YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
Page 1: Arg Juni 2015, Mustakim

128 ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 2, Juni 2015

PAJAK PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN BAHAN GALIAN C DI DESA SELOK ANYAR KECAMATAN PASIRIAN

KABUPATEN LUMAJANG DITINJAU DARI PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 16 TAHUN

2006

Mustakim - Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jenderal Sudirman -

Jl. Mahakam No. 7 Lumajang

ABSTRAK Pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian C (pasir) yang terdapat pada Perda Kabupaten Lumajang No. 16 Tahun 2006 tidak berjalan efekif. Hal ini dikarenakan implementasi Perda di Desa Selok anyar yang terdiri atas pembayaran pajak, pengurusan ijin lokasi dan penegakan hukum berupa sanksi belum maksimal dijalankan karena belum adanya perubahan pada pajak, tidak adanya jumlah ijin penambang, adanya koordinasi yang masih kurang maksimal baik dari desa maupun SATPOL PP, serta masih adanya respon negatif dari masyarakat atas kebijakan yang dibuat. Kata Kunci: Pajak, Bahan Galian C, Perda, Efektif,

A. PENDAHULUAN

Dalam sistem keuangan Negara, pajak merupakan sumber penerimaan negara yang paling dominan. Sejak diberlakukan otonomi daerah pada Januari 2001, pemerintah daerah diberi wewenang mengurus rumah tangganya sendiri dengan memanfa-atkan berbagai sumber daya yang tersedia di daerahnya, maka pemerintah pusat menghendaki daerah untuk mencari sum-ber-sumber penerimaan yang dapat membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerah.1

Nick Devas, Richard M. Bird, dan B.C. Smith menyatakan bahwa suatu pemerintah daerah dapat menetapkan dan

1 Marihot P,Siahaan (2005) Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, PT

Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hal. 35.

Page 2: Arg Juni 2015, Mustakim

129 ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 2, Juni 2015

memungut beragam jenis pajak daerah sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Hal ini sangat dimungkinkan jika pemerintah daerah memiliki kemampuan untuk menetapkan sendiri sumber pendapatan yang bersumber dari potensi daerahnya tersebut.2 Dari berbagai alternatif penerimaan daerah, pajak daerah merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Pajak secara umum dapat diartikan sebagai iuran dari rakyat kepada pemerintah yang bersifat wajib berdasarkan UU dengan tidak mendapat jasa timbal balik atau kontraprestasi yang langsung ditunjukkan dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan dalam rangka menyelenggarakan pemerintah. Dalam hal balas jasa, pemerintah mewujudkannya kepada masyarakat dalam bentuk pemeliharaan keamanan dan ketertiban, pemberian subsidi barang kebutuhan pokok, tempat peribadatan dan pembangunan lainnya disegala bidang.3

Kewenangan kepada daerah untuk memungut pajak dan retribusi daerah diatur dalam UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang kemudian disempurnakan dengan UU No. 2 8 Tahun 2009 yang diantara jenis pajak tersebut adalah Pajak Pengambilan Bahan Galian GoIongan C yang merupakan salah satu jenis pajak daerah.

Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian golongan C dari sumber alam di dalam maupun di permukaan bumi untuk dimanfaatkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pajak jenis ini mempunyai berkontribusi yang sangat signifikan dalam komposisi target pajak daerah untuk kabupaten atau kota, yang dapat dilihat dari begitu besarnya potensi wilayah kabupaten atau kota yang memiliki sumber alam yang dapat

2 M. Riduansyah (2003) Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (APBD) Guna Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah.

Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Hal. 49-51.

3 Adrian Sutedi, (2013) Hukum Pajak, Sinat Grafika, Jakarta, Hal. 2.

Page 3: Arg Juni 2015, Mustakim

130 ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 2, Juni 2015

dieksploitasi, yang hasilnya menjadi dasar pengenaan Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C.4

Dari jumlah total PAD Kabupaten Lumajang dalam kurun waktu tahun 2008-2009, kontribusi pajak dari sektor bahan galian golongan C terhadap PAD Kabupaten Lumajang adalah sebesar 4,10% tahun 2008, tahun 2009 sebesar 2,53% dan pada tahun 2010 sebesar 3,07%.5

Dalam upaya meningkatkan PAD dari bahan galian golongan C, Pemerintah Daerah Kabupaten Lumajang mengeluarkan kebijakan berupa Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Tingkat II Lumajang Nomor 16 Tahun 1996 tentang Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C. Setelah Perda dibuat, maka Perda tersebut tentu saja diimplementasikan.

Dalam pengamatan di lapangan masih begitu banyak kegiatan masyarakat yang tidak sesuai dengan apa yang terkandung dalam kebijakan tersebut. Penggalian terhadap material galian C khususnya pasir, tanah timbun dan tanah liat masih dilakukan tanpa membayar pajak, penambangan yang dilakukan tidak memiliki ijin galian serta masih adanya pelanggaran terhadap sanksi yang ditetapkan. Disamping masih kurangnya kepedulian masyarakat, hal lain yang perlu dilihat adalah bagaimana implementor dalam mengimplementasikan kebijakan agar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

B. RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana

pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian C di Desa Selok Anyar Kecamatan Pasirian Kabupaten Lumajang ditinjau dari Perda No. 16 Tahun 2006?

C. METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan yuridis empiris. Sifat dari penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yaitu suatu penelitian yang berusaha untuk menggambarkan tentang keadaan dan gejala-gejala lainnya

4 http://www. ladynoor.com//artikel/ dalam PAJAK, Uncategorized.

5 Idem.

Page 4: Arg Juni 2015, Mustakim

131 ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 2, Juni 2015

dengan cara mengumpulkan data, menyusun, mengklasifikasi, menganalisa, dan menginterprestasikan.

Lokasi penelitian ini dilakukan secara purposif dengan fokus lokasi penelitian di Desa Selok Anyar Kecamatan Pasirian Kabupaten Lumajang. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui dua sumber data yaitu: (1) Data primer berupa data yang diperoleh secara langsung dari lokasi penelitian (field research) melalui keterlibatan langsung dengan masyarakat setempat. (2) Data sekunder berupa data yang diperoleh dari: (a) Bahan hukum primer, (b) Bahan Hukum Sekunder, dan (c) Bahan hukum tersier. Sedangkan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) wawancara; 2) pengamatan, dan 3) dokumentasi.6

Analisis data yang digunakan adalah bersifat deskriptif kualitatif. Proses analisis data itu dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi dan dokumen resmi. Setelah dibaca, ditelaah dan dikritisi, langkah berikutnya adalah mengadakan reduksi data. D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Sebagai sebuah desa yang merupakan tempat yang dijadikan lokasi pertambangan golongan galian C yang berada di Kecamatan Pasirian, lokasi pertambangan golongan galian C yang berada di Desa Selok Anyar terdapat di sepanjang selatan Desa Selok Anyar yang merupakan area persawahan dan pesisir pantai dengan luas area atau lahan yang ditambang adalah kurang lebih 2,35 KM, dengan jenis galian yang ditambang berupa pasir dengan jumlah penambang kurang lebih sekitar 300 orang.

Selain adanya penambang, juga terdapat orang-orang yang terlibat di dalamnya seperti pengangkut yang berjumlah kurang lebih 150 orang supir, dan lima (5) orang penarik atau penjaga portal seperti Slamet, Suadi, Siyar, Sitap, dan Tirat. Beberapa orang yang memiliki lokasi lahan pertambangan golongan galian C yang berada di Desa Selok Anyar adalah Saharuddin, H. Siyar, Badrus Salim, Ahmad Yani, Purnomo, Karsari, Tirat, Joko, dan Misbah.

6 Moleong. L. J. (2009) Metodologi Penelitian Kualitatif. Cetakan ke-

26, PT Remaja Rosdakara, Bandung, Hal. 217.

Page 5: Arg Juni 2015, Mustakim

132 ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 2, Juni 2015

D.1. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian C (pasir) di Lokasi Penelitian Desa Selok Anyar Kecamatan Pasirian Kabupaten Lumajang

Sebagai sebuah desa yang merupakan tempat yang dijadikan lokasi pertambangan golongan galian C yang berada di Kecamatan Pasirian, lokasi atau tempat pertambangan golongan galian C yang berada di Desa Selok Anyar terdapat di sepanjang selatan Desa Selok Anyar yang merupakan area persawahan yang merupakan milik pribadi dari masyarakat desa Selok Anyar sendiri dan sebagian daerah pesisir pantai yang merupakan daerah milik pemerintah tetapi sudah diklaim oleh masyarakat yang awalnya adalah orang-orang pendatang yang datang untuk merantau dan bukan penduduk asli Desa Selok Anyar.

Mereka mengklaim tanah berpasir yang terdapat di sepanjang daerah pesisir pantai sebagai tanah miliknya dengan cara memberi tanda-tanda sebagai batas kepemilikan bagi mereka dengan berbagai macam cara, ada yang memagarinya, ada yang hanya memberi tanda batas dengan hanya menanaminya dengan sebatang pohon waru, dan lain sebagainya.

Implementasi Perda pajak galian C yang berupa pasir yang terdapat di Desa Selok Anyar belum maksimal dijalankan disebabkan pemungutan pajak galian C belum dilakukan secara maksimal oleh petugas maupun pembayaran pajak yang tidak dilakukan secara sadar oleh masyarakat itu sendiri. H. Fauzan (95 tahun), selaku tokoh masyarakat Desa Selok Anyar mengatakan sebagai berikut:

“Umumnya penambang pasir di Selok Anyar ini adalah para penambang lokal yang menyandarkan hidupnya dari material galian yang dijual. Tetapi selama ini saya belum melihat tidak satupun dari mereka sudah membayar pajak, hal ini disebabkan karena di samping pemungutan pajak galian C belum dilakukan secara maksimal oleh petugas maupun pembayaran pajak yang tidak dilakukan secara sadar oleh masyarakat itu sendiri”.7

7 H. Fauzan, Interview, Selok Anyar 10 Juni 2014

Page 6: Arg Juni 2015, Mustakim

133 ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 2, Juni 2015

Hal senada juga dijelaskan oleh Mudakkir (47 tahun), salah satu masyarakat penambang di Desa Selok Anyar yang menyatakan sebagai berikut:

“Seharusnya cadangan pasir yang ada pada daerah tersebut tidak boleh ditambang, kecuali daerah-daerah yang peruntukkannya untuk kawasan pertambangan. Pasir, kerikil, yang terdapat di Kecamatan Pasirian khususnya di Desa Selok Anyar bukanlah dari muntahan lahar/lava gunung api yang selalu diperbaharui tetapi berasal pesisir pantai selatan”.8

Hal tersebut juga ditambahkan oleh Nursalim (69 tahun), tokoh masyarakat Desa Selok Anyar, sebagai berikut:

“Belum adanya jumlah penambang yang berijin baik itu perorangan atau kelompok sangatlah riskan apabila dilihat dari luasnya wilayah Desa Selok Anyar. Akibat tidak adanya ijin sudah barang tentu mempengaruhi pendapatan dari sektor pajak galian C sendiri, akibatnya pajak tidak berkembang dan negara dirugikan atas kejadian ini. Oleh karena jumlah ijin resmi masih tidak ada, maka dapat dikatakan kesadaran masyarakat untuk mengurus ijin belum baik. ini menandakan implementasi kebijakan belum maksimal dijalankan karena belum ada perubahan yang berarti dari jumlah ijin yang dikeluarkan oleh pemerintah”.9

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas dapat diketengahkan bahwa implementasi Perda pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C di Desa Selok Anyar yang terdiri dari pembayaran pajak, pengurusan ijin lokasi dan penegakan hukum berupa sanksi belum maksimal dijalankan karena belum adanya perubahan pada pajak, tidak adanya jumlah ijin penambang, sanksi yang masih sering dilanggar dan didukung dengan koordinasi yang masih kurang maksimal baik dari pihak desa maupun dari pihak Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) yang ditunjuk sebagai instansi teknis pengelola ijin-ijin

8 Mudakkir, Interview, Selok Anyar 20 Juni 2014

9 Nursalim, Interview, Selok Anyar 10 Juni 2014

Page 7: Arg Juni 2015, Mustakim

134 ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 2, Juni 2015

pertambangan serta masih adanya respon negatif dari masyarakat atas kebijakan yang dibuat.

Sehubungan dengan adanya petugas atau instansi pengelola ijin-ijin pertambangan menyebutkan bahwa adapun setiap aktvitas penambangan harus terlebih dahulu mengantongi ijin resmi dari pemerintah dimana Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) yang ditunjuk sebagai instansi teknis pengelola ijin-ijin pertambangan.

Hal tersebut sesuai dengan isi Peraturan Bupati Nomor 36 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C:

“Memerintahkan kepada Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Lumajang untuk menindaklanjuti ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Kabupaten Lumajang”.

Hasil wawancara dengan Hasib Fadli (37 tahun), salah satu aparat Desa Selok Anyar, menyatakan sebagai berikut:

“Tidak adanya penegakan aturan yang jelas serta jumlah tenaga lapangan yang terbatas maka penegakan hukum terhadap pelanggar tidak maksimal dijalankan. Akibatnya selama desa khususnya pak kades selama ini hanya memperoleh jeleknya saja. Hal ini dikarenakan tidak satupun dari para penambang yang membayar pajak ataupun retribusi hasil penambangannya, adasih yang katanya sudah membayar retribusi tersebut tetapi tidak ada satupun dari retribusi itu yang sampai ke desa”.10

Sehubungan dengan adanya retribusi dalam pertambangan golongan galian C yang berada di Desa Selok Anyar, Saifuddin Zuhri (41 tahun), Kepala Urusan Pemerintahan yang ada di Desa Selok Anyar, menyatakan sebagai berikut:

“Adapun besarnya retribusi dengan adanya pertambangan golongan galian C yang berada di Desa Selok Anyar ini adalah sebesar Rp. 25.000; dengan rincian Rp. 5.000,- untuk kepala desa, Rp. 5.000,- untuk portal, dan Rp. 15.000; untuk

10

Hasib Fadli, Interview, Selok Anyar 15 Juni 2014

Page 8: Arg Juni 2015, Mustakim

135 ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 2, Juni 2015

desa. Akan tetapi selama ini Rp. 15.000; yang untuk desa hilang dalam artian tidak pernah sampai ke desa. Dengan hilangnya uang sebesar Rp. 15.000; yang untuk desa tersebut disinyalir masuk ke kantong para penarik portal itu sendiri”.11

Hal tersebut juga ditambahkan oleh Slamet (46 tahun), salah satu petugas portal, yang menyatakan sebagai berikut:

“Adanya Perda Kabupaten Lumajang No. 16 Tahun 2006 tentang pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian C (pasir) saya rasa tidak berjalan efekif, karena selama ini yang saya lihat tidak satupun dari mereka yang sudah membayarkan pajak sebagai retribusi mereka dalam melakukan penambangan di desa ini. Banyak memang portal-portal yang menarik retribusi tetapi hasil dari portal-portal yang ada tersebut tidak ada satupun yang sampai kedesa, akibatnya adanya penambangan yang terdapat di sini tidak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, yang merasakan hasilnya hanyalah beberapa orang saja”.12

Mengenai adanya retribusi yang tidak sampai ke desa disinyalir masuk ke kantong para penarik portal itu sendiri, Yoyok Sugiono (28 tahun), salah satu petugas portal, mengatakan sebagai berikut:

“Saya selalu melakukan penarikan sebesar 5.000; rupiah pertruk, dan itu juga dilakukan oleh teman-teman yang lain. Akan tetapi uang tersebut tidak pernah saya kasihkan kepada siapapun karena saya menganggap penarikan yang saya lakukan ini adalah benar dan karena truk-truk itu melewati sawah saya jadi sudah sewajarnya kalau mereka membayar retribusi tersebut”.13

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa adanya retribusi yang tidak sampai atau tidak masuk ke desa disinyalir masuk kekantong para penarik portal itu sendiri, hal tersebut terjadi karena banyak dikalangan masyarakat yang

11

Saifuddin Zuhri, Interview, Selok Anyar 2 Juli 2014 12

Slamet, Interview, Selok Anyar 20 Juni 2014 13

Yoyok Sugiono, Interview, Selok Anyar 20 Juni 2014

Page 9: Arg Juni 2015, Mustakim

136 ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 2, Juni 2015

menganggap bahwa retribusi yang mereka lakukan itu disebabkan truk-truk itu melewati sawah mereka sendiri, jadi sudah sewajarnya kalau mereka membayar retribusi tersebut. Dan retribusi tersebut tidak termasuk retribusi yang seharusnya disetorkan atau masuk ke desa.

Terkait dengan adanya retribusi dan perijinan dalam pertambangan galian golongan C yang berada di Desa Selok Anyar, Kepala Desa Selok Anyar, Nurhasin (43 tahun) mengatakan sebagai berikut:

“Terkait dengan sanksi ataupun segala peraturan yang terdapat di Desa Selok Anyar ini, kami tidak dapat memberikan sanksi apapun ataupun melaporkannya kepada siapapun. Hal itu dikarenakan selama masyarakat tidak ada yang mengeluh kepada kami, maka kami tidak bisa berbuat banyak. Selain itu, adanya penambangan yang terdapat di desa ini juga berasal dari sebagian masyarakat desa sendiri yang menginginkannya dengan menjual pasir yang terdapat di sawahnya”14 Misdi (32 tahun), salah satu penambang galian golongan C

Desa Selok Anyar, mengatakan sebagai berikut: “Mengenai sanksi terhadap kegiatan penambangan galian golongan C Desa Selok Anyar ini pihak desa tidak bisa memberikan sanksi ataupun melaporkannya karena adanya penambangan yang terdapat di desa ini juga berasal dari sebagian masyarakat desa sendiri yang menginginkannya dengan menjual pasir yang terdapat di sawahnya, selain itu masyarakat yang lain tidak ada yang mengeluh dengan adanya kerugian yang dialami dengan adanya penambangan”15

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya kegiatan penambangan galian golongan C Desa Selok Anyar ini pihak desa tidak bisa memberikan sanksi ataupun melaporkannya Hal itu dikarenakan para penambang yang terdapat di desa ini juga berasal dari sebagian masyarakat desa sendiri yang menginginkannya dengan menjual pasir yang terdapat

14

Nur Hasin, Interview, Selok Anyar 2 Juli 2014 15

Nur Hasin, Interview, Selok Anyar 2 Juli 2014

Page 10: Arg Juni 2015, Mustakim

137 ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 2, Juni 2015

di sawahnya. Selain itu masyarakat yang lain tidak ada yang mengeluh dengan adanya kerugian yang dialami dengan adanya penambangan.

D.2. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian C (pasir) di Desa Selok Anyar Kecamatan Pasirian Kabupaten Lumajang ditinjau dari Perda No. 16 Tahun 2006

Berdasarkan hasil wawanacara dan pengamatan peneliti di Selok anyar, untuk wilayah kabupaten Lumajang khususnya Desa Selok anyar yang memiliki potensi bahan galian golongan C hanyalah terletak pada pasir. Sektor ini yang menjadi sumber pendapatan bagi daerah dari pajak galian golongan C selama ini. Dari data pajak galian C di Desa Selok anyar belum terlalu menunjukan peningkatan yang baik, hal ini dibenarkan sendiri oleh Kepala desa dalam suatu kesempatan wawancara hal ini juga berlaku untuk penambang dengan ijin resmi yang belum terlalu menunjukan peningkatan dalam hal jumlah.

Jumlah produksi pasir pada Desa Selok Anyar masih belum diketahui secara pasti karena sebagian besar kegiatan penambangan dilakukan secara ilegal di mana sebagian besar para penambang tidak memiliki SIPD (Surat Ijin Penambangan Daerah). Dengan demikian tidak dapat diketahui secara tepat besarnya eksploitasi bahan galian pertahunnya dari kegiatan penambangan di Desa Selok Anyar. Akibatnya sulit untuk memprediksi berapa cadangan pasir yang tersisa untuk kegiatan penambangan.

Terkait implementasi Perda Kabupaten Lumajang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian C, secara garis besar dapat diketengahkan sebagai berikut: 1. Pembayaran pajak

Pembayaran pajak bahan galian golongan C di Desa Selok Anyar memakai sistem Self Assesment artinya wajib pajak membayar sendiri pajaknya sebelum melakukan aktifitas penambangan. Dengan sistem self assesment sebenarnya tidak efektif dijalankan karena sistem ini cenderung menimbulkan adanya praktik kecurangan sebab bisa saja antara ijin yang dikeluarkan dengan material yang diambil tidak sesuai. Namun sistem self asessment menjadi solusi paling baik mengingat Desa Selok anyar tidak mempunyai satu wilayah galian akan tetapi masih tersebar secara acak di setiap wilayah potensial.

Page 11: Arg Juni 2015, Mustakim

138 ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 2, Juni 2015

Dari target dan realisasi pajak dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir tidak mengalami perubahan yang berarti, maka sepenuhnya implementasi Perda ini belum maksimal yang disebabkan pemungutan pajak galian C belum dilakukan secara maksimal oleh petugas maupun pembayaran pajak yang tidak dilakukan secara sadar oleh masyarakat itu sendiri.

2. Ijin Lokasi Dari hasil penelitian terungkap bahwa jumlah penambang

berijin sebanyak 2 orang atau kelompok sangatlah sedikit apabila dilihat dari luasnya wilayah Desa Selok anyar. Akibat tidak adanya ijin sudah barang tentu mempengaruhi pendapatan dari sektor pajak galian C sendiri, akibatnya pajak tidak berkembang dan negara dirugikan atas kejadian ini. Oleh karena jumlah ijin resmi masih sedikit jumlahnya, maka dapat dikatakan kesadaran masyarakat untuk mengurus ijin belum baik. Ini menandakan implementasi kebijakan belum maksimal dijalankan karena belum ada perubahan yang berarti dari jumlah ijin yang dikeluarkan oleh pemerintah.

3. Sanksi-sanksi pelanggaran Sanksi yang diberikan dengan mengacu pada Perda yang

ada dirasa tidak memberatkan, akibatnya kesalahan yang sama sering terulang kembali. Dari sejumlah pelanggaran yang terjadi dengan hanya membayar Rp.1.100.000,- sangatlah kecil apabila dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh dari kegiatan yang dilakukan. Tidak adanya penegakan aturan yang jelas serta tidak adanya tenaga lapangan yang bertugas menarik pajak, maka penegakan hukum terhadap pelanggar tidak dapat dijalankan. Hal ini tentu menyebabkan pajak galian golongan C tidak mengalami perubahan yang signifikan.

Untuk mencapai keberhasilan implementasi Perda tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain : 1. Perilaku hubungan antar organisasi a. Komitmen

Komitmen instansi terkait sudah jelas yakni meningkatkan pendapatan asli daerah dan penegakan aturan atau peraturan daerah. Karakteristik dan kapabilitas agen pelaksana tergambar pada bagaimana komitmen petugas terhadap program. Komitmen dari kedua instansi ini sudah baik dalam hal komitmen

Page 12: Arg Juni 2015, Mustakim

139 ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 2, Juni 2015

instansinya guna meningkatkan PAD. Apabila komitmen ini dijaga dengan baik maka harapannya adalah PAD akan meningkat dengan sendirinya.16 b. Koordinasi

Koordinasi antara Dinas Pertambangan dan Energi serta Dinas Pendapatan daerah selama ini dilakukan secara triwulan, semester hingga tahunan. Dalam koordinasi tersebut hal paling pokok yang dilakukan adalah untuk melihat sejauh mana realisasi pajak yang telah dicapai dan sebagai pembanding berapa selisih penerimaan dengan ijin yang dikeluarkan. Walaupun koordinasi yang dibangun selama ini belum sepenuhnya maksimal akan tetapi upaya untuk terus meningkatkan koordinasi tetap dilakukan.17

2. Perilaku aparat tingkat bawah a. Kontrol Organisasi

Kontrol organisasi berfungsi melakukan pengawasan terhadap aktifitas yang dilakukan oleh staf, baik diluar maupun didalam lingkungan kerja sehingga staf dapat menjalankan tugas dengan baik sesuai tugas pokok dan fungsinya. Dalam implementasi kebijakan ini, kontrol organisasi tetap dilakukan oleh pimpinan kepada staf. Dalam setiap tugas yang dilakukan staf selau melaporkan tugas-tugasnya kepada pimpinan, sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kontrol organisasi dalam implementasi kebijakan sudah berjalan dengan baik.

b. Profesionalisme Aparat Faktor sumber daya manusia menjadi sangat penting dalam

proses implementasi kebijakan, sebab jika SDM lemah maka sudah barang tentu kebijakan tidak akan terimplementasi dengan baik. Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting untuk implementasi kebijakan agar efektif.18

16

Marihot P. Siahaan (2006) Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, PT.

Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hal. 373. 17

Subarsono (2008) Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teori dan

Aplikasi). Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Hal. 220. 18

Riant Nugroho (2003) Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi,

Evaluasi. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, Hal. 137

Page 13: Arg Juni 2015, Mustakim

140 ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 2, Juni 2015

Selain itu jumlah staf yang sangat sedikit mempengaruhi implementasi kebijakan mengingat luasnya wilayah Selok Anyar maka jumlah staf setidaknya disesuaikan dengan wilayah kerja.

3. Perilaku kelompok sasaran a. Dukungan Positif

Mazmanian dan Sabatier dalam Subarsono menjelaskan bahwa tanpa dukungan kelompok sasaran maka kebijakan tidak akan maksimal dijalankan. Hasil penelitian menunjukan masyarakat memberikan dukungan yang positif atas kebijakan yang dijalankan walaupun yang disorot bukanlah aspek pembayaran pajaknya namun yang diinginkan masyarakat adalah kebijakan pelarangan terhadap penggalian pasir secara ilegal.

b. Dukungan Negatif Umumnya penambang pasir di Desa Selok Anyar adalah

para penambang lokal yang menyandarkan hidupnya dari material galian yang dijual. Mazmanian dan Sabatier dalam Subarsono mengungkapkan keberhasilan implementasi dipengaruhi juga oleh variable lingkungan dimana kondisi sosial ekonomi masyarakat menjadi perhatian.

Penegakan aturan sering terkendala kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal yang mengatas namakan hak rakyat, akibatnya respon negatif akan muncul apabila aturan diterapkan pada kelompok sasaran. Hasil penelitian menunjukan respon negatif yang muncul diakibatkan tidak adanya komunikasi yang baik kepada masyarakat berupa sosialisasi kebijakan dan pendekatan persuasif pada masyarakat.19

Sesuai dengan isi Perda Lumajang Pasal 39 tentang ketentuan pidana pajak galian golongan C menyebutkan bahwa: (1) Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban

merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.2.000.000,00 (dua juta rupiah);

(2) Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya

19

Subarsono (2008) Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teori dan

Aplikasi). Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Hal. 222.

Page 14: Arg Juni 2015, Mustakim

141 ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 2, Juni 2015

kewajiban Pejabat hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat (1) dan (2), dipidana dengan pidana dengan kurungan paling lama 1 (satu) tahun bulan atau denda paling banyak Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah);

(3) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar.

Pada kenyataannya telah jelas dan tegas dirumuskan oleh Perda Lumajang Pasal 39 tentang ketentuan pidana pajak galian golongan C bahwa terdapat sanksi kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.2.000.000,00 (dua juta rupiah) dalam tindak pidana pajak galian golongan C. Akan tetapi fakta yang terungkap dalam penelitian ini, sanksi tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga mengakibatkan banyaknya sanksi yang masih sering dilanggar baik dari ijin penambangan sampai pembayaran pajaknya.

Dengan demikian dapat diungkap bahwa pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian C (pasir) yang terdapat pada Perda Kabupaten Lumajang No. 16 Tahun 2006 tidak berjalan efekif. Hal ini dikarenakan implementasi Perda pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C di Desa Selok Anyar yang terdiri dari pembayaran pajak, pengurusan ijin lokasi dan penegakan hukum berupa sanksi belum maksimal dijalankan karena belum adanya perubahan pada pajak, tidak adanya jumlah ijin penambang, adanya koordinasi yang masih kurang maksimal dari kedua instansi baik dari desa maupun SATPOL PP, serta masih adanya respon negatif dari masyarakat atas kebijakan yang dibuat.

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lumajang Nomor 16 Tahun 2006 tentang pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian C (pasir) diatur mengenai wajib pajak dan ketentuan pidana sehingga para penambang bahan galian golongan C (pasir) yang terdapat di Desa Selok Anyar seharusnya mempunyai suatu norma yang harus dipatuhi dalam menentukan kegiatan penambangan sebagai sebuah usahanya. Karena jika penambang bahan galian golongan C (pasir) yang terdapat di Desa Selok Anyar menentukan kegiatan penambangan sebagai sebuah usahanya dan tempat penambangan mereka tanpa memperhatikan aturan yang sudah ditetapkan maka mereka sudah dapat dikatakan melakukan

Page 15: Arg Juni 2015, Mustakim

142 ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 2, Juni 2015

pelanggaran yang dapat dijatuhi sanksi berupa denda ataupun sanksi pidana.

Namun dalam kenyataannya tidak satupun pelanggaran yang dilakukan oleh penambang diproses sampai ketingkat pengadilan, dalam hal ini penindakan atas pelanggaran yang dilakukan oleh penambang bahan galian golongan C (pasir) yang terdapat di Desa Selok Anyar sampai sampai penindakan yang lebih mengarah langsung ke tingkat eksekusi.

E. PENUTUP E.1. Kesimpulan

Dari apa yang telah diutarakan serta dibahas pada beberapa bab sebelumnya di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian C (pasir) yang terdapat pada Perda Kabupaten Lumajang No. 16 Tahun 2006 tidak berjalan efekif. Hal ini dikarenakan implementasi Perda di Desa Selok anyar yang terdiri atas pembayaran pajak, pengurusan ijin lokasi dan penegakan hukum berupa sanksi belum maksimal dijalankan karena belum adanya perubahan pada pajak, tidak adanya jumlah ijin penambang, adanya koordinasi yang masih kurang maksimal baik dari desa maupun SATPOL PP, serta masih adanya respon negatif dari masyarakat atas kebijakan yang dibuat.

E.2. Saran Berdasarkan kesimpulan tersebut di atas, maka disarankan:

a. Pemerintah Kabupaten Lumajang segera menambah sumber daya manusia yang rofessional dalam hal pengurusan ijin lokasi dan penegakan hukum berkenaan dengan pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C.

b. Meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat khususnya para Wajib Pajak agar mereka mau membayar pajak serta berperan serta aktif sesuai peraturan perundang-undangan pajak yang berlaku.

c. Agar penarikan pajak dan retribusi daerah diawasi penerikannya agar lebih maksimal dan menambah jumlah tenaga kerja karena dapat membantu proses penarikan dan jangkauan wilayah yang luas.

-----

Page 16: Arg Juni 2015, Mustakim

143 ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 2, Juni 2015

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Adrian Sutedi, 2013, Hukum Pajak, Sinar Grafika. Himpunan Pasal-pasal Penting, 2010, Satuan Polisi Pamong Praja. Marihot P,Siahaan, 2005, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, PT

Raja Grafindo Persada, Jakarta. M. Riduansyah, 2003, Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Guna Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah. Makara, (Sosial Humaniora)

Maulana Maliq, 2008, Optimalisasi Pemungutan Pajak Daerah dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Kota Batu, Malang.

Moleong. L. J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cetakan ke-26, PT Remaja Rosdakara, Jakarta.

PP No. 27 Tahun 1980 Tentang Penggolongan Bahan-Bahan Galian Prepared by Ridwan Iskandar Sudayat, SE, 2007 Riant Nugroho, 2003, Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi,

Evaluasi. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Ritzer, George. 2008 Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma

Ganda, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta. Suharsimi Arikunto, 2003, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan

Praktek, cet. Ke-7, Rineka Cipta, Jakarta. Suharsimi Arikunto, 2010, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan

Praktek, cet. Ke-7, Rineka Cipta, Jakarta. Subarsono, 2008, Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teori dan

Aplikasi). Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Siska Iktama, 2010, Analisis Potensi dan Efektivitas Pemungutan

Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Malang. Septian Dwi Kurniawan, 2010, Pengaruh Penerimaan Pajak dan

Retribusi Daerah Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Ponorogo, Malang.