YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
Page 1: Analisis Resep Vitiligo

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk dapat menuliskan resep yang tepat dan rasional seorang dokter harus

memiliki cukup pengetahuan dasar mengenai ilmu-ilmu farmakologi yaitu tentang

farmakodinamik, farmakokinetik, dansifat-sifat fisiko kimia obat yang diberikan.

Oleh karena itu dokter memainkan peranan penting dalam proses pelayanan

kesehatan khususnya dalam melaksanakan pengobatan melalui pemberian obat

kepada pasien.(1)

Kejadian penulisan resep yang tidak rasional dilaporkan dalam suatu

penelitian oleh Oviave (1989) yaitu 74,3 % disebabkan oleh penulisan resep yang

tidak esensial, dalam suatu survey mengenai polifarmasi pada pasien di rumah sakit

dilaporkan terjadi insidensi efek samping, karena adanya kemungkinan interaksi obat.

Pemberian obat lebih dari satu macam yang lebih dikenal dengan polifarmasi ini

disamping dapat memperkuat kerja obat (potensiasi) juga dapat berlawanan

(antagonis), mengganggu absorbsi, mempengaruhi distribusi, mempengaruhi

metabolisme, dan mengganggu ekskresi obat yang disebabkan oleh terjadinya

interaksi obat. Yang dimaksud dengan interaksi obat ialah reaksi yang terjadi antara

obat dengan senyawa kimia (obat lain, makanan) di dalam tubuh maupun pada

permukaan tubuh yang dapat mempengaruhi kerja obat. Dapat terjadi peningkatan

kerja obat, pengurangan kerja obat atau obat sama sekali tidak menimbullkan efek.

Interaksi obat yang terjadi di dalam tubuh yaitu interaksi farmakokinetik dan

farmakodinamik sering kali lolos dari pengamatan dokter karena kurangnya

pengetahuan dari mekanisme dan kemungkinan terjadinya interaksi obat, selain itu

kurangnya pengetahuan dokter mengenai farmakologi (farmakodinamik dan

farmakokinetik) suatu obat dapat mengakibatkan tidak rasionalnya penulisan resep

jika ditinjau dari interaksi obat yang terjadi, keadaan ini akan mengakibatkan

kerugian pada pihak pasien yang dapat berujung kepada kematian(1)

1

Page 2: Analisis Resep Vitiligo

B. Definisi dan Arti Resep

Definisi

Menurut SK. Mes. Kes. No. 922/Men.Kes/ l.h menyebutkan bahwa resep

adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada

Apoteker Pengelola Apotek (APA) untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi

penderita sesuai peraturan perundangan yang berlaku.(2)

Resep dalam arti yang sempit ialah suatu permintaan tertulis dari dokter,

dokter gigi, atau dokter hewan kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam

bentuk tertentu dan menyerahkannya kepada penderita.(3)

Arti Resep

1. Dari definisi tersebut maka resep bisa diartikan/merupakan sarana komunikasi

profesional antara dokter (penulis resep), APA (apoteker penyedia/pembuat obat),

dan penderita (yang menggunakan obat).

Resep ditulis dalam rangka memesan obat untuk pengobatan penderita, maka

isi resep merupakan refleksi/pengejawantahan proses pengobatan. Agar pengobatan

berhasil, resepnya harus benar dan rasional.(2)

A. Kertas Resep

Resep dituliskan di atas suatu kertas resep. Ukuran yang ideal ialah lebar 10-

12 cm dan panjang 15-18 cm. Untuk dokumentasi, pemberian obat kepada penderita

memang seharusnya dengan resep; permintaan obat melalui telepon hendaknya

dihindarkan. (4)

Blanko kertas resep hendaknya oleh dokter disimpan di tempat yang aman

untuk menghindarkan dicuri atau disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung

jawab, antara lain dengan menuliskan resep palsu meminta obat bius. .(4)

Kertas resep harus disimpan, diatur menurut urutan tanggal dan nomor urut

pembuatan serta disimpan sekurang-kurangnya selama tiga tahun. Setelah lewat tiga

tahun, resep-resep oleh apotek boleh dimusnahkan dengan membuat berita acara

2

Page 3: Analisis Resep Vitiligo

pemusnahan seperti diatur dalam SK.Menkes RI no.270/MenKes/SK/V/1981

mengenai penyimpanan resep di apotek.(4)

B. Model Resep yang Lengkap

Resep harus ditulis dengan lengkap, supaya dapat memenuhi syarat untuk

dibuatkan obatnya di Apotek. Resep yang lengkap terdiri atas (4)

1. Nama dan alamat dokter serta nomor surat izin praktek, dan dapat pula

dilengkapi dengan nomor telepon, jam, dan hari praktek.

2. Nama kota serta tanggal resep itu ditulis oleh dokter.

3. Tanda R/, singkatan dari recipe yang berarti “harap diambil”

(superscriptio).

4. Nama setiap jenis atau bahan obat yang diberikan serta jumlahnya

(inscriptio)

a) Jenis/bahan obat dalam resep terdiri dari :

Remedium cardinale atau obat pokok yang mutlak harus ada. Obat

pokok ini dapat berupa bahan tunggal, tetapi juga dapat terdiri dari

beberapa bahan.

Remedium adjuvans, yaitu bahan yang membantu kerja obat pokok;

adjuvans tidak mutlak perlu ada dalam tiap resep.

Corrigens, hanya kalau diperlukan untuk memperbaiki rasa, warna atau

bau obat (corrigens saporis, coloris dan odoris)

Constituens atau vehikulum, seringkali perlu, terutama kalau resep

berupa komposisi dokter sendiri dan bukan obat jadi. Misalnya

konstituens obat minum air.

b) Jumlah bahan obat dalam resep dinyatakan dalam suatu berat untuk bahan

padat (mikrogram, miligram, gram) dan satuan isi untuk cairan (tetes,

milimeter, liter).

Perlu diingat bahwa dengan menuliskan angka tanpa keterangan lain, yang

dimaksud ialah “gram”

3

Page 4: Analisis Resep Vitiligo

5. Cara pembuatan atau bentuk sediaan yang dikehendaki (subscriptio)

misalnya f.l.a. pulv = fac lege artis pulveres = buatlah sesuai aturan obat

berupa puyer.

6. Aturan pemakaian obat oleh penderita umumnya ditulis dengan

singkatan bahasa Latin. Aturan pakai ditandai dengan signatura, biasanya

disingkat S.

7. Nama penderita di belakang kata Pro : merupakan identifikasi

penderita, dan sebaiknya dilengkapi dengan alamatnya yang akan

memudahkan penelusuran bila terjadi sesuatu dengan obat pada penderita.

8. Tanda tangan atau paraf dari dokter/dokter gigi/dokter hewan yang

menuliskan resep tersebut yang menjadikan resep tersebut otentik. Resep obat

suntik dari golongan Narkotika harus dibubuhi tanda tangan lengkap oleh

dokter/dokter gigi/dokter hewan yang menulis resep, dan tidak cukup dengan

paraf saja.

C. Seni dan Keahlian Menulis Resep yang Tepat dan Rasional

Penulisan resep yang tepat dan rasional merupakan penerapan berbagai ilmu,

karena begitu banyak variabel-variabel yang harus diperhatikan, maupun variabel

unsur obat dan kemungkinan kombinasi obat, ataupun variabel penderitanya secara

individual.(2)

Resep yang tepat, aman, dan rasional adalah resep yang memenuhi lima tepat,

ialah sebagai berikut (5):

1. Tepat obat; obat dipilih dengan mempertimbangkan manfaat dan risiko, rasio

antara manfaat dan harga, dan rasio terapi.

2. Tepat dosis; dosis ditentukan oleh faktor obat (sifat kimia, fisika, dan

toksisitas), cara pemberian obat (oral, parenteral, rectal, local), factor penderita

(umur, berat badan, jenis kelamin, ras, toleransi, obesitas, sensitivitas individu

dan patofisiologi).

4

Page 5: Analisis Resep Vitiligo

3. Tepat bentuk sediaan obat; menentukan bentuk sediaan berdasarkan efek

terapi maksimal, efek samping minimal, aman dan cocok, mudah, praktis, dan

harga murah.

4. Tepat cara dan waktu penggunaan obat; obat dipilih berdasarkan daya kerja

obat, bioavaibilitas, serta pola hidup pasien (pola makan, tidur, defekasi, dan

lain-lain).

5. Tepat penderita; obat disesuaikan dengan keadaan penderita yaitu bayi, anak-

anak, dewasa dan orang tua, ibu menyusui, obesitas, dan malnutrisi.

Kekurangan pengetahuan dari ilmu mengenai obat dapat mengakibatkan hal-

hal sebagai berikut (4)

Bertambahnya toksisitas obat yang diberikan

Terjadi interaksi antara obat satu dengan obat lain

Terjadi interaksi antara obat dengan makanan atau minuman tertentu

Tidak tercapai efektivitas obat yang dikehendaki

Meningkatnya ongkos pengobatan bagi penderita yang sebetulnya dapat

dihindarkan.

5

Page 6: Analisis Resep Vitiligo

BAB II

ANALISIS RESEP

2.1. Resep

6

Page 7: Analisis Resep Vitiligo

Keterangan Resep

Poliklinik : Kulit dan Kelamin RSUD ULIN Banjarmasin

Tanggal : 26 Maret 2012

Nama Pasien : Ny. H

Umur : 39 tahun

7

Page 8: Analisis Resep Vitiligo

No. RMK : 98-45-55

Alamat : Jl. Kampung Melayu Darat RT 4, Banjarmasin

Keluhan Utama : Bercak putih diwajah

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien mengeluhkan adanya bercak warna keputihan di daerah wajahnya.

Diagnosis : Vitiligo

8

Page 9: Analisis Resep Vitiligo

2.2 Analisis Resep

9

Page 10: Analisis Resep Vitiligo

2.2.1. Penulisan Resep

Tulisan obat pada resep cukup jelas terbaca walaupun masih ada tulisan yang

kurang jelas. Pada penulisan signatura atau aturan pakai cukup jelas terbaca. Tulisan

yang tidak jelas dapat menimbulkan salah persepsi atau keraguan bahkan kekeliruan

dalam membaca resep oleh apoteker atau asisten apoteker. Pada penulisan resep yang

benar tulisan harus dapat dibaca dengan jelas agar tidak terjadi kesalahan dalam

pemberian obat.

Pada resep ini ukuran kertas yang digunakan lebarnya 11 cm dan

panjangnya 21 cm. Ukuran kertas resep yang ideal adalah lebar 10-12 cm dan

panjang 15-18 cm.4 Berdasarkan ketentuan tersebut, ukuran kertas yang digunakan

pada resep ini, lebarnya sudah ideal tapi masih terlalu panjang.

Resep sudah ditulis dengan bahasa latin sehingga sudah memenuhi kriteria

resep yang benar.

2.2.2 Kelengkapan Resep

1. Pada resep ini identitas dokter berupa nama dokter sudah dicantumkan,

namun nama Rumah Sakit, no telepon, jam praktek, serta SIP tidak

dicantumkan.

2. Tanggal dan bulan penulisan resep sudah ditulis oleh dokter pembuat resep

dan ditulis di tempat yang benar.

3. Tanda R/ juga sudah tercantum pada resep ini (superscriptio). Tanda R/ yang

merupakan singkatan dari recipe tidak ditulis dengan jelas, kecuali tanda R/

yang pertama.

4. Inscriptio

Jenis/bahan obat dalam resep ini terdiri dari :

Remedium Cardinale atau obat pokok yang digunakan adalah

hidrokortison 2 ½ %

Remedium Adjuvans atau obat tambahan yang digunakan dalam resep

ini adalah astin force sebagai antioksidan.

10

Page 11: Analisis Resep Vitiligo

Constituens atau vehikulum. Jumlah dari obat yang diberikan adalah 2

tube dan 30 tablet. Penulisan dalam resep ini sudah benar yaitu dalam

angka romawi.

5. Subsciptio

Cara pembuatan resep sudah dicantumkan.

Signatura

Pada resep ini tanda signatura telah dicantumkan dengan huruf s yang

kurang jelas dibaca.

6. Identitas Pasien

Nama penderita dan umur sudah dicantumkan tetapi berat badan dan alamat

pasien tidak dicantumkan. Seharusnya identitas penderita ditulis lengkap

sehingga mudah menelusuri bila terjadi sesuatu dengan obat pada penderita.

Misalnya saja, alamat tetap harus ditulis untuk menghindari kemungkinan

tertukar dengan pasien lain yang memiliki nama sama. Selain itu, karena

pasien ini adalah pasien anak, maka perlu dicantumkan umur dan berat

badan pasien untuk menghitung dosis yang diperlukan.

7. Keabsahan Resep

Kertas resep yang digunakan di sini adalah kertas resep umum rumah sakit.

Resep dokter rumah sakit/klinik/poliklinik, dikatakan sah jika terdapat nama

dan alamat rumah sakit/klinik/poliklinik, nama dan tanda tangan dokter/paraf

dokter penulis resep tersebut serta bagian/unit di rumah sakit. Pada resep ini

tanda tangan/paraf dokter pada setiap obat yang diberikan sudah

dicantumkan

8. Penutup resep

Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti penambahan resep

sendiri oleh pasien maka resep harus ditutup. Pada resep yang dibahas ini,

tidak dicantumkan penutup resep sehingga menjadi kurang lengkap.

11

Page 12: Analisis Resep Vitiligo

2.2.3. Keabsahan Resep

Kertas resep yang digunakan di sini adalah kertas resep dokter rumah sakit.

Resep dokter rumah sakit/klinik/poliklinik, dikatakan sah jika terdapat nama

dan alamat rumah sakit/klinik/poliklinik, nama dan tanda tangan dokter/paraf

dokter penulis resep tersebut serta bagian/unit di rumah sakit. Pada resep ini

tanda tangan/paraf dokter pada setiap obat yang diberikan sudah

dicantumkan

2.2.4. Dosis Obat, Frekuensi, Lama dan Waktu Pemberian

Obat yang Digunakan

9. Hidrokortison 2,5 %

Hidrokortison 2,5 % adalah antiinflamasi, anti alergi dan antipruritus pada

penyakit kulit. Merupakan golongan kortikosteroid topical.

Indikasi

Kortikosteroid bersifat paliatif dan supresif terhadap penyakit kulit dan bukan

merupakan pengobatan kausal. Dermatosis yang responsif dengan kortikosteroid

adalah psoriasis, dermatitis atopik, dermatitis kontak, dermatitis seboroik,

neurodermatitis sirkumkripta, dermatitis numularis, dermatitis stasis, dermatitis

venenata, dermatitis intertriginosa, dan dermatitis solaris (fotodermatitis) (6).

Tingkat daya kerja

Atas dasar aktivitasnya kortikosteroid lokal dapat dibagi dalam 4 tingkat

dengan urutan potensi yang meningkat. Dalam tabel 1 sediaan digolongkan atas dasar

kadar standarnya; pada kadar yang lebih rendah, kekuatannya menurun ke tingkat yang

lebih rendah, misalnya triamsinolon 0,1 % termasuk tingkat 2, tetapi triamsinolon

0,05 % menurun ke tingkat 1 (6).

Tabel 4.Tingkatan potensi dari sejumlah glukokortikoid pada penggunaan dermal (7)

12

Page 13: Analisis Resep Vitiligo

Potensi Daya Kerja Nama Obat

Lemah Hidrokortison asetat 1%

Metilprednisolon asetat 2,5%

Sedang Deoksimetason + salisilat 0,25%

Dexametason 0,04%

Hidrokortison butirat 0,1%

Hidrokortison valerat 0,2%

Flukortolon pivalat 0,25%

Flumetason pivalat 0,02%

Fluosinolon asetonida 0,025%

Flupredniden asetat 0,1%

Klobetason butirat 0,05%

Triamsinolon asetonida 0,1%

Betametason valerat 0,1%

Desonide 0,05%

Aklometason 0,05%

Kuat (poten) Beklometason dipropionat 0,025%

13

Page 14: Analisis Resep Vitiligo

Betametason valerat 0,1%

Betametason dipropionat 0,05%

Budesonida 0,025%

Diflukortolon valerat 0,1%

Flukortolon asetonida 0,025%

Flutikason propionate 0,05%

Halometason 0,05%

Halsinonida 0,1%

Mometason furoat 0,1%

Prednikarbat 0,25%

Sangat kuat (superpoten) Klobetason propionate 0,05%

Betametason dipropionat 0,05%

Diflorosan diasetat 0,05%

Halobetasol propionate 0,05%

Sekian banyak sediaan kortikosteroid topikal amat sukar diperbandingkan.

Aktivitasnya tidak hanya tergantung dari tingkatan kerjanya, melainkan juga dan daya

penetrasinya ke dalam kulit dan basis salep/krim yang digunakan. Misalnya obat

dalam bentuk salep lebih baik penetrasinya daripada krim, karena bertahan lebih lama

diatas kulit. Penetrasi dapat pula ditingkatkan (lebih dari 10 kali) dengan jalan oklusi,

yakni menutup bagian kulit dengan sehelai plastik. Atau dengan jalan menambahkan

zat-zat tambahan seperti urea (10%), asam salisilat (3%), asam laktat (2%), dan

14

Page 15: Analisis Resep Vitiligo

propilenglikol (10%). Zat-zat keratilitis ini melepaskan atau menghidratasi selaput

tanduk kulit dengan efek meningkatnya penetrasi, resopsi dan efeknya (7).

Resorpsi obat juga tergantung dari daerah tubuh di mana salep diolesi, seperti

dalam tabel 5. Di sini resorpsi hidrokortison dari lengan bawah (sekitar 1% dari dosis

yang digunakan) dibandingkan dengan resorpsinya di bagian-bagian tubuh lain (7).

Tabel 5. Perbandingan resorbsi hidrokortison dari kulit di berbagai daerah tubuh (7)

Lengan bawah 1,0 Kepala 3,5

Tangan (telapak) 0,83 Ketiak 3,6

Kaki (telapak) 0,14 Muka 6,0

Pergelangan kaki 0,42 Rahang bawah 13,0

Punggung 1,7 Skrotum 42,0

Pada dasarnya terapi gangguan kulit dimulai dengan obat-obat klasik, seperti

mentol, ZnO, titanoksid, resorsin, ichtiol, dan ter. Bila obat-obat ini kurang efektif,

barulah digunakan suatu kortikosteroid lemah (tingkat 1) yakni hidrokortison 1 %,

misalnya pada berbagai bentuk ekzem, prurigo, gatal-gatal dan dermatitis popok, juga

pada sengatan tawon, guna mengurangi reaksi radang dan alergi. Bila efeknya kurang

memuaskan dapat beralih ke zat-zat tingkat 2, misalnya triamsinolon 0,1 % pada

ekzem kontak/alergis dan ekzem konstitusional (atopis) (7).

Zat-zat tingkat 3 dan 4 berkhasiat antimitotis, artinya menghambat

pembelahan sel (mitosis). Maka obat ini lebih ampuh untuk gangguan yang berkaitan

dengan pertumbuhan sel berlebihan, seperti psoriasis, begitu pula pada ekzem dengan

timbulnya lichen dan lupus discoid. Zat-zat tingkat 4 hanya digunakan bila obat-obat

tingkat 3 tidak efektif lagi; resiko akan efek samping lokal atau sistemis lebih besar.

Maka pada dasarnya pengobatan hendaknya dilakukan sesingkat mungkin (7).

Kortikosteroid ditimbun di lapis tanduk dari epidermis dan dari depot ini

dilepaskan ke lapisan dalam selama 24-36 jam. Maka itu telah dikembangkan

kebijakan terapi dalam dua fase sebagai berikut (7):

15

Page 16: Analisis Resep Vitiligo

a. penyembuhan: salep diolesi 2-3 kali sehari dengan sediaan tingkat 1-3, guna

secepat mungkin mengendalikan penyakit, selama 1-2 minggu. Sebaiknya

digunakan salep yang diolesi secukupnya secara kontinu tanpa interupsi.

b. Pemeliharaan guna menghindarkan kambuhnya gangguan.

Bila penggunaan obat yang berkhasiat kuat dihentikan, hendaknya jangan secara

mendadak, terlebih pula setelah pengobatan lama. Sebaiknya penanganan diakhiri

dengan salep berkhasiat lemah (hidrokortison) atau salep netral (7).

Efek Samping

Efek samping khususnya dapat terjadi pada bagian kulit yang peka dan berupa

atropi dan striae, peradangan sekitar mulut dan benjolan akibat teleangiektasis.

Penambahan bahan tertentu pada kortikosteroid berdaya mencegah timbulnya striae,

tetapi membawa efek samping lain. Penyembuhan luka/ulkus dihambat, akne dan

rosacea (eritema di muka) dapat diperhebat, sedangkan infeksi mikroorganisme

dan jamur dapat tersamar (berlangsung tanpa gejala). Dapat juga terjadi hipertrikosis

setempat, hipopigmentasi, serta memudahkan terjadinya infeksi dan meluas. Pada

penggunaan terlalu lama di kelopak mata atau sekitarnya kortikosteroid dapat

mengakibatkan glaukoma dan keratitis herpetica (7,8).

Efek samping sistemis jarang terjadi bila anjuran di atas diperhatikan. Resiko

diperbesar bila sediaan digunakan dalam jumlah besar, lebih dari 30-50 g seminggu,

pada permukaan luas selama jangka waktu lama, dan khususnya pada obat-obat yang

bekerja kuat. Begitu pula bila obat digunakan di bawah plastik (oklusi) atau

dikombinasi dengan keratolitika atau zat-zat hidratasi, terutama di bagian kulit

dengan resorpsi baik (8).

Agar aman, dosis yang dianjurkan adalah jangan melebihi 30 g sehari tanpa

oklusi. Jika hendak menggunakan cara oklusi jangan melebihi 12 jam sehari dan

pemakaiannya terbatas pada lesi yang persisten (8).

Kontraindikasi

Sediaan kortikosteroid lokal tidak boleh digunakan pada gangguan kulit

akibat infeksi kuman, virus, jamur, atau parasit, juga tidak pada skabies, akne

16

Page 17: Analisis Resep Vitiligo

dan borok (7,8).

Pada mata, kortikosteroid tidak boleh diigunakan pada penyakit konjungtivitis

karena bakteri, virus, atau jamur, karena obat ini dapat menimbulkan masking effect

sehingga infeksi dapat terus menjalar ke dalarn dan menimbulkan kebutaan. Ini sering

terjadi pada pemberian kombinasi dengan antibiotik. Obat ini juga tidak boleh

diberikan pada herpes simpleks mata (dendritis keratitis), karena dapat memperburuk

keadaan dan menimbulkan kekeruhan kornea yang menetap (8)

hidrokortison: kortisol, 17-alfa-kortikosteron, Solu-Cortef.

Hormon adrenal utama ini (1952) terutama berkhasiat terhadap

metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak, serta relatif ringan terhadap

metabolisme mineral dan air. Secara lokal banyak dipakai dalam salep/krim 1-2

% (asetat) atau 0,1 % butirat, juga dalam tetes mata dan telinga (1 % asetat). Pada

dosis biasa tidak menimbulkan efek samping (2).

10. Asthin force

Asthin Force, Mengandung Bahan Aktif Natural Astaxanthin 4 Mg.

Astaxanthin merupakan karotenoid alami, memiliki kekuatan antioksidan yang jauh

lebih poten dibandingkan antioksidan lain yang sudah dikenal seperti vitamin E dan

C. Senyawa ini lebih kuat 550 kali dibandingkan vitamin E dan 40 kali lebih kuat

dibandingkan beta karoten dalam mengikat singlet oksigen. Untuk menghambat

peroksidasi lipid, astaxanthin bahkan lebih kuat dibandingkan vitamin E. Astaxanthin

bisa ditemukan di mikroalga yang hidup di perairan seluruh dunia mulai dari daerah

tropis sampai padang salju Antartika, atau di hewan laut seperti salmon segar, udang,

dan lobster.(9)

Astaxanthin ini yang memberikan warna merah muda pada hewan-hewan laut

tersebut. Kekuatan astaxanthin terletak pada potensinya dalam mencegah berbagai

penyakit dan gangguan kesehatan lain. Sebagai antioksidan, astaxanthin memiliki

aktivitas menetralkan singlet oxygen dan peroksida lipid. Astaxanthin memiliki efek

antiinflamasi dengan menghambat sitokin dan chemokin. Dari sisi kesehatan mata, ia

17

Page 18: Analisis Resep Vitiligo

bisa mencegah kelelahan mata, katarak diabetik, dan mempertajam penglihatan. Pada

penyakitpenyakit yang ada kaitannya dengan gaya hidup seperti hipertensi, diabetes,

sindrom metabolik atau infeksi lambung oleh Helicobacter pylori, astaxanthin juga

berperan cukup besar.(9)

Di kedokteran olahraga, astaxanthin bisa meningkatkan daya tahan otot dan

untuk kesehatan kulit, mencegah kerut. Penelitian manfaat astaxanthin yang banyak

dilakukan pada hewan percobaan menujukkan hasil positif. Beberapa penelitian

kemudian ditingkatkan pada percobaan pada manusia. Studi di Jepang meneliti

penggunaan astaxanthin 5 mg selama 4 minggu untuk eye fatigue (kelelahan mata)

atau astenofia; hasilnya keluhan eye fatigue menurun 54%. Astaxanthin memiliki

mekanisme kerja memperbaiki akomodasi, dan meningkatkan aliran darah dan

antiinflamasi di mata. Pada beban kerja yang sangat membutuhkan penglihatan, mata

akan fokus pada suatu obyek dengan jarak tertentu pada periode waktu lama sehinga

akan menyebabkan kejang atau kelelahan otot yang dapat dideteksi dari uji

akomodasi. Pada pengguna astaxanthin, lebar akomodasi akan meningkat pada semua

obyek dekat dan jauh. Dan efek ini mulai bermakna di minggu ke-2.(9)

Para ahli menyebutkan bahwa SOD dan antioksidan enzimatik lainnya

(antioksidan endogen) bekerja sebagai antioksidan tahap awal, sedangkan vitamin

atau antioksidan eksogen lain bekerja pada tahap akhir.(9)

18

Page 19: Analisis Resep Vitiligo

Mekanisme kerja anti oksidan

Mekanisme kerja antioksidan

Ket. gb.2 : SOD – Superoxide dismutasis, Cat – Catalase, O2· – Superoxide, O2

Oxygen GSSH – Oxidate Glutathione, GSHPx – Glutathione Peroxidase, H2O –

Água,OH· – Hydroxyl Radical, GSH – Reduced Glutathione, H2O2 – Hydrogen

Peroxide.

Radikal bebas superoxide oleh SOD akan diubah menjadi H2O2 (Hidrogen

peroxida). Selanjutnya H2O2 oleh glutation peroxidase dan katalase diurai menjadi

H2O (air). Namun ada H2O2 yang tidak tertangkap oleh glutation peroxidase dan

katalase, akan terurai menjadi OH· . Radikal bebas ini akan ditangkap oleh

antioksidan eksogen (scavenger) dan diuraikan menjadi molekul yang netral.(9)

2.2.7. Analisa Diagnosa

19

Page 20: Analisis Resep Vitiligo

Vitiligo adalah hipomelanosis idiopatik didapat, yang ditandai dengan

adanya makula putih yang dapat meluas. Dapat mengenai seluruh bagian tubuh

yang mengandung sel melanosit, misalnya rambut dan mata.(10)

Vitiligo terjadi di seluruh dunia, dengan prevalensi 0,1 sampai 0,2 persen.

Di Amerika Serikat, diperkirakan insidensinya sebesar 1 persen. Vitiligo pada

umumnya dimulai pada masa anak-anak atau usia dewasa muda, dengan puncak

onsetnya pada usia 10-30 tahun, tetapi kelainan ini dapat terjadi pada semua usia.

Tidak dipengaruhi oleh ras, dengan perbandingan laki-laki sama dengan

perempuan. (12)

Penyebab vitiligo yang pasti belum diketahui, diduga suatu penyakit

herediter yang diturunkan secara autosomal dominan. Beberapa faktor pencetus

terjadinya vitiligo antara lain: (11)

1. Faktor mekanis

Pada 10-70% penderita vitiligo timbul lesi setelah trauma fisik, misalnya

setelah tindakan bedah atau pada tempat bekas trauma fisik dan kimiawi

2. Faktor sinar matahari atau penyinaran ultra violet A

Pada 7-15% penderita vitiligo timbul lesi setelah terpajan sinar matahari atau

UV A dan ternyata 70% lesi pertama kali timbul pada bagian kulit yang

terpajan

3. Faktor emosi / psikis

Dikatakan bahwa kira-kira 20% penderita vitiligo berkembang setelah

mendapat gangguan emosi, trauma atau stres psikis yang berat

4. Faktor hormonal

Diduga vitiligo memburuk selama kehamilan atau pada penggunaan

kontrasepsi oral. Tetapi pendapat tersebut masih diragukan. (14)

5. Gangguan pada Sistem Oksidan-Antioksidan

Stres oksidatif mungkin juga memiliki peran patogenesis yang penting

terhadap terjadinya vitiligo. Beberapa penelitian memastikan beberapa teori

stres oksidatif yang mungkin, yang mana hal ini menunjukkan bahwa

20

Page 21: Analisis Resep Vitiligo

akumulasi toksin radikal bebas terhadap melanosit akan berdampak pada

kerusakan sel melanosit itu sendiri. Meningkatnya level nitrit oksida telah

ditunjukkan pada melanosit yang dikultur dan di dalam serum pasien dengan

vitiligo, yang dapat diasumsikan bahwa nitrit oksida dapat mendorong pada

autodestruksi melanosit.(12)

21

Faktor predisposisi genetic berupa disregulasi imun pada level sel T atau sel B

Antibody Antimelanosit (IgG antimelanosit)

Induksi ekspresi HLA DR dan ICAM 1 + pelepasan IL-8 dari

melanosit

Diekspresikan oleh MHC kelas II

Meningkatkan aktivitas Antigen Presenting Cell

Sel T Helper

Antigen Melan A antigen CLA (Cuteneous

Lymphocyte-associated)

Proses autoimun spesifik organ yang dimediatori

oleh system imun seluler (cell mediated organ-specific autoimmune)

Autoantigen Tirosinase

Destruksi Melanosit

VITILIGO

Menurunnya jumlah atau hilangnya Melanosit Pembentukan melanin

berkurang

Page 22: Analisis Resep Vitiligo

Patogenesis pada Vitiligo.(15)

Pasien dengan vitiligo memiliki satu atau beberapa makula amelanosit yang

berwarna seperti kapur atau seperti susu putih. Lesi biasanya berbatas tegas, namun

dapat juga tepinya mengelupas. Lesi membesar secraa sentrifugal dengan kecepatan

yang tidak dapat diperkirakan dan dapat terjadi pada lokasi tubuh manapun, termasuk

membran mukosa. Akan tetapi, lesi inisial terjadi paling sering pada tangan, lengan

bawah, kaki, dan wajah. Jika vitiligo terjadi pada wajah, seringkali distribusinya pada

perioral dan periokular.(14)

22

Page 23: Analisis Resep Vitiligo

Gambar 2. Tempat-tempat predileksi pada vitiligo.(16)

Vitiligo diklasifikasikan atas Vitiligo segmental, akrofasial, generalisata, dan

universal. Atau dapat pula diklasifikasikan sesuai pola keterlibatan bagian kulit

yaitu tipe fokal, campuran, dan mukosal

Vitiligo sering dihubungkan dengan kelainan autoimun. Kelainan

endokrinopati yang paling sering dihubungkan dengan vitiligo adalah disfungsi

tiroid, baik itu hipertiroidisme (graves disease) atau hipotiroidisme (tiroiditis

Hashimoto). Vitiligo biasanya mendahului onset dari disfungsi troid. Addison

disease, anemia pernisiosa, alopecia aerata, dan diabetes mellitus juga terjadi

dengan meningkatnya pasien vitiligo.

Ada banyak pilihan terapi yang bisa dilakukan pada pasien dengan

vitiligo. Hampir semua terapi bertujuan untuk mengembalikan pigmen pada kulit.

Seluruh pendekatan memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing, dan tidak

semua terapi dapat sesuai dengan masing-masing penderita.

Sunscreen

23

Page 24: Analisis Resep Vitiligo

Suncreen atau tabir surya mencegah paparan sinar matahari berlebih pada

kulit dan hal ini dapat mengurangi kerusakan akibat sinar matahari dan dapat

mencegah terjadinya fenomena Koebner. Selain itu sunscreen juga dapat

mengurangi tanning dari kulit yang sehat dan dengan demikian mengurangi

kekontrasan antara kulit yang sehat dengan kulit yang terkena vitiligo.

Kosmetik

Banyak penderita vitiligo, terutama jenis vitiligo fokal menggunakan

kosmetik penutup sebagai pilihan terapi yang cukup baik. Area dari leukoderma,

khususnya pada wajah, leher, atau tangan dapat ditutup dengan make-up

konvensional, produk-produk self tanning, atau pengecatan topikal lain. Kosmetik

memiliki keuntungan berupa biaya yang murah, efek samping minimal, dan

kemudahan penggunaan.

Kortikosteroid Topikal

Kortikosteroid topikal diindikasikan untuk terapi pada area vitiligo yang

terbatas, dan seringkali digunakan sebagai terapi lini pertama pada anak. Lesi

pada wajah memiliki respon paling baik terhadap terapi kostikosteroid topikal,

sedangkan lesi pada leher dan ekstremitas (kecuali jari tangan dan kaki) memiliki

rspon yang cukup baik. Tidak diketahui mengapa lesi pada wajah memiliki respon

yang lebih baik. Penjelasan yang mungkin adalah tingginya permeabilitas kulit

wajah terhadap kortikosteroid, jumlah melanosit residual yang lebih banyak pada

kulit wajah yang tidak terlibat, reservoir fulikoler yang lebih baik, atau kerusakan

melanosit pada wajah yang lebih mudah diperbaiki. Lesi yang terlokalisir dapat

diterapi dengan kortikosteroid terfluorinasi potensi tinggi selama satu sampai dua

bulan, dengan dosis tepat dan secara bertahap diturunkan menjadi kortikosteroid

potendi rendah. Pada anak dan pasien dengan lesi yang lebih besar, kortikosteroid

terfluorinasi potensi sednag sering digunakna. Penggunaan kortikosteroid ini

harus hari-hati terutama pada dan sekitar bulu mata, sebab penggunaan

24

Page 25: Analisis Resep Vitiligo

kortikosteroid topikal dapat meningkatkan tekanan intraokuler dan glaukoma

eksaserbasi.

Pemeriksaan lampu wood dapat digunakan untuk memonitor

perkembangan terapi. Jika tidak ada respon terapi dalam 3 bulan, terapi harus

dihentikan. Repigmentasi maksimum dapat dicapai dalam 4 bualn atau lebih

(30%-40% memiliki rata-rata waktu respon selama 6 bulan pada penggunaan

kortikosteroid).

Immunomodulator Topikal

Tacrolimus topikal (oinment) 0,03% sampai 0,1% efektif untuk

repigmentasi pada vitiligo jika digunakan dua kali sehari pada pasien vitiligo

terlokalisir, terutama wajah dan leher. Dilaporkan bahwa terapi ini akan lebih

efektif jika dikombinasikan dengan terapi Ultraviolet B (UV B) atau terapi laser.

Tacrolimus oinment secara umum lebih aman digunakan untuk anak

dibandingkan dengan steroid topikal.

Calcipotriol Topikal

Calcopotriol topikal 0,005% menghasilkan repigmentasi pada beberapa

pasien dengan vitiligo. Terapi ini dapat dikombinasikan dnegan kortikosteroid

topikal pada dewasa dan anak untuk hasil repigmentasi yang lebih cepat dengan

hasil pigmentasi yang lebih stabil.

Pseudocatalase

Kalatase, merupakan enzim yang normal ditemukan pada kulit yang

berfungsi mengurangi kerusakan kulit akibat radikal bebas. Katalase dilaporkan

memiliki kadar yang rendah pada pasien vitiligo. Terapi penggantinya

menggunakan analog dari katalase manusia normal (pseudokatalase) yang

dikombinasikan dengan fototerapi narrowband UVB (NB-UVB).

Terapi Sistemik

Obat-obatan imunosupresif sistemik memiliki banyak efek samping

potensial yang kurang menguntungkan pada vitiligo. Akan tetapi, kortikosteroid

25

Page 26: Analisis Resep Vitiligo

sistemik telah digunakan sebagai terapi denyut (pulse therapy) dengan hasil

beragam dan dapat mencegah depigmentasi cepat pada penyakit yang aktif.

Psoralen dan Terapi Ultraviolet A

Terapi 8-methoxypsoralen oral atau topikal dikombinasikan dengan

radiasi UVA (320 sampai 400 nm) atau dikenal dengan PUVA, cukup efektif

untuk terapi vitiligo, meskipun dibutuhkan waktu selama beberapa bulan dengan

frekuensi sering. Setelah dilakukan ekspos dengan UVA, psoralen berikatan

dengan DNA dan menghambat replikasi sel. Bagaimana proses ini dapat memicu

terjadinya repigmentasi masih belum diketahui secara pasti. PUVA menstimulasi

aktivitas tirosinase (suatu enzim esensial untuk sintesis melanin) dan

melanogenesis. PUVA juga merupakan imunosupresan lokal, dan mengurangi

ekspresi antigen vitiligo-associated melanocyte.

Radiasi Narrowband Ultraviolet B

Radiasi NB (311 nm)-UVB merupakan pilihan terapi lain untuk vitiligo

dan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan pertama bagi kebanyakan pasien. Pada

pasien dengan vitilido generalisata, terapi NB-UVB lebih efektif dibandingkan

dengan PUVA topikal. Jika tidak ada perkembangan atas terapi ini dalam 6 bulan,

terapi NB-UVB ini harus ditinggalkan. Pada suatu penelitian, 53 persen anak

dengan vitiligo mengalami lebih dari 75% repigmentasi setelah terapi NB-UVB

dan 6% menunjukkan repigmentasi komplit. Sekali lagi, pigmentasi yang lebih

baik dicapai pada daerah wajah, batang tubuh, dan ekstremitas proximal daripada

ekstremitas distal dan lipat paha.

Laser

Terapi laser telah dipelajari pada beberapa percobaan, dan ditemukan

bahwa terapi ini paling efektif ketika diberikan tiga kali seminggu, dengan

periode terapi lebih dari 12 minggu yang diperlukan untuk mendapatkan hasil

repigmentasi yang memuaskan. Dosis inisial adalah 50-100 ml/cm2. sebagaimana

standar fototerapi, laser menghasilkan hasil terapi paling baik pada wajah, dan

area yang kurang responsif pada tangan dan kaki.

26

Page 27: Analisis Resep Vitiligo

Depigmentasi

Monobensil eter dari hidrokuinon (Monobenzon) merupakan satu-satunya

agen depigmentasi yang ada untuk depigmentasi sisa kulit yang normal pada

pasien dengan vitiligo berat. Monobenzon merupakan toksin fenol yang merusak

melanosit epidermis setelah penggunaan yang lama. Monobenzon kemudian dapat

menghasilkan depigmentasi yang seragam dan merata yang secara kosmetik dapat

lebih diterima oleh banyak pasien. Monobenzon tersedia dalam bentuk cream

20% dan dapat diformulasikan pada konsentrasi hingga 40%. Individu yang

menggunakan monobenzon harus menghindari kontak langsung dengan orang

lain selama 1 jam setelah pemberian terapi, oleh karena kontak langsung dapat

menyebabkan terjadinya depigmentasi pada kulit yang tersentuh. Monobenzon

juga bisa jadi mengiritasi dan menimbulkan sensitisasi alergi.

Autolog Thin Thiersch Grafting

Thin split-thickness grafts pada terapi vitiligo ini didapatkan dengan

menggunakan skalpel atau dermatom dan kemudian ditempatkan diatas lokasi

kulit resipien yang telah disiapkan dengan cara yang sama atau dengan

dermabrasi. Luas area kulit yang dapat digunakan dengan terapi ini antara 6-100

cm2. teknik ii juga telah berhasil digunakan untuk vitiligo pada bibir. Keuntungan

teknik ini adalah cangkok kulit yang dapat melibatkan area kulit yang cukup luas

dengan waktu yang relatif singkat. Akan tetapi, pertimbangannya adalah terapi ini

membutuhkan anestesi total dan ada resiko timbulnya scar hipertrofi pada lokasi

donor maupun resipien.

Suction Blister Grafts

Pada terapi ini dilakukan pemisahan antara epidermis yang viabel dari

dermis dengan produksi suction blister yang akan memisahkan kulit secara

langsung pada dermal-epidermal junction. Epidermis berpigmen kemudian

diambil dan digunakan untuk menutup kulit resipien yang telah disiapkan dengan

cara dikelupas dengan menggunakan liquid nitrogen blister. Keuntungan dari

suction blister grafts adalah pembentukan scra yang minimal oleh karena bagian

27

Page 28: Analisis Resep Vitiligo

dermis tetap intak baik pada daerah donor maupun resipien. Akan tetapi,

kebanyakan dokter tidak memiliki perlengkapan mekanis yang diperlukan untuk

memproduksi blister pada daerah donor.3

Gambar 9. Algoritma penatalaksanaan vitiligo.(14)

Penentuan diagnosis vitiligo pada kasus ini berdasarkan data-data yang

didapatkan dalam rekam medik pasien. Pada anamnesis dapat diketahui

bahwa adanya keluhan bercak putih pada daerah wajah. Namun tidak dapat

di pastikan lebih lanjut bagaimana bentuk dari bercak ptuih tersebut, dan

seberapa besar bercak putih, namun dari rekam medis didapatkan

diagnosisnya adalah vitiligo.

Pada resep di atas penggunaan kortikosteroid untuk pengobatan vitiligo

cukup tepat. Pemberian antioksidan kepada pasien dimaksudkan karena

salah satu etiologi vitiligo adalah stress oksidatif.

28

Page 29: Analisis Resep Vitiligo

PROPINSI PEMERINTAH DAERAH TINGKAT IKALIMANTAN SELATAN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH “ULIN”BANJARMASIN

Jl. A. Yani km 1,5 Banjarmasin Telp : (0511) 3252180

Nama Dokter : dr. Devy Tanda Tangan DokterNIP : I1A 007005

UPF/Bagian : Ilmu Kesehatan Kulit Kelamin

SIP : No. 0801/SPA/II/04/2010

\ Banjarmasin, 2 April 2012

R/ / Enkacort cream 1% 10 No. Tube I S b.d.d. extend ter m et v ue

R/ Asthin force tab No XXX S s.d.d. tab I p.c (pagi)

Pro : An. Helmatudiniyah Umur /BB : 39 tahun (50 kg) Alamat : Jl. Kampung Melayu Darat RT 14 Banjarmasin

2.3. Usulan Resep Untuk Terapi Kasus

29

Page 30: Analisis Resep Vitiligo

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan 5 tepat pada resep rasional, maka :

1. Tepat obat

Cukup tepat karena diberikan kortikosteroid topical

2. Tepat dosis

Pada resep ini dosis yang diberikan hampir tepat. Bentuk sediaan yang diberikan

sudah tepat yaitu berbentuk krim dan tablet

4. Waktu dan cara penggunaan obat

Pada resep ini waktu minum obat sudah tepat namun cara penggunaan obat tidak

dicantumkan.

5. Tepat penderita

Karena berdasarkan diagnosis pasien di diagnosis vitiligo.

30

Page 31: Analisis Resep Vitiligo

DAFTAR PUSTAKA

1. Harianto, Kurnia R, Siregar S. Hubungan Antara Kualifikasi Dokter Dengan

Kerasionalan Penulisan Resep Obat Oral Kardiovaskuler Pasien Dewasa

Ditinjau Dari Sudut Interaksi Obat (Studi Kasus Di Apotek “X” Jakarta

Timur). Majalah Ilmu Kefarmasian 2006; III: 66-77

2. Lestari, CS. Seni Menulis Resep Teori dan Praktek. PT Pertja. Jakarta, 2001.

3. Hurul Aini, Mubasysyir Hasanbasri, Erna Kristin. Health Workers

Compliance to Rational Drug Use Guidelines: A Study of Three Puskesmas at

Agam District of West Sumatra. Program Magister Kebijakan dan Manajemen

Pelayanan Kesehatan, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 2007 .

4. Joenoes, Nanizar Zaman. Ars Prescribendi – Penulisan Resep yang Rasional

1.Airlangga University Press. Surabaya, 1995.

5. Staf Pengajar Farmakologi FK Unlam. Petunjuk praktikum Farmakologi II.

Banjarbaru: Bagian Farmakologi FK Unlam, 2006.

6. Werner R. A massage therapist's guide to Pathology. 3rd edition. Lippincott

Williams & Wilkins, Pennsylvania, USA, 2005.

7. Tjay TH, Kirana R. Obat-obat penting: khasiat, penggunaan dan efek-

efek sampingnya Edisi V. Jakarta: Elex Media Komputindo; 2002

8. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,

31

Page 32: Analisis Resep Vitiligo

2002

9. Berita terkini Astaxanthin, antioksidan dari golongan karotenoid CDK

165/vol.35 no.6/September - Oktober 2008

10. Soepardiman L. Kelainan pigmen. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S.

Ilmu Penyakit kulit dan kelamin. Edisi kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia: 2007:296

11. Adamjee BB. Vitiligo. Dalam: SA Journal of diabetes and vascular disease.

Bloemfontein: Department of Dermatology, University of the Free State:

2011: 8:5-9

12. Halder RM dan Taliaferro SJ. Vitiligo. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz

SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting: Fitzpatrick’s

dermatology in general medicine, 7th ed, New York: Mc Graw Hill. 2008:

616-622.

13. Hidayat J. Vitiligo, tinjauan kepustakaan. Dalam Cermin dunia kedokteran No

117. 1997.

14. Halilovic EK, Prohic A, Begovic B, dan Kurtovic MO. Association between

vitiligo and thyroid autoimmunity. Dalam Journal of Thyroid Research: 2011

15. Aslanian FMNP, Noe RAM., Cuzzi T, Filgueira AL. Abnormal histological

findings in active vitiligo include the normal-appearing skin. Dalam Pigment

Cell Res: 2007: 20: 144-145.

16. Wolff K, dan Johnson RA. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical

Dermatology, 6th ed, New York: Mc Graw Hill. 2009: 336-339.

32


Related Documents