BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. LIKUIDITAS
2.1.1. Pengertian Likuiditas
Menurut Abas Kartadinata (1990:6) pengertian likuiditas adalah sebagai
berikut : "Likuiditas perusahaan dimaksudkan kemampuan perusahaan untuk,
pada setiap saat menyediakan alat - alat pembayaran yang diperlukan untuk
melunaskan kewajiban - kewajibannya yang jatuh tempo."
Sedangkan menurut Alex S. Nitisemito (1984:33) :"Yang disebut likuiditas
adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya yang
harus segera dibayar."
Sementara itu Bambang Riyanto (1994:18) menyebutkan bahwa : "Masalah
likuiditas adalah berhubungan dengan kemampuan suatu perusahaan untuk
memenuhi kewajiban finansialnya yang harus segera dipenuhi."
Dari beberapa pendapat tersebut di atas maka dapat ditarik kesimpulan
tentang pengertian likuiditas, yaitu kemampuan perusahaan untuk menyediakan
alat -alat pembayaran (alat - alat likuid) guna memenuhi kewajiban - kewajiban
keuangannya yang jatuh tempo. Atau secara umum, pengertian likuiditas
dimaksudkan sebagai perbandingan antara jumlah uang tunai dan aktiva lain yang
dapat disamakan dengan uang tunai, dengan jumlah hutang lancar dan
pengeluaran - pengeluaran untuk menyelenggarakan aktivitas perusahaan.
16
Wasis (1983:53) menyebutkan bahwa yang termasuk dalam alat - alat
likuid atau alat - alat lancar adalah :
1. Kas dan Bank
Uang kas dan saldo pada bank adalah golongan alat - alat likuid tingkat
pertama. Kas dan bank sering dianggap sebagai "reservoir" karena aliran uang
yang masuk akan ditampung dalam saldo kas atau saldo bank, dan aliran uang
yang akan keluar bermula dari saldo kas dan saldo bank tersebut.
2. Surat -surat berharga yang mudah dijual
Surat - surat berharga yang mudah dijual adalah golongan alat - alat likuid
tingkat kedua. Yang termasuk dalam surat berharga yang mudah dijual adalah
wesel pemerintah, sertifikat deposito, saham atau obligasi pemerintah yang
dapat dengan segera dijual.
3. Piutang Lancar
Piutang lancar adalah alat - alat likuid tingkat ketiga.
Menurut Bambang Riyanto (1994:18), jumlah alat - alat pembayaran (alat -
alat likuid) yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada suatu saat tertentu
merupakan "kekuatan membayar" dari perusahaan yang bersangkutan. Suatu
perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar belum tentu dapat memenuhi
segala kewajiban finansialnya yang harus segera dipenuhi; atau dengan kata lain
perusahaan tersebut belum tentu mempunyai "kemampuan membayar".
"Kemampuan membayar" baru terdapat pada perusahaan apabila kekuatan
membayarnya sedemikian besamya sehingga dapat memenuhi segala kewajiban
finansialnya yang harus segera dipenuhi. Dengan demikian kemampuan
16
17
membayar itu baru dapat diketahui setelah kita membandingkan "kekuatan
membayar"nya di satu pihak dengan kewajiban - kewajiban finansialnya yang
harus segera dipenuhi di lain pihak.
Suatu perusahaan yang mempunyai "kekuatan membayar" sedemikian
besarnya sehingga mampu memenuhi segala kewajiban finansial yang harus
segera dipenuhi, dikatakan bahwa perusahaan tersebut adalah "likuid" dan
sebaliknya jika tidak mempunyai kemampuan membayar disebut "illikuid".
2.1.2. Macam - Macam Likuiditas
Bambang Riyanto (1994:19) membedakan pengertian likuiditas menjadi
dua, yaitu:
1. Likuiditas Intern (Likuiditas Perusahaan)
Adalah kemampuan menyediakan alat - alat likuid guna menghadapi
kewajiban finansial yang datang dari dalam perusahaan.
2. Likuiditas Ekstem (Likuiditas Badan Usaha)
Adalah kemampuan menyediakan alat - alat likuid guna menghadapi
kewajiban finansial yang datang dari luar perusahaan.
Dengan demikian likuiditas badan usaha berarti kemampuan perusahaan
menyediakan alat - alat likuid sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi
kewajiban finansialnya pada saat ditagih oleh pihak luar perusahaan. Dan bila
kemampuan membayar tersebut dihubungkan dengan kewajiban finansial untuk
menyelenggarakan aktivitas perusahaan maka dinamakan likuiditas perusahaan.
Dalam hal ini perusahaan harus memperhatikan apakah pada setiap saat dapat
17
18
memenuhi pembayaran - pembayaran yang diperlukan untuk kelancaran jalannya
perusahaan, misalnya untuk membeli bahan mentah, membayar upah pegawai,
dan sebagainya.
Setiap perusahaan harus dapat mempertahankan likuiditas dengan jalan
memperhatikan kedua likuiditas tersebut, sebab apabila tidak diperhatikan maka
hal ini akan dapat menimbulkan kesuhtan. Apabila perusahaan tidak
memperhatikan likuiditas ekstern maka pihak luar akan berkurang atau hilang
kepercayaannya terhadap perusahaan tersebut. Apabila perusahaan sudah
kehilangan kepercayaan dari pihak luar, maka perusahaan akan sulit mendapatkan
kredit bagi pengembangan dirinya.
Sebaliknya, meskipun likuiditas ekstern telah diperhatikan tetapi bila
likuiditas intern tidak dapat dipenuhi, maka kegiatan atau aktivitas perusahaan
dapat terhambat yang pada akhimya akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan
itu sendirL
Jadi dalam menjaga kesinambungan hidupnya, suatu perusahaan harus
selalu dapat mempertahankan baik likuiditas ekstern maupun likuiditas internnya.
2.1.2.1. Over and Under Liquidity
Wasis (1983:50) menjelaskan bahwa dalam menyediakan alat - alat
pembayaran guna memenuhi kewajiban perusahaan (alat - alat likuid) mungkin
dapat terjadi 2 posisi, yaitu :
1. Over Liquidity (likuiditas yang berlebih)
18
19
Yaitu apabila terjadi penyediaan alat pembayaran lebih besar dari yang
sebenarnya diburuhkan. Hal ini dapat terjadi karena modal yang disetor terlalu
besar, struktur modal yang tidak sesuai dengan strukrur harta, kelesuan yang
terjadi dalam bidang moneter dan perekonomian, dan sebagainya.
2. Under Liquidity (likuiditas yang kekurangan)
Yaitu apabila terjadi penyediaan alat pembayaran lebih kecil dari yang
sebenarnya diburuhkan. Hal ini dapat terjadi karena kesalahan dalam
pembelanjaan perusahaan, perusahaan menderita kerugian karena sedikitnya
penjualan, biaya produksi yang tidak terkendalikan, kesulitan dalam menagih
piutang, dan kekurangan penyetoran modal.
Sedapat mungkin keadaan over atau under liquidity harus dihindarkan.
Keadaan over liquidity menimbulkan rendahnya tingkat keuntungan yang
disebabkan oleh adanya uang kas yang menganggur atau tidak terpakaL
sedangkan apabila terjadi under liquidity akan menyebabkan turunnya tingkat
kepercayaan para kreditur dan dapat menyulitkan posisi keuangan yang lebih
serius di kemudian hari.
2.1.2.2. Pendekatan / Konsep Statis dan Dinamis
Menurut Wasis (1983:48) likuiditas dapat diartikan berdasar 2 konsep,
yaitu :
1. Konsep Statis
Likuiditas menurut konsep yang statis adalah bahwa perusahaan harus
memiliki sejumlah persediaan uang kas atau alat likuid yang lain, sehingga
19
20
setiap waktu dibutuhkan guna membayar kewajibannya, perusahaan tidak
perlu mencari-cari. Titik berat konsep ini harus ada persediaan uang kas atau
alat likuid. Oleh karena itu konsep ini dinamakan konsep persediaan (stock
concept). Pengertian yang statis ini tidak mengantisipasi kemungkinan bahwa
perusahaan dapat memperoleh alat - alat likuid dari bank atau pinjaman lain.
2. Konsep Dinamis
Likuiditas menurut konsep yang dinamis beranggapan bahwa perusahaan
tidak perlu menghiraukan tersedianya uang kas sekarang. Perusahaan harus
dapat mengantisipasikan aliran uang yang masuk melalui pinjaman maupun
kegiatan operasional. Konsep yang dinamis tidak menitikberatkan pada
tersedianya uang kas sekarang, melainkan pada aliran uang masuk dan aliran
uang keluar. Oleh karenanya dinamakan "flow concept".
2.2. MODAL KERJA SEBAGAIINDIKATOR LIKUIDrTAS
2.2.1. Pengertian Modal Kerja & Aspek Manajemen Modal Kerja
2.2.1.1. Pengertian Modal Kerja
Pada umumnya modal kerja mengandung dua pengertian, yaitu modal
kerja brutto (gross working capital) yang merupakan keseluruhan dari aktiva
lancar dan modal kerja netto (net working capital) yang merupakan selisih antara
aktiva lancar dengan hutang lancar.
Menurut J. Fred Weston (1992:327) modal kerja didefinisikan sebagai
berikut: "Modal kerja merupakan investasi perusahaan dalam bentuk uang tunai,
surat berharga, piutang, dan persediaan, dikurangi kewajiban lancar yang
20
digunakan untuk membiayai aktiva lancar. Ukuran ini disebut dengan modal
kerja bersih."
Modal kerja didefmisikan oleh Indriyo G. (1986:27) sebagai berikut:
"Modal kerja merupakan kekayaan atau akth'a yang diperlukan oleh perusahaan
untuk melakukan kegiatan sehari-hari dan yang selalu berputar/'
Beberapa konsep tentang pengertian modal kerja, yaitu :
a. Konsep kuantitatif
Konsep ini mendasarkan pada kuantitas dari dana yang tertanam dalam unsur-
unsur aktiva lancar, dimana aktiva ini merupakan aktiva yang sekali berputar
kembali dalam bentuk semula atau aktiva dimana dana yang tertanam di
dalamnya akan dapat bebas lagi dalam waktu yang relatif pendek. Dengan
demikian modal kerja menurut konsep ini adalah jumlah keseluruhan dari
aktiva lancar yang sering disebut dengan modal kerja brutto (gross working
capital).
Dalam konsep ini tidak dipentingkan kualitas dari modal kerja, apakah
modal kerja dibiayai dari modal para pemilik. hutang jangka panjang
maupun hutangjangka pendek.
b. Konsep Kualitatif.
Konsep ini menitikberatkan pada kualitas modal kerja, dalam konsep ini
pengertian modal kerja adalah kelebihan aktiva lancar terhadap hutangjangka
pendek, yaitu jumlah aktiva lancar yang berasal dari pinjaman jangka panjang
maupun dari para pemilik perusahaan.
Definisi ini bersifat kualitatif karena menunjukkan tersedianya aktiva lancar
yang lebih besar daripada hutang jangka pendeknya dan menunjukkan pula
tingkat keamanannya bagi para kreditur jangka pendek, serta menjamin
kelangsungan operasi di masa yang akan datang dan kemampuan perusahaan
untuk memperoleh tambahan pinjaman jangka pendek dengan jaminan aktiva
lancarnya. Dengan kata lain, modal kerja ini merupakan sebagian dari aktiva
lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membiayai operasi
perusahaan tanpa mengganggu likuiditasnya yang sering disebut modal kerja
netto (net working capital),
c. Konsep Fungsional
Konsep ini mendasarkan pada fungsi dari dana dalam menghasilkan
pendapatan.
Pada dasarnya dana-dana yang dimiliki oleh suatu perusahaan seluruhnya
akan digunakan untuk menghasilkan laba, tetapi tidak semua dana digunakan
untuk menghasilkan laba periode ini, ada sebagian dana yang digunakan
untuk menghasilkan laba di masa yang akan datang. Misalnya, bangunan,
mesin-mesin, inventaris kantor, dan aktiva tetap lainnya. Dari aktiva tersebut
yang menjadi bagian dari modal kerja tahun ini adalah sebesar penyusutan
aktiva-aktiva tersebut untuk tahun ini.
22
23
2.2.1.2. Aspek Manajemen Modal Kerja
Menurut J. Fred Weston (1992:327) :"Dua aspek pokok manajemen
modal kerja adalah berapa banyak sumber - sumber keuangan yang sebaiknya
diinvestasikan dalam bentuk aktiva lancar serta berapa bagian hutang jangka
pendek dibanding hutang jangka panjang."
Aspek manajemen modal kerja sering dijadikan sebagai topik studi yang penting :
1. Hasil survey menunjukkan bahwa sebagian besar waktu manajer tersita untuk
kegiatan operasional sehari-hari perusahaan, yang kurang lebih dapat
diartikan sebagai manajemen modal kerja.
2. Lebih separo dari total aktiva perusahaan merupakan aktiva lancar. Sebagai
bagian investasi yang besar dan mudah diuangkan maka aktiva lancar
memerlukan perhatian yang seksama dari manajer keuangan.
3. Manajemen modal kerja terutama sangat penting bagi perusahaan kecil.
4. Adanya hubungan yang langsung antara pertumbuhan penjualan dengan
kebutuhan untuk membiayai aktiva lancar.
(J. Fred Weston, 1992:327).
2.2.2. Jenis - Jenis Modal Kerja
Jenis -jenis modal kerja pada dasarnya terdiri dari dua bagian pokok, yaitu :
1. Modal Kerja Permanen (Permanent Working Capital)
Modal kerja permanen adalah modal kerja yang hams tetap ada pada
perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya, atau dengan kata lain, modal
23
24
kerja yang secara terus menerus diperlukan untuk kelancaran usaha. Modal
kerja permanen ini dapat dibedakan dalam :
a. Modal Kerja Primer (Primary Working Capital)
Adalah jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan
untuk menjamin kontinuitas usahanya.
b. Modal Kerja Normal (Normal Working Capital)
Adalah jumlah modal kerja yang diperlukan untuk menyelenggarakan
luas produksi yang normal. Pengertian normal di sini adalah dalam
artian yang dinamis. Apabila suatu perusahaan selama 4 atau 5 bulan
produksi rata-rata perbulannya 1000 unit, maka dapat dikatakan luas
produksi normalnya adalah 1000 unit. Apabila kemudian ternyata bahwa
selama 4 atau S bulan berikutnya, luas produksi rata-rata perbulannya
2000 unit, maka luas produksi normalnya berubah menjadi 2000 unit.
(BambangRiyanto, 1994:54).
2. Modal Kerja Variabel (Variable Working Capital)
Modal kerja variabel adalah modal kerja yang jumlahnya berubah - ubah
sesuai dengan perubahan keadaan. Modal kerja ini dibedakan antara :
a. Modal Kerja Musiman (Seasonal Working Capital)
Yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan fluktuasi
musim. Misalnya, besarnya modal kerja yang diperlukan pada musim
giling pada perusahaan penggilingan beras adalah besar sekali,
sedangkan pada musim tidak giling kebutuhan modal kerjanya adalah
kecil sekali.
25
b. Modal Kerja Siklis (Cyclical Working Capital)
Adalah modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan fluktuasi
konjungtur perekonomian nasional maupun intemasional. Misalnya,
harga bahan bakar minyak naik. devaluasi. inflasi. maupun resesi dunia.
c. Modal Kerja Darurat (Emergency Working Capital)
Adalah modal kerja yang besarnya berubah-ubah karena adanya keadaan
darurat yang tidak diketahui sebelumnya, misalnya : ada pemogokan
buruh, banjir, perubahan keadaan ekonomi yang mendadak.
(Bambang Riyanto, 1994:55)
2.2.3. Pentingnya Modal Kerja
Modal kerja harus cukup jumlahnya dalam arti dapat memperlancar
operasi perusahaan sehari - hari, karena dengan modal kerja yang cukup
memungkinkan perusahaan beroperasi secara ekonomis atau efisien serta
memberikan beberapa keuntungan, antara lain :
a. Melindungi perusahaan terhadap kiisis modal kerja karena turunnya nilai dari
aktiva lancar yang disebabkan oleh uang kas yang keluar lebih besar daripada
uang kas yang masuk.
b. Memungkinkan untuk dapat membayar semua kewajiban - kewajiban tepat
pada waktunya.
c. Memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat mengliadapi bahaya - bahaya
atau kesulitan keuangan yang mungkin terjadi, misalnya ditentukan bahwa
resiko yang ditanggung perusahaan sebesar % atas piutang. Ini berarti bila
2 s;
26
kelak piutang sebesar % tidak tertagih atau terbayar hal tersebut sudah dapat
diduga.
d. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup untuk
melayani para konsumennya.
e. Memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat beroperasi dengan lebih efisien
karena tidak ada kesulitan untuk memperoleh barang atau jasa yang
dibutuhkan.
Jadi modal kerja yang cukup sangat penting bagi perusahaan dalam arti
jumlah modal kerja tidak boleh terlalu kecil atau besar. Modal kerja yang terlalu
besar akan mengakibatkan:
a. Perusahaan tidak dapat memperoleh rate of return sebagaimana mestinya,
karena modal yang tersedia tidak dipergunakan dalam operasi yang normal.
b. Dapat mendorong terjadinya pemborosan - pemborosan, misalnya persediaan
barang yang terlalu besar.
c. Manajer Keuangan tidak dapat mengelola keuangan perusahaan secara efisien,
terutama dengan adanya modal kerja yang besar disertai dengan hutang yang
besar pula.
d. Perusahaan merasa tidak perlu meminjam pada bank karena bila meminjam
pada bank, perusahaan akan mengeluarkan biaya tambahan berupa biaya
penggunaan modal bank (cost of capital).
Sedang bila modal kerja yang terlalu kecil akan mengakibatkan
perusahaan tidak dapat beroperasi secara efektif dan efisien karena keterbatasan
27
dana yang ada dalam perusahaan yang menyebabkan operasi perusahaan kurang
lancar.
2.2.4. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Besarnya Modal Kerja
Modal kerja yang cukup sangat penting bagi perusahaan, tetapi untuk
menentukan modal kerja yang dianggap cukup bagi perusahaan bukanlah
merupakan hal yang mudah, karena modal kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan
dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:
a. Sifat / type dari perusahaan
Modal kerja dari suatu perusahaan jasa relatif akan lebih kecil bila
dibandingkan dengan kebutuhan modal kerja industri karena perusahaan jasa
tidak memerlukan investasi yang besar dalam kas, piutang, maupun
persediaan. Bila dibandingkan dengan perusahaan industri, maka keadaannya
berbeda jauh karena perusahaan industri hams mengadakan investasi yang
cukup besar dalam aktiva lancar agar perusahaan tidak mengalami kesuUtan di
dalam operasinya sehari - hari, sehingga dibutuhkan modal kerja yang lebih
besar.
b. Waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh barang yang akan dijual dan harga
persatuan dari barang tersebut.
Kebutuhan modal kerja suatu perusahaan berhubungan langsung dengan
waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh barang yang akan dijual, makin
lama waktu yang dibutuhkan untukl memperoleh barang tersebut makin besar
pula modal kerja yang dibutuhkan. Selain itu, harga pokok per satuan barang
28
juga mempengaruhi besar kecilnya modal kerja yang dibutuhkan, semakin
besar harga pokok per satuan barang yang akan dijual akan semakin besar pula
kebutuhan akan modal kerja.
c. Syarat pembelanjaan barang dagangan
Syarat pembelanjaan barang dagangan sangat mempengaruhi jumlah modal
kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan. Jika syarat kredit yang diterima pada
waktu pembelian menguntungkan, makin sedikit uang kas yang harus
diinvestasikan dalam persediaan barang dagangan. Bila terjadi pembayaran
barang yang dibeli dalam jangka waktu yang pendek, maka uang kas yang
diperlukan untuk membiayai persediaan makin besar.
d. Syarat penjualan
Semakin lunak kredit yang diberikan oleh perusahaan kepada para pembeli
akan mengakibatkan semakin besar jumlah modal kerja yang harus
diinvestasikan dalam piutang.
e. Tingkat perputaran persediaan
Semakin tinggi perputaran persediaan tersebut maka jumlah modal kerja yang
dibutuhkan semakin kecil.
(Drs. S.Munawir, 1991:117-119)
Besar kecilnya kebutuhan modal kerja terutama tergantung pada dua faktor,
yaitu:
1. Periode perputaran atau terikatnya modal kerja.
2. Pengeluaran kas rata - rata setiap harinya.
28
29
Dengan pengeluaran dalam jumlah yang sama setiap harinya, tetapi dengan makin
lamanya periode perputarannya, maka jumlah modal kerja yang dibutuhkan akan
makin besar. Periode perputaran atau terikatnya modal kerja adalah merupakan
keseluruhan atau jumlah dari periode - periode yang meliputi jangka waktu kredit
beli, lamanya barang jadi disimpan di gudang dan jangka waktu penerimaan
piutang.
Demikian pula halnya dengan periode perputaran yang tetap dengan makin
besamya jumlah pengeluaran kas setiap harinya, kebutuhan modal kerja pun
makin besar. Pengeluaran setiap harinya merupakan jumlah pengeluaran kas rata -
rata setiap harinya untuk keperluan pembayaran barang, pembayaran upah buruh,
dan biaya - biaya lainnya. Apabila perusahaan hanya menjalankan usaha satu kaU
saja, maka kebutuhan modal kerja cukup sebesar yang dikeluarkan selama satu
periode perputaran saja. Tetapi pada umumnya, perusahaan didirikan tidak
dimaksudkan untuk menjalankan usaha satu kali saja, melainkan untuk seterusnya
dan dimana setiap hari ada aktivitas usaha. Bagi perusahaan yang disebutkan
terakhir ini dengan sendirinya kebutuhan modal kerjanya tidak cukup hanya
sebesar apa yang diperlukan selama satu periode perputaran saja, melainkan
sebesar jumlah pengeluaran setiap harinya dikalikan dengan periode
perputarannya. (Bambang Riyanto, 1994:57-58)
2.2.5. Aktiva Lancar Sebagai Komponen Modal Kerja
Pada umumnya aktiva lancar terdiri dari:
2.2.5.1. Kas
30
Salah satu unsur modal kerja yang paling tinggi tingkat likuiditasnya
adalah kas. Setiap perusahaan dalam menjalankan operasinya sehari - hari selalu
membutuhkan kas (uang tunai) untuk membiayai kegiatan rutin perusahaan
maupun untuk pengadaan investasi baru dalam akitva lancar.
Pengeluaran kas suatu perusahaan bersifat kontinu (terus menerus) dan
bersifat intermittent (tidak kontinu). Pengeluaran kas yang bersifat kontinu
misalnya, pembelian bahan mentah, pembayaran upah buruh, gaji, dan lain
sebagainya. Sedangkan yang bersifat intermittent misalnya, pembayaran bunga,
pembayaran angsuran hutang, pajak pendapatan, dan lain sebagainya.
Di samping aliran kas keluar (cash outflow) juga terdapat aliran kas
masuk (cash inflow). Aliran kas masuk mempunyai sifat yang sama dengan aliran
kas keluar, yaitu bersifat kontinu dan intermittent. Aliran kas masuk yang bersifat
kontinu misalnya, hasil penjualan produk secara tunai, penerimaan piutang dan
lain sebagainya. Sedangkan yang bersifat intermittent misalnya, penerimaan
kredit, penjualan aktiva tetap yang tidak terpakai lagi, dan lain sebagainya.
Penerimaan dan pengeluaran kas akan terus berlangsung selama perusahaan
berjalan.
Selisih antara aliran kas masuk dengan aliran kas keluar disebut saldo
kas. Besamya saldo kas ini akan mengalami penurunan dari waktu ke waktu
karena berbagai faktor. Jumlah saldo kas yang ada dalam perusahaan akan
meningkat apabila pemasukannya yang berasal dari penjualan tunai dan piutang
yang terkumpul lebih besar dari pengeluaran kas untuk bahan mentah, tenaga
kerja, biaya lain, dan pajak.
30
31
Perubahan dalam tingkat harga juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap
aliran kas di dalam perusahaan. Perubahan politik pemasaran, kebijakan di bidang
pembelian dan di bidang personalia juga mempunyai pengaruh terhadap aliran kas
di dalam perusahaan.
Besarnya saldo kas yang hams disediakan perusahaan akan sangat
tergantung pada tiga motif di dalam pemakaian uang kas, yaitu :
1. Motif transaksi
Perusahaan menahan sejumlah uang kas untuk membelanjai kebutuhan rutin,
misalnya pembeUan bahan (produk), membayar upah buruh, gaji, dan
sebagainya.
2. Motif spekulasi
Uang kas ditahan untuk membelanjai kebutuhan - kebutuhan yang timbul
akibat tindakan - tindakan spekulatif, misalnya harga bahan baku
diperkirakan akan naik, maka perusahaan ingin mempergunakan kesempatan
tersebut untuk mendapatkan laba.
3. Motif berjaga-jaga
Sejumlah uang kas ditahan untuk membelanjai keperluan - keperluan yang
tidak terduga misalnya, kebutuhan akan onderdil kendaraan angkutan yang
tiba - tiba rusak, dan sebagainya.
Manajemen perusahaan harus mengelola kas sedemikian rupa, sehingga
tingkat Ukuiditasnya dapat seimbang dengan tingkat profitabilitasnya. Karena
semakin banyak kas maka makin banyak uang yang menganggur, sehingga akan
memperkecil tingkat profitabihtasnya. Sebaliknya apabila persediaan kas yang
32
ada dalam perusahaan keciL maka ada kemungkinan perusahaan ada dalam
keadaan likuid apabila sewaktu-waktu ada tagihan. Untuk menentukan berapa
jumlah kas yang sebaiknya harus dipertahankan oleh suatu perusahaan, belum ada
standar rasio yang bersifat umum. Meskipun demikian ada beberapa standar
tertentu yang dapat digunakan sebagai pedoman di dalam menentukan jumlah kas
yang harus dipertahankan oleh suatu perusahaan. Jumlah kas pada suatu saat dapat
dihubungkan dengan jumlah penjualannya, dimana perbandingan jumlah
penjualan dengan jumlah kas rata-rata menunjukkan tingkat perputaran kas (cash
turnover). Makin tinggi tingkat perputarannya semakin baik, karena ini berarti
makin tinggi efisiensi penggunaan kasnya. Di samping itu faktor - faktor yang
menentukan jumlah minimal persediaan kas yang harus dipertahankan adalah
keseimbangan antara penenmaan dan pengeluaran kas, ketidaktepatan ramalan
penggunaan kas dan tingkat kesulitan untuk memperoleh sumber kas sewaktu -
waktu.
Kas juga mencakup simpanan - simpanan di bank atau di mana saja yang
dapat dipergunakan sebagai alat pertukaran dan simpanan di dalam perusahaan.
Simpanan dalam perusahaan yang digunakan sebagai alat pertukaran atau alat
setoran ke bank disebut "kas di tangan" (cash on hand). Sedangkan simpanan di
bank yang dapat dipakai sebagai alat pertukaran disebut "kas di bank" (cash in
bank). Dalam praktek di Indonesia, yang dimaksud dengan kas adalah cash in
hand, sedangkan simpanan - simpanan di bank berupa rekening giro disebut
"bank".
32
33
Girobank
Rekening giro adalah jenis simpanan di bank yang setiap saat dapat diambil dan
mudah dipergunakan sebagai alat pembayaran dengan menggunakan cek.
Pemegang rekening giro ini setiap saat dapat menambah atau mengurangi jumlah
rekeningnya.
Di samping itu ada jenis simpanan di bank yang tidak dapat dikelompokkan
sebagai kas di bank, yaitu :
• Rekening Tabungan
Rekening tabungan adalah jenis simpanan yang pengambilannya dapat
dilakukan setiapsaat dengan batas - batas tertentu. Yang dimaksud dengan
batas - batas tertentu adalah setiap bulannya dibatasi pengambilannya,
misalnya paling banyak dalam satu bulan satu atau kali.
• Rekening Deposito Berjangka
Rekening berbentuk deposito berjangka adalah suatu jenis simpanan di bank
yang pengambilannya dapat dilakukan setelah jangka waktu tertentu.
2.2.5.2. Surat - Surat Berharga
Surat berharga merupakan bentuk penanaman sementara atas kelebihan
dana kas agar tidak menganggur. Surat berharga ini berupa sertifikat yang dapat
diperjual belikan. Bila perusahaan membutuhkan uang kas, sewaktu - waktu
sertifikat ini bisa dijual. Penanaman sementara dalam surat berharga ini dirasakan
manfaatnya terutama bagi perusahaan yang kegiatan operasionalnya bersifat
musiman (misalnya perusahaan gula). Penanaman sementara ini akan
34
menghasilkan pendapatan berupa deviden, bunga, dan mungkin memperoleh
keuntungan dari kenaikan harga jual surat - surat berharga tersebut. Meskipun
dalam kenyataannya penanaman itu bisa berjalan bertahun - tahun, penanaman
semacam ini tetap digolongkan sebagai investasi jangka pendek. Untuk itu
penanaman yang dilakukan harus memenuhi kriteria penanaman sementara.
Kriteria penanaman sementara dalam surat berharga, antara lain :
• Surat berharga harus mudah diperjual behkan dan punya pasaran yang luas.
• Pembehan surat - surat berharga tidak mempunyai tujuan untuk menguasai
perusahaan yang mengeluarkan surat berharga.
• Surat berharag yang dibeli dimaksudkan untuk dijual kembali dalam jangka
waktu yang relatif pendek.
• Surat berharga yang dibeli mempunyai harga pasar yang stabil (kurs tidak
berubah secara drastis).
A. Penanaman sementara dalam saham
Penanaman sementara dalam saham artinya bahwa perusahaan yang
mempunyai uang kas yang menganggur memanfaatkan uang tersebut dalam
bentuk pembehan saham. Saham adalah lembaran saham yang merupakan bagian
dari modal saham yang dimiliki oleh sebuah perusahan yang berbentuk Perseroan
Terbatas (PT) dan mempunyai nilai nominal sebesar tertentu. Bagian laba dari
penanaman saham ini disebut deviden.
35
B. Penanaman sementara dalam obligasi
Bagi perusahaan yang mengeluarkan, obligasi merupakan surat tanda bukti
hutang. Sedang bagi pemegang atau pemilik obligasi merupakan tanda bukti
meminjamkan uang sebesar nominal yang tercantum dalam obligasi.
Pemilik obligasi bukan merupakan pemilik perusahaan, tetapi merupakan
kreditur. Pemegang obligasi memperoleh pendapatan berupa bunga, tanpa
memperhatikan perusahaan yang mengeluarkan obligasi itu memperoleh laba atau
tidak.
2.2.5.3. Pjutang
Piutang adalah semua tagihan kepada seseorang atau badan usaha atau
kepada pihak lainnya dalam satuan uang, yang timbul dari transaksi masa lalu.
Piutang mempunyai tingkat likuiditas yang lebih tinggi daripada persediaan
karena perputarannya dari piutang ke kas membutuhkan satu langkah saja.
Piutang dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (FX Sudarsono, 1987:62)
1. Piutang Dagang atau Piutang Usaha (Account Receivable)
Adalah jenis piutang yang timbul akibat adanya penjualan barang atau jasa
secara kredit. Dalam Neraca, piutang dagang disajikan sebesar nilai bersihnya,
yaitu dengan memperhatikan faktor retur dan potongan penjualan.
2. Piutang Wesel (Notes Receivable)
Adalah piutang yang didasari atas kesanggupan tertulis dari si penerima kredit
unfuk membayar sejumlah uang tertentu atas permintaan pada suatu tanggal
yang telah ditetapkan.
36
Ada kalanya kesanggupan untuk membayar datang dari yang berhutang. Surat
kesanggupan membayar hutang secara tertulis ini disebut promes. Menurut
Prinsip Akuntansi Indonesia, piutang yang diperkuat dengan promes disebut
wesel tagih.
3. Piutang lain - lain
Adalah piutang yang timbulnya bukan karena penjualan barang atau jasa
secara kredit. Yang termasuk jenis piutang ini antara lain : klaim kepada pihak
lain akibat peristiwa tertentu (klaim asuransi), piutang pendapatan (deviden,
bunga, sewa), piutang kepada pegawai, dan Iain-lain.
Beberapa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya investasi dalam
piutang, yaitu : (Bambang Riyanto, 1994:76)
1. Volume penjualan kredit
Dalam penjualan kredit, perusahaan dapat menetapkan batas maksimal atau
plafond bagi kredit yang diberikan pada para langganannya. Makin tinggi
plafond yang ditetapkan bagi masing-masing langganan berarti makin besar
jumlah investasi dalam piutang.
Demikian juga ketentuan mengenai siapa yang dapat diberi kredit, makin
selektif para langganan yang dapat diberi kredit akan memperkecil jumlah
investasi dalam piutang.
2. Kebijakan dalam pengumpulan piutang
Perusahaan dapat menjalankan kebijaksanaan dalam pengumpulan piutang
secara aktif atau pasif. Perusahaan yang menjalankan kebijaksanaan secara
aktif dalam pengumpulan piutang akan mempunyai investasi dalam piutang
1
yang lebih kecil daripada perusahaan yang menjalankan kebijaksanaanma
secara pasif.
3. Kebiasaan membayar dari para langganan
Ada sebagian langganan yang mempunyai kebiasaan untuk membayar dengan
menggunakan kesempatan mendapatkan cash discount dan ada sebagian tain
tidak menggunakan kesempatan tersebut.
Perbedaan cara pembayaran ini tergantung pada cara penilaian mereka
terhadap mana yang lebih menguntungkan antara kedua altematif yaitu
apabila perusahaan menetapkan syarat pembayaran 2/10 , n/30 , maka para
langganan dihadapkan pada dua altematif. Pertama, mereka akan membayar
pada hari ketigapuluh yang berarti bahwa mereka membelanjai pembelian
sepenuhnya dengan kredit penjual (kredit leveransir). Kedua. mereka
membayar pada hari kesepuluh dengan mendapatkan cash discount sebesar
2%.
Kebiasaan langganan untuk membayar dalam cash discount period atau
sesudahnya akan mempunyai pengaruh terhadap besarnya investasi dalam
piutang. Apabila sebagian besar para langganan membayar dalam waktu
selama discount period, maka dana yang tertanam dalam piutang akan lebih
cepat bebas, ini berarti jumlah investasi dalam piutang makin kecil.
Periode terikatnya modal dalam piutang tergantung pada tingkat perputaran
piutang. Makin cepat tingkat peiputaran piutang maka berarti makin kecil modal
37
38
yang dibutuhkan untuk investasi dalam piutang. Sebaliknya makin lama tingkat
perputaran piutang. maka makin besar modal yang ditanamkan dalam piutang.
2.2.5.4. Persediaan
Persediaan sebagai elemen utama dari modal kerja merupakan aktiva
yang selalu dalam keadaan berputar dan terus menerus mengalami perubahan.
Masalah penentuan besamya investasi dalam persediaan merupakan masalah yang
penting bagi perusahaan, karena persediaan mempunyai pengaruh langsung
terhadap keuntungan perusahaan.
Adanya investasi dalam persediaan yang terlalu besar dibandingkan
dengan kebutuhan akan memperbesar beban bunga, biaya penyimpanan dan
pemeliharaan di gudang serta kemungkinan kerugian karena kemsakan, turunnya
kualitas dan keusangan sehingga semuanya ini akan memperkecil keuntungan
perusahaan. Sebaliknya investasi dalam persediaan yang terlalu kecil akan
menekan keuntungan perusahaan karena kekurangan material sehingga
perusahaan tidak dapat bekerja seoptimal mungkin.
Dalam perusahaan perdagangan pada dasamya hanya ada satu golongan
persediaan yang mempunyai sifat perputaran yang sama, yaitu persediaan barang
dagangan (merchandise inventory). Persediaan ini merupakan persediaan barang
yang selalu dalam perputaran, dibeii, dan dijual yang tidak mengalami proses
lebih lanjut dalam perusahaan yang menyebabkan perubahan bentuk dari barang
yang bersangkutan.
38
39
Dalam perusahaan produksi pada umumnya ada tiga golongan persediaan utama,
yaitu :
1. Persediaan bahan baku (raw material inventory)
2. Persediaan barang dalam proses (work in process inventon')
3. Persediaan barang jadi (finished goods inventory)
Tinggi rendahnya inventory turnover mempunyai pengaruh langsung
terhadap besar kecilnya modal yang diinvesatsikan dalam persediaan . Makin
tinggi turnovemya berarti makin cepat petputarannya yang berarti makin pendek
waktu terikatnya modal dalam persediaan.
2.3. PROFITABILITAS
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari seluruh
kegiatan operasionalnya. Profitabilitas atau kemampuan menghasilkan laba yang
dikaitkan dengan pembicaraan ini adalah diukur dengan revenue (pendapatan dari
penjualan) dikurangi biaya - biaya.
Laba perusahaan dapat meningkat melalui dua cara :
a. Meningkatkan pendapatan dari penjualan
b. Menurunkan biaya - biaya
Biaya - biaya dapat dikurangi dengan meningkatkan efisiensi
pengeluaran pada pos - pos tertentu. Sedangkan profit dapat dinaikkan dengan
39
40
meningkatkan investasi dalam asset yang profitable, yang mampu menghasilkan
tingkat pendapatan yang tinggi.
Menurut Wasis (1991:32) ada beberapa cara untuk mengukur
profitabilitas, antara lain :
1. Profit Margin, yaitu margin keimtungan yang ditentukan atas harga penjualan.
Laba bersih Profit Margin =
Penjualan
2. Return on Total Assets (Return on Investment)
Laba Bersih ROI = .
Total Aktiva
3. Return on Net Worth
Laba Bersih Return on Net Worth =
Modal Sendiri
2.4. HUBUNGAN MODAL KERJA DENGAN LIKLTDITAS
Likuiditas berhubungan dengan kemampuan manajemen perusahaan untuk
membavar kewajiban keuangan kepada pihak luar dan kreditur pada saat jatuh
tempo (Anton M. Samosir, 1985:26).
Likuiditas yang rendah menunjukkan adanya kekurangan modal kerja,
selanjutnya dapat mengganggu kelancaran perusahaan. Sebaliknya, modal kerja
yang sangat besar menunjukkan tidak efektifnya pemakaian modal kerja, karena
40
i!
itu diperlukan suatu perencanaan keburuhan modal kerja yang seksama (Faisal
AriffdanUtjupSupandi, 1985:14).
Modal kerja (aktiva lancar) yang terlalu besar dibanding hutang lancar akan
terjadi over likuiditas, sehingga akan menyebabkan :
a. Adanya modal kerja yang kurang produktif dalam pemakaiannya akan
merugikan pemsahaan.
b. Adanya kesan yang kurang baik bahwa manajer kurang efektif dan efisien
dalam menggunakan modal kerja yang dimilikinya.
c. Beban bunga yang semakin besar karena modal kerja yang digunakan
mungkin berasal dari bank atau kredit.
2.5. HUBUNGAN MODAL KERJA DENG AN PROFIT ABILIT AS
Modal kerja yang cukup akan membantu aktivitas perusahaan, karena itu perlu
dipertimbangkan oleh seorang manajer dalam menjaga profitabilitas perusahaan
agar tetap optimal.
Apabila perusahaan bermaksud untuk meningkatkan keuntungan yang
diperoleh maka peningkatan keuntungan akan diikuti oleh resiko yang semakin
besar. Sebaliknva kalau perusahaan ingin menurunkan resiko. maka menurunnva
resiko ini akan diikuti oleh menurunnva tingkat profitabilitas (Lukman
Syamsudin, 1987:58).
\\
42
2.6. LIKUIDITAS VERSUS PROFITABILITAS
Seorang Manajer Keuangan akan selalu berhadapan dengan masalah
Hkuiditas dan masalah profitabilitas yaitu mengatur keuangan sedemikian rupa
sehingga setiap saat dapat memenuhi kewajiban yang jatuh tempo tanpa harus
mengurangi kemampuan untuk memaksimalisasi laba.
Dua masalah yang saling bertentangan ini oleh Wasis (1991:9) digambarkan
dengan segi empat yang dibagi secara diagonal, dimana sisi yang satu
menunjukkan Hkuiditas, sedangkan sisi yang lain menunjukkan tingkat
profitabilitasnya.
Uang kas /
Alat - alat likuid
beredar
Sumber:Wasis, Manajemen Keuangan Perusahaan, Edisi kedua, Penerbit Satya Wacana, Semarang, 199hhalaman 9.
Bagan di atas menunjukkan bahwa semakin besar uang kas yang ditahan semakin
besarlah tingkat likuiditasnya dan semakin kecillah tingkat profitabilitasnya.
Sementara itu pada kenyataannnya bahwa untuk memperoleh laba, uang kas itu
Gambar 1 Bagan Likuiditas - Profitabilitas
ditahan
Likuiditas
Profitabilitas
42
43
harus beredar. Semakin cepat dan semakin besar perputarannya semakin besar
pula kemungkinan perusahaan memperoleh laba.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Wasis (1991:9) bahwa likuiditas dan profitabilitas
kecuali sebagai tujuan yang saling bertentangan (conflicting objectives) sekaligus
juga merupakan tujuan kembar (twin objectives). Sebagai tujuan kembar (twin
objective), antara likuiditas dan profitabilitas kedua-duanya harus dapat
diusahakan tercapai tanpa harus mengorbankan satu demi yang lain.
Perusahaan yang illikuid tidak dapat membayar hutangnya yang jafuh
tempo. Jika tidak dapat membayar hutang yang jatuh tempo maka perusahaan
lama kelamaan akan kehilangan kepercayaan dari para kreditumya. Kehilangan
kepercayaan para kreditur berarti secara otomatis kehilangan sumber modal.
Dengan demikian maka usaha untuk memaksimalisasi laba akan sangat sulit untuk
dicapai.
Di samping menamakan tujuan yang saling bertentangan dan tujuan kembar
untuk likuiditas dan profitabilitas, Wasis (1991:9) juga menyatakan bahwa
likuiditas adalah tujuan antara (intermediate objectives), sedang profitabilitas
adalah tujuan akhir (ultimate objectives). Selanjutnya dikemukakan pula bahwa
bisa saja cara menamakan tersebut tidak benar, tetapi yang penting adalah
bagaimana kedua tujuan itu harus dikelola secara benar dan tepat.
43