BAB III
ANALISA KASUS
3.1 PEMBAHASAN
Struktur dasar jalan nafas telah ada sejak lahir dan berkembang selama
neonatus dan dewasa menjadi sistem bronkhopulmonal. Jalan nafas pada setiap
usia tidak simetris. Apabila dibagi menjadi dua bagian, ada perbedaan bentuk dan
jumlah cabang yang tergantung dari lokasinya. Variasi tersebut menyebabkan
implikasi fisiologi yang berbeda. Alur yang berbeda menyebabkan perbedaan
resistensi terhadap aliran udara, sehingga menyebabkan distribusi udara atau
partikel yang terhisap tidak merata. Cabang dari bronkus mengalami pengecilan
ukuran dan kehilangan kartilago, yang kemudian disebut bronkhiolus.
Bronkhiolus terminalis membuka saat pertukaran udara dalam paru-paru. Jalan
nafas dilapisi oleh membran epitel yang berganti secara bertahap dari
epitelkolumner bertingkat bersilia di bronkus menjadi epitel kubus bersilia pada
area tempat pertukaran udara. Sillia berfungsi untuk menghantarkan mukus dari
pinggir jalan nafas kefaring. Sistem transport mukosilier ini berperan penting
dalam mekanisme pertahanan paru. Sel goblet pada trakhea dan bronkhus
memproduksi musin dalam reticulum endoplasma kasar dan apparatus golgi. Sel
goblet meningkat jumlahnya pada beberapa gangguan seperti bronkhitis kronis
yang hasilnya terjadi hipersekresi mukus dan peningkatan produksi sputum. Unit
pertukaran udara (terminal respiratory) terdiri dari bronkhiolus distal sampai
terminal : bronkhiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveoli. Pada
pemeriksaan luar pulmo dekstra lebih pendek dan lebih berat dibanding pulmo
sinistra. Pulmo dekstra dan sinistra dibagi oleh alur yang disebut incissura
interlobaris dalam beberapa Lobus Pulmonis. Pulmo dekstra dibagi menjadi 3
lobi, yaitu: 3
1. Lobus Superior dibagi menjadi 3 segmen: apikal, posterior, inferior
2. Lobus Medius dibagi menjadi 2 segmen: lateralis dan medialis
3. Lobus Inferior dibagi menjadi 5 segmen: apikal, mediobasal, anterobasal,
laterobasal, posterobasal.
20
Pulmo sinistra dibagi menjadi 2 lobi, yaitu:3
1. Lobus Superior dibagi menjadi segmen: apikoposterior, anterior, lingularis
superior, lingularis inferior.
2. Lobus Inferior dibagi menjadi 4 segmen: apikal, anteromediobasal,
laterobasal, dan posterobasal.
Pneumonia adalah peradangan parenkim paru, distal dari bronkhiolus
terminalis yang mencakup bronkhiolus respiratorius, dan alveoli yang berupa
infiltrat atau konsolidasi pada alveoli atau jaringan interstisial. Pneumonia ini
dapat mengakibatkan gangguan pertukaran gas setempat. Istilah pneumonia lazim
dipakai bila peradangan terjadi oleh proses infeksi akut yang merupakan penyebab
tersering, sedangkan istilah pneumonitis sering dipakai untuk proses non infeksi.1,3
3.1.1 Definisi
Bronchopneumonia merupakan salah satu bagian dari penyakit Pneumonia.
Bronchopneumonia (penumonia lobularis) adalah suatu infeksi saluran pernafasan
akut bagian bawah dari parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang
berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution) yang disebabkan
oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing.3
Bronchopneumonia adalah peradangan paru, biasanya dimulai di
bronkioliterminalis. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat
21
mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang
bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari
saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan
sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, Pneumonia
dapat muncul sebagai infeksi primer.5
3.1.2 Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak
dibawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika
pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak
dibawah umur 2 tahun. Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan
masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang
maupun yang sudah maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan
pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di
Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan
nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab
kematian tertinggi akibat penyakit infeksi didunia adalah infeksi saluran napas
akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di
Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab
kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian
22
akibat pneumonia di Amerika adalah 10%. Di Amerika dengan cara invasif pun
penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit
ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya,
sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati,
maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi
saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di
Indonesia. Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan
penyakit paru utama, 58% diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan
11,6% diantaranya kasus nontuberkulosis, pada penderita rawat inap 58,8% kasus
infeksi dan 14,6% diantaranya kasus nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik
Medan 53,8% kasus infeksi dan 28,6% diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di
RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti
dengan angka kematian antara 20-35%. Pneumonia komuniti menduduki
peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun.2,7
Pneumococcus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumococcus
dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih
dari 80%, sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. Angka kejadian
tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan berkurang dengan
meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh
pneumococus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan
bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.8
3.1.3 Etiologi
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada
perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi,
gambaran klinis, dan strategi pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyebab
pada neonatus dan bayi kecil berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi
pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B dan
bakteri gram negatif seperti E. Colli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada
bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi
Streptococus pneumoniae, Haemophillus inflienzae tipe B, dan
23
Staphylococcusaureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain
bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.1,9
Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus,
disamping bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Virkki dkk. Melakukan
penelitian pada pneumonia anak dan menemukan etiologi virus sebanyak 32%,
campuran bakteri dan virus 30%, dan bakteri saja 22%. Virus yang
terbanyak ditemukan adalah Respiratory Syncytical Virus (RSV), Rhinovirus,dan
virus Parainfluenza.1,9
Kelompok anak usia 2 tahun ke atas mempunyai etiologi infeksi bakteri
yang lebih banyak daripada anak berusia di bawah 2 tahun. Secara klinis, umumya
pneumonia bakteri sulit dibedakan dengan pneumoniavirus. Demikian juga
dengan pemerikksaan radiologis dan laboratorium, biasanya tidak dapat
menentukan etiologi.1,9
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah:9
A. Faktor Infeksi
1. Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
2. Pada bayi : Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus. Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis,
Pneumocytis. Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,
Mycobacteriumtuberculosa, B. pertusis.
3. Pada anak-anak : Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, Bakteri : Pneumokokus,
Mycobakterium tuberculosa.
4. Pada anak besar dewasa muda : Organisme atipikal : Mycoplasma
pneumonia, C. Trachomatis. Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M.
tuberculosis.
B. Faktor Non Infeksi
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi: 9
a. Bronkopneumonia hidrokarbon: terjadi oleh karena aspirasi selama
penelanan muntah atau sonde lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur,
minyak tanah dan bensin).
24
b. Bronkopneumonia lipoid: terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung
minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang
mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan
dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti
minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit
tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang
mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti
susu dan minyak ikan. Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat
berpengaruh untuk terjadinya bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada
penderita-penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas
yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi
terjadinya penyakit ini.
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita berpenyakit berat seperti
AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak
merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.(10)
UMUR BAKTERI
< 1 bulan
Grup B streptococcusGram negativ
E.ColiKlebsiela
1-3 bulanChlamydia
Staphylococcus aureusGrup B streptococcus
3 bulan – 5 tahun
H. influenzaS. pneumonia
S. aureusGrup A streptococcus
Mycoplasma
5 – 10 tahunMycoplasma
S. aureusGrup A streptococcus
25
> 10 tahun
S. pneumoniaMycoplasma
Grup A streptococcusKlebsiela
3.1.4 Klasifikasi
Pembagian secara anatomis: 7
1. Pneumonia lobaris
2. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
3. Pneumonia intersisialis (bronkiolitis)
Pembagian secara etiologi: 7
1. Bakteri: Pneumococcus pneumonia, Sreptococcus pneumonia,
Staphylococcus pneumonia, Haemofilus influenza
2. Virus : Respiratory synctitial virus, Parainfluenza virus, Adenovirus
3. Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis, Coccidiomycosis,
Blastomycosis, Cryptoccosis
4. Corpus alienum
5. Aspirasi
6. Pneumonia hipostatik
3.1.5 Patogenesis
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui
berbagai cara, antara lain: 1,10
1. Inhalasi langsung dari udara
2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring
3. Perluasan langsung dari tempat lain
4. Penyebaran secara hematogen
Dalam keadaan sehat pada paru tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme,
keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Mekanisme
daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah
infeksi dan terdiri dari: 10
1. Susunan anatomis rongga hidung
2. Jaringan limfoid di naso-oro-faring.
26
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan
secret liat yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut
4. Refleks batuk
5. Refleks epiglottis yang mencegah terjadinya aspirasi secret yang terinfeksi
6. Drainase system limfatik dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
7. Fagositosis, aksi enzimatik dan respon immuno-humoral terutama dari
immunoglobilin A (IgA).
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme penyebab terhisap
ke paru perifer melalui saluran napas menyebabkan reaksi jaringan berupa edema
yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman.3
1. Stadium Kongesti. Kapiler melebar dan kongesti serta dalam alveolus
terdapateksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrophil
dan makrophag.
2. Stadium Hepatisasi Merah. Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat
tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti
hepar. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit netrofil, eksudat dan
banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.
3. Stadium Hepatisasi Kelabu. Lobus masih tetap padat dan warna merah
berubah menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura suram karena diliputi
oleh fibrin. Alveolusterisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis
pneumococcus, kapiler tidak lagi kongestif.
4. Stadium Resolusi. Eksudat berkurang. Dalam alveolus macrofag
bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin
diresorbsi dan menghilang. Proses kerusakan yang terjadi dapat dibatasi
dengan pemberian antibiotik sedini mungkin agar sistem bronkopulmonal
yang tidak terkena dapat diselamatkan.
3.1.6 Gejala Klinis
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan
hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang
berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga
memerlukan perawatan di rumah sakit. Beberapa faktor yang mempengaruhi
27
gambaran klinis pneumonia pada anak adalah imaturitas anatomik dan
imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinik yang kadang-
kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur
diagnostik invasif, etiologi non infeksi yang relatif lebih sering, dan faktor
patogenesis. Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada
berat ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut: 3
1. Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti muntah atau diare; kadang-
kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
2. Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnea,
nafas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.
Bronchopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran napas bagian
atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik sangat mendadak sampai 39-40ºC dan
mungkin disertai kejang demam yang tinggi. Anak megalami kegelisahan,
kecemasan, dispnoe pernapasan. Kerusakan pernapasan diwujudkan dalam bentuk
napas cepat dan dangkal, pernapasan cuping hidung, retraksi pada daerah
supraclavikular, ruang-ruang intercostal, sianosis sekitar mulut dan hidung,
kadang-kadang disertai muntah dan diare. Pada awalnya batuk jarang ditemukan
tetapi dapat dijumpai pada perjalanan penyakit lebih lanjut, mula-mula batuk
kering kemudian menjadi produktif. Pada bronkopneumonia, pemeriksaan fisik
tergantung dari pada luas daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak
ditemukan kelainan. Pada auskultasi mungkin terdengar ronki basah nyaring halus
sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens), mungkin pada
perkusi terdengar keredupan dan suara pernapasan pada auskultasi terdengar
mengeras. Pada stadium resolusi, ronkhi terdengar lagi. Tanpa pengobatan
biasanya penyembuhan dapat terjadi sesudah 2-3 minggu. Gambaran pneumonia
pada neonatus dan bayi kecil tidak khas, mencakup serangan apnea, sianosis,
merintih, nafas cuping hidung, takipnea, letargi, muntah, tidak mau minum,
takikardi atau bradikardi, retraksi subkosta, dan demam. Ada bayi BBLR sering
terjadi hipotermi. Gambaran klinis tersebut sulit dibedakan antara sepsis dan
meningitis. Sepsis pada pneumonia neonatus dan bayi kecil sering ditemukan
sebelum 48 jam pertama. 1,3
28
Umumnya bayi mendapatkan infeksi dari ibu pada masa persalinan. Port
d’entree infeksi meliputi mata, nasofaring, saluran respiratori, dan vagina. Gejala
timbul pada usia 4-12 minggu. Gejala umum ; gejala infeksi respiratori ringan-
sedang, ditandai dengan batuk-batuk stacatto (inspirasi diantara setiap satu kali
batuk), kadang-kadang disertai muntah, umumnya pasien tidak demam. Beberapa
kasus infeksi berkembang menjadi pneumonia berat (sindrom pneumonitis) dan
memerlukan perawatan. Gejala klinis meliputi ronki atau mengi, takipnea, dan
sianosis. Gambaran foto rontgen thoraks tidak khas, umumnya terlihat tanda-tanda
hiperinflasi bilateral dengan berbagai bentuk infiltrat difus, seperti infiltrat
iinterstisial, retikulonoduler, atelektasis, bronkopneumonia, dan gambaran milier.
Antibiotik pilihan adalah makrolid intravena.1,3
3.1.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan: 1,3
1. Gejala Klinis
Gambaran klinik biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas akut bagian
atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil. Suhu
tubuh kadang-kadang melebihi 400C, sakit tenggorok, nyeri otot, dan sendi.
Juga disertai batuk dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang
berdarah.
2. Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal
sebagai berikut:
a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal,
dan pernapasan cuping hidung.
b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan
d. Pada auskultasi ditemukan crackles (Ronkhi basah) sedang nyaring.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000-40.000/mm3
dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat
berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma.
29
b. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial.
Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3
dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-
40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan.
c. Nilai Hb biasanya tetap normal atau menurun
d. Peningkatan LED
e. Kultur dahak dapat positif pada 20-50% penderita yang tidak diobati. Selain
kultur dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok
(throat swat).
f. Analisa Gas Darah (AGD) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia. Pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.
g. Pengambilan sekret secara bronkoskopi dan fungsi paru untuk preparasi
langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari
etiologinya, tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sulit.
h. Foto thoraks bronkopneumonia terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu
atau beberapa lobus jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi
pada satu atau beberapa lobus.
4. Gambaran Radiologis
Merupakan pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkhiolus yang
dapat tersumbat oleh eksudat mukopuren untuk membentuk bercak konsolidasi
dalam lobus. Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan
peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang
tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus
bawah. Tampak infiltrate peribronkial yang semi opak dan inhomogen di
daerah hilus yang menyebabkan batas jantung menghilang (silhoute sign).
Tampak juga air bronkogram, dapat terjadi nekrosis dan kavitas pada parenkim
paru.
WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih
sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan
berdasarkan: 11
30
1. Bronkopneumonia sangat berat : bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak
sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan di beri
antibiotik.
2. Bronkopneumonia berat : bila dijumpai retraksi tanpa sianosis dan masih
sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan di beri
antibiotik.
3. Bronkopneumonia : bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang
cepat
> 60 x/menit : pada anak usia kurang dari dua bulan
> 50x/menit : pada anak usia 2 bulan - 1 tahun
> 40x/menit : pada anak usia 1-5 tahun
4. Bukan Bronkopneumonia : hanya batuk tanpa adanya gejala dan tanda seperti
di atas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu di beri antibiotik. Diagnosis pasti
dilakukan dengan idientifikasi kuman penyebab :
- Kultur sputum/bilasan cairan lambung
- Kultur Nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus
- Deteksi antigen bakteri
3.1.8 Diagnosis Banding 11
1. Bronkiolitis
2. Bronkhitis
3. TB paru primer
4. Aspirasi pneumonia
3.1.9 Penatalaksanaan
A. Penatalaksaan umum 1,11
1. O2 2-4 liter/ menit sampai sesak hilang
2. Infus 20 tetes per menit mikro (untuk obat)
B. Penatalaksanaan khusus 1,11,12
1. Mukolitik, ekspektoran, dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan
pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi
antibiotik awal.
31
2. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung.
3. Pemberian antibiotik dapat diberikan ampicillin/amoksisilin (25-50
mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam), yang harus di pantau dalam 24
jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberi respon yang baik maka
diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah atau di
rumah sakit dengan amoksisilin oral (15 mg/kgBB/kali 3x1 hari) untuk 5
hari berikutnya. Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau
terdapat keadaan yang berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan,
atau memuntahkan semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis,
distress pernapasan berat) maka di tambahkan kloramfenikol (25
mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam).
4. Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan
pengobatan kombinasi ampicillin-kloramfenikol atau ampicillin-
gentamicin. Sebagai alternative, beri ceftriaxone (80-100 mg/kgBB IM
atau IV sekali sehari). Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila
memungkinkan foto dada. Apabila diduga pneumonia stafilokokkal ganti
antibiotik dengan gentamicin (7,5 mg/kgBB IM atau IV sekali sehari) dan
kloksasiklin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam) atau klindamisin (15
mg/kgBB/hari sampai 3 kali pemberian). Bila keadaan anak membaik,
lanjutkan kloksasiklin secara oral 4 kali sehari sampai secara keseluruhan
mencapai 3 minggu, atau klindamisin secara oral selama 2 minggu.
3.1.10 Komplikasi
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah: 1
1. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau
kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk
hilang.
2. Emfisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam
rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang
meradang.
4. Endokarditis adalah peradangan pada setiap katup endokardial.
32
5. Meningitis adalah infeksi yang menyerang selaput otak.
3.1.11 Prognosis
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat yang dimulai secara
dini pada perjalanan penyakit tersebut maka mortalitas selam masa bayi dan masa
kanak-kanak dapat diturunkan sampai kurang 1% dan sesuai dengan kenyataan ini
morbiditas yang berlangsung lama juga menjadi rendah. Anak dalam keadaan
malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang
lebih tinggi.12
3.1.12 Pencegahan
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak
dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat
menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini.11
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya
tahan tubuh kita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup
sehat, makan makanan yang bergizi dan teratur, menjaga kebersihan, beristirahat
cukup, rajin berolahraga dan lain-lain.12
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan
terinfeksi antara lain.12
a. Vaksinasi Pneumokokus
b. Vaksinasi H.Influenza
c. Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah
d. Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.
3.2 ANALISA KASUS
Diagnosis bronkopneumonia ditegakkan berdasarkan anamnesa riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya terutama
pemeriksaan darah, pemeriksaan radiologis, serta pemeriksaan cairan pleura dan
mikrobiologi jika memungkinkan.1
WHO merekomendasikan penggunaan peningkatan frekuensi napas dan
retraksi subkosta untuk mengklasifikasikan bronkopneumonia di negara
berkembang.11
33
Bayi kurang dari 2 bulan:
Bronkopneumonia berat: napas cepat atau retraksi yang berat
Bronkopneumonia sangat berat: tidak mau menetek/minum, kejang, letargis,
demam atau hipotermia, bradipnea, atau pernapasan ireguler.
Anak umur 2 bulan – 5 tahun:
Bronkopneumonia ringan: napas cepat
Bronkopneumonia berat: retraksi
Bronkopneumonia sangat berat: tidak dapat minum/makan, kejang, letargis,
malnutrisi.
Untuk kriteria rawat inap adalah sebagai berikut:
Bayi
Saturasi oksigen ≤92%, sianosis
Frekuensi napas >60x/menit
Distres pernapasan, apnea intermiten, atau grunting
Tidak mau minum/menetek
Keluarga tidak bisa merawat di rumah
Anak
Saturasi oksigen ≤92%, sianosis
Frekuensi napas >50x/menit
Distres pernapasan
Grunting
Terdapat tanda dehidrasi
Keluarga tidak bisa merawat dirumah
Pada pasien ini, ditemukan gejala-gejala klinis yang mengarah ke diagnosis
Bronkopneumonia berat. Pada anamnesis, ditemukan 3 keluhan yang merupakan
trias dari bronkopneumonia yaitu demam, batuk, dan sesak. Temuan pada
anamnesis ini juga didukung dengan hasil pemeriksaan fisik dimana pada vital
sign ditemukan napas cepat, adanya pernapasan cuping hidung, retraksi dinding
dada dan pada auskultasi paru dapat didengar ronkhi.
Penderita datang dengan keluhan utama sesak nafas. Dari keluhan ini dapat
dipikirkan adanya kelainan pada paru-paru, jantung, kelainan metabolic seperti
asidosis dan uremia serta adanya kelainan di otak. Dari alloanamnesis tidak
34
didapatkan keluhan BAK sehingga kemungkinan kelainan metabolik dapat
disingkirkan. Dari pemeriksaan fisik tidak didapatkan penurunan kesadaran
sehingga kelainan disentral dapat disingkirkan, selain itu dari hasil pemeriksaan
pada jantung didapatkan dalam batas normal sehingga kelainan pada jantung
dapat disingkirkan.
Oleh karena itu dapat dipastikan merupakan kelainan pada paru-paru. Dari
alloanamnesis didapatkan pasien mengalami sesak, batuk dan demam, sehingga
dapat dipikirkan adanya suatu penyakit infeksi. Selain itu, didapatkan ronkhi yang
khas untuk gejala bronkopneumonia, sehingga diagnosis bronkopneumonia pada
pasien ini sudah tepat.
Berdasarkan klasifikasi WHO yang sudah dijelaskan diatas, pasien ini
termasuk dalam klasifikasi bronkopneumonia berat, karena selain terdapat napas
cepat, dapat ditemukan adanya retraksi dinding dada.
Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik tadi juga didukung dengan hasil
pemeriksaan penunjang (laboratorium) dimana ditemukan peningkatan leukosit
yang juga menunjang diagnosis bronkopneumonia.
Pada gambaran foto toraks, ditemukan konsolidasi segmental di apikal paru
kanan, hilus suram, kesan pneumonia segmental dd pneumonia aspirasi. Dasar
tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik
yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian
cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-
basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan
analgetik/antipiretik. Pada pasien ini, diberikan penatalaksanaan awal yaitu O2
2l/menit, IVFD 4:1, Inj. Ampisilin, Inj. Gentamicin, Paracetamol dan Nebul
Ventolin ½ respule + 2 cc NaCl 0,9%.
Pemberian O2 1 L/menit sudah tepat. O2 diberikan untuk mengatasi
hipoksemia, menurunkan usaha untuk bernapas, dan mengurangi kerja
miokardium. Oksigen diberikan pada anak yang menunjukkan gejala adanya
tarikan dinding dada (retraksi) bagian bawah yang dalam, SpO2 < 90%, frekuensi
nafas 60x/menit atau lebih, merintih setiap kali bernafas untuk bayi muda, dan
adanya head nodding (anggukan kepala). Pemberian O2 melalui nasal pronge yaitu
1-2 L/menit atau 0,5 L/menit untuk bayi muda. Pemberian O2 melalui kateter
35
nasal yaitu 1-6 L/menit untuk memberikan konsentrasi O2 24-44%. Pemberian O2
melalui sungkup biasa yaitu 5-8 L/menit untuk memberikan konsentrasi oksigen
40-60%. Serta pemberian O2 melalui sungkup reservoir yaitu 6-10 L/menit untk
memberikan konsentrasi oksigen 60-99%.
Pemberian IVFD N4D5 XV-XX tetes permenit dalam mikro drip sudah
tepat. N4D5 terdiri dari 100cc D5% + 25 cc NaCl, dengan kandungan dekstrosa
50g (200kkal), Na 38,5 mEq/L, Cl 38,5 mEq/L, Ca 200 mg/dL, dan total Osm
353.
BB=8 kg Kebutuhan cairan : 100 ml/kg BB x 8 kg = 800ml/hari
Mikrodrip 1ml=60 tetes
800ml/hari 800ml x 60tetes = 33 gtt/ menit
24jam x 60menit
Pemberian antibiotik ampicillin-gentamicin sesuai untuk terapi lini pertama
pada pasien bronkopneumonia dengan klinis berat. Ampicillin merupakan
antibiotika golongan penisilin yang bekerja terhadap bakteri gram positif, aerob
dan anaerob. Sedangkan gentamicin merupakan antibiotika golongan
aminoglikosida yang efektif terhadap bakteri gram negatif.
Dosis ampicillin 25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam dan dosis
gentamicin 7,5 mg/kgBB IM atau IV sekali sehari. Pada pasien ini BB=8 kg
dosis ampicillin 400 mg/6 jam IV dan dosis gentamicin 60mg/12 jam IV.
Pemberian paracetamol diberikan selama pasien mengalami demam, dengan
dosis 10-15mg/kgBB/kali dapat diulang 4-6 jam.
Pada pasien ini BB=8kg 8x10mg = 80mg/kali pemberian
Paracetamol drops 60mg/ml 80/60 = 1,3-2cc/kali pemberian
Prognosis pada kasus ini baik, umumnya penderita bahkan dapat sembuh
spontan dalam 2-3 minggu. Apalagi jika dilihat berdasarkan gambaran klinis
selama perawatan pasien sudah sangat membaik. Keluhan juga telah berkurang
secara berangsur-angsur. Hal ini ditandai dengan batuk yang sudah mulai
menghilang, demikian pula dengan retraksi serta pernapasan cuping hidung sudah
menghilang. Prognosis penderita ini adalah dubia ad bonam untuk quo ad vitam
dan functionam karena pada pasien ini telah dilakukan pengobatan yang adekuat
serta belum ada tanda-tanda yang mengarah pada komplikasi.
36