BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Keracunan makanan merupakan suatu keadaan sakit yang disebabkan
makan makanan yang terkontaminasi oleh mikroba patogenik, toksin
mikroorganisme, substansi kimia maupun substansi organik.1 Keracunan makanan
biasanya bersifat akut dan menyerang banyak orang pada suatu waktu. Bakteri
patogenik tersebut harus terdapat dalam jumlah besar untuk menyebabkan
keracunan makanan, namun pada suhu yang sesuai, bakteri dapat berkembang
lebih cepat. Suhu optimal untuk perkembangan bakteri penyebab keracunan
makanan adalah 5 - 60°, karena itu makanan beresiko tinggi seperti daging, telur,
susu, sayur-sayuran dan buah-buahan tidak boleh ditinggalkan pada suhu tersebut
untuk waktu yang cukup lama. Berdasarkan data dari Sentra Informasi Keracunan
(SIKer), jumlah kasus keracunan pangan (dengan jumlah korban lebih dari 1
orang) pada tahun 2008 adalah 169 kejadian (berdasarkan data sampai Desember
2008). Bakteri merupakan penyebab dari 2/3 kasus keracunan makanan, yang
25,6% di antaranya disebabkan oleh Staphylococcus aureus)
Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif yang dalam keadaan
normal dapat menetap dalam rongga hidung, saluran cerna, dan kulit, namun
ketika berkembang dalam jumlah yang besar, dapat pula menyebabkan infeksi
pada daerah- daerah tersebut. Staphylococcus aureus merupakan salah satu
bakteri penyebab keracunan makanan yang dapat menghasilkan toksin tahan
panas. Bakteri ini tahan terhadap kadar garam yang dapat membunuh bakteri-
bakteri lainnya dan dapat ditransmisikan oleh orang-orang yang menderita radang
tenggorokan maupun infeksi kulit ketika menyiapkan makanan. Makanan yang
beresiko tinggi adalah daging, pasta, dan produk telur, seperti mayonnaise.
Makanan yang terkontaminasi tidak mengalami perubahan warna, bentuk, bau dan
rasa, namun menimbulkan gejala mual, muntah, diare dan keram perut 1-4 jam
setelah mengkonsumsi. Walaupun tidak bersifat fatal, tapi keracunan makanan
yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus cukup sulit ditangani.
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, termasuk
diantaranya adalah buah pepaya. Tumbuhan pepaya ini sangat bermanfaat, karena
setiap bagian darinya memiliki khasiat. Batang, daun, buah, dan bahkan akarnya
telah banyak digunakan hingga saat ini. Salah satunya adalah untuk
mengempukkan laging. Peran ini dimungkinkan oleh adanya getah yang
mengandung enzim pemecah protein atau proteolitik dan populer dengan sebutan
papain dan kimopapain. Kedua enzim ini mempunyai kemampuan menguraikan
ikatan-ikatan dalam melekul protein sehingga protein terurai menjadi polipeptida
dan dipeptida. Selain enzim papain, getah pepaya mengandung lebih dari 50 asam
amino, antara lain asam aspartat, treonin, serin, asam glutamat, prolin, glisin,
alanin, valine, isoleusin, leusin, tirosin, fenilalanin, histidin, lysin, arginin,
triptophan, dan sistem.
Getah pepaya terdapat pada hampir seluruh bagian tumbuhan pepaya, dan
yang banyak digunakan dalam masyarakat adalah daun pepaya. Kandungan getah
yang paling banyak terdapat pada buah yang masih muda, yaitu sekitar dua kali
lipat bila : sandingkan dengan daun dan batang. Getah tersebut dihasilkan oleh
saluran- saluran getah yang banyak terdapat di bawah lapisan kulit buah.
Selain mengempukkan daging, getah buah pepaya juga bermanfaat dalam
bidang kesehatan. Hal ini pertama kali diselidiki oleh Bouchut pada tahun 1879,
seperti dikutip oleh Vina Fitriani. Setelah Bouchut, banyak pula ilmuwan yang -
eneliti peran tersebut. Beberapa contoh yaitu penelitian yang dilakukan oleh
Giordani R, Siepaio M, Moulin-Traffort J, dan Regli P pada tahun 1991 untuk
telihat efek antijamur papain terhadap Candida albicans, dan juga penelitian yang
menyelidiki efek antibakteri papain terhadap Escherichia coli oleh Jong Hyun
Kim pada tahun 1998. Walaupun tidak semua penelitian menghasilkan pendapat
yang sama, namun sebagian besar mendapatkan bahwa peran antimikroba tersebut
disebabkan oleh senyawa karpain dalam papain, yaitu alkaloid bercincin laktonat
dengan 7 kelompok rantai metilen. Karpain dapat mencerna protein
mikroorganisme ian mengubahnya menjadi peptone, sehingga mikroorganisme
kekurangan makanan ian mati. Selain karpain ada beberapa komponen organik
dalam papain yang sangat -•ermanfaat, diantaranya adalah benzylglucosinolate,
benzylisothiosianat (BITC), kolin, karpain, pseudokarpain, dan dehidrokarpain.
BITC juga merupakan antibakteri ian anticendawan yang efektif sebagai
penyembuh luka dan insektisida.
Keadaan ini membuat penulis tertarik untuk menyelidiki secara in vitro
daya antibakteri getah buah pepaya (dalam bentuk sediaan infusa kulit buah
muda) terhadap Staphylococcus aureus sebagai salah satu penyebab keracunan
makanan.
1.2 Identifikasi masalah
1. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, masalah yang ingin
diteliti adalah:
2. apakah getah buah Carica papaya L. memiliki daya antibakteri terhadap
Staphylococcus aureus?
3. berapakah konsentrasi hambat minimum (KHM) getah buah Carica
papaya L. terhadap Staphylococcus aureus?
1.3 Maksud dan tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah mengetahui daya antibakteri getah buah
Caricapapaya L. terhadap Staphylococcus aureus.
Tujuan penelitian yaitu:
1. membuktikan adanya daya antibakteri getah buah Carica papaya L.
2. menilai konsentrasi hambat minimum getah buah Carica papaya L.
terhadap Staphylococcus aureus
3. menilai konsentrasi bunuh minimum getah buah Carica papaya L.
terhadap Staphylococcus aureus.
1.4 Kegunaan Penelitian
Manfaat secara ilmiah:
1. pemanfaatan getah buah Carica papaya L. secara ilmiah dalam ilmu
pengobatan di masa mendatang
2. sebagai dasar bagi penelitian selanjutnya
Manfaat praktis:
1. penggunaan getah buah pepaya dalam mencegah terjadinya keracunan
makanan
2. penggunaan getah buah pepaya untuk menurunkan jumlah bakteri
selama mengempukkan daging
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Carica papaya L.
2.1.1 Klasifikasi Ilmiah dan Nama Daerah
Menurut klasifikasi taksonomi, pepaya termasuk ke dalam
divisio : Magnoliophyta
kelas : Magnoliopsida
ordo " : Violales
familia : Caricaceae
genus : Carica
spesies : Carica papaya L.
Famili Caricaceae memiliki 4 genus, yaitu Carica, Jarilla, Jacaranta, dan
Cylicomorpha. Ketiga genus pertama merupakan tanaman asli America tropis,
sedangkan genus keempat berasal dari Afrika. Genus Carica memiliki 24 spesies,
salah satu di antaranya adalah Carica papaya L.. Tanaman dari genus ini banyak
diusahakan untuk dikonsumsi, sedangkan 3 genus lainnya hanya untuk dinikmati
keindahannya.
Pepaya dapat dijumpai hampir di seluruh kepulauan Indonesia, namun
beberapa lokasi mempunyai sebutan yang berbeda untuk buah ini. Di Jawa Barat
(Sunda), buah pepaya dikenal dengan nama Gedang, di Jawa Tengah disebut
kates, di Sulawesi kapaya, dan penduduk Ambon menyebutnya papas.
Tanaman pepaya mempunyai batang dan tangkai daun yang berongga dan
tidak bercabang, tinggi pohon dapat mencapai 10m. Daunnya merupakan daun
tunggal yang berukuran besar dan bercangap. Sedangkan bentuk buah bervariasi
dari bulat hingga lonjong.8
2.1.2 Varietas Pepaya
Pembagian varietas pepaya dibuat berdasarkan bentuk, ukuran, warna,
rasa, dan tekstur buah. Berdasarkan kriteria tersebut, dikenal buah pepaya yang
berukuran besar atau kecil, dengan berat buah berkisar antara 0,5-9 kg, berbentuk
bulat atau lonjong, daging buah berwarna merah atau kuning, keras atau lunak,
rasanya manis atau kurang manis, dan kulit buah licin atau kasar tebal. Di
Indonesia, varietas yang banyak ditanam adalah pepaya semangka, pepaya jinggo,
pepaya bangkok, pepaya Cibinong, pepaya meksiko, dan pepaya solo.8 Selain itu,
dikenal pula varietas pepaya mas, pepaya item, dan pepaya ijo. Ketiga jenis
pepaya ini sudah jarang ditemukan karena warna daging buah yang tidak begitu
menarik dan rasanya yang tidak manis.
Varietas pepaya yang penulis gunakan dalam penelitian adalah pepaya
semangka. Pepaya jenis ini merupakan varietas introduksi dari Kaledonia Baru
yang masuk ke Indonesia pada tahun 1930, di tempat asalnya pepaya ini dikenal
dengan nama annabone. Pada awalnya, varietas ini hanya digunakan untuk
produksi papain, namun karena rasa dan warnanya yang menarik, pepaya ini juga
menjadi buah meja yang sangat populer. Daging buah pepaya semangka berwarna
merah seperti buah semangka, rasanya manis dan berair banyak. Bentuk buahnya
lonjong berputing dengan berat kurang lebih 1 kg/buah.8 Buah yang sudah masak
memiliki kulit yang berwarna kuning dan permukaan yang licin.
Tanaman pepaya termasuk tanaman tropis basah. Kemampuan ini terlihat
dari bentuk batang yang lunak dan basah, serta bunga dan buah yang tersusun
pada ketiak daun di tajuk pohon. Tanaman ini membutuhkan sinar matahari
penuh, sebab dengan adanya sinar matahari yang banyak, pepaya akan lebih cepat
berbunga dan berbuah, proses pemasakan menjadi lebih cepat, dan rasa buah pun
menjadi lebih manis. Sifat tersebut membuat pepaya lebih sesuai ditanam di
daerah dataran rendah. Suhu optimal untuk pertumbuhan tanaman pepaya berkisar
antara 22-26°C, dengan suhu minimum 15°C dan suhu maksimum 43°C.8
Perkecambahan biji pun berlangsung lebih cepat (12-14 hari) bila suhu pada siang
hari 35°C dan suhu pada malam hari 26°C.8 Selain itu, pertumbuhan pepaya
memerlukan tingkat kelembapan yang tinggi, yaitu dengan curah hujan kira-kira
1.500-2.000 mm/tahun.8 Jika kondisi tersebut tidak terpenuhi, bunga-bunga akan
berguguran, penyerbukan berlangsung tidak sempurna, dan buah yang dihasilkan
memiliki bentuk yang tidak baik.8
2.13 Kandungan Pepaya
Tabel 2.1 Komposisi Buah PepayaUnsur Komposisi Buah Masak Buah Mentah
Energi (kal) 46 26Air (g) 86,7 92,4Protein (g) 0,5 2,1Lemak (g) * 0,1Karbohidrat (g) 12,2 4,9Vitamin A (IU) 365 50Vitamin B (mg) 0,04 0,02Vitamin C (mg) 78 19
Kalsium (mg) 23 50Besi (mg) 1,7 0,4Fosfor (mg) 12 16
Sumber: Sentra Informasi IPTEK, 2005
Keterangan
* sedikit sekali, dapat diabaikan
Berdasarkan tabel di atas, dapat dibedakan dengan jelas antara buah
pepaya mg masak dan yang mentah. Penulis menggunakan buah pepaya yang
mentah sebagai bahan uji karena kandungan enzim papain dalam getah buah yang
lebih tinggi dijelaskan kemudian), terlihat dari kadar protein yang lebih tinggi
pada buah mentah. Getah buah pepaya merupakan produk metabolisme yang
kadarnya bervariasi menurut umur buah. Pada saat buah masih mentah,
kandungan getahnya rendah, kemudian meninggi dan akhirnya menurun ketika
buah masak.8
2.1.4 Manfaat Pepaya
Pepaya merupakan tanaman yang sangat bermanfaat, karena seluruh
bagiannya dapat digunakan untuk kepentingan manusia. Buahnya yang masak,
sebagian besar dikonsumsi sebagai buah segar. Seiring dengan meningkatnya
kebutuhan akan buah pepaya ini, dikenal pula berbagai bentuk olahan buah
pepaya, di antaranya adalah manisan pepaya, koktil pepaya, jeli pepaya, jem
pepaya, saus buah pepaya, dan sirup pepaya. Selain sebagai pencuci mulut, buah
pepaya juga berfungsi sebagai penambah gizi karena kandungan vitamin dan
sumber energi yang cukup banyak.
Tidak hanya buahnya yang masak, buah, daun, dan bunga yang mentah
pun dapat dibuat sebagai bahan berbagai macam sayuran dan obat-obatan. Akar
tanaman pepaya pun dapat dimanfaatkan sebagai diuretik10, sehingga digunakan
oleh masyarakat sebagai obat untuk penyakit ginjal dan saluran kemih11. Daun
muda banyak dimasak untuk dijadikan lalap dan untuk meningkatkan nafsu
makan.11 Selain itu, daun pepaya juga dapat menyembuhkan penyakit malaria,
keram perut, demam, dan sebagai anti cacing.10
2.15 Getah Pepaya
Bahan dalam pepaya yang paling berperan pada pemanfaatan pepaya
adalah enzim papain yang terkandung dalam getah pepaya. Papain banyak
digunakan sebagai pengempuk daging, untuk menyembuhkan gangguan
pencernaan, membersihkan jaringan nekrotik pada luka dan jerawat, serta pada
penelitian ditemukan pula dapat bersifat sebagai anti tumor.10
Kata papain berasal dari bahasa inggris, yaitu papa (ya) dan in, yang
berarti suatu substansi dalam buah (getah) pepaya yang memiliki sifat enzimatis
untuk memecah protein (proteolitik).8 Pemanfaatan papain sebagai pelunak daging
telah lama diketahui dan dilaksanakan dengan cara membungkus daging dengan
daun pepaya yang telah dicacah. Saat ini, enzim papain sudah ada yang dijual
dalam bentuk bubuk dengan cara penggunaan yang lebih praktis. Setelah ditusuk-
tusuk dengan garpu, daging ditaburi dengan tepung papain. Tepung juga dapat
dilarutkan terlebih dahulu, baru kemudian daging direndam di dalamnya.
Selain penggunaan tradisional seperti di atas, papain juga banyak
dimanfaatkan dalam industri minumam, tepatnya dalam industri pembuatan bir.
Bir yang dibuat tanpa papain menjadi tidak jernih dan berkabut bila disimpan
dalam keadaan dingin.8 Industri makanan pun memanfaatkan enzim proteolitik ini
dalam industri keju, pengembangan kue, biskuit, dan roti.8
Peran papain dalam kesehatan dipergunakan industri farmasi untuk
pengobatan gangguan saluran pencernaan, dispepsia, dan gastritis.8
Di dalam dunia perdagangan dikenal 2 macam papain, yaitu papain kasar
(crude papain) dan papain murni. Papain kasar adalah getah pepaya yang
dikeringkan dan <emudian dihaluskan menjadi tepung, terdiri dari 4 jenis enzim
yaitu papain, :himopapain A, chimopapain B, dan papain peptidase A.8 Sedangkan
papain murni -ialah hasil pemisahan keempat enzim di atas.
Gambar 2.1 Struktur papain
Hampir seluruh bagian tanaman pepaya menghasilkan getah, dan buah
merupakan penghasil terbanyak. Getah tersebut dihasilkan oleh saluran-saluran
getah yang banyak terdapat di bawah lapisan kulit buah atau lapisan
mesokarpium.8 Getah pepaya mengandung 50% bahan yang tidak larut dalam air
dan tidak bersifat enzimatis. Kandungan getah pada buah pepaya pada awalnya
rendah, kemudian meninggi dan akhirnya menurun kembali, sehingga kandungan
getah maksimal teijadi pada saat buah berumur 75-100 hari atau 2,5-3 bulan.8
Papain sangat mudah tercemar (oleh kotoran, debu, serangga, cendawan,
dan bakteri) dan teroksidasi pada suhu di atas 70°C, serta membeku di bawah
cahaya matahari dan pengaruh udara.8 Waktu menyadap getah dari buah pepaya
yang paling baik adalah 1-2 jam setelah matahari terbit, yaitu antara jam 6-8 pagi
atau sore hari saat matahari akan tenggelam.8
Selain mengempukkan daging, getah buah pepaya juga bermanfaat dalam
bidang kesehatan. Hal ini pertama kali diselidiki oleh Bouchut pada tahun 1879.4
Setelah Bouchut, banyak pula ilmuwan yang meneliti peran tersebut. Beberapa
contoh yaitu penelitian yang dilakukan oleh Giordani R, Siepaio M, Moulin-
Traffort J, dan Regli P pada tahun 1991 untuk melihat efek antijamur papain
terhadap Candida albicans6; dan juga penelitian yang menyelidiki efek antibakteri
papain terhadap Escherichia coli oleh Jong Hyun Kim pada tahun 19987.
Walaupun tidak semua penelitian menghasilkan pendapat yang sama, namun
sebagian besar mendapatkan bahwa peran antimikroba tersebut disebabkan oleh
senyawa karpain dalam papain, yaitu alkaloid bercincin laktonat dengan 7
kelompok rantai metilen.5 Karpain dapat mencerna protein mikroorganisme dan
mengubahnya menjadi peptone, sehingga mikroorganisme kekurangan makanan
dan mati.4 Selain karpain ada beberapa komponen organik dalam papain yang
sangat bermanfaat, diantaranya adalah benzylglucosinolate, benzylisothiosianat
(BITC), kolin, karpain, pseudokarpain, dan dehidrokarpain. BITC juga merupakan
antibakteri dan antijamur yang efektif sebagai penyembuh luka dan insektisida.4
2.2 Staphylococci
2.2.1 Morfologi dan Identifikasi
Stafilokokus adalah sel berbentuk bulat berdiameter sekitar l µm yang
tersusun dalam kumpulan ireguler seperti buah anggur.3 Stafilokokus bersifat
gram positif, kecuali pada sel yang sudah menua, dapat bersifat gram negatif.
Stafilokokus bersifat nonmotil dan tidak dapat membentuk spora, tetapi dapat
membentuk pigmen.
Stafilokokus merupakan bakteri anaerob fakultatif, tetapi dapat tumbuh
lebih baik pada keadaan aerob. Pertumbuhan terjadi pada suhu 6,5°C hingga
46°C, dengan suhu optimum 30°C-37°C.13 Sedangkan pH optimal
perkembangbiakan bakteri ini adalah 7-7,5, walaupun stafilokokus dapat tumbuh
pada pH 4,2-9,3.13
Koloni stafilokokus pada media padat berbentuk bundar, halus, tebal, dan
mengilap.3 S. aureus biasanya membentuk koloni abu-abu atau kuning keemasan,
sedangkan koloni S. epidermidis berwarna abu-abu sampai putih. S. aureus juga
mampu melisis darah (hemolisis), yang membedakannya dengan Staphylococcus
epidermidis.
Stafilokokus memproduksi katalase, yang membedakannya dengan
streptokokus. Stafilokokus memfermentasi karbohidrat dan menghasilkan asam
laktat. Stafilokokus relatif tahan terhadap pengeringan, pada suhu 50° selama 30
menit, dan bertahan hidup pada NaCl 9%, tetapi aktivitasnya segera terhambat
oleh bahan kimia tertentu.
2.2.2 Struktur Antigenik
Stafilokokus mengandung antigen polisakarida dan protein. Peptidoglikan
memberikan eksoskeleton kaku pada dinding sel. Peptidoglikan penting pada
patogenesis infeksi: menyebabkan produksi IL-1 dan antibodi, aktivitas mirip
endotoksin, dan mengaktifkan komplemen.3 Struktur lainnya yang memberikan
kontribusi pada antigenitas stafilokokus adalah asam teikoik, protein A, kapsul,
dan koagulase {dumping factor)?
Gambar 2.2 Struktur antigenik Staphylococcus aureus14
2.2.3 Enzim dan Toksin
Stafilokokus dapat menyebabkan penyakit lewat kemampuannya
bermultiplikasi dan menyebar luas dalam jaringan, dan lewat produksi zat-zat
ekstraselular seperti enzim dan toksin.
A. Katalase
Katalase mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen. ' Tes
katalase dapat membedakan stafilokokus dengan streptokokus.
B. Koagulase dan dumping factor
Koagulase dapat mengikat protrombin, sehingga menjadi aktif
danmenginisiasi polimerasi fibrin. Koagulase juga mampu mendeposit
fibrin pada permukaan bakteri sehingga bakteri tidak terdeteksi oleh sel
fagositik.
C. Enzim lain
Hyaluronidase, stafilokinase, Proteinase, lipase, dan ß-laktamase.
D. Eksotoksin
A-toxin adalah protein heterogen yang bekerja pada membran sel eukariot
dan bersifat hemolisin. B-toksin mendegradasi sfingomyelin dan karena itu
bersifat toksin terhadap banyak jenis sel, termasuk sel darah merah.
E. Leukosidin
Toksin ini dapat membunuh sel darah putih pada manusia.
F. Toksin Eksfoliatif
Toksin ini dapat menyebabkan deskuamasi generalisata dengan cara
menguraikan matriks mukopolisakarida pada epidermis.
G. Toksin Toxic Shock Syndrome
TSST dapat berikatan pada MHC kelas II, menstimulasi sel T, dan
mengakibatkan toxic shock syndrome.
H. Enterotoksin
Enterotoksin terdiri dari beberapa tipe (A-E, G-I, K-M). Enterotoksin
bersifat tahan panas, dan resisten terhadap enzim pencernaan.3
Enterotoksin merupakan penyebab keracunan makanan, dan diproduksi
saat S. aureus tumbuh pada makanan yang mengandung karbohidrat atau
protein.
2.2.4 Patogenesis
Stafilokokus merupakan flora normal pada kulit manusia, saluran nafas,
dan saluran pencernaan. Infeksi S. aureus pada hidung terjadi pada 20-50%
manusia. Stafilokokus juga sering ditemukan pada pakaian, sprei, dan lain-lain.
Kemampuan patogenisitas dari suatu strain S. aureus adalah kombinasi dari
faktor-faktor ekstraselular dan toksin yang dihasilkannya.
Staphylococcus aureus menyebabkan keracunan makanan melalui
produksi enterotoksin. Toksin ini bekeija dengan menghasilkan respon emetik dan
aktivitas superantigen.1 Sebenarnya, tidak banyak yang diketahui mengenai
mekanisme enterotoksin dalam mengakibatkan respon emetik, namun diduga
bahwa enterotoksin tersebut memiliki efek langsung terhadap epitel usus dan saraf
vagus, sehingga mempengaruhi waktu transit isi usus dan menstimulasi pusat
muntah.1 Hal ini menyebabkan gejala mual, muntah dan diare pada penderita
keracunan makanan. Selain itu, enterotoksin stafilokokus juga bersifat
superantigen, yaitu dapat menstimulasi aktivasi dan proliferasi limfosit T yang
tidak spesifik.1 Reaksi itu mengakibatkan sekresi interleukin yang berlebihan,
yang kemudian berperan pula dalam timbulnya gejala keracunan makanan.1
2.2.5 Patologi
Prototipe lesi stafilokokus berupa furunkel atau abses lokal lainnya.
Koagulase diproduksi dan fibrin berkumpul di sekitar lesi dan di dalam limfatik,
sehingga membentuk dinding yang membatasi proses dan yang diperkuat dengan
adanya akumulasi sel-sel radang serta jaringan fibrosa.16 Di dalam lesi tersebut,
pengenceran dari sel nekrotik teijadi. Drainase sel-sel yang telah mencair diikuti
dengan pengisian kavitas dengan jaringan granulasi dan penyembuhan.16
Dari abses lokal, organisme dapat menyebar melalui jaringan limfatik dan
darah ke seluruh bagian tubuh.3 S. aureus dapat menyebabkan pneumonia,
meningitis, empyema, endokarditis, atau pun sepsis.3 Stafilokokus juga dapat
menyebabkan penyakit melalui produksi toksin.
Infeksi stafilokokus lokal bisa muncul sebagai jerawat, abses, atau pun
furunkel.3 Sedangkan keracunan makanan karena enterotoksin ditandai dengan
periode inkubasi yang pendek, mual, muntah, dan diare, serta penyembuhan yang
juga cepat.3
2.2.6 Laboratorium Diagnostik Staphylococcus aureus
A. Spesimen
Pus, darah, aspirasi trakea, dan cairan spinalis dapat digunakan, tergantung
dari lokasi infeksi.
B. Kultur
Spesimen yang ditanam pada agar darah akan menghasilkan koloni dalam
waktu 18 jam pada suhu 37°C, tetapi hemolisis dan produksi pigmen akan
lebih optimal pada suhu ruangan. 9
C. Teskatalase
Suspensi bakteri pada slide ditambahkan dengan setetes hidrogen
peroksida 3%, pembentukan gelembung udara mengindikasikan hasil
positif.
D. TesKoagulase
Plasma kelinci yang telah diencerkan dengan perbandingan 1:5 dicampur
dengan kultur kaldu, kemudian inkubasi pada suhu 37°C. Hasil positif
ditunjukkan dengan adanya gumpalan.
2.2.7 Pengendalian Infeksi Stafilokokus
Infeksi stafilokokus tidak pernah bisa sepenuhnya dikendalikan karena
bakteri ini merupakan flora normal pada manusia. Penyebaran penyakit dapat
dicegah dengan meningkatkan sanitasi dan menangani material yang
terkontaminasi.13 Pasien Rumah Sakit, bayi baru lahir, dan orang tua yang
beresiko tinggi sebaiknya dihindarkan dari orang yang memiliki lesi
stafilokokus.13 Begitu pula dengan prosedur operasi dan instrumentasi, semuanya
harus dilaksanakan dengan memperhatikan teknik aseptik.
2.3 Mekanisme Kerja Obat Antimikrobial
Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat antimirobial dapat
diklasifikasikan menjadi 5 macam, yaitu inhibitor sintesis dinding sel (β-lactams,
vancomycin), inhibitor fungsi membran sel (isoniazid, amphotericin B), inhibitor
sintesis protein (tetracyclin, aminoglicoside, macrolide, clindamycin,
chloramphenicol), inhibitor sintesis dan fungsi asam nukleat (fluoroquinolone,
rifampin), dan inhibitor metabolisme folat (sulfonamide, trimethoprim).18
Sedangkan mekanisme keija antibakterial getah buah C. papaya yang
diperankan oleh enzim papain, terjadi melalui pemecahan protein dinding sel dan
komponen protein dalam bakteri menjadi peptone, sehingga bakteri tidak dapat
menjalankan fungsinya, lisis, dan mati.
2.4 Metode Kirby Bauer
Sebelum pengujian dilaksanakan, sebaiknya pengaruh faktor lingkungan terhadap
aktifitas antibiotik diminimalisasi. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan:
mengoptimalkan kondisi pertumbuhan bakteri, sehingga inhibisi
pertumbuhan yang terjadi hanya dihubungkan dengan agen antimikrobial,
bukan terbatasnya nutrisi, temperatur, dan lingkungan pertumbuhan
optimisasi kondisi yang menjaga integritas dan aktivitas antimikrobial,
sehingga tidak teijadi inaktivasi obat oleh lingkungan
mempertahankan reproduksibilitas dan konsistensi hasil penelitian
Komponen yang perlu distandardisasi meliputi: ukuran inokulum bakteri,
media pertumbuhan, kondisi, suhu, dan durasi inkubasi, serta konsentrasi
antimikrobial.
2.4.1 Prinsip Pengujian Daya Antibakteri
Terdapat 3 metode untuk mengukur daya antibakteri, yaitu:
o metode yang secara langsung mengukur aktivitas agen antimikrobial
terhadap bakteri
o metode yang secara langsung mendeteksi adanya mekanisme resistansi
spesifik dari bakteri tertentu
o metode yang mengukur interaksi antara antimikrobial dan bakteri
Metode yang penulis gunakan adalah metode jenis pertama, dengan
pengujian konvensional metode difusi dan dilusi. Sebelum percobaan dilakukan,
inokulum bakteri harus disiapkan dengan baik. Untuk mendapatkan inokulum
yang sesuai, terdapat 2 kriteria penting, yaitu adanya kultur murni dan inokulum
standar.20
Kultur murni didapatkan dengan cara memilih 4-5 koloni bakteri yang
memiliki morfologi sama, memasukkannya ke dalam media cair, dan
menginkubasinya selama 16-24 jam untuk mendapatkan pertumbuhan aktif yang
baik.20 Sedangkan inokulum standar didapatkan dengan cara membandingkan
tingkat kekeruhan suspensi bakteri dengan standar kekeruhan McFarland yang
dibuat dengan mencampurkan 1% asam sulfurik dan 1,175% barium klorida.20
Standar McFarland 0,5 memiliki densitas optikal yang sebanding dengan densitas
suspensi bakteri dari 1,5 x 108 colony forming units (CFU)/ml.
2.4.2 Metode Difusi
Metode difusi menggunakan disk kertas saring yang mengandung
antibiotik. Ketika disk yang mengandung agen antimikrobial dengan konsentrasi
tertentu diletakkan pada permukaan media dengan bakteri, agen tersebut akan
berdifusi ke segala arah dan membentuk gradien konsentrasi di sekitar disk.20
Setelah inkubasi, terlihat bahwa bakteri tidak akan tumbuh pada bagian dimana
konsentrasi antibiotik tertentu mampu menghambat pertumbuhannya. Diameter
dari area inhibisi tersebut kemudian diukur dalam milimeter.
Mueller-Hinton merupakan medium agar standar yang digunakan untuk
memeriksa daya antibakteri.20 Untuk memastikan difusi obat yang merata, disk
antibiotik harus dilekatkan dalam posisi horizontal pada permukaan agar.20
Tetapi, sebelum disk dilekatkan, suspensi bakteri yang telah memiliki kekeruhan
yang sama dengan kekeruhan McFarland harus diinokulasikan terlebih dahulu
pada permukaan medium. Permukaan media dioles dalam 3 arah untuk
memastikan distribusi bakteri yang merata. Lima belas menit kemudian, disk
antibiotik dapat diletakkan dan cawan petri tersebut sebaiknya diinkubasi dalam
keadaan terbalik untuk menghindari penumpukan uap air yang dapat
mempengaruhi interpretasi hasil percobaan.20 Inkubasi dilakukan pada suhu 35°C
selama 16-24 jam.20
Setelah inkubasi, permukaan media harus diperiksa untuk memastikan
adanya pertumbuhan bakteri yang merata dan memadai. Bila teijadi kontaminasi
dan pertumbuhan bakteri tidak merata, maka hasil percobaan tidak boleh
diinterpretasikan.20 Kemudian, pembacaan hasil dilakukan dengan latar belakang
yang gelap dan cahaya yang cukup, sehingga diameter inhibisi dapat diukur
dengan baik.20
2.4.3 Metode Dilusi
Berbeda dengan metode difusi yang menggunakan media padat, metode
dilusi dilakukan dalam media cair. Konsentrasi antibiotik yang digunakan
biasanya merupakan hasil dari 2 kali pengenceran dari konsentrasi sebelumnya.20
Konsentrasi terendah yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri
didefinisikan sebagai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM).20
Komponen utama dari metode ini adalah persiapan yang baik dari
pengenceran agen antimikrobial yang akan dimasukkan ke dalam media Mueller-
Hinton cair, dan suspensi bakteri yang sesuai dengan standar kekeruhan
McFarland 0,5 merupakan komponen awal yang digunakan dalam metode ini.20
Tabung reaksi tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 35°C selama 16-24 jam.
Hal yang perlu diperhatikan adalah keperluan akan adanya kontrol
pertumbuhan yang tidak mengandung agen antimikrobial dan kontrol steril yang
tidak mendapatkan inokulasi bakteri.20 Bila terdapat pertumbuhan pada kontrol
pertumbuhan dan tidak terdapat pertumbuhan pada kontrol steril, pembacaan hasil
dari tabung-tabung reaksi yang lain baru dapat dilakukan. Pertumbuhan bakteri
ditandai dengan adanya kekeruhan pada dasar tabung.
2.5 Kerangka Pemikiran
Hampir setiap bagian dari tanaman pepaya dapat menghasilkan getah dan
bermanfaat bagi manusia, namun buah adalah penghasil getah terbanyak.4 Getah
buah pepaya sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dan industri-industri.
Masyarakat menggunakan getah pepaya untuk mengempukkan daging, mengobati
gangguan pencernaan, sebagai penyembuh luka, dan sebagainya. Industri
makanan dan minuman pun memanfaatkan getah pepaya tersebut dalam
pembuatan bir, roti, dan lain-lain.8 Selain itu, getah buah pepaya juga digunakan
dalam industri farmasi untuk obat jerawat dan antiinflamasi. Kandungan getah
pepaya yang berperan dalam pemanfaatan di atas adalah papain.
Papain merupakan suatu enzim yang bersifat proteolitik, yaitu enzim yang
dapat memecah protein.4 Mengenai pemanfaatannya dalam bidang medis,
beberapa ilmuwan telah melakukan penelitian untuk menyelidiki kandungan
papain yang dapat bersifat sebagai antibakteri dan antijamur. Vina Fitriani
melaporkan bahwa pada tahun 1879, Bouchut menemukan senyawa di dalam
papain yang dapat bersifat antibakteri, yaitu karpain, suatu alkaloid bercincin
laktonat dengan 7 kelompok rantai metilen.4 Penelitian lain oleh Giordani R,
Siepaio M, Moulin-Traffort J, dan Regli P pada tahun 1991 juga memiliki
pendapat yang sama.6 Bahkan penelitian tersebut menemukan senyawa selain
karpain yang dapat bersifat antibakteri dan antijamur, yaitu BITC
(benzylisothiosianat).
Masalah yang akan penulis bahas mengenai daya antibakteri getah buah
Carica papaya L. terhadap bakteri Staphylococcus aureus. S. aureus merupakan
bakteri kokus gram positif yang memiliki antigen polisakarida dan protein pada
dinding sel dan organel-organel sel.3 Struktur antigenik ini berperan penting
dalam proses aktivasi sistem imunitas. Selain itu, S. aureus juga berpotensi
menyebabkan penyakit melalui produksi toksin, seperti pada keracunan makanan
yang diakibatkan oleh enterotoksin.3 Berdasarkan mekanisme kerja papain sebagai
enzim proteolitik, maka papain dapat menghancurkan bakteri S. aureus melalui
pemecahan protein dinding sel dan komponen protein lain pada bakteri.4
BAB III
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1 Bahan Penelitian
3.1.1 Bahan Uji
Infusa kulit buah Carica papaya L. muda yang mengandung getah buah.
Buah yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan jenis pepaya
semangka, didapatkan dari pohon pepaya di Jatinangor, yang berusia 2,5-3 bulan
dan berdiameter 6-7 cm.
3.1.2 Bakteri Uji
Staphylococcus aureus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.
3.1.3 Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat yang diperlukan adalah:
Pisau untuk mengiris kulit buah pepaya
Kompor
Timbangan
Panci infusa
Bekerglas ukuran 100 ml
Perforator untuk membuat sumur pada agar Mueller-Hinton
Pipet steril
Cawan petri
Tabung reaksi
Lampu Spiritus
Jangka sorong
Lemari pengeram
Jarum ose
Corong dan kasa steril
Alat-alat lain yang lazim digunakan di Laboratorium Mikrobiolog
Sedangkan bahan-bahan yang dibutuhkan ialah:
Mueller-Hinton agar
Mueller-Hinton cair
Aquadest steril
3.2 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian mikrobiologi eksperimental, bersifat
semi kuantitatif dan dilaksanakan dengan menggunakan metode difusi dan metode
dilusi :engan agar Mueller-Hinton
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Prosedur Pembuatan Infusa Getah
a) Pilih buah pepaya yang berumur 2,5-3 bulan
b) Kupas kulit buah sedalam 3-5 mm. Kemudian iris kulit buah tersebut ke
dalam potongan-potongan kecil
c) Masukkan 10 gram potongan kulit buah ke dalam tabung reaksi dan
tambahkan 10 ml aquadest
d) Panaskan tabung tersebut dalam panci infusa hingga mendidih. Setelah
mendidih, biarkan api kompor menyala selama 15 menit pada suhu sekitar
90°C.21 Isi tabung kemudian disaring dan filtrat yang dihasilkan digunakan
sebagai bahan uji. Filtrat tersebut dianggap sebagai konsentrasi infusa
100%.
e) Semua prosedur dilakukan secara aseptis
3.3.2 Prosedur Pembuatan Konsentrasi Getah
a) 100%: gunakan infusa kulit buah tanpa pelarut aquadest
b) 75%: campurkan infusa kulit buah dan pelarut aquadest dengan
perbandingan 3:1
c) 50%: campurkan infusa kulit buah dan pelarut aquadest dengan
perbandingan 1:1
d) 25%: campurkan infusa kulit buah dan pelarut aquadest dengan
perbandingan 1:3
3.3.3 Metode Difusi
1. Buat suspensi bakteri uji yang berumur 24 jam, distandarisasi dengan Mc
Farland 0,5
2. 1 Masukkan 1 ml suspensi bakteri tersebut ke dalam cawan petri steril
3. Kemudian, tuangkan Mueller-Hinton cair sebanyak 30 ml ke dalam cawan
petri yang sama hingga setinggi 4 mm dan diamkan sampai memadat dan
membentuk agar
4. Buat 5 sumur berdiameter 1 cm pada agar tersebut dengan logam yang
dipanaskan
5. Tuangkan infusa kulit buah C. papaya L. sebanyak 0,3 ml ke dalam
masing- masing sumur dengan konsentrasi yang berbeda-beda (25%, 50%,
75%, dan 100%) dan aquadest steril sebagai kontrol
6. Inkubasi selama 24 jam pada suhu 37°
7. Kemudian, ukur daerah hambat yang terbentuk\
8. Bila didapatkan daya antimikroba secara difusi, penelitian dilanjutkan
dengan cara dilusi untuk mendapatkan KHM dan KBM
9. Percobaan ini dilakukan 3 kali dengan bahan uji, bakteri uji, dan pada
waktu yang berbeda.
33.4 Metode Difusi: Konsentrasi Hambat Minumum
Keterangan:A = kontrolB = konsentrasi getah 25% C = konsentrasi getah 50% D = konsentrasi getah 75% E = konsentrasi getah 100%
1. Siapkan 6 tabung reaksi
2. Tuangkan 1 ml infusa kulit buah C. papaya dengan konsentrasi yang
berbeda- beda (100, 50, 25, dan 12,5%) ke dalam 4 dari 6 tabung reaksi
tersebut, dan 1 ml infusa kulit buah 100% ke dalam 1 tabung reaksi lagi
sebagai kontrol steril
3. Kemudian masukkan 1 ml suspensi bakteri uji (Mc Farland 0,5) yang
berada dalam Mueller-Hinton cair ke 5 tabung reaksi tersebut
4. Siapkan pula 1 ml suspensi bakteri uji dengan Mueller-Hinton cair pada
tabung terakhir, yang digunakan sebagai kontrol pertumbuhan
5. Inkubasi pada suhu 37° selama 24 jam
6. Amati pertumbuhan bakteri yang ditandai dengan kekeruhan pada media.
Tabung reaksi dengan konsentrasi infusa kulit buah terendah yang jernih
merupakan KHM
3.3.5 Metode Dilusi: Konsentrasi Bunuh Minimum
Dari hasil pengujian konsentrasi hambat minimum getah buah C. papaya
di atas, tabung uji jernih ditanam kembali pada media padat. Kemudian diinkubasi
pula selama 24 jam pada suhu 37°. Amati pertumbuhan bakteri yang terjadi.
Permukaan media dengan konsentrasi infusa kulit buah terendah yang tidak
terdapat pertumbuhan bakteri adalah KBM.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Data dari Metode Difusi
Percobaan tahap pertama ini dilakukan dengan 4 tingkat konsentrasi dari
infusa kulit buah Carica papaya L (25, 50, 75, dan 100%) dan aquadest sebagai
kontrol, untuk melihat ada/tidaknya daya antibakteri terhadap Staphylococcus
aureus melalui besarnya diameter hambat. Setelah melakukan 3 kali pengulangan
dengan metode difusi, didapatkan hasil negatif dari keempat konsentrasi dari
infusa kulit buah Carica papaya tersebut, yaitu ditandai dengan tidak adanya
diameter hambat di sekitar sumur infusa kulit buah.
Tabel 4.1 Diameter hambat pada Metode Difusi
PengulanganKonsentrasi Infusa Kulit Buah Pepaya
100% 75% 50% 25%
1 - - - -
2 - - - -
3 - - - -
Percobaan ke tahap berikutnya tidak dilanjutkan karena percobaan tahap
pertama tersebut tidak memberikan hasil positif.
4.2 Analisis Data
Enzim papain merupakan kandungan dalam getah pepaya yang memiliki
daya antibakteri, melalui kemampuan proteolitik terhadap dinding sel maupun
komponen protein lain pada bakteri.4 Enzim ini banyak digunakan dalam industri
farmasi pada infeksi kulit seperti jerawat, dan sebagai antiinflamasi paskaoperasi.5
Di masyarakat, getah juga sering digunakan secara langsung untuk mengobati
luka.
Vina Fitriani menyebutkan, sejak tahun 1879 Bouchut telah melakukan
penelitian mengenai daya antimikroba enzim papain dan menemukan komponen
papain yang dapat bersifat antibakteri, yaitu karpain, suatu senyawa alkaloid yang
memiliki cincin laktonat dengan 7 kelompok rantai metilen.4 Penelitian pun
dilanjutkan oleh Giordani R, Siepaio M, Moulin-Traffort J, dan Regli P pada
tahun 1991 untuk menyelidiki daya antijamur getah buah Carica papaya L.
terhadap Candida albicans.6 Penelitian tersebut membuahkan hasil positif, yaitu
terhambatnya pertumbuhan Candida albicans oleh getah Carica papaya L..
Setelah diteliti lebih lanjut, ditemukan pula senyawa lain dalam papain yang dapat
bersifat antibakteri dan anticendawan, yaitu BITC (benzylisothiosianat).
Papain sendiri merupakan protein enzim. Sebagai enzim, papain dapat
bekerja optimal pada suhu kurang dari 60°C.8 Suhu di atas 70°C akan
mengoksidasi dan merusak kualitas papain. Selain itu, substansi papain sangat
mudah tercemar oleh kotoran, serangga dan mikroorganisme bila dikeringkan di
bawah panas matahari.8 Oleh karena itu, Tropical Products Institute di London
mengembangkan metode pengering buatan dalam produksi papain dari hasil
sadapan getah buah pepaya. Pengering tersebut terdiri dari bangunan tertutup
yang pada lantai bawah tanahnya dipasang sebuah tungku dengan suhu ruangan
diatur sekitar 55°C.
Bakteri uji yang digunakan dalam penelitian penulis adalah
Staphylococcus aureus. S. aureus merupakan bakteri kokus gram positif yang
dapat memproduksi enzim katalase, hyaluronidase, proteinase, dan lipase.3 Enzim-
enzim tersebut membantu proses invasi S. aureus ke dalam jaringan tubuh
manusia dengan cara memecah protein, lemak, dan matrik jaringan ikat di sekitar
fokus infeksi. Bakteri ini juga dapat menyebabkan keracunan makanan karena
memiliki kemampuan memproduksi enterotoksin.3
Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para ahli mengenai
daya antibakteri getah buah pepaya dan komponen antimikroba di dalam getah
pepaya tersebut, bakteri S. aureus seharusnya juga dapat dihambat. Tetapi,
percobaan yang penulis lakukan menunjukkan hasil negatif. Ditinjau dari teori-
teori yang telah dipaparkan di atas, hal tersebut dapat dijelaskan dengan 3 alasan.
Pertama, sediaan getah C. papaya yang digunakan tidak sama dengan sediaan
yang digunakan dalam industri dan penelitian para ahli. Selain karena buah
pepaya yang tumbuh di negara tropis seperti Indonesia memiliki kadar air yang
lebih banyak, sediaan infusa yang digunakan juga mengandung pelarut air,
sehingga dapat mempengaruhi kemampuan yang dimiliki oleh getah buah C.
papaya tersebut, sebab papain tidak sepenuhnya larut dalam air.
Kedua, sifat bakteri S. aureus sendiri yang dapat menghasilkan enzim
protease. Enzim tersebut bisa memecah papain yang juga merupakan protein.
Ketiga, daya antibakteri getah buah C. papaya yang memang sangat rendah atau
tidak cukup kuat.
Hal ini didukung oleh penelitian Jong Hyun Kim pada tahun 1998,
mengenai daya antibakteri getah C. papaya terhadap Escherichia coli. Penelitian
ini mendapatkan hasil negatif.7 Namun setelah EDTA {ethylene diamine
tetraacetic acid) ditambahkan pada sediaan getah, percobaan menunjukkan hasil
positif. Hal ini dimungkinkan oleh sifat ionik polar EDTA yang kuat22, dengan
demikian komponen-komponen getah akan lebih mudah larut dalam air, sehingga
meningkatkan daya antibakteri dari getah buah C. papaya tersebut.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Setelah melakukan percobaan di laboratorium, penulis dapat menyimpulkan
bahwa infusa kulit buah Carica papaya L. muda tidak memiliki daya
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Hal ini dapat disebabkan:
sediaan getah yang digunakan dalam penelitian penulis tidak sama
dengan sediaan getah dalam industri dan penelitian sebelumnya
bakteri Staphylococcus aureus yang dapat menghasilkan enzim protease
2. KHM tidak dapat ditentukan karena percobaan semi kuantitatif dengan
metode difusi menunjukkan hasil negatif
3. KBM juga tidak dapat ditentukan karena infusa kulit buah Carica papaya L.
muda tidak memiliki daya antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus
5.2 Saran
Diharapkan, penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan menggunakan:
1. ekstrak getah buah pepaya
2. sediaan getah yang dikeringkan terlebih dahulu, kemudian ditumbuk halus
menjadi tepung, sebab industri dan penelitian sebelumnya menggunakan
sediaan tersebut. Sediaan ini hendaknya dipersiapkan dalam keadaan septik
dan aseptik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Loir YL, Baron F, Gautier M. Staphylococcus aureus and food poisoning.
2003 March 31, 2003;2(l):63-76.
2. Sundari D. Kejadian Keracunan Pangan: Sentra Informasi Keracunan
Nasional Badan Pengawas Obat dan Makanan; 2008.
3. Brooks GF, Carroll KC, Butel JS, Morse S A. Jawetz, Melnick, and
Adelberg's Medical Microbiology. 24 ed: McGraw-Hill; 2007.
4. Fitriani V. Getah Sejuta Manfaat. Trubus. April 12, 2006.
5. Handita LK. Getah Pepaya Atasi Kanker. Kompas. 10 Januari 2009.
6. Giordani R, Siepaio M, Moulin-Traffort J, Regli P. Antifungal action of
Carica papaya latex: isolation of fungal cell wall hydrolysing enzymes.
1991 ;34(11 -12):469-77.
7. Kim JH, Park WB, Park CY, Kim OK. Antimicrobial Activity of
Lysozyme and Papain Activated by EDTA and Cysteine against
Escherichia coli in Culture Medium and in Aqueous Aloe vera Extract.
1998;7(3): 160-4.
8. Kalie MB. Bertanam Pepaya. 13 ed. Jakarta: Penebar Swadaya; 1996.
9. Duke JA. CRC Handbook of Medicinal Herbs. CRC Press; 1985.
10. Bever O-B. Medicinal Plants in Tropical West Africa: Cambridge
University Press; 1986.
11. Prihatman K. Pepaya: Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di
Perdesaan, BAPPENAS Februari 2000.
12. Stryer L. Biochemistry. 4 ed. United States: W.H. Freeman and Company;
1995.
13. Joklik WK, Willett HP, Amos DB, Wilfert CM, editors. Zinsser
Microbiology. 20 ed. USA: Appleton and Lange; 1992.
14. Todar K. Todar's Online Textbook of Bacteriology. University of
Wisconsin; 2008.
15. Prescott LM, Harley JP, Klein DA. Microbiology. 5 ed. US: McGraw-Hill;
2003.
16. Ryan KJ, editor. Sherris Medical Microbiology. 3 ed. Connecticut:
Appleton and Lange; 1994.
17. Holt JG, Krieg NR, Sneath PHA, Staley JT, Williams ST. Bergey's
Manual of Determinate Bacteriology. 9 ed. USA: Williams and Wilkins;
1994.
18. Howland RD, Mycek MJ. Lippincott's Illustrated Reviews: Pharmacology.
3 ed. United States of America: Lippincott Williams and Wilkins; 2006.
19. Brunton LL, editor. Goodman and Gilman's The Pharmacological Basis of
Therapeutics. 11 ed. United States: McGraw-Hill; 2006.
20. Forbes BA, Sahm DF, Weissfeld AS. Diagnostic Microbiology. 10 ed. St.
Louis, Missouri: Mosby; 1998.
21. Farmakope Indonesia. 4 ed: Departemen Kesehatan Republik Indonesia;
1995
22. Katzung BG, editor. Basic and Clinical Pharmacology. 9 ed. US: McGraw-
Hill; 2004.
LAMPIRAN 1
PROSEDUR PENELITIAN
ALUR PENELITIAN
Pembuatan Infiisa Getah
Pembuatan Konsentrasi Getah
Metode Difusi dengan konsentrasi getah 25%, 50%, 75%, dan 100%
Bila terdapat daerah hambat
Metode Dilusi untuk menentukan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) mulai dari konsentrasi getah terendah
yang daerah hambatnya positif
Metode Dilusi untuk menentukan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) mulai dari tabung pada Metode KHM
dengan konsentrasi tertinggi yang jernih.
Hasil akhir: konsentrasi minimum getah buah Carica papaya yang dapat membunuh bakteri Staphylococcus aureus
Prosedur Metode Dilusi: KHM dan KBM
1. Siapkan 6 tabung reaksi
2. Tuangkan 1 ml infusa kulit buah C. papaya dengan konsentrasi yang
berbeda- beda ke dalam 5 dari 6 tabung reaksi tersebut (sesuai gambar)
3. Kemudian masukkan 1 ml suspensi bakteri uji (Mc Farland 0,5) yang
berada dalam Mueller-Hinton cair ke 4 tabung reaksi yang pertama
4. Masukkan hanya Mueller-Hinton cair ke dalam tabung reaksi yang ke 5
(digunakan sebagai kontrol steril)
5. Siapkan pula 1 ml suspensi bakteri uji dengan Mueller-Hinton cair pada
tabung terakhir (tabung ke 6), yang digunakan sebagai kontrol
pertumbuhan
6. Inkubasi pada suhu 37° selama 24 jam
7. Amati pertumbuhan bakteri yang ditandai dengan kekeruhan pada media
untuk menentukan KHM
8. Semua isi tabung kemudian ditanam kembali pada media padat
9. Inkubasi pada suhu 37° selama 24 jam
10. Amati pula pertumbuhan koloni yang ada untuk menentukan KBM
Keterangan :
A = tabung 1B = tabung 2C = tabung 3D = tabung 4C+ = kontrol pertumbuhanC- = kontrol steril
LAMPIRAN 2
GAMBAR PENELITIAN
A. pepaya semangka B. Irisan kulit buah pepaya
C. penimbangan bahan uji D. irisan kulit buah dalam tabung
E. penambahan aquadest F. pemanasan agar dan infusa
G. membandingkan suspensi bakteri uji H. Pembuatan sumur pada agardengan larutan McFarland 0,5
I. Inkubasi 37C J. Hasil percobaan : tidak terdapat diameter hambat