess

BAB I

STATUS PASIEN NEUROLOGI

A. IDENTITAS

Nama / Umur : Ny. Herlina Handayanti (25 tahun)

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Petugas Kesehatan Puskesmas

Alamat : Kota Bani RT 06/02 Kel Pasar Baru Kota Bani, Bengkulu

Agama : Islam

Status pernikahan : Menikah

Suku bangsa : Bengkulu

Tgl masuk : 22 Maret 2014

Dirawat yang ke : Pertama

Tgl pemeriksaan : 8 April 2014

B. ANAMNESA

Autoanamnesa dilakukan pada tanggal 8 April 2014 di Ruangan Perawatan Umum lt.4

RSPAD Gatot Soebroto

KELUHAN UTAMA

Nyeri Kepala

KELUHAN TAMBAHAN

Penurunan Kesadaran, Kejang, Kelemahan anggota gerak atas dan bawah

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang dari Bengkulu, Rujukan dari RSUD Bengkulu ke IGD RSPAD Gatot

Soebroto dengan keluhan nyeri kepala sejak 3 bulan SMRS dan memburuk 10 hari

SMRS. Pada awalnya nyeri kepala hanya timbul 1x dalam 1 minggu dan berlangsung

hanya 1 – 2 jam, membaik dengan beristirahat dan meminum obat warung. 10 hari

1

Page 2: Brain Abcess

SMRS nyeri kepala bertambah hebat dan dirasakan diseluruh bagian kepala. Nyeri

kepala tidak timbul secara mendadak. Nyeri kepala dirasakan seperti tertusuk-tusuk di

seluruh bagian kepala terutama pada bagian depan dekat mata. Nyeri kepala dirasakan

setiap hari, terus-menerus dan tidak membaik dengan pemberian obat anti nyeri dan

tidak membaik dengan istirahat. Nyeri kepala dapat timbul pada saat aktivitas maupun

pada saat istirahat. Ketika nyeri muncul, pasien tidak bisa melakukan aktivitas sehari-

hari seperti berjalan dan pasien tidak dapat tidur. Nyeri kepala memburuk ketika pasien

membuka mata. Pasien baru mengalmi nyeri kepala hebat seperti ini. Nyeri kepala

disertai dengan demam dan muntah yang menyemprot. Pasien juga belum BAB selama

1 minggu SMRS.

Demam dirasakan sering timbul bersamaan dengan sakit kepala. Demam dirasakan

mendadak. Demam dirasakan tidak terus-menerus sepanjang hari dan membaik dengan

obat penurun panas. Terkadang demam disertai dengan menggigil. Orang tua pasien

menyangkal adanya demam yang berpola seperti setiap 3 hari sekali atau 2 hari sekali.

Orang tua pasien menyangkal di daerah tempat tinggalnya saat ada yang menderita

malaria.

Pada perawatan hari ke 4 d RSPAD pasien mengalami kejang. Kejang timbul saat

demam. Kejang terlihat pada seluruh badan disertai dengan mata mendelik ke atas.

Pasien mengalami kehilangan kesadaran selama 4 jam setelah kejang. Orang tua pasien

mengatakan bahwa ini merupakan kejang pertama. Riwayat kejang berulang dan kejang

pada anggota keluarga disangkal. Setelah kejang pasien mengalami kelemahan pada ke-

empat anggota geraknya. Anggota gerak dapat digerakkan tetapi dirasakan tidak dapat

melawan tahanan. Pasien juga mengalami kesulitan dalam mengucapkan kata-kata tetapi

masih dapat berinteraksi dan menerima instruksi dari lingkungan disekitarnya.

Pada perawatan hari ke-14 pasien merasakan lehernya kaku dan demam muncul

kembali. Terdapatnya pusing berputar pada pasien, perubahan warna air kencing seperti

coklat pekat, dan demam yang terus-menerus sepanjang hari ataupun berpola dalam satu

minggu disangkal oleh keluarga pasien. Keluarga pasien juga menyangkal perubahan

warna kulit anak menjadi warna kuning. Keluarga pasien menyangkal bahwa anaknya

sering menderita gangguann pada hidung atau telinganya, menyangkal sering makan

2

Page 3: Brain Abcess

ikan mentah, dan menggunakan obat-obatan terlarang. Ibu pasien mengaku dirumah

pasien banyak terdapat kucing.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Riwayat asites 6 bulan yang lalu. Orang tua pasien mengaku semenjak ditemukannya

asites, pasien mengalami penurunan berat badan tetapi tidak diketahui jumlah penurunan

berat badannya. Orang tua pasien menyatakan anaknya pernah menderita malaria saat

SMP. Pasien menyangkal adanya riwayat batuk lama, keganasan, sinusitis, dan sakit

telinga.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tidak ditemukan

RIWAYAT KELAHIRAN/PERTUMBUHAN/PERKEMBANGAN

Tidak ada kelainan

C. PEMERIKSAAN STATUS INTERNUS

Keadaan umum : Tampak sakit berat

Gizi : normoweight (BMI 19.05)

Tanda vital

TD. Kanan : 130/70 mmHg

TD. Kiri : 130/70 mmHg

Nadi kanan : 84 x/menit regular, isi cukup, ekual

Nadi kiri : 84 x/menit regular, isi cukup, ekual

Pernafasan : 20 x/menit teratur, abdominothorakal.

Suhu : 37.9 ˚C per axilla.

Kepala : Normocephal ; Konjungtiva anemis - / - ; Sklera ikterik - / -

Limfonodi : Tidak teraba pembesaran

Thoraks : Hemitoraks kanan dan kiri simetris saat statis dan dinamis

o Jantung : BJ I - II reguler, gallop (-), murmur (-)

o Paru : Suara dasar vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen : Asites + pada bagian lateral dekstra dan sinistra abdomen

3

Page 4: Brain Abcess

o Hepar : Tidak teraba pembesaran

o Lien : Tidak teraba pembesaran

Ekstremitas : Akral hangat, sianosis -/-, oedem -/-, capillary refill < 2 detik

STATUS PSIKIATRIS

Tingkah laku : Gelisah

Perasaan hati : Euthym

Orientasi : Baik

Jalan fikiran : koheren

Daya ingat : Baik

STATUS NEUROLOGIS

Kesadaran : Apatis, GCS : 12 ( E3M6V3)

Sikap tubuh : Berbaring terlentang

Cara berjalan : Tidak dilakukan

Gerakan abnormal: Tidak ada

Kepala

Bentuk : Normocephal

Simetris : Simetris

Pulsasi : Teraba

Nyeri tekan : +

Leher

Sikap : Normal

Gerakan : Bebas

Vertebra : Normal

Nyeri tekan : Tidak ada

GEJALA RANGSANG MENINGEAL

Kanan Kiri

Kaku kuduk : ( + )

4

Page 5: Brain Abcess

Laseque : <70° <70°

Kernig : <135° <135°

Brudzinsky I : (-) (-)

Brudzinsky II : (-) (-)

NERVUS CRANIALIS

N.I (Olfactorius)

- Daya penghidung : Normosmia Normosmia

N.II (Optikus)

- Ketajaman penglihatan : Sulit dievaluasi

- Pengenalan warna : Sulit dievaluasi

- Lapang pandang : Sulit dievaluasi

- Fundus : Tidak dilakukan

N.III (Occulomotorius) / N.IV (Trochlearis) / N.VI (Abducens)

- Ptosis : (-) (-)

- Strabismus : (-) (-)

- Nistagmus : (-) (-)

- Exoptalmus : (-) (-)

- Enoptalmus : (-) (-)

- Gerakan bola mata

o Lateral : (+) (+)

o Medial : (+) (+)

o Atas lateral : (+) (+)

o Atas medial : (+) (+)

o Bawah lateral : (+) (+)

o Bawah medial : (+) (+)

o Atas : (+) (+)

o Bawah : (+) (+)

5

Page 6: Brain Abcess

o Gaze : (+) (+)

- Pupil

o Ukuran pupil : Ø 3mm Ø 3mm

o Bentuk pupil : Bulat Bulat

o Isokor/ anisokor : Isokor

o Posisi : di tengah di tengah

o Refleks cahaya langsung : (+) (+)

o Refleks cahaya tidak langsung : (+) (+)

o Refleks akomodasi/ konvergensi: (+) (+)

N.V (Trigeminus)

- Menggigit : Sulit dievaluasi

- Membuka mulut : Sulit dievaluasi

- Sensibilitas atas : (+) (+)

o Tengah : (+) (+)

o Bawah : (+) (+)

:

- Refleks masseter : (+) (+)

- Refleks zigomatikus : (+) (+)

- Refleks cornea : (+) (+)

- Refleks bersin : Tidak dilakukan

N.VII (Fascialis)

Pasif :

Kerutan kulit dahi : Simetris

Kedipan mata : Simetris

Lipatan naso labial : Simetris

Sudut mulut : Simetris

6

Page 7: Brain Abcess

Aktif :

Mengerutkan dahi : Sulit dievaluasi

Mengerutkan alis : Sulit dievaluasi

Menutup mata : Sulit dievaluasi

Meringis : Sulit dievaluasi

Menggembungkan pipi : Sulit dievaluasi

Gerakan bersiul : Tidak mampu bersiul

Daya pengecapan lidah 2/3 depan : Sulit dievaluasi

Hiperlakrimasi : Tidak ada

Lidah kering : Tidak ada

N.VIII ( Vestibulocochlearis )

Mendengar suara gesekan jari tangan : ( + ) ( + )

Mendengar detik arloji : ( + ) ( + )

Test Schwabach : Tidak dilakukan

Test Rinne : Tidak dilakukan

Test Weber : Tidak dilakukan

N.IX (Glossopharyngeus)

Arcus pharynx : Simetris

Posisi uvula : Di tengah

Daya pengecapan lidah 1/3 belakang : Baik

Refleks muntah : Baik

N.X (Vagus)

Denyut nadi : Teraba, reguler

Arcus pharynx : Simetris

Bersuara : Baik tidak serak

Menelan : Tidak ada gangguan

N.XI (Accesorius)

7

Page 8: Brain Abcess

Memalingkan kepala : Baik tanpa ada tahanan

Sikap bahu : Simetris kanan dan kiri

Mengangkat bahu : Simetris kanan dan kiri

N.XII (Hipoglossus)

Menjulurkan lidah : Tidak dapat dilakukan

Kekuatan lidah : sulit dievaluasi

Atrofi lidah : Tidak ada

Artikulasi : Disartria

Tremor lidah : Tidak ada

M O T O R I K :

Gerakan : Terbatas Terbatas

Terbatas Terbatas

Kekuatan :

Tonus : Normotonus Normotonus

Normotonus Normotonus

Trofi : Eutrofi Eutrofi

Eutrofi Eutrofi

REFLEKS FISIOLOGIS :

Refleks Tendon

Refleks biceps : + / +

Refleks triceps : + / +

Refleks patella : + / +

Refleks achilles : + / +

3 3 3 3 3 3 3 3

3 3 3 3 3 3 3 3

8

Page 9: Brain Abcess

Refleks Permukaan

Dinding perut : +

Cremaster : Tidak dilakukan

Spincter anii : Tidak dilakukan

REFLEKS PATOLOGIS : Kanan Kiri

Hoffman Trommer : - -

Babinski : - -

Chaddock : - -

Openheim : - -

Gordon : - -

Schaefer : - -

Klonus paha : - -

Klonus kaki : - -

SENSIBILITAS :

Eksteroseptif

Nyeri : Terasa pada dua sisi

Suhu : Tidak dilakukan

Taktil : Terasa pada dua sisi

Propioseptif

Vibrasi : Terasa pada dua sisi

Posisi : Sulit di evaluasi

Tekan dalam : Terasa pada dua sisi

KOORDINASI DAN KESEIMBANGAN :

Test Romberg : Tidak dapat dinilai

Test Tandem : Tidak dapat dinilai

Test Fukuda : Tidak dapat dinilai

Disdiadokokenesis : Tidak dapat dinilai

Rebound phenomen : Tidak dapat dinilai

9

Page 10: Brain Abcess

Dismetri : Tidak dapat dinilai

Test Telunjuk hidung : Tidak dapat dinilai

Test Telunjuk telunjuk : Tidak dapat dinilai

Test Tumit lutut : Tidak dapat dinilai

FUNGSI OTONOM :

Miksi ( terpasang kateter )

Inkontinentia : Tidak ada

Retensi : Tidak ada

Anuria : Tidak ada

Defekasi

Inkontinentia : Tidak ada

Retensi : Ada

FUNGSI LUHUR :

Fungsi bahasa : Baik

Fungsi orientasi : Baik

Fungsi memori : Baik

Fungsi emosi : Baik

Fungsi kognisi : Sulit dievaluasi

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium Darah dan Kimia Klinik

Rapid HIV test (-)

10

Page 11: Brain Abcess

Pemeriksaan Foto Thoraks dengan Proyeksi AP (21 / 3 / 2014)

Hasil :

Tidak tampak kelainan pada jantung dan paru

Pemeriksaan 7 April 2014 Rujukan

Hemoglobin 10.8 13-18 g/dL

Hematokrit 32 40-52 %

Eritrosit 4.0 4.3–6.0 jt/uL

Leukosit 14.700 4800-10800/uL

Trombosit 532000 150000-400000/uL

MCV 79 80-96 fl

MCH 27 27-32 pg

MCHC 34 32-36g/dL

Natrium 126 135 – 145 mEq/L

Kalium 3.1 3,5 – 5,3 mEq/L

Klorida 92 97 – 107 mEq/L

11

Page 12: Brain Abcess

Pemeriksaan CT-Scan Kepala (21/3/2014)

Pada pemeriksaan CT Scan Kepala tanpa dan dengan kontras media, potongan axial, dengan

hasil

- Septum nasi ditengah

- Tampak lesi membulat di dinding posterior sinus maksilaris kiri

- Sinus-sinus paranasals lainnya dan kedua air cell mastoid cerah.

- Bulbus okuli dan struktur retrobulber tak tampak kelainan.

- Tampak multiple lesi rim enhancement dengan fingerlike edema di lobus

parietalis kanan kiri, temporal kanan, cerebellum kanan dan kiri, dengan ukuran

terbesar sekitar 1.2 x 1.1 cm di lobus parietal kiri.

- Mesencephalon dan pons tak tampak kelainan

12

Page 13: Brain Abcess

- Ventrikel lateralis kanan kiri, ventrikel III maupun IV tidak dalam batas normal

- Tak tampak distorsi midline mapun tanda desak ruang

- Sistem sisterna baik

Kesan :

Multiple lesi rim enhancement dengan vasogenic edema di lobus parietalis kanan kiri,

temporal kanan, cerebellum kanan dan kiri (ukuran terbesar sekitar 1.2 x 1.1 cm di

lobus parietal kiri ) multiple abcess DD/metastasis

Kista retensi DD/mucocele di dinding posterior sinus maksilaris

R E S U M E :

Anamnesa :

Pasien perempuan Ny. H berumur 25 tahun datang ke IGD RSPAD dengan keluhan

nyeri kepala hebat 10 hari SMRS. Nyeri kepala dirasakan terus menerus dan dirasakan

pada seluruh bagian kepala. Penurunan Kesadaran (+), kejang (+), mual (-), muntah

menyemprot(+), demam (+), riwayat trauma kepala (-), BAB (-) selama 1 minggu SMRS

& BAK tidak ada kelainan, Gangguan bicara (+). Keluhan pertama dirasakan sejak 3

bulan yang lalu. Pasien mempunyai riwayat asites 6 bulan yang lalu. Terdapat banyak

kucing pada rumah pasien.

Pemeriksaan :

Status Internis

Keadaan umum : Tampak sakit berat

Gizi : Normoweight

Tanda vital

TD. Kanan : 130/70 mmHg

TD. Kiri : 130/70 mmHg

Nadi kanan : 84 x/menit regular, isi cukup, ekual

Nadi kiri : 84 x/menit regular, isi cukup, ekual

Pernafasan : 20 x/menit teratur, abdominothorakal.

Suhu : 37.9˚C per axilla.

13

Page 14: Brain Abcess

Abdomen : Asites (+)

Status psikiatris : dalam batas normal

Status Neurologis

Kesadaran : E3M6V3 GCS : 12

Nervus Cranialis

N.XII (Hipoglossus)Menjulurkan lidah : Tidak dapat dilakukanKekuatan lidah : SimetrisAtrofi lidah : Tidak adaArtikulasi : DisartriaTremor lidah : Tidak ada

Kesan : Parese N. XII (Hipoglosus) sinistra tipe sentral

Motorik :

Gerakan : Terbatas Terbatas

Terbatas Terbatas

Kekuatan :

Refleks fisiologis :

Refleks Tendon

Refleks biceps : + /+

Refleks triceps : +/ +

Refleks patella : + /+

Refleks achilles : + / +

Refleks patologis :

Babinsky : - / -

Pemeriksaan kaku kuduk +, Laseque +/+, Kerniq +/+

3 3 3 3 3 3 3 3

3 3 3 3 3 3 3 3

14

Page 15: Brain Abcess

Pemeriksaan penunjang

Laboratorium darah

Hb 10.8 13-18 g/dL

Ht 32 40-52 %

Leukosit 14.700 4800-10800/uL

Trombosit 532.000 150000-400000/uL

Ro Thoraks :

Kesan :

Cor dan Pulmo dalam batas normal

CT Scan Kepala

Kesan :

Multiple lesi rim enhancement dengan vasogenic edema di lobus parietalis kanan kiri,

temporal kanan, cerebellum kanan dan kiri (ukuran terbesar sekitar 1.2 x 1.1 cm di

lobus parietal kiri ) multiple abcess DD/metastasis

Kista retensi DD/mucocele di dinding posterior sinus maksilaris

D I A G N O S I S :

Diagnosa Klinis :

Penurunan Kesadaran, Parese N.XII tipe central, Disartria, Tetraparise

Diagnosa Topik :

lobus parietalis kanan kiri, temporal kanan, cerebellum kanan dan kiri

(berdasarkan ct scan)

Diagnosa Etiologi :

Multiple abcess DD/ metastasis disertai meningoensefalitis

T E R A P I :

15

Page 16: Brain Abcess

Medikamentosa :

- Infus RL 2000 ml/24 jam

- Mecobalamin 500 ug 3 x 1 tab

- Neurobion 5000 1 x 1 tab

- Rantin 2 x 1 tab

- Metilprednisolone 16 mg 2 x 1 tab (minggu 1), 1 x 1 tab (minggu 2),

Metilprednisolone 8 mg 1 x 1 tab (minggu 3)

- Asam mefenamat 500 mg 2 x 1 tab

- Lactulac 1 x 1 syr

- Levofloxacin 1 x 1000 mg (IV)

- Metronidazole 3 x 500 mg (IV)

Non medikamentosa :

- Pemasangan kateter

- Konsul ke gizi untuk nutrisi pasien

P R O G N O S A :

Ad vitam : dubia ad malam

Ad fungsionam : dubia ad malam

Ad sanam : dubia ad malam

Ad cosmeticum : dubia

BAB II

ANALISA KASUS

16

Page 17: Brain Abcess

Diagnosis pada pasien ini adalah :

Diagnosa Klinis :

Penurunan Kesadaran, Parese N.XII tipe central , Disartria, Tetraparise

Diagnosa Topik :

lobus parietalis kanan kiri, temporal kanan, cerebellum kanan dan kiri

(berdasarkan ct scan)

Diagnosa Etiologi :

Multiple abcess DD/ metastasis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

neurologi dan ditunjang oleh pemeriksaan penunjang

II.1. S (Subjective)

Anamnesis :

Pasien perempuan Ny. H berumur 25 tahun datang ke IGD RSPAD dengan keluhan nyeri

kepala hebat 10 hari SMRS. Nyeri kepala dirasakan terus menerus dan dirasakan pada seluruh

bagian kepala. Penurunan Kesadaran (+), kejang (+), mual (-), muntah menyemprot(+),

demam (+), riwayat trauma kepala (-), BAB (-) selama 1 minggu SMRS & BAK tidak ada

kelainan, gangguan bahasa (-), gangguan bicara (+) Kelemahan pada ke-4 anggota gerak (+).

Keluhan nyeri kepala pertama dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Pasien mempunyai riwayat

asites 6 bulan yang lalu. Terdapat banyak kucing pada rumah pasien.

Nyeri kepala yang hebat dan terus – menerus, muntah yang menyemprot, dan

penurunan kesadaran merupakan trias klasik dari peningkatan tekanan intra kranial.

Peningkatan tekanan intrakranial dapat terjadi pada kasus seperti stroke, trauma kepala

dan SOL. Pada kasus ini karena nyeri kepala bersifat progresif dan tidak

didapatkannya riwayat trauma kepala, mengarahkan pasien ini mengalami kepada

keadaan SOL dimana dapat terjadi abses otak ataupun keadaan metastasis tumor.

Nyeri kepala dapat muncul akibat dari reaksi desak ruang yang menekan lapisan

meningen dimana lapisan ini merupakan lapisan yang peka terhadap rangsang nyeri.

Kejang

17

Page 18: Brain Abcess

Kejang dapat muncul akibat adanya rangsangan secara mekanik pada daerah motorik dari

cerebri. Pada umumnya lesi yang terletak pada kortikal atau subkortikal hemisfer serebri

yang terletak pada regio sentroparietal sering menyebabkan keadaan ini

Tetraparise

Keadaan kelemahan anggota gerak atas dan bawah secara bersamaan pada pasien ini

(tetraparise) dicurigai muncul akibat adanya lesi yang bertipe UMN. Disangkalnya

riwayat trauma pada bagian dada dan leher memperkuat letak lesi UMN ini berada pada

level yang lebih tinggi seperti pada cerebrum. Hasil ini sesuai dengan lesi yang

ditunjukkan pada CT Scan dimana lobus parietal kanan dan kiri merupakan jalur awal

untuk motoric tangan, kaki, dan beberapa saraf kranial.

Gangguan Bicara

Merupakan sebuah keadaan yang dapat muncul pada berbagai macam keadaan. Pada

pasien ini dicurigai gangguan gangguan bicara muncul pada level yang lebih tinggi yaitu

pada daerah cerebrum. Jika disesuaikan dengan lesi yang terdapat pada hasil CT-Scan,

maka gejala klinis ini sesuai karena lesi ditemukan pada daerah parietal kanan dan kiri

Demam

Demam merupakan tanda khas bahwa seseorang mengalami infeksi. Pada pasien ini

demam sering muncul bersamaan dengan nyeri kepala. Hal ini dapat mengindikasikan

bahwa pasien ini sedang mengalami infeksi yang menyebabkan munculnya nyeri kepala.

Hal ini memperkuat keadaan pasien ini mengalami abses serebri.

Kucing

Kucing merupakan hospes perantara dari Toxoplasma gondii. Riwayat banyak kucing di

rumah pasien merupakan faktor risiko untuk munculnya infeksi otak akibat Toxoplasma.

Anamnesis

18

Page 19: Brain Abcess

Gejala Meningitis Ensefalitis Abses

Onset akut akut Sub akut

Demam Tinggi Tinggi Tidak tinggi

Nyeri Kepala Berat Ringan-berat Sedang - berat

Kejang Jarang Sering Sering

Gangguan Mental - Sering Sering

Gangguan tingkat

kesadaran

ringan Ringan-berat Sedang berat

Menyangkal perubahan warna air kencing, warna kulit, dan demam yang berpola khusus

Keterangan ini dapat melemahkan keadaan infeksi akibat malaria falciparum. Hal ini

perlu ditanyakan karena pasien pernah menderita malaria.

gangguan memori dan bahasa

Pasien tidak mengalami gangguan fungsi memori dimana pasien masih dapat mengingat

secara lengkap memori baru dan lama. Hal ini menandakan bahwa tidak ada lesi di

daerah sistem limbik (Diensefalon) dan neokorteks temporalis sebagai daerah anatomis

memori. Pasien tidak mengalami gangguan bahasa dimana pasien dapat mengikuti

instruksi dari lingkungannya dan tidak memiliki kesulitan dalam mengekspresikan

pikirannya.

II.2. O (Objective)

19

Page 20: Brain Abcess

Pemeriksaan fisik :

Dari pemeriksaan kesadaran pasien membuka mata secara spontan (E3), dapat melakukan

gerakan yang diperintahkan oleh pemeriksa (M6) dan berorientasi penuh saat diajak berbicara

(V3). Tekanan darah 130/70 mmHg, nadi 84x/menit, suhu 37.9o C

Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran pasien masih dalam tingkat apatis dengan GCS =

12 sehingga terdapat gangguan kesadaran dan dicurigai terdapat peningkatan TIK

Pemeriksaan gejala peningkatan tekanan intrakranial (+), kaku kuduk (+), kerniq dan brudzinsky

(+)

Hal ini menunjukkan kemungkinan pasien mengalami SOL yang mengarah kepada abses

cerebri dan keadaan yang merupakan komplikasinya yaitu meningoensefalitis.

Pada pemeriksaan nervus kranialis ditemukan adanya Parese N. XII central. Pada pemeriksaan

motorik didapatkan gerakan terbatas serta kekuatan motorik berskala 3 pada ekstremitas superior

dan inferior dekstra maupun sinistra

Pada pemeriksaan nervus cranialis didapatkan gangguan nervus XII dimana pasien

mengalami kesulitan dalam menjulurkan lidah dan dalam berbicara disertai dengan

kelemahan anggota gerak menandakan lesi dapat bersifat central dan terletak pada

korteks serebri area motorik. Jika diperdalam kemungkinan topis lesi berada pada

regio parietal dan temporal kanan serta kiri.

Kekuatan motorik pada ekstremitas inferior dan superior berskala 3 menandakan

pasien ini hanya dapat melawan gaya gravitasi dan tidak bisa mengatasi adanya

tahanan.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang menandakan

adanya infeksi pada pasien yang bersifat sistemik.

Pada hasil ct scan didapatkan hasil Multiple lesi rim enhancement dengan vasogenic

edema di lobus parietalis kanan kiri, temporal kanan, cerebellum kanan dan kiri

(ukuran terbesar sekitar 1.2 x 1.1 cm di lobus parietal kiri ) serta kista retensi

DD/mucocele di dinding posterior sinus maksilaris. Ditemukannya rim / ring

20

Page 21: Brain Abcess

enhancement merupakan ciri khas dari abses akibat bakteri. Sudah terbentuknya

cincin pada gambaran CT scan menandakan bahwa pasien berada pada fase late

capsule formation. Gambaran abses bersifat multiple yang menandakan kemungkinan

besar cara infeksi adalah secara hematogen dan bukan penyebaran secara cranium.

Thoraks foto menunjukkan hasil pulmo dan cor tenang. Melemahkan kemungkinan

arah metastasis dari paru.

Pemeriksaan

Klinis

Meningitis Ensefalitis Abses

Tanda rangsangan

selaput otak

Sedang - berat - / ringan Ringan - sedang

Defisit neurologis - / + + (umum) + (fokal)

Tekanan

intrakranial

- / rigan Ringan-berat Berat

II.3. A (Assessment)

Sehingga berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis dan didukung oleh

pemeriksaan menggunakan alat bantu yaitu dengan CT-Scan serta adanya tanda-

tanda infeksi pada pemeriksaan lab maka diagnosis etiologi pada pasien ini adalah

multiple abcess dengan komplikasi meningoensefalitis

II.4. P (Planning)

Medikamentosa

- Infus RL 2000 ml/24 jam

21

Page 22: Brain Abcess

- Mecobalamin 500 ug 3 x 1 tab

- Neurobion 5000 1 x 1 tab

- Rantin 2 x 1 tab

- Metilprednisolone 16 mg 2 x 1 tab (minggu 1), 1 x 1 tab (minggu 2),

Metilprednisolone 8 mg 1 x 1 tab (minggu 3)

- Asam mefenamat 500 mg 2 x 1 tab

- Lactulac 1 x 1 syr

- Levofloxacin 1 x 1000 mg (IV)

- Metronidazole 3 x 500 mg (IV)

Non medikamentosa :

- Pemasangan kateter

- Konsul ke gizi untuk nutrisi pasien

Prinsip pengobatan abses otak menghilangkan proses infeksi dan edema terhadap otak.

Pemberian antibiotik yang tepat selama 6 – 8 minggu untuk mengecilkan abses dan 10

minggu untuk menghilangkan effek massa dari abses otak adalah sebuah keharusan untuk

mengatasi abses cerebri. Pemberian antibiotik generasi ke – 3 atau ke – 4 atau antibiotic yang

dapat menembus Blood Brain Barrier merupakan sebuah pilihan (cth : cefotaxime,

ceftriaxone, atau cefepime) disertai dengan pemberian metronidazole.

Obat golongan neuro protektor mecobalamin Mecobalamin adalah koenzim yang

mengandung vitamin B12 yang ikut berpartisipasi dalam reaksi transmetilasi.

Mecobalamin adalah homolog vitamin B12 yang paling aktif di dalam tubuh.

Mecobalamin bekeria dengan memperbaiki jaringan saraf yang rusak. Mecobalamin

juga terlibat dalam maturasi eritroblast, mempercepat pembelahan eritroblast dan

sintesis heme sehingga dapat memperbaiki status darah pada anemia megaloblastik.

Uji klinis tersamar ganda menunjukkan bahwa Mecobalamin tidak hanya efektif untuk

anemia megaloblastik, namun juga untuk neuropati perifer. Dosis 3 x 500 ug

Neurobion 5000 memiliki komposisi Vit B1,B6,B12. Vitamin B1 berperan sebagai

koenzim pada dekarboksilasi asam keto dan berperan dalam metabolisme karbohidrat.

Vitamin B6 didalam tubuh berubah menjadi piridoksal fosfat dan piridoksamin fosfat

yang dapat membantu dalam metabolisme protein dan asam amino. Vitamin B12

22

Page 23: Brain Abcess

berperan dalam sintesa asam nukleat dan berpengaruh pada pematangan sel dan

memelihara integritas jaringan saraf. Diberikan 1 x 1 tab / hari

Rantin merupakan obat H2 reseptor blocker. Bekerja dalam mencegah pembentukan

asam lambung yang berlebih. Pada pasien diberikan dikarenakan pasien memiliki

masalah dengan menelan dan mencegah terjadinya tukak lambung akibat lambung

yang kosong dan juga dikarenakan pasien mendapatkan terapi asam mefenamat untuk

mengatasi nyeri kepala pasien. Diharapkan obat ini dapat mencegah efek samping dari

asam mefenamat. Dosis 150 mg / tab diberikan 2 x 1 tab

Metilprednisolone merupakan golongan kortikosteroid. Pemberian obat ini bertujuan

untuk mengurangi TIK pada pasien karena ditemukannya edema cerebri pada pasien

dengan cara menekan reaksi inflamasi pada daerah fokus infeksi. Tetapi apabila gejala

peningkatan TIK pada pasien telah berkurang, obat ini harus segera diturunkan

(tapering off) untuk mencegah terjadinya delayed encapsulated pada abses serebri.

Asam mefenamat bekerja dengan menghambat enzym siklooksigenase 1 dan 2

sehingga menghambat pembentukan prostaglandin yang merupakan mediator kimiawi

untuk menimbulkan nyeri. Dosis awal adalah 500 mg 3 x 1 tab

Lactulac merupakan obat pencahar yang berisi laktulosa. Pada pasien diberikan karena

pasien mengalami keadaan sulit buang air besar selama 1 minggu SMRS. Dosis 10 –

25 ml / hari

Levofloxacin merupakan antibiotic golongan fluoroquinolone yang dapat membunuh

kuman gram positif maupun gram negative. Salah satu syarat untuk pemberian

antibiotik dalam mengatasi abses otak adalah antibiotic spectrum luas. Berdasarkan

penelitian disebutkan bahwa levofloxacin juga dapat menembus cairan serebrospinal.

Hal ini dapat membantu dalam mengatasi gejala meningitis pada pasien. Dosis 1 x

1000 mg (IV)

Metronidazole merupakan lini pertama dalam menangani bakteri anaerob dan juga

dalam membunuh protozoa. Kadarnya ditemukan tinggi pada cairan abses. Biasanya

penggunaan obat ini bersamaan dengan penggunaan obat sefalosporin golongan ke 3

atau 4 atau penicillin G dalam mengatasi abses otak. Dosis 3 x 500 mg (IV)

23

Page 24: Brain Abcess

BAB III

LANDASAN TEORI

PENDAHULUAN

Abses otak adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir diantara

jaringan parenkim otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus, dan

protozoa. Walaupun teknologi kedokteran diagnostic dan perkembangan antibiotika saat ini

telah mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit abses otak masih tetap tinggi

yaitu 10 – 60 % atau rata-rata 40 %. Penyakit ini sudah jarang dijumpai terutama di negara-

negara maju, namun karena risiko kematiannya tinggi, abses otak termasuk golongan

penyakit infeksi yang mengancam kehidupan masyarakat.

Menurut Britt, Richard et al., pendeirta abses otak lebih banyak dijumpai pada laki -

laki daripada perempuan dengan perbandingan 3 : 1 yang umumnya masih usia produktif

yaitu 20 – 50 tahun. Yang SY menyatakan bahwa kondisi pasien sewaktu masuk rumah sakit

merupakan faktor yang sangat mempengaruhi rate kematian. Jika kondisi pasien buruk, rate

kematian akan tinggi.

Hasil penelitian Xiang Y Han (The University of Texas MD. Anderson Cancer

Center Houston Texas) terhadap 9 penderita abses otak yang diperolehnya selama 14 tahun

(1989-2002), menunjukkan bahwa jumlah penderita laki – laki > perempua dengan

perbandingan 7 : 2, berusia sekitar 38 – 78 tahun dengan rate kematian 55%. Demikian juga

dengan hasil penelitian Hakim AA terhadap 20 pasien abses otak yang terkumpul selama 2

tahun (1984 – 1986) dari RSUD Dr. Soetomo Surabaya, menunjukkan hasil yang tidak jauh

berbeda dimana jumlah penderita abses otak pada laki – laki > perempuan dengan

perbandingan 11 : 9, berusia sekitar 5 bulan – 50 tahun dengan angka kematian 35% (dari

20 mendeirta, 7 meninggal).

FAKTOR ETIOLOGI DAN PREDISPOSISI

Pada dasarnya, 20 – 37% penyebab dari abses otak tidak diketahui. Timbulnya abses

otak dapat timbul dari 3 hal dasar yaitu : penyebaran langsung dari daerah infeksi disekitar

24

Page 25: Brain Abcess

kranium, melalui trauma kepala atau prosedur bedah saraf, dan melalui penyebaran secara

hematogen. Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga

tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidales, dan maxillaris). Abses dapat timbul

akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik (empyema, abses paru,

bronkiektasis, pneumonia), endocarditis bacterial akut dan sub akut dan pada penyakit jantng

bawaan Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi pada substansia alba dan grisea jaringan

otak). Abses otak yang penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai dengan

peredaran darah yang didistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus parietalis atau

cerebellum dan batang otak. Abses juga dapat dijumpai pada penderita penyakit

immunologic seperti AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid

yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh.

Lokasi timbulnya abses pada region otak dapat membantu tenaga medis dalam

menentukan asal sumber infeksi. Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrogard

thrombophlebitis melalui klep vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk

abses biasanya tunggal, terletak superficial di otak, dekat sumber infeksinya. Sinusitis

frontal dapat menyebabkan abses di bagian anterior atau inferior lobus frontalis. Sinusitis

sphenoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis atau temporalis. Sinusitis

maxilaris dapat menybabkan abses pada lobus temporalis. Sinusitis ethmoidalis adapat

menyebabkan abses pada lobus frontalis. Infeksi pada telinga tengah dapat menyebar ke

lobus temporalis. Infeksi mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan bawaan

seperti kerusakan tegmentum timpani atau kerusakan tulang temporal oleh kolesteoma dapat

menyebar kedalam cerebellum.

Berikut beberapa contoh mikroorganisme penyebab abses cerebri berdasarkan cara

distribusinya.

Penyebaran infeksi di sekitar cranium :

Otitis media dan mastoiditis: Bacteroides, Enterobacteriaceae, Pseudomonas

Fusobacterium, Prevotella, Peptococcus, dan Propionibacterium

Sinusitis: Bacteroides, Enterobacteriaceae, S aureus, Haemophilus

Infeksi Odontogenic : Fusobacterium, Prevotella, Actinomyces, dan Bacteroides

25

Page 26: Brain Abcess

Trauma penetrasi atau pembedahan: S aureus, Streptococcus, Enterobacteriaceae,

dan Clostridium

Penyebaran secara hematogenus

Endocarditis: S viridans, S aureus

Pulmonary infections: Streptococcus, Fusobacterium, Corynebacterium,

Peptococcus, Fusobacterium, Actinomyces, Bacteroides, Prevotella, dan Nocardia

Defek jantung: Streptococcus and Haemophilus

Infeksi Intra-abdominal : Klebsiella, E coli, Enterobacteriaceae, dan Streptococcus

Infeksi saluran kemih: Enterobacteriaceae dan Pseudomonas

Infeksi luka terbuka: S aureus

Abses serebri pada pasien immunocompromise

Infeksi HIV/AIDS : T gondii, Nocardia, Mycobacterium, L monocytogenes, atau C

neoformans

Transplantasi: Aspergillus, Candida, Mucorales, Enterobacteriaceae, Nocardia, or T

gondii

Neutropenia: Aerobic gram-negative bacilli, Aspergillus, Mucorales, atau

Candida

PATOGENESIS DAN HISTOPATOLOGI

Ketika bakteri dapat melakukan invasi ke dalam jaringan otak, pembentukan abses

otak terjadi dalam beberapa fase, yaitu : early cerebritis ( hari 1 – 3), late cerebritis (hari 4

– 9), early capsule formation (hari 10 – 13 ), late capsule formation (hari 14 atau lebih).

Fase early cerebritis (1 – 3 hari) ditandai dengan reaksi radang local dengan

infiltrasi polymorphonuclear leukosit, limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran

darah tepi yang dimulai pada hari pertama dan meningkat pada hari ke-3. Sel-sel radang

terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis

infeks. Peradangan perivascular ini disebut cerebritis dan saat ini terjadi edema disekitar

26

Page 27: Brain Abcess

otak dan peningkatan efek massa karena pembesaran abses. Gambaran CT-Scan

menunjukkan daerah yang hipodens dengan sebagian gambaran seperti cincin. Pada hari

ketiga gambaran cincin lebih jelas sesuai dengan diameter serebritisnya.

Fase late cerebrtis (4 – 9) ditandai dengan perubahan histologis yang sangat berarti.

Daerah pusat nekrosis membesar oleh karena peningkatan “acellular debris” dan

pembentukan nanah karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Ditepi pusat nekrosis

didapati daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang

terpencar. Fibroblast mulai menjadi reticulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada

fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar. Gambaran CT-

Scan menunjukkan bentuk cincin sempurna, 10 menit setelah pemberian kontras periinfus.

Kontras masuk ke daerah sentral dengan gambaran lesi homogen yang menandakan adanya

cerebritis.

Fase early capsule formation (9 – 13 hari) ditandai dengan pusat nekrosis yang mulai

mengecil, makrofag-makrofag menelan “acellular debris” dan fibroblast meningkat dalam

pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast membentuk anyaman reticulum mengelilingi pusat

nekrosis. Didaerah ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena kurangnya

vaskularisasi didaerah substansi alba dibandingkan substansia grisea. Pembentukan kapsul

yang terlambat di permukaan tengah memungkinkan abses membesar kedalam substansia

alba. Bila abses cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan

kapsul, terlihat daerah anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen dan

reaksi astrosit disekitar otak meningkat. Gambaran CT-Scan menunjukkan gambaran yang

hamper sama dengan fase cerebritis tetapi pusat nekrosis lebih kecil dan kapsul terlihat lebih

tebal.

Fase Late capsule formation ( > 14 hari) ditandai dengan perkembangan lengkap

abses dengan gambaran histologis sebagai berikut: bentuk pusat nekrosis diisi oleh “acellular

debris” dan sel – sel radang. Daerah tepi dari sel radang, makrofag dan fibroblast. Kapsul

kolagen yang tebal, lapisan neovaskular sehubngan dengan cerebritis yang berlanjut. Reaksi

astrosit, gliosis, dan edema otak diluar kapsul. Gambaran CT – Scan menunjukkan gambaran

kapsul dari abses jelas terlihat sedangkan daerah nekrosis tidak diisi oleh kontras.

27

Page 28: Brain Abcess

GEJALA KLINIS

Terdapat trias klasik dari abses otak yaitu sakit kepala, demam, dan deficit neurolgis

fokal yang muncul < 50% kasus. Nyeri kepala (75% kasus) bersifat terus-menerus, tumpul

atau tertusuk-tusuk pada seluruh atau separuh regio kranium. Demam (50% kasus) dapat

muncul dalam kondisi ini. Kejang (15 – 35 % kasus) dapat bersifat fokal ataupun general.

Defisit neurologis fokal seperti hemiparise, afasia, atau penurunan ketajaman penglihatan

atau lapang pandang dapat muncul pada > 60% kasus. Sepsis dapat terjadi pada 17% dari

kasus.

Manifestasi klinis dari abses otak tergantung pada lokasi abses, jenis infeksi, dan

level dari tekanan intracranial. Hemiparise dapat muncul pada abses di sekitar lobus

frontalis. Abses pada region temporal dapat menyebabkan gangguan bahasa (afasia) atau

quadrantanopia homonym superior. Nistagmus dan ataxia merupakan tanda dari abses

serebelum. Meningismus dapat terjadi bila infeksi telah menjalar ke ruang subarachnoid atau

abses telah pecah dan mengisi ruang ventrikel.

DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis penyakit ini ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis perlu ditanyakan mengenai gejala yang pasien

alami, faktor risiko, dan gaya hidup. Pada pemeriksaan fisik perlu ditentukan apakah adanya

kelainan pada GCS, status internis, dan juga status neurologis. Pada pemeriksaan

laboratorium dapat ditemukan leukositosis (10.000 – 20.000/cm3) pada 60 – 70% kasus dan

peningkatan laju endap darah (45mm/jam) pada 75 – 90 % kasus Golden standard adalah

dengan melakukan pemeriksaan neuroimaging seperti CT-Scan atau MRI.

28

Page 29: Brain Abcess

Beberapa diagnosis banding untuk abses otak seperti metastasis tumor, subdural

empyema, meningitis bakterialis, meningoencephalitis virus, thrombosis superior sinus

sagitalis, dan akut disseminate encephalomyelitis.

KOMPLIKASI

Pada pasien abses cerebri dapat terjadi beberapa komplikasi seberti rupturnya kapsul

abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid, penyumbatan hidrosefalus, edema otak,

dan herniasi tentorial oleh massa abses otak.

PENGOBATAN

Prinsip pengobatan abses otak menghilangkan proses infeksi dan edema terhadap

otak. Pemberian antibiotik yang tepat selama 6 – 8 minggu untuk mengecilkan abses dan 10

minggu untuk menghilangkan effek massa dari abses otak adalah sebuah keharusan untuk

mengatasi abses cerebri. Pemberian antibiotik generasi ke – 3 atau ke – 4 merupakan sebuah

pilihan (cth : cefotaxime, ceftriaxone, atau cefepime) dan metronidazole. Pada pasien

dengan riwayat trauma penetrasi atau pembedahan neurologis, pemberian ceftazidime dan

vankomisin perlu dilakukan untuk mempertimbangkan adanya infeksi MRSA. Pada infeksi

aspergilus, pemberian voriconazole efektif sedangkan untuk infeksi jamur yang lainnya,

pemberian amphotericine B masih menjadi pilihan. Pada infeksi Toxoplasma gondii adalah

dengan pyrimethamin dan sulfadiazine. Terapi bedah perlu dilakukan tetapi menjadi sebuah

kontraindikasi apabila ukuran abses kecil ( < 2 – 3 cm), abses tidak berkapsul, dan kondisi

pasien yang terlalu rawan untuk dilakukan oprasi. Antikonvulsan dapat diberikan karena

risiko dari munculnya kejang fokal ataupun generalisata pada pasien abses cerebri.

Pemberian antikonvulsan dapat dilanjutkan hingga 3 bulan pasca perawatan abses cerebri.

Jika hasil EEG normal, antikonvulsan dapat diturunkan, tetapi bila hasil EEG tidak normal,

antikonvulsan dapat tetap dilanjutkan. Pemberian glukortikoid sebaiknya tidak diberikan

secara terus-menerus pada pasien abses cerebri. Pemberian dexamethasone 10mg / 6 jam

dapat diberikan pada pasien dengan edema substansial periabses dan peningkatan tekanan

intracranial. Dexametasone harus segera ditapering off untuk menghindari penundaan

encapsulation abcess.

29

Page 30: Brain Abcess

PROGNOSIS

Dalam seri modern, mortalitas menurun hingga 15% dari kasus. Sekuel yang

signifikan seperti kejang, kelemahan yang menetap, afasia, gangguan mental organic tetap

bertahan pada kurang lebih >20% pasien yang bertahan hidup.

.

30

Page 31: Brain Abcess

DAFTAR PUSTAKA

1. Hakim AA. 2005. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38.no.4

2. Goldman L dan Schafer AI. 2011. Goldman’s Cecil Medicine. 24th ed. Philadelphia : Elsevier-

Saunders. pp: 2371 - 2373

3. Longo, et al. 2011. Principles of Internal Medicine. 18th ed. USA : The McGraw – Hill. 2011

4. Xian YH, et al. 2003. :’Fusobacterial brain abcess’ A review of five cases and analysis of possible

pathogenesis; Journal of Neurosurg, Oct 2003; Vol 99

5. George N. 2014. Brain abcess in Emergency Medicine. Mar 25 2014; Cited 9 April 2014.

Available from : http://emedicine.medscape.com/article/781021-overview#showall

31


Related Documents