Top Banner

of 30

Zonasi Gempa Bumi Di Indonesia

Oct 09, 2015

Download

Documents

awang_8375

file tugas
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Zonasi Gempa bumi di Indonesia

ZONASI GEMPA BUMI DI INDONESIAGempa bumi tetap menjadi obyek serius yang perlu terus-menerus dicermati. Baru saja kita dikejutkan oleh berbagai peristiwa gempa bumi di wilayah tanah air. Bahkan juga di wilayah-wilayah lain dalam belahan bumi ini, setelah empat tahun berlalu peristiwa gempa bumi di Bengkulu 4 Juni (2000), kemudian di Pandeglang (2000), Suka Bumi (2000), Majalengka, Denpasar, Nabire (2004) serta Aceh dan Sumatera Utara 26 Desember 2004.

Kita seolah-olah terlena, bahkan mungkin saja tidak menyadari sesungguhnya daerah yang kita diami ini tergolong sebagai wilayah yang rawan gempa bumi. Artinya, ancaman terhadap keselamatan jiwa dan kerugian investasi, bisa muncul setiap saat. Tulisan ini bukan bertujuan menakut-nakuti akan tetapi lebih mengarah kepada meningkatkan kepedulian kita untuk menyadari situasi dan posisi kita untuk melakukan mitigasi terhadap bahaya yang ditimbulkan gempa bumi.

Teori Tektonik Lempeng Teori tektonik lempeng (teori tektonik global) adalah suatu yang menjelaskan mobilitik dari bumi. Pola pemikiran dari teori mobilistik bumi ini adalah permukaan bumi kita terdiri dari beberapa lempeng besar berukuran benua, masing-masing dari bagian samudera dan benua serta sifatnya mobil (bergerak).

Teori tektonik lempeng mengajarkan kepada kita bahwa permukaan bumi (kerak bumi) terpecah menjadi kurang lebih 12 lempengan benua dan samudera/lautan, saling bergerak relatif satu terhadap yang lain, seolah-olah mengapung di atas selimut "mantle" yang menyelimuti inti bumi "core" gerakannya dapat bersifat: a. Saling mendekat di mana satu menghunjam terhadap yang lain (konvergensi), b. Saling menjauh "divergensi", dan c. Saling berpapasan/bergesekan "shering" (Vyeda. S, 1977 dan Katili, 1979).

Gerak "konvergensi" adalah suatu gerakan penekukan/penukikan lempeng samudera di bawah lempeng benua. Tebal setiap lempeng berkisar 60 km-90 km. Kecepatan gerak lempeng-lempeng tersebut beragam mulai dari 7 cm/tahun sampai 20 cm/tahun. Batas lempeng dan patahan-patahan yang terjadi diinteraksi tersebut bersifat sangat labil dan akan menimbulkan penumpukan-penumpukan energi seismik sehingga terjadi tegangan yang cukup tinggi, kemudian dilepaskan secara tiba-tiba berupa kejutan gempa.

Gerak "divergensi" adalah suatu gerakan menyimpang dari lempeng-lempeng dan ini terjadi pada sistem pundak tengah samudera "Mid-Ocean Ridge", bahan panas ke luar dari celah-celah besar dalam bentuk lava di tengah samudera. Dengan demikian teori tektonik lempeng ini dengan logika dapat menerangkan asal mula berbagai jenis bencana dari gempa bumi sampai letusan gunung api, juga dapat menerangkan secara menyeluruh tentang gerak kerak bumi serta asal-usul endapan berharga seperti mineral dan minyak bumi yang terdapat di dasar samudera maupun di darat.

Gempa Bumi Di Indonesia Aplikasi dari teori tektonik lempeng untuk kepulauan Indonesia menerangkan bahwa nusantara ini merupakan tempat perbenturan 4 lempeng kerak bumi; Lempeng Eurasia/Asia Tenggara, Lempeng Pasifik, Hindia-Australia, dan Lempeng Philipina.

Keadaan ini jarang terjadi di muka bumi lainnya. Pada umumnya di permukaan bumi pergerakan lempeng kerak bumi hanya menyangkut 2 buah lempengan saja. Dengan terjadinya pergerakan 4 buah lempengan kerak bumi yang berbeda jenis dan arah yang berbeda-beda tersebut, maka Indonesia yang kita banggakan ini berada pada posisi kawasan yang sangat labil dan kondisi geologinya menjadi amat rumit.

A. Di kawasan timur Indonesia Samudera Pasifik bergerak dengan kecepatan rata-rata 8 cm/tahun (Sudrajat, 1997) membentur Lempeng Eurasia dan arah timur, sehingga merobekkan kerak bumi di Sulawesi dengan terbentuknya patahan-patahan geser: patahan Pulokoro, patahan Matano, dan patahan Sorong dll. Fragmen-fragmen benua mikro yang banyak dijumpai di kawasan Timur Indonesia yang selama ruang dan waktu geologi yang lama telah bergeser sejauh ratusan kilometer meninggalkan tempatnya seperti fragmen kepulauan Banggai Sula yang telah lepas dari induknya. Sementara itu dari Selat Lempeng Australia bergerak ke utara yang bergerak ke barat-barat laut, pembenturan ini mengakibatkan terbentuknya pegunungan-pegunungan lipatan (pegunungan Jaya Wijaya) seperti "highland fold thrust belt", "Lengguru Fols Thrust Belt," dan patahan-patahan geser dan naik: patahan Terera-Aiduna, patahan Mamoa, patahan Sungkup Membramo "Membramo Thrush Belt" (PTFI, 1997).

B. Laut Maluku merupakan tempat perbenturan antara lempeng-lempeng Eurasia-Pasifik-Philipina. Benturan ini menyebabkan terbentuknya penunjaman/penukikan ganda. Busur Sangihe menukik ke barat mencapai kedalaman 650 km, dan busur Halmahera menukik ke timur mencapai kedalaman 300 km. Kedua busur dipisahkan oleh suatu pematang yang dikenal sebagai Pematang Mayu.

C. Di kawasan barat Indonesia keteraturan garis-garis tektonik jelas terlihat. Kecepatan penukikan lempeng benua Hindia-Australia rata-rata 7,7 cm/tahun, menukik relatif serong di belahan Sumatera. Penukikan serong ini menghasilkan palung-palung laut dalam dan di darat menghasilkan pegunungan Bukit Barisan dan gerak "Shear" membentuk segmen-segmen patahan geser Sumatera. Kecepatan gerak tiap segmen memperlihatkan kecepatan yang berbeda-beda: segmen Andaman bergerak sekitar 40 mm/tahun, Segmen Krueng Aceh sekitar 14,5 mm/tahun, Segmen Toba sekitar 23 mm/tahun, Segmen Singkarak sekitar 18 mm/tahun, Segmen Ranau sekitar 9 mm/tahun, dan Segmen Selat Sunda sekitar 10 mm/tahun dan segmen ini menimbulkan gempa dengan besaran sekitar 7,3 Mw (Sebrier, M. Promumijoyo, Olievier Bellier, 1989, dan Puslitbang Geologi, 2000). Sementara itu penukikan tegak lurus dengan kecepatan sekitar 7 cm/tahun terjadi mulai dari Jawa sampai ke Nusa Tenggara. Di daerah ini terjadi penukikan balik dengan terjadinya garis tektonik yang dikenal sebagai patahan naik Busur Belakang Flores. Kedalaman penukikan mencapai kedalaman 650 km. Selat Sunda merupakan zona transisi antara kedua daerah tersebut, dengan kedalaman penukikan mencapai 250 km.

Gerak kemampuan lempeng-lempeng aktif tersebut di atas membebaskan sejumlah energi yang telah tersimpan/terkumpul sekian lama secara tiba-tiba. Proses ini merupakan suatu peristiwa penyebab gempa bumi di Indonesia. Kawasan-kawasan yang menyimpan potensi gempa bumi, (jalur tunjangan, tubrukan, fragmen-fragmen benua mikro dan patahan-patahan aktif) dinamakan sebagai daerah-daerah atau zona sumber gempa bumi. Secara umum sumber gempa Indonesia dibagi menjadi: 1. Zona sumber gempa bumi subduksi, 2. Zona sumber gempa bumi patahan "shallow crustal faults", dan 3. Zona sumber gempa bumi tersebar "disfuse".

1. Zona sumber gempa bumi subduksi. Sebagian dari gempa-gempa sundiksi atau berasosiasi dengan lempeng menukik di bawah lempeng lain mempunyai kedalaman antara +/- 30 km sampai 650-700 km. Gempa bumi dangkal yang berhubungan dengan jenis gempa ini sebagian besar terletak di laut dan beberapa di antaranya diikuti dengan "tsunami". Contoh dari gempa-gempa demikian ialah: gempa bumi Manado (1932, 1939, 1983), gempa bumi Gorontalo, 1992), gempa bumi Tanggolobi (1998), dan gempa bumi Banyuwangi (1999), Aceh-Sumut (2004).

2. Zona sumber gempa bumi patahan "Shallow crustal fault". Gempa bumi tektonik yang berasosiasi dengan pergeseran antara dua lempeng besar dan patahan lainnya, biasanya pusat gempa dangkal sehingga pada umumnya lebih berbahaya. Contohnya gempa-gempa Padang Panjang (1926), gempa bumi Singkarak (1943), Liwa (1933 dan 1997).

3. Zona sumber gempa bumi tersebar "diffuse". Gempa bumi tektonik dari jelas berhubungan dengan gerak-gerak fragmen-fragmen benua dan zona ini umumnya tersebar di bagian timur Indonesia seperti gempa bumi terjadi di sekitar laut Belanda, P. Obi, Memuju, Banggai (gempa bumi Banggai, 1999) dll.

Pembagian Wilayah Berdasarkan analisis probabilistik bahaya gempa (probabilistic seismic hazard analysis), wilayah Indonesia ditetapian terbagi dalam 6 wilayah gempa (standar perancangan ketahanan gempa untuk struktur gedung) SNI 1726-2001-'usulan' di mana wilayah gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan wilayah paling rendah dan wilayah gempa 6 dengan kegempaan paling tinggi. Pembagian wilayah gempa ini, didasarkan atas percepatan puncak bantuan dasar akibat pengaruh gempa rencana dengan periode ulang 500 tahun.

Percepatan bantuan dasar rata-rata untuk wilayah gempa 1 s/d 6, telah ditetapkan berturut-turut berdasarkan: a. wilayah gempa 1 sebesar 0,03 g, b. wilayah gempa 2 sebesar 0,10 g, c. wilayah gempa 3 sebesar 0,15 g, d. wilayah gempa 4 sebesar 0,20 g, e. wilayah gempa 5 sebesar 0,25 g, f. wilayah gempa 6 sebesar 0,30 g.

Wilayah Indonesia dibagi ke dalam enam wilayah kegempaan berdasarkan potensi daerah tersebut mengalami bahaya gempa (lihat lampiran 1) yaitu:

1. Wilayah 1, berarti daerah tersebut mempunyai potensi sangat rendah untuk mengalami gempa, meliputi sebagian besar pulau Kalimantan, kecuali Kalimantan Timur dan sebagian Kalimantan Tengah.

2. Wilayah 2, berarti daerah itu mempunyai potensi rendah untuk mengalami gempa, meliputi bagian timur P. Kalimantan dan Sulawesi bagian selatan, pantai timur Sumatera, pantai utara Jawa Timur dan Madura.

3. Wilayah 3, berarti daerah itu mempunyai potensi sedang untuk mengalami gempa, meliputi pantai utara pulau Jawa, pantai timur pulau Sumatera, Sulawesi Tenggara, bagian timur Halmahera.

4. Wilayah 4, berarti daerah itu mempunyai potensi tinggi untuk mengalami gempa, meliputi bagian selatan Pulau Jawa dan Maluku. 5. Wilayah 5, berarti daerah itu mempunyai potensi sangat tinggi untuk mengalami gempa, meliputi Bali, NTB, sebagian Sumatera dan Irian. 6. Wilayah 6, berarti daerah itu mempunyai potensi paling tinggi untuk mengalami gempa, meliputi bagian barat P. Sumatera, NTT, Ambon dan Irian bagian tengah. Semakin besar risiko kegempaan, maka semakin rawan daerah tersebut terhadap bahaya gempa.

Kesimpulan a. Indonesia yang terletak di pertemuan empat lempeng besar benua dan samudera merupakan daerah yang sangat rentan terhadap bahaya gempa bumi dan bahaya ikutannya.

b. Wilayah Indonesia dibagi dalam 6 wilayah gempa, di mana wilayah gempa 1 merupakan wilayah gempa paling rendah, dan wilayah gempa 6 merupakan daerah gempa tertinggi.

Penutup Indonesia yang berada pada posisi rawan gempa harus "disikapi" dengan serius oleh masyarakat luas terutama pemerintah agar mengambil langkah-langkah jangka pendek, menengah maupun panjang dengan program yang jelas dan terlaksana dalam rangka mitigasi terhadap bahaya gempa. Ini menjadi PR besar bagi kita semua. Bravo Indonesia. (SHD)PLATE TECTONICSTeori yang mengatakan bahwa kerak-kerak bumi tidak bersifat permanen, tetapi bergereak-gerak secara mengapung, mulai diperkenalkan pada awal abad 20. Setelah melalui berbagai perdebatan yang sengit selama beberapa tahun, ide atau teori ini ditolak oleh sebagian besar ahli ilmu bumi. Tetapi, selama periode tahun 1950-an sampai 1960-an banyak bukti-bukti yang ditemukan oleh para peneliti yang mendukung teori tersebut, sehingga teori yang sudah pernah ditinggalkan ini menjadi pembicaraan lagi atau mulai diperhatikan lagi. Pada tahun 1968 teori tentang kontinen mengapung ini telah diterima secara luas, dan selanjutnya disebut Teori Tektonik Lempeng (Plate Tectonics). Pengapungan Kontinen : Sebuah Ide Tentang Masa Lalu

Pada tahun 1912, Alferd Wegener, seorang ahli klimatologi dan geofisika, menerbitkan bukunya yang berjudul The Origin of Continents and Oceans. Pada bukunya ini Wegener mengemukakan empat teori dasar yang berhubungan dengan hipotesis radikalnya tentang Pengapungan Kontinen. Salah satu dalilnya mengatakan bahwa dulunya ada sebuah superkontinen yang kemudian disebut Pangea (berarti benua secara keseluruhan), berada dalam satu kesatuan. Kemudian dia menghipotesis bahwa sekitar 200 juta tahun yang lalu superkontinen ini mulai terpecah-pecah menjadi kontinen-kontinen yang lebih kecil, yang kemudian berpindah secara mengapung dan meempati posisinya seperti sekarang ini. Wegener dan kawan-kawanya yang sependapat dengan teori ini, kemudian mengumpulkan sejumlah bukti untuk mendukung pendapatnya. Bukti-bukti tersebut adalah adanya kesesuaian antara Amerika Selatan dan Afrika, baik dari segi paleoklimatik, fosil, maupun struktur batuan, yang kesemuanya menunjukkan bahwa kedua benua tersebut pernah menjadi satu.Kesesuaian Kontinen

Bukti yang paling kuat tentang adanya kesesuaian antara Amerika Selatan dan Afrika telah dikemukakan oleh Sir Edward Bullard dan kawan-kawanya pada tahun 1960-an. Bukti tersebut berupa peta yang digambar dengan menggunakan bantuan komputer, dimana datanya diambil dari kedalaman 900 meter di bawah muka air laut.Bukti-bukti Fosil

Fosil-fosil yang diajukan oleh Wegener untuk mendukung teorinya, adalah : Fosil tumbuhan Glassopteria yang ditemukan menyebar secara luas di benua-benua bagian Selatan, seperti Afrika, Australia dan Amerika Selatan. Fosil ini berumur Mesozoikum. Fosil tersebut kemudian ditemukan juga di benua Antartika. Fosil reptil Mesosaurus yang ditemukan di Amerika Selatan Bagian timur dan Afrika bagian Barat.Kesamaan Tipe dan Struktur Batuan

Contoh kesamaan batuan yang ditemukan adalah : Busur Pegunungan Appalachian yang berarah timurlaut dan memanjang sampai ke bagian timur Amerika Serikat, yang tiba-tiba menghilang di bagian pantai Newfoundland. Pegunungan yang mempunyai umur dan struktur yang sama dengan pegunungan di atas, ditemukan di Greendland dan Eropa Utara. Jika kedua benua tersebut (Amerika dan Eropa) disatukan kembali, maka pegunungan di atas juga akan bersatu menjadi satu rangkaian pegunungan.Bukti Paleoklimatik

Dari hasil penelitiannya, Wegener menemukan bahwa pada Akhir Paleozoikum, sebagian besar daerah di belahan bumi bagian selatan telah ditutupi oleh lempengan-lempengan es yang tebal. Daerah-daerah tersebut adalah Afrika bagian Selatan, Amerika Selatan, India dan Australia.

Wegener juga menemukan bukti bahwa pada saat yang sama (Paleozoikum Akhir), daerah-daerah sekitar 30o di dekat khatulistiwa yang beriklim tropis dan subtropis juga ditutupi oleh es.

Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut, maka Wegener menyimpulkan bahwa dulunya secara keseluruhan daerah di bagian selatan bumi telah ditutupi oleh lapisan es. Kemudian secara perlahan-lahan sebagian massa benua di bagian tersebut bergerak ke arah utara, yaitu ke arah khatulistiwa. Hal ini terbukti karena adanya lapisan es yang ditemukan di daerah sekitar khatulstiwa tersebut. Wegener menyimpulkan hal ini, karena secara logis tidak mungkin terbentuk lapisan es yang luas dan tebal di daerah khatulistiwa, yang diketahui beriklim tropis dan subtropis. Pertentangan Pendapat

Sejak tahun 1924 hingga tahun 1930 banyak kritikan yang diajukan oleh para ahli untuk menentang teori yang dikemukakan oleh Wegener. Salah satu keberatan yang paling utama tentang teori ini adalah tidak mampunya Wegener untuk menjelaskan atau menggambarkan bagaimana mekanisme dari proses pengapungan kontinen ini. Untuk menjawab kritikan ini, Wegener mengajukan dua usulan tentang kemungkinan sumber energi yang menjadi penyebab terjadinya pengapungan. Salah satunya adalah proses pasang-surut, yang oleh Wegener dianggap mampu untuk menyebabkan terjadinya pergerakan pada kontinen. Tetapi, seorang ahli fisika yang bernama Harold Jeffreys dengan cepat menentang argumen tersebut, dengan mengajukan alasan bahwa pergeseran pasang-surut yang besar yang diperlukan untuk memindahkan tempatkan kontinen, tentu saja akan menyebabkan terhentinya proses rotasi bumi hanya dalam beberapa tahun saja.

Kemudian Wegener juga mengajukan usulan kedua, yaitu bahwa sebuah kontinen yang besar dan luas akan mampu untuk memecahkan lempeng samudera menjadi pecahan-pecahan yang lebih kecil, seperti es yang terpotong-potong. Tetapi, tidak ada bukti yang memuaskan yang mampu untuk menjelaskan apakah kerak atau lantai samudera cukup lemah untuk mampu dipecah oleh kontinen, tanpa menyebabkan terjadinya deformasi pada kontinen maupun lempeng samudera itu sendiri. Sampai tahun 1929, kritikan-kritikan yang diterima oleh Wegener sudah sangat gencar dan datang dari berbagai ahli di berbagai tempat. Untuk menjawab serangan kritikan ini, Wegener menyelesaikan edisi keempat sekaligus edisi terakhir dari bukunya, yang secara khusus memuat dasar-dasar hipotesisnya yang ditambah dengan berbagai bukti untuk mendukung hipotesis tersebut. Tektonik Lempeng : Sebuah Versi Modern Dari Ide Yang Lama

Beberapa tahun setelah Wegener mengajukan teorinya, mengenai perkembangan teknologi yang pesat menyebabkan mampunya dilakukan pemetaan pada lantai samudera, serta ditemukannya data-data yang banyak tentang aktivitas seismik dan medan magnit bumi. Sampai tahun 1968, perkembangan teknologi ini sedemikian pesatnya, hingga pada saat itu dikemukakan sebuah teori yang lebih memuaskan daripada teori pengapungan kontinen. Teori ini kemudian dinamakan Teori Tektonik Lempeng.

Teori ini menyatakan bahwa bagian luar dari bumi, yaitu pada bagian litosfer, terdapat sekitar 20 segmen yang padat yang dinamakan lempeng. Dari semua itu, yang terbesar adalah lempeng Pasifik, yang menempati sebagian besar lautan, kecuali pada sebagian kecil dari Amerika Utara yang meliputi Kalifornia bagian Baratdaya dan Semenanjung Baja. Semua lempeng besar lainnya dapat berupa kerak-kerak kontinen maupun kerak samudera. Sedang lempeng-lempeng yang lebih kecil umumnya hanya sebagai kerak samudera, contohnya lempeng Nazca yang terdapat di lepas pantai Barat Amerika Selatan.

Litosfer terletak di atas zona atau material yang lebih lemah dan lebih panas, yang disebut astenosfer. Dengan demikian, lempeng-lempeng litosfer yang sifatnya padat dilapisbawahi oleh material yang lebih plastis. Nampaknya ada hubungan antara ketebalan dari lempeng-lempeng litosfer dengan sifat dari material kerak yang menutupinya. Lempeng-lempeng samudera sifatnya lebih tipis, dengan variasi ketebalan antara 80 sampai 100 km atau lempeng atau blok kontinen mempunyai ketebalan 100 km atau lebih, bahkan pada beberapa daerah dapat mencapai 400 km.

Salah satu prinsip utama dari teori tektonik lempeng adalah bahwa setiap lempeng bergerak-gerak sebagai satu unit terhadap unit lempeng lainnya. Jika sebuah lempeng bergerak, maka jarak antara dua kota yang berada dalam satu lempeng, seperti New York dan Denver, akan tetap sama, sedangkan jarak antara New York dan London yang berada pada dua lempeng yang berbeda, akan berubah. Karena setiap lempeng bergerak sebagai satu unit, maka banyak interaksi yang dapat terjadi antara satu lempeng dengan lempeng lainnya di sepanjang batas-batas dari lempeng-lempeng tersebut. Berdasarkan hal inilah, maka sebagian besar aktivitas seismik, volkanisma dan pembentukan pegunungan terjadi di sepanjang batas-batas yang dinamis tersebut. Batas-Batas Lempeng

Ada tiga tipe batas-batas lempeng, yang masing-masing dibedakan dari jenis pergerakannya, yaitu : 1. Batas-batas divergen, dimana lempeng-lempeng bergerak saling menjauh, yang menyebabkan naiknya material dari mantel bumi dan membentuk lantai samudera yang luas. 2. Batas-batas konvergen, dimana lempeng-lempeng bergerak saling mendekati, yang menyebabkan salah satu dari lempeng tersebut masuk ke mantel bumi dan berada di bawah lempeng lainnya. 3. Batas-batas patahan transform, dimana lempeng-lempeng bergerak saling bergesekan tanpa menyebabkan terjadinya penghancuran pada litisfer. Batas-batas Divergen

Batas-batas divergen bisa ditemukan di daerah punggungan samudera. Di daerah ini, pada saat lempeng bergerak saling menjauh dari sumbu punggungan, maka celah yang timbul akan diisi dengan cepat oleh magma yang naik dari astenosfer. Material ini akan menjadi dingin secara perlahan-lahan dan membentuk lantai samudera yang baru. Mekanisme ini, yang menyebabkan terbentuknya lantai atau dasar dari Lautan Atlantik sekitar 165 juta tahun yang lalu, disebut Pemekaran lantai samudera. Tingkat pemekaran di daerah punggungan samudera ini diestimasikan sekitar 2 sampai 10 cm pertahun, dan rata-rata 6 cm (2 ichi) pertahun. Karena batuan yang baru terbentuk jumlahnya sama di keuda sisi dari lempeng yang saling menjauh, maka tingkat pertumbuhan dari lantai samudera adalah dua kali dari nilai tingkat pemekaran.

Jika pusat pemekaran terdapat atau terjadi di lempeng kontinen, maka kontinen akan terpecah-pecah menjadi segmen-segmen yang lebih kecil. Fragmentasi dari kontinen ini disebabkan oleh adanya pergerakan ke arah atas dari batuan yang panas (magma) yang berada di bawah. Akibat dari aktivitas ini adalah melengkungnya kerak kontinen ke arah atas di bagian yang diintrusi tersebut. Hal ini disertai dengan timbulnya retakan-retakan di bagian tersebut. Kemudian bagian litosfer yang terpecah-pecah tersebut akan tertarik secara leteral ke arah yang berlawanan. Selanjutnya bagian yang pecah-pecah tersebut akan jatuh dengan gerakan menggelincir. Lembah patahan turun yang bersekala besar yang disebabkan oleh proses di atas, selanjutnya disebut Celah atau lembah celah. Batas-batas Konvergen

Telah diketahui bahwa pada proses pemekaran akan terbentuk litosfer yang baru, sedangkan luas total permukaan bumi haruslah tetap konstan, dengan demikian pada bagian lai dari bumi pastikah ada litosfer yang rusak atau hilang. Bagian tersebut adalah bagian konvergen atau daerah pertemuan lempeng. Jika dua lempeng saling bertabrakan/bertumbukan, maka bagian ujung dari salah satu lempeng tersebut akan bergerak ke arah bawah dari lempeng lainnya. Bagian lempeng yang di bawah ini akan masuk ke daerah astenosfer, akibatnya bagian tersebut akan menjadi panas dan hilang rigiditasnya. Bergantung pada besarnya sudut kemiringan bagian yang lengkung ke bawah tersebut, maka kedalaman penyusupannya bisa mencapai 700 km, sebelum bagian ini betul-betul terasimilasi dengan material mantel atas (astenosfer).

Tumbukan bisa terjadi antara dua lempeng samudera, satu lempeng samudera dan satu lempeng kontinen, atau dua lempeng kontinen. Jika terjadi tumbukan antara lempeng kontinen dan lempeng samudera, maka lempeng kontinen yang kecil densitasnya akan berada di bagian atas, sedangkan lempeng samudera yang lebih besar densitasnya akan menyusup ke bawah bagian astenosfer. Daerah dimana proses ini terjadi disebut zona subdaksi. Karena lempeng samudera menyusup ke arah bawah, maka lempeng ini akan melengkung dan selanjutnya membentuk palung laut dalam (trench) yang berbatasan dengan zona subdaksi tersebut. Palung-palung yang terbentuk di daerah ini bisa mencapai panjang ribuan kilometer, sedang dalamnya antara 8 sampai 11 km. Tumbukan Kontinen-Samudera

Sudut kemiringan lempeng samudera yang menyusup ke dalam astenosfer umumnya sebesar 45o atau lebih. Lempeng samudera ini, bersama-sama dengan material sedimen serta cairan-cairan yang dikandungnya, akan larut dan bersatu dengan cairan astenosfer yang panas. Magma baru yang terbentuk dari proses ini densitasnya lebih kecil daripada densitas material disekitarnya, yaitu densitas penyusun mantel bumi, konsekuensinya, jika jumlah magma baru ini sudah jenu, maka magma tersebut akan naik secara perlahan. Sebagian besar magma yang naik ini akan sampai ke bagian atas dari kerak kontinen, dimana dia akan menjadi dingin dan terkristalisasi pada kedalaman beberapa kilometer. Sedangkan sebagian sisanya akan termigrasi ke permukaan dan kadang-kadang membentuk erupsi volkanik yang eksplosif. Pegunungan volkanik Andes merupakan pegunungan yang terbentuk dari proses ini, dimana Lempeng Nazca mengalami peleburan pada saat menunjam di bawah Lempeng Kontinen Amerika Selatan. Tingginya frekuensi gempa bumi di daerah Andes, merupakan bukti dari proses tersebut. Pegunungan seperti Andes yang terbentuk akibat asosiasi aktifitas volkanik dengan proses subdaksi, disebut busur volkanik. Tumbukan Samudera-Samudera

Pada saat dua buah lempeng samudera saling bertumbukan, maka salah satunya akan menunjam di bawah yang lain, yang juga akan diikuti oleh terjadinya aktivitas volkanik, seperti pada tumbukan kontinen-samudera. Tetapi, dalam kasus ini volkanisma akan terjadi di lantai samudera, bukan di daerah kontinen. Jika aktivitas volkanik ini terjadi terus menerus, maka sebuah benua baru akan muncul dari laut dalam. Pada tahap awal dari proses ini, benua baru yang terbentuk tersebut akan terdiri atas jajaran kepulauan volkanik yang kecil, yang disebut busur kepulauan. Busur kepulauan ini umumnya berlokasi sekitar beberapa ratus kilometer dari palung laut dalam, dimana aktivitas subdaksi sedang terjadi. Tumbukan Kontinen-Kontinen

Tumbukan antara lempeng kontinen dengan kontinen dapat diambil contoh tumbukan antara Lempeng India yang membentur Asia, dan membentuk Pegunungan Himalaya, yang merupakan pegunungan yang terbesar dan terluas di dunia. Pada saat terjadi tumbukan seperti ini, maka lempeng kontinen akan tertekuk, terpecah-pecah dan umumnya menjadi lebih pendek. Patahan Transform Tipe ketiga dari batas-batas lempeng adalah patahan transform, dimana lempeng-lempeng saling bergesekan satu dengan yang lain tanpa menyebabkan terbentuknya lempeng/kerak yang baru, seperti yang terjadi pada pemekaran punggungan samudera, serta juga tidak mengakibatkan rusaknya lempeng, seperti yang terjadi pada zona subdaksi. Istilah patahan transform ini pertama kali diusulkan oleh J. Tuzo Wilson dari University of Toronto, pada tahun 1965. Wilson mengatakan bahwa patahan normal ini, bersama-sama dengan proses konvergen dan divergen, merupakan suatu rangkaian proses kontinyu yang membagi-bagi selubung luar bumi menjadi beberapa lempeng padat yang terpisah-pisah. Wilson memberikan istilah yang khusus pada patahan ini, yaitu patahan transform, karena pergerakan relatif dari lempeng-lempeng tersebut dapat berubah atau tertransformasi satu sama lainnya. Seperti telah diperhatikan atau dijelaskan pada contoh terdahulu, bahwa proses divergen yang terjadi pada pusat pemekaran dapat berubah/tertransformasi menjadi proses konvergen di zona subdaksi. Sebagian besar patahan transform terjadi di kerak samudera, tetapi ada juga sedikit yang terjadi di kerak kontinen, seperti di Patahan San Andreas di Kalifornia. Pangea : Sebelum dan Sesudah Robert Dietz dan John Holden telah mencoba untuk merekonstruksi bagaimana keadaan sebenarnya dari migrasi besar-besaran yang pernah dialami oleh individu-individu kontinen, selama lebih dari 500 juta tahun. Dengan mengekstrapolasikan kembali pergeraekn lempeng, yang dihubungkan dengan perjalanan waktu, dan dibantuk oleh data-data seperti orientasi struktur volkanik, distrubusi dan pergerakan transform, serta paleomagnetisme, Dietz dan Holden telah mampu untuk merekonstruksi Pangea. Dengan menggunakan data penanggalan radiometri, kedua ahli ini juga dapat menentukan kapan Pangea ini mulai terbentuk dan kapan mulai terpecah. Kemudian berdasarkan data-data posisi relatif dari hot spot, maka juga dapat menentukan lokasi yang tepat dari setiap kontinen. Terpecah-pecahnya Pangea Pangea mulai terpecah sekitar 200 juta tahun yang lalu, dimana terjadi fragmentasi yang diikuti oleh jalur-jalur pergerakan dari setiap kontinen dan terdapt dua buah celah besar yang terjadi akibat fragmentasi ini. Celah antara Amerika Utara dan Afrika menyebabkan munculnya batuan basal yang berumur Trias secara besar-besaran disepanjang Pantai Timur Amerika Serikat. Penanggalan radiometri pada basal ini menunjukkan bahwa celah tersebut antara 200 sampai 165 juta tahun yang lalu. Waktu ini sekaligus bisa digunakan sebagai waktu terbentuknya Atlantik Utara. Celah yang terbentuk di bagian selatan Gondwana berbentuk hurup Y, yang menyebabkan termigrasinya Lempeng India ke bagian Utara dan sekaligus memisahkan Amerika Selatan Afrika dari Australia Antartika. Sekitar 135 juta tahun yang lalu, posisi kontinen Afrika dan Amerika Selatan mulai memisah dari Atlantik Selatan. Pada saat ini India sudah berada separuh jalan menuju ke Asia, dan bagian selatan dari Atlantik Utara telah mulai melebar. Pada Kapur Akhir, sekitar 65 juta tahun yang lalu, Madagaskar telah terpisah dari Afrika, dan Atlantik Selatan berubah menjadi laut terbuka. Sekitar 45 juta tahun yang lalu, India telah bersatu dengan Asia, yang kemudian menyebabkan terbentuknya pegunungan tertinggi di dunia, yaitu Himalaya, yang tersebar di sepanjang Dataran Tinggi Tibet. Kemudian terjadi pemisahan Greendland dari Eurasia, yang bersamaan juga terjadi pembentukan Semenanjung Baja dan Teluk Kalifornia. Peristiwa tersebut ditaksi terjadi kurang dari 10 juta tahun yang lalu. Sebelum Pangea Sebelum Pangea terbentuk, massa-massa benua mungkin telah mengalami berbagai episode fragmentasi yang sama dengan yang telah kita ketahui sekarang. Kontinen-kontinen purba tersebut dulu telah bergerak saling menjauh satu dengan yang lainnya. Selama periode antara 500 sampai 225 juta tahun yang lalu, fragmen-fragmen yang sebelumnya telah menyebar, mulai bersatu membentuk Pangea. Bukti dari adanya tumbukan awal ini meliputi Pegunungan Ural di Uni Soviet dan Pegunungan Appalacian di Amerika Utara. Pandangan ke Masa Depan Setelah membuat rekonstruksi keadaan dunia sekitar 500 juta tahun yang lalu, Dietz dan Holden kemudian mencoba untuk memprediksi keadaan bumi di masa depan. Pada 50 juta tahun yang akan datang, perubahan penting terjadi pada Lempeng Afrika, dimana sebuah lautan yang baru akan terbentuk akibat Afrika bagian timur terpisah dari benua utama. Di Amerika Utara terlihat bahwa Semenanjung Baja dan bagian selatan Kalifornia yang terletak di sebelah barat Sesar San Andreas, telah tergeser melewati Lempeng Amerika Utara tersebut. Jika pergerakan ke arah utara ini, betul-betul terjadi sesuai yang diprediksi, maka Los Angeles dan San Francisco akan saling melewati satu sama lain. Mekanisme Pergerakan Distribusi panas yang tidak merata yang terdapat di dalam bumi, telah disepakati oleh para ahli, sebagai penyebab utama terjadinya pergerakan lempeng. Distribusi panas tidak merata inilah yang menyebabkan terjadinya arus konveksi yang besar dalam mantel bumi. Material yang panas dan lebih kecil densitasnya, yang berasal dari mantel bagian bawah, secara perlahan-lahan akan bergerak naik ke daerah pegunungan samudera. Pada saat material ini mnyebar secara lateral, suhunya akan turun dan densitasnya bertambah, setelah itu material tersebut akan masuk kembali ke dalam mantel dan suhunya naik kembali. Dalam hal ini, batuan yang ada tidak perlu untuk mencair dulu agar dapat terbawa aliran. Analogi peristiwa ini bisa dilihat pada logam padat yang dimasukkan ke dalam cairan yang panas, dimana logam-logam tersebut berada pada berbagai bentuk yang berbeda-beda. Demikian juga halnya pada batuan yang berada dalam cairan panas. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa di daerah punggungan samudera tingkat aliran panasnya lebih tinggi dibandingkan daerahdaerah lain. Hal ini juga menunjukkan bahwa arus konveksi tidak hanya satu macam. Tetapi, jenis-jenisnya tersebut belum diketahui dengan jelas. Ada beberapa banyakkah sebenarnya tipe arus konveksi ini ? Pada kedalaman berapakah sebenarnya arus tersebut berada ? Bagaimanakah struktur yang sebenarnya ? Telah diketahui lempeng samudera yang dingin mempunyai densitas yang lebih besar daripada astenosfer yang berada di bawahnya. Dengan demikian, pada saat lempeng samudera tersebut, tertunjam ke bawah, karena sifatnya yang berat, maka bagian belakang dari litosfer tersebut akan tertarik. Hipotesis ini sama dengan model yang beranggapan bahwa karena tingginya tempat/posisi dari punggungan samudera yang dapat menyebabkan litosfer tergelincir ke bawah akibat pengaruh gravitasi. Model tekan-tarik inilah yang dengan sendirinya merupakan tipe dari arus konveksi. Pada sisi lain, material astenosfer akan bergerak naik dan mengisi celah yang terbuka akibat proses divergen. Versi lain dari model arus konveksi ini, menjelaskan bahwa arus tersebut berhubungan erat dengan bintik panas (hot spot) yang terjadi di daerah mantel. Bintik panas ini diperkirakan berasal dari daerah perbatasan antara mantel dan inti bumi. setelah bintik panas ini bergerak naik dan mencapai litosfer, maka bintik-bintik tersebut akab tersebar secara lateral dan membawa serta lempeng-lempeng menjauh dari pusat tempat dia naik.

GEMPA BUMIApa itu Gempa

Gempa adalah getaran pada bumi yang ditimbulkan oleh pelepasan energi secara cepat. Energi tersebut terpancar ke segala arah dari sumbernya dalam bentuk gelombang, yang merambat seperti pada rambatan gelombang bunyi di udara ketika sebuah bel/lonceng dipukul, getaran merambat secara melingkar ke segala arah. Selama terjadi gempat bumi, dan untuk beberapa waktu kemudian, lukisan bumi seperti deringan lonceng (ringing like bell).

Sumber dari gempa tersebut, berasal dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh ledakan atomik (atomik explosions) atau oleh erupsi gunung api. Gempa juga disebabkan oleh interaksi dari lempeng yang berdekatan yang saling bergerak, strain dan perubahan bentuk dari batuan. Oleh sebab itu pada daerah batas lempeng sering terjadi gempa bumi.

Pusat gempa bumi biasanya dibawah permukaan, sedang pusat gempa yang terdeteksi dipermukaan disebut Epicenter, yang dapat ditentukan dengan menggunakan alat seismogram dan grafik travel-time. Dengan alat seismogram (bagian dari alat seismographs yang berfungsi sebagai alat perekam, yang dapat memberikan informasi tentang karakteristik gelombang seismik), dapat diketahui kecepatan rambat gelombang P, dan gelombang S, yang kemudian diplot ke dalam grafik travel-time, dari kedua kurva diperoleh jarak pusat gempa di permukaan, atau jarak epicenter dari seismograph.

Alat untuk mengukur/merekam gelombang gempa disebut seismograph. Seismologi adalah ilmu yang mempelajari gelombang gempat bumi. Gelombang gempa terbagi dua, yaitu : 1. Gelombang permukaan (surface waves), yaitu gelombang yang merambat sepanjang permukaan bumi. 2. Gelombang yang menembus bagian dalam buki (body waves), terbagai dua type : - Primary waves (P. waves) - Secondary waves (S. waves) Kedua type tersebut dibedakan berdasarkan cara perambatan (penyebaran) menembus bumi. Gelombang P. menekan (compress) dan menarik (dilate) batuan dalam arah perambatannya. Penjelasan dari gelombang ini seperti penjalaran gelombang yang dihasilkan pita suara manusia, yang menjalar ke udara menuju Transmit Sound. Gelombang S. merambat tegak lurus arah getar partikelnya. Sedang gelombang S. hanya menyebabkan perubahan bentuk.

Sarana mengukur kekuatan gempa bumi adalah skala Richter, dikemukakan oleh Charles Richter, 1935, seorang ahli pada California Institute of Technology, yang berusaha mengurut berdasarkan urutan tertinggi, gempa bumi yang terjadi di selatan California ke dalam golongan kuat, menengah dan lemah. Tsunami atau gelombang seismik lau (seimic sea waves) adalah gelombang perusak yang lebih populer dengan sebutan gelombang pasang-surut (tidal waves), tetapi sebutan ini tidak tepat, karena gelombang ini bukan dihasilkan oleh efek pasang-surut dari bulan atau matahari. Istilah tsunami diberikan oleh orang Jepang untuk gelombang seismik laut, yang akibatnya sangat dirasakan oleh mereka, istilah tsunami ini kemudian umum digunakan di dunia. Bagian Dalam Bumi

Berdasarkan data seismologi, bumi tersusu atas 4 bagian lapisan : 1. Kulit bumi (crust), lapisan terluar yang sangat tipis.2. Selubung bumi (mantle), lapisan batuan yang terletak di bawah kulit bumi, dengan ketebalan 2885 km (1789 mil).3. Inti luar (outer core), lapisan dengan ketebalan 2270 km (1407 mil), menunjukan karakteristik cairan (mobile liquid).4. Inti dalam (inner core), logam padat dengan jari-jari 1216 km (756 mil).

Pada tahun 1909 seorang ahli seismologi Yugoslavia ANDRIJA MOHOROVICIC, menyajikan data/bukti yang meyakinkan untuk lapisan bumi, dengan mempelajari rekaman seismik, ia menemukan lapisan antara kerak dan mantel pada kedalaman 50 kilometer, yang kemudian dikenal dengan nama Mohorovicic discontinus.

Beberapa tahun kemudian seorang seismologi Jerman bernama Beno Guetenberg menemukan batas yang besar dari penelitannya dengan menggunakan gelombang P. yang diberi nama zona bayangan (shadow zone).

Asthenosphere merupakan lapisan yang penting yang terletak pada selubung bagian atas (upper mantle), yang terletak pada kedalaman antara 70 km sampai 700 km, merupakan zona yang tersusun oleh bagian-bagian leburan batuan (kira-kira 10%), diatas asthenosphere yang meliputi bagian atas selubung dan kerak bumi. Komposisi Dari Bumi

Kerak bumi mempunyai ketebalan bervariasi antara 70 kilometer pada beberapa gunung dan kurang dari 5 kilometer pada laut, dari data seismik diketahui kerak bumi tersusun batuan granitik (continental crust), sedangkan oceanic crust tersusun oleh batuan yang berkomposisi basaltik.

Komposisi selubung dan inti belum dapat dipastikan, dan berdasarkan komposisi meteor yang jatuh ke bumi tersusun dari tipe logam, terdiri dari besi dan nikel. Klasifikasi Gempa

Ada tiga penyebab utama dari suatu gempa bumi dan atas dasar itu pulalah gempa bumi diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu Tektonik, Vulkanik, Runtuhan dan Buatan. Gempa Tektonik Gempa tektonik adalah gempa bumi yang terjadi karena pergeseran kerak bumi, atau dengan kata lain yang berhubungan dengan peristiwa tektonik. Dari sekian banyak peristiwa tektonik, yang paling banyak menghasilkan gempa adalah tektonik yang mengakibatkan dislokasi/displacement atau yang kita kenal dengan nama patahan (dis=terpisah, locus=tempat). Karena itulah maka seringpula disebut gempa dislokasi.Pergeseran kerak bumi di sepanjang bidang patahan menimbulkan goncangan yang kemudian merambat melalui permukaan bumi, goncangan akan membinasakan semua yang tidak tahan menahan goncangan tersebut. Dibeberapa tempat goncangan yang begitu hebatnya menghasilkan jurang dalam dan lebar.Gempa tektonik merupakan gempa yang paling dasyat, meluas dan banyak merusak serta paling sering terjadi. Sekitar 93% dari semua gempa yang tercatat di seluruh dunia, tergolong gempa tertonik. Gempa vulkanik Gempa vulkanik adalah gempa bumi yang terjadi karena aktivitas vulanisme, baik sebelum, sedang atau sesudah letusan.Magma yang keluar lewat pipa-pipa gunung api bergeser dengan batuan penyusun gunung api, getarannya diteruskan kemana-mana lewat materi yang menyusun kerak bumi. itulah sebabnya sebelum terjadi letusan gunung api terasa adanya gempa bumi terlebih dahulu. Dan karena itulah maka aktivitas vulkanisme dapat diramalkan sebagai salah satu gejala dari aktivitas gunung api.Demikian juga ketika terjadi letusan, materi-materi besar kecil, berupa gas, cair maupun padat dihempaskan keluar, sedang getarannya akan merambat di dalam batuan ke segala arah menimbulkan gempa bumi di daerah sekitarnya.Umumnya gempa vulkanik tidak begitu hebat, dan daerahnya terbatas sekitar gunung api saja. Hanya sekitar 7% dari seluruh gempa yang tercatat di seluruh dunia. Gempa Terban/Runtuhan Gempa terban adalah gempa yang disebabkan oleh adanya runtuhan, termasuk di dalamnya adalah Rock fall/longsor, atap gua bawah tanah runtuh (biasanya di daerah kapur), ataupun runtuhan di dalam lubang tambang. Goncangannya tidak begitu hebat dan daerahnya sangat terbatas hanya sekitar 1 hingga 2 meter.Karena itu dalam pembagian persentase gempa bumi yang tercata di seluruh dunia, gempa semacam ini dianggap kecil, sehingga dianggap tidak ada. Akan tetapi tidak berarti bahwa gempa ini tidak pernah terjadi. Gempa Buatan Yang dimaksud dengan gempa buatan adalah getaran bumi yang terjadi karena adanya aktivitas manusia dikulit bumi menyebabkan getaran yang cukup berarti.Peledakan batuan, dalam proses pembuatan jalan tembus dipegunungan batu dengan menggunakan bahan peledak batu kokoh akan hancur. Bersamaan dengan itu pula terjadi goncangan di sekitarnya.Demikian pula pada saat terjadi pemancangan paku bumi dalam pembuatan tiang pancang beton, akan meimbulkan goncangan yang cukup jelas.Daerah yang dipengaruhi oleh getaran buatan ini hanya sekitar 1 100 meter, sedangkan daerah yang lebih jauh lagi pada umumnya tidak merasakan getaran.Namun demikian karena goncangannya tidak sehebat pada gempa tektonik, maka gempa buatan ini biasanya tidak membawa akibat yang serius dan tidak membahayakan. Pengukuran Kekuatan Gempa Gempa yang terjadi akibat pergerakan lempeng tektonik pada umumnya lebih berbahaya dibandingkan dengan gempa vulkanik, tanah longsor maupun buatan. Tingkatan besar kecilnya gempa dapat dihitung melalui besarnya simpangan jarum yang dipasang pada alat pencatat melalui besarnya simpangan jarum yang dipasang pada alat pencatat gempa (seismograf). Satuan besaran gempa biasanya dipergunakan skala Richter.Berdasarkan kedalamannya terjadinya gempa, maka gempa bumi dapat diklasifikasikan menjadi dangkal, sedang dan dalam. Berdasarkan hal ini, dapat dijelaskan bahwa para pakar menentukan kriteria klasifikasi gempa berbeda antara pakar satu dengan lainnya. Dasar penetapan kedalaman gempat antara Dobrein, Allison dan Lee Stokes tidak mempunyai argumentasi yang cukup kuat. Kegunaan klasifikasi tersebut tidak mempunyai implikasi terhadap perubahan-perubahan permukaan bumi. justru dari beberapa pengamatan menunjukan bahwa klasifikasi yang lebih penting adalah menentuan besar/kecilnya gempa serta jarak antara titik pusat gempa. Tabel. Klasifikasi Gempa Menurut Kedalaman.Kriteria Kedalaman

Dobrein Allison Lee Stokes

Dangkal< 70< 60< 100

Sedang70 30060 300-

Dalam> 300> 300 - 700> 100

Menurut Allison, gempa bumi terdalam yang pernah dikenal dalamnya hanya 720 km di rangkaian pulau-pulau Pasifik. Sekitara 85 90 % dari semua gempa berupa Gempa Dangkal, dan kebanyakan kurang dari 8 km dalamnya.Kurangnya gempa yang dalam barangkali dapat dihubungkan dengan temperatur dan tekanan hidrostatika. Pergeseran-pergeseran kerak bumi yang menyebabkan terjadinya patahan, berkaitan dengan titik patah batuan.Semakin tinggi temperatur dan tekanan hidrostatis, sifat batuan semakin lentur yang berarti titik patahnya juga akan bertambah besar. Dengan demikian tekanan yang bekerja pada batuan dapat dinetralisir oleh keplastisan batuan sehingga tidak terjadi patahan, mungkin hanya terjadi pembengkokan.Dikaitkan dengan gradien geothermal, maka temperatur batuan di lapisan yang dalam semakin tinggi dan semakin besar menderita tekanan hidrostatis. Oleh karena itulah maka jarang terjadi pusat-pusat gempa di lapisan yang dalam.Gempa dalam biasanya dijumpai di daerah perbatasan lempeng yaitu pada zona subduksi, dimana kerak bumi menjorok ke dalam disepanjang patahan transform.Gempa bumi yang dihasilkan oleh pergeseran kerak bumi disepanjang patahan strike-slip fault, umumnya tergolong gempa dangkal. Hal tersebut ada kaitannya dengan pergeseran yang umum meliputi bagian atas saja dari kerak bumi.Pusat gempa di dalam bumi bukanlah merupakan suatu titik melainkan lebih cenderung berupa garis atau daerah, yaitu sepanjang patahan dimana terjadi pergeseran kerak bumi. Pusat gempa tersebut dikenal dengan nama hiposentrum.Tempat di permukaan bumi yang tegak lurus di atas hiposentrum disebut episentrum (Yunani; Hypo = di bawah, Epi = di atas).Untuk menentukan letak suatu episentrum gempa, diperlukan catatan gempa bumi dari minimal 3 stasiun pencatat gempa bumi. Jarak stasiun ke spisentrum dapat dihitung dengan menggunakan hukum Laska, sebagai berikut : = [( S P ) r ] megameter Dimana :=Delta, menunjukkan jarak ke episentrum.S=Saat tibanya gelombang S pada Seismograf.P=Saat tibanya gelombang P pada Seismograf.R=1 menit; 1 megameter = 1.000 km. Daerah di permukaan bumi yang paling parah menderita goncangan gempa adalah daerah yang berdekatan dengan episentrum. Agar mengetahui tata cara penggunaan informasi tentang gempa bumi, maka para pakar gempa telah membuat peta yang menunjukkan daerah yang rawan akan gempa bumi. Namun dalam penyajian peta, manggunakan istilah khusus sehingga sulit dimengerti oleh kebanyakan orang/ agar dapat membaca peta informasi gempa, maka kita harus mengenal beberapa istilah-istilah yang dipergunakan dalam peta gempa.Isoseismik =yaitu garis pada peta yang menghubungkan daerah-daerah yang mengalami gempa sama besarnya. Pleistoseismik =yaitu garis pada peta yang menunjukkan daerah yang paling parah menderita goncangan gempa. Daerah tersebut terletak dalam garis isoseite I. Homoseismik =yaitu daerah yang menerima getaran gempa pada waktu yang bersamaan. Alat Pengukur Gempa Ukuran gempa dapat ditunjukan dengan besarnya kekuatan, yang dikenal dengan istilah magnitud gempa, atau dengan menganalisa pengaruh gempa terhadap tingkat kerusakan yang disebut Intensitas gempa.Skala magnitude yang sangat terkenal adalah Skala Richter, digunakan di seluruh dunia. Skala tersebut dibuat oleh Charles F. Richter pada tahun 1935.Skalanya tidak mempunyai batasan atas dan bawah, sehingga dapat mencatat gempa yang sangat lemah dan yang sangat kuat. Selisih satu skala menunjukkan perbedaan amplitudo 10 kali dan perbedaan kekuatan sebesar 10 kali.Meskipun tidak ada batas atasnya, namun ternyata gempa bumi yang tercatat belum ada yang melebihi angka 9,0 pada Skala Richter. Gempa terbesar yang pernah tercatat adalah Gempa Sauriko, Jepang, pada tahun 1933, dan Gempa Columbia tahun 1906, yang besarnya 8,9 pada Skala Richter.Gempa yang berskala 7 ke atas sudah tergolong gempa kuat, sedang yang kurang dari 2 termasuk lemah. Gempa hebat yang magnitudonya 8 ke atas hanya terjadi sekitar 5 kali dalam jangka 10 tahun, sedang gempa lemah yang tidak terasa oleh manusia banyaknya sekitar 800.000 kali dalam setahun.Kerusakan-kerusakan yang dakibatkan gempa bumi mulai dari magnitudo ke 5 atas, dan semakin bertambah menurut bertambanhnya magnitudo gempa.Sebelum Skala Richter, umumnya ukuran yang digunakan adalah Skala Intensitas Gempa. Adapun skala intensitas gempa yang paling banyak digunakan adalah Skala Mercalli yang telah disempurnakan yang terbagi dalam 12 tingkatan. Skala tersebut disusun berdasarkan hasil penelitiannya di Amerika Serikat, dengan membagikan daftar pertanyaan kepada penduduk mengenai kerusakan yang diakibatkan oleh gempat bumi.Daerah-daerah yang sering dilanda gempa di dunia adalah daerah yang masih dalam keadaan labil, daerah yang selalu bergerak dalam usaha mencari keseimbangan isostasi, khususnya daerah di sekitar jalur pegunungan Sirkum Pasifik dan Sirkum Maditerran. Dengan demikian Indonesia termasuk daerah yang sering dilanda gempa bumi.Hampir 10% dari seluruh gempa di dunia terjadi di Indonesia, atau sekitar 400-500 kali tiap tahun. Untungnya kebanyakan berpusat di dasar laut sehingga tidak terlalu banyak membawa korban jiwa dan kerugian materi.Apabila kita kembali menelusuri keadaan geologis Indonesia yang terletak di pertemuan Sirkum Pasifik dan Mediterran, tidaklah mengherankan bila kepulauan kita sering dilanda gempa.Tekanan dari lempeng yang bergerak membuat Indonesia senantiasa dalam keadaan bergejolak. Lempeng Australia menjorok ke dalam lapisan litosfer, membentuk Zona subduksi di sebelah selatan Pulau Jawa dan sebelah barat Sumatera. Daerah di subduksi tersebut merupakan daerah pusat-pusat gempa bumi. Mercalli membuat skala berdasarkan tingkat kerusakan yang terjadi di permukaan tanah. Tabel. Skala Mercalli tentang Kekuatan Gempa

Skala Gejala di Permukaan Bumi

ITidak terasa, hanya tercatat oleh alat-alat peka seperti seismograf.

IIDirasakan oleh orang yang sedang tidur, terutama tidur di lantai.

IIITerasa di dalam rumah namun belum diketahui kalau asalnya dari suatu gempa bumi. Getarannya seperti Truk ringan yang lewat.

IVTerasa di dalam rumah seperti Truk berat yang lewat. Benda-benda yang digantung bergoyang, pintu dan jendela gemertak, benda-benda dari kaca gemerincing.

VSudah terasa oleh orang yang berada di luar rumah, orang yang tidur terbangun, air bergoyang, benda-benda yang digantungkan kurang baik akan jatuh, daun pintu bergoyang.

VITerasa oleh semua orang. Banyak orang lari ketakutan keluar rumah, yang sementara berjaan tidak stabil jalannya, barang-barang dari kaca pecah, benda-benda yang digantung berjatuhan.

VIIOrang terasa sulit untuk berdiri tegak, dapat dirasakan oleh sopir, tembok-tembok rumah runtuh.

VIIISulit mengemudikan mobil, cabang-cabang pohon bisa patah, rumah-rumah yang fondasinya kurang kuat bisa runtuh.

IXMengakibatkan kepanikan umum, tembok-tembok roboh, rumah-rumah tembok yang kuat mengalami kerusakan berat, pipa-pipa bawah tanah pecah.

XBangunan beton rusak, bendungan hancur, air danau bergolak.

XIPipa-pipa bawah tanah hancur total, banyak jembatan hancur, rel Kereta Api sampai bengkok-bengkok.

XIIKerusakan total, batuan retak-retak, benda-benda terlempar ke udara.

Ramalan dan Prosteksi Terhadap Gempa Bumi Sampai sekarang orang belum mampu meramalkan kejadian gempa bumi secara tepat. Kita bangga bahwa para pakar telah mempu menentukan daerah-daerah gempa bumi, namun meramalkan kapan terjadinya gempa, lokasi episentrumnya, serta besarnya adalah suatu masalah besar yang belum terpecahkan.Beberapa kemajuan dalam hal peramalan gempa telah dicapai oleh negara-negara yang telah maju seperti Amerika Serikat, Jepang dan Uni Soviet seperti Robert Wallace dari US Geological Survey National Center of Earthquake Research, mengemukakan hasil penelitannya di daerah sekitar patahan San Andreas sbb: Gempa berskala 6 terjadi setiap tahun, skala 7 setiap 17 tahun dan sekitar 100 tahun untuk gempa yang berskala 8 pada skala Richter.Pakar-pakar Jepang juga berhasil meramalkan gemba bumi yang terjadi di dekat Marsushiro. Menurut mereka sebelum terjadi gempa besar, beberapa bulan sebelumnya terjadi gempa-gempa kecil di daerah episentrum.Jadi waktu peramalannya juga cukup lama, sekitar setahun lamanya mereka melakukan pengukuran-pengukuran perubahan berbagai gejala secara terus-menerus. Kemajuan berikutnya adalah ramalan gempa yang dilakukan dekat Riverside, California tahun 1974, dimana waktu yang dibutuhkan untuk peramalan hanya sekitar 3 bulan saja.Meskipun nampaknya peramalan gempa semakin maju, namun masih sulit untuk menggunakannya sebagai dasar untuk menghindari bahaya yang ditimbulkannya. Bahaya/kerugiannya terletak pada dampak ekonomi dan psikologisnya. Katakanlah diramalkan bahwa tahun depan akan terjadi gempa hebat di Jakarta. Bila penduduk harus diungsikan semua, aktivitas ekonomi akan berhenti, sehingga begitu banyak kerugian yang akan diderita. Lebih jauh lagi adalah pengaruh psikologisnya selama menunggu tibanya gempa bumi tersebut.Oleh karena itu lebih tepat menempuh cara-cara lain seperti merancang bangunan-bangunan yang tahan gempa, dam, jembatan dsb. Dalam hal ini hasil penelitian gempa bumi dapat membantu dalam merencanakannya.Katakanlah misalnya berdasarkan data-data gempa yang tercatat di suatu daerah gempa terkuat yang pernah melanda daerah tersebut besarnya 7 pada skala Richter. Berdasarkan data-data tersebut para pakar perancang bangunan merencanakan bangunan tahan terhadap kekuatan gempa sebesar itu.Jepang berusahan merancang bangunan yang tahan gempa dengan mengundang pakar-pakar dari berbagai negara di seluruh dunia. Ada yang mengemukakan idenya berupa bangunan yang dibuat dari bahan semacam kertas/kain, ada yang campuran beton yang sangat kuat, bangunan yang bisa elastis bila kena getaran dan sebagainyaMENGAPA LEMPENG BUMI BERTUMBUKAN?m

INDONESIA memang area gempa. Hal itu karena nun jauh di dasar samudera kepulauan di negeri ini, terdapat tiga lempeng, yakni Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik, yang bila bertumbukan akan menghasilkan gempa tektonik. mItu baru gempa tektonik, Indonesia pun kaya akan gunung berapi yang tercatat aktif dan yang belum ketahuan aktif tidaknya. Aktivitas gunung-gunung itu pun berpotensi menimbulkan gempa yang disebut sebagai gempa vulkanik.mBisakah kita yang tinggal di Indonesia ini terhindar dari gempa? Secara ilmiah, fenomena alam tersebut tidak bisa dihindari. Sebab, lempeng-lempeng bumi yang ada di negara kita itu merupakan bagian dari kerak bumi yang bergerak aktif. Pergerakan itu dipicu antara lain oleh air laut dan samudera. Perlu diketahui, 71 persen wilayah bumi kita ini terdiri atas laut dan samudera, atau dengan kata lain berupa air. mPergerakan lempeng-lempeng itu antara lain menimbulkan gempa bumi. Mengapa lempeng-lempeng itu bergerak dan bahkan bertumbukan? Lempeng-lempeng itu sebetulnya bagian dari kerak bumi yang terdiri atas berbagai jenis bebatuan. Pergerakan itu berlangsung terus selama berjuta-juta tahun usia bumi. Bentuk gerakan berupa lipatan, pergeseran, dan patahan. Setiap gerakan, menghasilkan antara lain benua, pegunungan, pulau-pulau kecil. mTentang pergeseran lempeng, pergeseran memang tidak bisa dihindari sebagai bagian dari evolusi bumi. Efek dari pergeseran itu adalah berupa getaran yang disebut gempa. Gempa terjadi karena ada perpindahan massa dalam lapisan batuan bumi. Kekuatan suatu gempa bergantung pada jumlah energi yang terlepas, saat terjadi pergeseran dan tumbukan. mPergeseran tersebut memang memungkinkan terjadinya tumbukan. Ada kalanya pergeseran itu menyebabkan perubahan bentuk yang tiba-tiba, sehingga terjadi ledakan dan patahan yang menimbulkan gempa hebat yang disebut sebagai gempa tektonik. Keadaan itu tidak bisa kita hindari karena memang bagian dari evolusi bumi. mHasil dari gempa dimaksud antara lain menghasilkan lipatan bumi. Bentuk dari lipatan bumi itu tidak serta-merta terlihat secara fisik. Sebab, untuk membentuk satu kali lipatan dibutuhkan ratusan juta tahun Tentang lipatan itu, sepanjang sejarahnya, bumi telah mengalami empat kali periode lipatan.Itulah yang pada akhirnya menghasilkan pulau-pulau baru dan menghilangkan pulau-pulau yang pernah ada. mKarenanya, tak mengherankan, apabila diukur setiap tahun, suatu wilayah daratan ada yang berkurang dan ada yang bertambah. mTentang posisi Indonesia, ada yang menyebutnya sebagai efek dari lipatan Alpin. Lipatan itu merupakan periode lipatan bumi yang keempat yang sampai sekarang terus bergerak aktif. Secara geografis, lipatan Alpin membentang dari Eropa, Asia hingga Indonesia. Lipatan Alpin sudah dikenal sebagai kawasan yang tidak tenang secara geologi, karena pada proses pergerakannya selalu memunculkan gempa bumi dan gunung berapi. mTentang gempa yang terjadi di barat Aceh dan menimbulkan gelombang dahsyat tsunami, hal itu merupakan akibat dari tumbukan lempeng-lempeng bumi yang menimbulkan gempa tektonik di dasar laut. Bisa dipastikan, menurut NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration), setiap gempa tektonik yang terjadi di dasar laut, akan menghasilkan gelombang Tsunami. Beberapa wilayah di dunia yang rawan Tsunami, biasanya dilengkapi dengan pos atau kantor yang dilengkapi pencatat getaran/gempa, seismograf. mSelamat dari TsunamiBagaimana menyelamatkan diri dari Tsunami? Bagi masyarakat pesisir, atau yang tinggal di wilayah pantai, sebaiknya memang memperlengkapi diri dengan pengetahuan tentang gelombang dahsyat yang tingginya bisa mencapai 30 meter itu. Sebetulnya, Tsunami bisa diprediksikan. Ingat, sekali lagi, setiap gempa di laut, berpeluang menghasilkan Tsunami. Patut diwaspadai, bahaya dari Tsunami bisa berlangsung berjam-jam setelah hempasan gelombang dahsyatnya yang pertama terjadi. Itu karena sifat gelombang yang datangnya bergulung, tidak serentak satu kali hempas. mBagi Anda yang tinggal di pesisir dan yang menyukai wilayah pantai sebagai tempat berlibur, waspadai gejala Tsunami. Bila tanah tempat Anda berpijak bergetar, segera lari ke tempat yang lebih tinggi. Hal itu karena kita tidak bisa memprediksikan berapa menit yang dibutuhkan gelombang laut menjadi bergulung tinggi membentuk Tsunami. mKemungkinan Tsunami datang minimal dalam waktu lima menit setelah getaran yang dirasakan. Tetapi di kawasan Kepulauan Hawaii yang juga sering dilanda gempa vulkanik, karena banyak terdapat gunung berapi di dasar laut, Tsunami muncul sekitar beberapa jam kemudian. Kekuatan gempa di dasar laut yang besarannya lebih dari 6 Skala Richter, biasanya berpeluang menimbulkan Tsunami. mBagaimana apabila saat terjadi Tsunami Anda tengah berada di laut, di atas kapal? Getaran gempa barangkali tidak terasa karena kapal yang bergoyang-goyang, tetapi biasanya kapal-kapal pesiar dan kapal-kapal yang dilengkapi peralatan yang modern, tentunya dilengkapi alat komunikasi. Petugas pelabuhan biasanya akan mengumumkan bila telah terjadi gempa di dasar laut. mUntuk mengantisipasi Tsunami pada saat sedang naik kapal di tengah laut, Anda diminta segera mengenakan pelampung, terjun ke laut lepas, dan membiarkan diri Anda mengapung di atas air, pasrah mengikuti datangnya gulungan ombak. Jangan melawannya, ikuti saja arus ombak! Hal itulah justru yang memungkinkan Anda selamat.(Berbagai sumber/N-5)PENDAHULUANGempa bumi sebagai salah satu gejala alam, di dalam cakupan studi seismologi dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu gempa vulkanik dan gempa tektonik. Kedua jenis ini di bedakan atas dasar penyebabnya yaitu gempa vulkanik akibat dari aktivitas gunung berapi sedangkan gempa tektonik berasal dari aktivitas lempeng tektonik dunia. Baik gempa vulkanik maupun tektonik, keduanya mempunyai karakter yang unik di dalam rekaman seismogram, sehingga dapat dibedakan satu sama lain, meskipun kedua jenis gempa ini terekam dalam satu seismogram. Karakter unik yang membedakan kedua jenis gempa pada umumnya adalah kandungan frekuensi masing-masing gempa. Jadi mengenali dan memisahkan kedua jenis gempa dapat dilakukan dengan melakukan analisa frekuensi sinyal.

Salah satu topik yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah analisa terhadap parameter gempa tektonik, yaitu penentuan onset time atau waktu tiba gelombang gempa pada alat perekam gempa . Onset time merupakan parameter gempa yang sangat penting dan dipakai untuk mendalami lebih lanjut mengenai parameter sumber gempa, baik itu posisi gempa secara azimuthal maupun waktu terjadinya gempa atau disebut sebagai origin time.

DAERAH RAWAN GEMPA TEKTONIK DI INDONESIAFauzi MSc, PhD, Pusat Gempa Nasional, Badan Meteorologi dan GeofisikaRingkasanKerugian akibat gempa bumi tidak langsung disebabkan oleh gempa bumi, namun disebabkan oleh kerentanan bangunan sehingga terjadi runtuhan bangunan, kejatuhan peralatan dalam bangunan, kebakaran, tsunami dan tanah longsor. Faktor kerentanan bangunan sangat erat hubungannya untuk perhitungan bencana gempa bumi di masa yang akan datang. Faktor gempa bumi tak dapat dielakkan tapi harus dihadapi dengan merencanakan bangunan beserta lingkungannya yang tahan terhadap gempa bumi.Prediksi gempa bumi sampai sekarang masih dalam taraf penelitian sehingga faktor mitigasi lebih penting untuk mencegah kerugian dan bencana yang lebih besar. Untuk itu diperlukan analisa resiko yang mencakup parameter gempa bumi, bangunan dan geologi setempat dimana bangunan atau perencanaan kota berada. Analisa ini memerlukan kerjasama antara masing-masing professional; Geofisikawan, Insinyur sipil dan Geology.

PendahuluanLapisan kulit bumi dengan ketebalan 100 km mempunyai temperatur relatif jauh lebih rendah dibanding dengan lapisan dalamnya (mantel dan inti bumi) sehingga terjadi aliran konveksi dimana massa dengan temperatur tinggi mengalir ke daerah temperatur rendah atau sebaliknya. Teori aliran konveksi ini sudah lama berkembang untuk menerangkan pergeseran lempeng tektonik yang menjadi penyebab utama terjadinya gempa bumi tektonik. Disamping itu kita kenal juga gempa vulkanik, gempa runtuhan, gempa imbasan dan gempa buatan. Gempa vulkanik disebabkan oleh desakan magma ke permukaan, gempa runtuhan banyak terjadi di pegunungan yang runtuh, gempa imbasan biasanya terjadi di sekitar dam karena fluktuasi air dam, sedangkan gempa buatan adalah gempa yang dibuat oleh manusia seperti ledakan nuklir atau ledakan untuk mencari bahan mineral. Skala gempa tektonik jauh lebih besar dibandingkan dengan jenis gempa lainnya sehingga efeknya lebih banyak terhadap bangunan.

Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan lempeng Pasific. Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusatenggara, sedangkan dengan Pasific di utara Irian dan Maluku utara. Di sekitar lokasi pertemuan lempeng ini akumulasi energi tabrakan terkumpul sampai suatu titik dimana lapisan bumi tidak lagi sanggup menahan tumpukan energi sehingga lepas berupa gempa bumi. Pelepasan energi sesaat ini menimbulkan berbagai dampak terhadap bangunan karena percepatan gelombang seismik, tsunami, longsor, dan liquefaction. Besarnya dampak gempa bumi terhadap bangunan bergantung pada beberapa hal; diantaranya adalah skala gempa, jarak epicenter, mekanisme sumber, jenis lapisan tanah di lokasi bangunan dan kualitas bangunan.

Tulisan ini membahas beberapa aspek gempa bumi di Indonesia untuk menunjukkan daerah-daerah rawan gempa bumi berdasarkan aktifitas tektonik dan sejarah kegempaan yang pernah melanda Indonesia. Informasi ini bersifat regional karena belum menyentuh aspek lokal di sekitar bangunan yang mempengaruhi resiko bangunan terhadap getaran gempa bumi.

Daerah aktif gempa di IndonesiaGempa bumi terjadi diawali dengan akumulasi stress di sekitar batas lempeng, sehingga aktifitas gempa banyak disini. Walaupun konsentrasi akumulasi stress akibat tabrakan lempeng berada di sekitar batas lempeng, akibatnya bisa sampai jauh sampai beberapa ratus kilometer dari batas lempeng karena ada pelimpahan stress di kerak bumi, sehingga ada daerah aktif gempa di luar daerah pertemuan lempeng. Kasus sesar Sumatra umpamanya adalah sesar yang dibentuk oleh pelimpahan stress tabrakan lempeng Indo-Australia dengan Eurasia dengan sudut tabrakan miring terhadap garis batas. Kemiringan ini menyebabkan timbulnya sesar Sumatra dimana konsentrasi akumulasi stress atau pusat-pusat gempa di daerah ini.

Beberapa sesar aktif yang terkenal di Indonesia adalah sesar Sumatra, sesar Cimandiri di Jawa barat, sesar Palu-Koro di Sulawesi, sesar naik Flores, sesar naik Wetar, dan sesar geser Sorong. Keaktifan masing-masing sesar ditandai dengan terjadinya gempa bumi. Gempa dangkal (kedalaman 0-50 km) yang terjadi pada periode 1900-1995 dengan skala Richter 5.5 atau lebih, membuktikan lokasi-lokasi daerah aktif gempa di Indonesia. Sebagian dari gempa tersebut menimbulkan bencana, bergatung pada beberapa hal; Skala atau magnitude gempa Durasi dan kekuatan getaran Jarak sumber gempa terhadap perkotaan Kedalaman sumber gempa Kualitas tanah dan bangunan Lokasi bangunan terhadap perbukitan dan pantai

Faktor kualitas tanah dan bangunan adalah faktor yang sangat menentukan untuk pengkajian resiko gempa bumi. Kualitas tanah di tempat bangunan berdiri dinyatakan dengan percepatan tanah maksimum (Peak Ground Acceleration) dari catatan exact accelerograph sewaktu gempa besar terjadi. Hal ini sangat jarang terjadi karena periode gempa besar sangat panjang (50-100 tahun) dan karena acceleropgraph.belum terpasang. Karena itu banyak cara empiris dilakukan untuk menemukan percepatan maksimum di perkotaan. Disamping itu lokasi bangunan terhadap pantai yang rentan terhadap ancaman tsunami dan lokasi bangunan terhadap perbukitan yang rentan terhadap longsoran perlu juga dimasukkan dalam pertimbangan asuransi.

Pemetaan gempa bumiPemetaan gempa bumi bisa dilakukan dengan 2 cara; pertama adalah dengan memetakan sumbernya atau hyposenter (pusat gempa) dengan skala dan kedalaman tertentu, kedua adalah dengan memetakan efeknya atau informasi makro gempa bumi. Magnitude gempa dengan magnitude 5 atau lebih dan kedalaman kecil dari 50km sering dipakai karena berpotensi untuk merusak bangunan. Informasi makro gempa bumi adalah peta dengan memakai skala Modified Mercalli Intensity (MMI), yaitu besarnya efek yang dirasakan oleh pengamat dimana dia berada tanpa memperhatikan sumbernya.

Aktifitas gempa yang pernah terjadi dari tahun 1900 sampai 1996 dengan skala magnitudo diatas 6.0 menunjukkan bahwa aktifitas gempa tersebut berada di sekitar tabrakan lempeng tektonik (interplate earthquake) dan di sekitar sesar (gambar 2). Ciri khas di daerah Indonesia, umumnya kekuatan gempa yang besar (M>7) berada di sekitar tabrakan lempeng, sedangkan gempa di dalam lempeng (intraplate earthquake) ukurannya relatif kecil. Namun akibatnya terhadap bangunan mungkin sama, karena gempa interplate berada di laut sedangkan gempa intraplate berada di darat yang relatif lebih dekat dengan perkotaan.

Bencana Bengkulu dan SukabumiGempa Bengkulu pada 4 Juni 2000 dengan magnitude Mb 7.3 atau Mw 7.9 menimbulkan korban 100 orang lebih. Kerusakan terparah berturut-turut ada di Pulau Enggano, Pasar Ngalam, Sukaraja, Bengkulu Selatan dan di Kota Bengkulu. Laporan team survey dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) menggambarkan tingkat kerusakan dengan memakai skala Modified Mercally Intensity (MMI) bahwa tingkat kerusakan terparah terjadi di Pulau Enggano (gambar 3). Kedalaman gempa dari USGS, CMT-Harvard maupun BMG bervariasi dari 5km sampai kedalaman 62km. Fokal mekanisme juga bervariasi dari sesar naik dengan arah yang bervariasi atau sesar mendatar. Perbedaan ini pada dasarnya adalah perbedaan penggunaan data dan cara menganalisa data. Pada awanya prosessing dilakukan dengan cara otomatis dengan memakai data real time, kemudian dilanjutkan dengan proses yang dilakukan operator dengan menambahkan data sesuai dengan kriteria yang diinginkan.

Hari Rabu pagi tanggal 12 Juli, 2000 pada saat kantor baru saja mulai, gempa dengan kekuatan sedang mengejutkan penduduk di Jakarta, Bandung, Sukabumi dan Bogor. Pusat gempa dilaporkan dekat dengan Sukabumi. Gempa bumi melanda daerah Sukabumi untuk kesekian kalinya; tahun 1982 (M=5.5), 1973 (M=4.9), 1969 (M5.4). Intensitas maksimum yang dirasakan di Jakarta adalah MMI III, yang berarti beberapa orang merasakannya, khususnya di bangunan bertingkat.

Monitoring gempa susulanGempa susulan (aftershock) merupakan proses stabilisasi medan stress ke keseimbangan yang baru setelah pelepasan energi atau stress drop yang besar pada gempa utama. Setiap gempa tektonik dangkal (kira-kira < 100 km) selalu diikuti oleh dislokasi atau patahan. Dislokasi ini mengganggu keseimbangan medium sekelilingnya, sehingga dengan sendirinya muncul gempa lainnya yang merupakan proses keseimbangan baru. Proses ini bisa berlangsung beberapa jam sampai berminggu-minggu, tergantung pada besar gempa utama dan sifat batuan. Frekuensi dan magnitude gempa susulan ini umumnya menurun secara exponensial terhadap waktu. Extrapolasi kurva frekuensi dan magnitude terhadap waktu bisa menjadi patokan perkiraan besarnya gempa susulan, sehingga bahaya dari gempa susulan ini menjadi sangat serius apabila gempa utama telah merusak struktur bangunan. Struktur bangunan yang sudah dirusak oleh gempa bisa dianggap seperti susunan dinding, batu dan pilar yang tak mempunyai daya ikat lagi satu sama lain. Sehingga gempa susulan dengan MMI IV saja sudah cukup untuk merubuhkan bangunan.

Untuk itu peranan peneliti gempa susulan baik dari BMG atau lainnya sangat diperlukan untuk melihat tingkat penurunan aktifitas gempa. Gempa susulan Bengkulu yang dilaporkan team survey BMG menunjukkan penurunan aktifitas secara exponensial. Pada hari ke empat terdapat gempa susulan dengan skala Mw 6.5 yang mengakibatkan kenaikan aktifitas kedua setelah gempa utama.

Monitoring Gempa bumiKenyataan bahwa berita bencana sangat cepat menyebar di media massa, sehingga pemerintah atau lembaga lainnya sangat cepat bereaksi untuk memberikan bantuan untuk penduduk yang sedang dilanda bencana. Jika kita bisa meramalkan gempa bumi, maka bencana tentunya tidak akan terjadi dan tidak perlu mengeluarkan dana. Namun teknik untuk meramal gempa bumi sampai sekarang belum ada yang bisa dipertahankan secara ilmiah, sehingga kita perlu mempersiapkan diri, lingkungan dan bangunan yang tahan terhadap gempa bumi. Untuk itu diperlukan peta aktifitas gempa bumi yang menunjukkan bahwa aktifitas seismik (gempa) di Indonesia umumnya tinggi hampir di semua pulau. Setiap pulau mempunyai tingkat aktifitasnya masing-masing yang perlu di monitor dengan merapatkan jaringan seismograp sehingga informasi aktifitas gempa bumi bisa lebih teliti.Bencana gempa bumi, tsunami atau letusan gunung berapi adalah suatu bukti dari ketidakmampuan kerak bumi menampung akumulasi deformasi yang berasal dari proses berkesinambungan dari pergerakan tektonik lempeng atau pergerakan magma kepermukaan. Sehingga deformasi sesaat berupa gempa bumi atau letusan gunung api tak terhindarkan. Bencana gunung berapi umumnya dapat ditanggulangi secara dini, karena gejala letusan bisa diamati, mulai dari arah letusan, arah aliran magma sampai pada luas daerah yang akan mengalami bencana dapat diperkirakan. Gunung Rabaul (Papua Nugini) contohnya meletus bulan September 1994. Persiapan evakuasi telah dilaksanakan secara bertahap 10 tahun sebelumnya, sehingga nyawa dan harta dapat diselamatkan. Hal ini menyangkut efektifitas informasi yang disampaikan pada masarakat. Di pihak lain juga menyangkut keberhasilan monitoring dan penelitian tentang tabiat pergerakan magma dan peramalannya.

Dua pihak antara masarakat dan peneliti berkomunikasi dengan baik sehingga calon korban dapat dan mau diselamatkan. Karena itu interaksi antara masarakat dan peneliti gempa bumi perlu ditingkatkan seperti halnya bencana gunung api. Korban gempabumi disebabkan oleh runtuhan bangunan yang digoyang gempa, sedangkan korban letusan gunungapi disebabkan oleh aliran lahar, magma, debu panas, atau kebakaran, dimana manusia tidak dapat bertahan ditempat kejadian dan harus mengungsi puluhan kilometer. Calon korban gempa bumi tidak perlu mengungsi asalkan bangunan dan lingkungan mereka tahan terhadap gempa bumi, karena itu sangat perlu kita sadari bersama bahwa jatuhnya korban karena runtuhan bangunan atau kejatuhan peralatan rumah tangga.

Resiko terhadap gempa bumi jelas ada, namun gejalanya tak sejelas bencana gunung berapi, karena itu pengertian dan pengetahuan masyarakat lebih ditekankan agar tidak membangun bencananya sendiri di tempat kediaman. Pegertian ini dapat ditingkatkan dengan penerangan dan penjelasan tentang kenyataan hidup di lokasi aktif gempa. Makin besar kesiagaan masarakat atas bencana yang mengancam, maka makin kecil resiko yang dihadapi. Sarana yang paling efektif menurut penulis adalah pendidikan formal melalui program monitoring di sekolah atau program monitoring di daerah sekitar aktif gempa dimana pemerintah daerah langsung ikut terlibat didalamnya.

PenanggulanganBencana alam terfokus pada korban manusia beserta miliknya. Peristiwa alam yang extreem (tsunami setinggi 20 m misalnya) tidak masuk dalam kategori bencana alam apabila tidak menelan korban. Karena itu bencana alam bergantung pada dua faktor yang harus ada; peristiwa alam dan penduduk.

Identifikasi daerah tsunami berdasarkan sejarah sudah bisa dikenali sebagai daerah bahaya tsunami yang harus diwaspadai. Apalagi untuk masa sekarang, faktor jumlah penduduk jauh lebih banyak, sehingga bencana alam bisa lebih besar dibanding 100 tahun yang lalu di tempat yang sama. Jumlah korban akibat tsunami sangat bergantung pada tinggi gelombang yang sampai di pantai. Disamping sejarah, perkiraan tinggi gelombang bisa dihitung melalui model sumber gempa, bentuk pantai dan bentuk permukaan dasar laut (batimetri). Sehingga pembangunan pelabuhan, perumahan di sekitar pantai dapat mempertimbangkan efek tsunami yang mengancam.

Selain tsunami, korban banyak juga terjadi karena runtuhan bangunan yang tak tahan terhadap percepatan gelombang gempa yang tinggi. Maksimum percepatan gelombang gempa terjadi pada saat gempa terbesar yang pernah terjadi di suatu daerah. Ini menjadi catatan yang sangat penting bagi perancang bangunan agar bisa merancang bangunan yang tahan terhadap percepatan maksimum tersebut. Namun tidak banyak data percepatan maksimum yang pernah dicatat, sehingga dilakukan secara empirik dimana magnitude atau intensitas gempa dikonversikan ke percepatan dengan beberapa asumsi.

Peranan peneliti untuk mengetahui bencana gempa bumi sangat diperlukan agar calon korban gempa bumi bisa dihindari dengan berbagai cara, namun yang paling penting menurut kami adalah melek gempa untuk kesadaran kita hidup di daerah aktif gempa. Sangat analogi dengan sabuk pengaman di mobil, jika tidak dipakai tidak akan berguna sampai suatu kecelakaan yang fatal.

Prediksi Gempa bumiPrediksi gempa bumi meliputi parameter lokasi, waktu dan skala gempa bumi tersebut. Ketiga paremeter tersebut harus ada, sehigga penanggulangan bencana bias dilakukan dengan tepat dan proporsional. Sayangnya sampai saat ini prediksi gempa yang tepat dan teliti belum bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah, karena tanda-tandanya (precursor) tidak pasti. Gejala yang banyak diamati berdasarkan pada sifat-sifat batuan yang mengalami stress akibat tekanan yang ditimbulkan dari pergerakan lempeng tektonik. Gejala tersebut terlihat pada perubahan posisi satu titik relatif terhadap titik lainnya yang diamati dengan menggunakan Global Positioning System (GPS). Perubahan posisi tersebut bisa terlihat nyata setiap tahunnya, namun belum bisa dipakai untuk prediksi gempa. Gejala lainnya adalah perubahan muka air tanah, electro magnetis, seismisitas, kecepatan gelombang dsb. Semuanya tetap belum bisa dipakai sebagai tanda yang jelas untuk predisksi gempa bumi.

Karena prediksi gempa bumi belum sempurna, maka lebih tepat digunakan forcasting yang mencakup luasan daerah, kisaran waktu maupun kisaran skala sebagai penanggulangan bencana ataupun analisa resiko gempa bumi. Berdasarkan sejarah kekuatan sumber gempa, aktifitas gempa bumi di Indonesia bisa dibagi dalam 6 daerah aktifitas;1. Daerah sangat aktif. Magnitude lebih dari 8 mungkin terjadi di daerah ini. Yaitu di Halmahera, pantai utara Irian.2. Daerah aktif. Magnitude 8 mungkin terjadi dan magnitude 7 sering terjadi. Yaitu di lepas pantai barat Sumatra, pantai selatan Jawa, Nusa Tenggara, Banda.3. Daerah lipatan dan retakan. Magnitude kurang dari 7 mungkin terjadi. Yaitu di pantai barat Sumatra, kepulauan Suna, Sulawesi tengah.4. Daerah lipatan dengan atau tanpa retakan. Magnitude kurang dari tujuh bisa terjadi. Yaitu di Sumatra, Jawa bagian utara, Kalimatan bagian timur.5. Daerah gempa kecil. Magnitude kurang dari 5 jarang terjadi. Yaitu di daerah pantai timur Sumatra, Kalimantan tengah.6. Daerah stabil, tak ada catatan sejarah gempa. Yaitu daerah pantai selatan Irian, Kalimantan bagian barat.

Pembagian daerah aktif gempa bisa juga ditinjau dari data makro atau intensitas gempa yang pernah dirasakan. Peta intensitas gempa Bengkulu pada tanggal 4 Juni 2000 adalah satu kasus data makro yang langsung bisa dikaitkan dengan bangunan. Beberapa kasus gempa merusak merupakan data makro yang menghasilkan peta intensitas regional seperti yang pernah dilakukan oleh J.Murjaya dan G.Ibrahim pada tahun 1998.

Pada peta ini, daerah yang terkena dampak gempa bumi dibagi menjadi 4 daerah;1. Daerah dengan intensitas MMI IX atau lebih.2. Daerah dengan intensitas MMI VII-VIII.3. Daerah dengan intensitas MMI V-VI.4. Daerah dengan intensitas MMI < V

Pembagian ini masih bersifat regional, dengan perkataan lain bahwa untuk analisa resiko gempa pada suatu bangunan yang terletak pada suatu tempat di satu kota, memerlukan analisa mikro yang memasukkan beberapa unsur seperti lapisan tanah tempat bangunan, ketebalan lapisan, respon tanah dan bangunan terhadap getaran dsb.

Periodisitas gempa bumiPeriode ulang gempa bumi maksudnya adalah bahwa gempa bumi dengan skala tertentu (misalnya M=8) akan terulang kembali di daerah yang sama pada kurun waktu tertentu. Perhitungan periode ulang ini memerlukan data paling tidak satu periode, lebih panjang lebih baik. Namun catatan gempa bumi dengan peralatan, baru dimulai pada awal abad 20. Karena itu untuk memperanjang periode pengamatan, dibantu dengan catatan intensitas gempa yang sudah dimulai sejak awal abad masehi. Selain itu penelitian paleoseismic juga bisa membantu memperpanjang periode pengamatan.

Gempa yang sama kekuatannya dengan gempa pada 4 Juni 2000 di Bengkulu pernah terjadi dua kali pada 1833, 1914. Sehingga banyak yang setuju dengan teori peramalan (forcasting) gempa dengan metode perioda ulang berkisar 80 tahun. Disamping itu terdapat juga gempa yang ukurannya lebih kecil dengan periode ulang lebih pendek.

Perhitungan matematis periode ulang gempa bumi di Sumatra oleh peneliti BMG (Rasyidi Sulaiman dan Robert Pasaribu, 2000) menunjukkan bahwa periode ulang di Sumatra Selatan berkisar antara 8-34 tahun dengan nilai tengah 21 tahun. Gempa pada tahun 1979 di Bengkulu yang cukup besar dengan M = 5.8, MMI = VIII, sedangkan gempa berikutnya adalah Juni 2000 (1979 + 21tahun).

Peranan Badan Meteorologi dan GeofisikaBMG sebagai lembaga pemerintah yang bertugas untuk memonitor aktifitas gempa bumi di Indonesia sejak zaman kolonial Belanda. BMG mulai mengoperasikan stasiun pemantau gempa bumi permanen pada tahun 1908, yakni dengan memasang seismograph Wichert komponen horisontal di Jakarta. Sedangkan komponen vertikal sesimograph tersebut dipasang pada tahun 1928 pada tempat yang sama.

Pada pertengahan dekade 1970, dengan disponsori oleh UNESCO, BMG mulai mengembangkan jaringan pemantau gempabumi dengan mengoperasikan 28 stasiun seismograph. Tiap-tiap stasiun dilengkapi dengan seismograph 1 komponen vertikal periode pendek, dan sinyal seismik direkam pada kertas seismogram. Mulai tahun 1990 sampai dengan saat ini, pada 10 stasiun seismograph dari 28 stasiun telah ditingkatkan menjadi 3 komponen periode pendek.

Sebagai organisasi yang bertugas diantaraanya melakukan pengamatan gempabumi, BMG mempunyai 5 Balai Wilayah, yakni BMG Wilayah I di Medan, BMG Wilayah II di Ciputat, BMG Wilayah III di Denpasar, BMG Wilayah IV di Ujung Pandang dan BMG Wilayah V di Jayapura. Untuk pengolahan data gempabumi di Balai Wilayah, data gempabumi dari stasiun seismograph dikirim ke Balai Wilayah setiap 3 jam melalui SSB, telex, atau sarana telekomunikasi lain, bersama-sama dengan data meteorologi. Sekarang ini fasilitas komunikasi sudah dilengkapi dengan sarana VSAT untuk komunikasi stasiun dengan Balai wilayah dan dengan Pusat.

Saat ini BMG mengoperasikan jaringan pemantau gempabumi telemetri, yang terdiri dari 32 sensor. Sesuai dengan struktur organisasi BMG yang terdiri dari 5 Wilayah, jaringan tersebut dibagi menjadi 5 Jaringan Regional yang berpusat di Medan, Ciputat (Jakarta), Denpassar, Makassar dan Jayapura.

MENGENAL GEMPA BUMI DAN TSUNAMI PADA film berjudul The Day After Tomorrow (2004) yang disutradarai Roland Emmerich dikisahkan Kota New York dilanda gelombang tsunami sehingga patung Liberty roboh diterjang gelombang air laut yang naik hingga ketinggian puluhan meter.Film thriller dengan tagline, "Where will you be?" atau "Anda akan berada di mana?" menggunakan efek khusus yang canggih dalam memperlihatkan sapuan gelombang air menerjang New York.Gelombang tsunami merobohkan patung Liberty, dan juga bangunan, menghanyutkan kendaraan dan warga kota yang tidak sempat menyelamatkan diri. Sebenarnya, seorang ilmuwan, Jack Hall yang diperankan Dennis Quaid memperkirakan bencana global akibat runtuhnya gunung es di kutub. Teorinya adalah gangguan siklus alam yang menghasilkan abad es berikutnya. Kota yang terkena dampaknya adalah New York City dan Los Angeles, AS. Sementara Inggris membeku. Namun Emmerich tidak memperluas perkiraan dampaknya di bagian Selatan AS seperti Afrika, Australia, dan Selandia Baru.Sang sutradara menggambarkan temperatur menurun drastis, gelombang air laut menyapu kota-kota pinggir pantai, lantas badai angin tornado menghantam bangunan, kendaraan, dan manusia. Diceritakan pula Wakil Presidan AS yang mengabaikan peringatan bencan dari ilmuwan, sehingga jutaan warganya menjadi korban tsunami yang disebabkan runtuhnya gunung es di Kutub. Di akhir film, Wapres meminta maaf kepada warga AS atas kesalahannya mengabaikan peringatan bencana dan juga menyatakan sudah terlalu lama menyakiti ibu pertiwi sehingga muncul bencana tersebut.**TIDAK selamanya gempa bumi menimbulkan gelombang tsunami, dan tidak selamanya tsunami diakibatkan gempa bumi. Tsunami bisa muncul akibat letusan Gunung Berapi (erupsi vulkanik) seperti pada letusan Gunung Krakatau, tanah longsor (landslide) pada tsunami di Papua Nugini, atau tumbukan meteor, meski sangat jarang terjadi.Pada kejadian tsunami di Meulaboh, Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatra Utara, serta beberapa negara di kawasan Asia Selatan, Minggu lalu (26/12) dipicu serangkaian gempa bumi di lepas pantai Sumatra, di Samudra Hindia.Ada sejumlah istilah atau besaran skala gempa yang mungkin membingungkan masyarakat. Pada kesempatan ini akan diuraikan sejumlah istilah, penyebab gempa dan timbulnya gelombang tsunami.Kejadian gempa bumi yang menimbulkan gelombang tsunami sehingga menyapu sejumlah negara dan menimbulkan korban jiwa puluhan ribu jiwa, bermula dari pergeseran lempeng bumi pada lapisan litosfir di bawah laut. Pergeseran lempeng tersebut terjadi akibat pertemuan lempeng Australia di bagian Selatan dengan Lempeng Euroasia di bagian Utara. Pertemuan antarkedua lempeng tersebut menimbulkan salah satu lempeng terdorong ke bawah.Pergeseran lempeng menimbulkan getaran yang disebut gelombang seismik. Gelombang tersebut bergerak ke segala arah menjauhi sumber getaran di dalam bumi. Ketika gelombang tersebut mencapai permukaan bumi, maka getarannya menimbulkan kerusakan, dan sangat dipengaruhi kekuatan dan jarak dari sumber gempa.Menurut Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Bandung, Drs. Hendri Subekti ketika ditemui "PR" di ruang kerjanya, Rabu (29/12), mengatakan, lapisan litosfer bumi terdiri dari lempeng-lempeng tektonik yang terapung di atas batuan yang relatif tidak konstan. Daerah pertemuan antarlempeng disebut batas lempeng (plate margin). Nah, gempa bumi bisa terjadi di mana pun. "Tapi umumnya gempa bumi tektonik terjadi di sekitar batas lempeng dan di tempat yang disebut sesar aktif di sekitar batas lempeng tersebut," katanya.Saat permukaan dasar laut turun akibat adanya pergeseran dan pergerakan lempeng, di mana salah satu lempeng akan terdorong masuk ke bawah lempeng di seberangnya (subduksi), maka ada penarikan volume air yang menyebabkan air laut di tepi pantai tiba-tiba surut ratusan meter ("PR", 29/12). Dalam tempo beberapa menit kemudian, air laut kembali dengan gelombang yang jauh lebih tinggi (runup) dan langsung menyapu semua yang berada di tepi pantai. Runup 0- 2 m termasuk tidak berbahaya, lalu ketingguanb 2 - 5 m termasuk bahaya dan di atas 5 m merupakan gelombang tsunami yang sangat berbahaya.Menurut Hendri, titik-titik rawan gempa Indonesia berada di sekitar pertemuan kedua lempeng. Titik-titik gempa tersebut berada tidak terlalu jauh dari tepi pantai. "Jarak paling jauh lokasi pusat gempa adalah 100 km. Maka, ketika terjadi gempa, daerah pinggir pantai akan terkena gelombang tsunami dalam tempo 10 - 12 menit," tuturnya.Hendri menjelaskan, kecepatan gelombang tsunami mencapai 500 km/jam, namun masih lebih lambat dibandingkan kecepetan gelombang seismik yang mencapai 7 km/detik atau 25.200 km/jam.**TSUNAMI yang terkadang salah diartikan sebagai gelombang pasang adalah suatu gelombang air yang sangat bertenaga. Tenaga besar gelombang air tersebut ditimbulkan gangguan di bawah laut. Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang pelabuhan (harbor wave). Hal itu didasarkan pada kenyataan pelabuhan atau dermaga akan menjadi pusat kekurangan energi tsunami. Sementara dalam bahasa Spanyol disebut maremoto.Meskipun tanah longsor atau ledakan gunung dapat menyebabkan tsunami, sekira 95% peluang terjadinya tsunami lebih disebabkan gempa bumi. Biasanya gempa bumi penyebab tsunami berada di dasar laut dalam, meski terkadang berada di dekat pantai.Gerakan vertikal dari dasar laut akan menaikkan atau menurunkan air yang berada di atasnya. Kejadian itu akan mendorong gelombang bergerak keluar. Gerakan yang semula tidak terasa dari dalam laut, tiba-tiba muncul sebagai tsunami yang menghantam pinggir pantai.Layaknya batu yang dilempar kuat-kuat ke kolam akan membuat gelombang air yang lebih besar, maka ukuran gelombang dipengaruhi luasan daerah yang bergerak di dalam air. Gerakan yang lebih besar dari patahan dasar lautan yang lebih luas akan menghasilkan gelombang tsunami jauh lebih besar.Intensitas gelombang tsunami tergantung pula pada jarak antara daratan dengan pusat gempa di laut. Episenter menjadi awal atau pusat awal tsunami. Ketika gelombang menyebar dari episenter dalam bentuk menyerupai potongan pizza ke arah luar, maka energi tsunami juga menyebar. Maka, gelombang tsunami sangat berbahaya bagi masyarakat yang berada di dekat episenter.Pada laut terbuka, gelombang tsunami bisa mencapai ketinggian 300 m. Meskipun di daerah lautan dalam, gelombang yang menghasilkan tsunami dinamai kalangan ilmuwan sebagai gelombang air dangkal. Kecepatan pergerakannya tergantung dari kedalaman air. Pada perairan dalam, tsunami dapat bergerak dengan kecepatan 500 - 600 mil/jam atau 804 - 965 km/jam.Bagaimana energi kinetik yang menyebabkan kematian tersebut tidak dapat disaksikan dengan mata telanjang dan tersembunyi di balik gelombang? Gelombang tidak hanya terjadi di permukaan air, namun juga gerakan memutar pada air di bawah permukaan. Akibat gelombang panjang lebih panjang pada bagian dalam air dibandingkan dengan gelombang yang memiliki puncak berdekatan, maka terdapat sejumlah besar air yang bergerak di bawah permukaan air. Gelombang tidak tampak tersebut menyimpan energi sangat besar.Menurut Pusat Informasi Gempa Bumi Nasional, AS, alat seismologi yang berada di Denver mencatat gempa dengan skala magnitudo 9,0 pada pukul 07:58:49, Minggu (26/12). Lokasi gempa berada di 3,24 Lintang Utara, 95,82 Bujur Timur dengan kedalaman 10 km. Pusat gempa berjarak 255 km di Tenggara Banda Aceh, 315 km di Barat Medan, 1.260 km sebelah Barat Daya Bangkok, Thailand dan 1.590 km di Barat Laut Jakarta.Sedangkan data getaran seismik yang tercatat, sejumlah gempa dirasakan semenjak gempa pertama pada pukul 07.58:49, Minggu (26/12) di Pantai Barat Sumatra Utara. Selama 2 x 24 jam, tidak kurang dari 14 gempa di Indonesia, sementara di kepulauan Andaman, India terjadi hingga 17 kali, lalu di kepulauan Nikobar, India sebanyak delapan kali. Berikut ini data kejadian gempa di sekitar Samudra Hindia, sejak tanggal 26 Desember 2004 hingga 28 Desember 2004.Pada tanggal 26 Desember 2004 terjadi gempa di Pantai Barat Sumatra Utara (pukul 07:58:49), Kepulauan Nikobar, India (08:21:18), Sumatra Utara (08:48:46), Kepulauan Andaman, India (09:15:57), Kepulauan Nikobar, India (09:22:01), Pantai Barat Sumatra Utara (09:34:50), Kepulauan Andaman, India (09:36:06), Kepulauan Andaman, India (09:51:59), Pantai Barat Sumatra Utara (09:59:12), Kepulauan Andaman, India (10:08:42), Kepulauan Nikobar, India (11:21:25), Kepulauan Andaman, India (13:21:58 ), Kepulauan Andaman, India (14:07:09), Kepulauan Andaman, India (14:38:24), Kepulauan Nikobar, India (16:20:01), Kepulauan Nikobar, India (17:18:12), Kepulauan Andaman, India (17:19:29), Kepulauan Andaman, India (18:05:00), Kepulauan Andaman, India (19:09:41), Kepulauan Andaman, India (19:11:55), Pantai Barat Sumatra Utara (20:56:37), Kepulauan Andaman, India (21:48:41), Pantai Barat Sumatra Utara (22:06:32), Kepulauan Nikobar, India (22:12:21).Kemudian pada tanggal 27 Desember 2004 terjadi di Kepulauan Andaman, India (01:42:41), Pantai Barat Sumatra Utara (02:03:46), Pantai Barat Sumatra Utara (02:19:53), Mindanao, Filipina (03:50:31), Sumatra Utara (07:32:13), Kepulauan Andaman, India (07:49:26), Pantai Barat Sumatra Utara (12:10:49), Pantai Barat Sumatra Utara (13:59:12), Sumatra Utara (16:39:03), Sumatra Utara (17:05:00), Kepulauan Andaman, India (17:46:35), Kepulauan Andaman, India (17:46:45), Kepulauan Nikobar, India (18:57:53), Kepulauan Andaman, India (21:46:45), dan tanggal 28 Desember 2004 di Kepulauan Nikobar, India (02:28:49), dan Pulau Simeuleu (03:10:48).Gelombang tsunami juga terjadi di kepulauan Kelapa (Cocos Island, Kenya, Mauritius, Reunion and Seychelles. Tsunami juga menyeberang ke Samudra Pasifik, serta tercatat di pantai Barat Amerika Utara dan Amerika Selatan Sementara goncangan gempa selain terasa di NAD dan Medan, Sumut, juga dirasakan di Bangladesh, India, Malaysia, Maldiva, Myanmar, Singapura, Sri Lanka dan Thailand. Gempa bumi tersebut merupakan gempa terbesar keempat di dunia semenjak tahun 1900 dan terbesar semenjak gempa bumi di Alaska pada tahun 1964 yang dinamai Prince William Sound.Menurut Kepala BMG Bandung, skala yang digunakan untuk mengukur kekuatan gempa ada dua macam. BMG menggunakan gelombang gempa yang menjalar dalam bumi berupa gelombang primer (longitudinal) dan sekunder (transversal). Besaran yang digunakan adalah magnitude body wave (bMg). Sedangkan Amerika menggunakan pengukuran gelombang gempa yang merambat di permukaan bumi atau magnitude surface wave. "Angka yang dihasilkan kedua metode tadi akan berbeda. Angka magnitudo versi AS akan lebih besar dibandingkan magnitudo body wave. pada gempa di Aceh, AS menyebutkan angka skala 9,0 maka skala yang digunakan BMG adalah 6,8," kata Hendri.Sistem peringatan dini sebenarnya bisa meminimalisasi jumlah korban. Tsunami yang disebabkan gempa bumi di laut akan terjadi beberapa jam kemudian. Dengan demikian pergerakan dan arah gelombang air sudah dapat diketahui setelah terjadi gempa bumi.(dik/ida farida/"PR"/imdb. com/whyfiles.org/pmel.noaa.